bab ii tinjauan pustaka a. teori agensi 1. pengertian teori...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Agensi
1. Pengertian Teori Agensi (Agency Theory)
Menurut Jensen dan Mackling (1976) dalam Masdupi (2005)
mendefinisikan teori agensi (agency theory) sebagai hubungan antar agen
(manajemen suatu usaha) dan prinsipal (pemilik usaha). Teori agensi
diasumsikan kepada tiap-tiap individu sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara prinsipal dan agen (Anthory dan Govindrajan, 2005).
Prinsipal adalah pihak yang melakukan evaluasi terhadap informasi
sedangkan agen adalah sebagai pihak yang menjalankan kegiatan manajemen
dan mengambil keputusan (Jansen dan Mecling, 1976 dalam Agusta L, 2017).
Agen berkewajiban unuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan prinsipal kepadanya. Serta memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada prinsipal.
Aplikasi teori agensi dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan
mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masik pihak dengan tetap
memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan
seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang
10
berupa keuntungan, return dan resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan
agen.
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori
ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang
dengan pihak yang menerima wewenang dalam bentuk kerja sama.
Teori keagenan mangasumsikan bahwa semua individu bertindak atas
kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan
hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di
dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan
berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam
hubungan tersebut.
Prinsipal menilai prestasi agen berdasarkan kemampuan memperbesar
laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga
saham dan makin besar deviden maka agen dianggap berhasil dan berkinerja
baik sehingga layak mendapatkan insentif yang tinggi.
Menurut Eisenhard (1989) dalam Mardiyah (2002), teori keagenan
dilandasi oleh tiga buah asumsi yaitu:
a. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki
sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki kebatasan
11
rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk
aversion).
b. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asimetri
informasi antara prinsipal dan agen.
c. Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai
barang komoditi yang bisa diperjual belikan.
2. Asimetri Informasi
Dalam teori keagenan (agency theory) dijelaskan mengenai adanya
asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang
saham) sebagai prinsipal, yaitu suatu kondisi di mana prinsipal tidak memiliki
informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen dan tidak pernah dapat
merasa pasti tentang bagaimana usaha agen memberikan konstribusi pada
hasil aktual perusahaan (Sanjaya dan Wirawati, 2016). Hubungan keagenan
merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah
orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta
memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi
prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk
12
memaksimumkan nilai perusaaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan
cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan
agen yang berbeda saling bertolak belakang namun saling membutuhkan, mau
tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan dengan saling
tarik menarik pengaruh dan kepentingan antara satu sama lain. Apabila agen
(yang berperan sebagai penyedia informasi bagi prinsipal dalam pengambilan
keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat menghambat prinsipal
dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang
tidak transparan, sedang di lain pihak prinsipal selaku pemilik modal
bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak
yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak
terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin
tajam yang akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang pada
akhirnya merugikan semua pihak.
Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagaian dari perusahaan
membuat manager cenderung bertindak untuk kepentingan sendiri dan bukan
untuk memaksimumkan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingan
sendiri, manager bisa bertindak menggunakan akutansi sebagai alat untuk
melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah
13
disebut dengan agency problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya
asimetri informasi.
Menurut Scott (2000) dalam Lisa, O (2012) terdapat dua macam
asimetri informasi yaitu:
a. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer seta orang-orang dalam
lainya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaam dan prospek
perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin
dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
b. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
manager tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya
secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Adanya agency problem menimbulkan biaya keagenan (agency cost),
yang menurut Jensen dan Meckling(1976) dalam Endrianto, W (2010) terdiri
dari:
a. The monitoring expenditures by the principle, yaitu biaya monitoring
dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitori perilaku agen, termasuk juga
usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget
restriction, compensation policies.
14
b. The bonding expeditures by the agent, yaitu biaya dikeluarkan oleh agen
untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu
yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan
diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.
c. The residual loss, yaitu penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun
agen setelah adanya agency relationship.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat
dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen.
Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat
digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena
dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung
manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan
bonding menchanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan
manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.
Menurut Bathala et al, (1994) dalam Masdupi, E (2012) terdapat
beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu:
a. Meningkatkan kepentingan saham oleh manajemen (insider ownership).
b. Meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih (earning after tax).
c. Meningkatkan sumber pendanaan melalui utang.
d. Kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings).
15
Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa
cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan insider ownership. Perusahan meningkatkan bagian
kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang
saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi
termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab
meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
b. Pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang penambahan hutang dalam struktur modal
dapat mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya
keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik.
Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan
konflik keagenan antara shareholders dengan debtholders sehingga
memunculkan biaya keagenan hutang.
c. Institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998)
menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside
shareholders) yaitu institutional investor dan shareholders dispersion
dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini
16
disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat
digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen,
maka kosentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan
dalam perusahaan.
B. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan,
serta merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang disusun
dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan.
Manurut IAI, 2015 laporan keuangan merupakan bagian dari proses
pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi
neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan
dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas atau laporan arus dana),
catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
interal dari laporan keuangan.
Pihak-pihak yang berkepentingan atas perkembangan perusahaan
sangat perlu mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan tersebut. Kondisi
keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan, yang
terdiri dari Neraca, Laporan perhitungan Rugi Laba serta laporan-laporan
keuangan lainnya.
17
Laporan keuangan menurut Munawir (2010:5), merupakan dua daftar
yang disusun Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua
daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar
pendapatan atau daftar laba rugi. Akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan
bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar
surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba yang ditahan). Dalam
laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggung jawaban manajemen
atas penggunakan sumber daya suatu perusahaan. Dalam laporan keuangan
menyajikan informasi tentang suatu perusahaan yang meliputi (IAI, 2015):
a. Aset
b. Liabilitas
c. Ekuitas
d. Penghasilan dan Beban (termasuk keuntungan dan kerugian)
e. Kontribusi dan dari distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai
pemilik
f. Arus kas
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa laporan
keuangan merupakan hasil dari proses pencatatan yang ringkas berupa data
keuangan dan aktivitas dari suatu perusahaan yang memberi gambaran
mengenai kondisi keuangan, hasil kerja, serta kinerja perusahaan pada waktu
saat tertentu atau jangka waktu tertentu (Harahap, 2009).
18
2. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut PSAK No. 1 (IAI, 2015)
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja sarta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-
sumber daya yang dipercaya kepada mereka. Laporan keuangan juga
menampung catatan dan skedul tambahan serta informasi lain. Dengan
banyaknya informasi yang ada didalam laporan keuangan membuat laporan
keuangan sering disebut language of business.
Tujuan laporan keuangan juga disebutkan oleh American Acconting
Association (AAA) “a Statement of Basic Accounting Theory” dalam Yadiati
W (2012) yang menyebutkan bahwa laporan keuangan memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Menggunakan keputusan tentang penggunaaan sumber daya yang terbatas,
termasuk identifikasi bidang keputusan penting, dan menentukan tujuan
dan saran.
b. Mengarahkan dan mengendalikan secara efektif sumber daya manusia dan
sumber daya perusahaan lainnya.
c. Memelihara dan melaporkan penjagaan sumber daya.
d. Memfasilitasi dalam fungsi sosial dan pengendalian.
19
ABP Statement No. 4 dalam Yadiati, W (2012) menjelaskan tentang tujuan
laporan keuangan dengan membagi menjadi tujuan khusus, dan tujuan umum.
a. Tujuan khusus
Tujuan laporan keuangan secara khusus adalah menyajikan secara wajar
posisi keuangan, kinerja dan perubahan di dalam posisi keuangan lainnya
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau GAAP.
b. Tujuan umum
Tujuan laporan keuangan secara umum, yaitu:
1) Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mengenai
kekayaan ekonomi dan liabilitas bisnis perusahaan dangan maksud
untuk:
a) Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan.
b) Menunjukkan pembiayaan dan investasi.
c) Mengevaluasi kemampuan untuk memenuhi komitmen.
d) Menunjukkan kekayaan untuk pertumbuhan.
2) Untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan mngenai
perubahan kekayaan yang dihasilkan dari keuntungan bisnis dan
diarahkan untuk:
a) Menggambarkan deviden yang diharapkan diterima oleh investor.
b) Menggambarkan kemampuan perusahaan untuk membayar
kreditur dan pemasok, peyediaan lapangan pekerjaan bagi
20
karyawan, membayar pajak, dan menghasilkan dana guna ekspansi
usaha.
c) Memberikan informasi kepada manajemen untuk perencanaan dan
pengendalian.
d) Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan jangka panjang.
3) Untuk memberiakan informasi keuangan yang berguna dalam
memperkirakan potensi pendapatan perusahaan.
4) Untuk memberikan informasi yang diperlukan lainnya mengenai
perubahan kekayaan dan liabilitas ekonomi perusahaan.
5) Untuk mengungkapkan informasi relevan lainnya sesuai kebutuhan
para pengguna.
3. Karateristik Kualitatif Laporan Keuangan
Menurut IAI (2015) terdapat empat karateristik kualitatif dalam
laporan keuangan, yaitu:
a. Dapat dipahami
Laporan keuangan harus memiliki informasi yang berkualitas yang mudah
dipahami oleh pemakai laporan keuangan, dimana pemakai laporan
keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang
aktivitas ekonomi dan bisnis.
21
b. Relevan
Suatu laporan keuangan dikatakan relevan apabila informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan tersebut memiliki manfaat, sesuai
dengan tindakan yang akan dilakukan oleh pemakai laporan keuangan.
c. Keandalan
Informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan harus bisa memiliki
keandalan. Karena informasi yang andal bebas dari pengertian yang dapat
menyesatkan pemakai laporan keuangan.
d. Dapat dibandingkan
Laporan keuangan harus bia dibandingkan antar periode untuk dapat
mengidentifikasi trend posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus
dapat membendingkan laporan keuangan antar perusahan untuk
mengevaluasi posisi keuangan , kinerja serta perubahan posisi keuangan
secara relatif.
4. Pengguna Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan
dibutuhkan masyarakat, karena laporan keuangan dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan penggunanya dalam dunia bisnis yang dapat
menghasilkan keuntungan. Manurut IAI (2015) pengguna laporan keuangan
meliputi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha
lainnya, pemerintah serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Para
22
pengguna laporan keuangan menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan informasi yang berbeda. Kebutuhan tersebut meliputi:
a. Investor
Investor membutuhkan informasi dalam laporan keuangan untuk
membantu menemtukan apakah harus membeli, menahan atau menjual
investasi. Laporan digunakan juga untuk menilai perusahaan dan
kemampuan perusahaan membayar deviden dimasa mendatang.
b. Karyawan
Karyawan menggunakan informasi dalam laporan keuangan untuk
menilai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Informasi dalam laporan
keuangan juga digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.
c. Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman menggunakan informasi dalam laporan keuangan
untuk mengetahui apakah pinjaman serta bunganya akan dapat dibayar
pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan kreditur usaha lainnya
Pemasok dan kreditur usaha lainnya menggunakan informasi dalam
laporan keuangan untuk mengetahui apakah jumlah yang terhutang akan
dapat dibayar pada saat jatuh tempo
23
5. Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 tentang penyajian laporan keuangan
menyatakan bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-
komponen sebagai berikut:
a. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Laporan posisi keuangan (neraca) merupakan laporan keuangan
yang menunjukkan keadaan keuangan suatu perusahaan pada periode
tertentu meliputi aset, liabilitas dan ekuitas.
b. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi menunjukkan aktivitas transaksi perusahaan yang
berkaitan dengan biaya dan pendapatan untuk suatu periode tertentu.
c. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas merupakan laporan yang berisi jumlah
dan jenis ekuitas yang dimiliki perusahaan pada suatu periode. Laporan ini
dibuat jika terjadi perubahan ekuitas.
d. Laporan Arus Kas
Dalam laporan arus kas dikelompokan dalam tiga aktivitas, yaitu
penerimaan dan pengeluaran yang berasal dari aktivitas operasi, aktivitas
investasi dan aktivitas pembiayaan.
24
e. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan merupaka laporan yang memberikan
informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan penjelasan
tertentu.
C. Ketetapan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan
Tepat waktu didefinisi sebagai suatu pemanfaatan informasi oleh pengambil
keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas atau kemampuan
untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu suatu informasi dikatakan tidak
relevan jika tidak disampaikan tepat waktu. Informasi terus tersedia untuk
pengambilan keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kesempatan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan (Chariri dan Ghozali, 2001).
Ketetapan waktu mengimpklikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya
disajikan pada suatu interval waktu untuk menjelaskan perubahan dalam
perusahaan yang akan mempengaruhi pemakaian informasi dan membuat prediksi
dan keputusan. Selanjutnya ketetapan waktu menunjukan rentang waktu antara
penyajian informasi yang diinginkan serta frekuensi pelaporan informasi.
Informasi tepat waktu akan mempengaruhi kemampuan manajemen dalam
merespon setiap kejadian dan permasalahan. Apabila informasi itu tidak
disampaikan dengan tepat waktu akan menyebabkan informasi tersebut
kehilangan nilai didalam mempengaruhi kualitas keputusan.Informasi yang tepat
waktu juga akan mendukung manajer menghadapi ketidakpastian yang terjadi
dalam lingkungan kerja mereka (Ukago, Ghozali, dan Sugiyono, 2005).
25
Menurut Rachmawati (2008) tepat waktu diartikan bahwa informasi harus
disampaikan sendini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk
membantu dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk
menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.
Pentingnya ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan juga diatur dalam
UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan selanjutnya diatur dalam
Keputusan Ketua Bapepam NO.80/PM/1996. Dalam peraturan ini disebutkan
bahwa emiten dan perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan
tahunan yang telah diaudit oleh akuntan indenpenden, selambat-lambatnya pada
akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keunangan perusahaan.
Namun kemudian Bapepam memperketat peraturan dengan dikeluarkannya
Keputusan Ketua Badan Pengawa Pasar Modal Nomor 36/Pm/2003 tentang
kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Dalam lampirannya, yaitu
peraturan Bapepam Nomor X.K.2 disebut bahwa laporan keuangan tahunan harus
disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan
kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah
tanggal laporan keuangan.
Menurut Chambers dan Penman (984:21) dalam Kadarsih Mareta L (2014)
mendefinisikan ketepatan waktu dalan dua cara, yaitu:
26
a. Ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu penyampaian
dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal penyampaian laporan
keuangan.
b. Ketepatan waktu didefinisikan dengan ketepatan waktu penyampaian
relatif dengan ketepatan waktu penyampaian yang diharapkan.
Menurut Dyer dan McHugh (1975) dalam Astuti (2007) menggunakan tiga
kriteria keterlambatan:
a. Preliminary lag, yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan
keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa.
b. Auditor’s report lag, yaitu interval jumlah hari antara laporan keuangan
sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.
c. Total lag, yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.
D. Good Corporate Governance (GCG)
1. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal,
komisaris/dewan pengawas, dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha
dan akuntabilitas perusahaan guna tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
27
lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi:
2011:1).
Good Corporate Governance (GCG) menurut Turnbull Report (1999) dalam
Agusta L (2017) adalah sebagai berikut:
“Corportae Governance is a compony’s system of internal control has as its
principal aim the management of risks that are significant to the fullfilment of its
business objectives, with a view to safeguarding the company’s assets and
enhancing over time the value of the shareholders investment”.
Good Corporate Governance (GCG) mensyaratkan adanya struktur perangkat
untuk mencapai tujuan yang dan pengawasan atas kinerja. Good Corporate
Governance (GCG) dapat memberikan tujuan yang merupakan kepentingan
perusahaan dan pemegang saham yang harus memfasilitasi pengawasan sehingga
efektif mendorong sumber daya perusahaan yang lebih efisien (Hardiningsih,
2010). Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia
disebabkan oleh sangat lemahnya Good Corporate Governance (GCG) yang
diterapkan dalam perusahaan. Kini baik pemerintah maupun investor mulai
memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktik Good Corporate
Governance (CGC) (Anggiani, 2011).
2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Sutedi (2011) menyatakan lima prinsip Good Corporate Governance
(GCG), yaitu:
28
a. Transparansi (Transparancy)
Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materil dan relevan mengenai perusahaan.
Menurut Iman dan Amin (2002:16) kerangka kerja Good Corporate
Governance (GCG) harus memastikan pengungkapan yang tepat waktu
dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan
perusahaan mencangkup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata
kelola perusahaan. Para investor juga harus dapat mengakses informasi
penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. Hal-hal yang
harus dilaksanakan dalam prinsip transparansi, yaitu:
1) Pengungkapan mencangkup, akan tetapi tidak terbatas pada informasi
yang meterial:
a) Hasil keuangan dan operasi
b) Tujuan perusahaan
c) Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberi suara
d) Anggota dewan komisaris, eksekutif kunci dan remunisasi
mereka
e) Faktor-faktor resiko material yang dapat diperkirakan
f) Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholder
yang lain
29
2) Informasi harus disiapkan diaudit dan diungkapkan sesuai dengan
standar akuntansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan
audit yang bermutu tinggi.
3) Audit harus dilakukan oleh auditor independen agar memberikan
keyakinan pada pihak eksternal dan objektifitas atas cara laporan
keuangan disusun dan disajikan.
4) Seluruh penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar,
tepat waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan kepada
pemakai.
b. Kemandirian (Independecy)
Kemandirian yaitu suatu keadaan dimana perisahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku danprinsip-prinsip korporasi yang sehat (Imam dan Amin,
2002).
Menurut Zarkasyi (2008) untuk melancarkan pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG) perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak bisa diintervensi oleh pihak lain. Prinsip ini
memastikan bahwa setiap masing-masing organ perusahaan melaksanakan
fungsi dan tugasnya sesuai anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan, tidak saling mendominasi dan melempar tanggung jawab antara
30
satu dengan yang lain, sehingga terwujud sistem pengendalian internal
yang efektif dan perusahaan dapat terhindar dari berbagai masalah dengan
begitu perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan dinamis.
c. Akuntabilitas (Accountability)
Menurut Sutedi (2011) akuntabilitas adalah pengelolaan
perusahaan didasarkan berbagai kekuasaan diantara manajer perusahaan,
yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan
pemegang saham yang diwakili dewan direksi.
Manurut Imam dan Amin (2002) akuntabilitas merupakan
penciptaan sitem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan
berbagai kekuasaan.
d. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban merupakan kesesuaian didalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
sesuai prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Kewajaran (Fairness)
Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan
yang berlaku (Daniri, 2005). Prinsip kewajaran harus menjamin adanya
perlakuan yang setara (adil) terhadap semua pihak yang terkait, terutama
pemegang saham minoritas maupun asing.
31
Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya marupakan suatu sistem
(input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama hubungan antar
pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi (Agusta L, 2017).
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang dikembangkan oleh
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) meliputi
lima hal, antara lain sebagai berikut:
a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the right of
shareholder), diantaranya yaitu memperoleh informasi yang relevan
tentang perusahaan secara berkala dan teratur.
b. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (the equitable
treatment of shareholder).
c. Peranan pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan (the role
of stakeholder).
d. Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency).
e. Akuntabilitas dewan komisaris/direksi (the responsibilities of the board).
3. Tujuan Good Corporate Governance (GCG)
Tujuan Good Corporate Governance (GCG) adalah meningkatkan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Secara teoritis
praktik Good Corporate Governance (GCG) dapat meningkatkan nilai
32
perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi
resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan
yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Good Corporate
Governance (GCG) dapat meningkatkan kepercayaan investor (Emrinaldi,
2007).
Menurut Siwanto Sutojo (2008) tujuan Good Corporate Governance
(GCG) adalah sebagai berikut:
a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham
b. Melindungi hak dan kepentingan non-pemegang saham
c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus dan
manajemen perusahaan
e. Meningkatkan mutu hubungan dewan pengurus dengan manajemen senior
perusahan
Tujuan lain penerapanGood Corporate Governance (GCG) adalah untuk
meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang
praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan
organisasi. Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan
mengapa penerapan GCG itu bermanfaaat, yaitu:
33
a. Berdasarkan survey yang dikeluarkan oleh McKinsey & Company
menunjukan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan
terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
b. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara
terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan
lemahnya tata kelola perusahaan.
c. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar
modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
d. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini
dapat menjadi dasar bagi berkembangnya system nilai baru yang lebih
sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
e. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Effendy (2016), Good Corporate Governance (GCG) terdiri dari
beberapa fungsi yang dimaksudkan agar tujuan Good Corporate Governance
(GCG) tercapai. Fungsi-fungsi pokok tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Oversight (perhatian secara bertanggung jawab), fungsi ini dimaksudkan
agar penerapan Good Corporate Governance (GCG) selalu memperoleh
perhatian umum, dan jika terjadi kagagalan maka harus ada pertanggung
jawaban yang jelas.
34
b. Enforcement (penegakan), fungsi ini dimaksudkan agar penerapan Good
Corporate Governance (GCG) ditegakkan berdasarkan prinsip-prinsip.
c. Advisory (pemberi saran), fungsi ini dimaksudkan agar penerapan Good
Corporate Governance (GCG) dilakukan berdasarkan pertimbangan yang
hati-hati, terutama melalui keterlibatan pihak ekternal yang independen.
d. Assurance (penjaminan), fungsi ini dimaksudkan agar penerapan Good
Corporate Governance (GCG) dievaluasi dan diuji berdasarkan kriteria-
kriteria yang telah ditetapkan.
e. Mentoring (pemantauan), fungsi ini dimaksudkan agar penetapan Good
Corporate Governance (GCG) dipantau oleh pihak-pihak terkait yang
secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam operasi perusahaan.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam laporan ini yang menjadi
patokan keberhasilan Good Corporate Governance (GCG) adalah Komisaris
Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Komite Audit
dan Kualitas Audit.
a. Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris dari luar
perusahaan dan tidak terafiliasi dengan manajemen, dewan direksi lainnya
atau pemegang saham yang dapat mempengaruhi indenpendensinya
(Juniarti dan Agnes, 2009). Komisaris independen merupakan pihak yang
tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan
dewan komisaris lebih baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun
35
kekeluargaan. Salah satu fungsi utama dari komisaris independen adalah
untuk menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap
kinerja manajemen perusahaan.
Dalam menentukan komisaris independen, beberapa negara memiliki
kriteria rinci tentang independensi. Di Indonesia, komisaris independen
sebagai anggota dewan komisaris yang berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik, harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria komisaris
independen diatur dalam keputusan Ketua Bapepam No. Kep -
29/PM/2004, peraturan nomor IX.I.5 meliputi:
1) Barasal dari luar emiten atau perusahaan publik.
2) Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
emiten atau perusahaan publik.
3) Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan
publik, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau
perusahaan publik.
4) Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau
perusahaan publik tersebut.
Dengang adanya komisaris independen yang menjalankan fungsinya di
perusahaan maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan dapat melakukan
palaporan keuangannya secara tepat waktu, karena komisaris independen
36
berfungsi sebagai badan pengawasan dan juga melindungi hak-hak para
stakeholder diluar manajemen perusahaan yang mengelola perusahaan itu
sendiri.
b. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai presentase saham yang
dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan perusahaan yang meliputi komisaris dan direksi (Midiastuty &
Machfoedz, 2003 dalam Arief & Bambang, 2007). Gunarsih & Bambang
(2008) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan merupakan
mekanisme yang dapat digunakan agar pengelola melakukan aktivitas
sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam kadir (2011), kepemilikan
saham oleh manajer akan mendorong mereka meningkatkan usaha-usaha
untuk menghasilkan profit yang maksimal. Usaha ini dapat dilakukan
dengan memperbaiki dan meningkatkan kinerja serta memperbaiki sistem
pengendalian intern yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Perusahaan yang baik tidak memiliki alasan untuk menyembunyikan atau
menunda penyampaian berita baik tersebut karena dalam praktiknya
perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja baik mengungkapkan
laporan keuangannya lebih segera untuk meningkatkan kesan yang positif
bagi perusahaannya.
37
Meningkatkan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara
untuk mengatasi masalah keagenan. Teori keagenan menjelaskan
hubungan antara agen (agen yang mengatur manajemen perusahaan) dan
prinsipal (pemilik usaha).
c. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan saham institusi yang diperoleh
dari penjumlahan presentase saham perusahaan yang dimiliki oleh
perusahaan lain baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri
serta saham pemerintah di dalam maupun luar negeri (Wijayanti, 2011).
Investor institusional memiliki potensi untuk mempengaruhi kegiatan
manajemen secara langsung melalui kepemilikan saham mereka di
perusahaan tersebut. Pihak institusi dapat menuntut penyelesaian laporan
audit dengan segera karena keterlambatan penyampaian laporan keuangan
akan berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan (Ardanty dan Sofie, 2016).
d. Komite Audit
Komite audit berperan penting dalam proses pelaporan keuangan,
sebagai sebuah financial mentoring dan berperan penting dalam proses
laporan keuangan (Abbott, Peters & Raghunanda, 2003 dalam Azibi,
Tondeur & Rajhi, 2008).
Menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) komite audit
merupakaan suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen
38
yang dibentuk oleh dewan komisaris, dengan demikian tugasnya adalah
membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris dalam menjalankan
pengawasan atas proses pelaporan keuangan, manajemen resiko,
pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di
perusahaan-perusahaan.
Komite audit juga bertugas untuk menelaah kebijakan akuntansi yang
diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah
sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan. Didalam
melaksanakan tugasnya, komite audit menyediakan komunikasi formal
antara dewan, manajemen, auditor eksternal dan auditor internal. Adanya
komunikasi formal tersebut akan menjamin proses audit internal dan
eksternal dilakukan dengan baik. Proses audit yang baik akan
meningkatkan kapercayaan terhadap laporan kauangan (Hardiningsih,
2010).
Seperti yang diatur dalam Kep-29/PM/2004, peraturan No. IX.1.5
mengenai pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit,
tugas dan tanggung jawan komite antara lain sebagai berikut :
1) Malakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan
dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan
informasi keuangan lainnya.
39
2) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal.
4) Melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi
perusahaan dan pelaksanaan manajemen resiko oleh direksi.
5) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
aduan yang berkaitan dengan emiten.
6) Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
e. Kualitas Audit
Kualitas audit didefinisikan sebagai gabungan probabiliras
pendeteksian dan pelaporan kesalahan keuangan yang material (De
Angelo, 1988 dalam Naim, 1999).
Menurut Hilmi (2008) dalam menyampaikan suatu laporan atau
informasi yang akurat dan terpercaya kepada public, perusahaan diminta
menggunakan jasa KAP. Beberapa alas an perusahaan menggunakan jasa
KAP The Big Four, antara lain :
1) Para pemegang saham menginginkan The Big Four.
2) Perusahaan ingin mendapatkan kepercayaan dari para investornya
atau dukungan dari pasar modal.
40
3) The Big Four Firm mempunyai sumber daya keuangan yang kuat
untuk mempertahankan pekerjaan mereka.
E. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
NAMA
TAHUN
JUDUL
VARIABEL METODE
ANALISIS
HASIL
PENELITIAN
Savitri R/
2010
Pengaruh Corporate
Governance
TerhadapKetepatan
Waktu Pelaporan
Keuangan: Studi
Pada Perusahaan
Manufaktur di BEI
Independen:
- Komisaris
Independen
- Kepemilikan
Manajerial
- Kepemilikan
Institusional
- Komite Audit
- Kualitas Audit
Dependen:
Ketepatan Waktu
Pelaporan Keuangan
Kontrol:
- Ukuran
Analisis regresi
sederhana
- Komisaris
independen,
Kepemilikan
manajerial,
Komite audit,
Kualitas audit
berpengaruh
terhadap
ketepatan waktu
pelaporan
keuangan.
- Kepemilikan
institusional tidak
berpengaruh
terhadap
41
perusahaan
- Profitability
- Ratio laverage
ketepatan waktu
pelaporan
keuangan.
Anggiani/
2011
Pengaruh
Karateristik Komite
Audit dan
Mekanisme
Corporate
Governance
Terhadap Ketepatan
Waktu Pelaporan
Keuangan
Independen:
- Ukuran Komite
Audit
- Frekuensi
Pertemuan Rutin
Komite Audit
- Komisaris
Independen
- Kepemilikan
Institusional
Dependen:
Ketepatan Waktu
Pelaporan Keuangan
Analisis regresi
Logistic
Semua variabel
independen tidak
berpengaruh
terhadap ketepatan
waktu pelaporan
keuangan
Wijayanti/
2011
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Independen:
- Komisaris
Independen
Analisis regresi
berganda
- Komisaris
independen,
kepemilikan
42
Governance
Terhadap Ketepatan
Waktu Pelaporan
Keuangan
- Kepemilikan
Manajerial
- Kepemilikan
Institusional
- Komite Audit
- Kualitas Audit
Dependen:
Ketepatan Waktu
Pelaporan Keuangan
institusional,
kualitas audit
berpengaruh
terhadap ketepatan
waktupelaporan
keuangan.
- Kepemilikan
manajerial dan
komite audit tidak
berpengaruh
terhadap ketepatan
waktu pelaporan
keuangan
Ardanty
RD, Sofie/
2016
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance
Terhadap Ketepatan
Waktu Pelaporan
Keuangan Pada
Perusahaan
Independen:
- Komisaris
Independen
- Kepemilikan
Manajerial
- Kepemilikan
Institusional
- Komite Audit
Analisis logistik
(Binary Logistic
Regresion)
- Komisaris
independen,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
komite audit tidak
berpengaruh
43
Manufaktur Yang
Terdaftar di BEI
- Kualitas Audit
Dependen:
Ketepatan
Waktu
Pelaporan
Keuangan
terhadap
ketepatan waktu
pelaporan
keuangan.
- Kualitas audit
berpengaruh
signifikan
terhadap
ketepatan waktu
pelaporan
keuangan.
Agusta
Lenny/
2017
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
Governance
Terhadap Ketepatan
Waktu Pelaporan
Keuangan
Independen:
- Komisaris
Independen
- Kepemilikan
Manajerial
- Kepemilikan
Institusional
- Komite Audit
- Kualitas Audit
Analisis regresi
linier berganda
- Komisaris
independen,
kepemilikan
manajerial, komite
audit, dan kualitas
audit berpengaruh
terhadap ketepatan
waktu pelaporan
keuangan.
- Kepemilikan
44
Dependen:
Ketepatan Waktu
Pelaporan Keuangan
Kontrol:
- Ukuran
perusahaan
- Profitability
- Laverage
institusional tidak
berpengaruh
terhadap ketepatan
waktu pelaoran
keuangan.
F. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Komisaris Independen
(X1)
Kepemilikan Institusional
(X3)
Komite Audit
(X4)
Variabel Dependen
Ketepatan Waktu
Penyampaian Laporan
Keuangan
(Y)
Kualitas Audit
(X5)
Kepemilikan Manajerial
(X2)
45
G. Pengembangan Hipotesis
1. Komisaris Independen dan Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan
Komisaris independen merupakan fungsi terbaik untuk melakukan fungsi
mentoring agar tercipta perusahaan yang Good Cororate Governance(GCG)
(Hardiningsih, 2010). Keberadaan komisaris independen harus benar-benar
independen dan dapat menolak intervensi dan pemegang saham utama
(Weisbach, 1988 dalam Savitri, R. 2010).
Komisaris independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih
baik daripada manajeman, sehingga mengurangi resiko kecurangan dalam
penyampaian laporan manajeman yang dilakukan manajeman (Chtourou, at
all. 2001 dalam Savitri, R. 2010). Komisaris independen juga dapat bertindak
sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer
internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat
kepada manajemen (Fama & Jensen, 1983 dalam Arief & Bambang 2007).
Komisaris independen memainkan peranan yang aktif dalam peninjauan
kebijakan dan praktik penyampaian laporan keuangan sehingga dapat
mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada suatu
perusahaan.
H1: Komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap ketepatan
waktu penyampaian laporan keuangan.
46
2. Kepemilikan Manajerial Terhadap Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan
Keuangan
Menurut Jensen & Meckling (1976) dalam Kadir, A (2011), kepemilikan
saham yang dimiliki manajer akan mendorong mereka meningkatkan usaha-
usaha untuk menghasilkan profit yang maksimal. Usaha-usaha tersebut dapat
dilakukan dengan memperbaiki dan meningkatkan kinerja serta memperbaiki
sistem pengendalian intern yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Perusahaan dengan kinerja yang baik cenderung tidak akan melakukan
penundaan terhadap penyampaian laporan keuangan untuk meningkatkan
kesan positif bagi perusahaannya.
Kepemilikan manajerial sangat penting kerena terkait dengan
pengendalian operasional perusahaan. Dengan kepemilikan manajerial yang
baik tetu akan mendorong perusahaan menyampaikan laporan keuangan
mereka dengan tepat waktu.
H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap ketepatan waktu
penyampaian laporan keuangan.
3. Kepemilikan Institusional Perpengaruh Terhadap Kepetatan Waktu
Penyampaian Laporan Keuangan
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh
pihak intitusi (Kadir, 2011). Investor institusional memiliki potensi untuk
47
mempengaruhi kegiatan manajemen secara langsung melalui kepemilikan
saham mereka di perusahaan.
Menurut Cornet, etal. (2006) dalam Arief & Bambang (2007) tindakan
pengawasan perusahaan oleh investor insitusional dapat mendorong manajer
untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga
akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri.
Dengan adanya pengawasan tersebut mendorong manajemen untuk
menyampaikan laporan keuangan yang berkualitas.
Kepemilikan institusionaltidak terlalu terlibat dalam urusan bisnis
perusahaan sehari-hari, sehingga menuntut transparansi dan ketepatan waktu
penyampaian laporan keuangan, karena keterlambatan penyampaian laporan
keuangan akan berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil.
H3: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap ketepatan waktu
pelaporan keuangan.
4. Komite Audit Berpengaruh Terhadap Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan
Keuangan
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
yang bertugas melakukan pengawasan independen atasa proses laporan
keuangan dan audit eksternal (Savitri, 2010). Peran komite audit adalah
memonitor laporan keuangan dan memastikan standar dan kebijakan
terpenuhi.
48
Komite audit diperusahaan dapat mempengaruhi ketepatan waktu
penyampaian laporan keuangan. Semakin besar jumlah komite audit dalam
perusahaan, maka akan semakin meningkat pula usaha komite audit dalam
mengawasi proses penyampaian laporan keuangan, proses audit internal dan
proses audit eksternal, sehingga perusahaan akan semakin tepat waktu dalam
menyampaikan laporan keuangan (Amelia, 2017).
H4: Komite audit berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian
laporan keuangan.
5. Kualitas Audit Berpengaruh Terhadap Ketepatan Waktu Penyampaian
Laporan Keuangan
KAP besar mampu mengerjakan pekerjaan auditnya secara lebih efisien
dan efektif (Putri & Suryono, 2015). KAP yeng besar memiliki jumlah
karyawan dalam jumlah yang besar, dapat mengaudit lebih efisien dan efektif,
memiliki jadwal yang fleksibel sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan
audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih kuat untuk meyelesaikan
auditnya lebih cepat guna menjaga reputasinya (Amelia. 2017).
KAP besar yang dimaksud dalam laporan ini adalah KAP Big Four.
menurut Lev (1988) dalam Rachmawati (2008) menyatakan KAP Big Four
secara signifikan berhubungan negatif dengan ketepatan waktu. Dalam hal ini
perusahaan mempunyai sedikit waktu untuk mengaudit karena mereka
mempunyai tenaga staff audit profesional serta perusahaan audit yang
berafiliasi internasional lebih efisien karena menggunakan teknologi audit
49
yang canggih. Maka perusahaan yang memakai jasa KAP besar (KAP Big
Four) cenderung memiliki interval yang lebih pendek dalam menyampaikan
laporan keuangannya.
H5: Kualitas audit berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian
laporan keuangan.