bab iii hasil penelitian dan pembahasan a. rumusan...

83
44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP dan Undang-undang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Di Indonesia, Pasal penghinaan ini masih dipertahankan. Alasannya, selain menghasilkan character assassination, pencemaran nama baik juga dianggap tidak sesuai dengan tradisi masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat dan budaya timur. Karena itu, pencemaran nama baik adalah salah satu bentuk rechtsdelicten dan bukan wetdelicten. Artinya, pencemaran nama baik sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam Undang- Undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu, pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah. Larangan memuat kata penghinaan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 tahun 2008 sebenarnya dibuat untuk melindungi hak-hak individu dan institusi dikarenakan pada dasarnya informasi yang akan di publikasikan seharusnya sudah mendapat izin dari yang bersangkutan agar yang bersangkutan tidak merasa dirugikan dengan perbuatan dan bisa mempertanggung jawabkannya. Selain Pasal 27 dan 28 UU ITE No. 11 Tahun 2008 tentang pencemaran nama baik, dalam kitab-kitab undang hukum pidana juga mengatur tentang pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Bentuk Pencemaran Nama Baik, dibagi menjadi sebagai berikut : a. Penghinaan materiil, Penghinaan yang terdiri dari suatu kenyataan yang meliputi pernyataan yang objektif dalam kata-kata secara lisan maupun

Upload: duongcong

Post on 30-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

44

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Rumusan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP dan

Undang-undang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Di Indonesia, Pasal penghinaan ini masih dipertahankan. Alasannya, selain

menghasilkan character assassination, pencemaran nama baik juga dianggap tidak

sesuai dengan tradisi masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat

dan budaya timur. Karena itu, pencemaran nama baik adalah salah satu bentuk

rechtsdelicten dan bukan wetdelicten. Artinya, pencemaran nama baik sudah

dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam Undang-

Undang karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan lebih dari itu,

pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi

pencemaran itu terdapat fitnah.

Larangan memuat kata penghinaan sebagaimana telah diatur dalam Pasal

27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 tahun 2008 sebenarnya dibuat untuk melindungi

hak-hak individu dan institusi dikarenakan pada dasarnya informasi yang akan di

publikasikan seharusnya sudah mendapat izin dari yang bersangkutan agar yang

bersangkutan tidak merasa dirugikan dengan perbuatan dan bisa mempertanggung

jawabkannya. Selain Pasal 27 dan 28 UU ITE No. 11 Tahun 2008 tentang

pencemaran nama baik, dalam kitab-kitab undang hukum pidana juga mengatur

tentang pidana penghinaan dan pencemaran nama baik.

Bentuk Pencemaran Nama Baik, dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Penghinaan materiil, Penghinaan yang terdiri dari suatu kenyataan yang

meliputi pernyataan yang objektif dalam kata-kata secara lisan maupun

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

45

secara tertulis, maka yang menjadi faktor menentukan adalah isi dari

pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun lisan. Masih ada

kemungkinan untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut dilakukan demi

kepentingan umum.

b. Penghinaan formil, dalam hal ini tidak dikemukakan apa isi dari

penghinaan, melainkan bagaimana pernyataan yang bersangkutan itu

dikeluarkan. Bentuk dan caranya yang merupakan faktor menentukan.

Pada umumnya cara menyatakan adalah dengan cara-cara kasar dan tidak

objektif. Kemungkinan untuk membuktikan kebenaran dari tuduhan tidak

ada dan dapat dikatakan bahwa kemungkinan tersebut adalah ditutup.

Tindak pidana pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang

penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena

atau yang dirugikan / korban. Dengan demikian, apabila tidak ada pengaduan,

terhadap tindak pidana tersebut tidak boleh dilakukan penuntutan. Tindak pidana

aduan dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :

a) Delik aduan absolute.

Yakni perbuatan pidana yang mana hanya bisa dituntut apabila ada

pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan dari perbuatan pidana tersebut

misalnya :

1) Tindak pidana perzinahan dalam pasal 284 KUHP

2) Tindak pidana pencemaran nama baik dalam pasal 310,311 KUHP.

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

46

Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana yang merupakan delik

aduan karna perupakan tindak pidana relative. Oleh karena yang dituntut itu

peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk,

membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat

dibelah, contohnya :

Jika seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap

perzinahan Pasal 284 yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak dapat

menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu

dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta) jangan dilakukan

penuntutan.

Kasus pencemaran nama baik seperti, si A mencemarkan nama baik si B

dengan cara menyebarluaskan keburukan yang ada pada si B tentang suatu rahasia

untuk di ketahui umum yang mengikabatkan tercemarnya nama baik si B maka ,

dapat melakuka adua untuk menuntut perbuatn si A sesuai dalam pasal 310 KUHP

b) Delik aduan relatife.

Ialah delik-delik atau peristiwa pidana yang biasanya bukan merupakan delik

aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam

Pasal 367, lalu menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini tersebut dalam

pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404, dan 411. Dalam hal ini maka pengaduan itu

diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut

orang-orangnya yang bersalah dalam peristiwa itu, jadi delik aduan inidapat

dibelah. Misalnya, seorang bapa yang barang-barangnya dicuri Pasal 362 oleh dua

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

47

orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan pengaduan hanya

seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B tidak dapat

dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal ini harus meminya:

“saya minta supaya anak saya yang bernama A dituntut”.

1. Rumusan tindak pidana pencemaran nama baik dalam KUHP

Pasal pencerman nama baik dalam KUHP (Kitab Undang – undang Hukum

Pidana) di atur dalam BAB XVI TENTANG PENGHINAAN, yang termuat

dalam Pasal 310 s.d 321 R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP) SERTA Komentar-komentarnya lengkap Pasal

demi Pasal dalam penjelsannya terhadap pasal Pasal 310 KUHP menjelaskan

bahwa Menghina adalah Penyerangan Kehormatan Dan Nama Baik Seseorang.

Dalam perbuatan tersbut yang merasa diserang nama baiknya merasa

Malu.Kehormatan yang diserang disini hanya mengenai kehormatan tentang

Nama Baik bukan Kehormatan dalam konteks Seksual. Dalam KUHP memuat

pasal penghinaan dengan enam macam bentuk penghinaan antara lain :

1. Penistaan ( Pasal 310 ayat (1) KUHP) dengan bunyi pasal :

“Barang siapa dengan saengaja menyerang kehormatan atau nama baik

seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud yang jelas agar

hal itu diketahui umum, diancam karea pencemran nama dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun atau pidana dendan paling banyak

empat ribu lima ratur rupiah”

Dari pemaparan kasus diatas bisa di uraikan unsur – usnurnya sebagai berikut :

1) Unsur objektif :

a. Barang siapa ;

b. Menyerang nama baik “sesorang”

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

48

c. Dengan menuduh suatu hal

2) Unsur subjektif ;

a. Dengan maksud yang jelas agar hal itu di ketahui umum

b. Dengan sengaja

Dari unsur unsur di atas dapat di artikan sperti apa perbuatan pencemrana nama

baik dapat dipidana :

1. Unsur barang siapa

Unsur ini melipiuti seseorang atau pun perkumpulan orang melkukan suatu

perbutan yang mna perbutan itu dilarang oleh ketentuan dalam pidana.

2. Unsur menyerang nama baik seseorng

Unsur Perbuatan menyerang aanranden, bukan bersifat fisik, karna pada

dasarnya yang di serang hanya mengenai kehormatan dan perasaan

mengenai nama baik orang yang di serang. Perbuatan yang menurut

ketentuan menyerang dalam ayat 1 berupa perbuatan ucapan.

3. Unsur menuduh suatu hal

Dalam artian sebgai perbuatn yang dituduhkan terhadap orang lain, dengan

menuduhkan suatu hal sperti kata – kata yang kurang sopan.

Unsur subjektif sendiri yang dapat di definisikan dalam kejahatan pencemaran

nama baik terdapat dua unsur kesalahan, yakni sengaja (ofzettelijk) dan maksud

(opzet als oogmerk) atau tujuan (doel). Dalam artian doktrin , maksud itu adalah

juga kesengajaan dalam arti sempit bisa disebut juga dengan kesengajaan sebagai

maksud atau opzet als oogmerk, akan teteapi fungsi dari unsdur sengaja dan

maksud dalam pencemaran nama baik berbeda. Sikap batin sengaja yang

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

49

ditujukan pada perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang. Sikap

batin maksud ditujukan pada unsur “diketahuio oleh umum” mengenai perbuatan

apa yng dituduhkan pada orang lain.

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)

“ jika dilakukan dengan tulisa atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan

atau ditempelkan dimuka umum, maka diancam dengan penceran tertulis

dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”

Pencemaran dengan menuduhkan suatu perbutan tertentu yang dilakukan

dengan tulisan dan gambar yang disiarkan atau pun di publikasikan dipan umum.

Disbeut dengan pencemaran scara tertulis yang dirumuskan pada pasal 310 ayat 2

dengan unsur sebagai berikut :

Unsur objektfi dan subjektif pada pasal 310 ayat (2) ini sama dengan

halnya pasal 310 ayat (1) dengan ucapan yang berari terdiri dari perkataan atau

kalimat yang memang ditujukan kepada orang lain dengan maksud dan tujuan

menyerang kehormatan atau nam baik orang lain. Dan maksud dari pencemaran

tertulis, pada dasarnya tulisan adalah wujud nyata dari kata-kata atau kalimat yang

diucapkan.

a. Menuduhkan melakukan perbuatan dengan cara / melalui : tulisan, gambar:

a. Yang disiarkan.

b. Yang dipertunjukan dan atau

c. Yang di tempel.

b. Secara terbuka.

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

50

Unsur-unsur di atas itulah yang secara kumulatif mengandung sifat yang

memberatkan pidana si pembuat. Sifat pencemaran melalui benda tulisan dinilai

oleh pembentuk undang-undang sebagai faktor memperberat. Karena dari benda

tulisan, isi perbuatan yang dituduhkan yang sifatnya mencemarkan, dapat meluas

sedemikian rupa dan dalam jangka waktu yang lama (selama tulisan itu ada dan

tidak dimusnahkan). Sifat yang demikian amat berbeda dengan sifat pencemaran

secara lisan. Oleh sebab itu wajar saja pencemaran dengan tulisan ini dipidana

yang lebih berat dari pada pencemaran lisan.

Pencemaran dilakukan dengan menggunakan “tulisan dan gambar”,

Tulisan adalah hasil dari pekerjaan menulis baik dengan tangan maupun alat

apapun yang wujudnya berupa rangkaian kata-kata/kalimat dalam bahasa apapun

yang isinya mengandung arti tertentu (in casu menyerang kehormatan dan nama

baik orang), diatas sebuah kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat ditulisi

misalnya: kertas, papan, kain dsb.

Sedangkan gambar atau gambaran atau lukisan adalah tiruan dari benda

yang dibuat dengan coretan tangan melalui alat tulisan: pensil, kuas dan cat,

dengan alat apapun di atas kertas atau benda lainnya yang sifatnya dapat

digambari/ditulisi. Gambar ini harus mengandung suatu makna yang sifatnya

mencemarkan nama baik atau kehormatan orang tertentu yang dituju.

Adapun dengan cara yang dilakukan yakni disiarkan, dipertunjukkan, atau

ditempelkan secara terbuka. Disiarkan , maksudnya ialah bahwa tulisan atau

gambar tersebut dibuat dalam jumlah yang cukup banyak, dapat dicetak atau di

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

51

photo copy, yang kemudian disebarkan dengan cara apapun. Misalnya

diperjualbelikan, dikirim ke berbagai pihak, atau dibagi-bagikan kepada siapapun

(umum). Oleh sebab itu verspreiden dapat pula diterjemahkan dengan kata

menyebarkan. Dalam cara menyebarkan sekian banyak tulisan atau gambar

kepada khalayak ramai, telah nampak maksud si penyebar agar isi tulisan atau

makna dalam gambar yang disiarkan, yang sifatnya penghinaan diketahui umum.

Dipertunjukkan adalah memperlihatkan tulisan atau gambar yang isi atau

maknanya menghina tadi kepda umum, sehingga orang banyak mengetahuinya.

Menunjukkan bisa terjadi secara langsung. Pada saat menunjukkan pada umum

ketika itu banyak orang, tetapi bisa juga secara tidak langsung. Misalnya

memasang spanduk yang isinya bersifat menghina di atas sebuah jalan raya,

dilakukan pada saat malam hari yang ketika itu tidak ada seorangpun yang

melihatnya.

Sedangkan ditempelkan, maksudnya ialah tulisan atau gambar tersebut

ditempelkan pada benda lain yang sifatnya dapat ditempeli, misalnya papan,

dinding gedung, pohon dan sebagainya.

3. Fitnah (Pasal 311 ayat (1) KUHP)

Dengan bunyi pasal sebagau berikut :

(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemran tertulis

dibolehkan untuk memembuktikan kebenaran tuduhanya itu banub dia

tidak dapat memebuktikannya, dan tuduhan dilakukan

bertentangandengan apa yang diketahuinya, maka dia diancam karena

melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

1. Semua unsur (objektif dan subjektif) dari :

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

52

pencemaran Pasal 310 ayat (1) atau

pencemaran tertulis Pasal 310 ayat (2)

2. Si pembuat dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkannya itu

benar;

3. Tetapi si pembuat tidak dapat membuktian kebenaran tuduhannya;

4. Apa yang menjadi isi tuduhannya adalah bertentangan dengan yang

diketahuinya.

Merujuk pada penjelasan pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tidak

termasuk menista dengan tulisan (tidak dapat dihukum), apabila tuduhan itu

dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri .

dalam kondisi sperti ini hakim akan mengadakan pemerikasaan apakah betul –

betul penghinaan itu telah dilakukan oleh terdakwa karna terdorong membela

kepentingan umum atau memebela diri, jikalau terdakwa meminta diperiksa

merujuk pada Pasal 312 KUHP.

Apabila pembelaan itu tidak dapat dianggap oleh hakim sedangkan dalam

pemeriksaan ternyata, bahwa apa yang dituduhkan oleh terdakwa itu tidak benar.

Maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan pasal 311

KUHP.

4. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau

pencemaran tertulis, yang dilakukan terhadap seorang, baik dimuka umum

dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan

atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan

kepadanya, diancam karena penghinaan ringan, dengan pidana penjara

paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus

rupiah”

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

53

Unsur-unsur yang terdapat Pasal 315 KUHP yakni sebagai berikut:

1. Unsur objektif:

a. Perbuatan: menyerang

b. Objeknya adalah (a) kehormatan orang (b) nama baik orang

c. Caranya:

Dengan lisan dimuka umum

Dengan tulisan di muka umum

Dengan lisan di muka orang itu sendiri

Dengan perbuatan di muka orang itu sendiri

Dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya

Tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis

2. Unsur subjektif: kesalahan dengan sengaja

Pada rincian unsur penghinaan ringan di atas, ada lima cara dalam melakukan

penghinaan ringan. Cara tersebut sebagai ciri/indikator yang membedakan

penghinaan ringan dengan pencemaran.

a) Dengan lisan di muka umum.

Dengan lisan (mondeling) di muka umum (in het openbaar), artinya

perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang dilakukan dengan

cara mengungkapkan kata atau kalimat, dan dihadapan orang banyak. Orang

banyak ini tidaklah ada batas berapa banyaknya, dihadapan dua atau tiga

orangpun sudahlah cukup.

b) Dengan tulisan di muka umum.

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

54

Dengan tulisan dapat juga disebut dengan surat . Bahwa kata atau kalimat

yang bersifat menyerang kehormatan dan nama baik orang itu diwujudkan

dengan tulisan di atas kertas, kain atau spanduk, atau benda lainnya yang

sifatnya dapat ditulisi. Dengan cara menunjukkan tulisan pada banyak orang,

atau menempelkannya di tempat umum, atau dengan menyebarkan dengan

cara apapun pada siapapun. Tulisan disni termasuk juga gambar, yang di

dalamnya mengandung makna menghina orang tertentu.

c) Dengan lisan di muka orang itu sendiri.

Si pembuat mengucapkan kata atau kalimat secara langsung di hadapan orang

yang dituju itu sendiri. Disini tidak diperlukan di muka umum atau di tempat

umum (in het openbaar), yang diperlukan adalah didengar secara langsung

ucapan itu oleh orang yang dituju.

d) Dengan perbuatan di muka orang itu sendiri.

Apa yang dimaksud dengan perbuatan adalah dengan perbuatan aktif atau

perbuatan jasmani (perbuatan materil), artinya dengan menggunakan gerakan

dari tubuh atau bagian dari tubuh si pembuat. Gerakan tubuh itu ada 2 (dua)

kemungkinan, yaitu:

1. Kemungkinan pertama, diarahkan pada orang yang dituju, misalnya

meludahi muka korban atau meludah di muka korban, menekan atau

mendorong kepala korban, atau menginjaknya. Tapi perbuatan ini tidak

boleh menimbulkan rasa sakit fisik.

2. Kemungkinan kedua, perbuatan itu dapat berupa perbuatan yang secara

fisik tidak ditujukan pada korban, tetapi jelas mengandung sifat

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

55

penghinaan terhadap korban. Perbuatan seperti ini bisa disebut dengan

isyarat, tetapi maksudnya adalah penghinaan yang dipandang bagi orang

pada umumnya suatu penghinaan. Misalnya, seorang yang menghina

dengan menempelkan telunjuknya pada keningnya sendiri, dengan maksud

menyatakan bahwa orang yang dituju itu adalah gila.

e) Dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan.

Dengan surat, bisa surat terbuka dan bisa juga dengan surat tertutup, yang

dikirimkan baik melalui perentaraan (orag atau pos), bisa diserahkannya atau

diterimakannya sendiri. Isinya surat itu adalah bersifat menghina yang tidak

bersifat pencemaran tertulis. Bahwa apa yang dituliskan itu tidaklah berupa

tuduhan melakukan perbuatan tertentu, atau tidak ditujukan pada khalayak

umum, tetapi semata-mata ditujukan pada orang itu sendiri.

Unsur tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis, bahwa unsur ini

dirumuskan secara negatif, artinya harus tidak terdapatnya sesuatu yang in casu

sesuatu yang menjadi sifat atau ciri penistaan atau penistaan tertulis. Hal apakah

yang menjadi sifat atau ciri pencemaran? Sifat pencemaran sesungguhnya

tertumpu pada 2 (dua) hal atau unsur, yaitu:

1) Pada cara menyerang kehormatan atau nama baik orang, yakni dengan

menuduhkan suatu perbuatan tertentu.

2) Pada maksud menuduhkan suatu perbuatan tertentu diarahkan pada agar

diketahui umum.

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

56

Oleh karena unsur penghinaan ringan yang sehubungan dengan sifat

pencemaran dirumuskan secara negatif, artinya berlawanan dengan sifat

pencemaran. Maka unsur/kalimat yang tidak bersifat pencemaran atau

pencemaran tertulis, ialah harus memenuhi 2 (dua) syarat negatif, yaitu:

1. Perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang oleh si pembuat

penghinaan ringan haruslah bukan berupa menuduhkan suatu perbuatan

tertentu.

2. Perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan salah

satu atau beberapa cara diantara lima cara di atas tadi, tidaklah ditujukan

pada maksud agar diketahui umum, melainkan langsung pada maksud

menyakitkan hati orang, menyinggung perasaan orang yang dituju saja.

Penghinaaan ini biasanya dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata

makian yang sifatnya menghina. R. Soesil,. dalam penjelasnya mengatakan bahwa

jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain Menuduh suatu perbuatan.

Misalnya dengan mengatakan Anjin !! , Asu !!, Sundel !!, Bajingan !! dan

sebagainya. Termasuk dalam perbuatan dalam pasal 315 KUHP dan dinamakan

Penghinaan ringan.

5. Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP)

(1)Barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan

palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang

seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam

karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama

empat tahun.

Pengaduan fitnah seperti dalam rumusan di atas, jika dirinci maka terdiri dari

unsur-unsur sebagai berikut:

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

57

1. Unsur objektif:

a. Perbuatan (a) mengajukan pengaduan (b) mengajukan pemberitahuan.

b. Caranya: (a) tertulis, (b) dituliskan

c. Objeknya tentang seseorang

d. Yang isinya palsu

e. Kepada penguasa

f. Sehingga kehormatannya atau nama baiknya terserang

2. Unsur subjektif: dengan sengaja

R. Sugandhi., S,H dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-undang

Hukum Pidana Berikut Penjelasnnya, memebrikan uraian pasal tersebut, yakni

diancam hukuman dalam pasal ini ialah :

Memasukan surat pengaduan palsu tentang seseorang kepada pembesar

negeri.

Menyuruh menulisakan surat pengaduan yang palsu tenatang seseorang

kepada pembesar negeri. Sehingga kehormatan orang tersebut terserang.

Ada dua bentuk tingkah laku dalam pengaduan fitnah, ialah mengadukan

pengaduan atau mengadukan (klachte), dan mengajukan pemberitahuan atau

melaporkan (aangifte). Kedua perbutaan ini mempunyai sifat yang sama, ialah

menyampaikan informasi kepada penguasa tentang seseorang yang isinya palsu.

Perbedaan antara dua perbuatan itu diadakan berhubung dengan sistem KUHP

yang membedakan antara tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan aduan

yang buasa disebut tindak pidana biasa.

Unsur tertulis dan dituliskan, merupakan dua cara mengajukan pengaduan

atau pemberitahuan itu. Secara tertulis maksudnya si pembuat yang mengadukan

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

58

atau melaporkan dengan membuat tulisan (surat), ditanda tanganinya kemudian

disampaikan kepada pejabat/penguasa. Mengajukan secara tertulis ini tidak saja

berarti menyampaikan langsung oleh si pemb uat kepada penguasa, tetapi bisa

juga disampaikan dengan perantaraan kurir atau melalui kantor pos, atau

telegram, bahkan juga dapat melalui pesan SMS atau mengirimkan rekaman

kaset.

Sedangkan yang dimaksud menyampaikan dengan dituliskan, ialah si

pembuat datang menghadap kepada penguasa yang berwenang. Kemudian

menyampaikan pengaduan atau pemberitahuan tentang seseorang yang disertai

permintaan pada pejabat tersebut agar supaya isi pengaduan atau

pemberitahuannya dituliskan. Inisiatif untuk dituliskannya pengaduan atau

pemberitahuan harus dari si pembuat, bukan dari pejabatnya. Tentang apa yang

diadukan atau diberitahukan adalah mengenai seseorang tertentu, bukan perbuatan

seseorang, dan isinya adalah palsu. Jadi yang palsu atau tidak benar bukanlah

perbuatan yang dilaporkan, tetapi orangnya yang dilaporkan atau diadukan itu

yang palsu. Misalnya ada pencurian, si A mengajukan pelaporan tentang adanya

pencurian dirumahnya dan dia menyebut si B sebagai pembuatnya, padahal

diketahuinya bukan si B, ini palsu karena yang benar adalah si C. Tentu saja

kehormatan atau nama baik si B tercemarkan karena itu. Bisa saja terjadi bahwa

pencurian yang dilaporkan memang benar-benar ada.

Perbuatan apa yang dilaporkan itu adalah segala perbuatan yang

memalukan orang, maka pejabat yang menerima pengaduan atau pemberitahuan

itu tidaklah harus pejabat kepolisian, atau pejabat kejaksaan. Boleh pejabat

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

59

administratif, asalkan pejabat administratif tersebut oleh aturan atau kebiasaan

umum diperkenankan atau berwenang untuk menerima pengaduan atau

pemberitahuan serta berwenang menanganinya.

6. Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)

“Barangsiapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu

persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan sesuatu perbuatan

pidana, diancam, karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.”

Adapun unsur dari pasal 318 KUHP sebagai berikut :

1. Unsur Objektif:

a. Perbuatannya: suatu perbuatan

b. Akibat: menimbulkan secara palsu persangkaan pada seseorang bahwa

dia melakukan suatu tindak pidana.

2. Unsur subjektif:Kesalahan: dengan sengaja

R. Sugandhi., S.H. memebrikan penjelasan yang di ancam dalam

ketentuan pasal ini adalah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan

yang menyebabkan orang lain secar tidak benar terlibat dalam suatu tidak pidana

misalnya : dengan menaruh diam-diam suatu barang yang asal dari kejahatan ,

dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan perbuatan yang di tuduhka.

Dalam ketentuan pasal tersebut hanya menyebutkan bahwa perbuatan

pencemaran nama baik tersebut dilakukan dengan cara baik secar lisan maupun

dengan secara tertulis tanpa menggunaka alat yang berbasis elektronik. Unsur

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

60

Objektif: Sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan

terhadap seseorang bahwa dia melakukan sesuatu perbuatan pidana.

Unsur Subjektif: Dengan sengaja.

Perbuatan yang dilarang adalah Dengan sengaja melakukan perbuatan

dengan maksud menuduh seseorang secara palsu, bahwa ia telah melakukan

perbuatan yang dapat dihukum (tindak pidana), tuduhan mana ternyata

palsu. Dalam kejahatan ini, terhadap seseorang yang tidak ada hubungannya

dengan seseuatu tindak pidana yang telah terjadi, dilakukan suatu perbuatan,

hingga ia dicurigai sebagai pelaku dari tindak pidana itu.Semua penghinaan ini

hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang atau korban, yang dikenal

dengan delik aduan, kecuali bila penghinaan ini dilakukan terhadap seseorang

pegawai negeri pada waktu sedang menjalankan tugasnya secara sah. Objek dari

penghinaan-penghinaan diatas haruslah manusia perorangan, maksudnya bukan

instansi pemerintah, pengurus suatu organisasi, segolongan penduduk, dan

sebagainya. Supaya dapat dihukum dengan pasal menista atau pencemaran nama

baik, maka penghinaan harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah

melakukan perbuatan yang tertentu dengan maksud tuduhan itu akan diketahui

oleh banyak orang baik secara lisan maupun tertulis, atau kejahatan menista ini

tidak perlu dilakukan di muka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa

terdakwa bermaksud menyiarkan tuduhan itu.

7. Penghinaan terhadap orang yang sudah meninggal Pasal 320 KUHP.

“Barangsiapa terhadap seseorang yang sudah mati melakukan perbuatan

yang kalau orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau

pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan

2 minggu atau pidana denda paling banyak

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

61

Unsur lebih jelasnya unsur-unsur pencemaran terhadap orang yang sudah

meninggal (Pasal 320 ayat 1) juncto Pasal 310 ayat (1) adalah sebagai berikut:

a) Unsur objektif:

Perbuatan: menyerang

Objeknya (1) kehormatan orang yang sudah meninggal (2) nama baik

orang yang sudah meninggal

Caranya: dengan menuduhkan suatu perbuatan

Yang merupakan pencemaran jika orang itu masih hidup.

b) Unsur subjektif: Kesalahan (dengan sengaja)

Penghinaan mengenai orang yang meninggal dengan perbuatan menyiarkan,

mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau gambar dimuka umum yang

isinya mencemarkan nama baiknya dirumuskan dalam Pasal 321 ayat (1).

“Barangsiapa menyiarkan, secara terbuka mempertunjukan atau

menempelkan tuliasan atau gambar yang isinya menghina atau mencemarkan

bagi orang yang sudah meninggal dunia, dengan maksud supaya isi surat

atau gambar itu diketahui atau lebih di ketahui umum, diancam dengan

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Mengenai kehajatan penghinaan terhadap orang yng meinggal dimuat dalam ayat

(1) yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

Unsur objektif:

1. Pembuatanya

Menyiarkan

Mempertunjukkan secara terbuka

Menempelkan

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

62

2. Secara terbuka

3. Objeknya :

Tulisan

Gambar yang isinya menghina atau mencemarkan orang yang

sudah meninggal

Unsur-unsur subjektif adalah Kesalahan yang dimana dengan maksud upaya isi

surat atau gambar diketahui atau lebih diketahui umum.

2. Rumusan Tindak pidana pencemaran nama baik dalam Undang-undang

Informasi dan transaksi elektronik

a. Undang – undang Nomer 19 tahun 2016 Perubahan atas Undang - undang

Nomer 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektroni sebelum

revisi

Sedangkan bunyi pasal 27 ayat 3 Jo pasal 45 setelah adanya revisi terhadap

UU ITE sebagai berikut :

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/

atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya informasi

Elektronik dan / atau dokumen elektronik yang memeliki muatan

penghinaan dan / atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud

dalam pasal 27 ayat (3), dengan ketentuan pidana penjara palig lama 4

(empat) tahun dan / atau denda paling banyak Rp750.000.00,00 (Tujuh

ratus lima puluh juta rupiah).

Dengan unsur ojketif dan subjektifnya berikut pengurainnya :

1. Perbuatan:

Mendistribusikan

Mentransmisikan

Membuat dapat diaksesnya suatu data elektronik.

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

63

2. Melawan hukum, yaitu yang dimaksud dengan Tanpa hak.

3. Obyeknya adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang

memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Unsur subyektifnya adalah berupa kesalahan, yaitu yang dimaksud dengan

Dengan sengaja. Ketiga perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, dan

membuat dapat diaksesnya suatu informasi dan/atau dokumen elektronik tidak

dapat diketemukan penjelasannya di dalam UU ITE tersebut baik dari sisi yuridis

maupun sisi IT.

Seperti halnya unsur perbuatan, objek tindak pidana selalu dicantumkan

secara tegas dalam setiap rumusan tindak pidana. mengetahui unsur objek tidak

sulit. Karena hampir pasti diletakkan di depan unsur perbuatnnya. Ada tiga (3) hal

yang perlu dipahami mengenai anak kalimat “ yang memiliki muatan penghinaan

dan / atau pencemaran nama baik” dalam rumusan tindak pidana pasal 27 ayat

(3) UU ITE .

1) Unsur tersbut merupakan unsur keadaan yang menyertai yang melekat

pada objek informasi dan/atau dokumen elektronik. meski pun dua

unsur ini dapat dibedakan, namun tidak dapat di pisahkan.

2) Kedua pada unsur inilah melekat /letak sifat melawan hukum

perbuatan mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan/atau

memebuat dapat diaksesnya informasi elektronik. sekaligus

didalamnya diletakkan maksud dan tujuan dibentukanya tindak pidana

ini. Sebagai memeberi perlindungan hukum terhadap harga diri,

martabat mengenai nama baik dan kehormatan orang.

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

64

3) Sebagai indikator bahwa tindak pidana ini merupakan lex specialis

dari bentuk – bentuk penghinaan umum, utamanya pencemaaran nama

baik dalam KUHP.

Ada 6 indikator lex spesialis, penghinaan dalam pasal 27 ayat (3) jo 45 ayat

(1) UU ITE merupaka lex spesialis dari macam – macam bentuk penghinaan

dalam KUHP, khususnya pencemaran. Unsur lex generalis yang harus ada dalam

penghinaan UU ITE, ialah salah satu bentuk – bentuk penghinaan dalam

penghinaan UU ITE, beikut merupakan frasa penghinaan dalam UU ITE :

a. Dalam frasa yang memeliki muatan penghinaan, khususnya kata/unsur

penghinaan dalam kalimat rumusan pasal 27 ayat (3) tersbut mengandug

makna yuridis adalah semua bentuk penghinaan dalam Bab XVI buku II

KUHP. Mulai pencemaran, fitnah, penghinaan ringan, pengaduan fitnah,

menimbulkan prasangka palsu sampai penghinaan pada orang mati.

b. Dalam frasa pencemran nama baik sudah dapat dipastikan, bahwa

maksudnya adalah pencemaran dalam pasal 210 ayat (1) KUHP. Hanya

saja rumusan dalam pasal 27 ayat (3) tersebut kurang lengkap. Tidak

penyebutkan objek pencemaran yang lain ialah kehormatan (eer). Harga

diri dibidang nama baik (goeden namm) itu merupakan salah satu saja dari

objek pencemaran, selain kehormatan (eer).44

Kejanggalan dalam penulisan frasa “penghinaan dan/atau pencemaran nama

baik”. Dikarnakan kurang tepatnya penempatan frasa tersebut. Bahwa penghinaan

(beleeding) bukan nama/kualifikasi sebuah tindak pidana. tapi merupakan suatu

44 Adam chazawi,2009. Hukum pidana positif penhinaan tindak pidana menyerang

kepentingan hukum mengenai martabat kehormatan dan martabat nama baik orang bersifat

pribadi maupun komunal. Surabaya CV. Putra media nusantara . Hal.291

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

65

kelompok tindak pidana yang memilik kesamaan sifat maupun arti. Terutama

dalam kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh kejahatan – kejahatan

tersbut.

Kata “ atau pencemaran nama baik “ setelah kata penghinaan, tidak dibedakan

namaun dalam penhinaan terdapay pencemran nama baik. Akan tetapi maksud

dari pembentuk UU ITE dari banyaknya nemtuk penghinaan dalam Bab XVI

buku II KUHP tersbut, yang di maksud dan diutamakan adalam pencemaran.

Dalam KUHP terdapat juga tindak pidana penhhinaan khusus, yang terdapat

dalam pasal : 134, 136 bis, 137 (ketiga pasal tersbut sudah dicabut), 142, 142a,

143, 144, 154a, 154 dan 155 (tidak berlaku), 156, 156a, 157, 207, 208 KUHP.

Penyebutan dalam pasal pasal KUHP tersbut tidak menggunakan 6 indikator lex

spesialis. Melainkan berdasarkan sifat umum dalam penghinaan, sifat umum

tersbut adalah, bahwa penghinaan merupakan menyerang rasa harga diri mengenai

kehormatan dan nama baik invidu atau sekelompok orang. Semua prasaan tersbut

membuat orang tidak nyaman dan menyakitkan berdasarkan sifat umum

penghinaan, maka penghinaan dalam pasal tersbut dengan alasan apapun harus di

terima sebagai bagian dari bentuk – bentuk penghinaan.

Tidak ada alasan yang kuat untuk menolak bahwa penghinaan khusus dalam

UU ITE ini dapat juga diberlakukan pada bentuk – bentuk penghinaan khusus

yang terdapat dalam KUHP asalkan dapat terpenuhinya semua unsur – unsur

khusus dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE. Baik perbuatnnya maupun objeknya,

perbuatn mendistribusikan, menstranmisikan, memebuat dapat diaksesnya,

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

66

objeknya adalah informasi elektronik atau dokumen elektronik, dimana isinya

bersifat menghina perorangan maupun kelompik.

Perubahan hanya menambah penjelasan Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan

ayat (4) agar lebih harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di

Indonesia. Dan perubahan yang signifikan terdapat pada sanksi pidananya yang

sebelumnya pidana kurungan 6 tahun menjadi 4 tahun penjara, dan pidana denda

yang sebelumnya Rp1000.0000.000,00 (satu milyar rupiah) menjadi

Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh rupiah. Dalam revisi undang – udang

Informasi dan transaksi elektronik tersbur terdapat beberpa poin – poin antara lai :

a. Pencemaran nama baik melalui informasi dan transaksi elektroni adalah

delik aduan.

b. Ancaman pidana pencemaran nama baik turun dari 6 tahn menjadi 4 tahun

penjara.

c. Informasi atau dokumen elektronik bisa menjadi alat bukti hukum yang

sah.

d. Tata cara pengeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahan disesuaikan

dengan KUHP.

e. PPNS berwenang memutus akses terkait dengan tindak pidana teknologi

iformasi.

f. Penyelenggaraan sistem elektronik wajib menghapus konten yang tidak

relevan atas permintaan pihak terkait berdasarkan ketetpan pengadilan.

g. Pemerintah wajib memutus akses terhadap informasi yang memeliki

muatan yang melanggar undang – undang.45

Secara esensi penghinaan atau pencemaran nama baik merupakan perbuatan

menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga nama baik orang

tersebut tercemar atau rusak. Dalam menentukan adanya penghinaan atau

pencemran nama baik, yang perlu di pahami adalah konteks dan konten dari

pencemran nama baik. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara

hakiki hanya bisa disrasakan oleh seorang yang merasa nama baiknya tercemar.

45 Kominfo.go.id diakses tanggal 17 juni 2017 pukul 01.12 WIB

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

67

Dengan kata lain korbanlah yang dapat menilai subyektif tentang konteks atau

bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang dirasa telah menyerang

kehormatan atau nama baiknya. Konstitusi memeberikan perlindungan terhadap

harkat martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi manusia. Oleh karena itu,

perlindungan hukum diberikan kepada korban, dan bukan kepada orang lain.

Sebab orang lain tidak bisa menilai sama seperti penilaian korban.

Konteks berperan memberikan nilai obyektif terhadap konten. Pemahaman

akan konteks mencakup gambaran mengenai suasana hati korban dan pelaku,

maksud dan tujuan pelaku dalam menyebarluaskan informasi, serta kepentingan –

kepentingan yang ada di dalam penyebarluasan konten. Oleh karena itu dalam

memahami konteks, mungkin diperlukan pendapat ahli.

Secara historis ketentuan pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan

penghinaan atau pencemaran nama baik yang di atur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP). Khususnya pasal 310 dan pasal 311 KUHP.

Dalam KUHP diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan.

Tidak adanya ketentuan yang tegas bahwa pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan

delik aduan, kerap dipermasalahkan dalam menerapkan ketentuan ini, dari

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 mengenai konstitusional

pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan. Dalam dalam pertimbangan

mahkamah konstitusi butir [3.17.1] di nyatakan:

Bahwa terlepas dari pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam

paragraf terdahulu, keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE

tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal

311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

68

(klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan

yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga

harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk

dapat dituntut di depan Pengadilan;

3. Perbandingan pasal tindak pidan pencemaran nama baik dalam KUHP

dengan UU ITE .

Dari pemapara penjelasan pasal tindak pidan pencemaran nama baik dalam

ketenuan yang dalam KUHP dengan UU ITE yakni :

Dalam KUHP pasal pencemaran nama baik terdapa dalam beberapa pasal

antara lain Pasal 310 s.d 321 KUHP dengan bebrapa pembagian tindak pidana

pencemaran nama baik menurut R.Soesilo ada 6 (enam) antara lain : 1) Penistaan.

2) Penistaan dengan Surat. 3) Fitnah 4) Penghinaan Ringan 5) Pengaduan palsu

ata pengaduan Fitnah. 6) Perbuatn fitnah 7) menghina mengenai orang yang

meninggal.

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

69

Tabel.1 Perbandingan Rumusan Pasal Pencemaran Nam Baik Dalam KUHP Dan Dalam Undang-Undang Informasi Dan Transaksi

Elektronik

No. KUHP Unsur Objektif Unsur Subyketif UU

ITE

Unsur Objektif Unsur

Objektif

1. Pasal 310 ayat

(1) (Pencemaran)

1. Barang siapa.

2. Menyerang nama

baik “sesorang”

3. Dan menuduh

suatu hal

1. Dengan maksud

yang jelas agar

hal itu di

ketahui umum

2. Dengan sengaja

Pasal

27

Ayat 3

1. Perbuatan.

a. Mendistribusikan

b. Menstransmisikan

c. Membuat dapat di

aksesnya suatu data

elektronik.

Berupa

kesalahan

yakni

“Dengan

Sengaja “

2. Pasal 310 ayat

(2) (Penistaan

dengan surat)

Terdapat pada pasal

310 ayat 1

1. Menuduhkan

melakukan

perbuatan

dengan cara /

melalui tulisan,

gambar

a. Yang

disiarkan

b. Yang

dipertunjuk

an

c. Yang di

tempel

2. Secara terbuka

3. Pasal 311

(Fitnah)

Semua unsur yang

terdapat dalam pasal

Semua unsur yang

terdapat dalam

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

70

310 ayat (1)

Semua unsur yang

terdapat dalam pasal

311 ayat (2)

pasal 310 ayat (1)

Semua unsur yang

terdapat dalam

pasal 311 ayat (2)

4. Pasal 315

(Penghinaan

ringan)

1. Perbuatan

“menyerang”

2. Kehormatan dan

nama baik orang

3. Caranya :

Dengan lisan di

muka umum

Tulisan di muka

umum

Lisan di korban

Perbuatan di

depan korban

Dengan surat

yang dikirm ke

korban

Tidak bersifat

pencemaran

atau

pencemaran

tertulis.

Dengan sengaja

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

71

5. Pasal 317

(Pengaduan Palsu

atau pengaduan

fitnah)

a. Perbuatan,

mengajukan

pengaduan,

mengajukan

pemberitahuan

b. Caranya, tertulis,

dituliskan

c. Tentang sesorang

d. Yang isinya palsu

e. Kepada penguasa.

f. Sehingga

kehormatannya

atau nama baiknya

terserang

Dengan sengaja

6. Pasal 318

(Perbuatan

Fitnah)

1. Perbuatnnya :

suatu perbuatan

2. Akibat :

menimbulkan

secara palsu

persangkaan pada

sesorang bahwa

dia melakukan

suatu perbuatan

Dengan sengaja

7. Pasal 320

(Penghinaan

terhadap orang

yang sudah

a. Perbuatan

menyerang

b. Kehormatan

orang yang

sudah

Dengan sengaja.

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

72

meninggal) meninggal.

c. Dengan

menuduhkan

suatu

perbuatan

d. Yang

merupakan

pencemaran

jika orang itu

masih hidup

Sumber KUHP BAB XIV dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

73

Banyak pakar yang menggunakan istilah Menista. Perkataan Menista

berasal dari kata Nista. Sebagian pakar menggunakan kata Celaan. Perbedaan

istilah tersebut disebabkan penggunaan kata-kata dalam menerjemahkan kata

Smaad dari Bahasa Belanda. Kata Nista dan kata Celaan merupakan kata sinonim.

Perbedaan antara pasal yang tertera dalam KUHP dan UU ITE terletak

hanya pada tata letak atau urutan pengaturan berbagai perbuatan tersebut. Jika

konvensi memulai dengan perbuatan yang terkategorikan sebagai cyber crime

dalam arti sempit (murni), maka pengaturan dalam UU ITE tidak mengikuti pola

tersebut. Perbedaan pendapat soal substansi Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ada

pendapat bahwa penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE berkaitan dengan Pasal 310

KUHPidana, yang mana unsur “di muka umum” berlaku pula dalam penyebaran

informasi elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik,

misalnya informasi elektronik yang disebarkan lewat email dikatakan tidak

memenuhi unsur di muka umum karena sifatnya tertutup antar individu.

Sementara, pendapat lain bahwa unsur di muka umum tidak dapat digunakan

dalam penyebaran informasi elektronik karena kekhususan penyebaran informasi

elektronik: cepat, berbagai jalur (seperti email, web, sms), dan jangkauan yang

lebih luas, sehingga informasi elektronik yang disebarkan lewat email tidak perlu

dipersoalkan dan dikaitkan dengan unsur di muka umum, dan UU ITE

menjangkau semua jenis penyebaran informasi elektronik baik tertutup (misalnya

lewat email), ataupun terbuka (misalnya lewat website).

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 atas Judicial

Review Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008, Mahkamah

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

74

Konstitusi berpendapat bahwa “penghinaan yang diatur dalam KUHP (penghinaan

off line) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran nama baik

yang dilakukan di dunia siber (penghinaan on line) karena ada unsur “di muka

umum”. Dapatkah perkataan unsur “diketahui umum”, “di muka umum”, dan

“disiarkan” dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mencakup ekspresi dunia

maya? Memasukkan dunia maya ke dalam pengertian “diketahui umum”, “di

muka umum”, dan “disiarkan” sebagaimana dalam KUHP, secara harfiah kurang

memadai, sehingga diperlukan rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata

“mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat

diakses” muatan pencemaran nama baik”.

Berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut dapat disimpulkan

bahwa unsur ‘di muka umum’ tidak menjadi unsur dalam penyebaran informasi

elektronik. Dalam UU ITE telah diatur rumusan khusus yang bersifat ekstensif

yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat

dapat diakses”. Ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan pengertiannya sebagai

berikut:

Mendistribusikan adalah perbuatan menyebarluaskan informasi atau dokumen

elektronik melalui media elektronik, seperti web, mailing list.

Mentransmisikan adalah perbuatan mengirimkan, memancarkan, atau

meneruskan informasi melalui perangkat telekomunikasi, seperti Handphone,

Email.

Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan

dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

75

satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-

VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan

seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3)

UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-

prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak

sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang

lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk

pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak

terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310

ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang

kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang

maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Disini penulis mencoba

memabndingkan subtansi pembuktian dari pencemaran nama baik dalam KUHP

dan Undang – undang Informasi dan Transaksi elektronik:

Table 2. Perbandingan subtansi pembuktian pencemaran nama baik dalam KUHP

maupun dalam Undang – undang Informasi dan transaksi elektronik

Pencemaran nama baik dalam KUHP Pencemaran nama baik dalam UU ITE

A. Pencemaran nama baik secara

lisan dapat dibuktikan dengan:

1. Delik aduan oleh korban

pencemaran nama baik.

2. Keterangan saksi sesui dengan

ketentuan pasal 1 angka 27

KUHAP.

a. Yang saksi lihati sendiri;

b. Saksi dengar sendiri;

c. Dan saksi alami sendiri;

Yang bisa membuktikan pencemaran

nama baik dalam ketentuan pasal 27

ayat 3 UU ITE ini mengacu pada

ketentuan pasal 5 UU IT E sebagai

berikut :

(1) Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dan/atau

hasil cetaknya merupakan alat

bukti hukum yang sah.

Page 33: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

76

d. Serta dengan menyebutkan

alasan dari pengetahuannya

itu

B. Penceraman nama baik secara

tertulis dapat di buktikan

dengan alat bukti yang sah

sesuai dengan ketentuan pasal

184 KUHAP ayat (1) :

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

(2) Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dan/atau

hasil cetaknya sebagaimana

dimaksud pada ayat(1)

merupakan perluasan dari alat

bukti yang sah sesuai dengan

Hukum Acara yang berlaku di

Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dinyatakan

sah apabila menggunakan

Sistem Elektronik sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam

Undang- Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku untuk:

Surat yang menurut

Undang-Undang harus

dibuat dalam bentuk

tertulis; dan

Surat beserta

dokumennya yang

menurut Undang-

Undang harus dibuat

dalam bentuk akta

notaris atau akta yang

dibuat oleh pejabat

pembuat akta.

Sumber dari KUHP, UU ITE No.11 tahun 2008. Dan UU No.19 Tahun 2016 atas

perubahan UU ITE nomer 11 tahun 2008

Dari pemaparan alat bukti di atas perlunya keterangan ahli dan uji forensik

terhadap alat bukti yang di paparkan oleh pasal 5 tersbut.

Hal ini terlihat bahwa pasal pertama yang mengatur tentang cybercrime

tersbut, justru mengatur perbuatan yang sebenarnya merupakan tindak pidana

Page 34: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

77

konvensional (ada dalam ketentuan KUHP). Hanya saja sekarang dilakukan

dengan media komputer berikut jaringannya, berikut ini merupakan tabel dari

perbandingan antara tindak pidana dalam kentuan KUHP dan dalam ketentuan

Undang-undang

Nomer 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektroni.Dan

Undang-undang Nomer 19 tahun 2016 atas perubahan Undang – undang Nomer

11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektroni:

Page 35: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

78

Tabel 3. Perbandingan Sanksi Pidana Pencemaran Nama Baik Dalam KUHP Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi

Elektronik

No

BAB XVI PENGHINAAN

KUHP

SANKSI UU ITE

SEBELUM

REVISI

SANKSI UU ITE

SESUDAH

REVISI

SANKSI

1. PASAL 310 KUHP, barang

siapa dengan sengaja

menyerang atau nam abaik

seseorang dengan

menuduhkan suatu hal dengan

maksud yang jelas agar hal itu

diketahui umum

Pidana 9

(sembilan)

bulan penjara

atau pidana

sebanyak

Rp.4500

Setiap Orang

dengan sengaja

dan tanpa hak

mendistribusikan

dan/atau

mentransmisikan

dan/atau

membuat dapat

diaksesnya

Informasi

Elektronik

dan/atau

Dokumen

Elektronik yang

memiliki muatan

penghinaan

dan/atau

pencemaran

nama baik.

Pidana 6 (enam)

tahun penjara atau

denda

Rp.1000.0000.000

(1miliyar rupiah)

Setiap Orang

dengan sengaja

dan tanpa hak

mendistribusikan

dan/atau

mentransmisikan

dan/atau

membuat dapat

diaksesnya

Informasi

Elektronik

dan/atau

Dokumen

Elektronik yang

memiliki muatan

penghinaan

dan/atau

pencemaran

nama baik.

Pidana 4

(empat) tahun

penjara atau

denda

Rp.750.000.000

(tujuh ratus lima

puluh juta

rupiah)

Page 36: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

79

2. PASAL 310 AYAT (2), Jika

hal itu dilakukandengan

tulisan atau gambaran yang

disiarkan,dipertunjukkan atau

ditempelkan di mukaumum

Penjara1

(satu) Tahun 4

(empat) bulan

atau denda

paling banyak

Rp.4500,-

3. Pasal 311 Jika yang

melakukankejahatan

pencemaran ataupencemaran

tertulis dibolehkan

untukmembuktikan apa

yangdituduhkan itu

benar, tidakmembuktikannya,

dantuduhan

dilakukanbertentangan dengan

apayang diketahui,

Penjara 4

(empat) tahun

4. Pasal 316 Jika yang dihina

adalahseorang pejabat

padawaktu atau

karenamenjalankan

tugasnyayang sah

Pidana pokok

di tambah

sepertiga

Page 37: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

80

6. Pasal 317 Barang siapa

dengansengaja

mengajukanpengaduan

ataupemberitahuan

palsukepada penguasa,

baiksecara tertulis

maupununtuk dituliskan,

tentangseseorang

sehinggakehormatan atau

namabaiknya terserang

Penjara 4

tahun

7. Pasal 318 Barang siapa

dengansesuatu perbuatan

sengajamenimbulkan secara

palsupersangkaan

terhadapseseorang bahwa

diamelakukan suatuperbuatan

pidana

Penjara 4

tahun

Page 38: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

81

8. Pasal 319 Penghinaan yang

diancamdengan pidana

menurutbab ini, tidak dituntut

jikatidak ada pengaduan

dariorang yang

terkenakejahatan itu,

kecualiberdasarkan pasal 316.

9. Pasal 320 Barang siapa

terhadapseseorang yang sudah

mati melakukan perbuatan

yangkalau orang itu masih

hidup akan merupakan

pencemaran atau pencemaran

tertulis

Penjara 4

(empat) bulan

2 (dua)

minggu atau

denda paling

banyak

Rp.4500,-

Page 39: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

82

10. Pasal 321 Barang siapa

menyiarkan,mempertunjukkan

ataumenempelkan di

mukaumum tulisan

ataugambaran yang

isinyamenghina atau bagi

orangyang sudah

matimencemarkan

namanya,dengan maksud

supaya isisurat atau gambar

ituditahui atau lehihdiketahui

oleh umum

Penjara 1

(satu) bulan

2 (dua)

minggu

atau denda

paling

banyak Rp.

4500,-

Sumber KUHP dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebelum dan sesudah revisi

Page 40: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

82

Dari tabel diatas bisa penulis simpulkan bahwa sebenarnya dalam KUHP

sendiri, Penghinaan sudah dianggap sebagai perbuatan yang dikriminalisasi,

dengan kata lain bahwa perbuatan tersebut meupakan perbuatan yang dibenci oleh

masyarakat karena merugikan atau dapat merugikan korban. Dengan demikian

sudah tidak perlu lagi dilakukan upaya mengkriminalisasian ulang atas perbuatan

tersebut.

Penerapan sanksi dalam, KUHP mengklasifikasikan sanksi sesuai dengan

tingkatan tindak pidana penghinaan yang dilakukan, misalnya penistaan lisan

(Pasal 310 ayat (1)), dikenakan hukuman penjara maksimal 9 (sembilan) bulan

atau denda Rp. 4500., sedangkan penistaan tertulis (Pasal 310 ayat (2)) dikenakan

hukuman penjara maksimal 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan atau denda Rp. 4500.

Dasar penjatuhannya sanksinya disesuaikan dengan tingkatan dari perbuatan yang

larang. Berbeda dengan tindak pidana penghinaan/pencemaran nama baik dalam

Pasal 27 ayat (3) UU ITE, setiap perbuatan yang diklasifikasikan sebagai

perbuatan penghinaan/pencemaran nama baik, diancam dengan penjara 6 (enam)

tahun dan atau denda Rp. 1Milyar.

Dalam ketentuan KUHP memberikan pemidanaan berdasarkan tingkatan

dari kejahatan atas tindak pidana penghinaan, bahkan dalam beberapa kejahatan,

pilihan pemidanaannya tidak komulatif, melainkan alternatif antara pidana penjara

atau pidana denda. Berbeda dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, atas tindak pidana

penghinaan, sanksi pidananya bersifat komulatif, antara penjara dan atau

denda.KUHP menjelaskan siapa yang menjadi subjek/korban penghinaan, yaitu

orang, berbeda dengan Pasal 27 ayat (3), tidak dijelaskan siapa yang menjadi

Page 41: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

83

subjek/korban dari penghinaan itu sendiri, apakah hanya orang saja atau dapat

selain orang. Hal ini jelas dapat menimbulkan tafsir yang beragam.

Selain itu KUHP juga memberikan alasan pembenar terkait dengan

penghinaan, yaitu jika perbuatan itu dilakukan demi kepentingan umum atau

karena terpaksa untuk membela diri. Selain itu, KUHP juga memberikan hak

untuk membuktikan tuduhan/fitnah tersebut (Pasal 312 KUHP), serta hanya bisa

dituntut jika ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan. Namun tidak

demikian dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang tidak memberikan alasan

pembenar, tidak memberikan hak untuk pembuktian, bahkan kategori deliknyapun

adalah tindak pidana biasa yang bisa dilaporkan oleh siapapun.

Secara yuridis, ketentuan pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), mengatur tentang penghinaan dan atau

pencemaran nama baik yang dilakukan dengan menggunakan media sistem

elektronik. Adapun rumusan norma dari pasal a quo menegaskan sebagai berikut :

"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik". Secara substansi pasal 27 ayat (3) Undang-Undang a quo

hampir memiliki kesamaan dengan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik

yang diatur dalam pasal 10 KUHP. Hanya saja pasal 27 ayat (3) tersebut

dikhususkan untuk penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik dalam dunia

media elektronik.

Page 42: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

84

Namun perjalanannya keberadaan UU ITE khususnya pasal 27 ayat (3)

tersebut, akhirnya dirasakan jauh panggang dari api, ketika proses demokratisasi

di Indonesia yang hendak mengedepankan perlindungan atas hak-hak

konstitusional warganya seperti perlindungan dari rasa takut, kebebasan

berpendapat mengeluarkan pikiran, kebebasan berekspresi. Dengan alasan

tersebut, pada tahun 2008 pasca di Undangkan UU No. 11 Tahun 2008,

Narliswandi Piliang alias Iwan Piliang melalui kuasanya Nugraha Abdulkadir,

S.H., M.H, dkk. Mengajukan uji materiil terhadap legalitas konstitusional Pasal 27

ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik kepada Mahkamah Konstitusi, yang

tergambar dalam putusan Nomor 50/PUU-VI/2008. Dalam putusan a quo, lewat

pertimbangan hukumnya (ratio recidendi). Mahkamah Konstitusi memberikan

catatanterkait pasal 27 ayat (3).

Adapun bunyi pertimbangan hukum dalam putusan a quo adalah sebagai

berikut : Menimbang bahwa baik DPR maupun Ahli yang diajukan Pemerintah

telah menerangkan di depan persidangan Mahkamah bahwa Pasal 27 ayat (3) UU

ITE tidak mengatur norma hukum pidana baru, melainkan hanya mempertegas

berlakunya norma hukum pidana penghinaan dalam KUHP ke dalam Undang-

Undang baru karena ada unsur tambahan yang khusus yaitu adanya perkembangan

di bidang elektronik atau siber dengan karakteristik yang sangat khusus. Oleh

karena itu, penafsiran norma yang termuat dalam Pasal 27 ayat (3) UU a quo

mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, tidak bisa dilepaskan dari

norma hukum pidana yang termuat dalam Bab XVI tentang Penghinaan yang

Page 43: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

85

termuat dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, sehingga konstitusionalitas Pasal

27 ayat (3) UU ITE harus dikaitkan dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP;

Bahwa terlepas dari pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam

paragraf terdahulu, keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak

dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP

sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat

dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal

27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik

yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan;

Menurut penulisi, berdasarkan pertimbanga hukum dalam putusan a quo, unsur-

unsur dalam pasal 3010 dan 311 KUHP sebagai genus delict dari pasal 27 ayat (3)

UU ITE, harus terlebih dahulu dapat dibuktikan. Hal ini didasarkan bahwa

putusan Mahkamah Konstitusi memiliki sifat Final and Bindding, serta

melekatnya asas Erga Omnes(putusan mengikat semua pihak). Dalam pasal 310

KUHP mengatur tentang pencemaran nama baik secara lisan ataupun tulisan.

Adapun rumusan deliknya adalah sebagai berikut : 1) Barangsiapa sengaja

menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu

hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umu, diancam karena

pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 2) Jika hal itu dilakukan dengan

tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka

umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling

lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyka empat ribu lima

Page 44: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

86

ratus rupiah. 3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika

perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk

membela diri. Sementara pasal 311 KUHP mengatur tentang tindak pidana fitnah,

dengan rumusan delik sebagai berikut : 1) Jika yang melakukan kejahatan

pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang

dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan

dengan apa yang diketahui, maka dia adiancam melakukan fitnah dengan pidana

penjara paling lama empat tahun. 2) Pencabutan hak-hak berdasarkan Pasal 35

No. 1-3 dapat dijatuhkan. Adapun unsur-unsur dari pasal 310 KUHP adalah

sebagai berikut : 1. Unsur subjektif : barangsiapa 2. Unsur objektif : a. Sengaja b.

Menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. c. Dengan menuduhkan

sesuatu hal d. Yang maksudnya supaya diketahui umum Jadi, delik ini adalah

delik kesengajaan, artinya pelaku memang berkehendak mencemarkan nama baik

orang itu. Yang menjadi catatan menurut Prof. Andi Hamzah dalam bukunya yang

berjudul Delik-delik tertentu didalam KUHP , Jika yang dicemarkan nama

baiknya itu memang melakukan delik yang dituduhkan, maka tidak dapat dipidana

sebagai pelaku penghinaan.

Sehingga, ketika orang yang dituduhkan itu benar-benar melakukan apa

yang dituduhkan, maka kepada penuduh dibebaskan dari sifat melawan hukum

dan pertanggungjawaban pidana pasal 310 KUHP diatas. Unsur menyerang

kehormatan atau nama baik seseorang. Menurut Adami Chazawi dalam blog

pribadi beliau yang khusus membahas kekeliruan penghinaan dalam UU

ITE,Dalam unsur ini mengharuskan dan mewajibkan kejelasan nama

Page 45: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

87

orang/pribadi (identitas) tertentu sebagai pihak yang tertuduh. Identitas subjek

hukum orang/pribadi tertentu adalah, siapa namanya, apa jenis kelaminnya,

dimana dan kapan ia dilahirkan, berapa umurnya, dimana tempat tinggalnya, dan

lain sebagainya. Hal ini penting untuk menentukan siapa sebenarnya yang

menjadi korban delik dalam pasal 310 KUHP tersebut. Ketidakjelasan nama

pribadi (identitas) dalam objek hinaan, menjadikan objek hinaan tersebut menjadi

kabur, dan berimplikasi tidak terpenuhinya unsur kehormatan atau nama baik

seseorang sebagai unsur penting dalam pasal 310 KUHP. Unsur dengan

menuduhkan sesuatu hal. Sekali lagi yang harus dibuktikan dalam unsur ini adalah

ketidak benaran dari objek tuduhan yang dituduhkan kepada orang yang merasa

tertuduh.

Jika bisa dibuktikan isi/objek hinaan dari penuduh tersebut tidak benar

adanya, maka pelaku (penuduh) bisa dikenakan pasal 310 atau 311 KUHP tentang

fitnah. Namun apabila sebaliknya, dalam proses pembuktian ternyata isi/objek

hinaan dapat dibuktikan, atau bahkan diakui sendiri oleh korban selaku tertuduh,

maka terhadap pelaku tidak dapat dikenakan pasal 310 KUHP, sebagaimana

pendapat Prof. Andi Hamzah diatas.

Unsur yang maksudnya supaya diketahui umum. Adapun maksud dari

unsur delik ini adalah si pelaku ketika menuduhkan sesuatu hal yang tidak benar

tersebut, memiliki motif agar tuduhan tersebut tersebar ke khalayak ramai. Atau

dalam kata lain berita/ tuduhan tersebut menjangkau banyak orang dan tidak

terbatas. Sebab, jika tuduhan tersebut terbatas diketahui oleh orang lain, maka

menurut Simons dalam bukunya Lamintang, konten/isi hinaan tersebut bukan

Page 46: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

88

termasuk penghinaan. 3 catatan penting terkait dengan delik pencemaran nama

baik. pertama, delik itu bersifat amat subjektif. artinya, penilaian terhadap

pencemaran bernama baik amat bergantung pada orang atau pihak yang diserang

nama baiknya. kedua, pencemaran nama baik adalah delik pencemaran. artinya,

substansi yang berisi pencemaran disebarluaskan kepada umum atau dilakukan

didepan umum oleh pelaku. ketiga, orang yang melakukan pencemaran nama baik

dengan menuduh sesuatu hal yang dianggap menyerang nama baik seseorang atau

pihak lain harus diberi kesempatan untuk membuktikan tuduhan itu.

Menjadi catatan juga dalam unsur ini adalah ayat 3 dari pasal 310 KUHP

yang mengatur tentang penghapusan pertanggungjawaban pidana penghinaan,

apabila si penuduh melakukannya demi untuk kepentingan umum atau karena

terpaksa untuk membela diri. Ahli memberikan contoh, misalnya A

menyebarkan/menggunakan uang palsu dalam transaksi jual beli/ semisalnya,

kemudian si B karena mengetahui bahwa uang tersebut adalah uang palsu,

menyebarkan kepada masyarakat umum bahwa si A menyebarkan/menggunakan

uang palsu. Alasan si B dalam penyebaran berita tersebut dimaksudkan agar

masyarakat berhati-hati dan tidak menjadi korban dari penyebaran/penggunaan

uang palsu dari si A. Kaitannya dengan unsur, dengan sengaja dan tanpa hak

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Menurut ahli, secara hukum dengan menggunakan logika hukum terbalik, ada

juga orang punya hak dalam mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau

Page 47: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

89

membuat dapat diakssnya informasi elektronik/dokumen elektronik yang

memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Namun

problemnya siapa yang punya hak yang dimaksud dalam unsur tersebut. Dengan

menggunakan konstruksi hukum terbalik diatas, yang dimaksud orang yang punya

hak adalah orang yang mencemarkan kehormatan/ nama baik orang lain, tetapi

dimaksudkan/dilakukan demi kepentingan umum/ karena terpaksa untuk membela

diri sebagaimana pasal 310 ayat (3) KUHP.

B. Implementasi hukum dan implikasi terhadap pasal tindak pidana

pencemaran nama baik dalam ketentuan UU ITE maupun KUHP

a. Analisa penerapan Pasal 27 ayat (3) dalam UU ITE

Disini penulis mencoba menganalisa pengimplementasia atau penerapan

pasal pencemaran namabaik dengan memasukan kasus – kasus yang terkait

dengan pelanggaran tindak pidana pencemran nam baik melalui sarana media

sosial yang melanggar ketentuan pasal 27 ayat (3) UU ITE berikut analisanya:

Page 48: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

90

Tabel. 4 Contoh Kasus Dalam Putusan Pengadilan

No. Contoh kasus dalam

Putusan

Pertimbangan Majelis Hakim Penerapan Pasal Ketentuan pasal

seharusnya

1. Kasus Fajrika Mirza,

S.H (Perkara

No.1882/Pid.B/2012/Pn

.Jkt.sel)

Bahwa menenurut majelis hakim nama pada

suatu akun twitter bisa saja dibuat oleh orang

lain dengan membuat nama orang tertentu

maka dalam hal ini majelis sependapat

dengan tim Penasihat Hukum Terdakwa

dalam Pledoinya yang menyatakan bahwa

tidak terbukti akun twitter @fajriska adalah

milik terdakwa sehingga tidak terbukti pula

bahwa terdakwa telah sengaja dan tanpa hak

mendistirbusikan dan atau mentransmisikan

dan atau dapat diaksesnya informasi

elektronik dan atau dokumen elektronik

Fajriska Mirza menurut

hakim terbukti

melakukan tindak

pidana sebagai mana

dakwaan kesatu

Subsider yaitu

melanggar Pasal 317

ayat (1) KUHP dan

dipidana penjara 7

(tujuh) bulan.

Sudah terbukti

bahwasannya perbuatan

yang dilakukan adalah

mendistibusikan dan

menstransmisikan dan

atau dapat di aksesya

informasi elektronik

dan tau dokumen

elektronik.

2. Kasus Ende Mulyana

Aliyudin (Perkara

No.16/Pid.B/2014/PN.P

WK)

Menimbang, bahwa sesuai fakta tulisan-

tulisan terdakwa tersebut dipersidangan tidak

dapat dibuktikan kebenarannya dan sesuai

pertimbangan dalam unsur ke-2 merupakan

kata-kata dalam bahasa sunda yang kasar

merupakan kata-kata yang menghina dan

mencemarkan nama baik orang lain yaitu

saksi Dedi Mulyadi serta membuat isu

pertanyaan PKI adalah mencemarkan nama

Terdakwa terbukti

melakukan tindak

pidana sebagaimana

yang di atur dalam pasal

27 ayat (3) UU ITE

Penerepan sesui dengan

rumusan dalam pasal 27

ayat (3) yang memiliki

muatan

mendistribusikan dan

menstransmisikan dan

atau dapat di aksesnya

informasi elektronik

dan tau dokumen

Page 49: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

91

baik dari saksi Dedi Mulyadi elektronik. karna

terdakwa membuat

setatus dalam sosial

media facebook.

3. Kasus M. Arsyad

(Perkara

No.390/Pid.B/2014/PN.

MKS)

Pertimbangan hakim bahwasannya terdakwa

tidak bersalah .

Ketidak mampuan

penuntut umum untuk

membuktikan dalam

kasus tersebut

Bahwasannya

pembukita dari kasus ini

sanyat dan harus teliti,

dan perlunya pendapat

ahli dan uji forensik

terhadap siapa yang

menjadi pemilik atas

akun BBM tersbut

4. Kasus Ervani Emy H.

(Perkara No.

196/Pid.Sus/2014/PN.B

TL)

Menimbang berdasarkan uraian

pertimbangan tersebut Majelis berpendapat

perbuatan terdakwa termasuk kesengajaan

secara keinsyafan kemungkinan (opzet bij

mogelijkheid-bewustzijn) yaitu terdakwa

memposting status facebook dengan maksud

menuangkan keluh kesahnya dan kritiknya

kemudian akan menyinggung orang lain dan

ternyata status tersebut telah menyinggung

saksi Diah Sarastuty alias Ayas namun

Majelis berpendapat perbautan terdakwa

memposting status di facebook bukan

bermuatan penghinaan, pencemaran nama

Terdakwa terbukti

melakukan tindak

pidana sebagaimana

yang di atur dalam pasal

27 ayat (3) UU ITE.

Akibat curhatannya di

sosial media facebook

Unsur terpenuhi dan

terdakwa di dakwa

dengan pasal 27 ayat 3

Jo pasal 45 UU ITE dan

pasal 310 ayat 1 KUHP

dan pasal 311 ayat 1

KUHP

Page 50: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

92

baik ataupun fitnah

5. Kasus Rima Taha

(Perkara No.

199/Pid.B/2013/PN.GT

LO)

Menimbang, bahwa dalam delik pencemaran

atau penghinaanharus jelas dan kongkret

subyek hukum yang menjadi korban dantidak

bisa digeneralisir secara umum. selanjutnya

setelah MajelisHakim mencermati kata-kata

yang di-Upload terdakwa tersebut,yaitu

“dikota Gorontalo telah terjadi

penyimpangan dana DPIDsebesar RP

9.604.776.073 Tahun Anggaran 2010”,

Majelis Hakim berpendapat bahwa kata-kata

tersebut sama sekali tidak menujukkan

adanya subyek hukum yang dituju dengan

jelas atau konkret, kata-kata “di kota

Gorontalo” tidaklah serta merta

menunjukkan Pemerintah Kota yang saat itu

dipimpin oleh Walikota Adhan Dambea,

melainkan bermakna majemuk, yaitu dapat

bermakna siapa saja yang ada di kota

Gorontalo, baikperorangan maupun

organisasi

Beralasan karna

lemahnya unsur, hemat

penulis bahwasannya

unsurnya terpenuhi dan

menggunaka sosial

media untu melakukan

pecemaran tersbut

Unsur terpenuhi namun

alasan dari siapa yang

menjadi pelaku dan

korban .kembali lagi ke

delik aduan. Dan

pembuktian secara

terperinci dan ahli

forensik.

6. Kasus Lely Bahrudin

(Perkara

No.40/Pid.B/2012/PN.S

Menimbang, bahwa selain itu juga Terdakwa

mengirimkan sms kepada orang tua Angri

Syariati, SH yang kalimatnya sebagai berikut

“bapakmu itu germo kenapa bukan kau

Di terapkan pasal 311

aya (1) KUHP

Nyatanya perbuatan yag

di lakukan oleh

terdakwa merupakan

pelanggaran terhadap

Page 51: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

93

RG) sajayang dijual ke teman-temannya,“ jadi

bukan Angri Syariati, SH saja yang merasa

tidak enak dan malu tetapi juga Bapak Angri

Syariati,SH, selain itu sms tersebut suami

Angri Syariati, SH juga mengetahuinya dan

keluarga suami juga Mengetahuinya”

ketentuan ITE yang

mana menggunakan

sarana komunikasi SMS

lewat telepon genggam.

7. Kasus Syamsuddin

(Perkara

No.53/Pid.B/2012/PN.

RGT.TLK)

Majelis hakim yang menyidangkan perkara

aquo menyatakan Terdakwa terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana memfitnah. Dalam

pertimbangannya, Majelis hakim

menyebutkan bahwa SMS yang dikirim oleh

Terdakwa telah menyebar kemana-mana,

yaitu ke Prof. Dr. Isjoni Ishaq, Asmar

Rasyid, H. Sukarmis, Nedi Yasman dan

Zulwasman, sehingga unsur maksudnya

terang supaya diketahui oleh umum

terpenuhi. Selanjutnya, Kata “Sukamis”

dalam SMS tersebut jelas merujuk kepada

orang yang bernama Sukarmis, yaitu Bupati

Kuantan Singgingi, dan tuduhan melalui

SMS tersebut tidaklah dapat dibuktikan

kebenarannya oleh Terdakwa,

Di terapkan pasal 311

aya (1) KUHP

Nyatanya perbuatan yag

di lakukan oleh

terdakwa merupakan

pelanggaran terhadap

ketentuan ITE yang

mana menggunakan

sarana komunikasi SMS

lewat telepon genggam.

Sumber putusan pengadila

Page 52: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

94

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat persoalan

ketidak jelasan subjek hukum yang menjadi korban dalam tindak pidana

penghinaan UU ITE, sehingga majelis hakim merujuk pada tindak pidana

Penghinaan dalam KUHP dengan memberikan catatan bahwa korban penghinaan

haruslah jelas dan konkret. Dalam pembuktian unsurpun terlihat bahwa majelis

hakim menggunakan interpretasi tindak pidana penghinaan KUHP.

Dari beberapa kasus tersebut di atas, setidaknya dapat dilihat beberapa

persoalan yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang semakin

memperkuat bahwa keberadaan Pasal ini sebagai “Pasal karet” yang dapat ditarik

sesuai dengan kepentingan, yaitu:

1. Lemahnya niat atau unsur sengaja dalam rumusan.

Dalam kaitan dengan pasal 310 KUHPidana, maka dalam pasal-

pasaltentang pencemaran/penistaan (penghinaan) atau “smaad”, seperti

halnya Pasal 310 ayat (1) dan (2) KUHPidana, terdapat kata-kata sebagai

unsur tindak pidana, yaitu “dengan sengaja” di muka kata-kata

“menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Walaupun pelaku

pencemaran nama baik memberikan alasan pembelaan bahwa Pelaku tidak

mempunyai “maksud” (niat) atau tidak terbukti secara “sengaja” untuk

melakukan penghinaan, yang seakan akan untuk menghindari adanya

“opzet” (sengaja) sebagai salah satu unsur dari pasal 310 KUHPidana.

2. Tidak jelas bestanddeel delict dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE

Beberapa elemen penting lainnya dalam mengartikan pasal ini justru tidak

dijelaskan dalam UU ITE yakni pengertian“mendistribusikan”, pengertian

Page 53: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

95

”mentranmisikan” dan juga pengertian “membuat dapat diaksesnya” juga

tidak dijelaskan dalam UU ini.

3. Unsur penghinaan dan pencemaran nama baik kabur.

Tidak ada kejelasan Muatan penghinaan atau pencemaran nama baik maka

untuk menghindari subyektifitas maka akhirnya frase itu kemudian mau

tidak mau harus menginduk atau merujuk ke norma awal dari pasal pidana

yang terkait yakni yang diatur dalam Pasal 310 ayat (2), Pasal 311 dan

pasal 315 KUHP, yang kerap di sebut sebagai “genus crime” pidana

penghinaan dan pencemaran nama baik. Jadi apa yang pengertian dasarnya

penghinaan dan pencemaran nama baik haruslah di uji dengan pengertian

yang sama dengan 310 ayat (2) dan 311, mencakup pula

ketentuanketentuan khusus pasal tersebut seperti: unsur kejahatannya,

alasan pembenarnya, maupun doktrin doktrin umum dalam

penggunaannya.

4. Ketidakjelasan siapa yang menjadi sasaran pengaturan.

Norma Pasal 27 ayat (3) UU ITE, memperlihatkan ketidakjelasan siapa

yang menjadi sasaran pengaturan, apakah mereka yang membuat dapat

diaksesnya informasi ataukan mereka yang membuat muatan penghinaan

dan/atau pencemaran nama baik (dader).3

Disini penulis juga menambah kan dua putusan Pengadilan yang memutus

perkara penyebaran informasi elektronikmenggunakan Short Message Service

(SMS), paska lahirnya UU ITE dan Putusan Mahkamah Konstitusi:

3 Pendapat Ahli Soetandiyo Wignjosoebroto, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-

VII/2009

Page 54: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

96

b. Penerapan sanksi bagi pelaku tindak pidana pencemaran nama baik

dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE.

Penentuan sanksi merupakan masalah sentral kedua menurut Barda Nawawi

dalam penggunaan Sarana Penal, setelah ditentukannya perbuatan yang dapat di

pidana. Pidana sampai saat kinimasih digunakan sebagai sarana penanggulangan

kejahata. Pidana akan bermakna jika tujuan pidana sudah ditetapkan, bukan

sebaliknya. Maksudnya, tujuan pidana baru mempunyai relevansi apabila

diketahui dasar berpijak untuk mencapai tujuan tersebut, Oleh karena itu tujuan

harus dirumuskan dengan baik.4

Sejauh ini perkembangan teori tujuan pemidanaan yang ada dipengaruhi

oleh perkembangan dalam masyarakat. Disamping itu, dipengaruhi pula oleh

kritik terhadap tujuan pelaksanaan pidana yang telah berjalan. Secara simultan

teori dan konsep pemidanaan berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan, seperti

tujuan pemidanaan pembalasan (retribution), utilitarian (deterence), reformasi dan

rehabilitasi, gabungan (integrative), perlindungan masyarakat (social defence),

pembebasan, bahkan ada tujuan pemidanaan yang berkeinginan untuk menghapus

pidana (gerakan abosionis).5

Dalam hukum pidana, dikenal ada 2 (dua) asas dalam penjatuhan sanksi

pidana, yaitu ultimum remedium dan primum remedium. Asas tersebut berbicara

tentang pilihan posisi pemidanaan sebagai alat pertahanan. Terkait dengan

pengenaan sanksi pidana terhadap ketentuan Pasal 27 ayat (3) dapat dilihat bahwa

4Barda Nawai Arief, 2011, op.cit, hlm. 81 5TJ. Gunawan, 2015, Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi,

Yogyakarta, Genta Press, hlm. 69-70

Page 55: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

97

pemidanaan menjadi primum remedium dengan pencantuman sanksi pidana 6

(enam) tahun dan/atau denda Rp. 1 Milyar.

Pilihan penetapan sanksi yang relatif tinggi tersebut, tidak ditemukan

alasannya dalam pembahasan RUU ITE, namun Mahkamah Konstitusi memberi

alasan bahwa distribusi dan penyebaran informasi melalui media elektronik relatif

lebih cepat, berjangkauan luas, dan memiliki dampak yang masif.6 Alasan tersebut

menurut hemat penulis berlaku jika Indonesia hanya menganut tujuan pemidanaan

hanya sebagai bentuk pembalasan belaka.

Dalam hal tindak pidana penghinaan di internet atau tindak pidana

penghinaan secara umum, penulis memberikan tawaran yang berbeda terkait

dengan pemidanaan yang dapat dipilih sebagai alternatif pemidanaan dengan

menggabungkan sistem restorative justice sebagai konsep pemidanaan dengan

teori keseimbangan sebagai tujuan pemidanaan dengan poin-poin sebagai berikut:

1. Semua tindak pidana berakhir dengan munculkan kerugian terhadap

negara;

2. Tindak pidana penghinaan, baik penghinaan tradisional maupun

penghinaan siber tidak saja akan menimbulkan kerugian kepada negara

tetapi juga menimbulkan kerugian kepada korban baik berupa kerugian

atas nama baik maupun kerugian berupa materil.

3. Tujuan pemidanaan adalah untuk mengembalikan keseimbangan

keadaan akibat perbuatan pidana sipelaku sebagai tujuan utama,

dengan tetap tidak mengenyampingkan tindakan prefensi agar

6Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-VII/2009

Page 56: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

98

kejahatan yang sama tidak kembali dilakukan oleh pelaku (special

detteren) atau orang-orang lain (general detteren)

4. Perbuatan pelaku dianggap sebagai tindakan yang telah menimbulkan

hutang bagi dirinya baik kepada negara maupun kepada korban.

5. Mengadopsi nilai-nilai restorative justice system, dalam konsep pidana

baru yang mengutamakan pengembalian kerugian yang dialami oleh

korban.

Kelima poin tersebut di atas dapat diasosiasikan dalam 3 (dua) bentuk

Pidana, yaitu pidana kerja sosial, pembayaran ganti kerugian atau denda dan

pemulihan keadaan. Terkait dengan pidana kerja sosial sudah diakomodir dalam

Pasal 66 RUU KUHP tahun pembahasan 2015 sebagai salah satu pidana pokok.

Terkait dengan pembayaran ganti kerugian-pun juga telah diakomodir dalam

Pasal 68 RUU KUHP tahun pembahasan 2015 sebagai salah satu pidana

tambahan.7 Namun untuk pemulihan keadaan belum ada di dalam RUU KUHP,

dan menurut hemat penulis perlu dijadikan pemulihan keadaan sebagai salah satu

jenis dari pidana tambahan.

Pencemaran nama baik dalam UU ITE di atur dalam ketentuan pasal 27

ayat (3) yang menyebutkan:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Untuk dapat mengetahui bahwa untuk dapat di jerat dengan pasal tersebut

maka dapat di uraikan unsurnya sebagi berikut :

7 RUU KUHP Tahun Pembahasan 2015

Page 57: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

99

1. Setiap orang ;

Dalam Pasal 1 angka 21 disebutkan bahwa orang yang dimaksudkan

dalam UU ITE melingkupi orang perseorangan baik WNI maupun WNA,

dan badan hukum. Jadi orang perseorangan baik WNI maupun WNA dan

badan hukum yang melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE diancam dengan

pidana jika memenuhi unsur delik.

2. Sengaja ;

Dalam UU ITE tidak dijelaskan mengnai unsur sengaja. Dalam KUHP

sebagai lex generalis dari peraturan perundang – undangan pidana pun

tidak dijelaskan.8 Dalam teori kesengajaan ada dua teori

a. Teori kehendak.

Menurut Moeljatno, untuk menentukan bahwa suatu perbuatan

dikehendaki oleh terdakwa harus memenuhi":

Harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya

untuk berbuat dan tujuannya yang hendak dicapai.

Antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal

dalam batin terdakwa.

b. Teori pengertahuan

Menurut Moeljatno, untuk menentukan bahwa suatu perbuatan

dikehendaki oleh terdakwa harus memenuhi":

Harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya

untuk berbuat dan tujuannya yang hendak dicapai.

8 Moeljatno. 1993. Asas – asas Hukum Pidan. Jakarta. Rineka Cipta. Hal 171

Page 58: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

100

Antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal

dalam batin terdakwa.

Perbedaan teori kehendak dan teori pengetahuan, yaitu pada teori

kehendak mengharuskan memenuhi kesesuaian antara perbuatan, motif dan tujuan

yang hendak dicapai. Sedangkan pada teori pengetahuan mengharuskan terbukti

adanya keinsyafan atau pengertian terhadap perbuatan yang dilakukan, akibat

perbuatan, dan keadaan-keadaan yang menyertainya.

Lawan dari sengaja adalah kealpaan. Kealpaan untuk melakukan

penghinaan atau pencemaran nama baik tidak mungkin terjadi. Namun

mungkinkah kealpaan itu terjadi dalam perbuatan mendistribusi dan atau

mentransmisikannya ke dalam media TIK? Misalnya apabila A meminta tolong B

untuk mengunggah (upload) sebuah dokumen ke dalam suatu situs yang dapat

diakses secara bebas untuk diunduh (download), dan karena A diminta tolong,

maka A langsung mengunggah dokumen tanpa

dibuka dan dibaca terlebih dahulu. Konsekuensi dari adanya unsur sengaja dalam

pasal ini adalah perbuatan yang dilakukan dengan kealpaan tidak dapat dijerat

atau diancamkan sanksi.

3. Tanpa hak.

Istilah ini dipakai untuk menyinggung anasir “melawan hukum” yang biasa

disebut “wederrechtelijk”".9 Hazewinkel-Suringa dengan gigih berpend apat

bahwa perkataan “ wederrechtelijk” ditinjau dari penempatannya dalam suatu

rumusan delik menunjukkan bahwa perkataan tersebut haruslah ditafsirkan

9E.Utrecht, 1986.Hukum Pidana 1.Bandung Pustaka Tinta Mas. Hal. 269

Page 59: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

101

sebagai “zonder eigen recht” atau “tanpa adanya suatu hak yang ada pada diri

seseorang”". Menurut Memori Penjelasan dari rencana Kitab Undang-undang

Hukum Pidana Negeri Belanda, istilah “melawan hukum” itu setiap kali

digunakan, apabila dikhawatirkan, bahwa orang yang didalam melakukan sesuatu

perbuatan yang pada dasarnya bertentangan dengan undang-undang, padahal

didalam hal itu ia menggunakan haknya, nanti akan terkena juga oleh larangan

dari pasal undang-undang yang bersangkutan." Jika ia menggunakan haknya maka

ia tidak “melawan hukum” dan untuk ketegasan bahwa yang diancam hukuman

itu hanya orang yang betul-betul melawan hukum saja, maka di dalam pasal yang

bersangkutan perlu dimuat ketegasan “melawan hukum” sebagai unsur perbuatan

terlarang itu." Misalnya Seorang Polisi karena perintah atasan mengunggah

(upload) daftar pencarian orang atau DPO ke website agar diketahui oleh publik,

tidak dipidana karena Polisi tersebut tidak melawan hukum.10

4. Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat

diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Mengenai

unsur ini sudah cukup jelas mengatur tindakan konkrit yang dilakukan.

5. Memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Konsep

“penghinaan” dan “pencemaran” nama baik dalam Pasal ini masih belum

jelas. Jika kita melihat dalam penjelasan pasal ini hanya dikatakan cukup

jelas. Sehingga perlu ada penafsiran dalam mengartikan konsep

pencemaran nama baik.

10R. Tresna. 1994. Azas-azas Hukum Pidana. Pustaka Tinta Mas. Hal . 71

Page 60: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

102

Pada unsur-unsur Pasal 27 ayat 3 UU ITE masih ada beberapa proposisi yang

belum jelas. Misalnya adalah apa yang dimaksud dengan proposisi “tanpa hak”,

kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan “penghinaan” dan

“pencemaran”nama baik, dalam Penjelasan Pasal hanya dinyatakan cukup jelas.

Oleh karena itu norma dalam Pasal ini dapat dikatakan sebagai norma kabur

(vague norm) yang hanya mengatur perbuatan pencemaran nama baik dan/atau

penghinaan secara tanpa hak yang dilakukan menggunakan media TIK, namun

tidak menjelaskan perbuatan yang dimaksud untuk disiarkan dalam TIK yang

dilarang itu apa.

c. Keterkaitan antara pencemaran nama baik dalam kententuan Undang –

undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Karakteristik UU ITE adalah peraturan yang terdapat sanksi pidana namun

bukan murni dari undang – undang tersbut. KUHP merupakan acuan utama dari

lex generalis dari semua peraturan perundang – undangan yang mengikutkan

saknsi maupun unsur pidan dalam ketentuannya. Dalam Pasal 103 KUHP

dinyatakan bahwa Bab I sampai dengan Bab VIII Buku Kesatu KUHP juga

diberlakukan untuk undang-undang yang bersanksi pidana, kecuali oleh undang-

undang tersebut diatur lain atau menyimpangi KUHP. Lalu bagaimana dengan

konsep pencemaran nama baik? Konsep pencemaran diatur oleh KUHP dalam

buku Kedua, bukan Buku Kesatu. Dan dalam UU ITE sama sekali tidak

disebutkan bahwa pengertian pencemaran nama baik mengacu pada KUHP.

Pengertian ‘penghinaan dan/atau pencemaran nama baik’ dalam Pasal 27

ayat 3 UU ITE haruslah diketahui terlebih dahulu sebelum menerapkan pasal ini.

Page 61: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

103

Aturan hukum dalam rumus yang membingungkan hanya dapat diterapkan

apabila kebingungan itu sudah teratasi.

Menurut van Hamel, tujuan suatu penafsiran adalah selalu untuk

memastikan arti keputusan kehendak atau wilsbesluit pembentuk undang-

undang.11 Dikatakan lebih lanjut oleh van Hattum, bahwa perkataan-perkataan

yang terdapat dalam undang-undang seringkali tidak cukup jelas, hingga setiap

kali orang merasa perlu mengetahui maksud atau artinya dengan cara menyelidiki

maksud yang sebenarnya dari pembentuk undang-undang, dengan cara

menghubung-hubungkan secara sistematis suatu peraturan tertentu dengan

peraturan-peraturanpidana selebihnya atau dengan cara menyelidiki sejarah

pertumbuhan suatu lembaga yang terdapat dalam hukum pidana.

Oleh karena itu untuk membaca pengertian dari proposisi “penghinaan

dan/atau pencemaran nama baik” dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE, kita harus

mengaitkannya dengan Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tentang

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dalam KUHP pengaturan tersebut

ada di Bab XVI tentang Penghinaan. Dalam Bab Penghinaan ini mengatur tentang

tindak pidana:

1. Pencemaran (Pasal 310 ayat 1 KUHP)

2. Pencemaran tertulis (Pasal 310 ayat 2 KUHP)

3. Fitnah (Pasal 311 KUHP)

4. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)

5. Penghinaan terhadap pejabat negara (Pasal 316 KUHP)

6. Pengaduan fitnah kepada penguasa (Pasal 317 KUHP)

7. Menimbulkan Persangkaan palsu (Pasal 318 KUHP)

8. Pencemaran terhadap orang yang sudah mati (Pasal 320 KUHP)

11P.A.F. Lamintang.1993. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung Citra Aditya

Bakti. Hal. 53

Page 62: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

104

d. Fungsi ketentuan pidana dalam suatu undang – undang

Ketentuan pidana dalam UU ITE berfungsi sebagai sarana mencegah

terjadinya perbuatan tindak pidana dengan menimbulkan ketakutan

denganancaman sanksi, dan pemberi efek jera kepada pelanggar UU. Selain itu

dalam hukum pidana, secara umum menganut asas legalitas yang dirumuskan oleh

von Feuerbach dengan adagium: “nullum delictum sine praevialege poenali”.

Perumusan dan UU ITE sangat penting, perumusan sanksi pidana membuat

klasifikasi perbuatan yang dilarang dalam UU ITE sebagai tindak pidana.

Sanksi pidana dalam UU ITE tergolong sebagai ultimum remedium. Hal

ini dapat dilihat dari sistematika UU ITE yang meletakkan penyelesaian

menggunakan hukum pidana sebagai hal yang terakhir. UU ITE masih

mengedepankan cara penyelesaian yang lain. Penegakan hukum pidana

merupakan cara represif untuk menanggulangi tindak pidana pencemaran nama

baik. Cara yang lain yang dapat digunakan untuk menanggulangi hal ini adalah

dengan cara preventif. Pendidikan merupakan salah satu sarana strategis yang

dapat digunakan sebagai alat penegakan hukum preventif, dengan penanaman

nilai-nilai akhlak dan pengetahuan tentang ITE sejak dini dalam masa pendidikan

dapat mengurangi terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik.

e. Implikasi terhadap pencemaran nama baik dan revisi Pasal 27 Ayat (3) Jo

pasal 45 UU ITE.

Pada tanggal 28/11/2016, dimana disahkannya atas revisi Undang-undang

Informasi dan Transaksi Elektronik yakni Undang-undang No. 19 tahun 2016

perubahan atas undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi Dan

Page 63: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

105

Transaksi Elektronik, adapun yang dilakukan oleh legislatif terhadap revisi UU ite

yakni :

a. Yang dimaksud dengan "mendiskibusikan" adalah mengirimkan

dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen

Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui

Sistem Elektronik.

b. Yang dimaksud dengan "mentransmisikan" adalah mengirimkan

Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang

ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik.

c. Yang dimaksud dengan "membuat dapat diakses" adalah semua

perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan

melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau

publik.

d. Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran

nama baik dan/ atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam kiprahnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di

bidangTeknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi

yangsangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar

pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan TransaksiElektronik.

Page 64: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

106

Akan tetapi, dalam kenyataannya, perjalanan implementasi dariUU ITE

mengalami persoalan-persoalan antara lain :

1. Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali uji materiil di Mahkamah

Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50 / PUU-VI /

2008, Nomor 2/PUU –VII/2009, Nomor 50/ PUU-VII / 2010, dan Nomor

20/PUU-X.IV /2016.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2010 dan

Nomor 2/PUU-VII/2009, tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik

dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik bukan semata-mata

sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan. Penegasan

mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan asas'kepastian hukum dan

rasa keadilan masyarakat.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010,

Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan

merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan hak

asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena

itu, pengaturan (regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan

diformulasikan secara tepat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu, Mahkamah berpendapat bahwa

karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin

menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, negara harrrslah

Page 65: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

107

menyimpanginya dalam bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk

peraturan pemerintah.

Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-

XIV/2016, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa untuk mencegah terjadinya

perbedaan penafsiran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, Mahkamah

menegaskan bahwa setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih lagi

dalam rangka penegakan hukum. Oleh karena itu, Mahkamah dalam amar

putusannya menambahkan kata atau frasa "khususnya" terhadap frasa "Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik". Agar tidak terjadi penafsiran bahwa

putusan tersebut akan mempersempit makna atau arti yang terdapat di dalam Pasal

5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, untuk memberikan kepastian hukum keberadaan

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti perlu

dipertegas kembali dalam Penjelasan Pasal 5 UU ITE.

2. Ketentuan mengenai penggeledahan, penyitaan, penangkapan,dan

penahanan yang diatur UU ITE menimbulkan permasalahln bagi

penyidik karena tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan

Transaksi Elektronik begitu cepat dan pelaku dapat dengan mudah

mengaburkan perbuatan atau alat bukti kejahatan.

3. karakteristik virtualitas ruang siber memungkinkan konten ilegal seperti

Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang

melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik,

pemerasan dan/ atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan

menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam

Transaksi Elektronik, serta perbuatan menyebarkan kebencian atau

permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman

ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi

dapat diakses, didistribusikan, ditransmisikan, disalin, disimpan untuk

didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Dalam rangka

melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat

penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,

diperlukan penegasan peran Pemerintah dalam mencegah penyebarluasan

konten ilegal dengan melakukan tindakan pemutusan akses terhadap

Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki

Page 66: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

108

muatan yang melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi

Indonesia serta dibutuhkan kewenangan bagi penyidik untuk meminta

informasi yang terdapat dalam Penyelenggara Sistem Elektronik untuk

kepentingan penegakan hukum tindak pidana di bidang Teknologi

Informasi dan Transaksi Elektronik.

4. Penggunaan setiap informasi melalui media atau Sistem Elektronik yang

menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan

Orang yang bersangkutan. Untuk itu, dibutuhkan jaminan pemenuhan

perlindungan diri pribadi dengan mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem

Elektronik untuk menghapus Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen

Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas

permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.12

Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang- Undang

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik yang menegaskan kembali ketentuan keberadaan

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Penjelasan Pasal 5,

menambah ketentuan kewajiban penghapusan Informasi Elektronik dan/ atau

Dokumen Elektronik yang tidak relevan dalam Pasal 26, mengubah ketentuan

Pasal 31 ayat (4) mengenai pendelegasian penJrusunan tata cara intersepsi ke

dalam unding-unilang, menambah peran Pemerintah dalam melakukan

pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang dalam Pasal 40,

mengubah beberapa ketentuan mengenai penyidikan yang terkait dengan dugaah

tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dahm Pasal

43, dan menambah penjelasan Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) agar lebih

harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia.

Bahwa dalam revisi UU ITE ini ada penekanan terhadap delik aduan dan

sebelum ada nya revisi, sudah ada Dalam putusan MK No.50/PUU-VI/2008 lebih

12 Salinan revisi Undang-undang No.19 tahun 2016 perubahan atas undang-undang No.11

tahun 20188 tentang informasi dan transaksi elektronik

Page 67: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

109

dahulu menekankan bahwa pasal 27 ayat (3) UU ITE sebagai delik aduan.

Sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE masuk dalam kategori delik aduan absolut ini,

termasuk perbuatan dalam KUHP seperti perzinahan, bersetubuh diluar

perkawinan dengan seorang wanita berumur di bawah lima belas tahun atau

belum waktunya untuk kawin, perbuatan cabul, penghinaan, penghinaan terhadap

orang yang telah meninggal dunia, perbuatan membuka rahasia, melarikan wanita,

pengancaman terhadap kebebasan individu, serta dan pasal 485 KUHP yang

mengatur delik pers.

Sedangkan delik aduan relatif merupakan sebuah delik yang pada

mulanya delik biasa, namun karena ada hubungan keluarga (istimewa) yang dekat

sekali antara korban dan pelaku atau yang membantu kejahatan, maka sifatnya

berubah menjadi delik aduan (hanya bisa dituntut, jika diadukan pihak korban).

Dalam delik ini, yang diadukan sebatas orangnya saja, meskipun dalam perkara

tersebut terlibat beberapa orang lain. Delik aduan relatif terdapat dalam pasal

pencurian dalam keluarga, pemerasan dan pengancaman dalam keluarga,

penggelapan dalam keluarga, penipuan dalam keluarga dan perusakan barang

dalam keluarga.

Secara eksplisit ketentuan mengenai delik aduan terdapat dalam Bab VII

KUHP, yang intinya mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan terhadap

korban yang masih berumur dibawah 15 tahun dan belum dewasa; siapa yang

berhak melakukan pengaduan apabila korban yang dirugikan telah meninggal,

penentuan waktu dalam mengajukan pengaduan, serta bisa atau tidaknya

pengaduan dapat ditarik kembali.

Page 68: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

110

Dengan adanya penegasan mengenai delik aduan dalam pasal 27 ayat (3)

UU ITE versi revisi, maka penegak hukum dalam hal ini penyidik dan penuntut,

serta pengadilan melalui hakim wajib untuk menerapkan ketentuan UU ITE yang

telah direvisi setelah ditetapkan dalam lembar negara. Hal ini sebagaimana yang

telah ditegaskan dalam bunyi pasal 1 ayat (2) KUHP,

"Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah

perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling

menguntungkannya".

Dalam hukum pidana yang penulis pahami, terdapat dua jenis delik aduan yakni

delik aduan absolut dan delik aduan relatif. Delik aduan absolut merupakan delik

yang baru ada penuntutan, jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Namun,

catatan khususnya yang diadukan sifatnya hanya perbuatannya saja, sehingga

perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan itu dianggap satu kesatuan yang

bermuara pada kejahatan yang dilakukan.

Pencemaran nama baik pada dasarnya terdiri dari dua unsur, tindakan

pencemaran dan objek tindakan berupa nama baik seseorang. Kata pencemaran

dapat dimaknai sebagai perbuatan/tindakan seseorang terhadap suatu objek yang

mengakibatkan perubahan kualitas terhadap objek tersebut. Sedangkan nama baik

dapat dimaknai sebagai suatu keadaan yang dimiliki seseorang berkaitan dengan

eksistensi seseorang dalam masyarakat. Eksistensi tersebut mencakup harkat dan

martabat seseorang dalam hubungannya dengan orang lain. Pencemaran terhadap

nama baik seseorang merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan nama baik

seseorang menjadi tercemar atau tidak lagi baik dalam pandangan orang lain,

menimbulkan opini secara umum mengenai reputasi seseorang yang kurang baik,

Page 69: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

111

mengakibatkan kredibilitas seseorang menjadi turun dan lain-lain. Perbuatan

pencemaran yang dilakukan terhadap nama baik seseorang selalu didasari oleh

niat pelaku untuk menimbulkan suatu akibat terhadap orang lain, dalam hal ini

reputasi/nama baik seseorang. Pencemaran nama baik oleh KUHP diartikan

sebagai serangan yang ditujukan terhadap kehormatan atau nama baik seseorang

dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui

umum. Tindak pidana pencemaran nama baik dapat dikelompokkan berdasarkan

sarana yang digunakan, diantaranya:

a. Pencemaran nama baik yang dilakukan secara konvensional

Pencemaran nama baik seperti ini cenderung dilakukan dengan cara-

cara biasa, baik secara lisan maupun tertulis. Pencemaran nama baik

secara lisan dilakukan dengan mengucapkan kata-kata yang

dimaksudkan untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang

didepan orang lain. Pencemaran nama baik secara tertulis dilakukan

dengan membuat tulisan atau gambar manual yang ditujukan untuk

menyerang kehormatan atau nama baik seseorang pada sebuah media

yang kemudian di sebarkan dengan maksud untuk diketahui oleh orang

lain.

b. Pencemaran nama baik yang dilakukan dengan memanfaatkan

teknologi informasi.

Pencemaran nama baik seperti ini dilakukan dengan memanfaatkan

teknologi informasi secara lisan maupun tertulis. Pencemaran nama

baik secara lisan dapat dilakukan melalui telepon atau pentransmisian

Page 70: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

112

pesan suara dengan mengucapkan kata-kata yang dimaksudkan untuk

menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Pencemaran nama

baik tertulis dilakukan dengan mentransmisikan tulisan atau gambar

berupa dokumen elektronik yang dimaksudkan untuk menyerang

kehormatan atau nama baik seseorang.

f. Karakteristik Pencemaran Nama Baik Menggunakan Media Elektronik.

Tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik dapat

dikenali dengan mencermati beberapa hal, diantanya :

a. Perbuatan dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi

b. Objek tindak pidananya berupa dokumen elektronik dan/atau informasi

elektonik

c. Objek tindak pidana tersebut didistribusikan atau ditransmisikan,

melalui jaringan dan dapat atau telah diakses oleh orang lain

d. Isi dokumen elektronik dan/atau informasi elektronik tersebut

bertujuan untuk menyerang kehormatan seseorang

e. Perbuatan tersebut telah melanggar kepentingan hukum orang lain.

Pencemaran nama baik dikatakan sebagai cybercrime apabila memenuhi

kriteria tersebut di atas. Tindak pidana pencemaran nama baik melalui media

elektronik tidak dapat dilepaskan dari peran teknologi informasi sebagai sarana

dalam melaksanakan tindak pidana. Pemanfaatan teknologi informasi ini

menimbulkan kosekuensi adanya perubahan objek tindak pidana yang semula

berupa nama baik/ kehormatan seseorang menjadi dokumen elektronik dan/atau

informasi elektronik yang mempunyai muatan pencemaran. Perbedaan objek

Page 71: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

113

tindak pidana tersebut, mengakibatkan perubahan cara pengungkapan tindak

pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik. Pengungkapan tindak

pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik harus dilakukan dengan

menggunakan metode tertentu yang mendasarkan kepada teori telematika karena

tindak pidana yang terjadi dilakukan dengan teknik khusus dan memanfaatkan

kemajuan teknologi informasi.

g. Konsep aturan pencemaran nama baik melalui media elektronik dan

perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap potensi pencemaran

nama baik

Pencemaran nama baik melalui media elektronik merupakan perbuatan

pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pasal 310 ayat (1) namun dilakukan dengan menggunakan media elektronik.

Pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur tersendiri menggunakan

pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik sehingga kedua ketentuan tersebut tidak dapat dipisahkan

satu sama lain. Unsur pidana dalam kedua pasal tersebut yang kemudian dijadikan

dasar untuk mengklasifikasikan apakah suatu perkara pencemaran nama baik yang

terjadi merupakan pencemaran nama baik biasa atau pencemaran nama baik yang

dilakukan melalui media elektronik. Tahap mengklasifikasikakn perkara harus

dilakukan secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan menerapkan hukum.

Upaya penanggulangan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media

elektronik merupakan bentuk perlindungan terhadap kepentingan hukum individu.

Kepentingan hukum individu meliputi:

a. Jiwa manusia (leven);

Page 72: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

114

b. Keutuhan tubuh manusia (lyf);

c. Kehormatan seseorang (eer);

d. Kesusilaan (zede);

e. Kemerdekaan pribadi (persoonlyke vryheid);

f. Harta benda/kekayaan (vermogen).13

Menurut Tom Palmer, prinsip kebebasan dan tanggung jawab merupakan

prinsip dimana kita menyadari harkat dan martabat sebagai manusia untuk hidup

bersama secara damai dan harmonis dengan orang lain. Artinya, kebebasan dan

tanggung jawab seharusnya lahir karena kesadaran manusia untuk mengendalikan

dirinya (self control) dalam rangka menjaga kedamaian dan keharmonisan hidup.

Jika kita dihadapkan pada state control atau kontrol dari negara, melalui undang-

undang misalnya, yang lahir bukanlah kesadaran yang muncul dari diri kita

sendiri, melainkan rasa taat, tunduk dan takut.

Hal ini sedikit banyak dapat kita kaitkan dengan keberadaan Undang-Undang

No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Keberadaan UU ITE selama ini tidak disepakati oleh seluruh publik karena

dipandang membatasi kebebasan berekspresi. Beberapa ketentuan UU ITE,

khususnya Pasal 27 ayat (3) yang mengatur tentang penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik, sering dianggap sebagai penyebab orang memilih

bungkam atau “self censorship” atas kondisi sosial politik yang ada di masyarakat.

Kondisi demikian menunjukkan bahwa keberadaan UU ITE tidak serta-merta

membuat masyarakat sadar akan kebebasan dan tanggung jawab. Keberadaan UU

ini membuat masyarakat menjadi takut untuk bersuara mengenai ketidakadilan di

13 Satochid Kartanegara. 1954-1955, Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II, disusun

oleh Mahasiswa PTIK Angkatan V.Hal. 275-276.

Page 73: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

115

sekelilingnya dan berteriak terhadap pelanggaran yang dilakukan penguasa karena

khawatir dianggap penghinaan atau pencemaran nama baik.

Di satu sisi, kita memang menghendaki adanya kebebasan berekspresi.

Namun, kita juga harus mengakui bahwa masih ada bagian dari masyarakat kita

yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan kebebasan itu. Dengan

demikian, pemerintah cenderung menyikapinya dengan mengeluarkan sebuah

aturan dalam bentuk undang-undang untuk membuat (baca: memaksa) masyarakat

bertanggung jawab. Mengingat jumlah pengguna internet yang cukup besar, yakni

sekitar 88,1 juta orang, tentu membutuhkan batasan untuk menjamin kenyamanan

dan keselamatan setiap pengguna internet. Misalnya dari bahaya penipuan,

informasi yang tidak benar, situs-situs yang mengandung konten negatif dan lain

sebagainya.

Prinsip-prinsip kebebasan berekspresi dan perlindungan bagi masyarakat

terhadap potensi pencemaran nama baik Indonesia sebagai negara hukum

sekaligus negara demokrasi yang terdiri dari berbagai budaya telah memberikan

jaminan terhadap hak-hak demokratis warga negara yang dituangkan dalam UUD

1945. Setiap warga negara mempunyai hak :

a. Dalam Memilih/Memberikan Suara,

b. Berbicara/Kebebasan Pers,

c. Beragama,

d. Bergerak,

e. Berkumpul

Hukum sebagai sebuah sistem memberikan kebebasan sekaligus batasan

terhadap aktivitas sosial. Salah satu pembatasan aktivitas individu dituangkan

dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang memuat

Page 74: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

116

larangan aktivitas sosial yang disosiatif berupa pencemaran nama baik dengan

cara menyerang kehormatan seseorang secara lisan maupun tertulis. Ketentuan

KUHP mengatur pencemaran nama baik secara konvensional sedangkan Pasal 27

ayat (3) mengatur pencemaran nama baik yang dilakukan dengan cara modern.

Ketentuan pencemaran nama baik dibuat untuk melindungi kepentingan hukum

(eer) individu dari dampak interaksi sosial yang disosiatif. Berdasarkan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, tindak pidana pencemaran nama

baik dalam Undang-Undang ITE merupakan jenis delik aduan sehingga

keberadaan unsur pengaduan bersifat mutlak. Pengaturan mengenai pencemaran

nama baik ini berkaitan dengan sifat privat yang dimiliki oleh objek pidana dalam

perkara.

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama

oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan

melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua

masyarakat (William H. Haviland). Tatanan norma yang terdiri nilai-nilai luhur

suatu bangsa secara tidak langsung membentuk karakter bangsa itu sendiri dan

menjadi acuan bagi individu yang ada didalamnya.

Pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat kearah modernisasi yang cepat

berpotensi menimbulkan pola interaksi disosiatif dalam masyarakat. Interaksi

disosiatif tersebut diatur dalam Undang-Undang ITE berupa perbuatan

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

konten yang dilarang salah satunya adalah konten pencemaran. Pencemaran nama

baik merupakan perbuatan seseorang menyerang kehormatan orang lain dimana

Page 75: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

117

perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja sehingga dapat dikatakan sebagai

dampak interaksi disosiatif. Dampak perkembangan Teknologi Informasi tersebut

dapat diminimalisir apabila nilai-nilai tata krama ketimuran tetap menjadi

guidance dalam pola interaksi modern.

Seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, perkembangan teknologi

informasi dapat menimbulkan dampak disosiatif dalam masyarakat. Keberadaan

nilai-nilai tata krama ketimuran di Indonesia merupakan salah satu guidance

dalam interaksi masyarakat. Kegiatan interaksi masyarakat sebagai sebuah

kebutuhan individu akan selalu berhubungan dengan prinsip-prinsip kebebasan

berekspresi sebagai bentuk pengakuan terhadap kepentingan hukum individu.

Kebebasan berekspresi dalam masyarakat sebagai prinsip dasar interaksi sosial

harus diimbangi dengan regulasi hukum yang memberikan perlindungan terhadap

kepentingan hukum individu. Keberadaan ketentuan hukum dalam masyarakat

sangatlah penting untuk menghindari munculnya dampak disosiatif dari interaksi

sosial. Dampak disosiatif tersebut dapat berupa pencemaran nama baik yang

dilakukan dengan cara-cara konvensional maupun dengan cara-cara modern

dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Ketentuan Pasal 27 ayat (3)

Undang-Undang ITE secara khusus mengatur mengenai tindak pidana

pencemaran nama baik yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi

melalui media elektronik. Ketentuan tersebut dirumuskan sebagai berikut :

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik.

Page 76: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

118

Rumusan tindak pidana pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3)

Undang-Undang ITE tersebut masih harus dikritisi, karena masih memuat

beberapa hal yang kurang jelas diantaranya mengenai perumusan perbuatan

pencemaran nama baik, klasifikasi antara pencemaran dan penghinaan, serta

perumusan unsur perbuatan yang tidak akurat. Rumusan Pasal 27 ayat (3)

Undang-Undang ITE memuat unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif

dan subjekif ketentuan Undang-Undang ITE membentuk suatu kondisi tertentu

yang dimaksudkan oleh hukum sebagai suatu cara/ metode dalam melakukan

tindak pidana pencemaran nama baik.

Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 50/PUU-VI/2008

poin [3.17], penerapan ketentuan Pasal 45 ayat (1) Jo. Pasal 27 ayat (3) Undang-

Undang ITE tidak dapat dilepaskan dari norma hukum pidana yang termuat dalam

Bab XVI tentang penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 dan Pasal 311

KUHP.7 Berdasarkan uraian diatas, diperoleh pemahaman bahwa sesungguhnya

ketentuan Undang-Undang ITE tidak boleh bertentangan dengan ketentuan KUHP

sebagai norma hukum pokoknya. Ketentuan KUHP sebagai norma hukum pokok

telah mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik namun belum

mencakup perbuatan yang dilakukan melalui media elektronik, sedangkan

ketentuan Undang-Undang ITE tentang pencemaran nama baik masih belum

dapat dijadikan satu-satunya acuan untuk menanggulangi tindak pidana

pencemaran. Kedua persoalan diatas dapat diakomodasi melalui adanya rancangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Rancangan Kitab Undang-Undang Pidana

tahun 2012 sudah mencantumkan mengenai pencemaran nama baik. Rumusan

Page 77: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

119

pencemaran nama baik tersebut diatur dalam Bab XIX tentang Tindak Pidana

Penghinaan pada Pasal 537 dengan rumusan sebagai berikut :

(1) Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik

orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut

diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama

1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di

tempat umum, pembuat tindak pidana dipidana karena pencemaran

tertulis, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana

denda paling banyak Kategori III.

(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) nyata-nyata dilakukan

untuk kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri

Rumusan Pasal 537 rancangan KUHP diatas mengatur perbuatan pencemaran

nama baik secara konvensional, sehingga tidak dapat menjangkau perbuatan yang

dilakukan melalui media elektronik. Kedudukan rancangan KUHP sebagai ius

constituendum masih memberi peluang untuk terjadi perubahan karena belum

diundangkan sehingga belum memiliki kekuatan hukum. Peluang terjadinya

perubahan pada draf rancangan KUHP dapat dijadikan alternatif untuk

memberikan kepastian hukum kepada masyarakat berkaitan dengan terjadinya

tindak pidana pencemaran nama baik. Alternatif yang dapat dilakukan untuk

mengatur tindak pidana pencemaran nama baik adalah memberikan memberikan

Page 78: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

120

pengaturan tambahan pada Pasal 537 draf rancangan KUHP untuk mengatur

perbuatan yang dilakukan melalui media elektronik. Ketentuan Pasal 537 terdiri

dari 2 (dua) ayat yang mengatur tindak pidana pencemaran secara konvensional

dan 1 (satu) ayat pengecualian. Rancangan KUHP yang baru merupakan bentuk

unifikasi hukum sehingga ketentuan hukum pidana akan diintergrasikan menjadi

sebuah kesatuan. Proses unifikasi tersebut telah menintegrasikan sebagian

ketentuan Undang-Undang ITE kedalam draft rancangan KUHP misal, Paragraf 3

Pasal 379 tentang pornografi anak melalui computer. Integrasi ketentuan ITE

dalam Pasal 379 merupakan bentuk upaya antisipatif dan proaktif dalam mengatur

Tindak Pidana Pornografi dan Pornoaksi didunia maya dan Tindak Pidana tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (cybercrime).14Berdasarkan uraian diatas,

integrasi ketentuan ITE kedalam KUHP merupakan integrasi ketentuan

cybercrime termasuk didalamnya mengenai Tindak Pidana pencemaran nama baik

melalui media elektronik. Proses integrasi ketentuan ITE kedalam draf rancangan

KUHP masih belum komprehensif karena dalam ketentuan Pasal 537 tentang

pencemaran nama baik belum mengakomodir tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE tentang pencemaran nama

baik. Tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27

ayat (3) Undang-Undang ITE merupakan tindak pidana informasi dan transaksi

elektronik, sehingga sudah selayaknya diintegrasikan kedalam rancangan KUHP

Pasal 537.

14 Lihat Penjelasan Buku Kedua poin ke 2 draf rancangan KUHP

Page 79: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

121

Berdasarkan uraian tersebut, pengaturan pencemaran melalui media elektronik

dapat dimasukkan sebagai ayat sebelum ayat pengecualian sehingga konstruksi

pasalnya menjadi sebagai berikut :

(1) Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik

orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal

tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak

Kategori II.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di

tempat umum, pembuat tindak pidana dipidana karena pencemaran

tertulis, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana

denda paling banyak Kategori III.

(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi, dipidana karena

pencemaran, dengan pidana penjara paling lama … (…) tahun atau

pidana denda paling banya ….

(4) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) nyata-nyata dilakukan

untuk kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri

Proses penyusunan KUHP membutuhkan waktu yang panjang, oleh karena itu

untuk tetap dapat memberikan perlindungan terhadap kepentingan hukum

individu diperlukan regulasi hukum yang efektif. Upaya penanggulangan

Page 80: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

122

pencemaran nama baik haruslah mempertimbangkan asas kemanfaatan dengan

mengklasifikasikan suatu perbuatan tidak hanya berdasarkan aspek hukum yang

ada namun juga harus mempertimbangkan upaya penyelesaian yang konservatif.

Mengacu pada konsep restorative justice, upaya penyelesaian perkara

pencemaran nama baik dapat dilakukan melalui proses mediasi ditingkat

kepolisian dengan mempertemukan pelaku dan korban untuk mencari atau

memutuskan cara terbaik mengatasi dampak atau akibat dari kejahatan (decide

how best to repair the harm).9 Upaya penyelesaian perkara pencemaran nama

baik tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada para pihak

untuk menyampaikan hal-hal yang terkait dengan perkara sehingga dapat

dilakukan upaya memperbaiki untuk kerusakan atau kerugian akibat tindak pidana

yang terjadi. Sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) huruf k dan Pasal 16 ayat (1) huruf l,

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisisan RI, penyelesaian

perkara pencemaran nama baik ditingkat peyidikan dapat dilakukan sebagai

bentuk pelaksanaan kewenangan mengadakan tindakan lain menurut hukum

sesuai dengan tugas pokok Kepolisian RI. Berdasarkan uraian diatas, pelaksanaan

konsep restorative justice dapat digunakan sebagai alternatif penyelesaian perkara

pencemaran nama baik melalui media elektronik saat ini.

Meskipun sudah dilakukan perubahan, UU ITE tampaknya masih

mengundang kritik terutama berkaitan dengan pasal penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Secara

umum, baik sebelum direvisi maupun setelah direvisi, Pasal 27 ayat (3) UU ITE

tetap dinilai oleh banyak pihak membatasi kebebasan berpendapat atau

Page 81: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

123

berekspresi. Dengan kata lain pasal tersebut dianggap bertentangan dengan

hakekat kebebasan berpendapat yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945.

Salah satu implikasi yuridis dari revisi UU ITE ini adalah tidak ada lagi

tersangka pencemaran nama baik yang akan ditahan. Namun, menurut Donny

Budi Utoyo, dari kelompok pengawas informasi dan teknologi (ICT Watch), tetap

ada resiko pengguna internet dikenakan pencemaran nama baik akibat urusan

sepele. Sehingga Donny menilai sebaiknya pasal pencemaran nama baik ini

dihapuskan karena dianggap dapat membatasi kebebasan berekspresi.

h. Penegakan Hukum terhadap Kejahatan di Dunia Maya

UU ITE dapat disebut sebagai cyber law karena muatan dan cakupannya luas

membahas pengaturan di dunia maya. Kehadiran UU ITE dilatarbelakangi oleh

semakin berkembangnya kejahatan dalam masyarakat, tidak hanya di dunia nyata

tetapi juga dunia maya. Sehingga hukum juga harus dinamis agar fungsinya

sebagai pemberi rasa aman dapat terpenuhi.

Tidak hanya di Indonesia, di negara-negara seperti Malaysia, Singapore dan

Amerika sudah lebih dulu mengembangkan dan menyempurnakan cyber law yang

mereka miliki. Malaysia memiliki Computer Crime Act (Akta Kejahatan

Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan

Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tanda Tangan Digital) 1997.

Singapore juga sudah memiliki The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998,

Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik)

1996. Kemudian Amerika juga memiliki US Child Online Protection Act

Page 82: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

124

(COPA), US Child Pornography Protection Act, US Child Internet Protection Act

(CIPA), US New Laws and Rulemaking, untuk memerangi child pornography.

Di sisi lain, undang-undang ini memiliki kelebihan yakni mengantisipasi

kemungkinan penyalahgunaan internet. Misalnya, pembobolan situs-situs tertentu

milik pemerintah dan transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet yang

disalahgunakan dan berbagai bentuk penipuan melalui jejaring media sosial.

Selain itu, undang-undang ini juga tidak hanya membahas mengenai konten

pornografi atau masalah asusila, melainkan ada banyak konten lainnya mengenai

aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya yang diatur

dengan rinci dalam UU ITE.

Harus diakui bahwa tidak semua pengguna internet atau media sosial tahu atau

memahami tentang ketentuan pasal pencemaran nama baik, penghinaan, dan

tindakan lainnya yang dilarang oleh UU ITE. Banyak juga dari mereka yang

mungkin awam dengan ketentuan hukum. Oleh karena itu, langkah yang harus

diambil pemerintah tidak serta-merta melalui sebuah undang-undang. Pemerintah

bersama organisasi masyarakat sipil yang peduli terhadap penggunaan media dan

teknologi, seharusnya dapat bersama-sama mengkampanyekan digital literacy

kepada seluruh anggota masyarakat agar tidak salah kaprah dalam menggunakan

teknologi.

Sebab di setiap hak asasi masing-masing dari kita dibatasi oleh hak asasi orang

lain. Sebagaimana diatur dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan

bahwa “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk

Page 83: BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rumusan …eprints.umm.ac.id/37892/4/jiptummpp-gdl-mochammada-50581-4-babiii.pdf · pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun

125

kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud

semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan

kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan

pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam

suatu masyarakat demokratis.”

Akhirnya, sebagai bagian dari masyarakat, penulis sepakat bahwa kebebasan

berekspresi perlu dijamin dan dilindungi. Namun, yang kita inginkan adalah

kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab. Lebih jauh, bukan kebebasan

berekspresi yang bertanggung jawab yang lahir dari ketakutan dan paksaan

undang-undang, melainkan kesadaran dan pemahaman (self control).