bab ii tinjauan pustaka a. pemberdayaan...

22
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1. Pengertian Pemberdayaan Berbagai macam definisi pemberdayaan (empowerment) dikemukakan oleh para ahli, sebagaimana yang dikutip oleh Rokhman (2003) berikut ini. Menurut Noe (1994), pemberdayaan adalah merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan. Khan (1997) mendefinisikan pemberdayaan sebagai hubungan personal yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan dan manajemen. Lebih lanjut Mowen (dalam Suryono, 1999) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah pemberian wewenang kepada karyawan untuk merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapat otorisasi secara eksplisit dari manajer diatasnya. Spreitzer (1995) mendefinisikan pemberdayaan suatu proses motivasi intrinsik dimana individu memunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk mengendalikan dan memengaruhi suatu kejadian yang

Upload: lamnhu

Post on 06-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Berbagai macam definisi pemberdayaan

(empowerment) dikemukakan oleh para ahli, sebagaimana

yang dikutip oleh Rokhman (2003) berikut ini. Menurut

Noe (1994), pemberdayaan adalah merupakan pemberian

tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk

mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan

produk dan pengambilan keputusan. Khan (1997)

mendefinisikan pemberdayaan sebagai hubungan personal

yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara

karyawan dan manajemen. Lebih lanjut Mowen (dalam

Suryono, 1999) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah

pemberian wewenang kepada karyawan untuk

merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan

tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya,

tanpa harus mendapat otorisasi secara eksplisit dari

manajer diatasnya.

Spreitzer (1995) mendefinisikan pemberdayaan

suatu proses motivasi intrinsik dimana individu memunyai

kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung untuk

mengendalikan dan memengaruhi suatu kejadian yang

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

15

memiliki efek langsung terhadap kehidupannya. Sejalan

dengan Spreitzer, Mildawani (1999) mendeskripsikan

pemberdayaan sebagai proses memotivasi diri untuk

mengaktualisasikan potensi yang dimiliki karyawan

sehingga mampu untuk melakukan sesuatu secara mandiri

tetapi disertai kemampuan untuk

memertanggungjawabkan tindakan-tindakannya. Kanugo

(dalam Spreitzer, 1995) mendefinisikan pemberdayaan

sebagai proses untuk meningkatkan perasaan self-efficacy

diantara anggota-anggota organisasi melalui identifikasi

yang mendorong ketidakberdayaan dan menyingkirkan

hal-hal tersebut melalui praktek organisasi formal dan

teknik-teknik informal dengan menyediakan informasi.

Berdasarkan paparan mengenai definisi

pemberdayaan di atas penulis mengacu pada pengertian

pemberdayaan menurut Spreitzer (1995) yang

mendefinisikan pemberdayaan suatu proses motivasi

intrinsik dimana individu memunyai kekuasaan untuk

berpartisipasi secara langsung untuk mengendalikan dan

memengaruhi suatu kejadian yang memiliki efek langsung

terhadap kehidupannya.

2. Dimensi Pemberdayaan

Spreitzer (1995) mendefinisikan pemberdayaan

sebagai suatu proses motivasi intrinsik dimana individu

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

16

memunyai kekuasaan untuk berpartisipasi secara langsung

untuk mengendalikan dan memengaruhi suatu kejadian

yang memiliki efek langsung terhadap kehidupannya.

Spreitzer mengungkapkan bahwa dimensi pemberdayaan

meliputi empat hal, yaitu :

a. Meaning (pemaknaan), merupakan nilai dari tujuan

dan maksud kerja yang dinilai dari dalam

hubungannya dengan standar-standar dan ideal-ideal

pada diri individu itu sendiri. Pemaknaan merupakan

kesempatan bagi karyawan merasakan bahwa mereka

melakukan tugas yang berharga, karena merasa

menjadi bagian dari misi yang penting dalam skema

organisasi yang lebih besar. Karyawan merasa dirinya

berarti dengan melakukan tugas-tugas yang berharga.

Perasaan kebermaknaan adalah perasaan karyawan

yang merasakan bahwa tugasnya sebanding dengan

waktu dan energi yang telah dikeluarkan. Pemaknaan

melibatkan kepastian antara persyaratan peran kerja

dan keyakinan, nilai–nilai, dan perilaku-perilaku.

b. Competence (kompetensi), mengacu pada keyakinan

individu yang berarti karyawan mempunyai keyakinan

secara individual pada kemampuannya untuk

menampilkan aktivitas-aktivitas dengan menggunakan

ketrampilan atau keahlian yang dimilikinya. Ada

perasaan bahwa dirinya mampu dan percaya diri untuk

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

17

belajar dan berkembang mengatasi tantangan baru.

kompetensi mewakili keyakinan, penguasaan

personal, atau usaha-kinerja.

c. Self-Determination (determinasi diri), merupakan

perasaan yang ada pada diri individu untuk memilih

berinisiatif dan mengatur tindakan-tindakan.

Karyawan memiliki perasaan bahwa dirinya memiliki

pilihan. Pilihan berarti dapat melakukan pekerjaan

secara bijaksana dengan suatu pendekatan kerja

dengan suatu pendekatan kerja tertentu. Dengan kata

lain, karyawan dapat mengatakan penilaiannya sendiri

dan bertindak sesuai dengan pemahamannya dalam

menyelesaikan tugasnya. Determinasi diri

mencerminkan permulaan dan kelanjutan proses-

proses dan perilaku kerja seperti membuat keputusan

tentang metode-metode, langkah-langkah dan upaya-

upaya kerja.

d. Impact (dampak), merupakan tingkat yang dirasakan

individu dimana perilaku mereka membawa suatu

perbedaan. Karyawan dengan sense of impact berarti

percaya bahwa mereka dapat mempengaruhi unit

kerjanya dan gagasan-gagasannya di dengar orang

lain.

Menon (2001) memaparkan mengenai tiga

dimensi pemberdayaan yaitu:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

18

a) Persepsi kontrol (Perceived Control)

Persepsi kontrol merupakan kepercayaan tentang

otoritas, pembuatan keputusan, ketersediaan sumber

daya, dan otonomi dalam rencana kerja. Karyawan

yang diberdayakan akan merasa dapat mengontrol

lingkungan mereka.

b) Persepsi kompetensi (Percived Competence)

Persepsi kompetensi mengacu pada efikasi diri (self-

efficacy) yaitu keyakinan seseorang dalam

memobilisasi motivasi, sumber-sumber kognitif, dan

latihan tindakan yang dibutuhkan saat menemui

permintaan situasional serta kepercayaan diri dengan

menghormati aturan yang ada: individu memiliki

keyakinan bahwa dirinya bisa berhasil memenuhi

tugas yang diberikan sebaik mereka menghadapi

tantangan yang bersifat tidak rutin (non-routin) yang

muncul saat bekerja.

c) Internalisasi tujuan (Goal Internalization)

Internalisasi tujuan merepresentasikan kemungkinan

kekuatan dari gagasan seperti nilai penyebab, misi,

atau visi untuk masa depan. Individu percaya dan

menghargai tujuan dari organisasi dan siap untuk

bertindak sesuai keinginan perusahaan.

Dari penjelasan di atas penulis memilih

menggunakan dimensi pemberdayaan menurut Spreitzer

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

19

(1995) yaitu : meaning, competence, self determination,

dan impact. Hal ini dikarenakan dimensi yang dipaparkan

oleh Menon (2001), merupakan dimensi modifikasi milik

spreitzer atau dapat dikatakan bahwa dimensi tersebut

mengacu pada dimensi milik Spreitzer. Selain itu,

sebagian besar penelitian mengenai pemberdayaan

karyawan menggunakan dimensi milik Spreitzer sehingga

sudah terbukti kevalidannya.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi pemberdayaan

Banyak faktor yang mendorong suatu organisasi

untuk melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan adalah

suatu proses yang melibatkan pemimpin dan anggota

organisasi sebagai partner dalam menentukan kegagalan

atau kesuksesan organisasi (Suryadi, 2006). Nugroho

(2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam

analisis pemberdayaan dipengaruhi oleh faktor internal

dan organisasional. Faktor-faktor tersebut meliputi Locus

Of control, tekanan, pendidikan, kepemimpinan, kekuatan

kelompok, kepercayaan, dan budaya organisasi.

Selanjutnya Hersanti (2008), juga mendapatkan hasil

bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap

pemberdayaan karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian Dewi (2005),

mengenai analisis pengaruh Locus Of Control, Role

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

20

Ambiguity, dan Kepemimpinan terhadap Pemberdayaan

Karyawan untuk Meningkatkan Komitmen Organisasional

diketahui bahwa locus of control, kepemimpinan, dan

komitmen organisasional berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pemberdayaan, sedangkan role

ambiguity tidak berpengaruh terhadap pemberdayaan.

Clutterbuck dan Kernaghan (2003) menyebutkan

bahwa bentuk dan budaya organisasi mempengaruhi

proses penerapan pemberdayaan. Hatami (2012)

menemukan bahwa pemberdayaan karyawan berhubungan

secara signifikan dengan budaya organisasi. Lebih lanjut

Hatami mengatakan bahwa karyawan yang diberdayakan

akan menunjukkan komunikasi yang lebih baik dan

budaya organisasi yang lebih kuat. Sedangkan Siegall

(dalam Lashley, 2001) mengatakan bahwa budaya

organisasi yang sejalan dengan norma – norma yang ada

pada anggota organisasi akan menimbulkan dampak

positif terhadap pemberdayaan. Dari pemaparan di atas

dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penting yang

memengaruhi pemberdayaan adalah budaya organisasi.

B. Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Lingkungan organisasi pasti memiliki nilai-nilai

yang diterapkan kepada seluruh anggota organisasinya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

21

Budaya organisasi adalah suatu kerangka kognitif yag

berisi sikap, nilai, norma perilaku, dan harapan yang

diyakini bersama oleh anggota-anggota organisasi Baron

(2003). Sejalan dengan pemikiran tersebut Gareth (dalam

Wirawan 2007) mengatakan bahwa budaya organisasi

adalah seperangkat nilai bersama yang mengontrol

interaksi setiap anggota organisasi juga dengan para

pemasok, pelanggan, dan pihak-pihak lain di luar

organisasi.

Glaser (1987) mendefinisikan budaya organisasi

sebagai bagian dari pola-pola keyakinan, simbol, ritual,

dan mitos yang berkembang seiring dengan waktu dan

bekerja sebagai perekat yang menyatukan organisasi

bersama-sama. Lebih lanjut Noe (1992) menyatakan

bahwa budaya organisasi adalah sebuah sistem dari

berbagai arti nilai, kepercayaan, dan kebiasaan di antara

anggota organisasi yang berinteraksi dengan standar

formal untuk menghasilkan norma perilaku. Menurut

Denison (1990), budaya organisasi menunjukkan suatu

nilai-nilai, kepercayaan dan prinsip-prinsip yang

mendasari suatu sistem manajemen organisasi . Secara

terpisah Luthans (1998) mengatakan bahwa budaya

organisasi adalah norma-norma dan nilai-nilai yang

mengarahkan perilaku anggota organisasi.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

22

Miller (1987) mendefinisikan budaya organisasi

sebagai kumpulan nilai yang dianut dalam organisasi dan

mendasari bagaimana mengelola organisasi tersebut.

Lebih lanjut Miller menambahkan bahwa nilai-nilai

tersebut merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan

kadang-kadang tidak terungkap. Davis (dalam Wirawan,

2007) mengemukakan bahwa budaya organisasi

merupakan pola kepercayaan dan harapan yang dianut

oleh anggota organsasi. Kepercayaan dan harapan tersebut

menghasilkan nilai-nilai yang dengan kuat membentuk

perilaku para individu dan kelompok-kelompok anggota

organisasi.

Berdasarkan paparan di atas maka penulis

mengacu pada pengertian budaya organisasi menurut

Glaser (1987) mendefinisikan budaya orgaisasi sebagai

bagian dari pola-pola keyakinan, simbol, ritual, dan mitos

yang berkembang seiring dengan waktu dan bekerja

sebagai perekat yang menyatukan organisasi bersama-

sama.

2. Dimensi Budaya Organisasi

Glaser (2003) mengungkapkan dimensi yang

terdapat dalam budaya organisasi. Terdapat enam dimensi

budaya organisasi menurut Glaser yaitu :

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

23

a. Teamwork (kerjasama)

Karyawan memandang kelompok kerja mereka

beroperasi sebagai sebuah tim di mana kepercayaan

tinggi dan orang-orang diperlakukan secara adil dan

konsisten. Manajemen dan karyawan dianggap

memiliki hubungan kerja yang produktif.

Mendengarkan satu sama lain, konstruktif menghadapi

masalah bersama-sama.

b. Morale (moral)

Karyawan merasa termotivasi untuk menjadi efisien

dan produktif, dan mengeluarkan upaya terbaik

mereka. Karyawan merasa dihormati oleh orang-orang

dalam kelompok kerja mereka dan seluruh organisasi

c. Information Flow (arus informasi)

Karyawan mendapatkan cukup informasi agar menjadi

efisien dan produktif, jika mereka tahu mengapa

perubahan dibuat, dan sejauh mana mereka tahu apa

yang terjadi di luar bagian pekerjaan mereka.

d. Employe Involvement (keterlibatan karyawan)

Karyawan merasa bahwa mereka memiliki suara

dalam keputusan yang memengaruhi pekerjaan

mereka, mereka menganggap bahwa ide-ide mereka

meminta dan dihargai. Karyawan merasa bahwa

masukan mereka penting dan ditindaklanjuti.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

24

e. Supervision (Atasan)

Supervision mengacu pada persyaratan dalam

pekerjaan yang dibuat jelas, Seberapa baik atasan

mendengarkan karyawan, atasan membiarkan

karyawan tahu kapan mereka telah melakukan

pekerjaan yang baik dan memberikan kritik dengan

cara yang positif. Seberapa baik pengawas

mendelegasikan tanggung jawab.

f. Meetings (pertemuan)

Mengacu pada efektivitas dan efisiensi pertemuan.

Keputusan yang dibuat pada pertemuan bisa

dimasukkan ke dalam tindakan, setiap orang

mengambil bagian dalam diskusi pada pertemuan dan

melakukan diskusi-diskusi sesuai jalur. Pertemuan

dipandang sebagai waktu yang dihabiskan dengan

baik.

Dalam penelitiannya, Denison (1995)

mengemukakan empat dimensi budaya organisasi.

Keempat dimensi tersebut yaitu :

a. Involvement (keterlibatan) yaitu menyangkut

keterlibatan pribadi individu, pemberdayaan dalam

organisasi dan mencerminkan fokus pada dinamika

internal organisasi dan fleksibilitas. Keterlibatan

dalam organisasi adalah dimana organisasi

membangun tim dalam organisasi, dan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

25

mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di

semua level. Tingkat keterlibatan dan partisipasi yang

tinggi akan menciptakan rasa kepemilikan dan

tanggung jawab, sehingga diperoleh komitmen

karyawan yang tinggi kepada organisasi.

b. Consistency (konsistensi) yakni dimana organisasi

memiliki aturan-aturan main yang konsisten,

terkoordinasi dengan baik, dan terintegrasi dengan

baik. Sistem kepercayaan bersama, nilai-nilai, dan

simbol-simbol merupakan dasar yang efektif untuk

menyamakan konsensus dan mencapai aksi yang

terkoordinasi.

c. Adaptability (adaptabilitas) adalah dimana organisasi

memiliki orientasi kepada pelanggan, mengambil

resiko dan belajar, serta memiliki kemampuan dan

pengalaman menciptakan perubahan. Budaya yang

adaptif dicirikan oleh organisasi dimana orang-orang

berani mengambil resiko, percaya satu sama lain,

memiliki pendekatan proaktif untuk kehidupan

organisasi, bekerja bersama untuk mengidentifikasi

masalah, percaya kepada kemampuan diri sendiri dan

kepada kemampuan koleganya, serta memiliki

antusiasme untuk melakukan pekerjaan mereka.

d. Mission (misi) adalah dimana fungsi dan tujuan

bersama organisasi yang tertuang dalam misi

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

26

organisasi menyebabkan para karyawan dengan alasan

non-ekonomi bersedia untuk menginvestasikan upaya

mereka demi kebaikan organisasi, karena adanya

harapan karyawan kepada organisasi.

Berdasarkan uraian di atas penulis akan

menggunakan dimesi budaya organisasi yang dipaparkan

oleh Glaser (2003) sebagai landasan dalam penelitian ini.

Dimensi tersebut meliputi teamwork, morale, information

flow, employe involvement, supervision, dan meetings. Hal

ini dikarenakan dalam salah satu dimensi milik Denison

terdapat sub aspek mengenai pemberdayaan yang

merupakan variabel terikat dalam penelitian sehingga

peneliti memilih menggunakan dimensi milik Glaser.

3. Fungsi Budaya organisasi

Robbins (2001) mengemukakan bahwa budaya

menjalankan fungsi dalam organisasi. Fungsi tersebut

adalah :

a. Menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan

perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan

organisasi lain.

b. Membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi, anggota-anggota organisasi akan memiliki

pemikiran bahwa mereka merupakan bagian

organisasi.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

27

c. Memermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang

lebih luas daripada kepentingan diri individual

seseorang. Para karyawan memunyai rasa memiliki,

partisipasi, dan rasa tanggung jawab atas kemajuan

organisasi.

d. Meningkatkan kemantapan sistem sosial, budaya

dalam organisasi tersebut merupakan perekat sosial

yang membantu memersatukan organisasi dengan

memberikan standar-standar yang tepat untuk apa

yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para

karyawan.

e. Mekanisme pembuat makna dan kendali yang

memandu dan membentuk sikap serta perilaku

karyawan. Makna bersama yang diberikan oleh suatu

budaya memastikan bahwa semua orang diarahkan

kea rah yang sama.

Empat fungsi budaya organisasi juga dijelaskan

oleh Kinicki (2005), yaitu:

a. Memberikan identitas organisasi kepada

karyawannya, budaya memberikan identitas dalam

suatu organisasi, kemudian dipromosikan kepada

karyawannya. Identitas ini dapat didukung dengan

memberikan penghargaan yang mendorong inovasi

b. Memermudah komitmen kolektif, salah satu nilai

dalam suatu organisasi yaitu menjadi sebuah

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

28

organisasi dimana para karyawannya bangga menjadi

bagian darinya sehingga akan tetap bekerja dalam

waktu yang lama.

c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial, stabilitas

sistem sosial mencerminkan taraf di mana lingkungan

kerja dirasakan positif dan mendukung, dan konflik

serta perubahan diatur dengan efektif.

d. Membentuk perilaku dengan membantu manajer

merasakan keberadaannya. Fungsi budaya ini

membantu karyawan memahami mengapa organisasi

melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan

bagaimana organisasi bermaksud mencapai tujuan

jangka panjangnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan

bahwa budaya organisasi berfungsi sebagai pembeda atau

menciptakan perbedaan antara organisasi yang satu

dengan yang lainnya, dengan kata lain budaya organisasi

berarti memberikan identitas bagi anggota organisasi.

4. Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan

Pemberdayaan Karyawan

Pemberdayaan merupakan suatu proses dimana

individu mempunyai kekuasaan untuk berpartisipasi

secara langsung untuk mengendalikan dan memengaruhi

suatu kejadian yang memiliki efek langsung terhadap

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

29

kehidupannya, dalam hal ini terdapat dimensi – dimensi

yang dapat memengaruhi jalannya pemberdayaan.

Dimensi tersebut mencakup pemaknaan, kompetensi,

determinasi diri, dan yang terakhir adalah dampak

(Spreitzer,1995). Lebih lanjut Carlzon (dalam Mildawani,

1999), menggambarkan pemberdayaan sebagai sebuah

proses untuk membebaskan seseorang dari struktur atau

lingkungan yang kaku. Carlzon mengatakan bahwa proses

pemberdayaan mementingkan adanya kebebasan bagi

seseorang untuk mengambil sebuah keputusan secara

bertanggungjawab. Menurut Noe (1994), pemberdayaan

adalah merupakan pemberian tanggung jawab dan

wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan

menyangkut semua pengembangan produk dan

pengambilan keputusan. Secara terpisah Gaspersz (1997)

mengatakan bahwa memberdayakan karyawan berarti

memungkinkan karyawan untuk mencapai kemampuan

prestasi tertinggi. Proses pemberdayaan karyawan

dilakukan melalui pemberian kewenangan kepada

karyawan untuk membuat lebih banyak keputusan yang

berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Laschinger (dalam Arishanti, 2009) mengatakan

bahwa budaya organisasi membantu perkembangan

pemberdayaan karyawan dan rasa percaya pada pihak

manajemen. Secara terpisah Siegall (dalam Lashley,

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

30

2001), mengatakan bahwa budaya organisasi yang sejalan

dengan norma-norma yang ada pada anggota organisasi

akan menimbulkan dampak positif terhadap

pemberdayaan.

Budaya organisasi pada umumnya merupakan

pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan

yang mengikat para karyawan karena dapat

diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan

dan ketentuan organisasi. Budaya organisasi yang baku

dapat menjadi acuan bagi ketentuan dan aturan yang

berlaku. Pemimpin dan karyawan secara tidak langsung

akan terikat, sehingga membentuk sikap dan perilaku

yang sesuai visi, misi, dan strategi organisasi (Moeljono,

2005). Budaya organisasi yang kuat dan adaptif akan

menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif dalam

suatu organisasi. Budaya organisasi yang tidak adaptif

akan memberi akibat buruk terhadap perkembangan dan

kinerja organisasi tersebut baik dalam jangka pendek

maupun panjang (Akbar, 2002).

Ketika budaya organisasi melekat kuat, maka

anggota organisasi akan merasa bahwa mereka adalah

bagian dari organisasi. Karyawan merasa menjadi bagian

dari organisasi maka mereka akan berusaha melakukan

pekerjaan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.

Organisasi yang mendukung dan memberi orang-orang di

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

31

dalam organisasi untuk mengemban tanggung jawab

adalah organisasi yang tepat bagi pemberdayaan

(Kernaghan, 2003). Karyawan akan memiliki

keberdayaan, apabila karyawan merasa pekerjaan mereka

merupakan milik mereka, mereka bertanggung jawab,

mereka mengetahui dimana posisi mereka, dan mereka

memiliki pengendalian atas pekerjaan mereka (Gazperz,

1997).

Hasil penelitian Hersanti (2008), ditemukan

adanya hubungan yang signifikan antara budaya

organisasi dengan pemberdayaan pegawai negeri sipil.

Budaya organisasi yang kuat akan memungkinkan

pegawai untuk lebih memiliki rasa berdaya, sehingga

lebih mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam

menjalankan pekerjaan.

Budaya organisasi dapat memberitahu karyawan

tentang bagaimana segala sesuatu dilakukan dan hal apa

yang penting. Robbins (2001), memaparkan bahwa

budaya dapat meningkatkan komitmen, konsistensi, dan

perilaku karyawan yang bermanfaat bagi organisasi. Kuat

ataupun lemahnya budaya organisasi tergantung pada

variabel-variabel seperti keterpaduan, konsensus nilai, dan

komitmen individual terhadap tujuan bersama (Kreitner

dan Kinicki, 2003). Budaya yang kuat memerlihatkan

kesepakatan serta kesatuan yang tinggi antara individu

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

32

mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi tersebut

sehingga berdampak pada perilaku anggota organisasi.

Apabila budaya organsasi melekat kuat pada masing-

masing anggota orgaisasi maka mereka akan merasa

sebagai bagian dari organisasi. Perasaan sebagai bagian

dari organisasi akan memperkuat komitmen terhadap misi

organisasi (Yuwono, 2005). Hal tersebut dapat

mendorong karyawan untuk berpartisipasi aktif dan akan

berusaha sebaik-baiknya serta melakukan pekerjaan

dengan penuh tanggung jawab. Menurut (Clutterbuck dan

Kernaghan, 2003), organisasi yang mendukung dan

memberi orang-orang dalam organisasi untuk mengemban

tanggung jawab adalah organisasi yang tepat bagi

pemberdayaan. Pemberdayaan dibangun dari kompetensi

dalam diri karyawan, kompetensi dalam diri karyawan

dapat dimanfaatkan secara optimum jika terdapat

lingkungan kerja yang memadai (Mulyadi, 2001).

Keberhasilan karyawan dalam memahami budaya

organisasi dipengaruhi oleh sosialisasi proses budaya

organisasi. Proses tersebut akan membantu karyawan

untuk memahami budaya organisasi secara menyeluruh

sehingga mampu menyesuaikan dan menginternalisasi

nilai-nilai dan norma yang dimiliki organisasi

(Robbins,2001).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

33

Hubungan antara budaya organisasi dengan

pemberdayaan karyawan diperkuat dengan adanya

keterikatan antara dimensi budaya organisasi dengan

dimensi pemberdayaan. Ketika teamwork dalam

organisasi tercipta dengan baik dimana sebuah tim

memiliki kepercayaan tinggi dan orang-orang didalamnya

diperlakukan secara adil dan konsisten makan akan

muncul kompetensi pada diri karyawan yaitu dimana

karyawan memiliki keyakinan untuk mengatasi pekerjaan

dan tantangan baru dalam perusahaan. Kompetensi yang

didukung dengan adanya keterlibatan karyawan oleh

organisasi yaitu ketika karyawan memiliki hak untuk ikut

serta dalam mengambil keputusan maka akan muncul

perasaan termotivasi untuk menjadi karyawan yang

efisien dan produktif serta mengeluarkan upaya terbaik

mereka, kemudian hal tersebut akan berhubungan dengan

dampak yang menjadikan perubahan pada perilaku

mereka. Keterlibatan karyawan akan meminculkan rasa

kebermaknaan (meaning) pada diri individu dlm

organisasi sehingga mereka merasa memiliki kesempatan

untuk melakukan tugas yang berharga. Perasaan

bermakna ini dapat pula timbul ketika dalam pertemuan

karyawan dapat mengambil bagian dalam diskusi. Arus

informasi pada sebuah organisasi yaitu dimana karyawan

mendapatkan cukup informasi tentang perunahan dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

34

segala yang terjadi di lingkungan kerja mereka akan

memunculkan self determinasi pada karyawan sehingga

karyawan dapat berinisiatif dan memiliki pilihan untuk

melakukan pekerjaan secara bijaksana, determinasi diri

juga dapat tercipta ketika terjadi keterlibatan karyawan

dalam pengambilan keputusan dan saat atasan menjadi

pendengar yang baik serta memberitahukan kritik dan

saran dengan positif.

Pemaparan tersebut sesuai dengan fungsi budaya

yang diungkapkan oleh Robbins (2001) dimana menurut

Robbins sebuah budaya menjalankan fungsi dalam

organisasi, fungsi tersebut meliputi : menetapkan tapal

batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas

antara satu organisasi dengan organisasi lain. Membawa

suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi,

anggota-anggota organisasi akan memiliki pemikiran

bahwa mereka merupakan bagian organisasi.

Memermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang

lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan

rasa tanggung jawab atas kemajuan organisasi.

Meningkatkan kemantapan sistem soasial, budaya dalam

organisasi tersebut merupakan perekat sosial yang

membantu mempersatukan organisasi dengan

memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan 1.repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6753/2/T1_802007102_BAB II.pdf · yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara karyawan

35

harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan.

Mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu

dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat

diasumsikan bahwa budaya organisasi mempunyai

hubungan dengan rasa pemaknaan, kompetensi,

determinasi diri, dan dampak yang ke empat hal tersebut

merupakan dimensi dari pemberdayaan.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis penelitian

ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara budaya organisasi dengan pemberdayaan pegawai.

Hο = Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara

Budaya Organisasi Dengan Pemberdayaan Karyawan

Perusahaan Daerah Air Minum Salatiga