bab iii analisa perumusan pengambilan kerjasma …

23
55 BAB III ANALISA PERUMUSAN PENGAMBILAN KERJASMA INDONESIA JEPANG DALAM KERJASAMA JOINT CREDITING MECHANISM Pada Bab 3 ini peneliti akan menjelaskan mengenai perumusan pengambilan kerjasama JCM dengan menggunakan teori pengambilan keputusan Richard Snyder. Bab 3 ini akan dimulai dengan menganilisa bagian-bagian dari masing- masing faktor struktur sosial dan perilaku, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan bagaimana proses kebijakan tersebut diambil. Dalam bab ini juga ada penggabungan salah satu poin faktor struktur sosial dan perilaku yang saling berhubungan dan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini. 3.1 Faktor Struktur Sosial dan Perilaku Snyder menyampaikan dalam teorinya bahwa negara adalah aktor dalam situasi dan pembuatan keputusan atau action adalah hasil dari komponen yang terdiri dari aktor, tujuan, maksud, dan situasi. Situasi di sini didefinisikan oleh sang aktor bagaimana aktor mengkaitkan dirinya dengan kondisi yang ada kepada aktor yang lain, kepada tujuannya, dan dengan cara yang mungkin. Snyder juga memberikan sebuah diagram di mana diagram tersebut merupakan gambaran tentang aktor dalam situasi. Diagram tersebut juga memberikan 3 macam pilihan untuk melihat bagaimana para pembuat kebijakan bereaksi dengan berbagai macam faktor, seperti DEFD untuk melihat interaksi pada level pemerintahan, ABF untuk

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

55

BAB III

ANALISA PERUMUSAN PENGAMBILAN KERJASMA INDONESIA

JEPANG DALAM KERJASAMA JOINT CREDITING MECHANISM

Pada Bab 3 ini peneliti akan menjelaskan mengenai perumusan pengambilan

kerjasama JCM dengan menggunakan teori pengambilan keputusan Richard

Snyder. Bab 3 ini akan dimulai dengan menganilisa bagian-bagian dari masing-

masing faktor struktur sosial dan perilaku, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan

bagaimana proses kebijakan tersebut diambil. Dalam bab ini juga ada

penggabungan salah satu poin faktor struktur sosial dan perilaku yang saling

berhubungan dan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

3.1 Faktor Struktur Sosial dan Perilaku

Snyder menyampaikan dalam teorinya bahwa negara adalah aktor dalam

situasi dan pembuatan keputusan atau action adalah hasil dari komponen yang

terdiri dari aktor, tujuan, maksud, dan situasi. Situasi di sini didefinisikan oleh sang

aktor bagaimana aktor mengkaitkan dirinya dengan kondisi yang ada kepada aktor

yang lain, kepada tujuannya, dan dengan cara yang mungkin. Snyder juga

memberikan sebuah diagram di mana diagram tersebut merupakan gambaran

tentang aktor dalam situasi. Diagram tersebut juga memberikan 3 macam pilihan

untuk melihat bagaimana para pembuat kebijakan bereaksi dengan berbagai macam

faktor, seperti DEFD untuk melihat interaksi pada level pemerintahan, ABF untuk

56

melihat interaksi intra sosial, dan BDEB untuk melihat pada level non pemerintahan

dan intra sosial.

Dalam kasus ini peneliti berupaya untuk mencari faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pengambilan kebijakan mengapa Indonesia menyetujui kerjasama

JCM dengan Jepang, hal ini dilakukan dengan cara melihat dari struktur sosial dan

perilaku, atau berdasarkan teori melihat dari segi BDEB yang di mana menurut

Richard Snyder BDEB ini dapat digunakan untuk melihat proses baik dalam tingkat

pemerintahan dan juga non-pemerintahan. Akan tetapi penulis disini hanya akan

menggunakan bagan BDE saja, tidak sampai pada B lagi karena batasan penelitian

yang berfokus kepada alasan pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini juga

penulis juga akan menggabungkan beberapa poin dari faktor struktur sosial dan

perilaku menjadi beberapa sub bab.

57

Bagan 3.1 Aplikasi Teori Richard Snyder

3.1.1 Orientasi Nilai Indonesia Berdasarkan Amanat Undang

Undang 1945 Pasal 28 H Ayat 1 dan Pasal 33 Ayat 4

Major Common Value Orientation adalah sebuah nilai dasar utama yang

mendasari mengapa pemerintahan menjalakan suatu kebijakan, yang apabila

diterapkan dalam kasus ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara

Tahun 1945. UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa warga negara Indonesia

berhak mendapatkan dan hidup di lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini tertera

pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

FAKTOR SOSIAL DAN

PERILAKU

• Major Common Value

Orientation

• Pola Institusi

• Karakteristik Utama

Organisasi Sosial

• Perbedaan Peran dan

Fungsi

• Kelompok yang

memiliki keterlibatan

dan Fungsi Dalam

Pengambilan

Kebijakan

• Proses Sosial yang

Relevan

Proses Pengambilan

Kebijakan

ACTION (Kebijakan)

58

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan”.113 Berdasarkan undang-undang tersebut maka pemerintah wajib

memberikan hak tersebut kepada masyarakat dengan salah satu caranya yaitu

melindungi lingkungan dari dampak perubahan iklim. Pemerintah Indonesia

berupaya memenuhi hak tersebut dengan berbagai cara seperti dikeluarkannya

berbagai kebijakan seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya seperti

perluasan daerah hutan lindung, reboisasi, menandatangani Protokol Kyoto,

penciptaan RAN-GRK, DNPI, dan lain sebagainya.

Selain pasal 28 H ayat 1 terdapat pasal lain juga yang mengatur tentang

perlindungan lingkungan yang berdampingan dengan ekonomi yaitu pasal 33 ayat

4 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga kesesimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional”.114 Dalam UUD ini berarti pemerintah dalam upayanya

dalam mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan berkewajiban untuk

tetap berwawasan lingkungan dan mempedulikan lingkungan, hal ini juga

dibuktikan dengan adanya program-program pemerintah seperti RPJPN, MP3EI,

REDD+, pembentukan DNPI kerjasama dengan negara asing seperti Amerika,

113 Jamkes.com Indonesia, Undang-undang dasar 1945, Jamkesindonesia, diakses dalam

http://jkn.jamsosindonesia.com/home/cetak/481/TOPIK%20%3E%20Dasar%20Hukum%20%3E%20%20Undang-Undang%20Dasar%201945, (22/03/2020, 13:20 WIB). 114 Mochtar Naim, Kembali ke pasal 33 uud 1945, Kompas, 22 Desember 2011, diakses dalam

https://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/02061513/kembali.ke.pasal.33.uud.1945,

(20/03/2020, 10:38 WIB).

59

Norwegia dan juga Jepang dengan program JCM. Kedua undang-undang inilah

yang menjadi nilai-nilai dasar pemerintah dalam mengambil kebijakan kerjasama

JCM nantinya.

Selain kedua pasal UUD 1945 yang menjadi nilai dasar dalam pengambilan

kebijakan, nilai dasar itu berupaya diwujudkan oleh pemerintah dengan berbagai

jalan seperti Indonesia telah melakukan ratifikasi Protokol Kyoto dan telah

disahkan melalui UU No.17 Tahun 2004, dalam undang-undang ini telah diatur

bahwa pemerintah Indonesia telah berkomitmen menerapkan Protokol Kyoto

sebagai hukum di Indonesia komitmen awal pemerintah pada saat itu adalah

penurunan gas rumah kaca (selanjutnya GRK) dengan Business As Usual sebesar

26% dan 41% apabila mendapatkan bantuan dari bantuan dana internasional. Untuk

memenuhi target ini pemerintah nantinya juga akan membuat berbagai rangkaian

kebijakan terkait.

Menyadari betapa pentingnya isu permasalahan lingkungan ini pemerintah

Indonesia dalam upaya memenuhi target dan komitmennya untuk menurunkan

GRK pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan dan aturan seperti

Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (selanjutnya RAN-GRK),

Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(selanjutnya MP3EI), dan pilar pembangunan dan semua kebijakan tersebut berlaku

untuk semua tingkat pemerintahan di Indonesia dengan tujuan untuk memenuhi

target penurunan emisi gas rumah kaca, dan Joint Crediting Mechanism

(selanjutnya JCM) ini hadir sebagai salah satu bentuk upaya pemenuhan target

60

tersebut dengan cara melakukan investasi ramah lingkungan dan pemberian

teknologi ramah lingkungan.

Bukti lain komitmen Indonesia dalam upaya perlindungan lingkungan dan

menghadapi isu perubahan iklim adalah adanya kerjasama-kerjasama pemerintah

Indonesia dengan negara lain seperti REDD+ dengan Norwegia pada tahun 2005,

kemudian ada juga kesepakatan debt for nature swap dengan Amerika Serikat pada

2009 sebesar 30 juta dollar AS yang diperuntukan untuk melindungi hutan di

Sumatera.115 Kemudian kerjasama AS dengan Indonesia berlanjut pada 2011

dengan debt for nature swap sebesar 28,5$ juta dollar AS yang digunakan untuk

melindungi hutan di Kalimantan.116 Kerjasama ini merupakan kerjasama yang unik

karena menukar hutang yang harusnya dibayarkan kepada Amerika Serikat uang

tersebut dialihkan untuk konservasi hutan di Indonesia. Selain itu kerjasama lainnya

juga dengan Jepang dan Perancis yaitu CCPL yang merupakan program bantuan

dana untuk pengembangan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengatasi

perubahan iklim.

115 Priscilla Huff, US Enters Debt for nature swap Indonesia, VOA, 02 November 2009, diakses

dalam https://www.voanews.com/archive/us-enters-debt-nature-swap-indonesia, (2/03/2020, 14:35

WIB). 116 Lee Poston, U.S and Indonesia announce $28.5 million debt swap to protect borneos tropical

forests,WWF, 29 September 2011, diakses dalam https://www.worldwildlife.org/press-releases/u-s-

and-indonesia-announce-28-5-million-debt-swap-to-protect-borneo-s-tropical-forests, (01/03/2020,

10:00 WIB)

61

3.1.2 Relasi Institusi Dalam Proses Kesepakatan dan Pelaksanaan

Kerjasama JCM

Dengan adanya nilai-nilai dasar yang telah dijelaskan sebelumnya dan juga

setelah disepakatinya Protokol Kyoto maka pola pemerintahan pada masa

pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono (selanjutnya SBY) terutama setelah

diratifikasinya Protokol Kyoto pemerintah Indonesia mulai berbenah diri dan

merencanangkan konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.

Pemerintah menyadari bahwa kebijakan-kebijakan seperti MP3EI, Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), dan RAN-GRK, RAD-GRK, dan

empat pilar pembangunan yaitu Pro-Poor, Pro-Growth, Pro-Job, Dan Pro-

Environment, dan berbagai kebijakan lainnya tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah

pusat sendiri, pemerintah membutuhkan bantuan seluruh tatanan pemerintah dari

pusat hingga ke daerah dan juga bantuan dari pihak swasta semua kebijakan ini

dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan mengajak keterlibatan seluruh tatanan

pemerintah, non-pemerintah dan pihak swasta. Seperti dalam kerjasama JCM ini

pemerintah melibatkan berbagai kementerian dan kerjasama dengan pihak swasta

baik dari Jepang maupun Indonesia.

Setelah disepakati Protokol Kyoto lewat UU No.17 Tahun 2004 kemudian

pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang menjalankan perundang-undangan

pada saat itu, lembaga-lembaga tersebut seperti DNPI, KomNas MPB (mekanisme

pembangunan bersih), selain itu juga dengan diterapkannya sistem desentralisasi

dengan otonomi daerah menjadikan betapa pentingnya peran pemerintah daerah

62

oleh karena itu pemerintah daerah juga berperan penting dalam pemenuhan target

penurunan emisi dan menjalankan Protokol Kyoto di mana pemerintah daerah

wajib melaksanakan dan memberikan program-program yang terkait seperti

mendorong tindakan mitigasi perubahan iklim, dan melakukan tindakan untuk

memfasilitasi program adaptasi terhadap perubahan iklim hal ini telah dilakukan

melalui kebijakan pemerintah Rencana Aksi Daerah Penerunan Gas Rumah Kaca

atau RAD-GRK yang mewajibkan provinsi untuk memberikan proyek-proyek

menurunkan yang dapat memenuhi target penurunan emisi.

Kemudian berdasarkan UU No. 37 Tahun 1999, ketika adanya kerjasama

internasional atau dalam melakukan hubungan internasional presiden yang

merupakan lembaga tertinggi negara dapat memberikan wewenang tersebut kepada

kementerian terkait, dan kementerian tersebut nantinya juga dapat mengangkat

pejabat dari departemen atau lembaga yang bersangkutan untuk membuat lembaga

baru yang dibentuk berdasarkan peraturan menteri yang nantinya dalam kerjasama

ini berupa Dewan Nasional Perimbangan Iklim (selanjutnya DNPI) dan Tim

Koordinasi Perundingan Perdagangan Karbon Antarnegara (selanjutnya

TKPPKA).117

Dalam kerjasama JCM pemerintah Indonesia memberikan kewenangan

kepada badan dan kementerian terkait dalam proses perundingan kesepakatan

kerjasama JCM. Badan dan kementerian yang terlibat antara lain, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Lingkungan hidup, Kementerian

117 Jimly Asshidique, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi, hal 49-51.

63

Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Luar

Negeri, Kementerian Perindustrian. Dalam kasus kerjasama JCM ini nantinya pihak

kementerian ini akan memberikan wewenangnya dalam proses kerjasama ini

melalui konsultasi antar negara dan antar lembaga terkait di Indonesia. Selama

perundingan berlangsung para kementerian yang lain bertugas sebagai pendamping

perundingan dan nantinya akan menjadi komite bersama yang bertugas dalam

mengawasi JCM.

Selain itu pemerintah juga membentuk badan DNPI yang memang

berwenang untuk mengurus kerjasama internasional terkait perubahan iklim, dan

kementerian ekonomi yang membentuk tim TKPPKA untuk membantu proses

perundingan dan sebagai rekan perundingan bagi Jepang.118 Dalam proses

kesepakatan ini DNPI menawarkan diri untuk menjadi koordinator dalam

perundingan kesepakatan kerjasama JCM.

DNPI sendiri adalah badan yang dibentuk oleh presiden melalui Perpres

No.46 Tahun 2008. DNPI ini dibentuk pada 4 Juli 2008 dengan tujuan umum untuk

melaksanakan koordinasi kegiatan pengendalian perubahan iklim di tingkat

nasional memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi perubahan iklim di tingkat

global. DNPI juga mempunyai tugas untuk, merumuskan kebijakan nasional terkait

pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon, membuat strategi

118 Skalanews,2013, Indonesia-Jepang Sepakati Kerjasma perdagangan Karbon Bilateral,

Skalanews, 30 Agustus 2012, diakses pada https://skalanews.com/berita/ekonomi-bisnis/sektor-

riil/153386-indonesiajepang-sepakati-kerjasama-perdagangan-karbon-bilateral-, (29/01/2020,

14:38 WIB).

64

program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim, melaksanakan pemantauan

dan evaluasi implementasi kebijakan terkait perubahan iklim, mengkordinasikan

kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi

adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendaanaan, dan terakhir tugas DNPI adalah

memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk lebih

bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim.119

TKPPKA dibentuk oleh Kementerian Koordiator Bidang Perekonomian,

melalui SK No.50/05/2012, sebagai badan pertimbangan terhadap pengajuan

proposal perdagangan karbon dari negara lain seperti Jepang, Australia dan negara-

negara lainnya. TKPPKA memiliki tugas sebagai berikut,120

1. Melakukan Perundingan atas skema karbon antar negara dengan pihak

mitra yang berminat untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia.

2. Mengambil langkah-langkah penyelesaian terhadap permasalahan dan

hambatan dalam pelaksanaan perundingan atas skema perdagangan

karbon antar negara.

3. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang diperlukan

dalam pelaksanaan perundingan atas skema perdagangan karbon antar

negara kepada tim pengarah.

4. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan hasil-hasil perundingan

perdagangan karbon antar negara.

119 Dicky Edwin Hindarto, 2018, Empat tahun implementasi skema Joint Credit Mechanism, JCM

Secretariat, Hal 10-11. 120 Ibid.

65

5. Melakukan tugas terkait lainnya yang diberikan oleh tim pengarah.

Selain badan-badan resmi pemerintah terdapat juga NGO dari negara

Jepang yang bernama Global Environment Center Foundation (selanjutnya GEC)

GEC ini adalah sebuah NGO yang berasal dari Jepang yang berfokus kepada upaya

kontribusi untuk konservasi lingkungan negara-negara berkembang dan seluruh

dunia dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman Jepang dalam

melakukan konservasi lingkungan perkotaan dan untuk mempromosikan kerjasama

internasional untuk melindungi lingkungan global.121 GEC ini sendiri berperan

dalam masa proses pembuatan kerjasama JCM sebagai salah satu NGO yang

mengenalkan teknologi karbon rendah kepada negara-negara berkembang dengan

skema JCM. Dalam prosesnya nanti GEC ini akan menjadi organisasi yang

bertanggung jawab dalam mengelola dana subsidi dari skema pendanaan Model

Project, menjalankan proses proposal (seperti mendaftarkan proyek), dan

melakukan pemantuan proyek-proyek bersubsidi dari kementerian lingkungan

Jepang (MOEJ).122 Dengan catatan bahwa proposal yang dikirimkan melalui GEC

ini nantinya akan terdaftar dalam proyek model dan akan masuk kedalam komite

bersama JCM untuk dipertimbangkan kesesuaiannya dengan proyek JCM, setelah

dianggap sesuai proyek model ini nantinya akan terdaftar sebagai proyek JCM.123

121 GEC, About GEC, GEC, diakses dalam http://gec.jp/about/, (28/02/2020, 11:49 WIB) 122JCM secretariat, Panggilan proposal untuk proyek model jcm, JCM Indonesia Secretariat ,diakses dalam

http://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MTQ2/panggilan_proposal_untuk_proyek_model_jcm_

fy_2019, (28/02/2020, 12:00 WIB) 123 Ibid.

66

Setelah disepakatinya kerjasama JCM pada 2014 masing-masing

kementerian memberikan perwakilan yang diangkat menjadi komite bersama dalam

JCM kementerian tersebut antara lain, Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan, Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian.124 Selain dari

pihak Indonesia pihak Jepang juga mengirimkan beberapa perwakilan untuk

menjadi Komite Bersama juga seperti perwakilan dari, Keduataan Besar Jepang di

Indonesia, Kementerian Luar Negeri Jepang, Kementerian Lingkungan Jepang,

Kantor Kerjasama Perhutanan Internasional Jepang, dan Kantor Kerjasama

Lingkungan Global Jepang.125 Komite Bersama ini nantinya memiliki bertugas

untuk membuat peraturan mengenai metodologi JCM dan penerimaan proposal

metodologi yang diajukan, menunjuk pihak ketiga, mencatat proyek yang telah

divalidasi oleh pihak ketiga, dan melakukan pertemuan dengan tim Komite

Bersama pihak jepang untuk membahas mekanisme kredit bersama.126

Kerjasama ini merupakan hasil diskusi antara kementerian Jepang dan

kementerian Indonesia sebagai bentuk dukungan pemerintah Jepang terhadap

Indonesia dalam upaya penurunan emisi GRK, Jepang menawarkan proposal ini

karena menyadari betapa pentingnya bagi negara berkembang untuk meningkatkan

124JCM Indonesia, Komite Bersama, JCM Indonesia Secretariat, diakses dalam http://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MTM%253D/komite_bersama, diakses pada

(28/02/2020, 12:15 WIB) 125 Ibid. 126 ADB, Opcit, Hal 7-10.

67

investasi dan mencapai pertumbuhan rendah karbon diseluruh dunia dengan

memanfaatkan teknologi, pasar dan keuangan. Semenjak disepakatinya JCM

hingga tahun 2019 sudah terdapat sekitar 20 projek yang telah disetujui.

3.1.3 Situasi Sosial yang Relevan Mempengaruhi Pengambilan Kebijakan

Kerjasama JCM

Proses sosial yang relevan ini mencangkup Pembentukan Opini dan kondisi

Politik dan lingkungan. Pertama Pembentukan Opini, dalam kasus ini opini

masyarakat dan para pemangku kebijakan telah dibentuk dalam waktu yang lama

semenjak disepakatinya perjanjian kesepakatan perdamaian pada tahun 1958.

Setelah perjanjian ini kerjasama banyak dilakukan oleh kedua pihak negara dan

membawa keuntungan bagi kedua pihak kerjasama ini meliputi berbagai sisi,

seperti ekonomi, lingkungan, dan budaya, contoh-contoh kerjasama yang telah

dilakukan adalah kerjasama pelatihan sumber daya manusia dengan ODA,

perjanjian IJ-EPA, REDD+, CCPL, JCM, dan lain sebagainya. Kerjasama yang

telah terjalin lama inilah yang membentuk opini publik bahwa Jepang merupakan

negara dan teman yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya trend positif dari

masyarakat Indonesia terhadap Jepang yang membuat Indonesia menjadi salah satu

negara yang menghormati Jepang dalam hal kerjasama dan budaya.

Kondisi lingkungan Indonesia pada masa pemerintahan presiden SBY,

Indonesia masih dikenal sebagai negara penghasil karbon yang tinggi mulai dari

awal 2004-2014 terus terjadi peningkatan bahkan Indonesia menjadi negara

penghasil karbon tertinggi ke-6 di dunia pada tahun 2014 dengan total emisi yang

68

dihasilkan sebesar 2,05 miliar ton.127 Sumber penghasil karbon ini berasal dari

berbagai hal seperti, perubahan fungsi hutan, karbon buangan kendaraan bermotor,

kebakaran, limbah pabrik dan sektor industri. Sektor kehutanan merupakan

penyumbang terbesar sebesar 48%, buangan kendaraan 21%, kebakaran 12%,

limbah pabrik 11%, pertanian 5% dan industry 3%.128 Oleh karena itu pemerintah

berupaya terlihat lebih peduli terhadap lingkungan dengan berbagai kebijakan yang

muncul dan upayanya untuk menerapkan system pembangunan berkelanjutan

disetiap pembangunannya. Upaya tersebut terlihat dari barbagai kebijakan yang

dikeluarkan seperti pentargetan penurunan emisi Indonesia, MP3EI, RPJPN,

REDD+, empat pilar pembangunan nasional, RAN-GRK, RAD-GRK, dan

melakukan kerjasama-kerjasama internasional dengan negara-negara lain seperti

Amerika, Jepang, dan Norwegia yang didukung dengan mulai munculnya skema

CDM pasca protocol Kyoto dan model kredit karbon seperti JCM.

Salah satu negara yang membantu dan bekerjasama dalam bidang

lingkungan dengan Indonesia adalah Jepang dengan JCMnya, selain karena

hubungan positif antara Indonesia dan Jepang terdapat alasan lain juga yang

meyakinkan Indonesia untuk bekerjasama dengan Jepang seperti, Jepang memiliki

teknologi yang ramah lingkungan dan pengetahuan tentang mekansime

pembangunan bersih hal ini terlihat dari dasar pemerintah Jepang membuat JCM

127 Daisy Dune, Profil Carbon Brief Indonesia, CarbonBrief, 2019, diakses dalam https://www.carbonbrief.org/profil-carbon-brief-indonesia, (29/03/2020, 11.00 WIB) 128 Beritasatu, 6 Sektor Penyumbang Terbesar Emisi Karbon, beritasatu, 24 Mei 2012, diakses dalam

https://www.beritasatu.com/iptek/49835-6-sektor-penyumbang-terbesar-emisi-karbon, diakses

pada (29/03/2020, 11.20 WIB)

69

itu sendiri yang bertujuan untuk memberikan bantuan berupa penerepan teknologi

pembangunan bersih. Pemerintah Indonesia juga menyadari mengenai potensi

Indonesia dalam bidang ekonomi yang tinggi dan mempunyai banyak sektor yang

dapat digunakan sebagai sarana mitigasi perubahan iklim yang selaras dengan

program JCM, dengan adanya keselarasan ini JCM memberikan kesempatan

kepada Indonesia berupa bantuan dana dan investasi kepada perusahaan-

perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas kerja yang lebih ramah

lingkungan dengan biaya yang lebih ringan.

Dari ke tiga sub.bab pembahasan diatas pembahasan awal adalah

pembahasan mengenai major common value orientation atau nilai dasar yang

mempengaruhi pemubuat kebijakan dalam mengambil keputusan, yang dimana

nilai tersebut berdasarkan pada UUD 1945 pasal 28 Ayat 1 dan pasal 33 Ayat 4 dan

diperkuat lagi dengan komitmen penurunan GRK Indonesia pasca ratifikasi

protocol Kyoto. Sedangkan pembahasan kedua adalah gabungan dari pola instisusi,

karakteristik utama organisasi sosial, yang keduanya digambarkan dengan pola dan

karakteristik pada masa pemerintahan SBY terlihat lebih peduli lingkungan

terutama dengan adanya komitmen untuk menurunkan GRK. Kemudian ditambah

dengan perbedaan peran dan fungsi, dan kelompok yang memiliki keterlibatan

dalam pengambilan keputusan dan fungsi kelompok dalam pengambilan keputusan,

yang digambarkan dengan adanya keterlibatan kementerian-kementerian terkait

dari awal proses kesepakatan hingga keterlibatan kementerian tersebut pasca

kerjasama ini disepakati dan juga pembentukan DNPI dan TKPPKA yang berfungsi

dalam membantu proses pembuatan kesepakatan JCM ini. Kemudian yang ketiga

70

adalah gambaran dari proses sosial yang relevan dimana berisi tentan proses atau

kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang di mana

digambarkan dengan pembentukan opini publik dan kondisi politik, lingkungan

Indonesia.

3.2 Proses Pembuatan Keputusan

Berdasarkan data diatas Indonesia saat ini telah berkomitmen dan memiliki

kewajiban yang harus dipenuhi yang berdasarkan pada UUD 1945 pasal 28 ayat 1

dan pasal 33 ayat 4 yang mengatur tentang hak hidup di lingkungan yang aman bagi

seluruh rakyat Indonesia dan tentang perekonomian nasional harus

mempertimbangkan asas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

kemudian juga pemerintah telah berjanji untuk menurunkan GRK sebanyak 26%

dan 41% apabila mendapatkan bantuan.

Dalam upaya pemenuhan komitmen ini pemerintah Indonesia mengajak

seluruh elemen pemerintahan hingga ke daerah dan juga pihak-pihak swasta agar

komitmen tersebut dapat terpenuhi. Komitmen tersebut diupayakan dapat tercapai

oleh pemerintah dengan mengeluarkan beberapa kebijakan lingkungan dan

pembangunan dan melakukan kerjasama internasional salah satunya dengan Jepang

yaitu kerjasama Joint Crediting Mechanism (JCM).

Proses awal JCM masuk ke Indonesia diawali dengan pertemuan informal

antara DNPI dengan perwakilan dari pemerintah Jepang yaitu Kementerian

Lingkungan Jepang, Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Industri Jepang, yang

menawarkan program Billateral Offset Mechanism (selanjutnya BOM) pada tahun

71

2010. Pembicaraan awal ini merupakan proses pengajuan ijin dari pihak Jepang

untuk melakukan sekitar 8 studi kelayakan di Indonesia untuk rencana bilateral

yang sedang dan akan dirundingkan.129 Studi kelayakan ini awalnya bertujuan

untuk menghitung dan menganalisis kelayakan suatu peluang dalam penurunan

emisi yang sekiranya layak untuk menjadi proyek JCM, setelah perhitungan

peluang penurunan emisi diketahui kemudian studi kelayakan ini akan dianalisis

implementasinya. Pada tahun 2011 dilakukan lagi pertemuan formal yang masih

membahasa mengenai BOM, yang dimana pemerintah pada saat itu berpendapat

bahwa pengajuan mengenai BOM ini masih belum jelas payung hukumnya dan

sistem atau mekanismenya yang masih belum konkrit, yang kemudian ditahun yang

sama Jepang memberikan penawaran BOM yang baru yaitu Billateral Offset

Crediting Mechanism (selanjutnya BOCM) antara pemerintah Jepang, DNPI dan

kementerian terkait Indonesia dan dilakukan lagi studi kelayakan yang awalnya

direncanakan sebanyak 30 namun hanya dilakukan yang terlaksana sebanyak 23.130

Kemudian pembicaraan dan pertemuan mengenai BOCM berlanjut pada

tahun 2012 dan tetap dilakukan oleh DNPI dan kementerian terkait dengan

mendapatkan bantuan dari TKPPKA pada pertemuan tahun 2012 dibicarakan

mengenai proposal penawaran BOCM lebih lanjut dan presentasi studi kelayakan

yang telah dilakukan. Pembicaraan berlanjut dalam pembahasan draf implementasi

129 Rizal Edwin Manasang, Joint Crediting Mechanism (JCM) Indonesia-Japan Cooperation for low

Carbon Growth, 2014, JCM Secretariat, diakses dalam http://jcm.ekon.go.id/en/uploads/files/Document%20JCM/Presentation/1st%20Business%20Foru

m%20-%208%20April%202014/Business_Forum_-_CMEA_presentation_2_Pak_Edwin.pdf,

(01/03/2020, 10:43 WIB). 130 Moch. Iqbal Tanjung, Op.cit, hal lampiran 12-15.

72

peraturan JCM, pada tahun 2012 ini juga terjadi diskusi alot dimana Indonesia ingin

kerjasama JCM berbentuk “Internationally Binding Agreement” sesuai lazimnya

untuk kerjasama sebesar JCM sedangkan pemerintah Jepang ingin kerjasama ini

“Non-Binding Agreement” karena menganggap bentuk ini sudah cukup dan jika

mengikuti keinginan Indonesia proses kesepakatan ini akan berjalan lebih lama

lagi.131

Kesepakatan kerjasama ini akhirnya disetujui pada tahun 2013 dengan nama

yang disepakati adalah JCM dan ditandai dengan penandatangan kesepakatan oleh

kedua negara secara terpisah pada 26 Agustus 2013. Penandatangan kerjasama ini

mempunyai implikasi yang mengikat dimana Indonesia harus melakukan

implementasi pembangunan rendah karbon dengan bantuan dana dan teknologi dari

Jepang.132Hal yang sama juga terjadi dalam pemerintahan di mana dalam kasus

kebijakan kerjasama JCM di mana pemerintah menyadari potensi Indonesia dalam

bidang ekonomi yang tinggi dan mempunyai banyak sektor yang dapat digunakan

sebagai sarana mitigasi perubahan iklim yang selaras dengan program JCM, dengan

adanya keselarasan ini JCM memberikan kesempatan kepada Indonesia berupa

bantuan dana dan investasi kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk

meningkatkan kapasitas kerja yang lebih ramah lingkungan dengan biaya yang

lebih ringan. Dari tahun 2010 hingga 2016 telah dilakukan sebanyak 108 studi

kelayakan di Indonesia, studi kelayakan ini meliputi 9 fokus yaitu bidang agrikultur,

131 Ibid. hal Lampiran 3-4. 132 Dicky Edwin Hindarto, Op.cit hal 11-12.

73

kota rendah karbon, REDD+, energi industri, permintaan energi, transportasi, emisi

buang dari bensin, CCS (Carbon Capture Storage), dan penanganan limbah.133

133JCM Secretariat, Joint Crediting Mechanism (JCM) dan Implementasi Kerjasama Antar Kota,

JCM Indonesia Secretariat, diakses dalam

https://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MjI%253D/publikasi_kami, (29/03/2020, 12:00WIB).

No. ID Project

ID001 Energy Saving for Air-Conditioning and Process Cooling by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller

ID002 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Food Industry Cold Storage in Indonesia

ID003 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Frozen Food Processing Plant in Indonesia

ID004 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Karawang, West Java

ID005 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Batang, Central Java (Phase 2)

ID006 Installation of Inverter-type Air Conditioning System, LED Lighting and Separate Type Fridge Freezer Showcase to Grocery Stores in Republic of Indonesia

ID008 Introducing double-bundle modular electric heat pumps at AXIA SOUTH CIKARANG Tower 2

ID009 Energy Saving for Air-Conditioning at Shopping Mall with High Efficiency Centrifugal Chiller

ID011 Reduction of Energy Consumption by Introducing an Energy-Efficient Waste Paper Processing System into a Packaging Paper Factory

ID012 GHG emission reductions through utility facility operation optimization system for refineries in the Republic of Indonesia

ID013 Power generation by waste heat recovery in the PT Semen Indonesia (Persero) Tbk factory in Tuban

ID014 Energy saving by optimum operation at an oil refinery

74

Tabel 3.1 Proyek kerjasama JCM yang telah terdaftar134

No. Referensi Pemerintah Indonesia

Pemerintah Jepang

Perusahaan partisipan Total

ID001 49 tCO2e 61 tCO2e 12 tCO2e 122 tCO2e

ID002 3 tCO2e 20 tCO2e 6 tCO2e 29 tCO2e

ID003 2 tCO2e 7 tCO2e 2 tCO2e 11 tCO2e

ID004 103 tCO2e 128 tCO2e 25 tCO2e 256 tCO2e

ID005 53 tCO2e 66 tCO2e 13 tCO2e 132 tCO2e

ID006 69 tCO2e 98 tCO2e 28 tCO2e 195 tCO2e

ID009 108 tCO2e 126 tCO2e 18 tCO2e 252 tCO2e

ID011 6,471 tCO2e 8,089 tCO2e 1,617 tCO2e 16,177 tCO2e

ID012 6,992 tCO2e 24,468 tCO2e 3,496 tCO2e 34,956 tCO2e

ID014 547 tCO2e 1,957 tCO2e 230 tCO2e 2,734 tCO2e

134 JCM Sekretariat, proyek teregristrasi, JCM Indonesia Secretariat, diakses dalam

https://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MjY%253D/proyek_teregistrasi, (29/03/2020, 12:02

WIB).

ID015 Reducing GHG emission at textile factories by upgrading to air-saving loom

ID016 Installation of Tribrid System to mobile communication’s Base Transceiver Stations in the Republic of Indonesia

ID017 Introduction of 0.5MW Solar Power System to Aroma and Food Ingredients Factory

ID018 1.6MW Solar PV Power Plant Project in Jakabaring Sport City

ID019 Installation of gas engine cogeneration system to supply electricity and heat to the vehicle manufacturing factory of PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia

ID020 Introduction to High-Efficiency Looms in Weaving Mills

ID021 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Film Factory

ID022 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Golf Ball Factory

75

ID015 498 tCO2e 622 tCO2e 124 tCO2e 1,244 tCO2e

ID016 30 tCO2e 116 tCO2e - 146 tCO2e

1198,111tCo2e

Tabel 3.2 Proyek terdaftar dan jumlah kredit kerjasama JCM 2010-2019135

Dalam kurun waktu 2010 hingga 2019 telah terdaftar sebanyak 22 proyek dan

14 proyek diantaranya telah melakukan penerbitan kredit karbon seperti yang

terlihat pada tabel diatas. Salah satu proyek tersebut adalah ID006 di mana proyek

tersebut adalah proyek yang dilakukan antara PT. Midi Utama Indonesia Tbk

dengan Lawson, Inc Jepang, proyek ini mengimplementasikan aplikasi sistem

lemari pendingin, pendingin ruangan, dan penerangan LED yang hemat energi di

12 toko Alfa Midi di daerah Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok, proyek ini

diharapkan mampu mereduksi konsumsi listrik dibandingkan teknologi

sebelumnya sekitar 25% lebih hemat.136 Dalam masa monitoring dari 2014 hingga

2016 proyek ini telah terverifikasi mengurangi emisi sebesar 195 tCo2e dan kredit

pengurangan tersebut telah diterbitkan dan dibagi antar pemerintah dan partisipan

proyek.

Proyek selanjutnya adalah proyek yang pertama kali melakukan penerbitan

kredit yaitu ID002 dan ID003, proyek ini adalah proyek instalasi sistem pendingin

yang menggunakan Natural Refrigerant (NH3 dan CO2) yang dapat menghemat

energi secara signifikan sebesar 20-30% konsumsi energi. Proyek ini merupakan

135 Ibid. 136 Indonesia Joint Crediting Mechanism, Loc.cit.

76

kerjasama antara PT Adib Global Food Supplies di Bekasi dan Karawang dengan

P. Mayekawa Indonesia dengan Mayekawa Manufacturing Co., Ltd.137 Indonesia

menorehkan sejarah sebagai negara peserta JCM pertama yang berhasil

menerbitkan kredit dari kedua proyek ini dengan total emisi karbon yang diterbitkan

oleh dua proyek ini sebesar 40 tCo2e, dengan detail proyek ID002 sebesar 29 tCo2e

dan proyek ID003 11 tCO2e.138 Proyek lainya adalah ID014 yaitu proyek kerjasama

PT Pertamina (Persero) Refinery Unit V Balikpapan dengan Yokogawa Electricity

Cooperation, kerjasama ini merupakan instalasi sistem teknologi Advance Control

System. Penerepan teknologi ini digunakan agar dapat mengontrol pemakaian

energi kilang minyak sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan proses produksi

minyak namun tetap hemat energi. Dalam proyek ini pihak Pertamina mendapatkan

keuntungan berupa efisiensi biaya dan energi dan juga transfer teknologi sedangkan

pihak Jepang dapat menurunkan jumlah emisi melalui proyek ini.139 Jumlah emisi

yang dihasilkan dari proyek ini sejumlah 2,734 tCO2e.

Secara keseluruhan kerjasama ini disepakati karena adanya faktor sosial dan

struktur perilaku yang terdiri dari, major common value orientation yang

didasarkan kepada UUD 1945 pasal 28 Ayat 1 dan pasal 33 Ayat 4 dan diperkuat

lagi dengan komitmen penurunan GRK Indonesia pasca ratifikasi protokol Kyoto.

137 Dicky Edwin Hindarto, 2018, Four Year implementation Joint Crediting Scheme in Indonesia,

Jakarta: JCM Secretariat, Hal.65. 138 Hijauku.com, JCM Terbitkan Kredit Karbon Pertama di Dunia, Hijauku.com, 13 Mei 2016,

diakses dalam https://hijauku.com/2016/05/13/jcm-terbitkan-kredit-karbon-pertama-di-dunia/, (10/04/2020, 10:37 WIB). 139 Prokal.co, Mulai November pertamina ru v terapkan teknologi advance, Pro Balikpapan, 12

September 2017, diakses dalam https://balikpapan.prokal.co/read/news/219316-mulai-november-

pertamina-ru-v-terapkan-teknologi-advance.html, (10/04/2020, 10:42 WIB).

77

Kedua digambarkan dengan pola institusi, perbedaan peran dan fungsi, dan

kelompok yang memiliki keterlibatan dalam pengambilan keputusan serta fungsi

kelompok dalam pengambilan keputusan, yang digambarkan dengan pola

pemerintahan Presiden SBY yang lebih peduli lingkungan, kemudian peran serta

kementerian terkait dari awal proses pembuatan kerjasama hingga pasca kerjasama

disepakati dan adanya pembentukan badan khusus seperti DNPI dan TKPPKA yang

membantu proses kerjasama.

Kerjasama JCM ini memiliki proses yang cukup panjang selama 3 tahun.

Proses kesepakatan dibicarakan mulai dari 2010 dan akhirnya disepakati pada tahun

2013, dan berjalan secara penuh pada tahun 2014. Dalam kerjasama ini kedua belah

pihak akan mendapatkan keuntungan baik berupa dana investasi, transfer teknologi

maupun penurunan emisi yang dibagi berdasarkan kesepakatan awal pada setiap

proyek. Dalam perjalanannya pengajuan kerjasama ini harus dilakukan beberapa

kali dan berganti-ganti nama mulai dari BOM, BOCM, hingga akhirnya disepakati

menjadi JCM. Dalam proses pengambilan kerjasama ini juga terjadi beberapa

ketidaksepakatan antara Jepang dan Indonesia mengenai sifat kerjasama ini. Selama

proses kerjasama ini berjalan sudah total 1198,111 tCo2e kredit karbon yang

diberikan dan dibagikan kedua belah pihak yang berasal dari berbagai macam

proyek JCM.