bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEPRESI
1. Pengertian
Definisi depresi menurut Beck adalah kondisi abnormal individu
yang termanifestasi sebagai tanda dan gejala seperti menurunnya mood,
sikap pesimis, kehilangan spontanitas dan tanda-tanda fisik yang lain
(Mc Dowell dan Newell, 1996). Seseorang dengan depresi terjadi
penurunan mood pada dirinya, tetapi fluktuasi mood tidak selalu depresi.
Seseorang dapat mengalami fluktuasi mood oleh karena perasaan sedih,
muram, frustasi dan tidak ada semangat. Fluktuasi mood seperti ini akan
berhenti dalam waktu yang singkat, tidak berlarut-larut dan tidak masuk
kategori depresi. Fluktuasi mood yang normal tidak akan mengganggu
tidur, nafsu makan dan aktifitas motorik lainnya.
Menurut (Nurmiati Amir, 2005). Ada beberapa faktor penyebab
depresi yaitu :
a. Jenis Kelamin
Depresi lebih sering terjadi pada wanita. Ada dugaan bahwa
wanita lebih sering mencari pengobatan sehingga depresi lebih sering
terdiagnosis. Selain itu, adapula yang menyatakan bahwa wanita lebih
sering terpajan dengan stresor lingkungan dan ambangnya terhadap
stresor lebih rendah bila di bandingkan dengan pria. Adanya depresi
9
yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon pada wanita
menambah tingginya prevalensi depresi pada wanita, misalnya adanya
depresi pra haid, postpartum, dan postmenopause.
b. Usia
Depresi lebih sering terjadi pada usia muda. Umur rata-rata
antara 20-40 tahun. Faktor sosial sering menempatkan seseorang yang
berusia muda pada resiko tinggi.
c. Status Perkawinan
Gangguan depresi mayor sering dialami individu yang bercerai
atau berpisah bila dibandingkan dengan yang menikah atau lajang.
Status perceraian menempatkan seseorang pada resiko yang lebih
tinggi untuk menderita depresi. Hal yang sebaliknya dapat pula terjadi,
yaitu depresi menempatkan seseorang pada resiko diceraikan. Wanita
lajang lebih jarang menderita depresi dibandingkan dengan wanita
menikah. Sebaliknya, pria yang menikah lebih jarang menderita
depresi bila dibandingkan dengan pria lajang. Depresi lebih sering
pada orang yang tinggal sendiri bila dibandingkan dengan yang tinggal
bersama kerabat lain.
d. Geografis
Di negara maju, depresi sering terjadi pada wanita. Penduduk
kota lebih sering menderita depresi dibandingkan dengan penduduk
desa. Depresi lebih tinggi dalam institusi perawatan bila dibandingkan
dengan didalam masyarakat. Sekitar 10% − 15% penderita dalam
10
perawatan akut penderita depresi mayor dan 20% − 30% menderita
depresi minor. Depresi di pusat kesehatan masyarakat lebih tinggi bila
dibandingkan dengan populasi umum.
e. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang menderita depresi lebih tinggi pada
penderita depresi bila dibandingkan kontrol. Begitu pula, riwayat
keluarga bunuh diri dan menggunakan alkohol lebih sering pada
keluarga penderita depresi daripada kontrol. Dengan perkataan lain,
resiko depresi semakin tinggi bila ada riwayat genetik dalam keluarga.
f. Kepribadian
Seseorang dalam kepribadian teertutup, mudah cemas,
hipersensitif, dan lebih bergantung kepada orang lain rentan terhadap
depresi.
g. Stresor Sosial
Stresor adalah suatu keadaan yang dirasakan sangat menekan
sehingga seseorang tidak dapat beradaptasi dan bertahan. Stresor sosial
merupakan faktor resiko terjadinya depresi. Peristiwa-peristiwa
kehidupan baik yang akut maupun yang kronik dapat menimbulkan
depresi. Misalnya, percekcokan yang hampir berlangsung setiap hari
baik di tempat kerja atau dirumah tangga, kesulitan keuangan, dan
ancaman yang menetap terhadap keamanan (tinggal di daerah yang
berbahaya atau konflik) dapat mencetuskan depresi.
11
h. Dukungan Sosial
Faktor-faktor dalam lingkungan sosial yang dapat
memodifikasi pengaruh stresor psikososial terhadap depresi telah
menjadi perhatian dalam penelitian psikiatri. Seseorang yang tidak
terintegrasi kedalam masyarakat cenderung menderita depresi.
Dukungan sosial terdiri dari empat komponen : Jaringan sosial,
interaksi sosial, dukungan sosial, dan dukungan instrumental. Jaringan
sosial dapat di nilai dengan mengidentifikasi individu-individu yang
berada dekat pasien. Interaksi sosial dapat di tentukan dengan
frekuensi interaksi antara subyek dengan anggota-anggota jaringan
kerja yang lain. Dukungan sosial yang didapat dinilai dengan
penentuan evaluasi subyektif mengenai mudahnya interaksi dengan
jaringan kerja atau kelompok, perasaan memiliki, perasaan keintiman
dengan jaringan kerja atau kelompok. Dukungan instrumental dapat
dinilai dengan adanya pelayanan konkrit yang diberikan kepada
subyek oleh jaringan sosial.
i. Tidak Bekerja
Tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan
faktor resiko terjadinya depresi. Suatu survey yang dilakukan terhadap
wanita dibawah 65 tahun yang tidak bekerja sekitar enam bulan
melaporkan bahwa depresi tiga kali lebih sering pada pengangguran
dari pada yang bekerja.
12
Depresi adalah gangguan jiwa sedangkan kesedihan adalah
fenomena sosial yang biasa dialami oleh setiap manusia. Depresi dengan
kesedihan bisa dibedakan secara kuantitatif. Pada depresi episodenya lebih
lama dan gejalanya lebih intensif dibanding kesedihan biasa. Faktor
presipitasi depresi tidak sejelas kesedihan biasa dan kualitas gejala depresi
ada yang khusus tidak terdapat pada kesedihan biasa seperti biasa waham,
halusinasi dan pikiran bunuh diri. Batas antara kesedihan biasa dengan
depresi kadang-kadang tidak jelas, bisa tumpang tindih, saling
mendahului, atau yang satu menjadi inti fenomena yang lain
(Derksen,1983 cit. Prawirohusodo, 1990).
2. Gejala
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukan gejala
fisik, psikis dan sosial. Gejala-gejala tersebut khas dengan rentangan dan
variasi yang luas sesuai berat ringannya depresi. Gejala fisik yang relatif
mudah dideteksi diantaranya adalah gangguan pola tidur, menurunnya
tingkat aktifitas, menurunnya efisiensi kerja, menurunnya produktifitas
kerja, mudah merasa letih dan mudah sakit. Gejala psikis yang timbul
yaitu kehilangan rasa percaya diri, sensitif, merasa tidak berguna, perasaan
bersalah dan perasaan terbebani. Gejala sosial dari depresi adalah
terjadinya masalah dalam berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lain seperti
perasaan minder, malu atau cemas jika berada diantara kelompok dan
merasa nyaman untuk berkomunikasi secara normal.
13
Menurut Beck (1985) gejala depresi mempunyai empat manifestasi,
yaitu manifestasi emosi, manifestasi kognitif, manifestasi motivasional,
dan manifestasi fisik. Simtom emosi yang berperan penting dalam depresi
ada enam, yaitu mood bersedih, tidak suka dengan diri sendiri, kehilangan
kegembiraan, kehilangan kasih sayang, menangis dan kehilangan respon
kegembiraan. Manifestasi kognitif dan motivasional dari depresi yaitu
rendahnya evaluasi diri sendiri, prasangka buruk, menyalahkan diri
sendiri, kebimbangan, penyimpangan gambaran diri, kehilangan motivasi
dan keinginan bunuh diri. Manifestasi fisik depresi adalah hilangnya selera
makan, gangguan pola tidur, kehilangan nafsu seksual, dan kelelahan.
3. Terapi
Depresi merupakan penyakit yang mempunyai episode tertentu atau
kurun waktu tertentu, jadi tanpa pengobatan depresi bisa sembuh sendiri
dengan segala resikonya (psikotik, bunuh diri). Depresi dapat
disembuhkan secara tuntas dengan pengobatan formal, meski demikian
sebagian besar penderita depresi (98% menurut Stepherd, 1979, 75%
menurut Boyd dan Wessman,1981) tidak berupaya terapi formal.
Pengobatan formal terhadap depresi ada tiga cara yaitu dengan terapi
psikofarmaka, terapi psikoterapi, dan terapi kejang listrik. Terapi depresi
secara psikofarmaka yaitu dengan pemberian obat antidepresan. Contoh
obat antidepresan yaitu imipramin, amitriphelin, dan desipramin. Terapi
depresi secara psikoterapi berupa wawancara dengan penderita dan terapi
supportif.
14
Ketiga macam terapi formal tersebut sudah di uji kemampuannya
dalam pengobatan depresi. Hanya pemilihan terapi masing-masing masih
ada perbedaan pendapat. Secara teoritik, murni depresi neoritik atau
psikogen yang hanya menunjukan gejala pada tingkat psikis saja, harus
diberi terapi psikoterapi, sedang depresi endogen yang menunjukan
disposisi dan gejala somatik, harus diobati dengan psikofarmaka dan terapi
kejang listrik. Kenyataan dalam praktek membuktikan bahwa teori
tersebut tidak berlaku 100%. Depresi neoritik dapat diberi terapi
psikofarmaka, sedang depresi endogen dapat pula dicoba terapi psikoterapi
(Prawirohusodo, 1990).
4. Pengukuran Depresi
Depresi dapat di ukur dengan berbagai skala pengukuran,
diantaranya adalah Beck Depression Inventory, Beck (1985) menguji
validitas BDI dengan melakukan korelasi dengan penilaian klinis
mengenai keparahan depresi. Hasil yang diperoleh adalah koefisien
biserial pearson 0,65 pada penelitian pertama dan 0,67 pada penelitian
kedua. Penelitian Metcalfe (dalam Beck, 1985) dengan korelasi Kendall
antara BDI dengan rating psikiater didapatkan angka 0,61. Penelitian
Schwab et, al. (dalam Beck, 1985) dengan korelasi Spearmen antara BDI
dan Hamilton Rating Scale didapatkan koefisien korelasi 0,75. Sedangkan
National Depression Screening Day, yang diadaptasi dari J. E Brody
Myriad dalam Maks hide on epidemic of Depression the New York times,
(1992).
15
5. Depresi Pada Remaja
Gambaran depresi pada remaja biasanya berlangsung singkat, akan
tetapi sering disertai tindakan bunuh diri (Beta, A. 2001). Dan remaja
merupakan kelompok yang penuh keguncangan dalam taraf mencari
identitas diri, dengan pola perkembangan bergelombang cenderung
bereaksi depresif. Menurut Weiner (1975), hal yang perlu mendapat
perhatian adalah mnifestasi depresi pada remaja yang gejala-gejala
depresinya sering tidak menyerupai gejala depresi yang lazim (sedih,
retardasi psikomotor, putus asa, merasa berdosa dan pesimitik). Gejala
depresi bermanifestasi dalam bentuk tindakan maladaptif, sehingga sering
tidak didiagnosa sebagai kasus depresi.
Menurut (Beta, A. 2001) manifestasi depresi pada remaja dibagi
dalam dua golongan. Pada remaja golongan usia muda depresi dapat
dimanifestasikan dalam bentuk kelelahan (fatigue), fisiknya sehat tetapi
sering mengeluh lelah meskipun istirahat cukup, banyak keluhan somatik
(hipocondriasis) terutama mengenai ukuran, struktur maupun kapasitas
fisik. Manifestasi yang ketiga adalah sulit melakukan konsentrasi di
sekolah, bosan dan tidak di rumah, selalu mencari teman atau sebaliknya
suka menyendiri. Pada remaja golongan dewasa manifestasinya adalah
berupa penyalahgunaan dan merahasiakan pemakaian obat, hubungan dan
kontak fisik dengan lawan jenis dalam bentuk perhatian dan bermesra-
mesraan, mencari identifikasi pada tokoh-tokoh tertentu sehingga
bertentangan dengan keluarga, teman sekolah dan lingkungannya, usaha
16
bunuh diri yang tidak mematikan, dan isolasi diri dengan tidak
memperdulikan orang lain dan suka mengejek. Depresi merupakan reaksi
komplek terhadap kehilangan harga diri dan pikiran negatif terhadap diri
sendiri yang menyebabkan individu merasa kurang menerima penghargaan
dan lebih banyak mengalami hukuman. (Hawari, 1998). Depresi atau
melancholia adalah suatu keadaan dimana individu tidak dapat
mengekpresikan perasaan duka yang didapat dari pengalaman yang
bersifat patalogi sebagai reaksi dari kesedihan. (Stuart dan Sundeen,
1998).
B. Dukungan Keluarga
1. Definisi
Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya
menjadi bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya
saling mendukung (http;//www.Epsikologi.com remaja, htm). Dukungan
keluarga didefinisikan oleh Gottlieb (1988) dalam Zaenuddin (2002), yaitu
informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah
laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan
sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran
atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Menurut Saurasan (1983)
17
dalam Zaenuddin (2002), dukungan keluarga adalah keberadaan,
kesedihan, kepedulian, dari orang-orang yang dapat diandalkan,
menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga
dikemukakan oleh Cabb (2002) dalam Zaenuddin (2002), mendefinisikan
dukungan keluarga sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan
atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan
keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok.
2. Bentuk Dukungan Keluarga
Menurut Kuncoro (2002), bentuk dukungan keluarga terdiri dari
empat macam dukungan yaitu dukungan penghargaan (Appraisal
Support), merupakan suatu dukungan sosial yang berasal dari keluarga
atau lembaga atau instansi terkait dimana pernah berjasa atas
kemampuannya dan keahliannya maka mendapatkan suatu perhatian yang
khusus (Rasyid,1991), dukungan materi (Tangible Assistance), adalah
dapat berupa servis (pelayanan), bantuan keuangan dan pemberian barang-
barang. Pemberian dukungan materi dapat dicontohkan dalam sebuah
keluarga atau persahabatan. Dukungan ini dapat bermanfaat bagi individu,
yaitu individu merasa masih ada perhatian atau kepedulian dari lingkungan
terhadap kesusahan atau penderitaannya. Dukungan informasi
(Information Support) dapat berasal dari keluarga dan teman-teman yang
dapat memberikan dukungan informasi dengan pemberian sugesti secara
khusus dan dukungan emosional (Emotional Support) selama periode stres
seseorang sering kali manderita secara emosional dan dapat mengalami
18
depresi, sedih, cemas, dan harga diri rendah. Dukungan dari teman dan
keluarga sangat berharga secara emosional karena akan menjamin nilai-
nilai individu, kerahasiaan individu akan selalu terjaga dari keingintahuan
orang lain. Kehangatan orang lain dapat membantu individu mengatasi
stres yang melanda dirinya.
3. Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Rook dan Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002), ada dua
sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial.
Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi
sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang
berada di sekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan
kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non
formal sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial
yang di rancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan
keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
Sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan
jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut
terletak pada:
a) Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya
tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat
spontan.
b) Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan
nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
19
c) Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang
telah berakar lama.
d) Sumber dukungan keluarga yang natural memiki keragaman dalam
penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata
hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
e) Sumber dukungan keluarga yang natural terbebas dari bebas dan label
psikologis.
4. Peran Keluarga dengan Perilaku Ketergantungan Obat
Keluarga yang harmonis dan mempunyai latar belakang yang baik
sangat berperan dalam memberikan bimbingan, tidak sebaliknya
mengisoslasi atau menutupi kenyataan agar kondisi anak tidak diketahui
masyarakat sekitar, sehingga orang tua harus mengetahui masalah yang
dihadapi oleh anak. Sehingga kondisi ini menyebabkan seseorang
mengalami ketergantungan obat, kasih sayang, komunikasi dengan anak
dan perhatian orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan. Oleh karena itu
dukungan keluarga sangat berperan penting dalam mengatasi masalah
ketergantungan obat yang sudah terlanjur disalahgunakan. Dukungan
moral sangat perlu karena pada taraf penyembuhan akan lebih sensitif
terhadap segala hal seperti kehilangan rasa percaya diri dan perhatian yang
lebih diharapkan akan membantu agar tidak terpengaruh lagi oleh
lingkungan luar yang mungkin merupakan awal dari permasalahan. Hal
demikian menyebabkan membentuk lingkungan keluarga yang jauh lebih
dominan dari lingkungan luar, dengan cara mengarahkan agar dapat
20
berkomunikasi secara lebih terbuka tentang kehidupan dan lingkungan
pergaulan. (Sudirman, 2002).
C. NAPZA
1. Definisi
Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh
manusia yaitu apabila dimasukan ke dalam tubuh manusia dan tidak
sesuai dengan petunjuk dokter. Pemakaian obat-obatan untuk sendiri tanpa
indikasi medis, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur atau
berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan disebut dengan istilah
penyalahgunaan zat (Drug Abuse). (Hawari, 2003).
Ketergantungan obat (Drug Dependence) merupakan keadaan
dimana seseorang selalu membutuhkan obat tertentu agar dapat berfungsi
secara wajar baik fisik maupun psikologis. Sedangkan toleransi adalah
kecenderungan menambah jumlah zat yang lebih banyak untuk
mendapatkan khasiat yang sama setelah pemakaian berulang. Apabila
pemakaian dihentikan secara tiba-tiba akan timbul sindroma putus obat
(Rasyid, R. 1991).
Istilah NAPZA merupakan akronim dari Narkotika, Alkohol,
Psikotropika, dan Zat-zat Adaktif lainnya, merupakan istilah untuk obat-
obat terlarang yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan dan
kejiwaan. Pengertian NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang
apabila dimasukan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap,
21
dihirup, disedot) maupun disuntikan dapat mengganggu pikiran, suasana
hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan
gangguan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian
yang panjang, dan pemakaian dalam dosis yang berlebihan.
Narkotika (UU RI No.22 tahun 1997 tentang narkotika) adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman baik sintesis
maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan
kesadaran, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun psikologik.
Psikotropika adalah setiap bahan baik alami atau buatan bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif mempunyai pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas
mental, dan prilaku (UU RI No.5 tahun 1997 tentang Psychotropic
Substances).
Zat adiktif lainnya adalah bahan lain yang bukan
narkotika/psikotropika yang merupakan inhalasia yang penggunaannya
dapat manimbulkan ketergantungan, misalnya lem/perekat, aceton, ether,
premik, thinner, dan lain-lain.
2. Teori Penyalahgunaan NAPZA
a. Teori klasik, menyatakan bahwa penyalahgunaan zat equivalent
dengan masturbasi, suatu pertahanan terhadap impuls
homoseksual/suatu manifestasi dari regresi oral.
22
b. Teori psikodinamika, bahwa penggunaan zat merupakan pencerminan
fungsi ego yang terganggu atau berhubungan dengan depresi dan
gangguan kepribadian.
c. Teori psikososial, menyatakan bahwa penggunaan zat berhubungan
dengan pola hidup, keluarga, masyarakat, dan peran faktor lain.
d. Teori perilaku, menjelaskan bahwa penyalahgunaan zat terjadi karena
adanya perilaku mencari zat (substance seeking behafior) yang muncul
sehubungan seseorang dengan pengalamannya mengunakan zat
menemukan efek yang menyenangkan.
e. Teori genetika, menyatakan bahwa peran genetik ada pada
penyalahguna non alkohol dan belum jelas pada penyalahguna non
alkohol.
3. Jenis-jenis NAPZA
a. Narkotika
Menurut UU RI No.22 tahun 1997 tentang narkotika, narkotika
dikelompokan ke dalam tiga golongan :
1) Narkotika golongan I
Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, ganja.
23
2) Narkotika golongan II
Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turunan/gram dalam
golongan tersebut.
3) Narkotika golongan III
Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya adalah kodein, garam-garam narkotika
dalam golongan tersebut.
b. Psikotropika
Menurut UU RI No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, psikotropika
dikelompokan menjadi empat golongan :
1) Psikotropika golongan I
Adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Yang
termasuk golongan ini adalah MDMA, ekstasi, LSD, ST.
2) Psikotropika golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
24
serta mempunyai potensi kuat menimbulkan sindroma
ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin, serkobarbital,
metakualon, metilfenidat (ritalin).
3) Psikotropika golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: fenobarbitol, flunitazepam.
4) Psikotropika golongan IV
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: Diazepam, klobazam,
bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxise, nitrazepam (BK,
DUM, MG).
4. Faktor Penyebab
Penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut Hawari (2003) adalah
interaksi antara faktor predisposisi, factor kontribusi, dan faktor pencetus.
Faktor kontribusi yaitu kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi
keluarga) seperti keluarga tidak utuh, kesibukan orang tua, hubungan
interpersonal dalam keluarga yang tidak harmonis. Faktor pencetus adalah
pengaruh teman sebaya serta tersedia dan mudahnya memperoleh barang
25
yang dimaksud (easy availability). Faktor predisposisi dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
a. Faktor biologik, yaitu kecenderungan keluarga, terutama
penyalahgunaan alkohol dan perubahan metabolisme alkohol yang
mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman.
b. Faktor psikologik, meliputi tipe kepribadian ketergantungan oral,
harga diri rendah sering berhubungan dengan penganiayaan pada masa
kanak-kanak, perilaku maladaptif yang dipelajari secara berlebihan,
mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit, sifat keluarga,
termasuk tidak stabil, tidak ada contoh peran yang positif, kurang rasa
percaya, tidak mampu memperlakukan anak sebagai individu, serta
orang tua yang adiksi.
c. Faktor sosiokultural, meliputi ketersediaan dan penerimaan sosial
terhadap penggunaan obat, ambivalens sosial tentang penggunaan dan
penyalahgunaan berbagai zat, seperti tembakau, alkohol, dan
mariyuana, sikap, nilai, norma dan sanksi kultural kebangsaan, etnisiti
dan agama, kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan
keterbatasan kesempatan.
5. Tanda dan Gejala
Gejala intoksikasi NAPZA berbeda-beda, tergantung dari jenis zat
yang dikonsumsi. Secara medis pemeriksaan terhadap dugaan
penyalahgunaan NAPZA dilakukan dengan serangkaian tes medik, baik
26
tes darah, tes urin, maupun lainnya juga dilakukan. Adapun gejala yang
dapat ditemukan adalah sebagai berikut :
a. Opiat (morfin dan heroin)
Kelainan neurologik yang dapat terlihat adalah pupil mata
mengecil, rasa mengantuk, bicara pelo, gangguan perhatian dan daya
ingat. Kelainan psikologik adalah perilaku maladaptif (perilaku yang
tidak sesuai dengan norma yang berlaku), misalnya gembira
berlebihan, tidak semangat, apatis, tidak banyak bergerak, gangguan
pertimbangan, gangguan fungsi sosial, dan okupasional serta
kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab.
b. Cannabis (ganja, gelek, cimeng, maryuana, hashish)
Secara psikologis gejala yang nampak gembira berlebihan
(euphoria), apatis, merasa waktu berjalan lambat. Gejala yang dapat
dirasakan adalah denyut jantung merasa cepat, mata cerah, nafsu
makan bertambah, mulut terasa kering. Perilaku maladaptif yang
muncul antara lain kecurigaan, sering panik dan murung, terganggunya
daya nilai, fungsi sosial dan okupsional, kadang-kadang terjadi
dipersonalisasi (merasa dirinya berubah), derealisasi merasa
lingkungan berubah, halusinasi.
c. Alkohol
Gejala yang nampak antara lain nafas bau alkohol, muka merah,
bicara pelo, jalan sempoyongan (kehilangan koordinasi), bola mata
bergerak terus (nystagmus). Secara psikologik gejalanya antara lain
27
ngoceh terus, perhatian terganggu, mudah tersinggung, gembira
berlebihan, depresi, murung, emosi labil.
d. Stimulan (shabu, ekstasi, kokain)
Secara fisik gejalanya adalah denyut nadi meningkat dan tekanan
darah tidak teratur, kelainan jantung, banyak berkeringat sehingga
kekurangan cairan sampai pingsan, badan panas, timbul kejang, nafsu
makan berkurang, rasa mual. Gejala psikologik yang nampak adalah
gelisah, mudah tersinggung, cemas, panik, paranoid, (perasaan curiga
berlebihan), euphoria, kewaspadaan dan energi yang bertambah.
e. Obat tidur/penenang (rohypnol, BK, MG, pil koplo)
Gejala fisik dan psikologik identik dengan keadaan yang
ditimbulkan karena pemakaian alkohol dalam jumlah yang banyak.
f. Oplosan (campuran beberapa zat)
Digunakan untuk menunjukkan kekuatan, dapat menyebabkan
kematian (Granat, 2003).
6. Tingkat Pemakaian NAPZA
Menurut konsensus Fakultas Kedokteran Univerasitas Indonesia
tahun 2000, tingkat pemakaian NAPZA dikategorikan dalam lima
kelompok :
Wresniwiro (2000), mengklasifikasikan penyalahgunaan narkoba
diantaranya sebagai berikut :
28
a. Tingkat Eksperimental (Experimental User)
Adalah tingkat pemakaian dengan tujuan hanya mencoba untuk
memenuhi rasa ingin tahu atau karena sebab lain (misalnya pengaruh
teman). Mereka memakai sekali atau beberapakali, sebagian besar
kemudian berhenti dan tidak memakai lagi.
b. Tingkat Sosial atau Rekreasi (Social User)
Adalah penggunaan zat dengan tujuan untuk bersenang-senang,
misalnya pada saat rekreasi, pesta atau sedang santai. Dalam tahap ini
pemakai telah merasa memperoleh manfaat tertentu dari pemakaian
NAPZA ini. Sebagian tidak melanjutkan pemakaiannya menjadi
kebiasaan menetap dan sebagian lagi meningkat pada tahap
selanjutnya.
c. Tingkat Situasional (Situational User)
Adalah pemakaian dengan tujuan menghilangkan perasaan yang
tidak menyenangkan (kekecewaan, kesedihan, ketegangan) atau
melarikan diri dari situasi tersebut.
d. Tingkat Penyalahgunaan (Abuse User)
Merupakan pemakaian yang dilakukan secara teratur diluar batas
yang wajar dengan pola patologis dan telah terjadi gangguan fungsi
sosial atau pekerjaan.
e. Tingkat Ketergantungan (Kompulsive Dependent User)
Adalah pemakaian zat yang menimbulkan toleransi dan gejala
putus zat apabila pemakaian dihentikan atau dikurangi. Dalam tahap
29
ini penderita tidak dapat melepaskan diri dari zat dan terpaksa harus
memakai karena ia tidak dapat menanggulangi gejala putus zat. Akibat
ia memakai NAPZA untuk jangka panjang, walaupun ia sudah
merasakan dampak negatif dari pemakaian zat tersebut.
7. Dampak
Pada penyalahgunaan NAPZA baik yang baru maupun yang sudah
lama akan merasakan akibat secara fisik, mental emosional, dan sosial.
Hal tersebut dapat dirasakan sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Dampak secara fisik maupun mental emosional adalah sebagai berikut :
Nama Zat Akibat Fisik Akibat Mental
EmosionalHeroin
(putaw)
Infeksi pada kulit, paru
(bronchitis), gangguan
fungsi jantung dan hati,
hepatitis, AIDS, badan
kurus, gigi keropos,
impotensi.
Gangguan psikotik,
gangguan tidur, depresi
berat, cemas, gangguan
fungsi seksual, kadang
percobaan bunuh diri.
MDMA
(shabu, ectacy)
Denyut nadi meningkat,
TD meningkat, kelainan
jantung, dehidrasi, demam,
kejang, nafsu makan
berkurang, tidak bertenaga,
dan tidak berdaya bila
pemakaian dihentikan.
Gangguan tingkah laku,
gelisah, mudah
tersinggung, cemas,
panik, paranoid,
(perasaan curiga
berlebihan), susah
tidur, bunuh diri.Kokain Perforasi pada sekat Gangguan manik
30
hidung, bronchitis,
neumonia, pernafasan,
gangguan pada pembuluh
darah otak dan lambung.
depresi berat (kadang
hiperaktif, kadang
murung) ganguan
psikotik dan gangguan
tidur, kepribadian anti
sosial.Cannabis Broncihtis, hipertensi,
denyut jantung tidak
teratur, imunitas menurun,
fungsi hormonal,
kerusakan jaringan otak.
Ganguan jiwa,
(psikotok, cemas,
paranoid), kehilangan
motivasi, acuh tak
acuh, gangguan daya
ingat.Alkohol dan
Miras
Sirosis hepatis, penekanan
pernafasan, emboli,
hipertensi, anemia, leukosit
menurun, gangguan ginjal,
saraf tepi, mata.
Gangguan jiwa
(depresi, cemas,
paranoid, panik), dan
dimensia.
Inhalansia Kekakuan pembuluh paru,
penekanan pernafasan,
keracunan hati, gangguan
ginjal dan mata, DJ tidak
teratur.
Gangguan jiwa
(depresi, cemas,
paranoid, panik,) dan
dimensia.
Halucinogen
(LSD)
Kerusakan sel otak,
kerusakan kromosom.
Menderita gangguan
jiwa, depresi, cemas,
paranoid.Sumber : Granat, 2003
31
Dampak sosial penyalahgunaan NAPZA adalah perubahan
perilaku konsentrasi belajar yang menurun, motivasi belajar hilang,
melakukan perbuatan kriminal seperti mencuri, mengompas, merampok
dan lain-lain. Hal ini dapat dijadikan pedoman untuk deteksi dini bagi
orang tua, guru, dan lingkungannya.
8. Pencegahan
Perilaku manusia menurut Notoatmodjo (2002) merupakan hasil
dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku pencegahan adalah bagian dari perilaku kesehatan.
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang (organisme) terhadap suatu
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Perubahan perilaku (Kaplan, 1995) akan terjadi secara kuantitatif
dan kualitatif. Perubahan secara kuantitatif adalah perubahan frekuensi
perilaku yang sedang berjalan, sedangkan perubahan kualitatif
menyangkut kejadian pembentukan perilaku baru atau menghilangnya
perilaku yang sudah ada. Perubahan perilaku melalui tiga cara yaitu:
1) karena terpaksa (compliance) mengharapkan memperoleh imbalan baik
materi maupun non materi, memperoleh pengakuan dari kelompok,
terhindar dari hukuman, dan tetap terpelihara hubungan baik dengan orang
lain, 2) karena ingin meniru atau ingin dipersamakan (identification), dan
3) karena menyadari manfaatnya.
32
Widjono, E (1995) cara perubahan perilaku pencegahan
penggunaan NAPZA yaitu dengan memberikan informasi tentang bahaya
yang ditimbulkannya. Hal ini karena adanya keterkaitan antara
pengetahuan, sikap dan perilaku sebagai sesuatu yang konsisten. Dengan
pemberian pengetahuan tentang konsekuensi pemakaian obat dan zat
terlarang dan hasilnya akan terjadi perubahan perilaku berupa konsumsi
berkurang.
Zat yang telah menimbulkan toleransi dan gejala putus zat
apabila pemakaian dihentikan atau dikurangi. Dalam tahap ini penderita
tidak dapat melepaskan diri dari zat dan terpaksa harus memakai karena ia
tidak dapat menanggulangi gejala putus zat. Akibatnya ia memakai
NAPZA untuk jangka panjang, walaupun ia sudah merasakan dampak
negatif dari pemakaian zat tersebut.
D. Remaja
1. Definisi
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke
masa dewasa. Menurut WHO, (Sarlito, 1981), remaja dibagi dalam tiga
usia : remaja awal (10-14 tahun), remaja tengah (15-19 tahun), dan remaja
akhir/dewasa (20-24 tahun). Sebagai individu remaja berada dalam
ambang masa dewasa, menjadikan mereka gelisah untuk meninggalkan
strereotipe anak ke strereotipe dewasa. Cara berpakaian dan bertindak
seperti halnya orang dewasa dirasakan tak cukup, mereka mulai
33
memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa
seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan
terlibat dalam perbuatan seks (Sarlito, 1981).
Dalam setiap usia perkembangannya manusia akan melalui
tugas-tugas perkembangan yang sesuai. Apabila seseorang gagal melalui
tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya, maka pada tahap
perkembangan berikutnya akan terjadi permasalahan. Untuk tahap usia
remaja, tugas-tugas perkembangan yang harus dihadapi adalah sebagai
berikut :
a. Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya
secara selektif. Pada sebagian remaja tidak dapat menerima keadaan
fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan orang lain atau tokoh
lain yang menjadi idolanya.
b. Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orang tua. Usaha
remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai
perilaku pemberontakan dan melawan keinginan orang tua. Bila tugas
perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga
dan tidak dapat diselesaikan dirumah, maka remaja akan mencari jalan
keluar dan ketenangan di luar rumah. Hal ini tentu mengakibatkan
remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orang tua sehingga
remaja justru lebih percaya pada teman-teman yang senasib
dengannya.
34
c. Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin.
Pada masanya remaja seharusnya menyadari akan pentingnya
pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang
harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin
maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan
ini.
d. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri. Banyak remaja yang
belum mengetahui kemampuannya, bila hal tersebut tidak diselesaikan
pada masa remaja akan terjadi masalah pada tugas perkembangan
selanjutnya.
e. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma. Skala
nilai dan norma ini diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan
orang-orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat
maupuan dari bintang-bintang yang dikaguminya.
2. Karakteristik
Perubahan kejiwaan (psikososial) dan karakteristik yang terjadi
pada remaja menurut Wresniwiro (2000), adalah sebagai berikut :
a. Sifat ingin tahu
Remaja ingin menjadi tahu lebih banyak, yang bila mungkin ia ingin
mencoba dan merasa perlu melakukan percobaan (eksperimen). Maka
lingkungan rumah harus memberi kesempatan baginya untuk
menemukan hal baru karena ketertarikan pada suatu hal yang ekstrim,
meskipun mereka menyadari bahwa eksperimen selalu disertai dengan
35
bahaya dan tanggung jawab namun mereka tidak berhenti mencoba
untuk menemukan sesuatau yang cocok bagi mereka.
b. Protes terhadap orang tua
Pada masa remaja seseorang menjadi kritis terhadap setiap informasi
yang diterimanya, sehingga orang tua mengeluh bahwa anak remaja
mulai pandai membantah. Remaja cenderung tidak menyetujui nilai-
nilai hidup orang tuanya dan mereka menuntut kebebasan mencari
identitas diri dan sering dengan cara menjauhkan diri dari orang tuanya
dan mengakui tokoh diluar keluarganya. Namun dalam identifikasi itu
remaja sering mengalami kekecewaan sehingga berganti figur ideal
satu ke yang lainnya.
c. Setia kawan dengan kelompok sebaya
Remaja merasa adanya keterikatan dan kebersamaan dengan
kelompoak remaja, hal ini dapat dilihat dari adanya kesamaan dalam
cara berpakaian, cara berbicara, hobi, sikap dan perilaku khusus pada
remaja. Kelompok sebaya lebih mempunyai arti dan berperan sebagai
teman senasib, partner atau saingan. Disinilah mereka merasa dirinya
diterima dalam segala bentuk keberhasilan dan kegagalannya.
d. Menuntut keadilan
Remaja cenderung melihat segala sesuatu dari sisi mereka sendiri dan
mengelompokan dalam hitam putih tanpa mempertimbangkan
36
kemungkinan lain, sehingga mereka kurang toleransi dan sulit
berkompromi.
e. Perilaku yang sangat labil dan berubah-rubah
Pada waktu tertentu mereka tidak bertanggung jawab, dan pada waktu
lain tampak masa bodoh. Hal ini menunjukan bahwa dalam diri remaja
terdapat konflik yang mendalam yang membutuhkan pengertian dan
penanganan yang bijaksana. Pertanyaan yang sering timbul seperti
“siapa aku”, “apa aku ini”, dan “apa jadinya aku nanti” merupakan
jaminan dari problema identitas diri.
f. Kemampuan untuk berfikir abstrak
Sejak awal masa remaja, cara berfikir menjadi sangat abstrak, bersifat
konseptual dam memulai berorientasi ke masa depan. Banyak
diantaranya menunjukan kemampuan kreatifitas tinggi dan manifestasi
diberbagai bidang, seperti bidang seni, olah raga, ilmu pengetahuan,
kemanusiaan, moral, etis dan agama.
3. Remaja penyalahgunaan NAPZA
Dalam ilmu psikologi kita mengenal kebutuhan remaja yang
bersangkutan dengan kebutuhan pribadi dan psikologis-sosiologis remaja
yang oleh Garrison disebut tujuh kebutuhan khas remaja, yang meliputi
kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima
dalam kelompok, kebutuhan untuk berdiri sendiri, kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan akan pengakuan dari orang lain, kebutuhan untuk
dihargai, dan kebutuhan untuk memperoleh falsafah hidup yang utuh. Bagi
37
remaja Indonesia kebutuhan ini dibedakan menjadi dua kelompok,
kebutuhan yang pemenuhannya dari kelompok teman sebaya / per group
dan kebutuhan yang menuntut pemenuhan dari orang tua. Bagi remaja
Indonesia yang paling menonjol meliputi kebutuhan sebagai orang yang
mampu untuk menjadi dewasa, kebutuhan perhatian dan kebutuhan kasih
sayang. (Mappire, 1982).
Kebutuhan psikologis-sosiologis sama pentingnya dengan
kebutuhan biologis karena manusia merupakan satu kesatuan yaitu fisik-
psikis yang tidak dapat dipisahkan walau dapat dibedakan. Tidak
terpenuhinya kebutuhan-ebutuhan tersebut akan menimbulkan
ketidakseimbangan (Marppire, 1982). Berawal dari ketidakseimbangan
akan terjadinya berbagai hal yang akhirnya membuat remaja memilih jalan
yang salah sebagai upaya pemecahan masalah antara laian dengan
menggunakan NAPZA.
Sebagian besar pengguna NAPZA adalah remaja, karena remaja
merupakan kelompok rawan yang beresiko terhadap penyalahgunaan
NAPZA. Sebagai peralihan dari masa anak kemasa dewasa maka remaja
merupakan masa yang penuh kesulitan dan gejolak, baik bagi remaja
sendiri maupun orang tuanya. Secara umum remaja yang beresiko tinggi
untuk terjadinya penyalahgunaan zat antara lain sebagai berikut :
a. Sifatnya yang mudah kecewa atau cenderung menjadi agresif sebagai
cara untuk menggulangi kekecewaan itu.
38
b. Sifat yang tidak bisa menunggu atau bersabar dalam menghadapi
sesuatu yang memerlukan waktu.
c. Sifat yang cenderung menolak cara-cara yang berlaku dalam
masyarakat untuk mencapai suatu tujuan, ia menggunakan jalan pintas,
d. Sifat atau kecenderungan untuk mengambil resiko yang lebih besar,
yang tidak sesuai dengan keuntungan yang telah diperolehnya.
e. Kecenderungan untuk menjadi bosan, jenuh dan tidak sanggup untuk
menjalankan fungsi dengan baik.
f. Salah satu atau kedua orang tua termasuk individu yang menyalahkan
zat juga.
Remaja yang telah menyalahgunakan zat termasuk remaja dengan
masalah berat. Masalah ini akan semakin berat apabila dapat
mengakibatkan meningkatnya kriminalitas dan penyimpangan seksual.
E. Landasan Teori Penelitian
Penyalahgunaan zat adalah pemakaian obat-obatan untuk sendiri tanpa
indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur atau
berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan. Pada setiap kasus
penyalahgunaan NAPZA ada faktor yang turut berperan mengapa seseorang
menyalahgunakan NAPZA dan ketergantungan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA adalah
faktor dukungan keluarga yang berpengaruh pada tingkat depresinya.
Penyebab penyalahgunaan NAPZA adalah interaksi antara faktor predisposisi,
39
faktor kontribusi, dan faktor pencetus. Faktor kontribusi yaitu kondisi
keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) seperti keluarga tidak utuh,
kesibukan orang tua, dan hubungan interpersonal dalam keluarga yang tidak
harmonis. Faktor pencetus adalah pengaruh teman sebaya serta tersediaan
mudahnya memmperoleh barang yang dimaksud (easy availability).
Depresi merupakan suatu gangguan jiwa dengan gejala-gejala yang
ditunjukan oleh manifestasi emosi, kognitif, motivasional dan manifestasi
fisik. Gejala depresi yang timbul rentangnya mulai minimal, ringan-sedang,
sedang-berat, tergantung dari berat ringannya depresi. Faktor yang
mempengaruhi depresi antara lain adalah jenis kelamin, status perkawinan,
kelas sosial, usia, stresor kehidupan dan sumber-sumber bantuan manusiawi.
(Beck, A. T. 1985).
Dukungan keluarga adalah informasi atau nasihat verbal, bantuan nyata,
atau tindakan yang diberikan oleh keakraban keluarga atau didapat karena
kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi
pihak dan penerima. Dukungan sosial yang diberikan kepada para
penyalahguna NAPZA akan dapat mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA.
Dukungan keluarga tersebut berasal dari orang-orang disekitar remaja tersebut
yaitu orang tua, saudara, teman, dan lain-lain. (Zaenuddin, 2002).
F. Kerangka Teori
40
Sumber: (Nurmiati Amir, 2005)
G. Kerangka Konsep
Faktor penyebab Depresi
- Jenis Kelamin
- Usia
- Status
perkawinan
- Geografis
- Riwayat hidup
- Kepribadian
- Stressor sosial
- Dukungan sosial
DEPRESI
Dukungan Keluarga Meliputi :
- Dukungan Penghargaan
- Dukungan Materi
- Dukungan Informasi
- Dukungan Emosional
Depresi pada remaja
Penyalahgunaan
NAPZA
41
H. Hipotesis
Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada
remaja akibat penyalahgunaan NAPZA di lingkungan Desa Dukuhlo
Kecamatan Bulakamba Brebes.
42