bab ii tinjauan pustaka dan landasan...
TRANSCRIPT
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
II.1 Tinjuan Pustaka
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi pada sistem otomasi
bangunan yang menunjang kegiatan operasional dengan menuntut tingkat
keandalan dan keamanan sistem yang tinggi. Salah satu nya sistem keamaan
dalam menanggapi terjadi nya kebakaran. Peringatan dini terhadap tanda-tanda
kebakaran merupakan salah satu solusi. Tindakan ini akan lebih cepat dilakukan
jika terdapat sistem pendeteksi dan proteksi kebakaran secara otomatis untuk
mengurangi dampak kebakaran.
Berdasarkan SNI 03-3985-2000 nomor 4.2 klasifikasi detektor kebakaran
menyebutkan bahwa untuk standar detektor kebakaran otomatik diklasifikasikan
sesuai dengan jenisnya seperti: detektor panas, detektor asap, detektor nyala
api, dan detektor gas kebakaran [28]. Pada jurnal penelitian Abdul Zain, proteksi
kebakaran menggunakan smoke dan heat detector berbasis microcontroler akan
mendeteksi adanya bahaya asap dan panas. Apabila ada bahaya asap atau panas,
maka sistem akan memberikan peringatan berupa alarm, memberikan jalur
evakuasi menuju pintu darurat, dan memberikan proteksi dengan memadamkan
api [24]. Pada jurnal penelitian lainnya oleh Liliana dan Priyanto, membuat
sebuah prototype untuk pengaman kebakaran dengan menggunakan smoke dan
heat detector. Bagian kontrol sistem menggunakan microcontroller ATmega32,
sedangkan untuk output menggunakan buzzer, solenoid valve, LED, LCD, motor
DC. Sensor smoke dan heat dipasang dengan prinsip logic AND dimana sensor
harus aktif keduanya untuk menghindari alarm palsu. Apabila hanya satu saja
yang aktif sistem hanya memberikan alarm, apabila kedua sensor aktif sistem
akan memberikan sinyal evakuasi dan setelah 30 detik proteksi pemadam
kebakaran aktif [19].
Pada laporan tugas akhir oleh Tatan Rustandi tentang prototype sistem
pemadam kebakaran otomatis berbasis PLC CP1L terintegrasi HMI, Sistem
tersebut dihubungkan dengan sensor suhu dan asap dan akan mengaktifkan alarm
II-2
jenis buzzer, lampu LED indikator kebakaran, indikator pintu darurat aktif,
indikator pompa dan sprinkle, dan indikator cooling. sistem ini terintegrasi dengan
HMI sebagai visualisasi dengan menggunakan software wonderware intouch [25].
Pada jurnal penelitian Indra Saputra, tentang perancangan water level control
menggunakan PLC Omron Sysmac C200H dilengkapi wonderware intouch,
dalam mengendalikan dan memantau kerja dari plant digunakan bantuan
wonderware intouch. Hal yang perlu diperhatikan adalah koneksi antara PLC
sebagai kendali plant dan wonderware intouch sebagai antarmuka suatu plant.
Agar PLC dengan wonderware intouch dapat berkomunikasi maka menggunakan
software I/O Omron Host Link [13].
Terdapat berbagai macam plant dengan berbagai sistem kendali yang
terapkan secara otomatis, penggunaan alat kendali yang umumnya menggunakan
PLC dan microcontroller. Pada jurnal penelitian Adi Winarto, membuat prototype
sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan perangkat kendali nya adalah
PLC. Parameter deteksi adanya bahaya kebakaran digunakan sensor asap dan
sensor suhu dengan sistem alarm sebagai tanda peringatan [32].
Berbagai konsep dan metoda telah dikembangkan agar memperoleh proses
kerja sistem yang lebih baik. Para peneliti menggunakan sensor suhu dan asap
sebagai perangkat parameter kebakaran, beberapa diantaranya menggunakan
berbagai macam controller sebagai alat pengendalinya. Hal ini sesuai dengan
definsi sistem pendeteksi kebakaran menurut Sunarno, yaitu adalah suatu sistem
keteknikan yang terdiri dari beberapa alat yang secara otomatis mendeteksi panas,
asap, atau hasil pembakaran lain dan akan menyalakan alarm [30].
Konsep sistem alarm kebakaran masih bisa dikembangkan, karena sistem
pendeteksi kebakaran yang terdapat pada tinjauan pustaka belum menggunakan
menerapkan sistem pendeteksi lokasi kebakaran atau sistem addressable sebagai
jenis sistem alarm kebakaran.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang digunakan maka dibuatlah tugas akhir
tentang rancang bangun konsul kendali sistem alarm kebakaran dengan sensor
suhu dan asap menggunakan PLC Schneider TM221CE24R dilengkapi dengan
software wonderware intouch sebagai tampilan HMI nya. Tugas akhir ini
dilakukan untuk menghasilkan sistem alarm kebakaran pada gedung perkantoran
II-3
yang dapat mengirimkan data kepada PLC master dengan menggunakan
parameter asap dan suhu, serta sistem ini dapat dikendalikan secara otomatis dan
menampilkan data lokasi titik kebakaran secara animasi pada HMI yang dapat
dilihat secara real time. Sistem kendali ini merupakan kombinasi lain dari
berbagai sensor, alat kendali dan perangkat lunak untuk monitoring nya.
II.2 Pengantar
Pada bab ini penulis akan membahas teori-teori yang berkaitan dengan tugas
akhir sebagai penunjang dalam tahap perancangan sistem. Teori-teori yang akan
dibahas diantaranya ialah teori dasar tentang sistem otomasi bangunan, kebakaran,
sistem alarm kebakaran, programmable logic control (PLC), komunikasi jaringan,
konsul sistem kendali, serta beberapa perangkat lunak yang digunakan dalam
perancangan sistem. Pada bab ini juga akan dibahas secara singkat mengenai
perangkat-perangkat yang digunakan dalam perancangan sistem yang akan
dibangun dalam tugas akhir ini.
Dalam teori sistem otomasi bangunan akan dibahas tentang pengertian
secara umum dan sub sistem yang ada pada sistem otomasi bangunan. Teori yang
berhubungan dengan kebakaran juga diperlukan seperti klasifikasi kebakaran,
sistem alarm kebakaran mencakup sistem konvensional, sistem addressable dan
sistem semi-addresable, serta komponen pendeteksi kebakaran dan komponen
pada sistem alarm kebakaran.
Teori dasar yang diperlukan lagi sebagai penunjang perancangan sistem ini
ialah teori tentang PLC dengan tipe yang akan digunakan yaitu PLC Modicon
TM221CE24R beserta modul ekspansi analog TM3AI8 yang digunakan. Teori
perangkat lunak yang digunakan dalam perancangan sistem ini ialah SoMachine
Basic yang digunakan dalam pembuatan program PLC dengan menggunakan
bahasa pemrograman ladder diagram (LD), kemudian wonderware intouch yaitu
perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan tampilan antarmuka sistem
atau human machine interface (HMI). Selanjutnya ialah membahas teori yang
menyangkut dengan komunikasi jaringan dan protokol jaringan.
II-4
II.3 Sistem Otomasi Bangunan
Sistem Otomasi Bangunan atau Building Automation Systemc (BAS) pada
dasarnya merupakan suatu sistem yang memberikan pengendalian terhadap
fungsi-fungsi atau fasilitas bangunan secara otomatis. Dalam realisasinya BAS
diwujudkan sebagai sistem pengendalian dan pemantauan terpadu dari seluruh
utilitas yang tersebar dalam suatu bangunan ke sebuah pusat kendali. BAS bukan
hanya sekedar pengendalian utilitas secara otomatis namun lebih jauh lagi yaitu
mengintegrasikan pegoperasian berbagai utilitas bangunan untuk mendapatkan
optimalisasi fungsi, penghematan energi, keamanan sistem dan fungsi-fungsi
operasi pemeliharaan utilitas bangunan secara menyeluruh. Bentuk utilitas pada
suatu bangunan pada umumnya dapat berupa sistem pencahayaan (lighting), Tata
udara (HVAC), Transportasi gedung (Building Transporattion), Sistem Alarm
Kebakaran (Fire Alarm system), Sistem Keamanan (Security System), dan lain-
lain. Pada sistem yang konvensional tiap-tiap sistem berdiri sendiri (standalone),
namun dalam konsep BAS hanya akan berfungsi sebagai sub-sistem. Besar
kecilnya sistem dalam integrasi diatas bersifat relatif, bergantung pada kebutuhan
dan kemampuan pemilik bangunan.
Sistem kendali dalam otomasi bangunan adalah sistem kendali berbasis
komputer dari sejumlah utilitas mekanikal dan elektrikal. Sistem kendali semacam
ini umumnya berbentuk Direct Digital Control (DDC) untuk mendapatkan
karakteristik pengendalian yang mudah dan murah. Perangkat-perangkat kendali
PID berbasis microprocessor lebih banyak diandalkan untuk pemantauan dan
pengendalian utilitas bangunan guna mencapai optimasi kinerja dan penghematan
energi sistemnya. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah modul-modul kendali yang
dirangkai dalam jaringan Local Area Network (LAN) [26].
II.4 Subsistem pada Sistem Otomasi Bangunan
Dalam sistem otomasi bangunan terdapat sub-sistem yang merupakan bagian
dari sistem otomasi bangunan yang memiliki fungsi nya masing-masing.
Keberhasilan suatu sistem otomasi bangunan dapat tercapai ketika subsistem
didalamnya dapat bekerja secara optimal. Tidak ada ketetapan bahwa utilitas
dalam sistem otomasi bangunan harus ada beberapa utilitas tertentu saja, apapun
II-5
utilitas yang dianggap penting dan dibutuhkan, maka dapat diintegrasikan
kedalam sistem otomasi bangunan.
Berikut ini merupakan beberapa contoh dari utilitas yang umumnya
diperlukan pada suatu bangunan, diantaranya yaitu :
1. Sistem Catu daya Bangunan
2. Sistem Keamanan Bangunan
3. Sistem Penerangan Bangunan
4. Sistem Transportasi Bangunan
5. Sistem Pengolahan Air Limbah
6. Sistem Proteksi dan Alarm Kebakaran
7. Sistem Manajemen dan Pengaturan Parkir
8. Sistem Penyediaan dan Distribusi Air Bersih
9. Sistem Heating, Ventilating, and Air Condition (HVAC)
II.5 Kebakaran
Definisi Kebakaran Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 03-
3985-2000 bagian 4.1 merupakan suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan
mencapai temperature kritis, serta bereaksi secara kimia dengan oksigen yang
menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida,
karbondioksida, atau produk dan efek lainnya [28].
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26 Tahun 2008 pada Bab 1
Pasal 1.1.5 juga mendefinisikan bahwa bahaya kebakaran adalah bahaya yang
diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak
dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan
[23].
Gambar II. 1 Segitiga Api [3]
II-6
Dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mendefenisikan
bahwa kebakaran merupakan situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah atau pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan / atau kerugian [35].
Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebakaran ialah peristiwa
atau kejadian timbulnya api yang tidak diinginkan, karena unsur-unsur pembentuk
api yang terdiri dari bahan bakar, oksigen dan sumber panas yang membentuk
suatu reaksi oksidasi biasa dikenal dengan konsep segita api atau fire triangle.
II.6 Klasifikasi Kebakaran
Jenis kebakaran dapat dibedakan berdasarkan sumber apinya, jenis kebakaran
diklasifikasikan secara internasional merujuk kepada klasifikasi kebakaran
menurut National Fire Protection Association (NFPA) [21]. kebakaran
diklasifikasikan menjadi lima kelas yaitu kebakaran kelas A, kebakaran kelas B,
kebakaran kelas C, kebakaran kelas D, dan kebakaran kelas K.
Tabel II. 1 Klasifikasi Kebakaran menurut NFPA
KELAS JENIS KEBAKARAN SIMBOL
Padat Non-Logam
Kayu, kain, kertas, karet dan
berbagai macam plastik.
Air, Uap Air, Pasir,
Serbuk Kimia Kering,
Gas atau Cairan
Minyak bumi, cat berbasis minyak,
pelarut, pernis, alkohol, dan gas
yang mudah terbakar Karbondioksida dan
Serbuk Kering
II-7
Tabel II. 1 Klasifikasi Kebakaran menurut NFPA (Lanjutan Hal II-6)
KELAS JENIS KEBAKARAN SIMBOL
Listrik
Arus Pendek Karbondioksida dan
Serbuk Kering
Logam
Logam seperti
magnesium, titanium,
zirkonium, natrium,
litium dan potassium
Serbuk Kimia sodium
Klorida, Grafit
Bahan Masakan
Kebakaran dalam
peralatan masak yang
mudah terbakar (minyak
nabati atau hewani dan
lemak).
Cairan Kimia,
Karbondioksida
Klasifikasi kebakaran juga berguna untuk menentukan aman tidaknya jenis
media pemadam tertentu untuk memadamkan kelas kebakaran tertentu
berdasarkan sumber api atau kebakarannya. Salah satu alasan kebakaran tidak
dapat diatasi ialah dengan salahnya media pemadam yang digunakan. Tabel II.1
memberikan penjelasan singkat mengenai klasifikasi kebakaran berdasarkan
NFPA.
Menurut peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No 04 Tahun 1980
pada pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa klasifikasi kebakaran di indonesia
dibedakan menjadi empat kelas [24] diantaranya yaitu :
a. Kebakaran bahan padat kecuali logam ( Golongan A )
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar ( Golongan B )
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C )
d. Kebakaran logam ( Golongan D )
II-8
II.7 Sistem Alarm Kebakaran
Sistem Alarm kebakaran menurut NFPA 72 tentang National Fire Alarm
Code pada bagian 3.3.67 ialah sebagai berikut :
“ A system or portion of a combination system that consists of components and circuits arranged to monitor and annunciate the status of fire alarm or supervisory signal-initiating devices and to initiate the appropriate response to those signals ”.
Sistem alarm kebakaran adalah sebuah sistem atau bagian dari kombinasi
sistem yang terdiri dari komponen dan rangkaian yang diatur untuk memantau dan
memberi tahu status alarm kebakaran atau alat yang digunakan untuk mengawasi
sinyal alarm kebakaran untuk merespon secara tepat terhadap sinyal alarm
kebakaran [21].
Sistem alarm kebakaran juga dikemukakan oleh Merton W. Bunker dan
Richard J. Roux dalam buku Fire Alarm and Signaling System Installation [20]
bahwa :
“ Fire alarm systems are designed, installed, and maintained to protect
people and property from fire. modern fire alarm systems are almost completely independent from human input. They do, however, require installation, testing, and maintenance by humans ”.
Sistem alarm kebakaran dirancang, dipasang, dan dirawat untuk melindungi
orang-orang dan harta benda dari bahaya kebakaran. Sistem alarm kebakaran
modern hampir sepenuhnya tidak dipengaruhi oleh manusia. Namun untuk
keperluan pemasangan, pengujian, dan pemeliharaan dilakukan oleh bantuan
manusia.
Sistem alarm kebakaran dibedakan menjadi tiga macam konfigurasi
berdasarkan jenis panel kontrol nya atau pusat kendali nya. Beberapa diantaranya
dapat menggunakan fire alarm control panel, menggunakan PLC, serta ada juga
yang menggunakan kombinasi modular fire controller dengan PLC [3].
II-9
Gambar II. 2 Konfigurasi dengan Fire Alarm Control Panel [3]
Gambar II.2 menunjukkan konfigurasi yang biasanya digunakan pada
bangunan. Perangkat pemicu alarm seperti detector api, asap, dipantau dan
dikendalikan oleh panel kontrol kebakaran atau bisa disebut dengan istilah fire
alarm system control panel, fire control panel atau fire cabinet yang terhubung
secara langsung.
Gambar II. 3 Konfigurasi dengan Kombinasi Modular Fire Controller - PLC [3]
II-10
Pada Gambar II.3 perangkat alarm dapat berkomunikasi dan dipantau oleh
modular fire controller (rack-mounted controller, fire control module). Bila
modular fire controller menerima sinyal alarm, fire controller akan mengaktifkan
sinyal alarm ke PLC.
Gambar II. 4 Konfigurasi dengan PLC [3]
Pada gambar II.4 detektor kebakaran dapat berkomunikasi secara langsung
dengan perangkat PLC sehingga modular fire control tidak diperlukan. Pada
gambar II.3 dan II.4 menunjukan konfigurasi yang biasanya digunakan untuk
proses industri dan untuk fasilitas industri seperti stasiun pengisian bahan bakar,
stasiun pompa, dan tanki.
Sistem alarm kebakaran dibedakan menjadi tiga jenis diantaranya
yaitu convensional, addressable, dan semi-addressable. Ketiganya berbeda pada
kompleksitas instalasi dan akurasi monitoring pada area lokasi terjadi kebakaran,
ketiga sistem alarm kebakaran dideskripsikan sebagai berikut :
II.7.1 Sistem Alarm Kebakaran Konvensional
Sistem alarm kebakaran tipe konvensional merupakan jenis sistem alarm
kebakaran yang biasanya digunakan untuk perumahan, toko, atau ruangan tertentu
pada suatu bangunan. Pada sistem ini ditentukan berdasarkan pembagian per zona
atau zone yaitu dengan menggabungkan beberapa detektor dalam satu zona. Setiap
II-11
zona langsung dihubungkan ke panel kontrol, sehingga jumlah kabel yang masuk
ke dalam panel kontrol sama dengan banyaknya jumlah zona yang terpasang [5].
Pada sistem tipe konvensional lebih sering digunakan karena lebih murah
dibanding sistem addressable. Meski hanya bisa merespon atau memberikan
informasi tentang letak zona saja, namun sistem konvensional ini bisa dirancang
dengan sistem yang lebih teliti dan fungsional lagi yaitu menggunakan module
control, yang disebut dengan sistem alarm kebakaran tipe semi-addressable [38].
II.7.2. Sistem Alarm Kebakaran Addressable
Sistem alarm kebakaran tipe addressable adalah sebuah sistem yang setiap
detektor nya dilengkapi address atau alamat, sehingga jika terjadi perubahan
status masing-masing detektor dapat terlihat secara individual [23]. Alamat setiap
detektor dapat berupa ID perangkat yang digunakan. Sistem ini cocok digunakan
untuk gedung-gedung besar, khususnya tempat-tempat komersial. Salah satu
keuntungan besar dari sistem alarm kebakaran tipe addressable adalah lokasi
detektor dapat langsung diketahui agar petugas keamanan dapat menanggapi
kejadian kebakaran di area yang tepat karena sudah mengetahui area mana yang
sedang terjadi kebakaran [38].
II.7.3 Sistem Alarm Kebakaran Semi-Addressable
Sistem alarm kebakaran tipe semi-addressable adalah pembentukan sistem
konvensional dengan sistem addressable dengan menggunakan control module.
Detektor di kelompokan dalam area atau zone, hanya saja setiap zone tidak
langsung dihubungkan ke panel kontrol, melainkan dihubungkan ke interface
module serta dihubungkan secara serial dengan menggunakan kabel data ke panel
kontrol. Sistem tipe semi-addressable dinilai lebih efektif jika dibandingkan
dengan sistem konvensional karena lebih mendekati untuk mencari letak zona
yang terjadi kebakaran [5].
II.8 Komponen Sistem Alarm Kebakaran
Dalam sebuah sistem proteksi kebakaran terdapat komponen-komponen
penting yang sangat berperan dalam proses kerja sistem tersebut. Setiap
II-12
komponen tersebut mempunyai peranan dan fungsi masing-masing, namun
peranan-peranan komponen tersebut saling melengkapi satu sama lain guna
mencapai proses yang optimal dalam menanggulangi peristiwa kebakaran.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.02 Tahun 1983 pada bab 1
pasal 1 menyebutkan bahwa yang terdiri dari kelompok alarm adalah bagian dari
sistem alarm kebakaran termasuk relai, lampu, saklar, hantaran dan detektor
sehubungan dengan perlindungan satu area [24].
Berikut ini ialah komponen-komponen utama yang ada pada sistem proteksi
kebakaran diantaranya yaitu :
II.8.1. Detektor Kebakaran
Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang sebagai alat pendeteksi
adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Menurut SNI 03-3985-2000
pada bagian 4.2.1 tentang jenis detektor. Detektor dibagi menjadi empat macam
jenis diantaranya yaitu :
1. Detektor asap
Detektor asap adalah alat yang mendeteksi partikel yang terlihat atau yang
tidak terlihat dari suatu pembakaran.
2. Detektor panas.
Detektor panas adalah alat yang mendeteksi temperatur tinggi atau laju
kenaikan temperatur yang tidak normal. Detektor panas terbagi menjadi dua
macam, yaitu :
a. Detektor bertemperatur tetap yang berkerja pada suatu batas panas tertentu
(fixed temperature).
b. Detektor yang berkerja berdasarkan kecepatan naiknya temperatur (rate of
rise temperature).
3. Detektor nyala api
Detektor nyala api adalah alat yang mendeteksi sinar infra merah atau radiasi
yang ditimbulkan oleh suatu kebakaran.
4. Detektor gas kebakaran
Alat untuk mendeteksi gas-gas yang terbentuk oleh suatu kebakaran.
II-13
Menurut SNI 03-3985-2000 bagian 5.3 tentang klasifikasi temperatur pada
kebakaran dapat dilihat pada tabel II.2
Tabel II. 2 Klasifikasi Temperatur
Klasifikasi Temperatur Rentang Nilai Temperatur (0C)
Rendah 37,7 – 56,6
Sedang 57 – 78,8
Menengah 79 - 120,5
Tinggi 121 – 162,2
Ekstra Tinggi 163 – 203,8
Ekstra Sangat Tinggi 204 – 259,4
Ultra Tinggi 260 – 301,6
II.8.2 Alarm
Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang memberikan isyarat
atau tanda adanya suatu kebakaran. Menurut SNI 03-3985-2000 bagian 3.1 alarm
kebakaran ialah komponen dari sistem yang memberikan isyarat atau tanda
setelah kebakaran terdeteksi.
Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000
bagian 2 menyebutkan tujuan pemasangan alarm kebakaran adalah untuk
memberikan peringatan kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran,
sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan dalam kondisi
darurat serta untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran mengidentifikasi
titik awal terjadinya kebakaran [17].
Alarm dibagi menjadi dua jenis menurut cara kerjanya yaitu:
1. Alarm Suara, ialah alarm kebakaran yang memberikan tanda atau syarat
berupa bunyi khusus (audible alarm). Menurut SNI 03-3985-2000 Alarm
suara harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Mempunyai bunyi serta irama yang khas hingga mudah dikenal sebagai
alarm kebakaran.
b. Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500 ~ 1000 Hz
dengan tingkat kekerasan suara minimal 65 dB.
II-14
2. Alarm Visual, (visible alarm) ialah alarm kebakaran yang memberikan tanda
atau isyarat yang tertangkap pandangan mata secara jelas. Alarm visual
dipasang di luar ruangan tertutup (closed room) seperti ruang panel listrik,
ruang genset, ruang pompa dan semisalnya, dengan maksud agar gejala
kebakaran di dalam ruangan dapat diketahui oleh orang di luar melalui nyala
lampu [37].
II.8.3 Tombol Panggil Manual
Tombol Panggil Manual atau Titik Panggil Manual menurut SNI 3-3985-
2000 bagian 3.14 mendefinisikan bahwa titik panggil manual ialah alat yang
dioperasikan secara manual untuk memberi isyarat adanya kebakaran [28].
Tombol panggil manual adalah alat untuk mengaktifkan sirine atau alarm tanda
peringatan bahaya kebakaran secara manual atau memerlukan peran interaksi
dengan manusia.
Gambar II. 5 Tombol Panggil Manual [37]
Alat ini disebut dengan bermacam istilah seperti manual-call
point, emergency break glass, dan push button alarm. Semuanya memiliki bentuk
yang sama/mirip sehingga mudah dikenali [37]. Tombol panggil manual harus
ditempatkan pada area yang disadari oleh banyak orang, harus berada pada jalur
evakuasi kebakaran dan dapat dengan mudah dijangkau untuk di operasikan. Alat
ini bisa ditempatkan diluar ruangan atau di dalam ruangan [28]. Pada alat ini
umumnya terdapat tombol reset untuk mematikan rangkaian alarm peringatan
kebakaran, ini menjadi sangat berguna jika terdapat pelatihan simulasi
kebakaran.[37]
II-15
II.9 Programmable Logic Control
Berdasarkan standar National Electrical Manufactures Association (NEMA)
ICS3-1978 part ICS3-304 definisi Programmable Logic Controller (PLC) adalah
sebagai berikut :
“A digitally operating electronic system designed for use in an industrial environment, which uses a programmable memory for the internal storage of instructions for implementing specific functions such as logic, sequencing, timing, counting and arithmetic to control through analog or digital input/output modules, various types of machines or processes”.
PLC merupakan suatu sistem elektronik operasi digital yang dirancang untuk
digunakan pada ruang lingkup industri yang memiliki memori yang dapat
diprogram untuk menyimpan perintah-perintah untuk menerapkan fungsi khusus
seperti logic, sequencing, timing, counting dan arithmatic untuk mengontrol
berbagai jenis mesin atau proses melalui modul input/output analog atau digital.
Dari sumber lain menurut Irzam Harmein dalam buku Programmable Logic
Control (PLC) edisi 3 mendefinisikan bahwa PLC adalah suatu bentuk khusus
pengontrol berbasis microprocessor yang memanfaatkan memori yang dapat
diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi dan mengimplementasikan
fungsi-fungsi semisal logika, sequencing, pewaktuan (timing), pencacahan
(counting) dan aritmatika guna mengontrol mesin-mesin dan proses-proses [8].
PLC memiliki keunggulan yang signifikan karena sebuah perangkat
pengontrol yang sama dapat dipergunakan di dalam beraneka ragam sistem
kontrol. PLC serupa dengan komputer namun bedanya komputer dioptimalkan
untuk tugas-tugas perhitungan dan penyajian data, sedangkan PLC dioptimalkan
untuk tugas-tugas pengontrol dan pengoperasian di dalam lingkungan industri
dengan demikian PLC memiliki karakteristik : 1. Kokoh dan dirancang untuk tahap terhadap getaran, suhu, kelembaban dan
kebisingan. 2. Antarmuka untuk input-output sudah tersedia secara built-in didalamnya.
3. Mudah diprogram dan menggunakan sebuah bahasa pemrograman yang
mudah dipahami, yang sebagian besar berkaitan dengan operasi-operasi
logika.
II-16
II.9.1 PLC Modicon TM221CE24R
PLC Modicon TM221CE24R ialah salah satu jenis produk PLC Schneider
yang dirancang sebagai pengendali suatu sistem dengan berbagai fitur yang
terdapat didalamnya. PLC Modicon merupakan PLC yang dapat dijadikan sebagai
sistem kendali dengan menggunakan dasar gerakan, aritmatika, dan instruksi
perbandingan. Pada tabel II.3 Merupakan spesifikasi dari PLC modicon
TM221CE24R (Spesifikasi Lengkap Terlampir)
Tabel II. 3 Spesifikasi PLC Modicon TM221CE24R
No Spesifikasi Keterangan
1 Rated supply voltage 100...240 V AC
2 Discrete I/O number 24 (14 Discrete Input & 10 Relay Discrete
Output)
3 Discrete output type Relay normally open
4 Analog input number 2 at input range: 0...10 V
5 Discrete output voltage 5...125 V DC and 5...250 V AC
6 Discrete output current 2 A
7 Number of I/O
expansion module
<= 7 for transistor output
<= 7 for relay output
8 Network frequency 50/60 Hz
9 Discrete input logic Sink or source (positive/negative)
No Spesifikasi Keterangan
10 Discrete input voltage 24VDC
11 Power consumption
(VA)
<= 58 VA at 100-240 V with maxnumber
of I/O expansion module
<= 35 VA at 100-240 V without I/O
expansion module
12 Communication port
protocol
USB port : USB protocol-SoMachine-
Network
Non-isolated serial link : Modbus protocol
master/slave - RTU/ASCII
: Ethernet protocol
II-17
Pada gambar II.6 merupakan gambar dari susunan terminal input dan output
digital disertai terminal input analog pada PLC Modicon TM221CE24R.
Gambar II. 6 Terminal Input-Output PLC TM221CE24R
Pada tabel II.4 juga menunjukan penjelasan dari tiap susunan terminal input
dan output yang terdapat pada PLC TM221CE24R.
Tabel II. 4 Terminal Input-Output PLC TM221CE24R
Jenis Keterangan
Terminal Input Digital
24V dan 0V Terminal Catu Daya
COM Terminal Common
I0 – I13 Terminal Input Digital
Terminal Output Digital
COM Terminal Common
Q0 – Q9 Terminal Output
Terminal Input Analog
AN1 dan AN0 Terminal input
0V Terminal ground
+ Muatan listrik pada terminal input
- Muatan listrik pada terminal ground
II-18
II.9.2. Modul Ekspansi TM3AI8
Modul ekspansi adalah modul tambahan yang disediakan oleh Schneider
untuk memenuhi kebutuhan I/O sesuai dengan kebutuhan. Modul ekspansi analog
input TM3AI8 memiliki 8 port input analog.
Gambar II. 7 Modul Ekspansi Analog Input TM3AI8
Tipe input analog yang dapat digunakan pada modul ekspansi ini diantaranya
untuk input tegangan dari 0 sampai 10V dan dari -10 sampai 10V, sedangkan
untuk input arus dari 0 sampai 20mA dan dari 4 sampai 20mA. Pada tabel II.5
dapat dilihat spesifikasi dari modul ekspansi analog dengan tipe TM3AI8.
Tabel II. 5 Spesifikasi Modul Ekspansi TM3AI8
No Spesifikasi Keterangan
1 Range of product Modicon TM3AI8
2 Component type Analog input module
3 Analogue input number 8
4 Analogue input type Voltage, analogue input range: - 10..10V
Voltage, analogue input range: 0...10 V
Current, analogue input range: 0..20 mA
Current, analogue input range: 4..20 Ma
5 Analogue input
resolution
12 bits
6 Input impedance >= 1 MOhm voltage
<= 50 Ohm current
II-19
II.10 SoMachine Basic
SoMachine Basic adalah perangkat lunak pemrograman untuk PLC
Schneider yang dirancang khusus untuk Modicon M221 dan menangani semua
fungsi pemrograman, visualisasi, dan commissioning.
Gambar II. 8 Software SoMachine Basic
SoMachine Basic dapat di program menggunakan bahasa pemrograman
diantaranya Instruction List (IL) dan Ladder Diagram (LD)
Tabel II. 6 Spesifikasi Software SoMachine Basic
No Spesifikasi Keterangan
1 Range of product SoMachine
2 Product or component
type
Machine solution software
3 Range compatibility Modicon M221
4 Language English, French, German, Italian,
Spanish, Turkish, Chinese
(simplified), Portuguese
5 Operating system Windows 7 Professional 32/64 bit
Windows 8 Professional 32/64 bit
Windows 8.1 32/64 bit
Microsoft Windows 10
6 Type of license Free license
II-20
II.11 Wonderware Intouch
Pada dasarnya InTouch adalah software Human Machine Interface (HMI)
yg dilengkapi dengan fitur dasar SCADA software. Secara sederhana HMI
berfungsi sebagai “jembatan” bagi manusia (operator) untuk memahami proses
yang terjadi pada plant [13].
Gambar II. 9 Software Wonderware Intouch
InTouch merupakan komponen dari Wonderware Factory Suite dan telah
digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi termasuk food processing,
semiconductors, oil and gas, automotive, chemical, pharmaceutical, pulp and
paper, transportation dan utilities.
Menurut Iwan Handoyo [14] InTouch terdiri dari tiga komponen penyusun
utama, diantaranya yaitu :
1. Intouch Application Manager; berfungsi untuk mengorganisasikan aplikasi
yang akan dibuat.
2. Intouch Window Maker; suatu development environment. Dalam hal ini
object-oriented graphics digunakan untuk menciptakan animasi serta touch-
sensitive display windows. Tampilan windows ini dapat dihubungkan dengan
I/O sistem dari perangkat industri dan aplikasi berbasis Microsoft Windows
lainnya.
3. Intouch Window Viewer, merupakan runtime environment yang digunakan
untuk menampilkan grafik windows yang telah dibuat di WindowMaker.
WindowViewer mengoperasikan InTouch QuickScripts, menampilkan
II-21
historical data logging dan reporting, memproses alarm logging dan
reporting.
Tabel II. 7 Spesifikasi Software Wonderware Intouch
No Spesifikasi
Hardware
1 Computer with 1.2 GigaHertz (GHz) or faster processor
(32/64bit).
2 512 MB of memory minimum, 1 GigaByte (GB) or greater
recommended
3 At least 4 GB of available disk space for 32-bit OS, 6 GB
available disk space for 64-bit OS
4 Super VGA (1024 × 768) or higher-resolution video adapter
and monitor
Operating Systems
5 Windows 7 Professional 64-bit / 32-bit, Windows 2008
Standard 32-bit / 64-bit, Windows Vista Enterprise, Business,
Ultimate SP1, SP2, Windows XP Professional SP3
II.12 Human Machine Interface
Human Machine Interface (HMI) adalah sistem yang menghubungkan
antara manusia dan teknologi mesin. HMI dapat berupa pengendali dan visualisasi
status manual ataupun melalui visualisasi komputer. Sistem HMI biasanya bekerja
secara online dan real-time dengan membaca data yang dikirimkan melalui input-
output port yang terhubung pada kontroler.
HMI dalam_industri manufaktur berupa suatu tampilan Graphic User
Interface (GUI) pada tampilan layar komputer yang akan dihadapi oleh operator
mesin maupun pengguna yang membutuhkan data kerja dari suatu mesin.
Tampilan HMI memberikan suatu gambaran_kondisi mesin yang berupa peta
mesin produksi yang dapat dilihat ketika mesin sedang aktif
II-22
Gambar II. 10 Tampilan HMI pada Wonderware intouch [14]
Pada HMI juga terdapat_fungsiMuntuk_mengendalikan mesin berupa slider
dan switch. Selain itu dalam HMI juga menampilkan alarm jika terjadi kondisi
bahaya pada sistem [11].
Dari referensi Lainnya [4] menyebutkan bahwa secara umum HMI memiliki
fungsi-fungsi seperti berikut:
1. Setting, yaitu mengubah nilai batas dari suatu paramater input atau
menentukan kondisi output berdasarkan nilai input yang diperoleh.
2. Monitoring, yaitu mengawasi kondisi plant secara real time. Tampilan kondisi
plant berdasarkan hasil pembacaan input dan output dari proses yang sedang
berlangsung pada plant.
3. Data Logging & Storage, yaitu pengambilan dan penyimpanan data dalam
suatu koleksi data. Pada umumnya data dapat berupa data pengukuran.
4. Alarm History, yaitu menyimpan kondisi alarm sehingga dapat diketahui
alasan terjadinya penyimpangan dalam sistem.
5. Trending, yaitu suatu istilah untuk penampilan grafik dari sebuah proses,
misalnya grafik proses kenaikan dan penurunan suhu, serta dapat dilihat secara
online, real time atau historis.
II.13 Komunikasi Ethernet
Ethernet merupakan kerabat teknologi dari jaringan komputer untuk jaringan
lokal setempat atau local area network (LAN). Sistem koneksi yang dilakukan
oleh ethernet ini adalah dengan cara membagikan aliran data menjadi bagian –
bagian pendek yang disebut sebagai frame. Dalam frame ini memiliki konten
II-23
yakni alamat sumber dan tujuan, serta pemeriksaan data yang error atau
error checking data [35]. Ethernet merupakan arsitektur jaringan komunikasi
yang paling sering digunakan. Topologi pada jaringan ethernet pada umumnya
adalah topologi bus dan / atau topologi-star yang menggunakan media kabel
twisted pair, coaxial ataupun fiber optic [8].
Topologi jaringan ethernet bersifat pasif, yang berarti hub ethernet tidak
memproses ulang atau mengubah sinyal yang dikirim oleh perangkat yang
terpasang. Ethernet dikembangkan pada akhir 1970-an oleh Xerox Corporation di
California, menggunakan protokol yang disebut Carrier Sense Multiple Access
with Collition Detection (CSMA/CD). Standar IEEE 802.3 mendefinisikan
ethernet protokol untuk open systems interconnect (OSI) dengan karakteristik
jaringan physical layer [8].
Berdasarkan kecepatannya ethernet dapat dibagi menjadi empat macam
diantanya yaitu [39] :
1. Ethernet, memiliki kecepatan 10 Mbit/detik serta memiliki standar yang
digunakan yaitu 10base2, 10base5, 10baseF, dan 10baseT.
2. Fast Ethernet, memiliki kecepatan 100mbit/detik, serta memiliki standard
yang digunakan oleh fast ethernet ini adalah 100baseFX, 100baseTX,
100baseT4 dan 100baseT.
3. Gigabit Ethernet, memiliki kecepatan 1000mbit/detik atau 1Gbit/detik,
serta memiliki standar 1000BaseT, 1000BaseSx, 1000BaseLX,
1000BaseCX.
4. Ten Gigabit Ethernet, Memiliki kecepatan 10000mbit/detik atau sama
dengan 10Gb/detik, namun ethernet jenis ini belum banyak
diimplementasikan.
II.14 Komunikasi Modbus
Modbus adalah sebuah application-layer messaging protocol, diposisikan
pada level 7 di model open systems interconnect (OSI). Modbus menyediakan
komunikasi client/server antara alat-alat yang terkoneksi pada bus atau network
yang berbeda. Modbus adalah protokol komunikasi serial yang dipublikasikan
oleh MODICON pada tahun 1979 untuk diaplikasikan ke dalam PLC. Modbus
II-24
sudah menjadi standar protokol yang umum digunakan untuk menghubungkan
perangkat elektronik industri. Beberapa alasan mengapa protokol modbus ini
sering dugunakan, diantaranya karena modbus dipublikasikan secara terbuka dan
bebas royalti, mudah dalam penggunaan dan perawatan, memindahkan data bit
atau word terlalu banyak tanpa membatasi vendor.
Modbus mampu menghubungkan 247 perangkat (slave) dalam satu jaringan
atau master, Modbus sering digunakan untuk menghubungkan komputer
pemantau dengan remote terminal unit (RTU) pada system supervisory control
and data acquisition (SCADA). Variasi Modbus dapat diaplikasikan pada port
serial RS-485 dan ethernet serta jaringan lainnya yang support dengan internet
protocol suite [22].
Modbus dapat dikategorikan dalam berbagai macam, diantaranya sebagai
berikut:
1. Modbus RTU, Merupakan jenis Modbus yang ringkas dan digunakan pada
komunikasi serial. Format RTU dilengkapi dengan mekanisme cyclic
redundancy error (CRC) untuk memastikan keandalan data. Modbus RTU
merupakan implementasi protokol modbus yang paling umum digunakan.
setiap frame data dipisahkan dengan periode idle (silent).
2. Modbus ASCII, Digunakan pada komunikasi serial dengan memanfaatkan
karakter ASCII. Format ASCII menggunakan mekanisme longitudinal
redundancy check (LRC). Setiap frame data modbus ASCII diawali dengan
titik dua (“:”) dan baris baru yang mengikuti (CR/LF).
3. Modbus TCP/IP atau Modbus TCP, Merupakan varian modbus yang
digunakan pada jaringan TCP/IP.
II.15 Konsul Sistem Kendali
Menurut American National Standards Institute (ANSI) atau The
International Society of Automation (ISA) bagian 18.2-2009 mendefinisikan kata
Konsul (Console) ialah :
“The interface for an operator to monitor and / or control the process, which may include multiple displays or annunciators, and defines the boundaries of the operator span of control.”
II-25
Dapat diartikan bahawa konsul ialah antarmuka bagi operator untuk
memantau dan / atau mengendalikan proses, yang mungkin mencakup beberapa
tampilan atau isyarat, dan menentukan batasan rentang operator untuk dapat
mengendalikan sesuatu. Pada sumber lain yaitu Institute of Electrical and
Electronics Engineers (IEEE) bagian C37-1-1987 mendefinisikan arti console
ialah :
“The component of the system which provides facilities for control and observation of the system. Examples include operators’s console, maintenance console”.
Dapat diartikan juga bahwa definisi konsul menurut IEEE adalah komponen
dari sistem yang menyediakan fasilitas untuk pengendalian dan pengamatan
sistem. Contohnya termasuk konsol operator, konsol pemeliharaan.
Dari berbagai definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa konsul kendali
adalah suatu alat atau gabungan dari beberapa komponen yang menghubungkan
operator dengan suatu proses yang mencakup suatu tampilan sistem yang dibuat
guna mengendalikan dan memantau jalannya suatu proses kerja sehingga hasil
yang dikeluarkan sesuai dengan yang diinginkan.
II.16 Sensor Suhu LM35DZ
Sensor suhu LM35DZ merupakan chip IC Production National
Semiconduktor yang berfungsi untuk mengetahui temperature suatu objek atau
ruangan dalam bentuk besaran listrik, atau dapat juga di definisikan sebagai
komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah perubahan besaran
elektrik.
Gambar II. 11 Sensor Suhu LM35
II-26
Sensor suhu IC LM35 membutuhkan sumber tegangan DC +5V dan
konsumsi arus DC sebesar 60uA dalam beroperasi [12].
Dari gambar II.1 dapat diketahui bahwa sensor suhu IC LM35 pada dasarnya
memiliki 3 pin yang berfungsi sebagai sumber supply tegangan DC+5V, sebagai
pin output hasil pengindraan dalam bentuk tegangan DC pada Vout dan pin untuk
ground.
II.17 Sensor Asap MQ-2
Sensor asap (MQ–2) ini mendeteksi konsentrasi gas yang mudah terbakar di
udara serta asap dan output dapat berupa tegangan output analog. Sensor dapat
mengukur konsentrasi gas mudah terbakar dari 300 sampai 10.000 PPM. Dapat
beroperasi pada suhu dari -20 sampai 50 ° C dan mengkonsumsi kurang dari 150 mA
pada 5V [12].
Gambar II. 12 Sensor Asap MQ-2 [12]
Sensor ini biasa digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas baik di rumah
maupun di industri. Gas yang dapat dideteksi diantaranya : LPG, i-butane,
propane, methane ,alcohol, hydrogen, smoke.
II.18 Operational Amplifier
Suatu penguat elektronika yang terintegrasi dalam sebuah chip integrated
circuit (IC) yang memiliki dua input yaitu (+) dan (-) dengan sebuah terminal
output. Prinsip kerja sebuah operasional Amplifier (Op-Amp) adalah
membandingkan nilai kedua input (+) dan (-) apabila kedua input bernilai sama
maka output dari Op-amp tidak ada (nol) dan apabila terdapat perbedaan nilai
II-27
input keduanya maka output Op-amp akan memberikan tegangan output [15].
Operasional amplifier (Op-Amp) yang ideal memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a) Impedansi Input (Zi) besar = ∞
b) Impedansi Output (Z0) kecil= 0
c) Penguatan Tegangan (Av) tinggi = ∞
d) V0 = 0 apabila V1 = V2 dan tidak tergantung pada besarnya V1
e) Karakteristik operasional amplifier (Op-Amp) tidak tergantung pada suhu
Gambar II. 13 Rangkaian Inverting Amplifier
Terdapat berbagai macam rangkaian penguat operasional amplifier, pada
gambar II.13 dan gambar II.14 memperlihatkan rangkaian operasional amplifier
inverting dan non-inverting.
Rangkaian inverting amplifier seperti ditunjukan pada gambar II.13.
Tegangan input dimasukan ke terminal inverting, dan terdiri dari resistor R1 dan
resistor R2. Persamaan gain pada rangkaian inverting adalah sebagai berikut :
............................................................................. (2-1)
................................................................................... (2-2)
Karena A = ∞ adalah op-amp yang ideal untuk inverting amplifier, sehingga
gain nya menjadi :
II-28
.......................................................................................... (2-3)
Gambar II. 14 Rangkaian Non-Inverting Amplifier
Pada gambar II.14 merupakan rangkaian untuk non-inverting amplifier.
Umpan balik negatif dipertahankan, dan sinyal input dimasukan ke terminal non-
inverting. Untuk persamaan gain rangkaian non-inverting adalah sebagai berikut :
..............................................................................................(2-4)
Gain pada rangkaian non-inverting adalah positif, dan nilai gain selalu lebih
besar dari 1. Karena A = ∞, maka gain adalah :
.................................................................................................... (2-5)
II.19 Voltage To Current Convertion
Voltage To Current Convertion merupakan rangkaian pengubah sinyal
tegangan menjadi sinyal arus. Menurut ANSI/ISA 50.00-1 bagian 3.2 standar
sinyal output harus memiliki sifat arus yang constant yang memiliki jangkauan
arus dari 4mA sampai 20 mA bisa disebut dengan istilah Transmitters, sehingga
sinyal tegangan pada rangkaian ini akan diubah menjadi arus dengan rentang
sesuai standar arus output. Hal ini dilakukan karena sinyal input dikirimkan dalam
II-29
bentuk tegangan, maka banyak resiko error dari drop tegangan pada resistansi
sambungan. Dengan adanya rangkaian transmitter ini, maka pengiriman sinyal
diharapkan tanpa adanya losses energy dan juga tanpa error noise listrik. Contoh
rangkaian transmitter terdapat pada gambar II.15
Gambar II. 15 Rangkaian Voltage to Current Converter [15]
Untuk menghasilkan nilai arus 4mA - 20mA saat tegangan input 0-10 volt
maka harus ditentukan terlebih dahulu nilai resistansi Rspan dan tegangan zero
(reference) 𝑒𝑟𝑒𝑓. Hal itu dapat ditentukan dari perhitungan dengan rumus berikut,
yang selanjutnya dinamakan persamaan 2-6.
………….……….……………………………..……… (2-6)
Dengan : e(A) = tegangan minimum ; e(B) = tegangan maksimum
I(A) = arus minimum ; I(B) = arus minimum
Selanjutnya untuk mencari nilai 𝑒𝑟𝑒𝑓 digunakan perhitungan sebagai berikut,
dengan persamaan 2-7
𝑒𝑟𝑒𝑓=𝑉𝑟𝑒𝑓= 2 𝑅 (𝐵)−𝑒(𝐵) ………………..………………………………(2-7)
II-30
II.20 Current To Voltage Converter
Current To Voltage Converter merupakan rangkaian yang mengubah sinyal
arus menjadi sinyal tegangan. Menurut standar ANSI/ISA bagian 3.3.1 standar
sinyal arus input yang harus memiliki rentang arus dari 4mA sampai 20 mA bisa
disebut dengan istilah Receiver.
Gambar II. 16 Rangkaian Current to Voltage Converter [15]
Contoh rangkaian receiver diperlihatkan pada gambar II.16. Standar sinyal
arus input bisa didapat dari rangkaian voltage to current convertion atau
trasnmitter karena harus memiliki arus output dari 4mA sampai 20mA. Sehingga
nilai input arus yang masuk pada receiver akan diubah kembali menjadi tegangan
sebesar 0-10 volt untuk masuk ke port input analog PLC. Tegangan keluaran
rangkaian receiver, dapat dihitung dengan persamaan 2-8
𝑉𝑜𝑢𝑡=𝑅𝑓/𝑅𝑖.𝐼.𝑅𝑠𝑝𝑎𝑛+𝑉𝑧…………………………………………………….(2-8)
Dari persamaan 2.8 nilai yang harus dicari untuk menemukan hasil tegangan
keluaran (Vout) adalah dengan mencari nilai tegangan nol (Vz) dan Rspan.
Perhitungan nilai Rspan dapat dilihat pada persamaan 2-9
𝑅𝑠𝑝𝑎𝑛
...……………………………………………….……….(2-9)
II-31
Dari persamaan 2-9 didapat nilai resistansi Rspan, setelah Rspan didapat,
maka besarnya Vz bisa dihitung sehingga nilai keluaran receiver saat kondisi
minimum dan maksimum bisa didapatkan dengan persamaan 2-10
Vz= 𝑉𝑜− 𝑅𝑓𝑅𝑖 (𝐴)…………………….……………..……….…...…………(2-10)
Dari persamaan 2-10 dapat dihitung nilai Vz yang merupakan parameter
minimum sinyal, dan ketika arus transmitter yang masuk 20mA, maka tegangan
output receiver maksimum pada saat 10 volt.
II.21 Karakteristik Sensor (Linearity)
Menurut J. Michael Jacob dalam buku Industrial Control Electronics
Applications And Design bahwa linearitas dapat ditentukan dengan beberapa cara
yang berbeda. Tiga teknik yang lebih populer adalah linearitas endpoint, linearitas
linier independen, dan kuadrat terkecil (disebut juga regresi liniear).
Linearitas kuadrat terkecil diukur dari garis lurus yang diturunkan secara
statistik. Garis lurus merupakan dari penjumlahan jarak kuadrat (error) adalah
terkecil atau minimal. Dengan satu set x, y, yaitu data kalibrasi (masukan nilai
pada sumbu x, output di y), maka dapat dihitung persamaan garis lurus untuk
mendapatkan nilai kesalahan minimum [15].
Didalam buku John Willey & Sons Inc, A willey tentang Sensors And Signal
Conditioning juga menuliskan bahwa the straigt line didefinisikan oleh kriteria
kuadrat terkecil, metode straight line memiliki nilai maksimal error positif dan
minimal error negatifnya sama. Metoda straight line selalu bisa disebut metoda
yang "terbaik" [16].
Perhitungan nilai linearitas bisa didapat dengan menggunakan persamaan 2-
11) dan (2-12)
……......................…...…………..………..........……...(2-11)
II-32
……...........................……….…..…..…………….............(2-12)
Dimana nilai X = nilai input ; Y = nilai output ; M = slope of straight line ;
b = y intercept of data points ; n = number of data point [15].
Untuk persamaan linieritas didapatkan persamaan sebagai berikut
y=mx+ b ……..........................................……………………..............……(2-13)