bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/42148/3/bab ii.pdf · fleksibel sampai...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DESAIN PAHL DAN BEITZ
Pahl dan Beitz mengusulkan cara merancang produk sebagaimana yang
dijelaskan dalam bukunya; Engineering Desaign : A Systematic Approach. Cara
merancang Pahl dan Beitz tersebut terdiri dari 4 kegiatan atau fase, yang masing-
masing terdiri dari beberapa langkah. Keempat fase tersebut adalah :
1. Perencanaan dan penjelasan tugas
2. Perancangan konsep produk
3. Perancangan bentuk produk (embodiment design)
4. Perancangan detail
Sebenarnya langkah-langkah dalam keempat fase proses perancangan diatas
tidaklah perlu dikelompokkan dalam 4 fase secara kaku, sebab seperti misalnya,
pada langkah pada fase perancangan detail (fase ke-4) cara pembuatan komponen
produk sudah diperlukan detail dan banyak lain contohnya seperti itu.
Setiap fase proses perancangan berakhir pada hasil fase, seperti fase pertama
menghasilkan daftar persyaratan dan spesifikasi perancangan. Hasil setiap fase
tersebut kemudian menjadi masukan untuk fase berikutnya dan menjadi umpan
balik untuk fase yang mendahului. Perlu dicatat pula bahwa hasil fase itu sendiri
setiap saat dapat berubah oleh umpan balik yang diterima dari hasil fase-fase
berikutnya.
7
Tugas Pasar,Perusahaan,Ekonomi
Perencanaan dan Penjelasan Tugas
Analisis pasar dan keadaan perusahaan
Memformulasi usulan produk
Penjelasan tugas
Mengembangkan daftar persyaratan
Daftar persyaratan
(Spesifikasi Produk)
Konsep produk
(Solusi)
Layout awal
Dokumen produk
Layout akhir
Mengembangkan Solusi Utama
Mengidentifikasi masalah-masalah penting
Menentukan struktur fungsi produk
Mencari prinsip-prinsip kerja produk
Membentuk beberapa alternatif produk
Evaluasi terhadap kriteria teknis & ekonomis
Mengembangkan Struktur Produk
Menentukan bentuk awal, memilih material dan perhitungan-
perhitungan
Memilih layout awal yang terbaik
Memperbaiki layout
Evaluasi terhadap criteria teknis & ekonomis
Menetukan struktur produk
Menghilangkan kelemahan dan kekurangan
Cek kalau-kalau ada kesalahan
Persiapan daftar komponen awal dan dokumen
Pembuatan dan susunan produk
Menyiapkan dokumen pembuatan
Mengembangkan gambar atau daftar detail
Menyelesaikan instruksi-instruksi pembuatan susunan
danpengiriman produk
Periksa semua dokumen
Solusi
Tin
gkatk
an d
an p
erb
aik
an
Info
rmas
i p
erb
aiki
daft
ar
per
syara
tan
has
il u
mpan
bal
ik
Pere
ncan
aan
dan
Pen
jela
san P
rodu
k
Pera
ncan
gan
Ko
nse
p P
rodu
k
Pera
ncan
gan
Ben
tuk
P
era
ncan
gan
Deta
il
Gambar 2. 1 Diagram Alir Perancangan Menurut Pahl And Beitz
8
2.1.1 Perencanaan Proyek dan Penjelasan Tugas
Tugas fase ini adalah menyusun spesifikasi produk yang mempunyai fungsi
khusus dan karakteristik tertentu yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Produk
ini dengan fungsi khusus dan karakteristik tertentu tersebut merupakan olahan hasil
survei bagian pemasaran atau atas permintaan segmen masyarakat. Fase pertama
tersebut perlu diadakan untuk menjelaskan secara lebih detail sebelum produk
tersebut dikembangkan lebih lanjut.
Pada fase ini dikumpulkan semua informasi tentang semua persyaratan atau
requirement yang harus dipenuhi oleh produk dan kendala-kendala yang merupakan
batas-batas untuk produk. Hasil fase ini adalah spesifikasi produk yang dimuat
dalam suatu daftar persyartan teknis. Fase perencanaan produk tersebut baru dapat
memberikan hasil yang baik, jika fase tersebut memperhatikan kondisi pasar,
keadaan perusahaan dan ekonomi negara.
2.1.2 Perancangan Konsep Produk
Berdasarkan spesifikasi produk hasil fase pertama, dicarilah beberapa
konsep produk yang dapat memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi
tersebut. Konsep produk tersebut merupakan solusi dari masalah perancangan yang
harus dipecahkan. Beberapa alternativ konsep produk dapat ditemukan. Konsep
produk biasanya berupa gambar skets atau gambar skema yang sederhana, tetapi
telah memuat semua.
Beberapa alternatif konsep produk kemudian dikembangkan lebih lanjut dan
setelah dievaluasi. Evaluasi tersebut haruslah dilakukan beberapa kriteria khusus
seperti kriteria teknis, kriteria ekonomis dan lain-lain. Konsep produk yang tidak
memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi produk, tidak diproses lagi
9
dalam fase-fase berikutnya, sedangkan dari beberapa konsep produk yang
memenuhi kriteria dapat dipilih solusi yang terbaik. Mungkin terjadi, ditemukan
beberapa konsep produk terbaik yang dikembangkan lebih lanjut pada fase-fase
berikutnya.
Dari diagaram alir cara merancang Pahl dan Beitz dapat dilihat bahwa fase
perancangan konsep produk terdiri dari beberapa langkah.
2.1.3 Perancangan Bentuk (Embodiment Desaign)
Dari diagram alir cara merancang Pahl dan Beitz dapat dilihat bahwa fase
perancangan bentuk terdiri dari beberapa langkah, yang jumlahnya lebih banyak
dari jumlah langkah-langkah pada fase perancangan konsep produk.
Pada fase perancangan bentuk ini, konsep produk “diberi bentuk”, yaitu
komponen-komponen konsep produk yang dalam gambar skema atau gambar skets
masih berupa garis atau batang saja, kini harus diberi bentuk, sedemikian rupa
sehingga komponen-komponen tersebut secara bersama menyusun bentuk produk,
yang dalam geraknya tidak saling bertabrakan sehingga produk dapat melakukan
fungsinya. Konsep produk yang sudah digambarkan pada preliminary layout,
sehingga dapat diperoleh beberapa preliminary layout.
Preliminary layout masih dikembangkan lagi menjadi layout yang lebih baik
lagi dengan meniadakan kekurangan dan kelemahan yang ada dan sebagainya.
Kemudian dilakukan evaluasi terhadap beberapa preliminary layout yang sudah
dikembangkan lebih lanjut berdasarkan kriteria teknis,kriteria ekonomis dan lain-
lain yang lebih ketat untuk memperoleh layout yang terbaik yang disebut definitive
layout.
10
Definitive layout telah dicek dari segi kemampuan melakukan fungsi
produk, kekuatan, kelayakan finansial dan lain-lain.
2.1.4 Perancangan Detail
Pada fase perancangan detail, maka susunan komponen produk, bentuk,
dimensi, kehalusan permukaan, material dari setiap komponen produk ditetapkan.
Demikian juga kemungkianan cara pembuatan setiap produk sudah dijajagi dan
perkiraan biaya sudah dihitung. Hasil akhir fase ini adalah gambar rancangan
lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan; kedua hal tersebut disebut
dokumen untuk pembuatan produk.
2.2 PLASTIK
Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses
polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul
sedarhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul
atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya
adalah karbon dan hydrogen. Untuk membuat plastik, salah satu bahan yang sering
digunakan adalah naptha, yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan minyak
bumi atau gas alam. Sebagai gambaran untuk membuat 1 kg plastik membutuhkan
1,75 kg minyak bumi, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun
kebutuhan energy prosesnya (kumar et al. 2011).
Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan
thermosetting (Mujiarto , 2015).
2.2.1 Thermoplastic
Thermoplastic membentuk rantai polimer yang lurus (linear) maka akan
terbentuk plastik thermoplastic yang mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu,
11
melekat mengikuti perubahan suhu dan sifatnya dapat balik (reversible) kepada
sifatnya yakni kembali mengeras bila didinginkan. Sifatnya yang dapat berubah
bentuk pada perubahan suhu membuat plastik jenis ini dapat didaur ulang (Syarief,
dkk., 1989). Penggelompokan jenis plastik dan penggunaan tipe jenis plastik dapat
dilihat pada table 1.
Tabel 1 jenis plastik thermoplastic dan penggunaannya
NO JESIN
PLASTIK
PENGGUNAAN DISKRIPSI
1 PE (polyethylene) tas, karung, botol susu,
botol pemutih, peralatan
rumah tangga,
krat,insulasi, tali plastik
dan dudukan kabel telepon
juga mainan anak-anak.
Terbentuk dari karbon
dan hidrogen. Tersedia
dengan berat jenis 0,91
sampai 0,96 g/cm3.
Sifatnya relatif fleksibel
sampai relatif kaku.
2 LDPE (low
density
polyethylene )
Kotak ice cream, kantong
sampah, lembaran plastik
hitam
(relatif fleksibel)
3 HDPE (Higt
density
polyethylene )
Kantong belanja, kantong
freezer, botol susu dan
botol sampho
(relatif kaku)
4 PVC (polyvinyl
chloride)
Pipa, botol, perekam
gromophone, komponen
pengolahan air bersih, jas
hujan, sol sepatu, insulator
kabel dan sebagainya.
Dapat dibuat sesuai
kebutuhan, mulai dari
fleksibel sampai dengan
kaku.
5 PP
(polypropylene)
kemasan yang sangat
transparan untuk makanan,
keripik, kudapan, biskuit,
krat, furniture (kursi),
komponen mobil, dan
beberapa jenis karpet.
Seperti PE, akan tetapi
bisa lebih kaku dari PE
yang paling keras.
Biasanya dipakai
sebagai
6 PS (polystyrene) Gelas minum restoran
cepat saji, tempat
menyimpan telur, kotak
disket, toples dan
sebagainya.
Terdiri dari karbon dan
hidrogen. Berbentuk
seperti busa atau keras
dengan tingkat
transparansi tinggi dan
berbunyi seperti logam
bila dijatuhkan.
7 Other (O), jenis
plastik lainnya
Termasuk plastik lainnya,
acrylic dan nylon
12
2.2.2 Thermosett
Thermosett berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi berantai, akan
terbentuk plastik thermosett dengan sifat tidak dapat mengikuti perubahan suhu
(irreversible). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat
dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan thermoset
melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering
digunakan sebagai tutup ketel dan asbak, seperti jenis-jenis melamine (Beck, 1970).
Plastik thermosett mengandung resin yang terbuat dari phenol dan
formaldehide (karbon, hidrogen, dan oksigen), urea dan formaldehyde, serta
campuran formaldehyde dengan melamine. Biasanya digunakan untuk komponen
elektronika, soket dan komponen lain (Staudinger, 1974). Plastik jenis termosett
tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya
(tidak bisa dilelehkan) juga volumenya jauh lebih sedikit dari volume jenis plastik
yang bersifat thermoplastic (Moavenzadeh dan Taylor, 1995)
2.3 DAUR ULANG PlASTIK
Dalam proses pembuatan dan daur ulang plastik, pengetahuan sifat berbagai
jenis plastik sangat penting. Ada tiga sifat termal yang penting untuk diketahui
yakni titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg), dan temperatur dekomposisi.
Temperatur transisi adalah kondisi di mana struktur dalam plastik mengalami
perenggangan sehingga menjadi lebih fleksibel. Titik lebur plastik adalah sebuah
kondisi di mana plastik akan mengalami pembesaran volume dan berubah menjadi
lebih lentur. Temperatur lebur adalah temperatur di mana plastik mengalami fase
cair. Sementara itu untuk mengalami dekomposisi suhu harus berada di titik lebur
sehingga energi termal melampaui energi yang mengikat rantai molekul. Pada
13
umumnya rantai polimer pada plastik akan mengalami dekomposisi ketika suhu
termal berada 1,5 kali dari temperatur transisinya. (Budiyantoro, 2010) dalam
(Surono, 2013). Data sifat termal yang penting pada proses daur ulang plastik bisa
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Data temperatur transisi dan temperatur lebur plastik
Jenis
Bahan
Tm
(oC)
Tg
(oC)
Temperatur kerja maksimal (oC)
PP 168 5 80
HDPE 134 -110 82
LDPE 330 -115 260
PA 260 50 100
PET 250 70 100
ABS 110 82
PS 90 70
PMMA 100 85
PC 150 246
PVC 90 71
Sumber: Budiyantoro, 2010
Daur ulang merupakan proses pengolahan kembali barang-barang yang
dianggap sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi melalui proses fisik maupun
kimiawi atau kedua-duanya sehingga diperoleh produk yang dapat dimanfaatkan
atau diperjual belikan lagi. Daur ulang (recycle) sampah plastik dapat dibedakan
menjadi empat cara yaitu daur ulang primer, daur ulang sekunder, daur ulang tersier
dan daur ulang quarter. Daur ulang primer adalah daur ulang limbah plastik menjadi
produk yang memiliki kualitas yang hampir setara dengan produk aslinya. Daur
ulang cara ini dapat dilakukan pada sampah plastik yang bersih, tidak
terkontaminasi dengan material lain dan terdiri dari satu jenis plastik saja.
14
Daur ulang sekunder adalah daur ulang yang menghasilkan produk yang
sejenis dengan produk aslinya tetapi dengan kualitas di bawahnya. Daur ulang
tersier adalah daur ulang sampah plastik menjadi bahan kimia atau menjadi bahan
bakar. Daur ulang kuarter adalah proses untuk mendapatkan energi yang
terkandung di dalam sampah plastik (Kumar dkk., 2011).
Selain nilai kalornya yang tinggi, plastik polypropilena (PP) dan poly
ethylene therephtalate (PET/HDPE) merupakan plastik yang sering diaplikasikan.
Sifatnya yang tahan panas, keras, dan fleksibel membuat plastik PP sering
digunakan untuk membuat kantung plastik, gelas plastik air mineral, pembungkus
makanan instan, dan beberapa botol plastik. Sementara plastik PET lebih sering
digunakan untuk botol minuman instan karena sifatnya yang tahan dengan larutan
(Nugraha, 2013).
2.4 TUNGKU BIOMASSA
Tungku adalah tempat berlangsungnya proes pembakaran. Pada dasarnya,
proses pembakran adalah proses kimiawi antara unsur-unsur pembentukan bahan
bakar dengan oksigen. Masing-masing unsur pembentukan bahan bakan
mempunyai temperature pembakaran sendiri, dan secara keseluruhan dapat
membentuk temperature pembakaran total di ruang bakar. Seberapa besar
temperature total yang dihasilkan, sangat tergantung pada jenis dan berapa besar
kandungan suatu bahan bakar. Sebagai contoh, suatu jenis batubara yang banyak
mengandung suatu bahan (sulfur), dapat menghasilkan temperature pembakaran
yang relative rendah bila dibandingkan dengan hasil pembakaran dan jenis batubara
yang kandunganya belerangnya kecil. Selain komposisi unsur yang ada pada bahan
15
bakar, temperature pembakaran dipergunakan pula oleh jenis unsur yang
membentuknya.
Biommasa merupakan bahan-bahn organic yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang meliputi, dedaunan, rerumputan, tanting, gulm, limba pertanian,
limba pertenakan, limba kehutanan dan gambut (Borman 1998). Biommasa terdiri
dari bahan hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar,
atau materi tumbuhan atau hewan yang dipelihara untuk dimanfaatkan sebagai
biofuel, tetapi dapat juga digunakan untuk produksi scrat, bahan kimia atau panas.
Biommasa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar, contoh biommasa anatar lain adalah tanaman, pepohonan,
rumput, limbah pertanian dan limbah kehutanan, tinja dan kotoran ternak.
Pemanfaatan limbah limbah biommasa sebagai sumber energy masih cukup
berperan di negara-negara berkembang terutama biommasa dalam bentuk kayu
bakar dan biommasa padat lainnya.
Proses pembakaran juga merupakan factor penentu pada temperature
pembakaran. Semakin sempurna suatu pembakaran, semakin tinggi temperature
pembakaran yang dihasilkannya. Untuk dapat menghasilkan pembakaran yang
sempurna, diperlukan adanya jumlah oksigen yang memadai. Oleh karenanya,
sejumlah system pembakaran menggunakan pola udara yang berlebihan (excess air)
untuk mendapatkan jumlah oksigen yang sbesuai kebutuhan. Keberadaan udara
yang berlebih ini, selain dapat menjamin terjadinya proses pembakaran yang lebih
sempurna, juga dapat menurukan temperature total pembakaran. Hal ini dapat
terjadi karena komposisi udara yang tidak hanya mengandung oksigen (komposisi
oksigen di udara kurang lebih 21% volume), tetapi juga unsur-unsur yang lain
16
seperti nitrogen udara dan uap air. Oleh karena itu, untuk menjaga suhu pembakaran
yang tinggi dan konstan jumlah oksigen yang tepat.
2.5 NILAI KALOR KAYU
Nilai kalor merupakan indikator utama dalam menentukan kualitas bahan
baku untuk sumber energi yang bergantung pada komposisi kimia, kadar air, dan
kandungan abu pada kayu (Silva et al. 2011). Nilai kalor kayu merupakan hasil
interaksi dari berbagai komponen kimia penyusun kayu dan air Nilai kalor jenis
kayu yang diuji berkisar 4243-4576 kkal/kg. Kayu ulin memiliki nilai kalor
tertinggi dan kayu balsa memiliki nilai kalor terendah (Gambar 2.2). Menurut Basu
(2010) nilai kalor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kadar air,
kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon. Persentase kadar air yang rendah
dapat meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan, sehingga kadar air menjadi salah
satu penduga kualitas biomassa untuk sumber energi (Zanuncio et al. 2013). Nilai
kalor yang tinggi akan membuat laju pembakaran menjadi lebih efisien dan dapat
menghemat kebutuhan bahan baku yang digunakan (Jamilatun 2008). Hal ini
disebabkan laju pembakaran semakin lambat dengan meningkatnya nilai kalor
(Tiruno & Sabit 2011).
Jenis kayu Gambar 2. 2 Nilai kalor pada beberapa jenis kayu bahan baku energi
4000
4100
4200
4300
4400
4500
4600
Balsa Jabon Mahoni Jati Merbau Ulin
4243
4372 4422
4513 4520 4576
17
Nilai kalor pada jenis kayu yang diuji dipengaruhi oleh kadar karbon terikat.
Semakin tinggi kadar karbon terikat maka nilai kalor yang dihasilkan semakin
tinggi. Kadar karbon terikat tersebut dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan abu.
Semakin tinggi kadar zat terbang dan abu maka karbon terikat yang dihasilkan
semakin rendah (Faitha Hanun, 2014).
2.6 PIROLISIS PLASTIK
Pirolisis merupakan suatu proses penguraian termal bahan-bahan yang
terbentuk dengan rantai polimer seperti plastik ataupun material organik seperti
biomassa dengan pembakaran tanpa melakukan kontak langsung dengan oksigen.
Proses ini secara umum dapat berlangsung pada suhu antara 500-800oC (Aguado
dkk, 1999). Proses pirolisis akan menghasilkan produk berupa padatan, cair, dan
gas. Pada suhu tersebut bahan polimer seperti plastik akan mengalami perubahan
fase menjadi fase gas. Pada proses tersebut akan terjadi pemotongan rantai
hidrokarbon menjadi lebih pendek. Gas yang masih panas dilanjutkan dengan
proses pendinginan sehingga gas terkondensasi menjadi cairan. Cairan ini adalah
produk akhir dari pirolisis yang dapat dijadikan bahan bakar (Buekens dan Huang,
1989) dalam (Syamsiro, 2015).
Proses Pirolisis plastik memiliki tiga metode dengan cara-cara yang berbeda,
antara lain:
1. Hidro cracking
2. Thermal cracking
3. Catalytic cracking
Tahapan tersebut akan berkaitan langsung dengan energi disosiasi ikatannya,
derajat aromatis, maupun ketidakseragaman rantai atom dalam rantai polimer. Pada
18
banyak kasus, proses ini berlangsung bersama bersamaan. (Xingzhong, 2006)
dalam (Syamsiro, 2015). Sampah plastik menjadi bahan bakar minyak termasuk
daur ulang tersier dan dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan).
Cracking adalah proses memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat
molekul yang lebih rendah.
2.6.1 Hydro Cracking
Hydro cracking adalah proses perkahan dengan mereaksikan plastik dengan
hydrogen di dalam wadah tertutup yang dilengkapi dengan pengaduk pada
temperature antara 423-673 K dan tekanan hydrogen 3-10 MPa. Dalam proses
hydro cracking ini dibantu dengan katalis. Untuk membantu pencampuran dan
reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1- methyl naphthalene, tetralin dan
decalin. Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain alumina, amorphous silica
alumina zeolite dan sulphate zirconia.
Penelitian tentang proses hydro cracking ini antara lain telah dilakukan oleh
Rodiansono (2005) yang melakukan penelitian hydro cracking sampah plastik
polipropilena menjadi bensin (hidrokarbon C5-C12) menggunakan katalis
NiMo/Zeolit dan NiMo/Zeolit-Nb2O5. Proses hydro cracking dilakukan dalam
reaktor semi alir (semi flow-fixed bed reactor) pada temperatur 300, 360, dan 400
°C; rasio katalis/umpan 0,17; 0,25; 0,5 dengan laju alir gas hidrogen 150 ml/jam.
Uji aktivitas katalis NiMo/zeolite yang menghasilkan selektivitas produk C7-C8
tertinggi dicapai pada temperatur 360 °C dan rasio katalis/umpan 0.5. Kinerja
katalis NiMo/zeolit menurun setelah pemakaian beberapa kali, tetapi dengan proses
regenerasi kinerjanya bisa dikembalikan lagi.
19
Nurcahyo (2005), melakukan penelitian yang sama dengan penelitian
Rodiansono (2005) tetapi dengan katalis NiPd/Zeolite. Uji aktivitas katalis
NiPd/Zeolit untuk reaksi hydro cracking sampah plastik menjadi fraksi bensin
telah dilakukan dengan variasi temperatur 300, 350, 400, 450 dan 500 °C dan
variasi rasio berat katalis : umpan 1:2, 1:4, dan 1:6 dengan sistem semi alir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas katalis optimum dicapai pada temperatur
450 °C dan rasio berat katalis adalah umpan 1:2.
Sedangkan Daryoso et al. (2012) melakukan penelitian tentang pengolahan
sampah plastik jenis polietilen dengan metode hydro cracking menggunakan
katalis Ni-Mo/zeolite. Hydro cracking dilakukan dengan variasi perbandingan
katalis/bahan plastik 1:4, 2:4, 3:4, dan temperatur prosesnya diatur 350 °C, 400 °C,
450 °C, 500 °C, 550 °C selama 2 jam.
Dari penelitian tersebut diketahui bahwa Katalis Ni Mo/Zeolit Alam yang
telah dipersiapkan berperan dalam proses hydro cracking sampah polietilen
menghasilkan produk hydro cracking dengan rantai hidrokarbon yang pendek.
Rasio masa katalis Ni-Mo/Zeolit alam dengan umpan optimum yang menghasilkan
konversi sampah polietilen paling besar didapat pada perbandingan 3:4 yaitu
sebesar 8,032 %. Temperatur optimum yang menghasilkan konversi sampah
polietilen paling besar diperoleh pada temperatur 500 °C yaitu sebesar 1,334 %.
2.6.2 Thermal Cracking
Thermal cracking adalah termasuk proses pirolisis, yaitu dengan cara
memanaskan bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini biasanya dilakukan pada
temperatur antara 350 °C sampai 900 °C. Dari proses ini akan dihasilkan arang,
20
minyak dari kondensasi gas seperti parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan
aromatik, serta gas yang memang tidak bisa terkondensasi.
Bajus dan Hájeková, (2010), melakukan penelitian tentang pengolahan
campuran 7 jenis plastik menjadi minyak dengan metode thermal cracking. Tujuh
jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini dan komposisinya dalam persen
berat adalah HDPE (34,6%) , LDPE (17,3%), LLPE (17,3%), PP (9,6%), PS
(9,6%), PET (10,6%), dan PVC (1,1%). Penelitian ini menggunakan batch reactor
dengan temperatur dari 350 sampai 500 °C. Dari penelitian ini diketahui bahwa
thermal cracking pada campuran 7 jenis plastik akan menghasilkan produk yang
berupa gas, minyak dan sisa yang berupa padatan. Adanya plastik jenis PS, PVC
dan PET dalam campuran plastik yang diproses akan meningkatkan terbentuknya
karbon monoksida dan karbon dioksida di dalam produk gasnya dan menambah
kadar benzene, toluene, xylenes, styrene di dalam produk minyaknya.
Penelitian dengan jenis plastik yang lain dilakukan oleh Tubnonghee et al.
(2010). Plastik yang diteliti untuk dijadikan bahan bakar minyak adalah jenis
polyethylene (PE) dan polypropylene (PP). Pembuatan bahan bakar minyak dari
plastik menggunakan proses thermal cracking. Perekahan dilakukan pada
temperatur 450 °C selama 2 jam. Gas yang terbentuk selanjutnya dikondensasikan
menjadi minyak di dalam kondensor yang bertemperatur 21 °C. Minyak yang
dihasilkan selanjutnya dianalisa dengan gas chromatography/massspectrometry
untuk mengetahui distribusi jumlah atom karbonnya. Dari hasil analisa tersebut
diketahui bahwa komposisi minyak dari campuran plastik PE dan PP tersebut
mempunyai jumlah atom karbon yang setara dengan solar, yaitu C12 – C17.
21
Penelitian yang lain dilakukan oleh Sarker et al. (2012). Pada penelitian ini,
sampah plastik LDPE diolah menjadi kerosin dengan metode thermal cracking
pada tekanan atmosfir dan dengan temperatur antara 150 °C dan 420 °C. Proses
depolimerisasi dilakukan tanpa penambahan katalis. Dari penelitian ini diperoleh
hasil bahwa kerosin yang didapat sekitar 30 %. Bahan bakar yang diperoleh dari
proses ini mempunyai kandungan sulfur yang rendah dan nilai kalor yang baik.
2.6.3 Catalytic Cracking
Cara ini menggunakan katalis untuk melakukan reaksi pemecahan molekul.
Dengan adanya katalis, dapat mengurangi temperatur dan waktu reaksi. Osueke dan
Ofundu (2011) melakukan penelitian konversi plastik low density polyethylene
(LDPE) menjadi minyak. Proses konversi dilakukan dengan dua metode, yaitu
dengan thermal cracking dan catalytic cracking. Pyrolisis dilakukan di dalam
tabung stainless steel yang dipanaskan dengan elemen pemanas listrik dengan
temperatur bervariasi antara 475 – 600 °C. Kondenser dengan temperatur 30 – 35
°C, digunakan untuk mengembunkan gas yang terbentuk setelah plastik dipanaskan
menjadi minyak. Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah silica alumina.
Dari penelitian ini diketahui bahwa dengan temperatur pirolisis 550 °C dan
perbandingan katalis/sampah plastik 1:4 dihasilkan minyak dengan jumlah paling
banyak.
Borsodi et al. (2011) melakukan penelitian tentang pirolisis terhadap plastik
yang terkontaminasi untuk memperoleh senyawa hidrokarbon. Pirolisis dilakukan
di dalam reaktor tabung, dengan pemasukkan material plastik secara kontinyu.
Plastik yang diproses ada dua macam, yaitu HDPE dalam kondisi bersih dan HDPE
yang terkontaminasi minyak pelumas. Dalam penelitian ini temperatur pirolisis 500
22
°C. Pirolisis dilakukan dengan katalis (thermo-catalytic pyrolysis) dan tanpa katalis
(thermal pyrolysis). Katalis yang digunakan adalah Yzeolite. Dari penelitian ini
diketahui bahwa HDPE yang terkontaminasi produk volatilnya lebih tinggi dan
densitasnya juga lebih tinggi. Pemakaian katalis mempengaruhi proses perekahan
pada HDPE yang tidak terkontaminasi, tetapi pada HDPE yang terkontaminasi
pengaruh pemakaian katalis tidak signifikan. Pemakaian katalis menurunkan
densitas dari minyak yang dihasilkan dari proses pirolisis.
2.7 JENIS REAKTOR PADA PIROLISIS
Adapun beberapa jenis – jenis desain reaktor pirolisis adalah sebagai
berikut:
1. Fixed or moving bed
Fixed or moving bed yang beroperasi pada reaktor tetap,
keuntungan menggunakan reaktor ini adalah sederhana, lebih murah,
teknologi yang sudah terbukti (proven), dan dapat menangani biomassa
yang memiliki kandungan air dan mineral anorganik tinggi. Sedangkan
kekurangan dari penggunan reaktor ini adalah kandungan tar yang
mencapai 10-20% berat massa bahan uji, sehingga perlu dibersihkan
sebelum menggunaan ke pengoperasian berikutnya.
Gambar 2. 3 Reaktor fixed moving bed (Sentilkumar, 2015)
23
2. Bubbling fluidized bed
Reaktor yang bertipe bubbling fluidized bed merupakan salah satu
reaktor paling baik. Reaktor ini dapat dioperasikan pada tekanan udara
normal 1 atm dengan temperatur sedang 450°C, dan dapat
menghasilkan bio-oil hingga 75% dari massa, tergantung dari biomassa
yang di gunakan sebagai sumber. Pada pirolisis ini menggunakan pasir
silika sebagai fluidisasi karena pasir silika mempunyai titik lebur yang
tinggi mencapai 1800°C maka sangat cocok untuk aplikasi gasifikasi
fluidized bed. Gambar 2.4 adalah gambar reaktor bubbling fluidized
bed.
Gambar 2. 4 Reaktor bubbling fluidized bed ( Basu, 2010)
3. Circulating fluidized bed
Circulating fluidized bed adalah reaktor dengan cara kerja seluruh
padatan material terbawa oleh aliran, selanjutnya material dipisahkan
dari gas menggunakan dusting equipment. Keuntungan menggunakan
reaktor ini adalah cocok untuk reaksi berjalan cepat, memperoleh
konversi cukup tinggi, dan produksi tar yang rendah. Sedangkan
kelemahan dari penggunaan reaktor jenis ini adalah terbentuknya
gradient temperatur di arah aliran padatan, dan perpindahan panas tidak
efisien.
24
Gambar 2. 5 Reaktor Circulating fluidized bed (Grabouski, 2004)
4. Ultra – rapid pyrolyzer
Ultra – rapid pyrolyzer adalah reaktor dengan pemanasan yang tinggi
mencapai 650°C, maka akan mendapatkan hasil 90% dari berat biomassa
yang digunakan Hulet dkk, (2005). Gambar 2.6 adalah gambar reaktor
ultra-rapid pyrolyzer.
Gambar 2. 6 Reaktor ultra-rapid pyrolyzer (Basu, 2010)
5. Rotating cone
Rotating cone adalah reaktor yang menggunakan pasir silika
sebagai media pemanas, dan akan bercampur langsung dengan
biomassa di dalam wadah seperti yang terlihat pada gambar 2.7 Oleh
karena itu biomassa akan mengalami pemanasan yang cepat, sehingga
abu yang dihasilkan dari biomassa akan jatuh yang diakibatkan oleh
putaran dari wadah.
25
Gambar 2. 7 Reaktor Rotating cone (Basu, 2010)
6. Ablative pyrolyzer
Ablative pyrolyzer adalah reaktor yang melibatkan tekanan tinggi
antara partikel biomassa dan plat putar sebagai media pemanas. Hal ini
memungkinkan perpindahan panas tanpa hambatan dari dinding ke
biomassa yang menyebabkan produk cair dari biomassa meleleh keluar
dari biomassa. Akibat dari transfer panas yang tinggi maka waktu yang
dibutuhkan untuk proses pirolisis akan lebih cepat dengan hasil produk
gas yang sedikit dan hasil cairan sebanyak 80% Diebold & Power
(1988).
Gambar 2. 8 Reaktor Ablative pyrolyzer (Basu, 2010)
26
7. Vacuum pyrolyzer
Vacuum pyrolyzer adalah reaktor yang terdiri dari beberapa
tingkatan, tingkatan paling atas bersuhu 200°C dan tingkatan paling
bawah bersuhu 400°C. Biomassa dimasukkan ke bagian atas dan akan
mengalami pengeringan selama biomassa turun kebawah sehingga
menjadi arang. Pemanasan yang lambat akan meningkatkan jumlah
arang dan menghasilkan cairan yang banyak, hal ini disebabkan karena
reaktor yang tekanannya kurang dari 1 atm akan disedot oleh vacuum
sehinnga kalor dan cairan dipaksa keluar dari reaktor (brown, 2006).
Gambar 2. 9 Reaktor vacuum pyrolyzer (Basu, 2010)
2.8 PROSES PERPINDAHAN PANAS
Pindah panas merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan energi dalam
bentuk panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau
material. Dalam proses perpindahan energi tersebut tentu ada kecepatan
perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan
panas. Maka ilmu perpindahan panas juga merupakan ilmu untuk meramalkan laju
perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Perpindahan kalor
dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpindahnya suatu energi (kalor) dari satu
27
daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan temperatur pada daerah tersebut.
Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi.
2.8.1 Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana
kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur
rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium
yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran
energi dan momentum.
Tpanas
Tdingin
Gambar 2. 10 Skema Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Sumber : J.P. Holman,hal: 33
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi
adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut
Persamaan Dasar Konduksi :
Keterangan :
q = Laju Perpindahan Panas (kj / det,W)
k = Konduktifitas Termal (W/m.°C)
A = Luas Penampang (m²)
dT = Perbedaan Temperatur ( °C, °F )
dX = Perbedaan Jarak (m / det)
ΔT = Perubahan Suhu ( °C, °F )
28
dT/dx = gradient temperatur kearah perpindahan kalor.konstanta positif ”k”
disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu, sedangkan tanda minus
disisipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor
mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur. (J.P. Holman, hal: 2)
Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara
laju aliran panas yang melintas permukaan isothermal dan gradient yang terdapat
pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap
titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum fourier.
Dalam penerapan hokum Fourier pada suatu dinding datar, jika persamaan
tersebut diintegrasikan maka akan didapatkan :
(J.P. Holman, hal: 26)
Bilamana konduktivitas termal (thermal conductivity) dianggap tetap.
Tebal dinding adalah Δx, sedangkan T1 dan T2 adalah temperatur muka dinding.
Jika konduktivitas berubah menurut hubungan linear dengan temperatur, seperti,
, maka persamaan aliran kalor menjadi :
Konduktivitas Termal (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang disebut
konduktivitas termal. Persamaan dasar tentang konduktivitas termal berdasarkan
rumusan, maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk
menentukan konduktifitas termal berbagai bahan. Pada umumnya konduktivitas
termal itu sangat tergantung pada suhu.
29
Tabel 3 Konduktivitas Termal Berbagai Bahan
Sumber : http://kataherisant.blogspot.com/2018/01/perpindahan-panas-
konduksi.html
2.8.2 Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/
pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah
kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut
cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan
menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced
convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan
karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi
bebas (free/natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya
pemaksa/eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan
fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya
disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).
30
Gambar 2. 11 Skema Perpindahan Panas Konveksi
Sumber : J.P.Holman, hal:. 252
Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran
tertutup seperti pada gambar 2.11 merupakan contoh proses perpindahan panas.
Laju perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan
Keterangan :
Q = Laju Perpindahan Panas ( kj/det atau W )
h = Koefisien perpindahan Panas Konveksi ( W / m2.oC )
A = Luas Bidang Permukaan Perpindahaan Panas ( ft2 , m2 )
Tw = Temperature Dinding ( oC , K )
Tf = Temperature Sekeliling ( oC , K )
Tanda minus ( - ) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika,
sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif ( + ).
Mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas
permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah
panas didaerah dekat pada permukaan itu.
q
m,c p
aliran
Tb 1 Tb 2 L
31
Refleksi
Absorpsi
Gambar 2. 12 Skema Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena
dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan
fluida yang lain.
2.8.3 Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda
yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di
dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda - benda tersebut.
Gambar 2. 13 Skema Perpindahan Panas Radiasi Sumber : J.P.Holman, hal: 343
Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan
melalui ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik Bila energi radiasi
menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan, sebagian diserap dan
sebagian diteruskan seperti gambar 2.13. Sedangkan besarnya energi :
Transmisi
Radiasi datang
32
𝒬𝑃𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟𝑎𝑛 = 𝜎𝐴𝑇4
Keterangan :
𝒬𝑃𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟𝑎𝑛 = laju perpindahan panas ( W)
𝜎 = konstanta boltzman (5,669.10-8 W/m2.K4)
A = luas permukaan benda (m2)
T = suhu absolut benda ( 0 C )
2.9 ALAT PENUKAR KALOR
Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang digunakan
untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki
perbedaan temperature yaitu fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang
bertemperatur rendah. Perpindahan panas teesebut baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Pada kebanyakan sistem kedua fluida ini tidak mengalami
kontak langsung. Kontak langsung alat penukar kalor terjadi sebagai contoh pada
gas kalor yang terfluidisasi dalam cairan dingin untuk meningkatkan temperatur
cairan atau mendinginkan gas.
2.9.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
Adapun klasifikasi dari alat penukar kalor dapat dibagi dalam beberapa
kelompok yaitu :
Berdsarkan konstruksinya
1) Tabung (tubular)
2) Plate-Type
3) Extended Surface
4) Regenerative
33
Berdasarkan pengaturan aliran
1) Single Pass
2) Multi Pass
Bedasarkan jenis aliran
1) Aliran Berlawanan Arah (Counter Flow)
2) Alira Sejajar (Parallel Flow)
3) Aliran Silang (Cross Flow)
4) Aliran Terpisah (Split Flow)
5) Aliran Bercabang (Divide Flow)
Berdasarkan banyaknya laluan
1) Seluruh Cross-counter flow
2) Seluruh cross-parallel flow
3) Parallel counter flow
Berdasarkan mekanisme perpindahan panas
1) Konveksi satu fasa (dengan konveksi paksa atau alamiah)
2) Konveksi dua fasa (dengan konveksi paksa atau alamiah)
3) Kombinasi perpindahan panas
34
Berdasarkan fungsinya dapat digolongkan pada beberapa nama:
1) Exchanger: Memanfaatkan perpindahan kalor diantara dua fluida
proses (steam dan air pendingin tidak termasuk sebagai fluida
proses, tetapi merupakan utilitas).
2) Heater: Berfungsi memanaskan fluida proses, dan sebagai bahan
pemanas alat ini menggunakan steam.
3) Cooler: Berfungsi mendinginkan fluida proses, dan sebagai bahan
pendingin digunakan air.
4) Condenser: Berfungsi untuk mengembunkan uap atau menyerap
kalor laten penguapan
5) Boiler : Berfungsi untuk membangkitkan uap.
6) Reboiler : Berfungsi sebagai pensuplai kalor yang diperlukan
bottom produk pada distilasi. Steam biasanya digunakan sebagai
media pemanas.
7) Evaporator: Berfungsi memekatkan suatu larutan dengan cara
menguapkan airnya.
8) Vaporizer: Berfungsi memekatkan cairan selain dari air.
2.9.2 Apk Jenis Shell Dan Tube Berdasarkan Tema
Begitu banyaknya jenis dari alat penukar kalor shell dan tubes yang
dipergunakan pada dunia industry. Untuk membuat pembagiannya secara pasti
adalah sangat sulit. Pada gambar 2.14 dapat dibuat pembagian berdasarkan tipe dari
masing-masing stationary head, tipe shell dan tipe rear-head.
Oleh TEMA dikelompokan berdasarkan pemakaian dari heat exchanger itu
menjadi 3 kelompok yaitu :
35
1. Alat penukar kalor kelar “R”, yang dipergunakan pada industry
minyak dan peralatan yang berhubungan dengan proses tersebut.
2. Alat penukar kalor kelas “C”, yang umumnya dipergunakan pada
keperluan komersial.
3. Alat penukar kalor kelas “B”, yang banyak dipergunakan pada
proses kimia.
Kelas R, kelas C dan kelas B ini, adalah alat penukar kalor yang tidak
dibakar (unfired shell and tubes), tidak sama dengan dapur atau katel UAP.
Di samping pengelompokan di atas, dari TEMA dikenal juga tipe lain, seperti :
1. Penukar kalor dengan fixed tube sheet.
2. Penukar kalor dengan floating tube sheet.
3. Penukar kalor dengan pipa U (hairpin tube).
4. Penukar kalor dengan fixed tube sheet dan mempunyai
sambungan.ekspansi (expantion joint) pada shellnya.
2.9.3 Konstruksi Alat Penukar Kalor
Ditinjau dari segi konstruksi dari alat penukar kalor jenis shell and tubes,
maka secara umum dapat dikatakan, konstruksinya dari 4 bagian utama yakni :
1. Bagian depan yang tetap atau front head stationary head (dalam praktek
hanya disingkat dengan stationary head).
2. Shell atau badan alat penukar kalor itu.
3. Bagaian ujung belakang atau read end head, (dalam praktek lebih sering
disebut read head).
4. Berkas tube atau tubes-bundle. Kumpulan tube yang dimasukan ke
dalam tube APK.
36
Tetapi oleh Standard of Turbular Exchanger Manufactures Association (Ir.
Tunggul M. Sitompul, S.E., M.Sc., 1993) dikelompokkan berdasarkan pemakaian
dari heat exchanger itu menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Bagian depan yang tetap (front end stationary) terdiri dari 5 tipe yaitu :
Tipe A, B, C, N & D
2. Shell alat penukar kalor terdiri dari 6 tipe yaitu :
Tipe E, F, G, H, J, K & X
3. Bagian ujung belakang (read end heat) APK dibuat 8 tipe yaitu
L, M, N, P, S, T, U & W
Gambar 2. 14 Bagian-bagian dari APK (Berdasarkan Standar TEMA)
37
2.9.4 Ukuran Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor itu sendiri adalah tidak sama, maka untuk menentukan
ukurannya, adapun cara untuk memberikan ukuran pada alat penukar kalor itu
adalah :
1. Diameter Normal
2. Panjang Normal
3. Tipe Alat Penukar Kalor
Jadi dengan megetahui ketiga besaran diatas, kita dapat dengan mudah
menentukan ukuran serta tipe alat penukar kalor itu. Adapun beberapa contoh
pemberian ukuran dan tipenya alat penukar kalor adalah sebagai berikut :
a. Alar penukar kalor Ukuran 23 – 192 tipe AES.
Alat penukar kalor dengan split-ring floating head, aliran 1 pass
pada shell dan pass\tube. Diameter dalam dari shell atau nominal
diameter adalah 23 1/4” dan panjangnya adalah 16 ft (=192”). Di
sini dapat dilakukan pembulatan ukuran shell dimana diameter
sebenernya = 23 1/4" dibulatkan menjadi 23”.
b. Alat penukar kalor Ukuran 19 – 84 tipe BGU.
Maksudnya ialah alat penukar kalor tipe bonnet untuk stationary
head dan aliran shell yang split (G) serta tubes adalah berbentuk U.
Diameter dalam dari shell 19” dan panjang tube 7’ (=84”).
c. Alat penukar kalor Ukuran 23/37 – 192 Tipe CKT.
Adalah rebolier dengan pull-through floating head (tipe T) dengan
dilengkapi shell tube kettle. Stationary head bersatu dengan tube
sheet (tipe C) diameter shell yang berhubungan dengan stationary
38
head (port diameter) = 23” dan diameter shell sendiri = 37”, dan
panjang pipa 16 ft (=192”).
d. Alat penukar kalor Ukuran 33 – 96 Tipe AFM.
APK ini tersendiri dari channel head sebagai stationary head dan
shellnya mempunyai baffle longitudinal, sehingga terdapat 2 pass
aliran fluida pada shell. Tube sheet yang dipergunakan tetap (fixed
tube sheet). Diameter dari shell adalah 33 1/8” dan panjang pipa 8”
(=96”).
e. Alat penukar kalor Ukuran 17 – 192 Tipe CEN.
APK ini mempergunakan fixed tube sheet pada stationary head pada
read head. Aliran fluida pada shell 1 pass. Diameter shell 17” dan
panjang pipa 18 ft atau 192 inci.
2.9.5 Standar
Standar yang umum digunakan menjadi patokan dalam merancangkan,
fabrikasi serta memelihara alat penukar kalor ini adalah :
standards of tubular Exchanger Manufacturers Association (TEMA
Standards), merupakan standar Amerika serikat.
America society of Mechnaical Engineers (ASME) Code, section VIII,
Pressure Vessel-Division II
American petroleum Institute (API Standards).
American Society of Mechnaical Engineers (ASME) Code, Section II
– Material Specification.
Standards british, seperti british standards B S 3274, B S 5500, dan
standars negara-negara lain.
39
2.9.6 Kriteria Seleksi Dari Segi Mekanikal
Alat penukar kalor banyak digunakan dalam industry atau didalam unit
pembangkit tenaga uap (steam power station). Adalah merupakan perpaduan
kebutuhan dari dua segi yaitu :
1. Kebutuhan dari operasi yang mencakup masalah kapasitas,
kontinuitas reliabilitas, dan keselamatan.
2. Dari segi mekanik, yang merupakan aspek konstruksi, kekuatan,
ukuran-ukuran, bentuk dan pemeliharaan dan lain-lain.
Segi mekanikal pada alat penukar kalor sangat luas, sebab meliputi shell,
stationary head, rear end head, baffles (sekat), susunan dari tubes (tubes lay-out),
tube pitch (jarak dari tube), tubes, pengaturan pass aliran, nozzle pada shell, metode
impingement serta masalah drain dan venting.
Dalam penguraian mekanikal alat penukar kalor jenis shell and tube akan
dibahas beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada konstruksi alat penukar
kalor. Untuk lebih jelasnya disini akan dibahas beberapa komponen dari alat
penukar kalor jenis shell and tube.
Shell
Konstruksi shell sangat ditentukan oleh kapasitas dan keadaan tubes
yang akan ditempatkan didalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang
berukuran besar atau pelat baja yang dirol. Shell merupakan badan dari alat
penukar kalor, dimana terdapat tube bundle. Untuk temperature kerja yang
tinggi kadang – kadang shell dibagi dua sambungan dengan sambungan
40
ekspansi. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat rancangan atau design
untuk alat penukar kalor shell and tube sesuai dengan standar TEMA.
Tube
Tube merupakan bidang pemisah antara dua fluida yang mengalir, dan
sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Pada umumnya flow fluida
yang mengalir di dalam tube lebih kecil dibandingkan dengan flow fluida
yang mengalir di dalam shell. Ketebalan dan material tube harus dipilih
berdasarkan tekanan operasi dan jenis fluidanya. Agar tidak mudah bocor
dan korosi akibat aliran fluida yang mengalir di dalam tube. Adapun tipe
susunan tube berdasarkan TEMA seperti gambar berikut ini.
Gambar 2. 15 Tipe Susunan Tube Alat Penukar Kalor
Susunan tube segitiga sangat popular dan sangat baik dipakai melayani
fluida kotor/berlumpur atau yang bersih. Pembersihan tube dilakukan
dengan cara kimia (chemical cleansing). Koefisien perpindahan panasnya
lebih baik dibandingkan susunan pipa bujur (in – line square pitch).
Susunan tube segitiga banyak dipergunakan dan menghasilkan perpindahan
panas yang baik per satu satuan penurunan tekanan (per unit pressure drop),
disamping itu letaknya lebih kompak.
41
Susunan tube bujur sangkar membentuk 900 (in – line square pitch)
banyak dipergunakan, dengan pertimbangan seperti berikut :
a. Apabila penurunan tekanan (pressure drop) yang terjadi pada alat
penukar kalor itu sangat kecil.
b. Apabila pembersihan yang dilakukan pada bagian luar tube adalah
dengan cara pembersihan mekanik (mechanical cleansing). Sebab pada
susunan seperti ini terdapat celah antara tube yang dipergunakan untuk
pembersihannya.
c. Susunan ini memberikan perilaku yang baik, bila terjadi aliran turbulen,
tetapi untuk aliran laminar akan memberikan hasil yang kurang baik.
Susunan tube yang membentuk 450 atau susunan belah ketupat
(diamond square pitch) baik dipergunakan pada kondisi operasi yang
penurunan tekanan kecil, tetapi lebih besar dari penurunan tekanan jenis
bujur sangkar. Selain itu susunan tube ini relatif lebih baik dibanding
susunan tube yang membentuk 300 terhadap aliran.
Baffles
Baffles atau sekat – sekat yang dipasang pada alat penukar kalor
mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Struktur untuk menahan tube bundle
2. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran pada tube
3. Sebagai alat untuk mengontrol dan mengarahkan aliran fluida yang
mengalir di luar tube (shell side)
42
Ditinjau dari segi konstruksi, sekat itu dapat diklasifikasikan dalam 4
kelompok yaitu:
1. Sekat pelat berbentuk segment (segmental baffle plate)
2. Sekat batang (rod baffle)
3. Sekat mendatar atau longitudinal baffle
Sekat impingement (impingement baffle)