bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmojo, 1993 : hlm. 127-128).
Untuk itulah tingkah laku dijabarkan dalam tiga bentuk yaitu: knowledge,
attitude dan praktis. Jadi apabila seseorang mendapatkan masalah kesehatan
maka nampak bagaimana pengetahuan dan sikap serta kebiasaan hidup dari
masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Notoatmodjo, 1993).
2. Domain Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain pengetahuan atau kognitif
mempunyai 6 tingkat yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata/sebenarnya. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analisys)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoadmojo, 1993 : hlm. 129).
Karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting berpengaruh
dalam pembentukan perilaku seseorang sehingga dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bermakna daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Rogers dalam Notoadmodjo,
20003, seseorang akan mengadopsi perilaku baru dalam kehidupan sehingga
menjadikan perilaku tersebut berbentuk dan bersifat lebih menetap. Hal ini akan
merubah di dalam diri orang tersebut akan tetapi di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan yaitu :
1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
lebih dahulu terhadap objek (stimulus).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap objek
sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial (mencoba) dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang akan dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption (berperilaku) dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
B. Diare
1. Pengertian diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa
darah dan atau lendir dalam tinja (Noer, 1999).
Diare adalah penyakit berak-berak disertai muntah-muntah. Bahaya dari
diare adalah kehilangan cairan badan terlalu banyak sehingga penderita menjadi
lemas, bila tidak segera ditolong dapat mengakibatkan pingsan. Diare pada anak-
anak dapat membahayakan jiwanya, di samping mencret dapat pula timbul
demam dan berak penderita bercampur darah (Oswari, 1995).
2. Penyebab diare
Menurut Hassan dkk (2002), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
diantaranya:
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama terjadinya diare pada anak meliputi :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Compylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrivirus dan lain-lain.
c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Tricuris, Oxyuris, Strongyloides);
Protozoa (Entamoeba histolytica, Griardia lamblia, Trichomonas
hominis); Jarum (Candida albicans).
2) Infeksi parental ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah 2 tahun (FKUI, 1985 : hlm. 283).
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohirat : disakarida : intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa.,
monosakarida : intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa. Pada bayi dan
anak terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
1) Malabsorbsi lemak
2) Malabsorbsi protein
3) Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4) Faktor psikologis : rasa takut dan cemas jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar (Ngastiyah, 1997 : hlm.143).
3. Patogenesis dan patofisiologi diare
a. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare :
1) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare (Ngastiah, 1997 : hlm. 144).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu misalnya toksin pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus
(Ngastiyah, 1997 : hlm. 144).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerapkan makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan selanjutnya timbul diare (Ngastiyah, 1997 : hlm. 144).
b. Patofisiologi diare
Pada orang dewasa normal masukkan cairan (makanan dan
minuman) melalui mulut sekitar 1,5-2 liter sehari, produksi ludah sekitar 1
liter sehari, sekresi cairan lambung sekitar 2 liter, pankreas 2 liter, empedu 1
liter dan jejenum 1 liter, sehingga seluruhnya kurang lebih berjumlah 9 liter
sehari. Cairan sebanyak ini sebagian besar akan diserap oleh jejenum sekitar
3-5 liter sehari, ileum 2-4 liter dan usus besar 1-2 liter. Dengan demikian
jumlah cairan yang keluar bersama tinja hanya 100-200 ml sehari (A.H.
Markum, 1991, hlm. : 453).
Penyerapan cairan di usus halus : dalam keadaan normal usus halus
mampu menyerap cairan sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2
liter sehari. Penyerapan air oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan
antara tekanan osmotik di lumen usus dan di dalam sel, terutama yang
dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke dalam
enterosit dapat melalui 3 cara yaitu :
1). Berpasangan dengan ion klorida (CI), atau bahan non-elektrolit seperti
glukosa, asam amino, peptide dan lain-lain.
2). Pertukaran dengan ion H.
3). Pasif melalui ruang intramuskuler (tight junction) yang dengan cara ini
hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap (A.H Markum, 1991 : hlm.
454).
Setelah masuk kedalam eritrosit, Na ini akan dikeluarkan melalui
enzim Na-K-ATP-ase (terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang
intramuskuler dan selanjutnya diteruskan kedalam pembuluh darah. Sekresi
CI di dalam sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya intraseluler
mesengger (berupa cyclic nucleotide, misalnya : C-AMP, C-GMP) yang
dapat menyebabkan peninggian permeabilitas sel kripta sehingga CI dengan
mudah keluar lumen usus (A.H. Markum, 1991 )
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan
penyerapannya sampai 4400 ml liter sehari. Bila terjadi sekresi cairan yang
berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan melebihi 4400 ml
maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan
dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi
karena terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar pada keadaan sakit
misalnya kolitis atau terdapat penambahan ekskresi cairan pada penyakit
usus besar, misalnya karena virus disentri basiler, ulkus, tumor, dan
sebagainya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa setiap perubahan
mekanisme normal absorbsi dan sekresi di dalam usus halus ataupun usus
besar (kolon) dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolit dan
akhirnya dehidrasi (A.H Markum, 1991 : hlm. 453-454).
4. Manifestasi klinik
Menurut Ngastiyah (1997) manifestasi klinik pada anak diare adalah :
a. Mula-mula pasien cengeng, dan gelisah
b. Suhu tubuh biasanya meningkat
c. Nafsu makan menurun atau tidak ada
d. Tinja bercampur lendir atau darah
e. Warna tinja makin lama makin berubah kehijau-hijauan karena bercampur
empedu
f. Anus dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi
g. Muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare.
5. Penatalaksanaan
a. Resusitasi cairan dan elektrolit sesuai dengan derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit (FKUI, 1989).
b. Dietetik
Makanan tetap diberikan, asi diteruskan, susu formula diencerkan dalam
waktu singkat. Makanan tambahan sesuai dengan konsistensi yang mudah
encer (FKUI. 1989).
c. Pengobatan penyakit penyerta (A.H. Markum, 1991).
d. Obat-obatan diare tidak dianjurkan oleh karena dapat memperpanjang transit
time sehingga kuman-kuman atau toksin lebih lama di susu dan juga
menyuntikan terapi cairan. Sedangkan prinsip pengobatannya adalah dengan
menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah,
dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa/karbohidrat lain
seperti : gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya (Ngastiyah, 1997).
Gambaran 1. Sistematika penatalaksanaan Diare menurut A.H Markum berdasarkan
berat-ringannya penyakit pada penderita diare yaitu :
Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat
Diare
Sampai dehidrasi ringan sampai dengan sedang +/- Komplikasi
+/- penyakit penyerta
Cairan rumah tangga Oralit Cairan rehidrasi parenteral
(LGG, larutan air tajin ( Ringer laktat, Darrow,
Kuah, sayur-sayuran, dll. Glukosa aa dan ringger laktat
glukosa
Tempat pengobatan Tempat pengobatan Tempat pengobatan
di rumah di puskesmas/poliklinik rumah sakit di Rumah sakit atau
Puskesmas Perawatan
6. Upaya pencegahan diare
a. Untuk anak-anak berikan hanya ASI selama 4 bulan pertama, teruskan
pemberian ASI paling sedikit 1 tahun pertama, berikan makanan sapihan
yang bersih dan bergizi mulai pada 4-6 bulan.
b. Untuk anak yang berumur lebih dari 9 bulan yang tidak menderita campak
berikan imunisasi campak.
c. Untuk semua anak lain dari anggota keluarga lain. Berikan minum air yang
bersih dari semua yang terjaga kebersihanya, dan air yang sudah dimasak
dengan baik untuk menghindari pencemaran atau kontaminasi mulai 4 F
(Finger, Food, Feces, Fly) cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar,
sebelum makan serta sebelum menyiapkan makanan.
d. Gunakan WC untuk anak kecil atau yang berumur diatas 5 tahun, buang
cepat tinja dengan cara memasukkannya kedalam WC atau mengubur
(Depkes RI,1992 )
C. Dehidrasi
1. pengertian
Dehidrasi adalah ketidakseimbangan fisiologi cairan dan elektrolit yang
disebabkan oleh kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar karena diare,
muntah, keringat dan lain-lain (Depkes RI, 1990 ).
2. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala secara umum pada anak yang mengalami dehidrasi yaitu :
a. Rasa haus dan kelaparan
b. Lelah
c. Sakit kepala
d. Kulit, mulut dan lidahnya terlihat kering
e. Mata terlihat cekung
f. Warna kulitnya jadi lebih gelap/pucat
g. Pada bayi, ubun-ubunnya agak melekuk ke dalam (cekung)
h. Tidak atau kurang urinasi
i. Lemah otot
j. Kepala terasa ringan
k. Keringat yang berlebihan
l. Tidak keluar air mata ketika menangis
m. Berat badan turun drastis
n. Tubuh anak lemas
o. Malas minum
p. Muntah-muntah dan diare (http://www.medicastore.com/2004).
Menurut Roymond dan Cheal (1999) berdasarkan gejala klinis, derajat
dehidrasi dibagi atas 3 tingkatan diantaranya adalah :
1. Dehidrasi ringan (kehilangan BB 4-5%) gejala : tugor kulit menurun, mulut
kering, mata sedikit cekung, haus, sadar, cubitan kulit perut kembalinya segera,
penurunan tekanan intraokuler dan kadang-kadang anak mengalami perubahan
perilaku.
2. Dehidrasi sedang (kehilangan BB 6-9%) gejala : sangat haus, gelisah,
rewel/mudah marah (apatis), kulit kering, mata sangat cowong, fontanella anterior
cekung, minum dengan lahap, kulit tampak keriput dan cubitan kulit kembalinya
lambat yaitu < 2 detik.
3. Dehidrasi berat (kehilangan BB 10% atau lebih) gejala : letargis atau tidak sadar,
kolaps sirkulasi, sianotik dan lembab, nadi cepat dan dangkal, mata cekung, tidak
bisa minum atau malas minum, vasokontriksi perifer, Hipotensi, Hiperpireksia,
tugor kulit buruk, kulit tampak keriput, cubitan kulit kembalinya sangat lambat >
2 detik, letargis berat atau koma dan syndrome renjatan (syok syndrome).
Tabel 1. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO (1980)
No Tanda dan gejala Dehidrasi ringan
Dehidrasi sedang
Dehidrasi berat
1. Keadaan umum dan kondisi
- Bayi dan anak kecil - Anak lebih besar
dan dewasa
Haus, sadar, gelisah Haus, sadar, gelisah
Haus, gelisah, letargi tetapi iritebel. Haus, sadar, merasa pusing,
Mengantuk, lemas, ekstre- mitas dingin berkeringat, sianotik, mungkin koma. Sadar, gelisah, berkeringat, kulit keriput dan kejang otot.
2. Nadi radialis Normal Cepat dan lemah
Cepat, halus, dan kadang- kadang tak teraba.
3. Pernapasan Normal Dalam dan cepat
Dalam dan cepat
4. Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung 5. Mata Normal Cekung Sangat cekung 6. Elastisitas kulit Cubitan kulit
kembali segera
Cubitan kulit kembali lambat (< 2 detik)
Cubitan kulit kembali sangat lambat (>2 detik)
7. Tekanan darah sistolik Normal Normal-rendah > 80 mmHg dan mungkin tak terukur
8. Fontanella anterior Normal Cekung Sangat cekung 9. Air mata Ada kering Sangat kering
10. Pengeluaran urin Normal Jumlah kurang dan pekat
Anuria/oliguria berat
11. % kehilangan BB 4-5% 6-9% 10% atau lebih 12. Perkiraan kehilangan
cairan (defisit cairan) 40-50 mmHg 60-90% 100-110 mmHg
Tabel 2. Penentuan Derajat dehidrasi berdasarkan sistem pengangkaan menurut Maurice
King (1974) dalam A.H. Markum (1991) :
Angka untuk gejala yang ditemukan
Bagian tubuh yang harus diperiksa
0 1 2
1. Keadaan umum 2. Kekenyalan kulit 3. Mata 4. Ubun-ubun 5. Mulut 6. Denyut nadi
Sehat Normal Normal Normal Normal Normal
Gelisah, lekas marah atau apatis, mengantuk Sedikit kurang Sedikit kurang Sedikit cekung Kering 120-140 x/menit
Mengigau, koma atau syok Sangat kurang Sangat kurang Sangat cekung Kering dan membiru Lebih dari 140 x/menit
Sehingga dengan demikian hasil yang didapatkan diberi angka 0,1 atau 2;
sesuai dengan tabel dan kemudian dijumlahkan maka nilai : 0-2 : dehidrasi ringan,
3-6 : dehidrasi sedang, 7-12 : dehidrasi berat.
Disamping kurang cairan, ada juga penyebab lain terjadinya dehidrasi
pada anak yaitu :
1. Anak terlalu asik bermain sehingga lupa untuk minum
2. Anak flu atau pilek
3. Anak sering pipis
4. Anak sering menolak untuk makan dan minum
5. Anak banyak mengeluarkan keringat atau energi saat beraktivitas atau
bermain
6. Anak terinfekasi virus yang menyebabkan muntah-muntah berlebih dan diare
(http://www.ayahbunda-online.com.id).
3. Sistematika Pengobatan Dehidrasi
Menurut Noer (1999), tindakan pengobatan yang dilakukan di rumah
adalah titik tolak keberhasilan pengobatan penderita tanpa dehidrasi yang datang
ke sarana kesehatan, untuk memberikan pengobatan di rumah secepat mungkin
ketika mulai dehidrasi merupakan faktor penting dalam pengobatan dehidrasi
secara baik. Bila ibu mengetahui prinsip - prinsip pengolahan efektif dehidrasi,
mereka dapat memulai pengobatan sebelum mencari pertolongan medis.
Menurut A.H. Markum (1991) tindakan utama yang perlu dilakukan untuk
mengatasi dehidrasi yaitu dengan menentukan pengobatan sesuai dengan tingkat
dehidrasinya secara sederhana yaitu :
a. Dehidrasi ringan : diberikan segala macam cairan yang ada di rumah (cairan
rumah tangga) seperti larutan gula garam, larutan air tajin, air kelapa, kuah
dan sayur-sayuran.
b. Dehidrasi sedang : diberikan cairan rehidrasi oral lengkap (oralit), pemberian
ASI dan makanan tetap diberikan, dan memberikan cairan rumatan yaitu :
pada bayi dibawah 1 tahun diberikan oralit sebanyak 100 ml (1/2 gelas), anak
balita diberikan oralit sebanyak 200 ml (1 gelas), diatas 5 tahun diberikan
oralit sebanyak 400 ml (2 gelas) dan anak diatas 12 tahun serta orang dewasa
diberikan oralit sebanyak 600 ml (3 gelas).
c. Dehidrasi berat : diberikan cairan parental dimana hanya dapat dikerjakan di
puskesmas atau rumah sakit; sebelum penderita dibawa ke puskesmas atau
rumah sakit dapat diberikan cairan rehidrasi oral ad libitum atau 250 ml/Kg
bb/hari. Cairan rehidrasi parental yang dapat digunakan adalah cairan Ringer
laktat atau Darrow glukosa aa.
4. Upaya Pencegahan Dehidrasi
a. Biasakan anak untuk minum secara teratur setiap hari, terutama bila banyak
beraktivitas .
b. Anak harus minum air paling banyak 8 gelas sehari.
c. Tetaplah beri minuman pada anak sekalipun anak tidak begitu haus
d. Jangan beri anak yang mengandung kafein dan megandung soda, terutama
saat anak sedang giat-giatnya beraktivitas dan banyak mengeluarkan
keringat.
e. Bila udara panas dan cuaca terik, hentikan aktivitas anak sejenak bila sedang
asik-asiknya bermain (http://www.ayahbunda-online.com.id).
D. Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Dehidrasi Yang Di Akibatkan Diare
Pengetahuan dapat diukur melalui apa yang diketahui tentang obyek (masalah
kesehatan). Sedangkan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Jadi antara pengetahuan dan perilaku sangat berhubungan erat sehingga
dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi masyarakat (Notoatmodjo, 2000).
Mengutip pendapat dari L. Bloom (1974) dalam buku Notoatmodjo (2000),
besarnya pengaruh kesehatan masyarakat terbagi dalam 4 faktor yaitu
1. Faktor lingkungan
Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang dibangun oleh instansi baik
pemerintah, swasta maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) misalnya
jamban keluarga, jamban umum, Mandi Cuci Kakus (MCK) tempat sampah dan
sebagainya namun karena perilaku masyarakat, sarana atau fasilitas sanitasi
tersebut kurang atau tidak dimanfaatkan dan dipelihara sebagaimana mestinya.
Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut secara optimal dimanfaatkan dan
dipelihara perlu pendidikan kesehatan masyarakat.
2. Faktor perilaku
Perilaku kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui
bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau
mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan orang lain.
3. Faktor Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah indonesia dalam hal
ini departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarkat dalam
bentuk pusat pelayanan kesehatan (Puskesmas). Namun pemanfaatan puskesmas
oleh masyarakat belum optimal atau masih rendah.
4. Faktor Herediter
Orangtua khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan
status kesehatan bagi anak-anak mereka oleh karena itu pendidikan kesehatan
diperlukan pada kelompok ini agar masyarakat atau orangtua menyadari dan
melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik bagi keturunan
mereka.
Dari keempat faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap derajat kesehatan
masyarakat khususnya balita yang sangat rentan terhadap penyakit diare.
Menurut Notoatmodjo (2000), perilaku yang mempengaruhi kesehatan
dipengaruhi 3 faktor utama:
1. Faktor- faktor predisposisi (prodisposing factors)
Faktor-faktor yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor- faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor- faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti
Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dokter
atau Bidan Praktek Swasta dan sebagainya.
3. Faktor- faktor penguat (reenforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
Termasuk juga disini undang-undang, peraturan- peraturan baik dari pusat
maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
E. Proses Pencarian Bantuan Kesehatan
1. Pengertian
Proses pencarian bantuan kesehatan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
individu, keluarga atau kelompok yang mengalami sakit atau terdapat anggota
keluarga yang sakit didalamnya untuk mencari bantuan pelayanan kesehatan.
Adapun proses pencarian kesehatan tidak semata-mata timbul sebagai keputusan
yang sederhana, namun keputusan untuk mencari bantuan kesehatan dilakukan
manakala terdapat pengenalan dan tafsiran gejala sakit, gambaran kesakitan,
sistem rujukan sosial, penundaan pengobatan dan lainnya. (Smet, 1994).
Dalam pengenalan kesakitan dan gejala sakit, seseorang mempunyai sudut
pandang yang berbeda-beda. Hal ini mengacu pada respon subyektif dari orang
tersebut dan lingkungannya, yaitu bukan hanya pada pengalaman akan masalah
kesehatan dan kesakitan namun juga arti dari pengalaman tersebut. (Smet, 1994).
Keyakinan awam tentang kesehatan dan kesakitan, terutama adalah hal penyebab
sakit, akan mempengaruhi perilaku mencari bantuan yaitu apakah akan mencari
bantuan atau tidak. Adapun pengenalan terhadap gejala sakit dan kesakitan
dipengaruhi oleh beberapa faktor (Smet, 1994) :
1. Perbedaan perhatian, orang yang memusatkan perhatian pada diri sendiri lebih
cepat memperhatikan gejala sakit dibandingkan orang yang memusatkan
perhatian pada lingkungan dan kegiatan mereka.
2. Stress, adanya kepercayaan bahwa stress menyebabkan timbulnya sakit
3. Suasana hati (mood), orang yang memiliki suasana hati yang positif cendrung
mengira mereka lebih sehat dan lebih jarang melaporkan tentang ingatan yang
berhubungan dengan kesehatan.
Faktor-faktor diatas mungkin dapat menjelaskan mengapa begitu banyak
ditemukan adanya perbedaan demografis yang mempengaruhi perilaku
pengenalan gejala : yaitu seperti umur (pada orang tua), jenis kelamin (pada
wanita), status perkawinan (tidak menikah/diceraikan), status kediaman (tinggal
sendiri), status pekerjaan (menganggur), serta status sosial ekonomi (tingkat
pendidikan dan pekerjaan yang lebih tinggi) melaporkan gejala kesakitan lebih
banyak (Pennebaker, 1992 dalam smet, 1994).
Disamping faktor individu diatas, maka faktor lain yang mempengaruhi
pengenalan gejala kesakitan adalah faktor situasi dan adanya perbedaan budaya
(Smet, 1994).
Setelah terjadi pengenalan gejala, maka perilaku kesehatan selanjutnya
adalah tafsiran gejala yang dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya yaitu
sejauhmana gejala yang timbul lazim terjadi pada masyarakat. Adanya gejala
prevalensi yang tinggi (sering terjadi) sering diabaikan. Orang sering percaya
bahwa gejala yang jarang timbul merupakan tanda serius dari suatu penyakit.
(Sarafino, 1990 dalam smet, 1994). faktor lain yang mempengaruhi penafsiran
gejala adalah penghargaan yaitu pengharapan terhadap gejala yang timbul, serta
adanya keseriusan gejala dimana bila gejala menyerang organ yang penting maka
akan ditafsiran sebagai gejala yang serius dibandingkan bila menyerang organ
yang kurang penting (Smet, 1994).
Mengutip pendapat dari Leventhal (1984) dalam buku smet, (1994),
Langkah selanjutnya sebelum seseorang memutuskan untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan adalah dengan membentuk gambaran kognitif tentang
kesakitan. Manusia membentuk gambaran kognitif dari kesakitan melalui ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Identitas yang terdiri dari pola gejala dan label kesakitan.
2. Penyebab yang dirasakan
3. Gambaran mengenai parahnya penyakit atau konsekuensi penyakit
4. Batas waktu atau harapan mengenai penyakit tersebut
5. Gambaran tentang penyembuhan dan pengobatan
Apabila tahap persepsi gejala dilakukan, maka individu akan
mendefinisikan sebagai sakit untuk kemudian memutuskan bagaimana
pengobatannya. Pemutusan bahwa seseorang sakit merupakan proses kognitif dan
sosial yang melibatkan orang lain disekitar pasien (Smet, 1994).
Proses pencarian bantuan dilakukan bila telah terjadi pendefinisian sakit
secara sosial, dimana untuk selanjutnya terjadi pembentukan rujukan awam,
dimana bantuan kesehatan timbul pada masyarakat awam/tidak profesional. Pada
domain ini penyakit pertama kali dikenali dan ditentukan biasanya melibatkan
keluarga, teman dan tetangga. Perangkat informasi ini mungkin bisa membantu
menafsirkan gejala, memberikan nasehat bagaimana mencari bantuan medis,
menyarankan cara penyembuhan, atau memberi saran untuk berkonsultasi pada
orang lain. Sektor lain adalah sektor tradisional yaitu terdiri atas orang-orang yang
mempunyai spesialisasi dibidang penyembuhan secara tradisional. (Smet, 1994).
Sektor ketiga adalah profesional kesehatan yaitu terdiri atas organisasi
profil dibidang penyembuhan yang resmi. Dengan menggunakan model Foster,
Anderson dan Salan, 1990 menyebutkan lima tahap dalam proses menuju
pelayanan kesehatan :
1. Keputusan ada yang sesuatu tidak beres
2. Keputusan bahwa seseorang sakit dan membutuhkan bantuan profesional
3. Keputusan untuk mencari perawatan medis profesional
4. Keputusan untuk mengalihkan pengawasan kepada dokter dan menerima serta
mengikuti pengobatan yang ditetapkan.
5. Keputusan untuk mengakhiri peranan pasien
Zola ini menggambarkan bahwa seseorang mendatangi pelayanan
kesehatan profesional berdasarkan atas (Smet, 1994) :
1. Tingkat kekhawatiran bahwa seseorang terhadap suatu gejala
2. Hakikat dan kualitas gejala
3. Krisis interpersonal
4. Sanksi sosial
5. Gangguan yang dirasakan dalam fungsi kerja atau fisik..
2. Domain Proses Pencarian Kesehatan
a. Sikap Pencarian Kesehatan
Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa sikap pencarian kesehatan
merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang
berkaitan dengan masalah kesehatan yang indikatornya menyangkut
pengetahuan kesehatan diantaranya yaitu :
1) Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau
tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit dan
cara pencegahan penyakit.
2) Sikap terhadap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara
dan cara-cara (perilaku) hidup sehat.
3) Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan.
Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi
sikap tidak dapat lihat secara langsung akan tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu sesuai dengan perilaku yang menunjukkan adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial (Notoatmodjo, 1993 : hlm.130).
Sikap pencarian kesehatan yang tercakup dalam tingkat pernyataan
orang tua dalam mengambil keputusan untuk membawa anaknya yang sakit
yaitu :
1) Menerima (Receiving)
Diartikan bahwa orang mau atau memperhatikan stimulus yang diberikan.
2) Merespon (Responding)
Yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan baik yang penerimaan ide terhadap
perubahan sikap yang terjadi pada anaknya.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah yang sesuai dengan indikasi sikap
tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala risiko yang masuk dalam sikap untuk mengambil keputusan
membawa anak yang sakit ke Pelayanan kesehatan, Puskesmas dan
Rumah Sakit (Notoatmodjo, 1993 : hlm.132)
Menurut Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap pencarian kesehatan
yang dilakukan oleh orang tua dalam anaknya yang sakit ke pelayanan
kesehatan terdapat 3 komponen penting yang harus diperhatikan oleh para
orang tua diataranya :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek.
3) Kecendrungan untuk bertindak (trend, to behave).
b. Upaya pencarian kesehatan
Upaya pencarian kesehatan adalah kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
dalam rangka mewujudkan kesehatan individu, kelompok atau masyarakat
baik secara melembaga ke pemerintahan ataupun swadaya masyarakat (LSM).
(Notoatmodjo, 2000 : hlm. 4)
Dilihat dari sifat upaya pencarian kesehatan dapat dilihat dari dua
aspek (Notoatmodjo, 2000) :
1) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharan kesehatan mencakup dua aspek yaitu : kuratif (pengobatan
penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit
dan cacat).
2) Peningkatan kesehatan
Peningkatan kesehatan mencakup dua aspek yaitu : preventif (pencegahan
penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan).
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan menurut Notoatmodjo
(2000) diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut
sarana kesehatan yang digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang meliputi :
1) Sarana pemeliharaan kesehatan primer adalah sarana atau pelayanan
kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit ringan dan pelayanan
kesehatan yang letaknya dekat dengan masyarakat misalnya Puskesmas,
Poliklinik dan dokter praktek swasta.
2) Sarana pemeliharaan kesehatan skunder adalah sarana atau pelayanan
kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit yang belum
bisa ditangani oleh sarana kesehatan primer oleh karena peralatan atau
keahliannya belum ada misalnya Puskesmas dengan rawat inap, Rumah
Sakit Kabupaten, Rumah Sakit tipe D dan C dan Rumah Bersalin.
3) Sarana pemeliharaan kesehatan tersier adalah sarana pelayanan kesehatan
rujukan bagi kasus-kasus yang dapat ditangani oleh sarana-sarana
pelayanan kesehatan primer misalnya Rumah Sakit Propinsi, Rumah Sakit
tipe B atau A.
Upaya-upaya pencarian kesehatan diatas mungkin dapat menjelaskan
bahwa pelayanan kesehatan harus juga melakukan pelayanan kesehatan baik
fisik, mental, sosial dan bahkan status sosial ekonomi. (Notoatmodjo, 2000 :
hlm. 5)
F. Kerangka Teori
:
Derajat Kesehatan
PenyebabDehidrasi - Lingkungan - Perilaku - Pelayanan
Kesehatan - Herediter
Predisposing Factor - Sikap - Tradisi - Nilai/norma - Kepercayaan - Pendidikan - Sosial Ekonomi
- Pengetahauan
Reinforcing Factor : - Sikap - Prilaku - Undang-undang - Peraturan Pemerintah
Derajat dehidrasi : - Dehidrasi ringan - Dehidrasi sedang - Dehidrasi berat
Enabling Factor : - Sarana - Alat dan pra sarana - Pelayanan Kesehatan
Gambar 2. Kerangka teori. Berdasarkan Notoatmodjo (2000) & Roymond dan Cheal
(1999).
G. Kerangka Konsep
Variable bebas Variabel terikat
Derajat dehidrasi pada saat anak masuk rumah sakit
Pengetahuan orang tua tentang Derajat dehidrasi pada anak diare
H. Variabel Penelitian
Variabel yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah variabel bebas (variabel
independen) dan variabel terikat (variabel dependen) :
1. Variabel bebas (variabel Independen)
adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat.
Jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi (Sugiyono, 2003)
Dalam penelitian ini variabel bebas adalah pengetahuan tentang derajat dehidrasi
pada anak diare
2. variabel terikat (variabel dependen)
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas (Sugiyono, 2003).
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah derajat dehidrasi pada saat anak
masuk rumah sakit
I. Hipotesis
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua tentang derajat dehidrasi pada
anak diare dengan derajat dehidrasi pada saat anak masuk rumah sakit di RSUD Kota
Semarang.