bab ii tinjauan pustaka a....
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau
darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani
terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap
merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak
(Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa
perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit
(Steven, 1999).
1.Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan
rawat inap di Rumah Sakit:
a.Perkembangan usia
Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan
anak (Supartini, 2000). Pada anak usia sekolah reaksi perpisahan adalah
kecemasan karena berpisah dengan orang tua dan kelompok sosialnya.
Pasien anak usia sekolah umumnya takut pada dokter dan perawat
(Ngastiyah, 2005)
b.Pola asuh keluarga.
Pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anak
juga dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah
sakit. Beda dengan keluarga yang suka memandirikan anak untuk
aktivitas sehari-hari anak akan lebih kooperatif bila dirumah sakit.
c.Keluarga.
Keluarga yang terlalu khawatir atau stres anaknya yang dirawat di rumah
sakit akan menyebabkan anak menjadi semakin stres dan takut.
d.Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya
Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan
dirawat di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan
trauma. Sebaliknya apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan
perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada
perawat dan dokter (Supartini, 2004).
e.Support system yang tersedia
Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan
tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta
dukungan kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua atau
saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak
untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat
dilakukan treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas
bahkan saat merasa kesakitan.
8
f.Ketrampilan koping dalam menangani stressor.
Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima dia harus dirawat
di rumah sakit akan lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani
perawatan di rumah sakit.
2.Reaksi Anak Usia Sekolah Terhadap Stres akibat Sakit dan dirawat
di Rumah Sakit berdasarkan Tahap Perkembangan
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang
tampak pada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mudah
mengalami krisis karena anak stres akibat perubahan baik pada status
kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, dan
anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan
(Nur Salam, Susilaningrum & Utami, 2005). Akibat dari hospitalisasi akan
berbeda-beda pada anak bersifat individual dan sangat tergantung pada
tahapan perkembangan anak.
Anak usia sekolah telah dapat menerima keadaan masuk rumah sakit
dengan sedikit ketakutan. Ada beberapa diantaranya akan menolak masuk
rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak mau dirawat. Reaksi yang
timbul tergantung pada tingkat kecerdasan dan bagaimana kondisi
penderitaan anak. Sebagian besar mampu untuk mengerti alasan masuk
rumah sakit dan di sini kembali ketulusan dari orang tua merupakan hal
yang penting (Sacharin, 1996). Walaupun demikian anak tetap
9
membutuhkan perlindungan dari keluarga. Akan tetapi dalam keadaan
sakit, kondisi tersebut mengakibatkan anak harus beradaptasi dengan
lingkungan rumah sakit, sehingga menimbulkan reaksi pada anak seperti:
menolak makan, menangis kuat-kuat, sering bertanya kapan orang tua
kembali, tidak kooperatif terhadap aktivitas sehari-hari, kehilangan kontrol
terjadi pada anak karena adanya pembatasan aktivitas sehari-hari dan
karena kehilangan kekuatan diri (Gunarso, 1995).
Anak pada usia sekolah membayangkan dirawat di rumah sakit
merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan
kemandiriannya terlambat (Wong, 2000). Anak akan berespon dengan
fungsi tubuh misalnya: ketika mereka melihat seseorang dengan gangguan
penglihatan atau keadaan fisik cacat. Mereka menjadi ingin tahu dan
bingung, anak bertanya kenapa orang itu, mengapa berada di rumah sakit,
apa yang terjadi dengan orang itu, mengapa, berbagai macam pertanyaan
dilontarkan oleh karena anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.
Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak akan
menganggap bahwa tindakan dan proses itu mengancam integritas
tubuhnya. Anak bereaksi dengan agresif ekspresif verbal dan dependensi
(Wong, 2000). Disamping itu anak juga akan menangis, bingung
khususnya bila keluar darah. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa
disuntik, mengukur tekanan darah, mengukur suhu melalui anus dan
beberapa prosedur tindakan lainnya tidak akan menimbulkan sakit dan
mengalami luka pada tubuh.
10
Anak usia sekolah sebagian besar sudah mampu dan mengerti
bahasa yang sedemikian komplek, memberikan penjelasan dengan
interpretasi bagaimana keadaan yang mengganggu dan menakutkan
(Wong, 2000). Hal ini dapat dikurangi dengan cara bermain. Bermain juga
merupakan hal penting sebagai media komunikasi anak dan rumah sakit
anak khususnya di ruang anak menyediakan tempat bermain, baik pada
setiap bangsal atau ruang bermain sentral, dibawah pengawasan perawat
(Ngastiyah, 2005).
Reaksi anak usia sekolah terhadap perpisahan adalah kecemasan
karena berpisah dengan keluarga dan kelompok sosialnya. Reaksi
kehilangan kontrol anak merasa takut dan khawatir serta mengalami
kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan tubuh dan nyeri dengan
menggigit bibir dan memegang sesuatu yang erat (Wong, 2000).
Anak harus mengatasi berbagai sumber stress seperti rasa sakit,
lingkungan rumah sakit, aturan- aturan dokter serta treatment yang
diberikan. Proses perawatan yang sering kali membutuhkan waktu lama
akhirnya menjadikan anak berusaha mengembangkan perilaku atau strategi
dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah
satu cara yang dikembangkan anak untuk beradaptasi terhadap
penyakitnya.
11
Beberapa perilaku itu antara lain:
a.Penolakan (avoidence)
Perilaku dimana anak berusaha menghindari dari situasi yang
membuatnya rasa tertekan. Anak berusaha menolak treatment yang
diberikan, seperti tidak mau suntik, tidak mau dipasang infus, menolak
minum obat, bersikap tidak kooperatif kepada petugas medis.
b.Mengalihkan perhatian (distraction)
Anak berusaha mengalihkan perhatian dari pikiran atau sumber yang
membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya:
membaca buku cerita saat dirumah sakit, menonton televisi saat
dipasang infus, atau bermain mainan yang disukai.
c.Berupaya aktif (active)
Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara
aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya: menanyakan tentang
kondisi sakitnya kepada tenaga medis atau orang tuanya, bersikap
kooperatif terhadap petugas medis, minum obat secara teratur,
beristirahat sesuai dengan peraturan yang diberikan.
d.Mencari dukungan (support seeking)
Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan
akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta
dukungan orang yang dekat dengannya, misalnya orang tua atau
saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak
untuk ditemani selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat
12
dilakukan treatment padanya, minta dipeluk saat merasa kesakitan.
Beberapa perilaku diatas akan memberikan dampak positif, sehingga
mempercepat proses kesembuhan, namun beberapa diantaranya justru
berdampak negatif. Perilaku-perilaku ini biasanya dipelajari dari proses
meniru (modeling). Dalam proses modeling menginterpretasikan, menilai
dan merespon situasi yang penuh tekanan dengan melihat dan meniru
orang tuanya. Orang tua sebagai orang terdekat merupakan faktor
terpenting yang akan membantu anak memilih perilaku yang berdampak
negatif atau positif. Selama proses sakit orang tua harus menjadi ‘model’
bagi anaknya agar anak dapat mempelajari sikap positif terhadap
pengobatannya di rumah sakit.
Menurut Wahyunin (2007) terdapat beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk menciptakan suasana menyenangkan bagi anak yang
dirawat di rumah sakit yaitu:
a.Memberikan dukungan.
Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat dirumah
sakit, mendampingi anak saat diperiksa petugas medis, atau
memberikan beberapa treatment, yang tidak kalah penting memberi
sentuhan lembut, seperti pelukan atau mengelus saat anak mengalami
kesakitan.
13
b.Bersikap optimis dan tidak menampakkan kecemasan didepan anak.
Orang tua yang menampakkan wajah ceria, meski beban yang
ditanggungnya cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan
ceria dalam menghadapi kondisi sakitnya.
c.Menanamkan pengertian bahwa proses pengobatan dan perawatan di
rumah sakit adalah proses menuju kesembuhan.
Memberi pengertian pada anak bahwa dokter atau petugas lainnya
(perawat) adalah orang – orang yang menolongnya untuk sembuh,
meskipun kadang mereka membuat anak merasa sakit. Persepsi positif
anak terhadap petugas medis akan meningkatkan sikap kooperatif anak
terhadap proses pengobatan yang telah dijalaninya.
d.Bersikap kooperatif terhadap petugas medis.
Orang tua perlu membina hubungan yang baik kepada petugas medis.
Mengusahakan untuk bertanya yang jelas terhadap proses pengobatan
yang diberikan kepada anaknya. Menanyakan berapa kali suatu
treatment yang harus diberikan, waktu yang dibutuhkan, perkiraan
biaya yang harus dikeluarkan, serta efek dari proses treatment tersebut
bagi kondisi fisik anaknya.
e.Menjelaskan penyakit yang diderita anak.
Menyampaikan dengan jelas kepada anak berapa waktu yang
dibutuhkan untuk proses pengobatannya, namun tidak membuat anak
menjadi ketakutan dan cemas. Mengatakan bahwa proses yang
dilakukan sangat penting untuk kesembuhannya.
14
f.Menciptakan suasana menyenangkan saat anak dirawat di rumah
sakit. Membawakan anak mainan yang disukai atau membacakan
anak cerita-cerita yang menarik. Jika anak mampu, dapat juga
diberikan buku menggambar atau mewarnai.
g.Meminta anak berdoa.
Mengajarkan kepada anak berdoa agar cepat sembuh.
3.Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah.
Kecemasan adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita
berbuat sesuatu yang fungsinya mengingatkan adanya bahaya yang datang
(Hatta, Kecemasan. ║http: //darentana multiply.com/journal/item/1.
Diambil 02 Desember 2006). Kecemasan juga dapat diartikan rasa
khawatir takut tidak jelas sebabnya (Gunarso, 1995).
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian sesuatu
yang berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya
(Stuart & Sundeen, 1995). Untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan, orang menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal
dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A) yaitu kurang
dari 12 = tidak ada kecemasan, 14 - 20 = cemas ringan, 21 - 27 = cemas
sedang, 28 - 41 = cemas berat, 42 – 56 = panik (Hawari, 2001). Tingkat
kecemasan dapat dibagi menjadi empat meliputi:
a.Cemas Ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari
– hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
15
lahan persepsinya. Pada anak usia sekolah cemas ringan dapat berupa:
b.Cemas Sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan hal yang lain.
c.Cemas Berat, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta
tidak dapat berfikir tentang hal lain
d.Cemas Berat sekali (Panik), berhubungan dengan terpengarah ketakutan
dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional (Stuart & Sundeen,
1995).
Gambar 2.1 Rentang Respon Ansietas
16
Antisipasi Ringan Sedang
Berat Panik
Respon maladaptif Respon adaptif
RENTANG RESPONS ANSIETAS
Gejala klinis cemas yang sering dikemukakan oleh orang yang
mengalami gangguan tersebut antara lain:
1)Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,
mudah tersinggung
2)Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
3)Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
4)Gangguan pola tidur, mimpi – mimpi yang menegangkan
5)Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6)Keluhan – keluhan somatik, misalnya: rasa sakit pada otot dan
tulang, pendengaran berdenging (Tinitus), berdebar – debar, sesak
napas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala
(Hawari, 2001).
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala
atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan timbulnya
kecemasan. Menurut Stuart & Sundeen (1995) pada anak akan muncul
beberapa respon yang meliputi:
a)Respon fisiologis
1.Kardiovaskuler : palpitasi, tekanan darah meningkat, tekanan darah
menurun, denyut nadi menurun.
2.Pernafasan : napas cepat dan pendek, napas dangkal, dan terengah-
engah.
3.Gastrointestinal : nafsu makan turun, tidak nyaman pada perut, mual,
17
dan diare.
4.Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing.
5.Traktus uranius : sering berkemih.
6.Kulit : keringat dingin, gatal, wajah kemerahan.
b)Respon perilaku
Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik,
reaksi kaget, gugup, bicara cepat, menghindar, menarik diri dari
hubungan interpersonal dan melarikan diri masalah.
c)Respon kognitif
Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah
dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri
meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil
keputusan, menurunnya lapang persepsi dan kreatifitas, bingung, takut
kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, dan takut cidera atau
kematian.
d)Respon afektif
Adapun respon afektif yang sering muncul adalah tidak sabar, tegang,
ketakutan, waspada dan gugup.
Kecemasan atau ansietas dapat ditimbulkan dari bahaya luar,
mungkin juga bahaya dari luar dalam diri anak, dan pada umumnya
ancaman itu samar-samar. Bahaya dari dalam, timbul bila ada sesuatu hal
yang tidak dapat diterimanya misal pikiran, perasaan, keinginan dan
18
dorongan. Kecemasan yang dapat timbul pada anak usia sekolah antara
lain: adanya perpisahan dengan orang tua dan teman sebaya, adanya
lingkungan yang asing bagi anak atau lingkungan baru, adanya
pembatasan dan hukuman (pikiran, hilangnya kasih sayang orang tua),
perubahan citra diri (body image) dan integritas (membisu, kehilangan
identitas diri), immobilisasi, kehilangan kontrol ketrampilan yang lalu,
cidera tubuh dan nyeri (Pearce, 2000).
4.Ketakutan pada anak usia sekolah.
Ketakutan adalah rasa khawatir, yang jelas sebabnya atau obyeknya
(Pearce, 2000). Rasa takut disebabkan oleh adanya ancaman sehingga anak
akan menghindari diri dan sebagainya. Ketakutan terhadap orang yang tidak
dikenal menjadi jelas ketika disadari bahwa anak tidak mau didekati oleh
orang lain, ada beberapa anak tetap malu dan gelisah dalam pergaulan, tetapi
bagi anak yang tidak malu tidak merasa gelisah.
Setiap anak akan mengalami berbagai bentuk ketakutan pada tahap
perkembangan yang berbeda yaitu ketakutan pada orang asing / orang yang
tidak dikenal, binatang, gelap, badai, dan makhluk khayalan yang
menakutkan (Pearce, 2000).
Ketakutan yang timbul bila anak dipisahkan dari orang tua disebut
kegelisahan berpisah. Perpisahan umumnya tidak begitu menggelisahkan
untuk anak usia sekolah. Menurut Wong (2000) perpisahan yang lama akan
mengakibatkan timbulnya serangkaian kelakuan emosional yang dapat
19
dikenali, sebagai berikut:
1)Tahap protes (protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat-kuat, menjerit,
memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar
orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta
menolak perhatian orang asing / lain.
2)Tahap putus asa (despair)
Pada tahap ini anak akan tampak tenang, tidak aktif, menarik diri,
menangis berkurang, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan,
sedih dan apatis.
3)Tahap menolak (denial / detachment)
Pada tahap ini anak secara samar-samar anak menerima perpisahan,
membina hubungan dangkal dengan orang lain serta terlihat menyukai
lingkungan.
Setelah masa perpisahan tersebut, anak juga menunjukkan pola
kelakuan yang khas berupa marah, menghindari, dan menghampiri, yang
dapat terjadi dalam kesempatan apapun. Perilaku marah dan menghindar
merusak kebahagiaan dalam keluarga dan menimbulkan dalam diri orang
tua kecuali mereka menyadari bahwa hal ini normal saja (Wong, 2000).
Untuk mencegah atau mengurangi ketakutan pada anak akibat
hospitalisasi diperlukan dan penanganan yang serius dengan mengurangi
dampak psikologis yaitu dengan cara menurunkan dampak dari perpisahan
dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol
20
perawatan anak, mencegah dan mengurangi cedera dan nyeri, tidak
melakukan kekerasan pada anak dan memodifikasi lingkungan rumah
sakit. Perlu diketahui oleh perawat bahwa dalam mengkaji reaksi anak
akibat hospitalisasi harus cermat, mengingat reaksi yang ditimbulkan oleh
anak berbeda-beda antara yang satu dengan anak yang lainnya (Supartini,
2000).
5.Intervensi keperawatan dalam mengatasi kecemasan dan ketakutan
pada anak akibat mengalami perpisahan dengan orang tua dan
teman.
a.Atur jadwal kunjungan untuk memberikan kesempatan anak agar dapat
berinteraksi dengan teman atau kelompok bermain,
b.Libatkan orang tua untuk senantiasa menemani anak.
c.Kenali perilaku perpisahan sebagai perilaku normal.
d.Berikan support melalui kehadiran fisik (orang tua dan teman).
e.Pertahankan kontak anak dengan orang tua dan teman.
f.Ajak anak untuk mengingat dan membicarakan tentang orang tua.
g.Bantu orang tua memahami perilaku cemas akibat perpisahan dan
saranakan juga untuk memberikan support pada anak.
h.Jelaskan pada anak ketika orang tua pergi dan kapan akan kembali.
i.Sertakan benda-benda kesayangan yang biasa dipakai di rumah di
dalam kamar anak (mainan, boneka) (Wong, 2000).
21
6.Intervensi keperawatan dalam mengatasi kecemasan dan ketakutan
pada anak akibat anak berada di lingkungan yang asing atau tidak
dikenal.
a.Ciptakan suasana yang hangat yang dapat diterima baik oleh anak
maupun oleh orang tua.
b.Jelaskan pada anak mengapa mereka harus dirawat / tinggal di rumah
sakit.
c.Fasilitasi bermain dengan boneka / mobil – mobilan merupakan cara
lain dalam memperkenalkan rumah sakit (Wong, 2000).
7.Intervensi keperawatan dalam mengatasi kecemasan dan ketakutan
pada anak akibat anak mengalami perlukaan karena prosedur medik
/ keperawatan yang menyakitkan.
a.Beri penjelasan pada anak yang disesuaikan dengan tahap
perkembangan secara singkat, sederhana dilakukan sesaat sebelum
prosedur dikerjakan.
b.Berikan fasilitas boneka atau maianan kesayangan anak dapat
digunakan untuk membantu dalam menjelaskan prosedur yang
dikerjakan.
c.Persiapkan anak untuk menghadapi prosedur sesuai dengan tingkat
pemahaman
d.Libatkan orang tua dan biarkan hadir sebelum dilakukan prosedur.
e.Jawab setiap pertanyaan dan jelaskan tujuan dari setiap tindakan yang
22
dilakukan.
f.Berikan pelukan dan sentuhan rasa nyaman diperlukan setelah
prosedur yang menyakitkan.
g.Batasi penggunaan restrain gunakan seperlunya.
h.Hargai kebutuhan anak akan privasi (Wong, 2000).
B.Anak usia sekolah
Anak usia sekolah adalah anak usia sekolah dasar yang kira-kira berusia
6-12 tahun (Potter, 2005). Karena pada masa itu anak dihadapkan pada figur
autoritas baru, guru, dan juga aturan baru serta batasan baru. Mereka harus
bekerja dan bermain secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dari
berbagai latar budaya. Anak usia sekolah harus memenuhi tantangan
perkembangan ketrampilan kognitif yang meningkatkan pemikirannya dan
memungkinkan mereka untuk belajar menulis dan memanipulasi angka. Ketika
anak usia sekolah sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan menimbulkan
reaksi cemas dan takut karena mereka harus berpisah dengan keluarga dan
kelompok sosialnya. Reaksi kehilangan kontrol anak merasa takut mengalami
kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan tubuh dan nyeri dengan menggigit
bibir dan memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2004).
Sakit dan dirawat di rumah sakit pada anak usia sekolah menyebabkan
mengalami cemas karena tidak bisa masuk sekolah, cemas kehilangan kelompok
sosialnya, cemas dari adanya nyeri, cemas kehilangan orang tuanya dan takut
terhadap lingkungan asing, takut pada perawat dan dokter yang akan menambah
23
masalah kesehatan psikososial dan fisiknya dalam tumbuh kembang.
C. Pendekatan perawat
Pendekatan perawat adalah suatu usaha yang dilakukan oleh perawat untuk
dapat membantu mengatasi masalah klien, khususnya membantu menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan kecemasan dan ketakutan pada anak akibat
hospitalisasi. Dimana perawat membutuhkan suatu pemahaman untuk dapat
melakukan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien khususnya saat
berada di rumah sakit (Supartini, 2004). Dalam melakukan pendekatan peran
perawat sangat penting dalam proses meminimalkan dampak dari hospitalisasi.
Perawat harus mampu memahami kebutuhan anak seperti: perawat harus dapat
membawa suasana bermain kedalam ruang anak, perawat berusaha melibatkan
keluarga untuk ikut berperan serta dalam perawatan anak, perawat harus
melibatkan aktivitas kelompok dan teman untuk mengunjungi klien yang sedang
sakit di rumah sakit (Ngastiyah, 2005).
Pendekatan tersebut meliputi pendekatan akibat respon yang timbul ketika
anak mengalami kecemasan dan ketakutan pada lingkungan asing, perpisahan
dengan orang tua, sibling dan teman dan perlukaan karena tindakan medis atau
keperawatan yang menyakitkan pada anak usia sekolah (Ngastiyah, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam melakukan
pendekatan pada anak di rumah sakit menurut Patmawati (2007) meliputi:
1.Usia
Usia perawat yang lebih tua dan lebih dewasa dan bisa menjadi pengganti
orang tua anak (ibu) di rumah sakit akan membuat anak merasa nyaman
24
bersama perawat di rumah sakit.
2.Jenis kelamin
Perawat perempuan mungkin lebih bersifat keibuan dibanding dengan perawat
laki-laki membuat anak merasa nyaman bila bersama perawat perempuan.
3.Kemampuan berkomunikasi
Perawat harus mampu dan terampil dalam melakukan komunikasi terapeutik
pada anak dengan baik agar anak dapat kooperatif dengan perawat dan dalam
menjalani perawatan selama di rumah sakit.
4.Status emosional perawat
Perawat yang mempunyai sifat sabar dalam menghadapi pasien anak dan
mengerti keadaan anak yang sakit akan membuat anak mudah didekati dan
tidak merasa takut, cemas pada perawat, namun apabila perawat yang
emosional tinggi dan pemarah, tidak sabar membuat anak merasa takut dan
stress bila perawat terus bersamanya.
5.Lingkungan rumah sakit
Lingkungan rumah sakit, khususnya ruang anak yang dapat mendukung
seperti: dinding yang bergambar, tempat tidur yang tidak monoton memakai
sprei putih terus atau berwarna - warni, banyak mainan anak-anak akan
membuat anak merasa dirawat di rumah sendiri. Menurut Stuart & Sundeen
(1995) karakteristik lingkungan anak di rumah sakit yang dapat mengurangi
kecemasan dan ketakutan adalah :
a. Ada lingkungan bermain
Lingkungan bermain bagi anak di rumah sakit sangat disenangi karena
25
dapat digunakan sarana sosialisasi dengan anak yang lain yang sedang
dirawat di rumah sakit, di samping itu agar tumbuh kembang si anak tidak
terhambat.
b. Lingkungan yang menggambarkan suasana pendidikan
Agar anak tidak merasa takut ketinggalan pelajaran di sekolah karena tidak
bisa masuk sekolah dan anak anak tetap merasa nyaman dalam
perawatannya sehingga diperlukan lingkungan anak yang menggambarkan
suasana pendidikan seperti: ada alat tulis menulis, buku gambar, papan
tulis kecil, penggaris, dinding ruang yang bergambar anak sekolah.
c. Lingkungan yang memberikan rasa nyaman
Anak yang sakit membutuhkan lingkungan rumah sakit yang nyaman dari
keramaian dan bising, ruang yang berventilasi, tempat yang tertata rapi
sehingga anak akan merasakan kenyamanan di rumah sakit.
d. Lingkungan yang memberikan kebebasan untuk bergerak
Masa – masa anak yaitu masa senang bermain sehingga diperlukan ruang
perawatan anak yang luas agar anak bebas bergerak dalam bermain di
ruang bermain anak, sehingga tidak terjadi injury atau tidak mencederai
pada anak.
Adapun cara pendekatan perawat yang dapat dilakukan oleh perawat meliputi:
1)Komunikasi terapeutik pada anak & memberi informasi yang baik pada anak
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan anak usia sekolah perawat
harus tetap memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yang berupa
menggunakan kata sederhana yang lebih spesifik, jelaskan sesuatu yang
membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui
26
(Hidayat, 2005).
Dalam melakukan pendekatan pada anak dapat berupa memberi informasi
yang baik pada anak informasi yang baik tersebut dengan cara menjelaskan
prosedur atau tindakan yang akan diberikan pada anak usia sekolah dan
fungsi alat yang digunakan serta efek yang terjadi saat dilakukan tindakan
medis karena pada usia sekolah keingintahuan pada aspek fungsional dan
prosedural dari objek tertentu sangat tinggi (Nursalam, Susilaningrum,
2005).
2) Hubungan yang terapeutik.
Perawat dalam melakukan pendekatan pada anak harus menjalin hubungan
yang terapeutik, karena anak bukan miniatur orang dewasa. Anak
mempunyai dunia sendiri, sudah bisa berfikir sehingga perawat harus dapat
menjalin rasa saling percaya (trust) dalam merawat anak yang sedang sakit.
Apabila terjadi hubungan yang terapeutik antara perawat dan anak akan
memudahkan perawat dalam mendekati anak yang sakit (Supartini, 2004).
3) Melibatkan orang tua anak
Orang tua merupakan orang yang dekat dengan anak, sehingga perawat
dalam merawat anak harus dekat dengan orang tua anak (Hidayat, 2005).
Perawat harus dapat berkomunikasi pada orang tua anak, orang tua anak
dilibatkan juga dalam tindakan keperawatan maupun orang tua suruh
menemani anak di rumah sakit (rooming in), dan apabila orang tua mau
pergi atau bekerja seharusnya ada anggota keluarga yang menemani anak
(Supartini, 2004) & (Nursalam, Susilaningrum & Utami,2005).
27
4) Memodifikasi ruang anak di rumah sakit & ruang bermain.
Perawat harus dapat memanfaatkan sarana dan pra sarana yang ada di rumah
sakit untuk mengatasi anak yang cemas dan takut. Ruang anak harus ada
gambar – gambar, buku cerita, buku gambar, dinding bergambar yang dapat
membantu anak dalam memodifikasi ruang anak selain ada ruang terapi
bermain (Ngastiyah, 2005). Ruang anak juga harus memenuhi kriteria
seperti nyaman, bebas bergerak untuk anak, memberikan suasana seperti di
lingkungan rumah, dan menciptakan suasana yang berpendidikan.
Dinding ruangan anak yang bergambar dapat menjadi salah satu cara
pendekatan perawat pada anak usia sekolah.
Perawat dalam melakukan cara pendekatan pada anak usia sekolah juga
dapat dengan adanya ruang bermain. Perawat dalam memberikan
permainan pada anak usia sekolah harus memiliki pengetahuan tentang
jenis alat permainan dan kegunaan dari permainan yang diberikan, sabar
dalam bermain, tidak memaksakan pada anak, mampu mengkaji kebutuhan
bermain seperti kapan harus dimulai dan kapan harus berhenti, memberi
masukan kesempatan untuk mandiri. Alat permainan pada anak usia
sekolah bisa dengan alat permainan yang edukatif seperti buku gambar,
buku cerita, majalah, radio, tape dan televisi (Hidayat, 2005).
28
D. Peran perawat anak
Peran perawat anak dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien atau keluarga antara lain:
1.Family advocacy
Kemampuan perawat untuk melindungi dan menjamin agar hak dan
kewajiban pasien atau keluarga dapat terlaksana dengan seimbang dalam
dalam hal memperoleh pelayanan kesehatan.
Contoh: Kewajiban perawat untuk memberikan suatu informasi tentang
tujuan dan manfaat, serta efek samping pengobatan atau tindakan
keperawatan.
2.Health educator.
Perawat berperan untuk mendidik individu, keluarga, masyarakat lewat
penyuluhan kesehatan.
3.Therapeutic
Perawat bertanggung jawab atas pengelolaan, pengobatan, pada pasien yang
menjadi tanggung jawab serta pelaksanaan askep di ruangannya.
4.Communicator / mediator
Peran ini nampak dimana perawat menjadi perantara antara pasien dengan
tim kesehatan lainnya
5.Support
Perawat berusaha untuk memberikan dukungan (nasehat) pada pasien /
keluarga, misalnya berusaha menjadi pendengar yang baik bagi pasien atau
keluarganya.
29
6.Research
Sebagai peneliti perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah
penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan
hasil penelitian untuk mutu pelayanan dan pendidikan kesehatan.
E.Kerangka Teori dan Pertanyaan Penelitian
1. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
30
Cara pendekatan perawat : Komunikasi terapeutik pada anak &
memberi informasi yang baik Hubungan yang terapeutik Melibatkan orang tua anak Memodifikasi ruang anak & ruang
bermain dan dinding ruang anak yang bergambar.
Dirawat di rumah sakit
Kecemasan dan ketakutan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam melakukan
pendekatan : - Usia - Jenis kelamin - Kemampuan berkomunikasi - Status emosional perawat - Lingkungan rumah sakit
Hopitalisasi
2.Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana cara pendekatan perawat pada anak usia sekolah yang
dirawat untuk meminimalkan hospitalisasi.
b. Bagaimana pendekatan perawat dalam melibatkan orang tua anak
ketika anak mengalami cemas dan takut.
c. Bagaimana pendekatan perawat dalam memodifikasi lingkungan yang
asing untuk meminimalkan respon hospitalisasi pada anak usia sekolah.
F.Definisi Konseptual
Salah satu unsur yang membantu dalam pelaksanaan proses
pengumpulan data pada suatu penelitian adalah definisi konseptual meliputi:
1.Pendekatan perawat
Pendekatan perawat adalah suatu usaha yang dilakukan oleh perawat
membantu mengatasi masalah klien, khususnya membantu menyelesaikan
masalah kecemasan dan ketakutan pada klien akibat hospitalisasi.
2.Hospitalisasi.
Hospitalisasi adalah suatu keadaan anak yang mengalami cemas dan takut
karena lingkungan yang asing di rumah sakit.
3.Kecemasan.
Kecemasan adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita untuk
berbuat sesuatu yang fungsinya mengingatkan adanya bahaya datang.
Kecemasan juga dapat diartikan rasa khawatir, takut yang tidak jelas
31
sebabnya.
4.Ketakutan
Ketakutan adalah rasa khawatir, yang jelas sebabnya atau obyeknya. Anak
yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan mengalami reaksi hospitalisasi
yang berupa ketakutan yang dapat menimbulkan stres pada anak.
5.Anak usia sekolah
Anak usia sekolah adalah anak yang berumur antara 6-12 tahun.
G.Penelitian Terkait
Artikel yang ditulis oleh Novi Fitriyah (2002) peran perawat dalam
mengatasi masalah psikologis krisis perpisahan pada anak usia 1-3 tahun
terhadap pengaruh hospitalisasi di RSSA Malang diketahui bahwa peran
perawat baik 62,5 %, fase anak mengalami putus asa 18,7%. Penelitian yang
dilakukan oleh Harjono Suparto yang berjudul “Mewarnai Gambar Sebagai
Metoda Penyuluhan untuk anak: Studi Pendahuluan pada program pemulihan
anak sakit IRNA anak RSUD Dr Soetomo” disebutkan bahwa menggambar
merupakan terapi permainan kreatif untuk mengurangi stres dan kecemasan
serta meningkatkan komunikasi pada anak usia sekolah, serta penelitian yang
dilakukan Fitri Ardiningsih (2005) hubungan antara dukungan informasional
dengan kecemasan perpisahan akibat hospitalisasi pada anak usia pra sekolah
di RSUD Cilacap diketahui ada 36,7 % dukungan informasi baik, dan 53,3 %
dukungan informasi kurang baik, banyak responden mengatakan kecemasan
perpisahan akibat hospitalisasi masih tinggi 43,3 %, dan yang tidak
32
mengalami kecemasan perpisahan ada 3,3 %. Menurut pengetahuan peneliti,
penelitian ini belum pernah dilakukan sehingga peneliti tertarik ingin
melakukan Study Fenomenologi untuk mengetahui pendekatan perawat dalam
mengatasi kecemasan dan ketakutan pada anak usia sekolah akibat
hospitalisasi, yang meliputi:
1.Pendekatan perawat pada anak.
2.Pendekatan perawat pada orang tua
3.Pendekatan perawat untuk memodifikasi dimana anak mengalami kecemasan
dan ketakutan akibat berada di lingkungan asing, akibat mengalami
perpisahan dengan orang tua, teman, dan akibat mengalami luka pada tubuh
karena prosedur medik atau keperawatan yang menyakitkan di Ruang
Lukman Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
33