bab ii tinjauan pustaka 2.1. struktur dan komposisi...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur dan Komposisi Jenis
Struktur vegetasi adalah suatu organisasi individu-individu di dalam ruang
yang membentuk suatu tegakan (Muller-Dombois dan Ellenberg, 1974; Nabilah,
1996). Ditegaskan pula bahwa elemen pokok dari struktur adalah bentuk
pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan (coverage). Komposisi vegetasi
merupakan susunan dan jumlah individu yang terdapat dalam suatu komunitas
tumbuhan. Komposisi dan struktur vegeatsi salah satunya dipengaruhi oleh faktor
tempat tumbuh (habitat) yang berupa situasi iklim dan keadaan tanah (Marsono,
1997; Nabilah, 1996).
2.2. Tumbuhan Bawah
Tumbuhan bawah adalah tumbuhan yang selain permudaan pohon
termasuk diantaranya juga merupakan rumput, herba dan semak belukar
(Kusmana, 1997). Tumbuhan bawah dapat diklasifikasikan dengan
mengelompokkan bermacam-macam jenisnya. Menurut Egtis (1989) vegetasi
adalah kumpulan dari tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari bermacam-macam
jenisnya dan hidup saling bersamaan pada suatu tempat.
Salah satu komponen dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah adanya
tumbuhan bawah. Masyarakat tumbuhan bawah ini hidup dan berkembang biak
secara alami dan selalu menjadi bagian dari komponen komunitas ekosistem hutan
tersebut (Hardjosentono, 1976). Sebagai bagian dari suatu komunitas, tumbuhan
bawah mempunyai korelasi yang nyata dengan tempat tumbuh (habitat) dalam hal
7
penyebaran jenis, kerapatan, dan dominansinya (Soerianegara dan Indrawan,
1980).
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1980), tumbuhan bawah adalah
suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali
permudaan pohon hutan, yang meliputi rerumputan dan vegetasi semak belukar.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa jenis-jenis pohon kecil (perdu), semak-semak,
dan tumbuhan bawah serta liana perlu dipelajari juga karena tumbuh-tumbuhan ini
antara lain :
1. Mungkin merupakan indikator tempat tumbuh
2. Merupakan pengganggu bagi pertumbuhan permudaan pohon-pohon
penting
3. Penting sebagai penutup tanah
4. Penting dalam pencampuran serasah dan pembentukan bunga tanah.
Pada lahan-lahan atau tegakan hutan tanaman, tumbuhan bawah seringkali
dianggap sebagai gulma. Menurut Nazif M dan Pratiwi (1991), gulma adalah
tumbuhan yang mengganggu tanaman budidaya, sebab gulma memiliki
kemampuan bersaing dengan tanaman pokok dalam hal unsur hara, cahaya, air
dan tempat tumbuh. Selain itu juga dapat berperan sebagai perantara dari hama
penyakit dan juga dapat bersifat alelopati yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologis bagi tanaman pokok.
Muller-Dombois dan Ellenberg (1974) mengklasifikasikan tumbuhan
berdasarkan bentuk pertumbuhannya ke dalam tiga klasifikasi, yaitu:
8
1. Pohon yaitu tanaman tahunan, berkayu, berukuran besar dengan satu batang
pokok tajuk yang jelas, dengan tinggi lebih dari 5 meter.
2. Semak yaitu tumbuhan berkayu dengan tinggi antara 1-5 meter, biasanya
mempunyai cabang pada pangkal batang dan dekat tajuk.
3. Herba yaitu tumbuhan tanpa batang berkayu yang hidup di tanah. Herba
dibagi dalam tiga kelompok yaitu ferns (paku-pakuan), graminoids (rumput-
rumputan), dan forbs (herba selain paku-pakuan dan rumput-rumputan).
2.3. Keanekaragaman Jenis
McNoughton dan Wolf (1998) menyatakan bahwa keanekaragaman
mengarah kepada keanekaragaman jenis yang terdiri atas dua komponen, yaitu
jumlah jenis yang mengarah pada kekayaan jenis (species richness) dan
kelimpahan jenis yang mengarah pada kemerataan jenis (species eveness). Odum
(1998) lebih mengarahkan keanekaragaman jenis dengan mempergunakan indeks
kelimpahan jenis (species abundance), yaitu suatu indeks tunggal yang
mengkombinasikan antara kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Penggunaan
indeks kekayaan jenis pada penilaian keanekaragaman bertujuan mengetahui
jumlah jenis yang ditemukan pada suatu komunitas. Indeks kekayaan jenis yang
sering digunakan oleh para peneliti ekologi adalah indeks kekayaan jenis
Margalef (Odum, 1998).
Penilaian keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks kemerataan
jenis, dapat digunakan sebagai petunjuk kemerataan kelimpahan individu diantara
setiap jenis. Melalui indeks ini pula dapat dilihat adanya gejala dominansi yang
terjadi diantara setiap jenis dalam suatu komunitas. Kombinasi antara indeks
9
kekayaan jenis dan kemerataan jenis sering digunakan dalam sebuah indeks
tunggal yang menggambarkan kelimpahan jenis suatu komunitas, atau sering juga
disebut indeks keanekaragaman jenis. Indeks keanekaragaman jenis yang paling
sering digunakan oleh para peneliti ekologi yaitu dari Shannon-Wiener
(Odum,1998).
2.4. Kelimpahan Jenis
Kelimpahan suatu vegetasi dipengaruhi oleh frekuensi, kerapatan dan
dominasi jenis. Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam
suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata akan mempunyai nilai frekuensi
yang besar. Kerapatan suatu jenis menunjukkan nilai yang menggambarkan
seberapa banyak atau jumlah jenis per satuan luas. Semakin besar nilai kerapatan
jenisnya maka semakin banyak jumlah individu yang berada dalam satuan luas
tersebut. Dominasi suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan penguasaan
jenis tertentu terhadap jenis-jenis lain dalam komunitas tersebut. Semakin besar
nilai dominasi suatu jenis maka besar pula pengaruh penguasaan jenis tersebut
terhadap jenis yang lain.
Nilai penting suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan
suatu jenis dalam komunitas. Menurut Weaver dan Clement (Nabilah, 1996),
jenis-jenis dominan merupakan indikator yang penting bagi suatu habitat. Dengan
demikian, tumbuhan yang merupakan hasil kondisi lingkungan yang
mempengaruhinya dapat dijadikan alat pengukur lingkungan.
Besarnya indeks nilai penting dapat ditentukan dengan melakukan
pengukuran pada masing-masing jenis penyusun vegetasi yang akan dianalisis
10
meliputi jumlah individu, kehadiran jenis, dan luas bidang dasar. Pengukuran ini
dapat dilakukan dengan mengukur seluruh jenis yang ada di dalam areal, tetapi
dapat pula dilakukan dengan mengukur beberapa jenis dari sebagian areal sebagai
sampel.
Analisis tumbuhan bawah dilakukan dengan beberapa teknik yang
disesuaikan dengan pengambilan sampel. Pemilihan teknik tersebut disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dicapai serta perkiraan bahwa teknik tersebut akan
memberikan hasil dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi. Disamping itu
suatu teknik pengambilan sampel yang terpilih harus mempertimbangkan waktu
dan tenaga.
Beberapa metode pengambilan sampel yang dikenal dalam analisis
tumbuhan bawah adalah plot, metode jalur dan metode tanpa jalur. Ketiga metode
tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Metode Plot
Metode plot atau juga disebut metode kuadrat. Metode ini dilakukan dengan
mengambil beberapa petak ukur, berbentuk segi empat atau lingkaran pada
komunitas yang dipelajari. Luas dari petak ukur tersebut mempunyai arti
penting untuk mencapai pelaksanaan analisis vegetasi yang efisien. Luas petak
ukur harus dapat mencerminkan keadaan komposisi tumbuhan (Mueller,
Dumbois dan Ellenberg,1974). Teknik tersebut berlandaskan pada kurva yang
dibentuk oleh hubungan antara jumlah kumulatif jenis yang tercatat dengan
luas petak ukur yang semakin besar. Dalam pemakaiannya hanya bentuk
11
kurva yang mengalami perubahan bentuk semakin mendatar yang dapat
digunakan.
2. Metode Jalur
Metode jalur disebut juga dengan metode transek. Pengambilan sampel
dilakukan dalam bentuk jalur-jalur sejajar yang mempunyai ukuran dan jarak
tertentu.
3. Metode Tanpa Plot
Metode ini dilakukan dengan menentukan titik sampel pada komunitas yang
dipelajari. Penentuan sampel dilakukan secara acak dan lebih mudah dengan
mempergunakan garis-garis yang menembus areal pengamatan, pada garis-
garis tersebut ditentukan titik sampelnya. Pengukuran dilakukan dari suatu
titik yang merupakan titik sampel.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem,
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bulan Juli 2013.
3.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah jenis-jenis tumbuhan bawah yang
tumbuh di lokasi penelitian.
3.3 Alat Penelitian
Alat–alat penelitian yang digunakan antara lain :
1. Pustaka identifikasi tumbuhan bawah untuk mengidentifikasi tumbuhan
bawah di lokasi penelitian.
2. Kamera digital untuk melengkapi foto.
3. Alat tulis untuk mencatat semua data yang diperlukan.
4. Tally sheet pengamatan untuk mencatat data tumbuhan bawah.
5. Tali tambang untuk membuat petak ukur di lokasi penelitian
3.4 Cara Penelitian
Pengambilan data dilakukan di daerah Kaliurang yang terkena erupsi
merapi pada tahun 2010, tepatnya di Desa Hargobinangun. Pengambilan sampel
dilakukan di kanan kiri jalan setapak secara berseling. Jarak petak ukur dengan
jalan sepanjang 2 meter dan jarak antar petak ukur 10 meter. Petak ukur (plot-
plot) yang dibuat sebanyak 20 buah dengan ukuran petak ukur 2x2 meter. Arah
jalur yang digunakan mengikuti jalan dari bawah menuju ke atas bukit.
13
Layout Pembuatan PU: dst sampai 20 PU
Jalan setapak
PU1
PU2
PU4
PU3
PU6
PU5
14
Untuk setiap petak ukur tersebut, data yang diambil adalah nama
tumbuhan dan jumlah individu, proses kemudian dicatat dalam tabel. Untuk
mempermudah dalam proses identifikasi, masing-masing jenis didokumentasikan
dalam bentuk foto.
3.5 Metode Analisis Data
Setelah data diproses, selanjutnya data maka dihitung kerapatannya dengan
rumus:
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 =jumlah dari individu
luas contoh
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑟𝑟𝐾𝐾𝐾𝐾𝑟𝑟𝑟𝑟𝐾𝐾 = kerapatan suatu jeniskerapatan seluruh jenis
x 100%
Perhitungan frekuensi menggunakan rumus sebagai berikut :
𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐹𝐹𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐹𝐹𝑟𝑟 = julmlah plot ditemukannya suatu jenisjumlah seluruh plot
𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐹𝐹𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐹𝐹𝑟𝑟 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑟𝑟𝐾𝐾𝐾𝐾𝑟𝑟𝑟𝑟𝐾𝐾 = frekuensi dari suatu jenisfrekuensi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting = Kerapatan relative+ frekuensi relative
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Wilayah
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kaliurang merupakan hutan hujan tropis yang berada di tiga
kecamatan. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Turi, sebelah Timur
berbatasan dengan kecamatan Cangkringan, sedangkan sebelah selatan dan
tengah berbatasan dengan kecamatan Pakem. Secara umum, kawasan ini
terletak di lereng selatan Gunung Merapi yang secara administratif termasuk
dalam wilayah Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan kaliurang secara astronomis
terletak di antara garis 3°35’50”-3°39’10” Bujur Timur dan 7°33’30” -
7°36’15” Lintang Selatan dengan ketinggian tempat antara 150 – 2911 mdpl
(Johanes A, 1998).
4.1.2. Keadaan Tanah dan Topografi
Tanah di lereng selatan gunung Merapi merupakan tanah hasil endapan
vulkanik muda dengan solum tipis dan berstruktur pasiran serta termasuk
tanah regosol. Tanah yang memiliki permeabilitas tinggi ini memiliki
kandungan air 4,13 % dengan kadar lengas kapasitas lapangan 23,67 %, pH
H2O 6,8; pH HCl 5,7; kadar N 0,0291 %, P12,2021 ppm dan kadar K
tersedia 0,515 % (Johanes A, 1998).
16
Keadaan topografi pada kawasan ini bervariasi. Daerah puncak
mempunyai kelerengan lebih dari 40 % dengan ketinggian tempat lebih dari
2400 mdpl. Lereng atas bukit berkisar antara 30 % - 40 % dengan ketinggian
antara 2100 – 2400 mdpl. Daerah lereng tengah memiliki ketinggian 1700 –
2100 mdpl dengan kemiringan 22 % - 30 % serta lereng bawah terletak pada
ketinggian 900 – 1700 mdpl dengan kemiringan hampir sama dengan lereng
tengah (Johanes A, 1998).
4.1.3. Hidrologi
Kondisi hidrologi kawasan dari ketinggian 1500 mdpl sampai puncak
Gunung Merapi merupakan daerah aliran permukaan dengan potensi air tanah
rendah, baik di permukaan maupun di bawah tanah. Hal ini disebabkan oleh
struktur tanah yang didominasi oleh pasir.
Daerah di bawahnya merupakan daerah resapan air dengan potensi air
tanah sedang. Sungai-sungai yang ada di kawasan ini berpola menjari dengan
arah aliran selatan dan barat. Kedalaman sungai pada bagian hulu, berkisar
antara 5 hingga 10 m. Kedalaman tersebut kian bertambah pada bagian hilir
yang dapat mencapai 30 – 50 m (Johanes A, 1998).
4.1.4. Iklim
Kawasan ini kurang lebih terletak pada zona transisi antara iklim
evernet maritime yang sebagian besar di daerah Jawa Barat, dan iklim
tropical monsoon yang berada di daerah Jawa Timur, curah hujan tahunan
17
3.778 mm dengan suhu berkisar 21°C (pada 850 mdpl) hingga 11°C (di atas
2500 mdpl) (Johanes A, 1998).
4.1.5. Flora dan Fauna
Dalam kawasan hutan ini terdapat dua tipe hutan berdasarkan
terbentuknya, yaitu hutan alam dan hutan tanaman. Vegetasi dominan yang
menyusun hutan alam diantaranya adalah Dadap, Laban, Bambu, Bendo,
Ketapang dan jenis ficus. Spesies lain yang kurang mendomonasi dalam
kawasan ini adalah Berasan, Pandan Duri, Kantung Semar dan beberapa jenis
Anggrek. Spesies tersebut juga terdapat dalam kawasan hutan tanaman selain
tanaman pokok yang mendominasi yaitu Rasamala, Sengon, Kaliandra,
Puspa, Kina, Damar, Flamboyan dan Cupressus.
Kawasan ini juga menjadi habitat dari beberapa jenis burung yang
dilindungi sepeti Elang Jawa, Bido dan Betet. Selain burung terdapat juga
beberapa jenis serangga dan reptile seperti Ular, Kadal, Cleret Gombel serta
beberapa jenis mamalia antara lain Kera Macaca, Lutung, Kancil, Babi
Hutan, Kucung Hutan dan Harimau Kumbang (Johanes A, 1998).
18
4.2. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
4.2.1. Komposisi jenis tumbuhan bawah
Hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Gunung Merapi tepatnya di
Petak 58 RPH Kaliurang dapat dijumpai 56 jenis tumbuhan bawah. Jenis-jenis
yang ditemukan tersebut termasuk dalam Famili Fabaceae, Asteraceae, Poaceae,
Amaranthaceae, Lamiaceae, Cyperaceae, Convolvulaceae, Moraceae,
Polypodiaceae, Selaginellaceae, Rosaceae, Melastomataaceae, Malvaceae,
Oleaceae, Apiaceae, Nyctaginaceae, Athyriaceae, Piperaceae, Orchidaceae,
Scrophulariaceae, Rubiaceae, Blechnaceae, dan Solanaceae. Jenis tumbuhan yang
ditemukan sebanyak 56 terdiri dari 23 famili diantaranya terdapat 41 jenis herba
dan 15 jenis perdu, data lengkap disajikan lampiran 1, sedangkan daftar jenisnya
disajikan pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Daftar jenis tumbuhan bawah di Petak 58 RPH Kaliurang
No Nama ilmiah Famili Habitus 1 Desmodium gyrans Fabaceae Perdu 2 Eclipta prostata Asteraceae Herba 3 Brachiaria reptans Poaceae Herba 4 Celosia argentea Amaranthaceae Herba 5 Hyptis capitata Lamiaceae Perdu 6 Eupatorium triplinerve Asteraceae Herba 7 Echinochloa crus-galli Poaceae Herba 8 Eleutheranthera ruderalis Asteraceae Herba 9 Gomphrena globbosa Amaranthaceae Herba
10 Erigeron sumatrensis Asteraceae Herba 11 Panicum muticum Poaceae Herba 12 Cyperus rotundus Cyperaceae Herba 13 Wedelia trilobata Asteraceae Herba 14 Ipomoea batatas Convolvulaceae Herba 15 Ficus melanocarpa Moraceae Perdu 16 Polystichum setiferum Polypodiaceae Herba 17 Imperata cylindrica Poaceae Herba
19
Lanjutan tabel 1. No Nama Ilmiah Famili Habitus
18 Ageratum conyzoides Asteraceae Herba 19 Oplismenus burmannii Poaceae Herba 20 Oplismenus hirtellus Poaceae Herba 21 Desmodium gangeticum Fabaceae Perdu 22 Selaginella doederleinii Selaginellaceae Herba 23 Eupatorium odoratum Asteraceae Perdu 24 Panicum repens Poaceae Herba 25 Rubus niveus Rosaceae Perdu 26 Eclipta alba Asteraceae Herba 27 Clidemia hirta Melastomataaceae Perdu 28 Costus speciosus Costaceae Herba 29 Jasminum pubescens Oleaceae Perdu 30 Urena lobata Malvaceae Perdu 31 Centella asiatica Apiaceae Herba 32 Pisonia alba Nyctaginaceae Perdu 33 Syndrella nodiflora Asteraceae Herba 34 Rubus chrysophyllus Rosaceae Herba 35 Athyrium filix Athyriaceae Perdu 36 Nephrolepis exaltata Polypodiaceae Herba 37 Piper aduncum Piperaceae Perdu 38 Hyptis brevipes Lamiaceae Perdu 39 Crassocephalum crepidioides Asteraceae Herba 40 Spathoglottis plicata Orchidaceae Herba 41 Gomphrena celosioides Amaranthaceae Herba 42 Eupatorium inulifolium Asteraceae Perdu 43 Pityrogramma calomelanos Polypodiaceae Herba 44 Sida cordifolia Malvaceae Perdu 45 Dolichos falcatus Fabaceae Perdu 46 Mimosa pudica Fabaceae Perdu 47 Wightia borneensis Scrophulariaceae Herba 48 Borreria alata Rubiaceae Herba 49 Pseudelephantopus spicatus Asteraceae Herba 50 Polygala paniculata Polygalaceae Herba 51 Axonopus affinis Poaceae Herba 52 Digitaria violacens Poaceae Herba 53 Digitaria longiflora Poaceae Herba 54 Blechnum spicant Blechnaceae Herba 55 Solanum sp Solanaceae Herba 56 Sphaeralcea sp Malvaceae Perdu
20
Menurut jumlah jenis yang ditemukan, dapat dikatakan bahwa areal tersebut
mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Tingginya keanekaragaman jenis
tersebut dikarenakan lingkungan mempunyai iklim cocok untuk pertumbuhan.
Menurut Krebs (1978) adanya keanekaragaman jenis yang tinggi akan
mengakibatkan ekosistem yang ada meningkat kestabilannya, karena dengan
keanekaragaman yang tinggi serangan hama dan penyakit dapat dicegah secara
alami. Semakin tinggi keanekaragaman jenis penyusun maka komunitas tersebut
semakin stabil. Krebs (1978) juga menyatakan bahwa keanekaragaman jenis
penyusun vegetasi pada suatu tempat merupakan hasil interaksi dari beberapa
faktor, yaitu: faktor waktu, heteregonitas ruang, kompetisi, predasi, stabilitas
lingkungan dan produktivitas dari komponen tersebut.
Komposisi tumbuhan bawah yang bervariasi dalam suatu ekosistem pada
umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan tempat tumbuhnya. Apabila
kondisi lingkungan dan tempat tumbuhnya tidak berbeda jauh, maka akan
memunculkan sedikit perubahan dalam komposisi jenis atau bahkan tidak sama
sekali (McNaughton dan Wolf, 1998). Komposisi tumbuhan bawah
menggambarkan susunan jenis tersebut dalam suatu ekosistem, untuk mengetahui
nilai penting suatu jenis tumbuhan bahwa dapat diketahui dari indeks nilai penting
suatu jenis tersebut.
21
4.2.2. Kelimpahan Jenis
Tabel 2. Kelimpahan jenis
No Nama ilmiah Frekuensi
relatif Kerapatan
relatif INP (%)
(%) (%) 1 Oplismenus burmannii 8.33 16.97 25.31 2 Ageratum conyzoides 6.67 12.57 19.24 3 Eupatorium triplinerve 5.83 8.26 14.09 4 Celosia argentea 4.17 4.04 8.20 5 Panicum muticum 1.67 8.26 9.92 6 Imperata cylindrica 4.17 5.6 9.76 7 Eleutheranthera ruderalis 4.17 3.94 8.11 8 Erigeron sumatrensis 2.5 3.12 5.62 9 Centella asiatica 2.5 2.29 4.79
10 Syndrella nodiflora 2.5 2.2 4.7 11 Polystichum setiferum 3.33 1.19 4.53 12 Desmodium gyrans 3.33 0.64 3.98 13 Hyptis capitata 0.83 3.12 3.95 14 Gomphrena celosioides 1.67 2.02 3.69 15 Pityrogramma calomelanos 2.5 0.83 3.33 16 Wedelia trilobata 1.67 1.65 3.32 17 Eupatorium odoratum 1.67 1.65 3.32 18 Clidemia hirta 2.5 0.73 3.23 19 Ipomoea batatas 2.5 0.55 3.05 20 Dolichos falcatus 0.83 1.93 2.76 21 Selaginella doederleinii 1.67 1.01 2.68 22 Oplismenus hirtellus 0.83 1.56 2.39 23 Axonopus affinis 0.83 1.56 2.39 24 Eclipta prostata 1.67 0.64 2.31 25 Rubus niveus 1.67 0.64 2.31 26 Gomphrena globbosa 0.83 1.47 2.3 27 Athyrium filix 0.83 1.47 2.3 28 Eupatorium inulifolium 1.67 0.55 2.22 29 Brachiaria reptans 0.83 1.28 2.12 30 Rubus chrysophyllus 1.67 0.28 1.94 31 Crassocephalum crepidioides 1.67 0.28 1.94 32 Pseudelephantopus spicatus 1.67 0.28 1.94 33 Jasminum pubescens 1.67 0.18 1.85
22
Lanjutan tabel 2.
No Nama Ilmiah Frekuensi
relatif (%)
Kerapatan relatif
(%)
INP (%)
34 Panicum repens 0.83 1.01 1.84 35 Pisonia alba 0.83 0.73 1.57 36 Echinochloa crus-galli 0.83 0.64 1.48 37 Nephrolepis exaltata 0.83 0.55 1.38 38 Borreria alata 0.83 0.55 1.38 39 Spathoglottis plicata 0.83 0.46 1.29 40 Cyperus rotundus 0.83 0.37 1.2 41 Eclipta alba 0.83 0.37 1.2 42 Hyptis brevipes 0.83 0.37 1.2 43 Digitaria longiflora 0.83 0.37 1.2 44 Polygala paniculata 0.83 0.28 1.11 45 Solanum sp 0.83 0.28 1.11 46 Ficus ampelas 0.83 0.18 1.02 47 Desmodium gangeticum 0.83 0.18 1.02 48 Piper aduncum 0.83 0.18 1.02 49 Costus speciosus 0.83 0.09 0.93 50 Urena lobata 0.83 0.09 0.93 51 Sida cordifolia 0.83 0.09 0.93 52 Mimosa pudica 0.83 0.09 0.93 53 Wightia borneensis 0.83 0.09 0.93 54 Digitaria violacens 0.83 0.09 0.93 55 Blechnum spicant 0.83 0.09 0.93 56 Sphaeralcea sp 0.83 0.09 0.93
jumlah 100 100 200
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jenis yang mempunyai
kerapatan relatif yang paling tinggi adalah Oplismenus burmannii dengan nilai
16.97 % dan yang mempunyai kerapatan relatif paling rendah adalah Urena
lobata, Sida cordifolia, Mimosa pudica, Wightia borneensis, Digitaria violacens,
Blechnum spicant, dan Sphaeralcea sp dengan nilai 0.09 %. Kerapatan relatif
diperoleh dari perbandingan frekuensi suatu jenis terhadap frekuensi seluruh jenis
yang ada dalam kawasan tersebut. Data lengkap tersaji pada lampiran 1.
23
Kerapatan relatif menggambarkan tentang banyaknya individu tersebut per satuan
luas. Jenis yang mempunyai frekuensi relatif yang paling tinggi adalah
Oplismenus burmannii dengan nilai 8.33 % dan jenis yang memiliki frekuensi
relatif paling rendah adalah pada jenis Brachiaria reptans, Hyptis capitata,
Echinochloa crus-galli, Gomphrena globbosa, Cyperus rotundus, Ficus ampelas,
Oplismenus hirtellus, Desmodium gangeticum, Panicum repens, Eclipta alba,
Costus speciosus, Urena lobata, Pisonia alba, Athyrium filix, Nephrolepis
exaltata, Piper aduncum, Hyptis brevipes, Spathoglottis plicata, Sida cordifolia,
Dolichos falcatus, Mimosa pudica, Wightia borneensis, Borreria alata, Polygala
paniculata, Axonopus affinis, Digitaria violacens, Digitaria longiflora, Blechnum
spicant, Solanum sp, dan Sphaeralcea sp.
Frekuensi tersebut menggambarkan persebaran suatu jenis pada suatu
areal. Seperti dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan bahwa jenis
Oplismenus burmannii pada kawasan Gunung Merapi ditemukan pada setiap
petak ukur sehingga dapat dikatakan bahwa jenis tersebut tersebar secara acak.
Sedangkan untuk jenis yang lain, selain jumlahnya yang sedikit, persebarannya
kadang menggerombol sehingga frekuensi relatifnya bernilai kecil.
Indeks nilai penting pada tumbuhan bawah, hanya dihitung dengan
menggunakan dua data parameter, yaitu frekuensi relatif dan kerapatan relatif.
Indeks nilai penting suatu jenis menggambarkan peranan suatu jenis tersebut
dalam suatu komunitas. Menurut tabel 2, jenis yang mempunyai nilai INP yang
paling tinggi adalah Oplismenus burmannii dengan nilai 25.31 %. Gambar 1
berikut ini adalah performa dari Oplismenus burmannii.
24
Gambar 1. Oplismenus burmannii-Poaceae
Jenis yang memiliki indeks nilai penting tertinggi kedua adalah Ageratum
conyzoides (gambar 2), dengan nilai 19.24 %. Sedangkan jenis dengan indeks
nilai penting ketiga adalah Eupatorium riparium (Gambar 3), dengan nilai 14.09
%. Gambar tumbuhan bawah selain 3 jenis dengan INP tertinggi disajikan pada
lampiran 2.
Gambar 2. Ageratum conyzoides Gambar 3. Eupatorium riparium
-Asteraceae -Asteraceae
25
Indeks nilai penting pada jenis-jenis yang memiliki tiga nilai tertinggi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tempat tumbuh atau faktor
lingkungan yang mendukung keberadaan jenis ini, kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan serta dapat mengembangkan diri secara cepat pada habitatnya.
Jenis yang mempunyai nilai indeks nilai penting terendah adalah Urena lobata,
Costus speciosus, Sida cordifolia, Mimosa pudica, Wightia borneensis, Digitaria
violacens, Blechnum spicant, dan Sphaeralcea sp dengan nilai 0.93 %. Hal ini
menunjukkan jenis-jenis tersebut tidak mempunyai peran penting dalam
komunitas tersebut, akan tetapi mempunyai pengaruh yang penting terhadap
besarnya keanekaragaman jenis penyusun hutan.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan penelitian, komposisi tumbuhan bawah yang ditemukan di
kawasan Gunung Merapi tepatnya di Petak 58 RPH Kaliurang, adalah 56 jenis
tumbuhan bawah yang ditemukan terdiri dari 23 Famili diantaranya terdapat
15 perdu dan 41 herba.
2. Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dilakukan, jenis yang mempunyai
nilai INP yang paling tinggi adalah Oplismenus burmannii dengan nilai 25.31
%, sedangkan yang mempunyai nilai indeks nilai penting terendah adalah
Urena lobata, Costus speciosus, Sida cordifolia, Mimosa pudica, Wightia
borneensis, Digitaria violacens, Blechnum spicant, dan Sphaeralcea sp.
dengan nilai 0.93 %.
27
5.2. Saran
Penelitian ini dikerjakan pada areal di Petak 58 RPH Kaliurang. Kawasan Gunung
Merapi yang terkena letusan sangat luas, sehingga di anjurkan data-data serupa
pada areal lain masih diperlukan.