bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang...

48
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata memberikan pengertian perjanjian yakni “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Pengertian perjanjian menurut Subekti yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa, di mana seorang berjanji kepada seseorang lain, atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 13 Selanjutnya pengertian perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah “Hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dua pihak sepakat untuk menentukan peraturan atau kaedah atau hak-hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati atau dijalankan”. 14 Dari kedua definisi di atas yang menekankan perjanjian yang melahirkan adanya kewajiban bertimbal balik, Munir Fuady memberikan definisi lebih luas bahwa kontrak adalah “Suatu kesepakatan yang diperjanjikan diantara dua orang 13 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Cetakan XVI, Jakarta, Hal. 1 14 Sudikno Mertokusumo dalam Eko Puspita Ningrum, 2005, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia Kendaraaan Bermotor Roda Empat (Studi Kasus Di Astra Credit Companies (Acc) Cabang Semarang) , Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, , Hal 24

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian.

1. Pengertian Perjanjian

Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata. Pasal

1313 KUHPerdata memberikan pengertian perjanjian yakni “Suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih”.

Pengertian perjanjian menurut Subekti yaitu “Suatu perjanjian adalah

suatu peristiwa, di mana seorang berjanji kepada seseorang lain, atau di mana

dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.13 Selanjutnya

pengertian perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah “Hubungan hukum

antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dua pihak

sepakat untuk menentukan peraturan atau kaedah atau hak-hak dan kewajiban

yang mengikat mereka untuk ditaati atau dijalankan”.14

Dari kedua definisi di atas yang menekankan perjanjian yang melahirkan

adanya kewajiban bertimbal balik, Munir Fuady memberikan definisi lebih luas

bahwa kontrak adalah “Suatu kesepakatan yang diperjanjikan diantara dua orang

13 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Cetakan XVI, Jakarta, Hal. 1

14 Sudikno Mertokusumo dalam Eko Puspita Ningrum, 2005, Tinjauan Yuridis Penyelesaian

Kredit Bermasalah Pada Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia Kendaraaan Bermotor

Roda Empat (Studi Kasus Di Astra Credit Companies (Acc) Cabang Semarang), Program Pasca

Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, , Hal 24

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

18

atau lebih yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan

hubungan hukum”.15

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan bahwa untuk syarat sahnya

perjanjian diperlukan empat syarat yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal;

Mariam Darus Badrulzaman menggambarkan pengertian sepakat

“sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (Overeenstemende

Wilsverklaring) antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan

dinamakan tawaran (Offerte). Dan pernyataan pihak yang menerima penawaran

dinamakan akseptasi (Acceptatie)”.16

Kemudian di dalam bukunya Komariah Hukum Perdata untuk syarat

sahnya perjanjian yang diatur di Pasal 1320 KUHPerdata diperlukan 4 syarat

yaitu:17

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya menyatakan bahwa

pengertian sepakat dapat dimaknai sebagai berikut “Dengan sepakat

dimaksudkan bahwa pihak pihak yang mengadakan perjanjian itu

harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal -hal yang

pokok dari perjanjian yang diadakan itu”.

15 Munir Fuady dalam Eko Puspita Ningrum, 2005, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit

Bermasalah Pada Perjanjian Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia Kendaraaan Bermotor Roda

Empat(Studi Kasus Di Astra Credit Companies (Acc) Cabang Semarang ), Program Pasca Sarjana

Universitas Diponegoro Semarang, Tesis,Hal 24

16

Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, Hal 24

17

Op.Cit, Hal 174-175

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

19

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Dalam pasal 1330 KUH

Perdata disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat

suatu perjanjian, yaitu

1) Orang yang belum dewasa.

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

3) Orang perempuan yang telah kawin (dengan adanya Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974, ketentuan ini tidak berlaku lagi).

Menurut pasal 1330 KUHPerdata belum dewasa adalah mereka

yang belum mencapai umur 21 tahun, dan tidak lebih dahulu telah

kawin.

c. Suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu artinya barang yang menjadi

obyek perjanjian paling sedikit harus dapat ditentukan jenisnya,

sedangkan jumlahnya tidak menjadi soal asalkan dapat ditentukan

kemudian.

d. Suatu sebab yang halal. Sebab atau kausa ini yang dimaksudkan

undang-undang adalah isi perjanjian itu sendiri. Jadi sebab atau kausa

tidak berarti sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat

perjanjian yang dimaksud.

Kemudian Menurut Abdulkadir Muhammad menjabarkan suatu sebab

yang halal tersebut adalah18

“akibat hukum perjanjian yang berisi tidak halal adalah batal (nietig,

void). Tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka

hakim, karena sejak semula dianggap tidak ada perjanjian. Apabila

perjanjian yang dibuat itu tanpa causa (sebab) maka ia dianggap tidak

pernah ada (Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)”.

Dalam rumusan pasal di atas disebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian

diperlukan empat syarat. Kedua syarat pertama dinamakan syarat subyektif,

karena kedua syarat tersebut menyangkut subyek perjanjian, sedangkan kedua

syarat terakhir disebut syarat obyektif, karena menyangkut obyek dari

perjanjian.

18 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan ke III, Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, Hal. 227.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

20

3. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan

belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai

Perundang-Undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan

keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-

asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat

yang sentral dalam hukum positif.

Asas kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas mengadakan suatu

perjanjian apa saja baik perjanjian itu sudah diatur dalam Undang-Undang

ataupun belum diatur dalam Undang-Undang. Karena hukum perjanjian

mengikuti asas kebebasan berkontrak, oleh karena itu disebut juga menganut

sistem terbuka. Hal ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata yang berbunyi “semua persetujuan yang dibuat secara

sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”.

Sedangkan menurut Sultan Remi Sjahdeni19

“asas kebebasan berkontrak dalam perkembangannya ternyata dapat

mendatangkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai

tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, bila

para pihak memiliki bergaining power yang seimbang dalam

kenyataanya tersebut sering tidak terjadi demikian sehingga negara

menganggap perlu untuk campur tangan melindungi pihak yang lemah”.

4. Jenis-jenis Perjanjian

Perjanjian terdiri dari 2 macam, yaitu perjanjian obligatoir dan perjanjian

non obligatoir. Komariah menjelaskan di dalam buku hukum perdata perjanjian

19 Sutan Remi Sjahdeini, 1995, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang

Dalam Perjanjian Kredit Bank, Jakarta, Hal. 17

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

21

obligatoir yaitu ”suatu perjanjian dimana mengharuskan/mewajibkan seseorang

membayar atau menyerahkan sesuatu. Perjanjian obligatoir ada beberapa macam

yaitu”:20

a. Perjanjian sepihak ialah perjanjian yang hanya ada kewajiban hanya

pada satu pihak, dan hanya ada hak pada pihak lain.

Contoh: perjanjian hibah, perjanjian, pinjam pakai.

b. Perjanjian timbal balik ialah perjanjian dimana hak dan kewajiban ada

kepada kedua belah pihak. jadi pihak yang berkewajiban melakukan

suatu prestasi juga berhak menuntut suatu kontra prestasi.

Contoh: perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa.

c. Perjanjian cuma-cuma ialah perjanjian dalam mana pihak yang satu

memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan tiada

mendapatkan nikmat daripadanya.

Contoh: perjanjian hibah.

d. Perjanjian atas beban ialah perjanjian yang mewajibkan masing-

masing pihak yang memberikan prestasi (memberi sesuatu, berbuat

sesuatu dan tidak berbuat sesuatu).

Contoh: jual beli sewa menyewa.

e. Perjanjian konsensuil ialah perjanjian yang mengikat sejak adanya

kesepakatan (konsensus) dari kedua belah pihak. jadi perjanjian lahir

sejak detik tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak.

Contoh: jual beli, sewa menyewa.

f. Perjanjian riil ialah perjanjian yang mengikat jika disertai dengan

perbuatan/tindakan nyata. Jadi dengan adanya kata sepakat saja,

perjanjian tersebut belum mengikat kedua belah pihak.

Contoh: perjanjia penitipan barang, perjanjian pinjam pakai.

g. Perjanjian formil ialah perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu,

jadi bentuknya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Jika bentuk perjanjian tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, maka

perjanjian tersebut tidak sah.

Contoh: jual beli tanah harus dengan akte PPAT, pendirian Perseroan

Terbatas harus dengan akte Notaris.

h. Perjanjian bernama ialah perjanjian khusus yang diatur dan disebutkan

dalam KUHPerdata buku III bab V sampai bab XVII dan dalam

KUHD (kitab Undang-Undang Hukum Dagang).

Contoh: perjanjian jual beli, sewa menyewa, penitipan barang, pinjam

pakai, asuransi, perjanjian pengangkutan.

i. Perjanjian tak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur dan tidak

disebutkan dalam KUHD maupun KUHPerdata.

20 Op. Cit., Hal 170

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

22

j. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai

unsur dari berbagai perjanjian. Perjanjian ini tidak diatur dalam BW

maupun dalam KUHD.

Contoh: perjanjian sewa beli (gabungan sewa menyewa dan jual beli)

Adapun pengertian perjanjian Non Obligatoir yaitu perjanjian yang tidak

mengharuskan seseorang membayar/menyerahkan sesuatu. Perjanjian obligatoir

ada beberapa macam yaitu:

a. Zakelijk Overeenkomst, ialah perjanjian yang menetapkan

dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Jadi

obyek perjanjian adalah hak.

Contoh: balik nama hak atas tanah

b. Bevifs Overeenkomst atau Procesrechtelijk Overeenkomst, ialah

perjanjian untuk membuktikan sesuatu. Perjanjian ini umumnya

ditukuan pada hakim, tak terjadi perselisihan, supaya memakai alat

bukti yang menyimpang dari apa yang ditentukan oleh Undang-

Undang.

c. Liberatoir Overeenkomst ialah perjanjian dimana seseorang

membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.

Contoh: A berhutang kepada B sebanyak 1 juta. B mengadakan

perjanjian liberatoir yakni mulai sekarang A tidak usah membayar

utang 1 juta tersebut.

d. Vaststelling Overeenkomst ialah perjanjian untuk mengakhiri

keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum antara kedua

belah pihak.

Contoh: dading (perjanjian antara kedua belah pihak untuk mengakhiri

perselisihan yang ada di muka pengadilan).

Kemudian Sutarno mendefinisikan jenis perjanjian Obilgatoir sebagai

berikut:21

a. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan

meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat

perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan

perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian

jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual

berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat

21 Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung, Alfabeta, Hal 82.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

23

pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak

menerima barangnya.

b. Perjanjian sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan

kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah.

Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan

yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah

tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak

menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada

orang yang menghibahkan.

c. Perjanjian dengan percuma

Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi

keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (Schenking)

dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila

telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian.

Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi

barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang

pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754

KUHPerdata.

Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat

tetapi Undang-Undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat

dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh

pejabat umum Notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, Undang-

Undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT,

perjanjian perkawinan dibuat dengan akta Notaris.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama

Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur

dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V

sampai dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa

menyewa, hibah dan lain-lain.

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara

khusus dalam Undang-Undang. Misalnya perjanjian leasing,

perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

24

Sedangkan menurut Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan

menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:22

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan

kewajiban pokok bagi kedua belah pihak yang melakukannya.

Misalnya: kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak

penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang

dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk

membayar harga yang telah disepakati.

Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak saja yang

dibebani suatu kewajiban. Misal: dalam perjanjian pemberian hibah,

hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani

Perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan

keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak

lain.

Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana

terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra

prestasi tersebut terdapat hubungan menurut hukum meskipun

kedudukannya tidak harus sama. Misal: Disatu pihak berprestasi

sepeda, di pihak lain berprestasi kuda. Jadi disini yang penting adanya

prestasi dan kontra prestasi.

c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan

adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya: Masing-masing pihak

sepakat untuk mengadakan jual beli kambing.

Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih

diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya: Dalam jual beli kambing

tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas

tertentu.

Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di

atas dengan dibuatkan akta tertentu.

d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran

Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti

dalam buku III KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII.

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya.

Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai

dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum.

22 Achmad Busro, 1985, Hukum Perikatan, Semarang , Oetama, Hal 4

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

25

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa

perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak

bernama.

e. Perjanjian kebendaan dan obligatoir

Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak

kebendaan.

Perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan

kewajiban kepada pihak-pihak, misal: jual beli.

f. Perjanjian yang sifatnya istimewa

1) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari

kewajiban. Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai

pembebasan hutang dan pasal-pasal berikutnya (Pasal 1440 dan

Pasal 1442 KUHPerdata).

2) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat

menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.

3) Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774

yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada

kejadian yang belum tentu terjadi.

4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya

dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak

sebagai penguasa. Contoh: Perjanjian yang dilakukan antara

mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).

Abdulkadir Muhammad juga mengelompokkan perjanjian menjadi

beberapa jenis, yaitu:23

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak Perjanjian timbal balik

(bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan

kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah

pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,

misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan,

tukar menukar.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban

kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian

hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang

menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima

benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini

adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak.

Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak

bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk

menghuni rumah. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam

praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal

23 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Bandung, Penerbit Alumni, Hal 86.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

26

1266 KUHPerdata. Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan

perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan

keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai,

perjanjian hibah.

Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam

mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra

prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada

hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa

kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif

(imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah

uang, jika B menyerahlepaskan suatu barang tertentu kepada A.

Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan

berdasarkan Undang-Undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang

merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata).

c. Perjanjian bernama dan tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri,

yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena

jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar,

pertanggungan.

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai

nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir

Perjanjian kebendaan (Zakelijke Overeenkomst, Delivery Contract)

adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual

beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian

obligatoir.

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan,

artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-

pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak

atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga,

penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini

adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan

(Levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut

hukum atau tidak.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada

persetujuan kehendak antara pihak-pihak.

Perjanjian riil adalah perjanjian disamping ada persetujuan kehendak

juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya

jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal

1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata). Dalam hukum adat, perjanjian

real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa

setiap perbuatan hukum (perjanjian) yang obyeknya benda tertentu,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

27

seketika terjadi persetujuan kehendak serentak keetika itu juga terjadi

peralihan hak. Hal ini disebut "kontan dan tunai".

Mengenai istilah perjanjian dalam hukum perdata Indonesia yang berasal

dari istilah Belanda sebagai sumber aslinya sampai saat ini belum ada kesamaan

dan kesatuan dalam menyalin ke dalam bahasa Indonesia dengan kata lain

belum ada kesatuan terjemahan untuk satu istilah asing ke dalam istilah teknis

yuridis dari istilah Belanda ke dalam istilah Indonesia. Para ahli hukum perdata

Indonesia menterjemahkan atau menyalin istilah perjanjian yang berasal dari

istilah Belanda didasarkan pada pandangan dan tinjauan masing-masing.

5. Bentuk perjanjian

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tertulis dan

lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam

bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat

oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakan para pihak).

Menurut Salim dalam buku hukum kontrak menjelaskan ada 3 bentuk

perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini.24

a. Perjanjian dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang

bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam

perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga.

Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal pihak ketiga maka

para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban

mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa

keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dibenarkan.

b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para

pihak. Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata

hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan

tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum

dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi

24 Op.Cit. Hal 43

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

28

perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal itu adalah pihak pihak

yang harus membuktikan penyangkalannya.

c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta

notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat dihadapan dan dimuka

pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu

adalah notaris, camat, PPAT dan lain-lain. Jenis dokumen ini

merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang

bersangkutan maupun pihak ketiga.

Adapun 3 fungsi akta notariel (akta autentik), yaitu

1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan

perjanjian tertentu

2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam

perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak

3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu,

kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan

perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak

para pihak

Akta notariel merupakan bukti prima Facie mengenai fakta, yaitu

pernyataan atau perjanjian yang termuat dalam akta notaris, mengingat notaris

di Indonesia adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk

memberikan kesaksian atau melegalisir suatu fakta. Jika isi dari fakta semacam

itu disangkal disuatu pengadilan maka pengadilan harus menghormati dan

mengakui isi akta notariel, kecuali jika pihak yang menyangkal dapat

membuktikan bahwa bagian tertentu dari akta telah diganti atau bahwa hal

tersebut bukanlah yang disetujui oleh para pihak, pembuktian mana sangat

berat.

6. Prestasi dalam Perjanjian

Pengertian prestasi dalam hukum perdata dimaksudkan sebagai suatu

pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah

mengikatkan diri. Untuk itu pelaksanaan sesuai dengan istilah dan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

29

keadaan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Dalam

Pasal 1234 KUHPerdata yaitu“memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, tidak

berbuat sesuatu”.

Berdasarkan penjelasan dari pasal 1235 KUHPerdata, bentuk prestasi

secara spesifik dijelaskan sebagai berikut “dalam perikatan untuk memberikan

sesuatu, termasuk kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan

untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat

penyerahan. Luas tidaknya kewajiban yang terakhir ini tergantung pada

persetujuan tertentu akibatnya akan ditunjuk dalam bab-bab yang

bersangkutan”.

Adapun pengertian dari pasal 1235 KUHPerdata menurut Wibowo

Tunardy sebagai berikut :25

1. Perikatan untuk memberikan sesuatu menurut ketentuan Pasal 1235

KUHPerdata, perikatan untuk memberikan sesuatu mewajibkan si

berutang (debitur) untuk menyerahkan suatu kebendaan dan

merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik sampai pada

waktu penyerahan. Dalam hal ini menyerahkan kebendaan adalah

kewajiban pokok. Sedangkan merawat adalah kewajiban Preparatoir,

yaitu hal-hal yang harus dilakukan oleh debitur menjelang penyerahan

dari benda tersebut. Sedangkan sebagai bapak rumah yang baik

maksudnya adalah agar benda tersebut dijaga dan dirawat secara

pantas dan patut sesuai dengan kewajaran yang berlaku di masyarakat,

sehingga tidak merugikan si yang akan menerima.

2. Perikatan untuk berbuat sesuatu, berbuat sesuatu berarti melakukan

perbuatan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam perikatan

(perjanjian). Contohnya adalah perjanjian untuk membangun rumah,

mengosongkan lahan, atau membuat karya seni

3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, yang dimaksud dengan tidak

berbuat sesuatu adalah tidak melakukan perbuatan seperti apa yang

telah diperjanjikan. Misalnya perjanjian antara pabrik dengan

distributor agar distributor tidak memasarkan produkdari pesaing

25 Wibowo Tunardy, 2012, Hukum Perikatan, http://www. Jurnal hukum.Com/Macam-Macam

Perikatan, Diakses Tanggal 20 Desember 2015.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

30

pabrik tersebut, atau perjanjian agar pabrik tidak memasarkan produk

tertentu ke distributor lain.

7. Wanprestasi

Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, Wanprestatie yang

berarti prestasi buruk. Menurut Prof. Subekti, Wanprestasi adalah “Apabila si

berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia

melakukan “wanprestasi’. Ia alpa atau “lalai” atau ingkar janji. ia melanggar

perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh

dilakukannya”..26

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi dan juga pengertiannya Menurut

Abdulkadir Muhammad, adalah :27

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali yaitu debitur tidak memenuhi

kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu

perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan Undang-

Undang dalam perikatan yang timbul karena Undang-Undang.

b. Terlambat memenuhi prestasinya ialah debitur memenuhi prestasi

tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak

dipenuhi.

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sempurna artinya debitur

melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang

ditentukan oleh Undang-Undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya

menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut

kualitas yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya.

Kemudian di dalam bukunya Komariah hukum perdata menyebutkan

sanksi apabila debitur melakukan wanprestasi, maka debitur dikenai sanksi atau

hukumansebagai berikut:28

26 Op. Cit. Hal 45

27

Op. Cit. Hal 20

28

Op.Cit, Hal 150

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

31

a. Dipaksa untuk memenuhi perikatan

b. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur

c. Pembatalan /pemecahan perikatan

d. Peralihan resiko

e. Membayar baiya perkara kalau sampai diperkarakan di pengadilan

Debitur yang melakukan wanprestasi, kreditur dapat memilih tuntutan

sebagai berikut :

a. Pemenuhan perjanjian

b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi

c. Ganti rugi saja

d. Pembatalan perjanjian

e. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi

Dalam hubungannya dengan akibat Wanprestasi, yaitu masalah ganti

kerugian Subekti menyatakan bahwa.29

“Ganti kerugian sering diperinci dalam tiga unsur yaitu biaya, rugi dan

bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-

nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Rugi adalah satu kerugian

karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan

oleh kelalaian si debitur. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan

keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur”.

Pada dasarnya ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur hanyalah

kerugian yang berupa sejumlah uang, oleh karena itu bentuk atau wujud dari

penggantian kerugian tersebut juga harus berbentuk uang. Lebih lanjut

R.Setiawan menentukan ukuran ganti rugi, yaitu sebagai berikut :30

1. Ukuran obyektif, yaitu harus diteliti berapa kerugian pada umumnya

dari seorang kreditur dalam keadaan yang sama seperti kreditur yang

bersangkutan.

2. Keuntungan yang akan diperoleh disebabkan karena adanya perbuatan

wanprestasi.

29 Op.Cit, Hal. 47

30

R. Setiawan, 1977, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, PT. Bina Cipta, Hal 18

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

32

Wanprestasi tidak selalu terjadi dengan sendirinya, terutama pada

perikatan yang tidak dengan ketentuan waktu, sehingga tidak ada kepastian

kapan ia betul-betul wanprestasi. Jalan keluar untuk mendapatkaan kapan

debitur itu wanprestasi, maka undang-undang memberikan upaya hukum dengan

suatu pernyataan lalai (Sommasi, Ingebrekstelling), yang menurut Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 bahwa pengiriman turunan surat gugat

kepada tergugat dapat dianggap sebagai pernyataan lalai.

Lebih lanjut mengenai ganti kerugian akibat wanprestasi Abdulkadir

Muhammad, menyatakan “bahwa haruslah ada suatu teguran baik teguran

secara tertulis, dengan surat perintah atau dengan akta sejenis”.31

Penjelasan tersebut pada dasarnya sesuai dengan ketentuan Pasal 1243

KUHPerdata, yaitu “Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak

dipenuhinya suatu perjanjian barulah mulai diwajibkan apabila si debitur setelah

dinyatakan lalai memenuhi kewajibannya, masih tetap melalaikannya atau jika

sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat

tenggat waktu yang telah dilampaukannya”. Dengan demikian pembayaran ganti

kerugian karena wanprestasi baru dapat dituntut pada debitur bilamana ia telah

menerima teguran untuk melaksanakan kewajibannya, namun masih tetap tidak

dilaksanakan.

31 Op.Cit, Hal 22

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

33

B. Tinjauan Umum Tentang Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah suatu hal yang sangat penting. Namun

terkadang masih sering diabaikan oleh para pelaku usaha. Berdasarkan

pemaparan Az. Nasution hukum perlindungan konsumen adalah32

“hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi

kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan

dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup”.

Pengertian Perlindungan Konsumen berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1

No 1 adalah “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

2. Pengertian Konsumen

Konsumen dapat diartikan sebagai “setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”.33

Kemudian untuk pengertian konsumen berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1

No 2 “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

32 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Grasindo, Hal. 9

33

Jonathan Eliewzer H G, 2011, Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Obat Impor

Ditinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Universitas

Indonesia, Skripsi, Hal 20

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

34

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

3. Pengertian Pelaku Usaha

Menurut Abdulkadir Muhammad, pelaku usaha diartikan “orang yang

menjalankan perusahaan maksudnya mengelola sendiri perusahaannya baik

dengan dilakukan sendiri maupaun dengan bantuan pekerja”.34

Pengertian pelaku usaha berdasarkan isi dari Undang-Undang Republik

Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 No 3

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

4. Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang dan/ atau jasa, konsumen memiliki hak dan

kewajiban. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4, ada sembilan hak dari konsumen,

yaitu 8 diantaranya merupakan hak secara eksplisit diatur dalam Undang-

Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

dan satu hak lainnya diatur dalam ketentuan peraturan Perundang-Undangan

lainnya. Hak tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsurnsi barang dan/atau jasa

34 Op. Cit., Hal 7

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

35

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif

h. hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan Perundang-Undangan

lainnya.

Selain mempunyai hak, konsumen juga mempunyai kewajiban yang

harus dipenuhinya sebelum mendapatkan haknya tersebut, sebagaimana yang

diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 5, antara lain sebagai berikut:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

5. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Sebagai salah satu subyek perlindungan konsumen yang sesuai dengan

Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Pasal 6, ada 5 hak dari pelaku usaha, yaitu 4 diantaranya merupakan

hak yang secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan satu lainnya diatur dalam

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

36

ketentuan peraturan Perundang-Undangan lainnya. Hak-hak tersebut antara lain

sebagai berikut:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan Perundang-Undangan

lainnya

Selain hak-hak yang tersebut diatas, pelaku usaha juga memiliki

kewajiban-kewajiban tersebut diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia

No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7, antara lain sebagai

berikut:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

37

6. Ketentuan Pencantuman Klausula Baku

Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) huruf (a) menyatakan pelaku usaha

dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen

dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang dibeli konsumen

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh

konsumen

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual

beli jasa

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang dibeli olch konsumen secara angsuran.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tidak melarang perjanjian baku, namun harus sesuai

dengan itikad baik dan peraturan. Berdasarkan pasal 18 ayat (2) Undang-

Undang Perlindungan Konsumen apabila dalam perjanjian ditemukan klausula

yang bersifat mengalihkan tanggung jawab atau merugikan konsumen, maka

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

38

pengadilan dapat membatalkan demi hukum, dan apabila kalusula berisi unsur

esenselia maka mungkin saja dapat membatalkan seluruh perjanjian.

C. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan

Jaminan Fidusia

1. Pengertian Pembiayaan Konsumen

Dalam rangka memasuki era pasar bebas dan dalam menunjang

pertumbuhan perekonomian Nasional, maka sarana penyediaan dana yang

dibutuhkan masyarakat perlu diperluas. Salah satu usaha dalam rangka

mewujudkan maksud tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan pembiayaan,

salah satunya pembiayaan konsumen.

Secara substansial, pengertian pembiayaan konsumen pada dasarnya

tidak berbeda dengan kredit konsumen. Menurut A. Abdurrahman sebagaimana

disisir oleh Munir Fuady bahwa “kredit konsumen adalah kredit yang diberikan

kepada konsumen guna pembelian barang konsumsi dan jasa seperti yang

dibedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang”.35

Kredit yang demikian itu dapat mengandung resiko yang lebih besar dari kredit

dagang biasa, maka dari itu, biasanya kredit ini diberikan dengan tingkat bunga

yang lebih tinggi.

Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1

angka 6 Keppres No.61 Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf (p) Keputusan Menteri

Keuangan No.125/KMK.013/1988 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan pembiayaan Pasal 1 huruf (g) serta

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga

35 Op.Cit, Hal.205

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

39

Pembiayaan maka “Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah

kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan

konsumen dengan pembayaran secara angsuran”.

Berdasarkan defenisi tersebut, Abdulkadir Muhammad dan Rilda

Murniati telah merinci unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian

pembiayaan konsumen yaitu sebagai berikut:36

a. Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum

pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen

(kreditur), konsumen (debitur) dan penyedia barang

(pemasok/Supplier)

b. Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai

untuk keperluan hidup atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi,

kulkas, mesin cuci, alat-alat dapur, perabot rumah tangga dan

kendaraan

c. Perjanjian, yaitu perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan

antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen, serta jual

beli antara pemasok dan konsumen, perjanjian ini didukung oleh

dokumendokumen

d. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan

konsumen wajib membiayai harga pembelian barang yang diperlukan

konsumen dan membayarnya secara tunai kepada pemasok.

Konsumen wajib membayar secara angsuran kepada perusahaan

pembiayaan konsumen, dan pemasok wajib menyerahkan barang

kepada konsumen

e. Jaminan, yaitu terdiri atas jaminan utama, jaminan pokok dan jaminan

tambahan. Jaminan utama berupa kepercayaan terhadap konsumen

(debitur) bahwa konsumen dapat dipercaya untuk membayar

angsurannya sampai selesai. Jaminan pokok secara fidusia berupa

barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen di mana

semua dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan

pembiayaan konsumen (Fiduciary Transfer Of Ownership) sampai

angsuran terakhir dilunasi. Adapun jaminan tambahan berupa

pengakuan utang (Promissory Notes) dari konsumen.

Selanjutnya berdasarkan defenisi beserta unsur-unsur sebagaimana

diuraikan di atas, dapat diidentifikasikan karakteristik dari pembiayaan

36 Op.Cit, Hal. 246

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

40

konsumen serta perbedaannya dengan kegiatan sewa guna usaha khususnya

dalam bentuk Financial Lease. Karakteristik dari pembiayaan konsumen yaitu

sebagai berikut:37

a. Sasaran pembiayaan jelas, yaitu konsumen yang membutuhkan

barang-barang konsumsi

b. Objek pembiayaan barang berupa barang-barang untuk kebutuhan

atau konsumsi konsumen

c. Besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan

konsumen kepada masing-masing konsumen relatif kecil sehingga

resiko pembiayaan relatif lebih aman karena pembiayaan tersebar

pada banyak konsumen

d. Pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan

konsumen dilakukan secara berkala atau angsuran

Adapun perbedaan pembiayaan konsumen dengan sewa guna usaha,

khususnya yang dengan hak opsi (Finance Lease) menurut Budi Rachmad

adalah sebagai berikut:38

a. Pada pembiayaan konsumen, pemilikan barang/objek pembiayaan

berada pada konsumen yang kemudian diserahkan secara fidusia

kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Adapun pada sewa guna

usaha, pemilikan barang/objek pembiayaan berada pada Lessor

b. Pada pembiayaan konsumen, tidak ada batasan waktu pembiayaan

dalam arti disesuaikan dengan unsur ekonomis barang/objek

pembiayaan. Adapun pada sewa guna usaha jangka waktu diatur

sesuai dengan umur ekonomis objek/barang modal yang dibiayai oleh

Lessor

c. Pada pembiayaan konsumen tidak membatasi pembiayaan kepada

calon konsumen yang telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.

Adapun pada sewa guna usaha calon lessee diharuskan ada atau

memiliki syarat-syarat di atas

37 Op.Cit, Hal. 97

38

Budi Rachmad, 2002, Multi Finance Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan

Konsumen, Jakarta, Navindo Pustaka Mandiri, Hal. 137

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

41

2. Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Dalam perjanjian konsumen terdapat 3 pihak, yaitu pertama, Perusahaan

Pembiayaan yang bertindak sebagai kreditur. Perusahaan pembiayaan konsumen

adalah.39

“Badan usaha berbentuk PT atau koperasi yang melakukan kegiatan

pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen

dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen.

Perusahaan tersebut menyediakan jasa kepada konsumen dalam bentuk

pembayaran harga barang secara tunai kepada Supplier. Antara

perusahaan dan konsumen harus ada terlebih dahulu kontrak pembiayaan

konsumen yang sifatnya pemberian kredit. Dalam kontrak tersebut,

perusahaan wajib menyediakan kredit sejumlah uang kepada konsumen

sebagai harga barang yang dibelinya dari Supplier, sedangkan pihak

konsumen wajib membayar kembali kredit secara angsuran kepada

perusahaan tersebut”.

Kewajiban pihak-pihak dilaksanakan berdasarkan kontrak pembiayaan

konsumen. 40

“Sejumlah uang dibayarkan tunai kepada Supplier untuk kepentingan

konsumen. Pihak konsumen wajib membayar secara angsuran sampai

lunas kepada perusahaan sesuai dengan kontrak selama angsuran belum

dibayar lunas, maka barang milik konsumen tersebut menjadi jaminan

hutang secara fidusia”.

Pihak yang kedua yaitu konsumen. Konsumen adalah pihak pembeli

barang dari Supplier atas pembayaran oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan

pembiayaan konsumen. Konsumen tersebut dapat berstatus perorangan dapat

pula badan hukum. Dalam hal ini ada 2 (dua) hubungan kontraktual yaitu:

a. Perjanjian pembiayaan yang bersifat kredit antara perusahaan dan

konsumen

b. Perjanjian jual beli antara supplier dan konsumen yang bersifat tunai

39Ibid, Hal 121

40

Ibid

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

42

Pihak konsumen umumnya masyarakat karyawan, buruh tani, yang

berpenghasilan menengah kebawah yang belum tentu mampu bila membeli

barang kebutuhannya itu secara tunai. Dalam pemberian kredit ini, resiko

menunggak angsuran merupakan hal yang biasa terjadi. Oleh karena itu, pihak

perusahaan dalam pemberian kredit kepada konsumen masih memerlukan

jaminan terutama jaminan fidusia atas barang yang dibeli itu, di samping

pengakuan hutang dari pihak konsumen.

Dalam perjanjian jual beli antara Supplier dan konsumen, 41

“Pihak Supplier menetapkan syarat bahwa harga barang akan dibayar

oleh pihak ketiga yaitu perusahaan pembiayaan konsumen. Apabila

karena alasan apapun, perusahaan tersebut melakukan wanprestasi, yaitu

tidak melakukan pembayaran sesuai dengan kontrak, maka jual beli

antara Supplier dan konsumen akan dibatalkan. Dalam perjanjian jual

beli, pihak Supplier (penjual) menjamin barang dalam keadaan baik,

tidak ada cacat tersembunyi”.

Pihak ketiga adalah Supplier/Dealer. Untuk pengertian Supplier/Dealer

Sunaryo menjelaskan di dalam bukunya hukum lembaga pembiayaan adalah. 42

“Pihak penjual barang kepada konsumen atas pembayaran oleh pihak

ketiga yaitu perusahaan pembiayaan konsumen. Hubungan kontraktual

antara Supplier dan konsumen adalah jual beli bersyarat. Syarat yang

dimaksud adalah pembayaran dilakukan oleh pihak ketiga yaitu

perusahaan pembiayaan konsumen.Antara perusahaan pembiayaan dan

konsumen terdapat hubungan kontraktual, dimana konsumen wajib

membayar harga barang secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan

konsumen yang telah melunasi harga barang tersebut secara tunai kepada

Supplier/Dealer”.

Antara perusahaan pembiayaan dan Supplier tidak ada hubungan

kontraktual, kecuali sebagai pihak ketiga yang diisyaratkan. Oleh karena itu,

“apabila perusahaan pembiayaan melakukan wanprestasi, padahal kontrak jual

41 Op.Cit, 105

42

Ibid, Hal 104-105

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

43

beli dan kontrak pembiayaan telah selesai dilaksanakan, maka jual beli bersyarat

tersebut dapat dibatalkan oleh Supplier”.43

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Terjadinya hubungan antara perusahaan pembiayaan konsumen dan

konsumen karena sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan kontrak, yaitu

kontrak pembiayaan konsumen. Atas dasar kontrak yang sudah mereka tanda

tangani, secara yuridis para pihak terikat akan hak dan kewajban masing-

masing. Konsekwensi yuridis selanjutnya adalah kontrak tersebut harus

dilaksanakan dengan itikat baik dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak.

Beberapa hak dan kewajiban perusahaan pembiayaan konsumen menurut

Sunaryo adalah sebagai berikut:44

a. Kewajiban perusahaan konsumen

Kewajiban perusahaan pembiayaan konsumen adalah menyediakan

dana (kredit) kepada konsumen sejumlah uang yang dibayarkan secara

tunai kepada pemasok atas pembelian barang yang di butuhkan

konsumen.

b. Hak perusahaan pembiayaan konsumen

Menerima pembayaran kembali dana secara berkala sampai lunas dari

konsumen

Selain itu yang menjadi hak dan kewajiban konsumen adalah sebagai

berikut:

a. Kewajiban konsumen

Membayar kembali dana secara berkala sampai lunas kepada

perusahaan pembiayaan konsumen

b. Hak konsumen

Menerima pembiayaan dalam bentuk dana sejumlah uang yang

dibayarkan secara tunai kepada pemasok untuk pembelian barang

yang dibutuhkan konsumen

Supplier/Dealer juga memiliki hak dan kewajibannya, yaitu sebagai

berikut:

a. Kewajiban Supplier/Dealer

Supplier/Dealer wajib menyerahkan barang kepada konsumen

43 Ibid

44

Ibid, Hal 110

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

44

b. Hak Supplier/Dealer

Menerima pembayaran secara tunai dari perusahaan pembiayaan

konsumen

Hal di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 1513 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang menyatakan ”Kewajiban utama sipembeli ialah membayar

harga pembelian, pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut

perjanjian” dan bilamana hal itu tidak ditetapkan dalam perjanjian, maka

menurut Pasal 1514 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bunyinya

adalah ”Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang itu, si

pembeli harus membayar di tempat dan waktu dimana penyerahan harus

dilakukan”.

4. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Perundang-Undangan di bidang hukum perdata, perjanjian pembiayaan

konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada

ketentuan buku III KUH Perdata. Di Indonesia, lembaga pembiayaan ini

merupakan salah satu lemabag formal yang masih relative baru. Sumber hukum

utama pembiayaan konsumen adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam

pakai habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam KUH Perdata.

Kedua sumber hukum utama tersebut dibahas dalam konteksnya dengan

pembiayaan konsumen.

Perjanjian pembiayaan konsumen yang terjadi antara perusahaan

pembiayaan konsumen dan konsumen digolongkan dalam perjanjian pinjam

pakai habis yang diatur dalam pasal 1754-1773 KUHPerdata menyatakan bahwa

“pinjam pakai habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

45

menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada pihak peminjam dengan

syarat bahwa peminjam akan mengembalikan barang tersebut kepada pemberi

pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama”.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

“perjanjian pembiayaan konsumen tergolong perjanjian khusus yang

objeknya dalah barang habis pakai yang diatur dalam pasal 1754-1773

KUH Perdata. Dengan demikian ketentuan Pasal-Pasal tersebut berlaku

terhadap perjanjian pembiayaan konsumen dan sudah relevan, kecuali

apabila dalam perjanjian diatur secara khusus menyimpang”.45

Sedangkan perjanjian jual beli bersyarat adalah perjanjian yang terjadi

antara konsumen sebagai pembeli, dan produsen sebagai penjual, dengan syarat

bahwa yang melakukan pembayaran secara tunai kepada penjual adalah

perusahaan pembiayaan konsumen. Perjanjian jual beli ini merupakan perjanjian

Acceessoir dari perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian pokok.

Perjanjian ini digolongkan dalam perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal

1457-1518 KUHPerdata, tetapi pelaksanaan pembayaran digantungkan pada

syarat yang disepakati pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian pembiayaan

konsumen. Menurut Pasal 1513 KUH Perdata “bahwa pembeli wajib membayar

harga pembelian pada waktu dan ditempat yang ditetapkan menurut perjanjian”.

“Syarat waktu dan tempat pembayaran ditetapkan dalam perjanjian pokok, yaitu

pembayaran secara tunai oleh perusahaan pembiayaan konsumen ketika penjual

menyerahkan nota pembelian yang ditanda tangani”.46

Di era Globalisasi ini, ekonomi dan hukum mengalami perkembangan

yang cukup pesat. Khususnya di bidang hukum terdapat kecenderungan untuk

45 Ibid, Hal 99

46

Ibid

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

46

menggunakan perjanjian baku sebagai instrumen dalam menciptakan hubungan

hukum antara para pihak.

Perjanjian baku merupakan salah satu jenis perjanjian yang lahir, karena

perkembangan praktek bisnis. Beberapa contoh mengenai penggunaaan

perjanjian baku dalam transaksi bisnis adalah Perjanjian Pembiayaan

Konsumen, Perjanjian Credit Card, Perjanjian Kredit Bank, Perjanjian/jual beli

perumahan dari real estate dan masih banyak contoh lain.

Dalam praktek bisnis belum terdapat keseragaman mengenai istilah yang

dipergunakan untuk perjanjian baku, ada yang menyebutnya dengan istilah

perjanjian standar, kontrak standar atau perjanjian adhesi. Di dalam pustaka

hukum ada beberapa istilah bahasa Inggris yang dipakai untuk perjanjian baku

tersebut yaitu “Standardized Agreement”.“Pad Contract” dan “Contract Of

Adhesion”.47

Sementara itu Menurut Mariam Darus Badrulzaman, mengemukakan

bahwa “Perjanjian baku adalah perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat

eksenorasi dan dituangkan dalam bentuk formulir”.48

Berdasarkan rumusan pengertian di atas tampak bahwa perjanjian baku

sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak yang umumnya

mempunyai kedudukan ekonomi lebih tinggi/kuat (pelaku usaha, dalam hal ini

perusahaan pembiayaan sebagai kreditur) dibandingkan pihak lain (konsumen

sebagai debitur).

47 Op.Cit, Hal. 66.

48

Op. Cit, Hal. 47- 48.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

47

Secara singkat dapat dikatakan bahwa perjanjian baku mempunyai ciri-

ciri sebagai berikut :49

a. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh produsen yang posisinya relatif

lebih kuat dari konsumen. Apabila dalam suatu perjanjian kedudukan

para pihak tidak seimbang, maka pihak yang memiliki posisi kuat

biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan

klausula-klausula tertentu dalam perjanjian baku, sehingga perjanjian

yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak yang terlibat

dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena

format

b. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi

perjanjian. Dalam hal ini, pelaku usaha cenderung berdalih pada

kurang mengertinya konsumen akan permasalahan hukum atau tidak

semua konsumen memahami inti-inti dari perjanjian

c. Dibuat dalam bentuk tertulis dan masal perjanjian disini ialah naskah

perjanjian keseluruhan dan dokumen bukti perjanjian yang memuat

syarat-syarat baku, kata-kata atau kalimat pernyataan kehendak yang

termuat dalam syarat-syarat baku dibuat secara tertulis berupa akta

otentik atau akta dibawah tangan. Format dari pada perjanjian baku

mengenai model, rumusan dan ukurannya sudah ditentukan

dibakukan, sehingga tidak dapat diganti, diubah atau dibuat dengan

cara lain karena sudah dicetak. Model perjanjian dapat berupa blangko

naskah perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat

syarat-syarat baku

d. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh

kebutuhan. Karena adanya kebutuhan yang mendorong untuk

memiliki/memperoleh suatu barang dan jasa maka konsumen mau

atau tidak harus menerima seluruh dari isi perjanjian yang ditawarkan

oleh pelaku usaha.

Digunakannya perjanjian baku dalam dunia bisnis oleh para pelaku usaha

dimaksudkan agar lebih praktis dan efisien. Dalam penerapannya landasan yang

dipakai adalah asas kebebasan berkontrak, dimana konsumen diberi kebebasan

untuk menyepakati isi dari perjanjian yang telah dibakukan oleh pelaku usaha

tersebut. Namun, dengan digunakannya perjanjian baku dalam dunia bisnis

membatasi daya kerja dari asas kebebasan berkontrak.

49 Sudaryatmo, 1999, Hukum Dan Advokasi Konsumen, Jakarta, PT. Citra Aditya Bakti, Hal

93

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

48

Sehingga bagi konsumen kebebasan yang tertinggal adalah pilihan antara

menerima atau menolak (Take It Or Leave It) isi atau syarat-syarat perjanjian

baku yang disodorkan oleh pelaku usaha terbukti dengan tidak adanya

kesempatan bagi konsumen untuk mengadakan perubahan atas isi atau syarat-

syarat pada perjanjian baku tersebut.

D. Tinjauan Umun Tentang Jaminan Fidusia

1. Pengertian Jaminan Fidusia

Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara

yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia. Menurut asal katanya berasal dari “fides”.50 Yang

berarti kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan hukum antara

debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusia)merupakan hubungan

hukum yang berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa penerima

fidusia mau mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan, setelah

dilunasi utangnya. Sebaliknya penerima fidusia percaya bahwa pemberi fidusia

tidak akan menyalahgunakan barang jaminan yang berada dalam kekuasaannya.

Pranata jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam

masyarakat hukum Romawi. “Ada dua bentuk jaminan fidusia, yaitu Fiducia

Cum Creditore dan Fiducia Cum Amico”.51Keduanya timbul dari perjanjian

yang disebut “Pactum Fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak

atau In Iure Cessio. Dalam bentuk yang pertama atau lengkapnya Fiducia Cum

Creditore Contracta, yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan

50 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani,2005, Jaminan Fidusia, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, Hal 113.

51

Ibid

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

49

kreditur, dikatakan bahwa kreditur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu

benda kepada kreditur sebagai jaminan atas hutangnya dengan kesepakatan

bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur

apabila utangnya sudah dibayar lunas”.52

Jika dihubungkan dengan sifat yang ada pada setiap pemegang hak, maka

dikatakan bahwa debitur mempercayakan kewenangan atas suatu barang kepada

kreditur untuk kepentingan kreditur sendiri (sebagai jaminan pemenuhan

perikatana oleh kreditur).

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang tentang Fidusia memberikan batasan

dan pengertian sebagai berikut “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan

suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak

kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Kemudian

pasal 1 ayat 2 Undang-Undang tentang Fidusia memberikanpengertian jaminan

fidusia sebagai berikut “Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak

baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani jaminan fidusia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai

agunana bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya”.

Dari defenisi yang diberikan di atas, jelas bahwa

“fidusia dibedakan dari jaminan fidusia, dimana fidusia merupakan suatu

proses pengalihan hak kepemilikan dan jaminan fidusia adalah jaminan

52 Ibid, Hal 114

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

50

yang diberikan dalam bentuk fidusia. Ini berarti pranata jaminan fidusia

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 ini adalah

pranata jaminan fidusia sebagaimana dimaksud Fiducia Cum Creditore

Contracta di atas”.53

2. Ruang Lingkup Obyek Fidusia

Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang

lingkup berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu berlaku terhadap

setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan

fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dimuat dalam Pasal 3

Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa Undang-Undang

Jaminan Fidusia ini tidak berlaku terhadap:

a. Jaminan fidusia yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,

sepanjang peraturan Perundang-Undangan yang berlaku menentukan

jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian,

bangunan di atas milik orang lain yang tidak dapat dibebani jaminan

fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang

Hak Tanggungan dapat dijadikan Objek Jaminan Fidusia.

b. Hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua

puluh) m3 atau lebih.

c. Hipotik atas pesawat terbang, dan

d. Gadai.

Adapun yang dimaksud dengan subjek dari Jaminan Fidusia adalah

mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian Jaminan Fidusia, yang dalam

hal ini terdiri atas pemberi dan penerima fidusia. Antara objek Jaminan Fidusia

dan subjek Jaminan Fidusia mempunyai kaitan yang erat, oleh karena benda-

benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia menurut Munir Fuady, yaitu:54

a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum

b. Dapat atas benda berwujud.

c. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang

53 Ibid, Hal 123

54

Op.Cit., Hal 23

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

51

d. Benda bergerak

e. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan jaminan fidusia

f. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hiopotek

g. Baik atas benda yang sudah ada, maupun terhadap benda yang akan

diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian,

tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.

h. Dapat atas satuan jenis benda.

i. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.

j. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.

k. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek

jaminan fidusia.

l. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi

objek jaminan fidusia.

Sedangkan menurut J. Satrio, bahwa yang menjadi objek Jaminan

Fidusia adalah:55

a. Benda bergerak

b. Benda tidak bergerak

c. Khususnya yang berupa bangunan yang tidak dibebani dengan jaminan

fidusia

d. Dan harus bisa dimiliki dan dialihkan

Selanjutnya tentang objek jaminan kredit dalam kredit angsuran sistem

fidusia merupakan jaminan tambahan dari perjanjian pokok berupa perjanjian

hutang piutang antara Perum Pegadaian selaku Kreditur dengan pengusaha

mikro dan pengusaha kecil selaku Debitur. Yang bisa dijadikan objek jaminan

kredit adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak, berwujud dan tidak

berwujud. Untuk sementara, objek jaminan kredit dibatasi pada kendaraan

bermotor roda empat atau lebih, baik plat hitam maupun plat kuning, dan

kendaraan bermotor roda dua, yang memenuhi persyaratan berikut:

a. Kendaraan bermotor tersebut adalah milik sendiri yang dibuktikan

dengan nama yang tertera di BPKB dan STNK adalah sama dengan

KTP

55 J.Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung , PT.Citra

Aditya Bakti, Hal179

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

52

b. Bila kendaraan bermotor tersebut milik istri/suami/pengurus usaha,

harus menyertakan surat persetujuan menjaminkan kendaraan dari

pemilik (KUMK-18)

c. Bila kendaraan bermotor tersebut belum dibaliknamakan, harus ada

surat pernyataan dari pemilik lama bahwa kendaraan tersebut adalah

benar-benar milik pemohon kredit yang belum dibalik namakan

(KUMK-19)

d. Jenis dan merk kendaraan merupakan jenis dan merk yang sudah

dikenal dan umum digunakan masyarakat serta pemasarannya tidak

sulit

e. Usia dan kondisi fisik kendaraan masih memenuhi persyaratan

sebagaimana diatur menurut ketentuan yang berlaku

f. Sistem dan prosedur menaksir kendaraan bermotor harap mengikuti

ketentuan perusahaan tentang tata cara penerimaan kendaraan

bermotor yang diatur dalam ketentuan yang masih berlaku di Perum

Pegadaian

g. Berplat nomor Polres/Polda setempat;

h. Sebagai tindakan antisipasi terhadap penyalahgunaan BPKB, maka

setelah proses hutang piutang disepakati, harap membuat surat

pemberitahuan ke Kapolres (Unit Regiden) bahwa BPKB atas nama

nasabah tersebut sedang dijaminkan sebagai agunan kredit di Perum

Pegadaian dari tanggal ....... sampai dengan tanggal ....... (selama

jangka waktu kredit). Pada saat kredit dilunasi harap dibuat surat

(selama jangka waktu kredit). Pada saat kredit dilunasi harap dibuat

surat kepada Ditserse dan Ditlantas Polda setempat.

i. Satu perjanjian kredit diperbolehkan didukung sampai dengan 3 jenis

agunan, asalkan semua agunannya memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dan sudah dibaliknamakan atas nama calon nasabah atau

setidaknya atas nama istri/suami/pengurus usaha yang telah

menandatangani form KUMK-18.

j. Khusus kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan plat kuning,

selain harus memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, juga harus

dilengkapi dengan Surat Izin Trayek dan Buku Kir dari Dinas Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan Raya setempat yang masih berlaku.

3. Sifat Jaminan Fidusia

Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan fidusia menyatakan

bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani jaminan fidusia sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

53

tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima

fidusia terhadap kreditur lainnya. Ini berarti Undang-Undang Jaminan Fidusia

secara tegas menyatakan jaminan fidusia adalah agunan atas kebendaan atas

jaminan kebendaan (Zakelijke Zekerheid, Security Right In Rem) yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak

yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. Hak ini tidak hapus karena adanya

kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia. demikian, tidak alasan untuk

menyatakan bahwa jaminan fidusia hanya merupakan perbankan obligatoir yang

melahirkan hak yang bersifat “Persoonlijk” (perorangan) bagi kreditur.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia juga secara tegas

menyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian assesoir dari suatu

perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk

memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu,

atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. Sebagai suatu

perjanjian assesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut:

a. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok. Keabsahannya,

semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok

b. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika

ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak

dipenuhi.

4. Pembebanan Jaminan Fidusia

Sebagaimana perjanjian jaminan hutang lainnya, seperti perjanjian gadai,

hipotik, atau jaminan fidusia, maka perjanjian fidusia juga merupakan perjanjian

assessoir (perjanjian ikatan). Maksudnya adalah “perjanjian assessoir ini tidak

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

54

mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang

merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang”.56

Ada beberapa tahapan formal yang melekat dalam jaminan fidusia, di

antaranya adalah:57

a. Tahapan pembebanan dengan pengikatan dalam suatu akta notaris.

b. Tahapan pendaftaran atas benda yang telah dibebani tersebut oleh

penerima fidusia, kuasa atau wakilnya kepada kantor pendaftaran

fidusia, dengan melampirkan pernyataan pendaftaran.

c. Tahapan administrasi, yaitu pencatatan jaminan fidusia dalam buku

daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan

permohonan pendaftaran.

d. Lahirnya jaminan fidusia yaitu pada tanggal yang sama dengan

tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia.

Pembebanan kebendaan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta

notaris dalam Bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan fidusia. Dalam

akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari tanggal, juga dicantumkan

mengenai (jam) pembuatan akta tersebut.

Akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat:58

a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia

Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau

tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, staus perkawinan,

dan pekerjaan.

b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenai macam

perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.

c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia cukup

dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan

mengenai surat bukti kepemilikannya. Jika benda selalu berubah-ubah

seperti benda dalam persediaan, haruslah disebutkan tentang jenis,

merek, dan kualitas dari benda tersebut.

d. Nilai penjaminan

e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

56 Op.Cit, Hal 19

57

Muhammad Jumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti,

Hal 417

58

Op.Cit, Hal 142

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

55

Akta jaminan fidusia harus dibuat oleh dan atau di hadapan pejabat yang

berwenang. Pasal 1870 KUH Perdata menyatakan bahwa akta notaris

merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang

apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta para ahli warisnya

atau para pengganti haknya. Itulah mengapa sebabnya Undang-Undang Jaminan

fidusia menetapkan perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta Notaris.

Kemudian hutang yang pelunasannya dapat dijamin dengan jaminan fidusia

adalah berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 :

a. Hutang yang telah ada

b. Hutang yang akan ada di kemudian hari, tetapi telah diperjanjian dan

jumlahnya sudah tertentu.

c. Hutang yang dapat ditentukan jumlahnya pada saat eksekusi

berdasarkan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban

untuk dipenuhi.

Misalnya, hutang bunga atas perjanjian pokok yang jumlahnya akan

ditentukan kemudian. Pasal 8 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan

bahwa “Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia

atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia”. Kuasa adalah orang yang

mendapat kuasa khusus dari penerima fidusia untuk mewakili kepentingannya

dalam penerimaan jaminan fidusia dari pemberi fidusia. Sedangkan yang

dimaksud dengan wakil adalah orang yang secara hukum dianggap sebagai

mewakili penerima fidusia dalam penerimaan jaminan fidusia, misalnya Wali

Amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

56

Pasal 9 angka 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa

“Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis

benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan,

maupun yang diperoleh kemudian”. Hal ini berarti benda tersebut demi hukum

akan dibebani dengan jaminan fidusia pada saat benda tersebut tidak perlu

dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Khusus mengenai hasil atau

ikutan dari kebendaan yang menjadi objek jaminan fidusia. Pasal 10 Undang-

Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa kecuali diperjanjikan lain:

a. Jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan

fidusia

b. Jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang

menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan

Ketentuan tentang adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia dapat

dikatakan merupakan terobosan yang penting, mengingat bahwa pada umumnya

objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang tidak terdaftar sehingga sulit

mengetahui siapa pemiliknya. Terobosan ini akan lebih bermakna jika dikaitkan

dengan ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata yang menyatakan bahwa barang

siapa yang menguasai benda bergerak, maka ia akan dianggap sebagai

pemiliknya (Bezit Geldt Als Volkomen Title).

Untuk memberikan kepastian hukum, Pasal 11 Undang-Undang Jaminan

fidusia menyatakan bahwa jaminan fidusia didaftarkan pada kantor pendaftaran

fidusia yang terletak di Indonesia. Kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun

kebendaan yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Negara

Republik Indonesia. Kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

57

Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi

Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk

Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia pada pasal 1 ayat 1

yang menyatakan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan

konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib

mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia,

sesuai Undang-Undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia. Dan pada

pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 Tentang

Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan

Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan

Jaminan Fidusia yang menjelaskan Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan

jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh)

hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen.

E. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Konflik

Pada prakteknya pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen sering

terjadi ingkar janji dan ini pada umumnya dilakukan oleh pihak debitur, dan

biasa juga ingkar janji itu berkisar mengenai soal pembayaran angsuran atau

pembayaran lainnya yang sudah merupakan kewajiban pihak debitur atau juga

mengenai dilanggarnya kewajiban-kewajiban ataupun larangan-larangan bagi

pihak debitur seperti yang tercantum dalam perjanjian.

Dalam hal-hal ini, ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk

menyelesaikan persengketaan-persengketaan yang timbul dari kedua belah

pihak, yaitu dengan cara damai, pengadilan negeri, arbitrase.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

58

1. Penyelesaian Litigasi

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan

APS) berbunyi “Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh

para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad

baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan

Negeri”. Frans Hendra Winarta dalam bukunya Hukum Penyelesaian

Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional mengatakan bahwa59

“Secara konvensional, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis, seperti

dalam perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas,

energi, infrastruktur, dan sebagainya dilakukan melalui proses

litigasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan

satu sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan

sarana akhir (Ultimum Remidium) setelah alternatif penyelesaian

sengketa lain tidak membuahkan hasil”.

Hal serupa juga dikatakan Rachmadi Usman dalam bukunya Mediasi di

dalam Teori dan praktek pengadilan.60

“Bahwa selain melalui pengadilan (Litigasi), penyelesaian sengketa juga

dapat diselesaikan di luar pengadilan (Non Litigasi), yang lazim

dinamakan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif

Penyelesaian Sengketa”.

Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum

biasa dengan upaya hukum luar biasa.61

a. Upaya hukum biasa merupakan upaya hukum yang digunakan untuk

putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:

1. Perlawanan/verzet

59 Frans Hendra Winarta, 2012, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia

dan Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, Hal 1-2

60

Rachmadi Usman, 2012, Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Sinar

Grafika, Hal 8

61

___, 2011, Upaya Hukum dalam Hukum Acara Perdata, https://www. djkn. kemenkeu. go.

id/artikel/detail/upaya-hukum-dalam-hukum-acara-perdata-, Diakses Tgl 20 Maret 2016,

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

59

Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat

(putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal

129 HIR.

2. Banding

Upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas

terhadap putusan pengadilan negeri. Dasar hukumnya adalah UU

No 4/2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pokok

Kekuasaan dan UU No 20/1947 Tentang Peradilan Ulangan.

3. Kasasi

Menurut Pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 Jo. UU No 5/2004 kasasi

adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua

lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir. Putusan yang

diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan

yang dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan

dalam Pasal 30 UU No 14/1985 Jo. UU No 5/2004 adalah:

a) Tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif)

untuk melampaui batas wewenang

b) Salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku

c) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian dengan

batalnya putusan yang bersangkutan.

b. Upaya hukum luar biasa

Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan

eksekusi. Mencakup:

1. Peninjauan kembali (Request Civil)

Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan

dengan Undang-Undang, terhadap putusan pengadilan yang telah

berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali

kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh

pihak-pihak yang berkempentingan. (Pasal 66-77 UU No 14/1985

Jo. UU No 5/2004).

2. Perlawanan pihak ketiga (Denderverzet) terhadap sita eksekutorial Apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan

dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan

perlawanan terhadap putusan tersebut. Dasar hukumnya adalah

378-384 Rv dan Pasal 195 (6) HIR.

Dari hal-hal di atas dapat kita ketahui bahwa Litigasi itu adalah

penyelesaian sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan.

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

60

2. Penyelesaian Non Litigasi

Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Arbitrase dan APS Alternatif

Penyelesaian Sengketa adalah “Lembaga penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di

luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

penilaian ahli”.

Arbitrase sendiri adalah “Cara penyelesaian suatu sengketa perdata di

luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa” (Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Arbitrase dan APS).

Frans Hendra Winarta dalam bukunya Hukum Penyelesaian Sengketa

Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional menguraikan pengertian masing-

masing lembaga penyelesaian sengketa di atas sebagai berikut :62

a. Konsultasi suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak

tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan,

dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai

dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.

b. Negosiasi suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui

proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas

dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.

c. Mediasi cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk

memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

d. Konsiliasi penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan

kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat

diterima.

e. Penilaian pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan

sesuai dengan bidang keahliannya.

Akan tetapi dalam perkembangannya, ada juga bentuk penyelesaian di

luar pengadilan yang ternyata menjadi salah satu proses dalam penyelesaian

62 Op.Cit, Hal 7-8

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

61

yang dilakukan di dalam pengadilan (Litigasi). Kita ambil contoh mediasi. Dari

pasal tersebut kita ketahui bahwa mediasi itu adalah penyelesaian di luar

pengadilan, akan tetapi dalam perkembangannya, mediasi ada yang dilakukan di

dalam pengadilan.

Rachmadi Usman, mengatakan63

“Dengan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun

2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sebagai pengganti

Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan, maka setiap perkara perdata tertentu yang akan

diadili oleh hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan

peradilan agama diwajibkan terlebih dahulu untuk menempuh prosedur

mediasi di pengadilan”.

Lebih lanjut, Rachmadi Usman sebagaimana ia kutip dari naskah

akademis yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan

Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia, mengatakan bahwa64

“Lembaga mediasi bukanlah merupakan bagian dari lembaga litigasi,

dimana pada mulanya lembaga mediasi berada di luar pengadilan.

Namun sekarang ini lembaga mediasi sudah menyeberang memasuki

wilayah pengadilan. Negara-Negara maju pada umumnya antara lain

Amerika, Jepang, Australia, Singapore mempunyai lembaga mediasi,

baik yang berada di luar maupun di dalam pengadilan dengan berbagai

istilah antara lain Court Integrated Mediation, Court Annexed Mediation,

Court Dispute Resolution, Court Connected ADR, Court Based ADR, dan

lain-lain”.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa arbitrase, konsultasi,

negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli merupakan alternatif

penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Artinya, bukan merupakan bagian dari

lembaga litigasi meskipun dalam perkembangannya adapula yang menjadi

bagian dari proses litigasi, seperti mediasi yang dilakukan di pengadilan.

63 Op.Cit Hal 7-8

64

Tri Jata Ayu Pramesti,Litigasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail, Diakses Tgl 8 Januari 2016

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

62

Sedangkan yang dimaksud dengan litigasi itu sendiri adalah penyelesaian

sengketa antara para pihak yang dilakukan di muka pengadilan.

F. Teori Efektifitas Hukum

Efektivitas mengandung arti “keefektifan pengaruh efek keberhasilan

atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu tidak

terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variable terkait yaitu

karakteristik/dimensi dari obyek sasaran yang dipergunakan”.65

Ketika berbicara sejauh mana “efektivitas hukum maka kita pertama-

tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak

ditaati. Jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi

sasaran ketaatannya maka akan dikatakan aturan hukum yang bersangkutan

adalah efektif”.66

Derajat dari efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto, ditentukan

oleh taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum,termasuk para penegak

hukumnya, sehingga dikenal asumsi bahwa, “taraf kepatuhan yang tinggi adalah

indikator suatu berfungsinya suatu sistem hukum. Dan berfungsinya hukum

merupakan pertanda hukum tersebut mencapai tujuan hukum yaitu berusaha

untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup”.67

65 Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya, Ctk

Ketiga, Hal 67

66

Salim, H.S dan Erlis Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan

Disertasi, Jakarta, Rajawali Press, Ctk Kesatu Edisi Pertama, Hal 375

67

Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Bandung , Remaja Karya,

Hal 7

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

63

Beberapa pendapat mengemukakan tentang teori efektivitas seperti

Bronislav Molinoswki. Bronislav Malinoswki mengemukakan bahwa 68

“teori efektivitas pengendalian sosial atau hukum, hukum dalam

masyarakat dianalisa dan dibedakan menjadi dua yaitu masyarakat

modern, masyarakat primitif, masyarakat modern merupakan masyarakat

yang perekonomiannya berdasarkan pasar yang sangat luas, spesialisasi

di bidang industri dan pemakaian teknologi canggih, didalam masyarakat

modern hukum yang di buat dan ditegakan oleh pejabat yang

berwenang”.

Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa “dalam sosiologi hukum masalah

kepatuhan atau ketaatan hukum terhadap kaidah-kaidah hukum pada umumnya

telah menjadi faktor yang pokok dalam mengukur efektif tidaknya sesuatu yang

ditetapkan dalam hukum ini”.69

Efektivitas Hukum yang dikemukakan oleh Anthoni Allot sebagaimana

dikutip Felik adalah sebagai berikut 70

“Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya

dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat

menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat

membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan

maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi

keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana

baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelsaikan”.

Studi efektivitas hukum merupakan suatu kegiatan yang memperlihatkan

suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum, yaitu suatu perbandingan

“antara realitas hukum dan ideal hukum, secara khusus terlihat jenjang antara

hukum dalam tindakan (Law In Action) dengan hukum dalam teori (Law In

68 Op.Cit., Hal 308

69

Soerjono Soekanto, 1996, Sosiologi Suatu Pengantar, Bandung, Rajawali Pers, Hal 20

70

Op.Cit. Hal 303

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37888/4/jiptummpp-gdl-gunturndar-50626-3-babii.… · A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian. 1. Pengertian Perjanjian

64

Theory) atau dengan kata lain kegiatan ini akan memperlihatkan kaitannya

antara Law In The Book dan Law In Action”.71

Bustanul Arifin yang dikutip oleh Raida L Tobing dkk, mengatakan

bahwa dalam negara yang berdasarkan hukum, berlaku efektifnya sebuah

hukum apabila didukung oleh tiga pilar, yaitu:72

a. Lembaga atau penegak hukum yang berwibawa dapat diandalkan

b. Peraturan hukum yang jelas sistematis

c. Kesadaran hukum masyarakat tinggi

d.

71 Soleman B Taneko, 1993, Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Jakarta, Rajawali

Press, Hal 47-48

72

Raida L Tobing, 2011, Efektivitas Undang-Undang Money Loundering, Jakarta, Badan

Pembinaan Hukum Nasional, Kementrian Hukum dan HAM RI, Hal 11