bab ii. tinjauan pustaka - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/66065/3/bab_ii.pdf · istilah...

27
17 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pariwisata 2. 1. 1. Definisi Pariwisata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Kata pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan wisata mempunyai arti perjalanan dan bepergian. Berdasarkan arti dari dua suku kata tersebut maka pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari satu tempat ke tempat yang lain (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kendal, 2016). Indonesia telah menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi penting. Oleh karena itu, pariwisata mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Salah satu perhatiannya adalah dengan dikeluarkannya Undang- Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang digunakan sebagai dasar pijakan dalam penyelenggaraan kegiataan kepariwisataan. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ini mendefinisikan istilah pariwisata sebagai berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Sedangkan kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Pariwisata merupakan perpindahan sementara yang dilakukan manusia dalam rangka keluar dari pekerjaan rutin dan kediamannya dengan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kebutuhannya (Marpaung, 2000).

Upload: lamkhanh

Post on 08-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

17

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pariwisata

2. 1. 1. Definisi Pariwisata

Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata, yaitu

pari dan wisata. Kata pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau

lengkap. Sedangkan wisata mempunyai arti perjalanan dan bepergian.

Berdasarkan arti dari dua suku kata tersebut maka pariwisata dapat diartikan

sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari satu

tempat ke tempat yang lain (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kendal,

2016).

Indonesia telah menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi

penting. Oleh karena itu, pariwisata mendapatkan perhatian serius dari

pemerintah. Salah satu perhatiannya adalah dengan dikeluarkannya Undang-

Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang digunakan sebagai

dasar pijakan dalam penyelenggaraan kegiataan kepariwisataan. Undang-Undang

No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ini mendefinisikan istilah pariwisata

sebagai berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta

layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan

Pemerintah Daerah. Sedangkan kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang

terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang

muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara

wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan pengusaha. Pariwisata merupakan perpindahan sementara yang dilakukan manusia dalam

rangka keluar dari pekerjaan rutin dan kediamannya dengan melakukan aktivitas

yang sesuai dengan kebutuhannya (Marpaung, 2000).

18

Masih dalam Marpaung (2002), World Tourist Organization (WTO)

mendefinisikan wisatawan sebagai setiap orang yang bertempat tinggal di suatu

negara tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada

negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari dua puluh empat jam dengan

tujuan perjalanannya dapat dikasifikasikan pada salah satu hal a) memanfaatkan

waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan

olah raga, serta b) bisnis atau mengunjungi keluarga.

Istilah pariwisata mempunyai hubungan yang erat dengan pengertian

perjalanan wisata yang merupakan suatu perubahan tempat tinggal sementara

seseorang di luar tempat tinggalnya, karena suatu alasan dan bukan untuk

kepentingan yang menghasilkan upah (Suwantoro, 2001). Sementara Devy, HA &

Soemanto, R.B (2017) menyebutkan bahwa pariwisata merupakan suatu

keseluruhan elemen-elemen terkait yang di dalamnya terdiri dari wisatawan,

daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain sebagainya yang merupakan

kegiatan pariwisata.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pariwisata

merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang

dilakukan dari tempat satu ke tempat yang lain dengan maksud bukan untuk

bekerja atau berusaha melainkan untuk bersenang-senang atau bertamasya dan

mencari pengalaman serta menambah wawasan dalam pengetahuan.

Kegiatan pariwisata memerlukan ruang untuk beraktifitas bagi para

pengunjungnya. Pengunjung di sini merupakan para pelaku perjalanan wisata atau

lebih dikenal dengan istilah wisatawan. Marpaung (2000), mendefinisikan

wisatawan sebagai setiap orang yang melakukan perjalanan dan menetap untuk

sementara waktu ke tempat yang bukan tempat tinggalnya untuk suatu alasan

tertentu selain mencari pekerjaan. Berdasarkan tempatnya, wisatawan dapat

dibedakan menjadi wisatawan mancanegara (wisman) yaitu yang melakukan

perjalanan wisata ke luar negerinya dan wisatawan nusantara (wisnus) yaitu yang

melakukan perjalanan wisata ke negerinya sendiri.

Salah satu kegiatan pariwisata yang berbasiskan kelestarian ekologi dan sosial

adalah ekowisata. Saat ini ekowisata semakin luas dikenal sebagai salah satu daya

19

tarik ekonomi yang menguntungkan dan terus dipromosikan secara gencar dalam

upaya konservasi hutan hujan. Ekowisata tidak hanya diyakini dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi secara regional maupun lokal untuk peningkatan

kesejahteraan masyaraka, namun juga kelestarian sumber daya alam dan

keanekaragaman hayati sebagai obyek dan daya tarik wisata (Purwanto, S, dkk,

2014).

The International Ecotourism Society (2015) dalam Koroy, K., dkk (2017)

menyatakan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan ke wilayah

yang masih alami dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan dan

meningkatkan perokonomian penduduk lokal yang dilakukan secara bertanggung

jawab dan disertai unsur mendidik. Masih dalam Koroy, K., dkk (2017),

Yulianda, et. al. (2010) mendefinisikan ekowisata sebagai suatu konsep

pemanfaatan sumberdaya alam pesisir secara berkelanjutan dengan pelayanan

yang mengutamakan jasa lingkungan.

Dari definisi-definisi tentang ekowisata di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa ekowisata merupakan salah satu kegiatan wisata yang ramah lingkungan

dan bersifat mendidik dan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian

masyarakat di sekitar lokasi wisata.

Dalam Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan

kepariwisataan harus berpedoman pada 11 azas, yaitu 1) manfaat, 2)

kekeluargaan, 3) adil dan merata, 4) keseimbangan, 5) kemandirian, 6)

kelestarian, 7) partisipatif, 8) berkelanjutan, 9) demokratis, 10) kesetaraan, dan

11) kesatuan. Selain itu, kepariwisataan diselenggarakan dengan tujuan untuk:

a). meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

b). meningkatkan kesejahteraan rakyat,

c). menghapus kemiskinan,

d). mengatasi pengangguran,

e). melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya,

f). memajukan kebudayaan,

g). mengangkat citra bangsa,

20

h). memupuk rasa cinta tanah air,

i). memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan

j). mempererat persahabatan antarbangsa.

2. 1. 2. Potensi Wisata

Potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di suatu daerah yang dapat

dikembangkan menjadi daya tarik wisata atau segala hal keadaan yang nyata atau

dapat diraba, maupun yang tidak dapat diraba, yang digarap dan diatur sedemikian

rupa sehingga dapat dimanfaatkan dan diwujudkan (Darmadjati, 2001).

Sependapat dengan Darmadjati (2001), Mariotti (n.d) dalam Yoeti (2008),

mendefinisikan potensi wisata sebagai segala sesuatu yang terdapat di daerah

tujuan wisata dan merupakan daya tarik supaya orang-orang datang untuk

berkunjung ke tempat tersebut. Masih dalam Yoeti (2008), Mariotti (n.d)

membagi potensi wisata menjadi tiga, yaitu:

1. Potensi alam, yaitu keadaan serta jenis flora dan fauna pada suatu daerah,

misalnya pantai, hutan, air terjun, dll yang memiliki kelebihan dan keunikan

sehingga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke tempat tersebut;

2. Potensi budaya, yaitu keadaan serta jenis flora dan fauna pada suatu daerah,

misalnya pantai, hutan, air terjun, dan lainnya yang memiliki kelebihan dan

keunikan sehingga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke tempat

tersebut; dan

3. Potensi manusia, yaitu kemampuan masyarakat sekitar tempat wisata yang

dapat digunakan sebagai daya tarik wisata melalui atraksi-atraksi wisata.

Selaras dengan klasifikasi potensi wisata di atas, pada tahun 1985 Direktorat

Jendral Pariwisata, Kementrian Pariwisata Republik Indonesia (Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kendal, 2016) mengklasifikasikan

kegiatan pariwisata ke dalam 3 (tiga) jenis aktivitas pokok yang terdiri dari:

1. Obyek Wisata Alam (Nature Resources)

Bentuk dan wujud dari wisata ini berupa pemandangan alam, seperti

pegunungan, pantai, serta lingkungan hidup yang berupa flora dan fauna.

21

2. Obyek Wisata Budaya (Culture Resources)

Bentuk dan wujud dari wisata ini lebih dipengaruhi oleh lingkungan maupun

manusia, seperti tarian tradisional maupun kesenian, upacara adat, upacara

keagamaan, upacara pemakaman dan lain sebagainya.

3. Obyek Wisata Buatan Manusia (Man made Resources)

Bentuk dan wujud dari wisata ini sangat dipengaruhi oleh upaya dan aktivitas

manusia. Wujudnya dapat berupa museum, tempat ibadah, permainan musik

dan kawasan wisata yang dibangun seperti taman mini, pantai ancol, water

boom dan lain sebagainya.

Pariwisata menjadi salah satu andalan utama sumber devisa karena Indonesia

merupakan salah satu negara yang memiliki beraneka ragam jenis pariwisata,

misalnya wisata alam, wisata budaya maupun wisata buatan manusia yang

tersebar dari Sabang hingga Merauke. Dengan potensi-potensi wisata inilah dapat

menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk mengunjunginya

(Devy & Sumanto, 2017)

2. 1. 3. Wisata Alam Pegunungan

Data Agoda tahun 2015 dan 2016 tentang pertumbuhan destinasi domestik di

kalangan wisatawan Indonesia menunjukkan bahwa 6 dari 10 destinasi pilihan

wisatawan merupakan tempat yang dekat dengan alam dan taman nasional. Dari

temuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa wisatawan domestik lebih menyukai

destinasi yang dekat dengan alam atau lebih dikenal dengan wisata alam (Liputan

6.com, 13 Maret 2017).

Wisata alam adalah salah satu bentuk wisata yang daya tariknya bersumber

pada keindahan sumber daya alam dan tata lingkungannya. Kegiatan wisata alam

ini dapat dikelompokkan menjadi ekowisata alam atau ecotourism, wisata

pertanian atau agrotourism dan wisata pedesaan atau village tourism (Fandeli,

1995) dalam Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kendal (2016).

Dalam buku Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata

Alam (ADO-ODTWA) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan

Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementrian Lingkungan Hidup Republik

22

Indonesia Tahun 2003, wisata alam diartikan sebagai kegiatan perjalanan atau

sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara

untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di obyek wisata alam,

taman hutan rakyat dan taman wisata alam. Sementara obyek wisata alam

diartikan sebagai suatu kawasan yang mempunyai potensi dan menjadi bahan

perhatian wisatawan untuk dikembangkan menjadi tempat kunjungan wisatawan.

Pada saat ini kegiatan pariwisata alam mulai melakukan pemanfaatan jasa

lingkungan yang di dalamnya terdapat upaya penyelamatan hutan dan peningkatan

nilai manfaatnya (Aryanto, T, dkk, 2016).

Menurut Damanik dan Weber (2006) dalam Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Kendal (2016), sumber daya alam yang dapat dikembangkan menjadi

atraksi wisata alam di antaranya adalah keajaiban dan keindahan alam (topografi),

keragaman flora, keragaman fauna, kehidupan satwa liar, vegetasi alam,

ekosistem yang belum terjamah manusia, rekreasi perairan (danau, sungai, air

terjun, pantai), lintas alam (tracking, rafting dan lain-lain), obyek megalitik, suhu

dan kelembaban udara yang nyaman, serta curah hujan yang normal.

Sementara itu, Fennel (1999) dalam Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Kendal (2016) menyebutkan sumber daya alam yang dapat

dikembangkan menjadi sumber daya pariwisata yang meliputi lokasi geografis,

iklim dan cuaca, topografi, air, vegetasi, fauna, serta sifat dan ragam material yang

menyusun permukaan bumi.

Kekayaan alam seperti gunung berapi, air terjun, sumber air panas, kawah,

sungai, gua, danau, perairan karang, hutan mangrove, padang laut dan rumput laut

merupakan potensi obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) yang dalam

pengembangan pariwisata alam perlu penanganan yang serius agar tetap terjaga

kelestarian dan keberadaannya. Sejalan dengan upaya penyelamatan hutan dan

peningkatan nilai manfaatnya, pemanfaatan jasa lingkungan hutan di antaranya

adalah kegiatan pariwisata alam atau wisata alam yang dinilai mempunyai

prospek yang menjanjikan bila dikaitkan dengan upaya pemberdayaan

masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat serta dalam rangka menekan laju

kerusakan hutan. (Ditjen PHKA, 2003)

23

Diterangkan lebih lanjut bahwa dalam pengembangan ODTWA diperlukan

kriteria dan indikator sebagai dasarnya. Proses ini dilakukan melalui penetapan

unsur kriteria, penetapan bobot, penghitungan masing-masing sub unsur dan

penjumlahan semua nilai unsur kriteria. Tujuan dari pembuatan kriteria ini adalah

untuk menentukan skala prioritas pengembangan ODTWA dan

mengintensifikasikan pemanfaatan dan pembinaan suatu ODTWA. Kriteria yang

dipakai sebagai dasar penilaian terdapat pada Tabel 2.1. berikut ini.

Tabel 2.1. Kriteria Penilaian ODTWA Pegunungan

No. Kriteria Unsur Bobot Nilai

1

Daya tarik

- Keindahan alam

- Keunikan SDA

- Banyaknya SDA yang menonjol

- Keutuhan SDA

- Kepekaan SDA

- Jenis kegiatan wisata

- Kebersihan lokasi

- Keamanan kawasan

6

2 Potensi pasar - Jumlah penduduk/ propinsi (x 1000)

- Tingkat kebutuhan wisata

5

3 Kadar hubungan/

Aksesibilitas

- Kondisi dan jarak jalan darat dari

ibukota propinsi

- Pintu gerbang udara internasional/

domestik

- Waktu tempuh dari ibukota propinsi

- Frekuensi kendaraan dari pusat

informasi ke obyek wisata

5

4 Kondisi sekitar kawasan - Tata ruang wilayah

- Tingkat pengangguran

- Mata pencaharian penduduk

- Ruang gerak pengunjung

- Pendidikan masyarakat

- Tingkat kesuburan tanah

- Sumber Daya Alam

- Tanggapan masyarakat terhadap

pengembangan ODTWA

5

5 Pengelolaan dan pelayanan

kepada pengunjung

- Pengelolaan

- Kemampuan berbahasa

- Pelayanan pengunjung

4

6 Iklim

- Pengaruh iklim terhadap lama waktu

kunjungan

- Suhu udara pada musim kemarau

4

24

- Jumlah bulan kering rata-rata

pertahun

- Kelembaban rata-rata pertahun

7 Akomodasi - Jumlah kamar penginapan radius 5-

15 km

3

8 Sarana dan prasarana

penunjang lainnya

- Sarana (akomodasi, rumah makan,

sarana angkutan umum, kios

cinderamata)

- Prasarana (jalan, jembatan, areal

parkir, jaringan listrik, jaringan air

minum, jaringan telepon, jaringan

drainase, dll)

3

9 Ketersediaan air bersih - Volume air

- Jarak air bersih terhadap lokasi

ODTWA

- Kelayakan dikonsumsi

- Ketersediaan

6

10 Hubungan dengan obyek

wisata di sekitar

- Obyek wisata lain radius 50 km 1

11 Keamanan - Keamanan pengunjung

- Kebakaran

- Penebangan liar

- Perambahan

5

12 Daya dukung kawasan - Jumlah pengunjung

- Kepekaan tanah terhadap erosi

- Kemiringan lahan

- Jenis kegiatan

- Luas unit zona pemanfaatan (ha)

3

13 Pengaturan pengunjung - Pembatasan pengunjung

- Distribusi pengunjung

- Pemusatan kegiatan pengunjung

- Lama tinggal kunjungan

- Musim kunjungan

3

14 Pemasaran - Tarif/ harga terjangkau

- Produk wisata bervariasi

- Sarana penyampaian informasi

- Promosi

4

15 Pangsa pasar - Asal pengunjung (mayoritas)

- Tingkat pendidikan (mayoritas)

- Mata pencaharian

3

Sumber: Ditjen PHKA, 2003

25

2. 1. 4. Kawasan Strategis Pariwisata

Gunn (1994) menyatakan bahwa suatu kawasan dapat dikembangkan untuk

tujuan wisata karena terdapat atraksi yang merupakan komponen dari suplai.

Atraksi merupakan alasan yang paling kuat untuk seseorang melakukan perjalanan

wisata, bentuknya dapat berupa ekosistem, tanaman langka, landmark, atau satwa.

Ataksi dapat terdapat di daerah pedesaan dan perkotaan. Daerah pedesaan

menyajikan atraksi yang lebih bersifat alami, sedangkan perkotaan menyediakan

atraksi yang lebih berupa budaya dan hasilnya, misalnya sungai kota, museum,

dan sebagainya. Kawasan wisata tergantung pada sumberdaya alami dan budaya,

dimana distribusi dan kualitas dari sumberdaya ini dengan kuat dapat mendorong

pengembangan wisata.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan Bab I Pasal 10 dijelaskan bahwa kawasan strategis pariwisata

adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi

untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu

atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan

sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan

keamanan. Lebih lanjut dijelaskan dalam Bab V Pasal 12 bahwa:

(1) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan

aspek:

a. Sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya

tarik pariwisata;

b. Potensi pasar;

c. Lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan

wilayah;

d. Perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis

dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;

e. Lokasi yang strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan

pemanfaatan aset budaya;

f. Kesiapan dan dukungan masyarakat; dan

g. Kekhususan dari wilayah.

26

(2) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk berpartisipasi dalam

terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan negara Republik

Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. (3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan

agama masyarakat setempat. Dalam bab selanjutnya juga dirinci bahwa kawasan strategis pariwisata yang

dimaksud di atas terdiri dari kawasan strategis pariwisata nasional, provinsi dan

kabupaten/ kota, di mana kawasan tersebut merupakan bagian integral dari

rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang ditetapkan

oleh pemerintah setempat. Sedangkan kawasan pariwisata khusus ditetapkan

dengan undang-undang. Dalam pengembangan kawasan strategis pariwisata tersebut harus berdasarkan

atas strategi pengembangan produk destinasi pariwisata yang diwujudkan dalam

“3A” Rencana Strategis Kementrian Pariwisata 2015-2019 (Kemenpar, 2015)

yang terdiri dari: 1. Atraksi wisata atau daya tarik wisata, mencakup upaya-upaya

mengembangkan keragaman/ diversifikasi aktivitas wisata di daya tarik

wisata; pengembangan interpertasi daya tarik wisata, pengembangan

manajemen pengunjung dan peningkatan sadar wisata bagi masyarakat di

sekitar daya tarik wisata; 2. Aksesibilitas, mencakup sarana (moda transportasi angkutan jalan, sungai,

danau dan penyeberangan, angkutan laut dan kereta api), prasarana dan

sistem transportasi; dan 3. Amenitas, mencakup prasarana umum (listrik, air, telekomunikasi,

pengelolaan limbah), fasilitas umum (keamanan, keuangan perbankan,

kesehatan, lahan parkir, tempat ibadah, dll), fasilitas pariwisata (akomodasi,

rumah makan, penginapan, toko cinderamata, papan atau informasi penunjuk

arah, dll).

Dalam pengembangan pariwisata perlu diketahui sumber daya wisatanya.

Avenzora (2001) menjelaskan bahwa sumber daya wisata adalah sesuatu yang

memiliki dimensi ruang tertentu dengan batas-batas tertentu dan memiliki elemen-

27

elemen penyusun tertentu berupa atraksi wisata yang dapat menarik minat untuk

berkunjung dan dapat menampung kegiatan wisata. Yoeti (1996) suatu kegiatan

wisata ditunjang “tourism resources” yang merupakan segala sesuatu yang

terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau

datang berkunjung ke tempat tersebut. Hal-hal yang dapat menarik orang untuk

berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata wisata dapat berupa benda-benda yang

telah tersedia dan terdapat di alam yang dalam istilah pariwisata dikenal sebagai

“natural amenities”, hasil ciptaan manusia (man-made supply) yang berupa

benda-benda bersejarah, kebudayaan dan keagamaan serta tata cara hidup

masyarakat seperti budaya dan adat istiadatnya.

2. 1. 5. Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar

dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke

dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta

keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan

generasi masa depan. Atau dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa

mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi

kebutuhan mereka sendiri.

Ada 2 (dua) kunci konsep utama dari pembangunan berkelanjutan, yaitu :

pertama, konsep tentang kebutuhan atau needs yang sangat esensial untuk

penduduk miskin dan perlu diprioritaskan. Kedua, konsep tentang keterbatasan

atau limitation dari kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan generasi

sekarang dan yang akan datang (Hadi, 2012). Untuk itu diperlukan pengaturan

agar lingkungan tetap mampu mendukung kegiatan pembangunan dalam rangka

memenuhi kebutuhan manusia.

Dalam pembangunan berkelanjutan, terdapat 3 (tiga) dasar pilar yaitu :

ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pendekatan ekonomi dalam pembangunan

berkelanjutan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia melalui

28

pertumbuhan ekonomi dan efesiensi penggunaan kapital serta mengurangi

dampak dari kegiatan eksploitasi dari penggunaan sumber daya dengan biaya

tambahan. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menjamin keberadaan

lingkungan hidup yang dapat mendukung pembangunan ekonomi dan sosial

masyarakat secara berkelanjutan. Sedangkan pendekatan sosial dilakukan melalui

partisipatif masyarakat untuk pengelolaan sumberdaya alam dengan memberikan

motivasi yang mengarah kepada keberlanjutan. Faktor sosial menjadi sangat

penting dalam pembangunan berkelanjutan, karena bukti-bukti menjelaskan

bahwa proyek pembangunan yang kurang memperhatikan faktor sosial

kemasyarakatan akan menjadi ancaman bagi keberhasilan proyek atau program

pembangunan yang dilaksanakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakat sekitarnya (Saragih, 2011). Unsur-unsur dan muatan pembangunan

berkelanjutan lebih menghendaki terwujudnya pembangunan sosial dimana peran

serta, keadilan menjadi bagian di dalamnya.

2. 1. 6. Pariwisata Berkelanjutan dan Pengembangannya

Menurut Kurniawati (n.d.), pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang

mengalami perkembangan yang sangat pesat, termasuk pertambahan arus

kapasitas akomodasi, populasi lokal dan lingkungan, dimana perkembangan

pariwisata dan investasi – investasi baru dalam sektor pariwisata tersebut tidak

membawa dampak buruk dan dapat menyatu dengan lingkungan, yaitu dengan

memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif sehingga ada

beberapa inisiatif yang diambil oleh sektor publik untuk mengatur pertumbuhan

pariwisata agar menjadi lebih baik.

Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016

Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan mendefinisikan pariwisata

berkelanjutan sebagai pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial

dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung,

industri, lingkungan dan masyarakat setempat serta dapat diaplikasikan ke semua

bentuk aktifitas wisata di semua jenis destinasi wisata, termasuk wisata masal dan

berbagai jenis kegiatan wisata lainnya.

29

Masalah pariwisata bekelanjutan ini ditempatkan sebagai prioritas karena

merupakan usaha atau bisnis yang baik yang dapat melindungi sumber–sumber

atau aset penting bagi pariwisata yang mempunyai manfaat tidak hanya untuk

masa sekarang tetapi juga untuk masa depan. Pembangunan pariwisata

berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya

alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata pada

generasi ini masih dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Hal ini sesuai

dengan yang dinyatakan oleh Stulbelj dan Bohanec (2010) dan Gunawan, et. al

(2000) dalam Aryanto, T, dkk. (2016) dimana pariwisata berkelanjutan dilakukan

dengan tidak menimbulkan gangguan lingkungan meskipun di dalamnya terdapat

kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukungnya.

“Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang

artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka

panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap

masyarakat” (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995 dalam Kurniawati, n.d).

Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi

untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan,

pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan.

Gunn (1994) menyebutkan, terdapat 5 (lima) tujuan pariwisata berkelanjutan

yang meliputi 1) untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman bahwa wisata

dapat memberikan kontibusi terhadap lingkungan dan ekonomi; 2) untuk

mempromosikan pembangunan yang ramah lingkungan; 3) untuk meningkatkan

kualitas kehidupan masyarakat lokal; 4) untuk memberikan pengalaman yang

berkualitas kepada pengunjung; dan 5) untuk mempertahankan kualitas

lingkungan.

Dalam Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Kabupaten Kendal

Tahun 2015-2025 disebutkan bahwa pembangunan pariwisata yang berkelanjutan

dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya. Prinsip - prinsip tersebut meliputi: 1. Partisipasi, yaitu partisipasi masyarakat yang dimulai dari proses perencanaan

sampai dengan monitoring dan evalusi kegiatan pembangunan pariwisata.

30

2. Keikutsertaan para pelaku, yang di antaranya adalah kelompok dan institusi

LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah

daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh

dan berkepentingan dalam kegiatan pembangunan pariwisata.

3. Kepemilikan lokal, yaitu keterlibatan masyarakat sekitar dalam memiliki dan

mengelola kegiatan kepariwisataan beserta fasilitas penunjangnya.

4. Penggunaan sumber daya yang berkelanjutan, dimana kegiatan pariwisata

harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan yang digunakan dapat

dipelihara dan diperbaiki serta sesuai dengan kriteria-kriteria dan standar-

standar internasional.

5. Mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, dalam rangka menciptakan situasi dan

kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat

setempat, misalnya dengan kerja sama dalam wisata budaya atau cultural

tourism partnership yang dilakukan mulai dari tahap perencanaan,

manajemen, hingga tahap pemasaran.

6. Daya dukung, merupakan kapasitas lahan meliputi daya dukung fisik, alami,

sosial dan budaya yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan dan

pengembangan pariwisata serta harus sesuai dan serasi dengan batas-batas

lokal dan lingkungan yang juga harus mencerminkan batas penggunaan yang

dapat ditoleransi (limits of acceptable use).

7. Monitoring dan evaluasi, mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak

kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan

untuk mengukur dampak pariwisata dengan menggunakan pedoman yang

berskala nasional, regional dan lokal.

8. Akuntabilitas, dalam hal ini perencanaan pariwisata harus memberi perhatian

yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan

perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-

kebijakan pembangunan serta memastikannya bahwa sumber-sumber yang

ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.

9. Pelatihan, yang berguna untuk membekali pengetahuan masyarakat dan

meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional, misalnya

31

pelatihan tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta

topik-topik lain yang relevan.

10. Promosi, yaitu promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat

karakter lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat yang

bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang

memberikan kepuasan bagi pengunjung.

Alasan utama pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, baik

secara lokal, regional maupun lingkup nasional pada suatu negara sangat erat

kaitannya dengan pembangunan perekonomian daerah atau negara tersebut.

Dengan kata lain, pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah tujuan wisata

selalu akan diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi rakyat banyak

(Yoeti, 2008).

Gunn (1994) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata berkelanjutan

(sustainable tourism) merupakan suatu perubahan yang positif dari sosial

ekonomi yang tidak merusak sistem ekologi dan sosial, tempat masyarakat dan

kehidupan sosialnya. Suatu keberhasilan implementasi membutuhkan integrasi

antara proses kebijakan, perencanaan dan sosial, kelangsungan hidup politik yang

bergantung pada dukungan penuh masyarakat yang dipengaruhi oleh pemerintah,

institusi sosial dan aktivitas pribadi masyarakat. Dengan demikian, pembangunan

berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu

demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri,

hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap sebagai

“resep” pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata. Dalam Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan juga disebutkan

bahwa pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan

pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan

pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada

masyarakat dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai

aspek yang mencakup sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu

pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerjasama antar negara,

32

pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber

kekayaan alam dan budaya, yang kemudian ditetapkan beberapa kriteria yang

dijadikan sebagai dasar penilaian atau penetapan sesuatu di destinasi pariwisata

yang menerapkan pariwisata berkelanjutan.

Berikut adalah kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan yang tercantum

dalam Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016

Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.

Tabel 2.2. Kriteria Penilaian Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

No. Variabel Indikator Sub Indikator

1

Pengelolaan

destinasi

pariwisata

berkelanjutan

- Strategi destinasi

berkelanjutan

- Fokus pada keberlanjutan

- Mudah diakses oleh umum

- Dikembangkan dengan melibatkan

masyarakat

- Diterapkan dengan menggunakan

komitmen politik

- Organisasi

manajemen

destinasi

- Bertanggung jawab untuk melakukan

koordinasi dalam pengelolaan pariwisata

berkelanjutan

- Ada keterlibatan pihak swasta dan

pemerintah

- Sesuai dengan ukuran dan skala destinasi

yang ada

- Ada tanggung jawab individu

- Memiliki dana yang memadai

- Monitoring - Ada pengawasan dan pelaporan publik

yang dilaksanakan secara aktif

- Sistem pengawasan dikaji dan dievalusi

secara berkala

- Prosedur mitigasi terhadap dampak

pariwisata didanai dan dilakukan secara

aktif

- Pengelolaan

pariwisata musiman

- Strategi khusus untuk memasarkan atraksi

pada musim sepi

- Adaptasi terhadap

perubahan iklim

- Ada sistem tentang adaptasi perubahan

iklim dan penilaian resiko

- Ada hukum/ kebijakan untuk mitigasi

perubahan iklim

- Ada program diklat mengenai perubahan

iklim

- Inventarisasi aset dan

atraksi pariwisata

- Inventarisasi aset

- Klasifikasi aset

33

- Pengaturan

perencanaan

- Panduan perencanaan dan zonasi,

peraturan dan atau kebijakan yang

melindungi sumber daya alam dan budaya

- Merupakan masukan dari masyarakat

lokal dan melalui proses kajian secara

rinci

- Dikomunikasikan kepada masyarakat dan

ditegakkan

- Akses untuk semua - Bisa diakses oleh semua kalangan

termasuk penyandang disabilitas

- Akuisisi properti - Tersedia kebijakan/ peraturan termasuk

ketentuan penegakannya

- Kebijakan sesuai dengan kompensasi yang

wajar

- Kepuasan

pengunjung

- Ada data kunjungan dan kepuasan

pengunjung

- Ada sistem yang menangani keluhan

pengunjung

- Standar

keberlanjutan

- Ada standar pariwisata berkelanjutan

- Ada sertifikasi pariwisata berkelanjutan

- Monitring terhadap partisipasi bisnis

pariwisata

- Verifikasi data secara berkelanjutan yang

tersedia untuk publik

- Keselamatan dan

keamanan

- Ada pos dan petugas keselamatan dan

keamanan

- Penanganan keselamatan

- Sistem penceahan dan tanggap kejahatan

- Pengaturan transportasi umum

- Petunjuk keamanan dan keselamatan

- Manajemen krisis

dan kedaruratan

- Ada rencana tanggap krisis dan darurat

- Ada dana dan SDM untuk tanggap krisis

dan darurat

- Standar penanganan krisis dan darurat

- Simulasi penanganan darurat

- Rencana tanggap darurat diperbarui secara

berkala

- Promosi - Memiliki kalender of event

- Strategi promosi yang akurat

- Ada kerjasama dengan phak swasta dan

pemerintah

- Originalitas produk wsiata daerah yang

aktual

2 Pemanfaatan

ekonomi untuk

masyarakat lokal

- Pemantauan

ekonomi

- Monitoring dan laporan tentang kontribusi

pariwisata

- Laporan data tenaga kerja berdasarkan

jenis kelamin dan usia

34

- Peluang kerja

untuk masyarakat

lokal

- Peraturan / kebijakan tentang kesempatan

kerja bagi semua masyarakat

- Program pelatihan berlaku untuk semua

- Peraturan/ kebijakan tentang keselamatan

kerja bagi semua

- Peraturan/ kebijakan tentang kesetaraan

upah

- Partisipasi

masyarakat

- Pelibatan pemerintah, swasta dan

masyarakat dalam pengambilan keputusan

- Pertemuan rutin dengan masyarakat

- Opini masyarakat

lokal

- Aspirasi masyarakat lokal mengenai

manajemen destinasi

- Waktu pengumpulan aspirasi sesuai

kesepakatan

- Akses bagi

masyarakat lokal

- Pengelolaan diserahkan kepada

masyarakat

- Monitoring kepuasan pengunjung

- Fungsi edukasi

sadar wisata

- Ada pokdarwis

- Agenda kegiatan sadar wisata secara rutin

- Bintek sadar wisata secara rutin

- Pencegahan

eksploitasi

- Hukum dan program untuk mencegah

praktik eksploitasi

- Hukum dan program dikomunikasikan

kepada publik

- Dukungan untuk

masyarakat

- Program CSR perusahaan kepada

lingkungan sekitar

- Mendukung

masyarakat lokal

dan perdagangan

yang adil

- Program yang mendukung dan

membangun penduduk lokal, pengusaha

kecil dan menengah

- Program yang mendorong industri untuk

membeli produk dan pelayanan dari area

setempat

- Program yang mempromosikan dan

mengembangkan produk lokal yang

berkelanjutan

- Program yang melibatkan perajin, petani

dan penyedia lokal dalam rantai pariwisata

3 Perlindungan

budaya bagi

masyarakat dan

pengunjung

- Perlindungan

atraksi wisata

- Sistem pengelolaan untuk melindungi

situs alam dan budaya

- Sistem untuk mengawasi, mengukur dan

melakukan mitigasi terhadap dampak

pariwisata

- Pengelolan

pengunjung

- Memiliki sistem pengelolaan pengunjung

untuk tapak wisata

35

- Perilaku

pengunjung

- Panduan budaya dan lingkungan untuk

perilaku pengunjung pada situs yang

sensitif

- Tata laksana bagi pemandu wisata

- Perlindungan

warisan budaya

- Hukum dan peraturan untuk melindungi

artefak bersejarah dan arkeologi

- Program untuk melindung warisan seni

budaya tak berbentuk (lagu, musik, drama,

kerajinan tangan, dll)

- Intepretasi tapak - Informasi interpretatif tersedia untuk

pengunjung

- Informasi seuai dengan budaya setempat

- Informasi dikembangkan secara

kolaboratif bersama masyarakat

- Informasi tersedia dalam bahasa yang

relevan dengan pengunjung

- Pelatihan bagi pemandu wisata dalam

penggunaan informasi yang tepat

- Perlindungan

kekayaan

intelektual

- Ada hukum, peraturan dan program untuk

melindungi hak kekayaan intelektual

individu dan masyarakat

4 Pelestarian

lingkungan

- Perlindungan alam

liar (flora dan

fauna)

- Kesesuaian dengan hukum lokal, nasional

dan internasional dalam berburu atau

menangkap, memamerkan dan menjual

flora dan fauna

- Standar untuk berburu atau menangkap,

memamerkan dan menjual flora dan fauna

- Perlindungan

lingkungan sensitif

- Inventarisasi habitat da margasatwa yang

sensitif dan terancam punah

- Sistem perlindungan ekosistem,

lingkungan dan spesies yang sensitif

- Sistem untuk mencegah masuknya spesies

asing

- Transportasi ramah

lingkungan

- Program untuk meningkatkan penggunaan

transportasi ramah lingkungan

- Program untuk menarik minat pengunjung

menggunakan transportasi aktif

- Konservasi energi - Program untuk promosi dan mengukur

konsevasi energi dan konsumsi energi

kepada publik

- Kebijakan dan insentif untuk mengurangi

ketergantungan bahan bakar fosil

- Pengelolaan air - Program pendampingan untuk membantu

perusahaan dalam penggunaan air

36

- Keamanan air - Sistem pengelolaan untuk memastikan

bahwa air yang digunakan oleh

perusahaan dan masyarakat lokal telah

seimbang dan sesuai

- Kualitas air - Sistem pengelolaan untuk memonitor dan

melaporkan kualitas air kepada

masyarakat

- Hasil monitoring disediakan untuk

masyarakat

- Sistem untuk menanggapi isu kualita air

dengan tepat

- Upaya mengurangi

limbah padat

- Sistem pengumpulan limbah padat

- Perencanaan pengelolaan limbah padat

yang baik

- Program daur ulang limbah padat

- Program pengurangan penggunaan limbah

padat plastik

- Upaya mengurangi

limbah cair

- Program pendampingan untuk membantu

perusahaan dalam meengolah dan

menggunakan limbah cair secara efektif

- Sistem pengelolaan limbah cair yang baik

- Resiko lingkungan - Penilaian keberlanjutan dstinasi dengan

identifikasi resiko lingkungan

- Sistem penanganan resiko telah tersedia

- Polusi cahaya dan

suara

- Panduan dan peraturan untuk

meminimalkan polusi cahaya dan suara

- Program pendampingan perusahaan untuk

mengikuti panduan dan peraturan untuk

meminimalkan polusi cahaya dan suara

- Emisi gas rumah

kaca

- Program pendampingan untuk membantu

perusahaan dalam mengukur, memonitor

dan melaporkan kepada publik

penggunaan emisi gas rumah kaca

- Sistem pendampingan untuk membantu

perusahaan melakukan mitigasi emisi gas

rumah kaca

Sumber: Kemenpar, 2016

Kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan ini bersumber dari Global

Sustainable Tourism Council (GSTC) (2013) yang menyebutkan bahwa untuk

memenuhi destinasi pariwisata berkelanjutan, destinasi harus mengambil

pendekatan interdisipliner, holistik dan integratif yang meliputi empat tujuan

utama, yaitu:

37

(1) Mendemonstrasikan pengelolaan destinasi yang berkelanjutan dengan

melakukan monitoring, pengelolaan pariwisata musiman, adaptasi terhadap

perubahan iklim, mengatur manajemen destinasi serta menentukan strategi

destinasi berkelanjutan. (2) Memaksimalkan keuntungan ekonomi untuk masyarakat lokal dan

meminimalkan dampak negatif dengan melakukan pemantauan ekonomi,

mendukung pengusaha lokal untuk melakukan perdagangan yang adil,

memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk beropini,

berpartisipasi dan mendapatkan akses serta peluang kerja.

(3) Memaksimalkan keuntungan untuk masyarakat, pengunjung dan budaya serta

meminimalkan dampak negatif dengan mengadakan perlindungan terhadap

atraksi wisata, warisan budaya kekayaan intelektual dan interpretasi tapak

serta melakukan pengelolaan pengunjung yang baik.

(4) Memaksimalkan manfaat untuk lingkungan dan meminimalkan dampak

negatif dengan melakukan perlindungan terhadap lingkungan sensitif, flora

dan fauna, menggunakan transportasi ramah lingkungan, melakukan

pengelolaan dan konservasi air, udara dan energi dengan baik serta

mengurangi penggunaan limbah baik padat, cair maupun gas.

2. 2. Sistem Informasi Geografis (SIG)

2. 2. 1. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Rais (2005) dalam Aini (n.d), Sistem Informasi Geografis atau

Geographic Information System (GIS) pertama kali diperkenalkan di Indonesia

pada tahun 1972 dengan nama Data Banks for Development. Istilah Sistem

Informasi Geografi (SIG) seperti yang dikenal sekarang ini, muncul setelah

dicetuskan oleh General Assembly dari International Geographical Union di

Ottawa Kanada pada tahun 1967 dan dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang

kemudian disebut CGIS (Canadian GIS atau SIG Kanada). CGIS ini berfungsi

untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang dikumpulkan untuk

38

menginventarisasi tanah di Kanada (CLI atau Canadian Land Inventory) sebuah

inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan

memetakan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas,

unggas dan penggunaan tanah pada skala 1 : 250.000. Sejak saat itu Sistem

Informasi Geografis (SIG) berkembang di beberapa benua terutama Benua

Amerika, Benua Eropa, Benua Australia, dan Benua Asia. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer yang

memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu

pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali),

manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil

akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah

yang berhubungan dengan geografi (Aronoff, 1989). Chrisman (1997) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah

sistem yang terdiri atas perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia

(brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan,

menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi-informasi mengenai

daerah-daerah di permukaan bumi. Sementara Budianto (2010) mendefinisikan

Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai sistem komputer yang memiliki

kemampuan untuk mengambil, menyimpan, menganalisa, dan menampilkan

informasi dengan referensi geografis. Sedangkan menurut sumber ESRI (1990), SIG merupakan kumpulan

terorganisasi dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan

personil yan dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan,

mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk

informasi yang bereferensi geografis (Prahasta, 2006).

Berdasarkan beberapa definisi SIG tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

SIG merupakan suatu integrasi antara perangkat keras, perangkat lunak, data

manusia (brainware) yang bekerjasama dalam mengolah data dimulai dari

manajemen data, manipulasi dan analisis data sehingga menghasilkan output atau

hasil akhir yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan

terhadap suatu permasalahan yang sedang dihadapi.

39

Berdasarkan desain awalnya tugas utama Sistem Informasi Geografis (SIG)

adalah untuk melakukan analisis data spasial. Di sini, SIG mempunyai beberapa

fungsi yaitu a) input data, b) pembuatan peta, c) manipulasi data, d) manajemen

file, e) analisis query dan f) memvisualisasikan hasil dalam bentuk peta atau

grafik. Kemampuan ini membedakan SIG dari sistem informasi lainnya, dan

membuatnya berharga bagi berbagai perusahaan umum dan swasta untuk

menjelaskan kejadian, memprediksi hasil dan melakukan strategi perencanaan.

(http://www.westminster.edu/staff/athrock/GIS/GIS.pdf, Diakses tanggal 23 Juni

2017)

Purnaweni (2012) menyimpulkan bahwa SIG dipercaya sebagai cara yang

lebih efektif dan efisien dalam menyusun kebijakan publik oleh pemerintah yang

inovatif meskipun tidak semua data yang digunakan dalam memformulasikan,

merencanakan dan mengevaluasi kebijakan publik tersedia di dalamnya.

2. 2. 2. Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Pariwisata

Sistem Informasi Geografis (SIG) bukanlah suatu sistem yang semata-mata

berfungsi untuk membuat peta, tetapi merupakan alat analisis (analyical tool)

yang mampu memecahkan masalah spasial hampir di semua bidang ilmu yang

bekerja dengan informasi keruangan, diantaranya bidang kehutanan, perikanan,

pertanian, pariwisata, lingkungan, perkotaan dan transportasi. (Jaya, 2002)

Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam penelitian pariwisata

masih sangat sedikit dilakukan meskipun teknologi SIG telah dibahas dalam

literatur pariwisata lebih dari satu dekade terakhir (Gunn dan Larsen, 1988) dalam

Rahman (2010). Teknologi ini telah digunakan dalam penelitian yang

berhubungan dengan perencanaan ekowisata (Bunruamkaew & Murayama, 2011,

2012), dan (Rahayuningsih, et al., 2016) penilaian sumber daya visual dan

manajemen, identifikasi lokasi yang cocok, dan bahkan telah digunakan dalam

aplikasi yang berkaitan dengan pemasaran pariwisata. Pariwisata merupakan kegiatan yang sangat bergantung pada sumber daya

lingkungan sehingga diperlukan sebuah perencanaan yang tepat dalam

pengelolaannya. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diterapkan

40

dalam rangka pencapaian pembangunan pariwisata berkelanjutan. Tabel berikut

menggambarkan kemampuan fungsional dan potensi SIG dengan

mengkategorikan aplikasi SIG dalam pendekatan terstruktur sesuai dengan

pertanyaan generik yang sering digunakan untuk penyelidikan. Selanjutnya,

Bahaire dan Elliot-White (1999) juga menghubungkan kategori ini dengan

aplikasi dasar di bidang pariwisata, dan juga fungsi SIG yang dapat dilihat pada

Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kemampuan SIG dalam Pariwisata

Kemampuan Fungsional

SIG Pertanyaan Dasar tentang SIG

Aplikasi

Pariwisata

1 Data entry,

penyimpanan dan

manipulasi

Lokasi Apa itu? Persediaan sumber

daya pariwisata

2 Produksi peta

Kondisi Dimana itu? Identifikasi lokasi

3 Integrasi dan

pengelolaan database

Tren Apa yang

berubah?

Mengukur dampak

pariwisata

4 Data query dan

pencarian

Rute Mana rute

terbaik?

Pengelolaan

pengunjung/ arus

5 Analisis spasial

Pola Apa polanya? Menganalisis

hubungan yang

terkait dengan

penggunaan sumber

daya

6 Permodelan spasial Permodelan Bagaimana

jika...?

Kaji potensi dampak

pembangunan

pariwisata

7 Dukungan keputusan Sumber: Bahaire and Elliot-White 1999, p. 159 (diterjemahkan)

Dari tabel diatas tampak jelas bahwa SIG mempunyai banyak manfaat dalam

pengelolaan dan perencanaan pariwisata. Beberapa fitur utama SIG yang

bermanfaat bagi perencanaan wisata, meliputi:

a. Kemampuan memanipulasi data dan atribut spasial;

b. Menyediakan informasi nilai tambah yang diperlukan;

c. Kemudahan dalam mengalokasikan sumber daya;

41

d. Kemampuan beradaptasi dalam menyediakan dan merubah data dari waktu ke

waktu; dan

e. Kemampuan untuk mengidentifikasi pola atau relasi berdasarkan kriteria

tertentu dalam pengambilan keputusan. Teknologi SIG dalam pariwisata dapat digunakan sebagai alat pendukung

dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, SIG dapat digunakan untuk

memberikan pendekatan yang lebih holistik terhadap pemecahan terhadap suatu

masalah dimana di dalamnya terdapat data kualitatif dan kuantitatif yang harus

diproses. Pada umumnya, teknologi ini digunakan untuk mengumpulkan

informasi, data, dan analisis spasial yang kemudian ditampilkan dalam bentuk

grafik atau peta yang lebih efektif yang lebih mudah untuk dipahami oleh

pengguna. (Riwayatiningsih dan Purnaweni, 2017)

Berdasarkan tujuan dalam pengembangan kawasan wisata dan rekreasi, maka

SIG juga berperan dlam mengkarakteristikan sumberdaya, mengidentifikasi

kesesusaian yang potensial dan mengidentifikasikan konflik antar tujuan-tujuan

tersebut. Proses dan identifikasi potensi kawasan untuk tujuan wisata melalui SIG

dapat dilakukan dengan cara menumpangsusunkan (overlay) peta-peta tematik

yang memuat karakteristik biofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya terhadap

peta-peta yang memuat persyaratan (kriteria) dari setiap kegiatan pembangunan

yang direncanakan. (Untari, dkk, 2009)

Integrasi penginderaan jauh dan SIG juga mempunyai peran yang penting

dalam perencanaan ekowisata karena teknologi ini dianggap bertindak sebagai alat

yang efektif untuk menyimpan, memanipulasi dan menganalisa berbagai data

spasial. Lebih khusus lagi, SIG dapat digunakan untuk memetakan tutupan dan

habitat darat, memantau perubahan lanskap, model distribusi spesies dan

memprediksi habitat yang sesuai untuk spesies yang berbeda (Fung & Wong,

2007, P. 88). Poin, garis dan poligon merupakan tiga elemen penting yang digunakan untuk

mewakili informasi spasial dan ketiga istilah ini sering digunakan di SIG untuk

mewakili data spasial. Dalam penelitian pariwisata SIG digunakan untuk

mengkarakterisasi tujuan wisata dengan menggunakan titik, garis dan poligon

42

terutama bentang alam yang berbeda. Fitur titik mewakili tempat-tempat wisata

individu, misalnya, sebuah perkemahan di taman, atau situs bersejarah di

sepanjang jalan raya. Pantai dan resor pantai sering mengikuti pola linier,

sementara taman bertema besar atau taman alam merupakan ciri khas fitur poligon

(Giles, 2003) dalam Rahman (2010). Namun, karena kurangnya anggaran dan kurangnya database yang sesuai,

penerapan teknologi ini dalam ekowisata masih sangat terbatas. Misalnya, hanya

ada sedikit informasi spesifik lokasi tentang sumber asal dan tujuan pengunjung,

motivasi perjalanan, pola tata ruang rekreasi dan penggunaan pariwisata, pola

belanja pengunjung, tingkat penggunaan dan dampak, dan kesesuaian situs untuk

pengembangan rekreasi atau pariwisata yang kesemuanya merupakan bidang

aplikasi SIG yang sesuai. Oleh karena itu, aplikasi SIG dalam pengembangan

ekowisata terbatas pada pengelolaan lahan berbasis pariwisata, inventarisasi

fasilitas rekreasi, penilaian dampak pengunjung, konflik rekreasi-satwa liar,

pemetaan persepsi padang gurun, sistem manajemen informasi pariwisata dan

sistem pendukung keputusan (Giles, 2003) dalam Rahman (2010). Kapasitas SIG yang disebutkan di atas dan penerapan SIG di bidang

pariwisata memberikan gambaran umum tentang permintaan SIG di bidang

pariwisata. Namun, SIG bukanlah alat yang umum di bidang pariwisata namun

memiliki potensi yang cukup untuk digunakan dalam perencanaan pariwisata

sebagai alat pendukung keputusan untuk perencanaan dan pengembangan

pariwisata yang berkelanjutan.

2. 3. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis dengan

membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities) dan Ancaman

(Threats) dengan faktor internal Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan

(Weaknesses) untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi dalam kondisi yang

ada saat ini (Rangkuti, 2016).

43

Kerangka formulasi strategis terdiri dari tiga tahap yaitu pengumpulan data,

analisis data, dan pengambilan keputusan. Pada tahap pengumpulan data

dilakukan kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis yang menghasilkan data

eksternal (data yang diperoleh dari dari lingkungan di luar organisasi) dan data

internal (data yang diperoleh dari lingkungan di dalam organisasi itu sendiri).

Pada tahap analisis data dibuat matriks SWOT dengan memanfaatkan semua

informasi dalam model kuantitatif perumusan strategi. Matriks ini

menggambarkan dengan jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang

dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang

dimiliki. Dari matriks ini dapat diperoleh empat set kemungkinan alternatif

strategis, yaitu:

a. Strategi SO: strategi yang dibuat berdasarkan jalan pikiran organisasi, yaitu

dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan

peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST: strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki organisasi

untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO: strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang

ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT: strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif

dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman

(Rangkuti, 2016).