bab iii dasar teori 3.1. wireline logdigilib.itb.ac.id/files/disk1/679/jbptitbpp-gdl...22 bab iii...
TRANSCRIPT
22
BAB III
DASAR TEORI
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar yang
digunakan didalam penelitian. Dasar Teori terdiri dari konsep wireline log, konsep
dasar seismik, konsep sesar, dan konsep analisis sekatan sesar.
3.1. Wireline Log
Wireline log adalah suatu metode logging yang dilaksanakan setelah
pemboran selesai. Logging harus segera dilaksanakan setelah pemboran selesai karena
filtrat lumpur yang masih tertinggal pada lubang pemboran dapat mempengaruhi
kondisi formasi. Hasil logging berupa rekaman data bawah permukaan yang disajikan
dalam bentuk kurva log.
Dalam penelitian ini digunakan log Gamma Ray, log Resistivity, dan log
Sonic. Dari ketiga jenis log tersebut maka log Gamma Ray merupakan jenis log
terbaik untuk interpretasi litologi sedimen klastik.
Log Gamma Ray adalah log yang menunjukkan intensitas sinar radioaktif
yang dipancarkan oleh suatu lapisan batuan. Kandungan radioaktif terbesar terdapat di
lapisan serpih dan yang paling sedikit terdapat di lapisan batupasir, sehingga dari
kurva log Gamma Ray ini dapat dibedakan antara lapisan batupasir dan serpih.
Persamaan untuk menghitung Vsh dari log GR (Alberty, 1993) sebagai berikut :
Secara kualitatif kandungan radioaktif besar akan ditunjukkan oleh defleksi
kurva ke kanan sedangkan untuk kandungan radioaktif kecil akan ditunjukkan oleh
defleksi kurva ke kiri.
Log Resistivity merupakan salah satu jenis log listrik yang mengukur sifat
resistivitas/tahanan jenis dari lapisan. Prinsip dasarnya adalah kemampuan batuan
dalam menghantarkan arus listrik. Lapisan yang mengandung minyak, air tawar dan
gas biasanya bersifat isolator, sedangkan lapisan batuan yang mengandung air asin
akan bersifat konduktor. Log Resistivity lebih tepat digunakan untuk mengetahui
kandungan fluida pada suatu lapisan batuan.
............................... (1)
23
Sedangkan log sonic adalah log yang mengukur waktu tempuh gelombang
bunyi pada suatu jarak tertentu di dalam lapisan batuan. Keadaan ini tergantung dari
jenis dan besarnya porositas batuan beserta kandungan fluidanya. Makin besar waktu
tempuh gelombang maka harga porositas batuan akan bertambah besar. Log sonic
digunakan untuk membedakan antara lapisan batuan yang porous dan permeabel.
3.2. Seismik
Metode seismik merupakan metode yang biasa dilakukan oleh setiap
perusahan minyak baik dalam kegiatan eksplorasi maupun pengembangan produksi.
Prinsip dasar metode seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang
ditimbulkan oleh sumber getaran dari permukaan bumi ke dalam bumi, kemudian
dipantulkan oleh bidang ke permukaan oleh bidang pantul yang merupakan bidang
batas antara dua lapisan yang mempunyai kontras impedansi akustik ke permukaan.
Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah impedansi akustik (IA)
yang merupakan hasil perkalian antara densitas (ρ) dan kecepatan (V), dengan
persamaan:
Nilai-nilai impedansi akustik yang dimaksudkan adalah kecepatan dan massa
jenis batuan penyusun lapisan bumi, dimana hubungan antar keduanya dapat
dinyatakan sebagai berikut:
dimana, R = koefisien refleksi
ρ = massa jenis batuan (kg/m3)
V = kecepatan rambat (m/detik2)
ρV = impedansi akustik (kg.m/detik2)
T = koefisien transmisi
Waktu merambatnya gelombang dari sumber ledakan kemudian dipantulkan
kembali oleh bidang reflektor disebut Two Way Time (TWT). Sebagian energi yang
dipantulkan tesebut akan diterima oleh serangkaian detektor (geofon), yang kemudian
akan direkam dalam suatu magnetic tape. Parameter yang direkam adalah waktu
penjalaran gelombang seismik dari sumber menuju detektor.
V IA ρ= ............................... (2)
11221122 / VVVVR ρρρρ +−= RT −= 1 ............................... (3) dan
24
3.2.1 Pengikatan Data Seismik dan Sumur (Well Seismic Tie)
Untuk meletakan horison seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman
sebenarnya dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya
yang umumnya diplot dalam skala kedalaman, maka perlu dilakukan well seismic tie.
Teknik yang dapat dilakukan dalam pengikatan ini yaitu dengan pembuatan
seismogram sintetik dari hasil survei kecepatan yang disebut velocity seismic profile
atau check shot survey (Sukmono, 1999). Dalam penelitian kali ini data check shot
survey digunakan untuk mendapatkan persamaan matematika dari kurva kedalaman-
waktu, yang digunakan untuk mengkonversi data waktu menjadi kedalaman.
3.2.2 Picking Horizon dan Sesar
Identifikasi pantulan (picking) biasanya disebut sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi lapisan batuan pada penampang seismik yang biasa disebut top
formasi. Secara definisi horison adalah suatu slice sepanjang permukaan suatu bidang.
Apabila pada saat menelusuri suatu horison kemudian tiba-tiba kenampakan horison
tersebut tidak jelas, maka untuk meneruskannya dengan mengikuti horison lain yang
berdekatan dan sejajar dengan horison tersebut.
Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada
dasarnya adalah menginterpretasikan keberadaan struktur patahan pada penampang
seismik. Penentuan indikasi sesar dicirikan oleh kriteria sebagai berikut:
Diskontinuitas horizon atau meloncatnya (dislokasi) kemenerusan
refleksi horizontal secara tiba-tiba.
Perubahan sudut horizon secara mendadak.
Terjadinya penebalan atau penipisan lapisan antara dua horizon.
“Fault Shadow”, yaitu rusaknya data di daerah (zona) tersesarkan.
Kuat atau lemahnya refleksi karena perbedaan densitas pada blok
patahan.
3.2.3. Pemetaan Bawah Permukaan
Peta bawah permukaan adalah peta yang menggambarkan bentuk maupun
kondisi geologi bawah permukaan dan menjadi dasar dalam suatu kegiatan eksplorasi
hidrokarbon, mulai dari awal hingga pengembangan lapangannya. Peta bawah
permukaan mempunyai sifat yang kuantitatif dan dinamis. Kuantitatif artinya peta
menggambarkan suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang nilainya sama,
25
sedangkan dinamis artinya kebenaran peta tidak dapat dinilai atas kebenaran metode,
tetapi dinilai berdasarkan data yang ada. Semakin banyak data akan semakin baik,
sehingga peta akan berubah menurut waktu dan tempat (Tearpock dan Bischke,
1991).
Perlu disadari bahwa peta bawah permukaan merupakan hasil interpretasi
geologi dan geofisika yang bergantung pada keterbatasan data, teknik pelaksanaan,
imajinasi yang kreatif, kemampuan visual tiga dimensi, dan pengalaman. Data-data
yang dipakai untuk interpretasi tersebut antara lain wireline log, core dan seismik.
3.3. Sesar
Sesar adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergesran pada
bidang rekahnya. Sesar merupakan patahan/rekahan tunggal atau suatu zona pecahan
pada kerak bumi bersamaan dengan terjadinya pergerakan yang cukup besar, parallel
terhadap zona rekahan atau zona pecahan tersebut. Selain itu sesar juga berarti
bergesernya struktur batuan yang slip satu sama lain di sepanjang bidang atau zona
rekahan.
(a) (b) Gambar 3.1. Sesar(a) dan kekar (b) (modifikasi dari Sapiie dan Harsolumakso, 2002)
Istilah kekar memiliki arti yang berbeda dengan sesar, walaupun merupakan
patahan atau rekahan, namun dari mekanisme pembentukannya berbeda dengan sesar.
Walaupun kekar ini dapat memperlihatkan pergerakan yang cukup besar namun tidak
memperlihatkan kesejajaran, atau kekar ini tidak menghasilkan pergerakan pada
strukturnya.
Sistem patahan dapat menghasilkan pergerakan mendatar, tegak dan berputar
dalam kerak bumi. Pada umumnya patahan mengalami beberapa kali peristiwa
deformasi yang teraktifkan kembali dalam model tektonik berbeda. Dibawah ini
adalah beberapa aspek sistem patahan, yaitu:
26
Patahan adalah struktur dinamik yang berkembang dalam sisi ruang dan
waktu.
Pada umumnya patahan terjadi dalam sistem yang berhubungan. Hubungan ini
biasanya diikuti aturan geometri dan mekanika yang memperbolehkansistem
patahan untuk membentuk pola karakteristikyang dapat dikenali.
Deformasi dapat terjadi apabila keseimbangan patahan yang rapuh (brittle
faulting) dipermukaan kerak bumi dengan deformasi plastik dibawah kerak
plastik dibawah kerak bumi. Kejadian keterkaitan antara atas dan bawah kerak
tergantung atas rezim tektonik. Konsep keseimbangan belahan ini merupakan
aspek penting dalam menganalisa terrane yang terpatahkan.
Kebanyakan patahan permukaannya tidak bidang datar yang sederhana tetapi
memperlihatkan bentuk yang komplek dilihat dalam tiga dimensi. Perubahaan
dalam bentuk patahan mesti menyebabkan perlunya pandangan secara
geometri untuk mengakomodasi struktur dalam bagian hangingwall yang telah
bergerak sepanjang variabel permukaan patahan
3.3.1. Unsur-Unsur Pada Struktur Sesar
Untuk mengetahui klasifikasi patahan, maka sebelumnya kita harus mengenal
unsur-unsur patahan. Unsur-unsur dan istilah penting struktur patahan yang dapat
dikenali pada penampang seismik dapat dibagi menjadi (Gambar 3.2):
• Bidang sesar: bidang rekahan tempat terjadinya pergeseran, yang kedudukannya
dinyatakan dengan jurus dan kemiringan.
• Hangingwall: bagian terpatahkan yang berada diatas bidang sesar.
• Footwall: bagian terpatahkan yang berada dibawah bidang sesar.
• Throw: komponen vertikal dari slip/separation diukur pada bidang vertikal yang
tegaklurus bidang patahan
• Heave: Komponen horizontal dari slip/separation diukur pada bidang vertikal yang
tegak lurus jurus patahan.
• Slip: pergeseran relatif sebenarnya.
• Separation: pergeseran relatif semu.
27
Gambar 3.2. Komponen geometri pada bidang sesar (Twiss dan Moore, 1992)
3.3.2. Tipe dan Klasifikasi Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran melalui bidang rekahnya. Sifat pergeserannya dapat bermacam – macam:
mendatar, miring (oblique), naik dan turun. Didalam mempelajari struktur sesar,
disamping geometrinya yaitu bentuk, ukuran, arah dan polanya, yang penting juga
untuk diketahui adalah mekanisme pergerakannya. Salah satu klasifikasi sesar yang
umum digunakan adalah klasifikasi Anderson (1951) yang membagi sesar mengikuti
prinsip tegasan utama (σ1, σ2, σ3) (Gambar3.3).
28
Gambar 3.3. Klasifikasi sesar menurut Anderson, 1951 (Davis dan Reynolds, 1996)
Sesar normal (normal fault) ialah sesar dimana pegeseran kearah kemiringan
bidang adalah dominan dan bagian hangingwall bergerak relatif turun dibandingkan
bagian footwall. Sesar ini terbentuk saat tegasan utama yang terbesar berada pada
posisi vertikal, sedangkan tegasan utama yang terkecil berada pada posisi horizontal.
Sesar normal merupakan jenis sesar yang paling sering dijumpai pada kebanyakan
cekungan. Dilihat dari mekanisme pembentukannya kemungkinan sesar ini tidak
bertindak sebagai penyekat, melainkan sebagai jalur mengalirnya fluida, karena
mekanismenya yang meregang (ekstensional).
Sesar naik (reverse fault) mempunyai pergeseran dominan searah kemiringan
dimana blok hangingwall relatif bergeser kearah atas dibandingkan dengan blok
footwall. Sesar terbentuk berkebalikan dengan sesar normal, dimana tegasan utama
29
terbesarnya berada pada posisi horizontal, sedangkan tegasan utama terkecilnya
berada pada arah vertikal. Dilihat dari mekanisme pembentukannya, maka sesar ini
kemungkinan bertindak sebagai penyekat karena mekanisme pembentukannya yang
relatif menekan (compressional). Sesar naik sudut rendah sering disebut sebagai sesar
anjak untuk membedakan dengan sesar naik sudut tinggi.
Sedangkan sesar mendatar (strike-slip fault) mempunyai pergeseran dominan
searah jurus bidang sesar. Pembentukan sesar ini akibat dari tegasan utama
terbesarnya yang berada pada posisi horizontal begitu pun dengan tegasan utama
terkecilnya. Struktur yang terbentuk akibat dari sesar mendatar ini lebih bervariasi
dibandingkan dengan struktur yang dibentuk oleh sesar lain. Sering terjadi lipatan,
sesar normal, naik dan anjak berasosiasi dengan sesar mendatar ini. Namun secara
umum sesar ini dapat membentuk cekungan (pull-apart basin) dan tinggian (pop-up).
(a) (b) Gambar 3.4. Sesar mendatar, pull-apart basin (a), pop-up (b) (modifikasi dari Sapiie dan
Harsolumakso, 2002)
Seperti halnya struktur bidang yang lain, klasifikasi sesar pun bisa dilihat dari
sudut yang dibentuk bidang sesar tersebut dengan bidang horizontal. Sesar yang
memiliki kemiringan lebih besar dari 45o maka disebut sebagai high-angle fault,
sedangkan sesar yang memiliki kemiringan kurang dari 45o maka disebut low-angle
fault.
30
Gambar 3.5. Klasifikasi sesar berdasarkan kemiringannya (modifikasi dari Sapiie dan Harsolumakso,
2002)
3.3.3. Tegangan dan Regangan
Tegangan (stress) dan regangan (strain) merupakan konsep fundamental dalam
struktur geologi. Menurut Peacock dan Marrett (1999), regangan merupakan
perpindahan relatif yang berhubungan dengan pembentukan struktur dan dapat
diterangkan secara spesifik oleh penggambaran geometri tanpa harus melihat
dinamika prosesnya. Sedangkan tegangan adalah gaya yang bekerja selama
pembentukan dan tidak dapat dipahami tanpa mengacu kepada analisis kinematik dan
observasi geometrinya.
Tegangan (stress) secara matematis dapat didefenisikan sebagai satuan
gaya/luas area (F/A) sedangkan regangan (strain) sebagai pertambahan panjang suatu
benda dibandingkan keadaan awal (ΔL/L). Menurut Peacock dan Marrett, tegangan
dan regangan tidak memiliki hubungan sebab akibat langsung, analisa struktur pada
fase geometri/kinematik lebih bersifat deskriptif dan analisa fase dinamik lebih
bersifat genetik.
3.4. Sekatan Sesar (Fault Seal)
Struktur dan komposisi dari zona sesar sangat bervariasi. Sifat dasar dari zona
sesar sangat bervariasi sepanjang dari permukaan sesar, tergantung pada tipe dan
jumlah litologi yang muncul. Torehan (smear) mungkin signifikan pada beberapa
permukaan sesar tapi cataclasis gouge bisa berkembang dimana lapisan serpih absen.
Sekatan (seal) adalah kandungan lempung yang menjadi kontrol utama dalam
perilaku sekatan sesar dalam sekuen klastik campuran (Gambar 3.6). Sekatan bisa
dikatakan sebagai sekatan membran atau sebagai sekatan hidrolik, tergantung dari
model kegagalan sekatannya (Watts,1987). Kontrol dominan pada kegagalan sekatan
membran adalah tekanan masukan kapiler dari batuan sekatan, yang mana tekanan
tersebut merupakan tekanan yang dibutuhkan oleh hidrokarbon untuk memasuki
31
interkoneksi saluran pori (pore throat) yang terbesar dari sekatan (seal). Saat tekanan
masukan telah melewati kekuatan batuan dalam cara untuk menerobos sekatan,
sekatan bisa dikatakan sebagai sekatan hidrolik.
Gambar 3.6. Zona sesar di bawah permukaan bumi (Dee, 2005)
3.4.1. Mekanisme Sekatan (Sealing) Sesar
Terdapat beberapa mekanisme yang bisa menunjukan bahwa sebuah sesar
dapat bersifat sebagai penyekat (seal), yaitu :
• Posisi Kesehadapan (Juxtaposition), dimana lapisan reservoar berhadapan dengan
lapisan dengan permeabilitas rendah, serta tekanan masukan yang tinggi. Posisi
kesehadapan dari setiap litologi ini bisa dilihat dengan menggambarkan setiap
unit litologi pada bidang sesar baik itu pada bidang hangingwall maupun pada
bidang footwall (Gambar 3.7).
f
Gambar 3.7. Posisi kesehadapan dari unit litologi pada bidang sesar (Knipe, 1997)
32
• Torehan Lempung (clay smears), yaitu masuknya hancuran lempung atau serpih
ke dalam zona sesar, sehingga menyebabkan sesar tersebut memiliki tekanan
masukan yang tinggi.
• Kataklastik, yaitu hancuran butiran pasir yang menghasilkan material sesar (fault
gouge) dengan ukuran yang lebih halus, masuk ke dalam zona sesar, sehingga
menyebabkan sesar tersebut memiliki tekanan masukan yang tinggi (mengurangi
geometri dari saluran pori).
• Diagenesis/Mineralisasi/Alterasi, dimana sementasi pada bidang sesar yang
awalnya memiliki permebilitas yang baik akhirnya akan menghilangkan porositas
pada bidang sesar tersebut, baik sebagian atau seluruhnya. Akhirnya membentuk
penyekat hidraulik. Bidang sesar yang dilalui fluida sangat mungkin terjadi
pembentukan mineral autigenik yang akan mengurangi porositas dari bidang
sesar tersebut, selain itu seiring berjalannya fluida itu akan bernteraksi dengan
batuan sampingnya dan akan menghasilkan presipitasi dari mineral sekunder dan
akhirnya membuat bidang sesar tersebut memiliki tekanan masukan yang tinggi.
Kemungkinan sifat sesar juga dapat dilihat dari kondisi ataupun posisi dari
sesar, litologi, dan kontak fluida yang dihasilkan (Gambar 3.8). Selain keempat hal di
atas ada juga beberapa hal yang mempengaruhi sifat sekat dari suatu sesar,
diantaranya :
• Orientasi dari sesar, contohnya sesar naik akan bersifat relatif sebagai penyekat
dibandingkan dengan sesar normal.
• Litologi dari daerah sekitar zona sesar, jika litologi dominannya adalah lempung,
maka sesar tersebut akan lebih sekat disbanding daerah yang berlitologi dominan
pasir.
• Kedalaman pembebanan (burial depth), akan mempengaruhi tipe dari mekanisme
pensesaran.
• Waktu atau umur dari proses pensesaran tersebut, hal ini akan mempengaruhi
perkembangan dari torehan lempung (clay smears) di dalam bidang sesar itu
sendiri.
33
Gambar 3.8. Hipotesis hubungan antara sesar – litologi – kontak fluida (Smith, 1980)
3.4.2. Algoritma Sekatan Sesar
Menurut Knipe (1997) batuan yang kaya akan lempung cenderung membentuk
sekatan yang lebih baik, karena memiliki ukuan butir yang lebih halus sehingga
memiliki lubang pori yang lebih kecil. Menurut Yielding et al. (1997), bahwa
pembentukan material dalam zona sesar itu berkaitan erat dengan gesekan jenis
litologi yang berbeda.
34
Ada beberapa metoda yang digunakan untuk melakukan pendekatan sifat
sekatan material di dalam zona sesar, diantaranya :
• Clay Smear Potential (CSP)
Clay Smear Potential ditetapkan untuk mewakili jumlah relatif dari lempung
yang ada pada bidang sesar (Bouvier et al., 1989 op. cit. Yielding et al., 1997). Nilai
dari CSP ini akan bertambah seiring dengan makin tebalnya lapisan batulempung dan
semakin banyaknya lapisan batulempung yang melewati titik tempat dilakukannya
perhitungan CSP pada bidang sesar. Sedangkan nilai CSP ini akan berkurang seiring
dengan semakin besarnya pergeseran (throw) dari sesar tersebut (Gambar 20).
• Smear Factor (SF)
Yielding et al. berpendapat bahwa Clay Smear Potential itu tidak dapat
digunakan apabila jarak yang dimaksud memiliki dimensi yang luas. Sehingga
Yielding at al. (1997) mengusulkan bahwa CSP ini adalah salah satu contoh
perhitungan Smear Factor yang umum, dimana dengan menambahkan komponen “n”
pada ketebalan lapisan dan komponen “m” pada jarak, sebagai variabel tambahan
yang dapat diambil dari percobaan dan studi pengamatan (Gambar 3.10).
Gambar 3.9. Clay Smear Potential (Yielding et al., 1997)
Gambar 3.10. Smear Factor (Yielding et al., 1997)
..... (4)
..... (5)
35
• Shale Smear Factor (SSF)
Lindsay et al. (1993 op. cit. Yielding et al., 1997) mengusulkan metoda ini
untuk menentukan kemenerusan dari Shale Smear pada bidang sesar (Gambar 3.11).
• Shale Gouge Ratio (SGR)
SGR adalah perkiraan perbandingan masuknya material halus yang bersifat
impermeabel dari batuan samping ke dalam bidang patahan terhadap kandungan
lempung dari batuan samping tersebut. Yielding et al. (1997) membuat dua persamaan
untuk menghitung SGR ini, persamaan pertama hanya melibatkan lapisan
impermeabel di sepanjang interval pergeseran, sedangkan persamaan yang kedua
melibatkan seluruh lapisan di sepanjang interval pergeseran, dengan
mempertimbangkan kandungan lempung dari setiap lapisan tersebut (Gambar 3.12).
Gambar 3.12. Shale Gouge Ratio (Yielding et al., 1997)
Gambar 3.11. Shale Smear Factor (Yielding et al., 1997)
..... (6)
... (7) ... (8)
36
Dari penjabaran metoda di atas maka untuk CSP, SF, dan SSF hanya
mempertimbangkan faktor ketebalan lapisan impermeabel dan besarnya pergeseran,
tanpa mempertimbangkan hadirnya lapisan semi-impermeabel. Dari beberapa studi
yang dilakukan, menunjukan bahwa SGR ini lebih baik jika dibandingkan dengan
CSP, SF, dan SSF. Data yang dibutuhkan dalam SGR ini lebih flexibel dibandingkan
dengan metoda yang lain, dimana SGR ini bisa menggunakan kandungan lempung
dari suatu lapisan atau kandungan lempung rata-rata dari suatu zona.
Prosentase dari SGR dapat digunakan untuk memperkirakan sifat dari sesar.
Nilai SGR yang kecil menunjukkan kandungan lempung yang relatif sedikit, sehingga
kemungkinan sesar tersebut bersifat bocor (leaking). Sedangkan nilai SGR yang tinggi
menunjukkan kandungan lempung yang relatif banyak, maka kemungkinan sesar
tersebut bersifat sebagai penyekat (sealing). Yielding et al. (1997) memberikan batas
untuk nilai SGR berkaitan dengan sifat sesar, batas prosentase nilai SGR ini berkisar
antara 15%-20%. Nilai prosentase SGR yang kurang dari 15% kemungkinan sesar
tersebut bersifat bocor (leaking), sedangkan nilai prosentase SGR yang lebih dari 20%
kemungkinan sesar tersebut bersifat sebagai penyekat (sealing). Namun batas dari
prosentase SGR ini bisa berubah tergantung dari kondisi geologi suatu daerah. Pada
Gambar 3.13 dibawah ini memperlihatkan prediksi komposisi zona sesar dengan
algoritma perhitungan SGR dan analoginya dengan singkapan dilapangan dan data
core.
Gambar 3.13. Prediksi komposisi zona sesar dengan algoritma perhitungan SGR dan analoginya
dengan singkapan dilapangan dan data core (Dee, 2005)