bab ii tinjauan pustaka a. konsep dasar hipertensirepository.ump.ac.id/9119/3/melda ningsih bab...
TRANSCRIPT
7
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Hipertensi
1. Pengertian hipertensi
World Health Organzation (WHO) dan The International Society of
Hypertension (ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika
tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil rerata minimal
dua kali pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan
petugas kesehatan (Yasmara, Nursiswati, & Arafat, 2016c). Hipertensi
merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari
sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg
setelah dua kali pengukuran terpisah (Nuraini, 2015)
2. Klasifikasi hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi
kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II (Martuti,
2009)
8
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
Hipertensi <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi drajat I 140-159 90-99
Hipertensi drajat II >160 >100
The Fifth Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preaaure (JNC V)
menggolongkan krisis hipertensi menjadi hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi (Yasmara et al., 2016b)
a. Hipertensi emergensi. Kondisi ini ditandai oleh beberapa hal, antara lain:
1) Tekanan darah diastolik >120 mmHg
2) Terdapat kerusakan organ sasaran yang disebabkan oleh satu lebih
penyakit atau kondisi akut tertentu.
Kondisi akut atau penyakit yang biasa menyertai hipertensi emergensi
antara lain:
1) Perdarahan intracranial
2) Hipertensi ensefalopati
9
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Aorta diseksi akut
4) Edema paru akut
5) Insufisensi ginjal akut
6) Eklampsia
7) Infark miokard akut atau angina unstable
Keterlambatan penanganan dapat menimbulkan gejala sisa hingga
kematian. Oleh sebab itu, tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan
jam.
b. Hipertensi urgensi. Kondisi ini dirandai oleh beberapa hal antara lain:
1) Tekanan darah diastolik >120 mmHg
2) Tidak terdapat kerusakan serius pada organ sasaran, kalaupun ada
derajatnya masih ringan.
Tekanan darah harus diturunkan dalam waktu 24 jam.
3. Etiologi hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi juga dapat diklasifikasikan
menjadi hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Yasmara et al., 2016).
a. Hipertensi primer : Hipertensi primer atau hipertensi esensial ini
merupakan jenis hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Ini
merupakan jenis hipertensi yang paling banyak yaitu sekitar 90-95% dari
insiden hipertensi secara keseluruhan. Hipertensi primer ini sering tidak
disertai dengan gejala dan biasanya gejala baru muncul saat hipertensi
10
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
sudah berat atau sudah menimbulkan komplikasi. Hal ini yang
menyebabkan hipertensi dijuluki sebagai silent killer.
b. Hipertensi sekunder : Jumlah hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10%
dari kejadian hipertensi secara keseluruhan. Hipertensi jenis ini
merupakan dampak sekunder dari penyakit tertentu. Berbagai kondisi
yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain penyempitan arteri renalis,
penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun kehamilan. Selain itu
obat-obatan tertentu bias juga menjadi pemicu jenis hipertensi sekunder.
Hipertensi primer maupun sekunder memilki potensi untuk
berkembang menjadi hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis
hipertensi. Angka kejadian krisis hipertensi ini di Amerika berkisar 2-7%
pada populasi penderita hipertensi yang tidak melakukan pengobatan
secara teratur. Sedangkan seiring perbaikan penanganan yang dilakukan,
angka kejadiannya menurun hingga tinggal 1% saja. Sayangnya kejadian
krisis hipertensi di Indonesia hingga saat ini belum ada laporan mengenai
hal tersebut.
4. Faktor risiko hipertensi
Menurut Nuraini (2015) pada umumnya hipertensi tidak mempunyai
penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan
cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :
11
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
a. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari
pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat
hipertensi dalam keluarga.
b. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah
pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National
Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi
pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38%
untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18%
untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT < 25 (status
gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis
dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
c. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
12
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
menopause salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut
berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
d. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon
adrenalin akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan
jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun
meningkat.
e. Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan
penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila
jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya
kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah
13
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang
yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot
jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin
keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan
yang mendesak arteri.
f. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang
dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
g. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S
Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap
28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek
14
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-
14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15
batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.
5. Patofisiologi hipertensi
Tekanan darah merupakan hasil interaksi antara curah jantung
(cardiac output) dan derajat dilatasi atau konstriksi arteriola (resistensi
vaskuler sistemik). Tekanan darah arteri dikontrol dalam waktu singkat oleh
baroreseptor arteri yang mendeteksi perubahan tekanan pada arteri utama,dan
kemudian memulai mekanisme umpan balik hormonal menimbulkan
berbagai variasi respon tubuh seperti frekuensi denyut jantung, kontraksi otot
jantung, kontraksi otot polos pada pembuluh darah dengan tujuan
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. Baroreseptor dalam
komponen kardiovaskuler tekanan rendah, seperti vena, artrium dan sirkulasi
pulmonar, memainkan peranan penting dalam pengaturan hormonal volume
vascular. Penderita hipertensi dipastikan mengalami peningkatan salah satu
atau kedua komponen ini, yakni curah jantung dan atau resistensi vascular
sistemik.
15
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Hemodinamik yang khas dari hipertensi yang menetap bergantung
pada tingginya tekanan arteri, derajat konstriksi pembuluh darah, dan adanya
pembesaran jantung. Hipertensi sedang yang tidak disertai dengan
pembesaran jantung memiliki curah jantung normal. Namun demikian, terjadi
peningkatan resistensi vaskular perifer dan penurunan kecepatan ejeksi
ventrikel kiri.
Saat hipertensi bertambah berat dan jantung mulai mengalami
pembesaran, curah jantung mengalami penurunan secara progresif meskipun
belum terdapat tanda-tanda gagal jantung. Hal ini disebabkan resistensi
perifer sistemik semakin tinggi dan kecepatan ejeksi ventrikel kiri semakin
menurun. Penurunan curah jantung ini akan menyebabkan gangguan perfusi
ke berbagai organ tubuh, terutama ginjal. Kondisi ini berdampak pada
penurunan volume ekstrasel dan perfusi ginjal yang berujung dengan iskemik
ginjal. Penurunan perfusi ginjal ini akan mengaktivasi sistem renin
angiotensin.
Renin yang dikeluarkan oleh ginjal ini akan merangsang
angiotensinogen untuk mengeluarkan angiotensinogen I (AI) yang bersifat
vasokonstriktor lemah. Adanya angiotensin I pada peredaran darah akan
memicu pengeluaran angiotensisn converting enzyme (ACE) di endotelium
pembuluh paru. ACE ini kemudian akan mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II (AII) yang merupakan vasokonstriktor kuat sehingga
16
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
berpengaruh pada sirkulasi tubuh secara keseluruhan. Selain sebagai
vasokonstriktor kuat, AII memiliki efek lain yang pada akhirnya
meningkatkan tekanan darah. Dampak yang ditimbulkan oleh AII antara lain
hipertrofi jantung dan pembuluh darah, stimulasi rasa haus, memicu produksi
aldosterone dan anti-diuretic hormone (ADH) (Yasmara, Nursiswati, &
Arafat, 2016a).
6. Konsep askep hipertensi
a. Pengkajian
1) Riwayat
a) Pada banyak kasus tidak ada gejala dan penyakit muncul
kebetulan atau selama skrining tekanan darah rutin
b) Gejala yang terlihat adalah efek hipertensi pada sistem organ
c) Bangun tidur dengan sakit kepala didaerah oksipital yang
menghilang dalam beberapa jam
d) Pusing, letih, konfusi
e) Palpitasi, nyeri dada,dipnea
f) Epistaksis
g) Hematuria
h) Penglihatan kabur
17
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2) Temuan pemeriksaan fisik
a) Nadi kuat
b) Bunyi jantung S4
c) Edema perifer pada tahap lanjut
d) Hemoragi, eksudat, dan edema papil pada mata pada tahap lanjut
jika terjadi hipertensi retinopati
e) Massa abdomen berdenyut menunjukkan adanya aneurisma
abdomen
f) Peningkatan tekanan darah minimal dua kali pengukuran berturut-
berturut
g) Bising pada aorta abdomen dan arteri femoralis atau karotis
3) Pemeriksaan diagnostic
- Laboratorium
a) Urinalisis : dapat ditemukan protein, sel darah merah, atau
sel darah putih menandakan penyakit ginjal, atau glukosa
yang menunjukkan diabetes mellitus
b) Kadar kalium serum <3,5 mEq/L (normal: 3,5-5,0 mEq/L)2
menunjukkan disfungsi adrenal (hiperaldosteronisme
primer)
c) Kadar nitrogen urea darah normal (normal= 5-25 mg/dL)2
atau meningkat >20 mg/dL dan kadar kreatinin serum
18
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
normal (normal= 0,5-1,5 mg/dL)2 atau >1,5 mg/dL
menunjukkan penyakit ginjal
- Pencitraan
a) Foto toraks menunjukkan kardiomegali
b) Arteriografi ginjal menunjukkan stenosis arteri ginjal
- Prosedur diagnostic
a) Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan hipertrofi atau
iskemia ventrikel kiri
b) Oftalmoskopi menunjukkan luka pada arteriovena,
ensefalopati hipertnsif, dan edema
c) Pemeriksaan menggunakan kaptropil oral dapat dilakukan
untuk menguji hipertensi renovaskular
b. Diagnosis
1) Resiko penurunkan curah jantung
- Faktor risiko :
a) Perubahan afterload (mis., peningkatan resisten vaskuler
sistemik, vasokontriksi)
b) Perubahan kontraktilitas (mis., hipertrofi ventrikel atau
rigiditas; iskemia miokardium)
19
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
- Definisi : ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh
2) Nyeri akut
a) Faktor risiko: agens fisik (peningkatan tekanan vaskular selebral)
b) Definisi : pengalaman sensori dan emosi tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association
for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi.
a. Intervensi
1) Resiko penurunan curah jantung
a) Intervensi (NIC) : Regulasi hemodinamik (Yasmara et al., 2016a)
i) Ukur TD di kedua lengan atau paha. Lakukan tiga kali
pemeriksaan, dengan jarak 3-5 menit sambil klien beristirahat,
duduk, dan kemudian berdiri untuk evaluasi awal. Gunakan
ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat,perhatikan
terjadinya peningkatan tekanan sistolik dan diastolik.
ii) Observasi warna kulit, kelembapan, suhu tubuh, dan waktu
pengisian kapiler.
20
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
iii) Beri lingkungan yang tenang dan damai,minimalkan aktivitas
dan bising dilingkungan. Pertimbangkan membatasi jumlah
pengunjung atau lama waktu kunjungan.
iv) Pertahankan pembatasan aktivitas selama situasi krisis seperti
tirah baring atau istirahat di kursi dan jadwalkan periode
istirahat tanpa gangguan; bantu klien melaksanakan aktivitas
perawatan diri sesuai kebutuhan.
v) Instruksikan atau ajarkan teknik relaksasi.
vi) Pantau respons terhadap medikasi pengendali tekanan darah.
b) Hasil yang dicapai (NOC) : Status Sirkulasi (Moorhead, Johnson,
Maas, & Swanson, 2013)
1) Partisipasi dalam aktivitas yang mengurangi tekanan darah (TD)
dan beban kerja jantung.
2) Pertahankan tekanan darah (TD) dalam kisaran normal individu.
c) Rasional
1) Peningkatan tekanan darah meningkatkan preload dan beban
kerja jantung. Terdengarnya crakles, di basal paru
mengindikasikan kongesti pulmonal, akibat peningkatan
tekanan jantung sisi kiri. Terdengatnya bunyi jantung 3 atau
bunyi jantung 4 gallop akibat dari penurunan pengembangan
ventrikel kiri.
21
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2) Lingkungan nyaman dan pembatasan aktivitas menurunkan
konsumsi oksigen miokard.
2) Nyeri akut
a) Intervensi (NIC) : Manajemen nyeri (Yasmara et al., 2016a)
i) Tentukan spesifikasi nyeri-lokasi.
ii) Dorong dan pertahankan tirah baring selama fase akut,jika
diindikasikan.
iii) Beri atau rekomendasikan tindakan nonfarmakologi untuk
meredakan sakit kepala seperti teknik relaksasi.
b) Hasil yang dicapai (NOC): Kontrol nyeri (Yasmara et al., 2016a)
i) Laporan nyeri atau ketidak nyamanan mereda atau terkontrol.
ii) Mengatakan metode yang meredakan nyeri.
iii) Mematuhi regimen farmakologis yang diresepkan.
c) Rasional
i) bed rest adekuat dan tindakan kenyamanan membantu
merelaksasikan otot dan menurunkan kecemasan.
22
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
b. Implementasi
1) Resiko penurunan curah jantung
Implementasi :
a) Mengukur TD di kedua lengan atau paha. Lakukan tiga kali
pemeriksaan, dengan jarak 3-5 menit sambil klien beristirahat,
duduk, dan kemudian berdiri untuk evaluasi awal. Gunakan
ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat,perhatikan
terjadinya peningkatan tekanan sistolik dan diastolik.
b) Mengobservasi warna kulit, kelembapan, suhu tubuh, dan waktu
pengisian kapiler.
c) Memberi lingkungan yang tenang dan damai,minimalkan
aktivitas dan bising dilingkungan. Pertimbangkan membatasi
jumlah pengunjung atau lama waktu kunjungan.
d) Instruksikan atau ajarkan teknik relaksasi.
2) Nyeri akut
Implementasi
a) Menentukan spesifikasi nyeri-lokasi.
b) Mendorong dan mempertahankan tirah baring selama fase
akut,jika diindikasikan.
c) Memberi tindakan nonfarmakologi untuk meredakan sakit
kepala seperti teknik relaksasi.
23
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Evaluasi
1) Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tekanan darah
pasien menurun (terkontrol).
2) Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat melakukan
terapi mandiri.
B. Relaksasi Napas Dalam
Menurut Hartanti, Wardana, & Fajar (2016) relaksasi napas dalam adalah
pernafasan pada abdomen dengan frekuensi lambat serta perlahan, berirama, dan
nyaman dengan cara memejamkan mata saat menarik nafas. Efek dari terapi ini
ialah distraksi atau pengalihan perhatian.
Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem pernafasan
berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi
pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan
kardiopulmonari (Izzo, 2008; 138). Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus
karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat
regulasi kardiovaskuler),selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks
baroreseptor (Gohde, 2010, Muttaqin, 2009; 12-17). Impuls aferen dari
baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas saraf
parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioakselerator), sehingga
menyebabkan vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi
jantung (Muttaqin, 2009; 13, Rubin, 2007; 52).
24
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus
melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat kecepatan
depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung
(kronotropik negatif). Perangsangan sistem saraf parasimpatis ke bagian-bagian
miokardium lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume sekuncup,
curah jantung yang menghasilkan suatu efek inotropik negatif (Muttaqin, 2009;
10-11). Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan volume sekuncup, dan curah
jantung. Pada otot rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin
yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Akibat dari penurunan curah
jantung, kontraksi serat-serat otot jantung, dan volume darah membuat tekanan
darah menjadi menurun (Muttaqin, 2009; 18, 22).
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan penatalaksanaan
nonfarmakologis terapi relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan darah
pada penderita hipertensi, dikarenakan terapi relaksasi nafas dalam dapat
dilakukan secara mandiri, relatif mudah dilakukan dari pada terapi
nonfarmakologis lainnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk terapi, dan dapat
mengurangi dampak buruk dari terapi farmakologis bagi penderita hipertensi
(Kurnia & Suwardianto, 2012).
25
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
C. Tekanan Darah
Istilah “tekanan darah” berarti tekanan pada pembuluh nadi dari
peredarah darah sistematik didalam tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan
menjadi dua yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan
darah sostolik adalah tekanan darah pada waktu jantung menguncup (sistole).
Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan darahpada saat jantung
mengendor kembali (diastole). Dengan demikian, tekanan darah sistolik selalu
lebih tinggi daripada tekanan darah diastolik. Tekanan darah manusia senantiasa
berayun-ayun antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak jantung. Tekanan
darah manusia biasanya diukur dengan alat tensimeter (sphygmomanometer air
raksa). (dr. L Gunawan, 2012 : 7).
D. Kerangka Penelitia
Penelitian ini mengacuh pada kerangka teori Model sistem Newman.
Model sistem Neuman memberikan warisan baru tentang cara pandang terhadap
manusia sebagai makhluk holistik (memandang manusia secara keseluruhan)
meliputi aspek (variabel) fisiologis, psikologis sosiokultural, perkembangan dan
spiritual yang berhubungan dengan adanya respon-respon sistem terhadap
stressor baik dari lingkungan internal maupun eksternal (Tomey and Alligod,
(2009 ,(احمد).(2006
26
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Pencegahan primer meliputi pengurangan pertemuan dari stressor atau
memperkuat garis pertahanan normal klien untuk mengurangi reaksi terhadap
stressor. Pencegahan sekunder dan tersier digunakan ketika klien mendapatkan
stressor yang berbahaya. Pencegahan sekunder tujuannya untuk mengurangi efek
atau kemungkinan efek dari stressor melalui diagnosa awal dan perawatan yang
efektif dari gejala suatu penyakit. Neuman menjelaskannya sebagai kekuatan
pada garis pertahanan internal. Pencegahan tersier menekankan pada
pengurangan efek dari stressor yang tersisa dan mengembalikan klien kepada
keadaan sehat setelah perawatan.(احمد), 2009) .
Tujuan dari model ini adalah untuk mencapai stabilitas sistem secara
optimal. Apabila stabilitas tercapai maka akan terjadi revitalisasi dan sebagai
sistem terbuka maka klien akan selalu berupaya untuk memperoleh,
meningkatkan, dan mempertahankan keseimbangan diantara berbagai faktor,
baik didalam maupun diluar sistem yang berupaya untuk mengusahakannya.
(Tomey and Alligod, 2006).
27
Penerapan Teknik Relaksasi..., Melda Ningsih, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Stressor
1. Fisiologis
2. Psikologis
3. Social-
budaya
4. Spiritual
5. Perkemban
gan
Hipertensi
Tekanan
Darah
Penatalaksanaan
Genetic, obesitas, jenis
kelamin, merokok, usia,
diit, stress, kurang
olahraga
Farmakologi Non Farmakologi
Relaksasi nafas dalam
Peningkatan regangan
kardiopulmonari
Diteruskan oleh saraf vagus ke
medula oblongata
Peningkatan refleks
baroreseptor
vasodilatasi
Penurunan denyut dan kontraksi
jangtung
Penurunan tekanan darah