bab iii pengolahan data sar dengan...
TRANSCRIPT
24
BAB III
PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN GMTSAR
Hasil dan karakteristik data yang dibutuhkan sangat tergantung pada perangkat lunak
yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan perangkat lunak GMTSAR untuk
pengolahan data SAR untuk mendapatkan citra interferogram diferensial. Pengenalan
sekilas tentang GMTSAR dan metode 2-pass yang digunakan dalam strategi
pengolahan serta prinsip dari setiap tahapannya mengisi bagian pertama dari bab ini.
Bagian kedua memaparkan hasil dari pengolahan data ALOS PALSAR daerah
sekitar Gunung Semeru dan eksternal data DEM (SRTM3), serta laporan pengolahan
pasangan data SAR dari 8 data yang ada, terakhir menginformasikan hasil
pengolahan pasangan data SAR dilakukan pengolahannya.
3.1 Sekilas Tentang GMTSAR
GMTSAR merupakan perangkat lunak open source yang digunakan untuk mengolah
data SAR berupa diferensial SAR dan ScanSAR. Untuk penelitian ini, hanya
dilakukan diferensial SAR sedangkan ScanSAR tidak akan dibahas. Perangkat lunak
ini tergolong baru, dibuka untuk publik sejak 2010. Perangkat lunak ini dapat
dijalankan dalam platform apasaja yang telah terpasang perangkat lunak GMT dan
NetCDF. Pembuat perangkat lunak ini adalah David Sandwell, Rob Mellors,
Xiaopeng Tong, Meng Wei, dan Paul Wessel. Semula bahasa pemrograman yang
digunakan adalah Fortran kemudian ubah menjadi bahasa C agar dapat dijalankan di
berbagai platform. Program ini dapat diunduh dari http://topex.ucsd.edu/gmtsar.
GMTSAR berbeda dengan perangkat lunak InSAR lainnya seperti Gamma,
ROI_PAC, DORIS karena GMTSAR sangat tergantung pada akurasi orbit dengan
level sub meter yang menyebabkan algoritma pengolahan InSAR menjadi lebih
sederhana. Algoritma tersebut adalah esarp, xcorr, phasediff, dan conv. Sehingga
tidak semua data SAR dapat diolah dengan perangkat lunak ini, sementara ini data
SAR yang dapat diolah adalah dari satelit ALOS PALSAR, ERS dan Envisat.
Perangkat lunak ini memiliki tiga komponen utama, yaitu 1) preprocessor, yang
digunakan untuk mengkonversi format data CEOS ke format data turunan, 2) InSAR
processor, yang melakukan pengolahan InSAR seperti memfokuskan dan menata
25
citra, mengkonversi data topografi menjadi data fase, dan membentuk interferogram
kompleks, dan 3) postprocessor, yang mayoritas menggunakan GMT seperti
memfilter interferogram, membentuk produk interferogrametik fase, koherensi, beda
fase, pergeseran LOS dalam sistem koordinat radar dan geografis. GMT digunakan
untuk menampilkan semua produk tersebut dalam postscript dan citra kml untuk
GoogleEarth.
3.2 Strategi Pengolahan Data pada GMTSAR
Berikut adalah alur strategi pengolahan data SAR pada perangkat lunak GMTSAR
dengan menggunakan metode 2-pass DInSAR.
Gambar 3.1 Strategi pengolahan data SAR dengan teknik DInSAR pada GMTSAR (Sandwell, 2011)
26
Dari gambar 3.1, pengolahan data SAR yang digunakan adalah teknik 2-pass
DInSAR dimana dibutuhkan data DEM eksternal. Ada tiga data yang dibutuhkan
dalam pengolahan tersebut, yaitu dua data SAR (format CEOS atau level 1.0) dan
satu data DEM (format grd NetCDF). Kemudian data format CEOS diolah
menghasilkan dua file yaitu .PRM dan .raw. File .PRM berisi parameter yang
dibutuhkan dalam pengolahan SAR dan InSAR sedangkan file .raw berisi sinyal data
dan header waktu. Lalu dari kedua file tersebut, dibuat file SLC dengan proses yang
disebut pemfokusan (esarp) untuk setiap data SAR. Setelah itu, dilakukan
koregristrasi (xcorr) untuk file SLC dari citra kedua (slave) agar sesuai dengan citra
pertama (master).
Tahap berikutnya adalah mentransformasi sistem korrdinat data DEM menjadi sistem
koordinat radar. Setelah itu, dibentuk interferogram (phasediff) dari dua file SLC
yang ada dengan langsung mengurangkan efek topografinya dengan memasukkan
data DEM ke pemrosesan dan dihasilkan dua file, imag.grd dan real.grd. Kemudian
dilakukan pemfilteran berupa low pass filter (conv) pada hasil yang telah diperoleh,
dan dilakukan unwrapping (snaphu). Tahapan akhir dari proses ini adalah melakukan
georeferensi, yaitu dengan program geocode.csh sehingga hasil yang peroleh telah
tergeoreferensi dengan sistem koordinat geografis dan datum WGS84.
3.3 Tahapan Pengolahan Data pada GMTSAR
3.3.1 Pemilihan data
Pemilihan data dalam pemrosesan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
pengolahan data SAR untuk mendapatkan peta deformasi. Beberapa hal yang yang
harus dipertimbangkan dalam pemilihan data antara lain :
1. Panjang baseline dan interval data
Dengan mengetahui penyebaran titik orbit dari data pengamatan SAR, dapat dimilih
pasangan data yang berdekatan artinya memiliki baseline tegaklurus pendek (≤
150m) (Ferreti dkk, 2007) maupun temporalnya (salah satunya tandem). Dengan itu
maka koherensi antara kedua citra tersebut akan baik, sehingga pada tahapan
selanjutnya yaitu interferogram generation akan menghasilkan pola fringes yang
baik. Gambar 3.2 merupakan contoh hasil plotting beberapa citra SAR dengan sumbu
x sebagai waktu (tahun) dan sumbu y sebagai panjang baseline tegaklurus (m).
27
Gambar 3.2 Plot waktu-baseline pada sekumpulan data SAR (Sandwell, 2011)
2. Karakteristik data harus sama
Data yang digunakan harus memiliki karakteristik yang sama. Karakteristik disini
diantaranya arah pindai (ascending atau descending), bilangan frame daerah yang
akan diolah, polarisasi, dan bilangan orbit yang harus sesuai (bilangan ini tergantung
satelit yang digunakan untuk ALOS PALSAR untuk orbit yang sama maka selisih
dua bilangan orbit harus habis dibagi dengan 671).
3.3.2 Pra-pengolahan
Pada tahap ini merupakan tahapan pembuatan raw data yang siap untuk
dilakukan proses SAR dari signal data atau data sinyal atau biasa disebut dengan
level 1.0 data, secara internasional oleh CEOS, format untuk raw data SAR terdiri
atas Volume Directory File, SAR Leader File, Raw Data File, dan Null Volume file.
Pada tahap ini beberapa proses utama adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan mengisi dengan bilangan nol pada baris yang hilang dalam
data yang berformat CEOS;
2. Perataan Sampling Window Start Time Adjustment (SWST) untuk
mengakomodasi perubahan dalam waktu transit pulsa radar diterima, nilai
konstan SWST akan sangat membantu pada tahapan image formation;
28
3. Extraksi parameter data, gambar 3.4 merupakan contoh file parameternya; num_valid_az = 9216
nrows = 16384
first_line = 1
deskew = n
caltone = 0.000000
st_rng_bin = 1
Flip_iq = n
offset_video = n
az_res = 5.000000
nlooks = 1
chirp_ext = 500
scnd_rng_mig = n
rng_spec_wgt = 1.000000
rm_rng_band = 0.000000
rm_az_band = 0.000000
rshift = 0
ashift = 0
stretch_r = 0.000000
stretch_a = 0.000000
a_stretch_r = 0.000000
a_stretch_a = 0.000000
first_sample = 206
SC_identity = 5
rng_samp_rate = 16000000.000000
input_file = IMG-HH-ALPSRP197297020-H1.0__A.raw
num_rng_bins = 5652
bytes_per_line = 10800
good_bytes_per_line = 10716
PRF = 2145.923000
pulse_dur = 2.700000e-05
near_range = 849265.000000
num_lines = 35193
num_patches = 3
SC_clock_start = 2009280.6409978473
SC_clock_stop = 2009280.6411876620
led_file = LED-ALPSRP197297020-H1.0__A
date = 091007
orbdir = A
radar_wavelength = 0.236057
chirp_slope = -5.18519e+11
rng_samp_rate = 1.6e+07
I_mean = 15.5
Q_mean = 15.5
SC_vel = 7205.475794
earth_radius = 6377621.138411
equatorial_radius = 6378137.000000
polar_radius = 6356752.314100
SC_height = 699610.559635
SC_height_start = 699658.836521
SC_height_end = 699561.935770
fd1 = 0.000000
fdd1 = 0.000000
fddd1 = 0.000000
sub_int_r = 0.000000
sub_int_a = 0.000000
Gambar 3.4 parameter hasil preprocessing dari citra IMG-HH-ALPSRP197297020-H1.0__A
29
4. Extraksi data sehingga siap untuk dilakukan pemfokusan dalam dan disimpan
dalam file .raw. Gambar 3.3 merupakan contoh tampilan dari file .raw dari citra
IMG-HH-ALPSRP197297020-H1.0__A;
Gambar 3.3 Contoh tampilan dari bagian citra .raw
Hasil dari tahapan – tahapan tersebut disimpan dalam folder dengan nama raw yang
berisi dua file raw, dua file PRM, dua file berisi informasi tentang panjang baseline,
dan satu file berupa gambar hasil plot waktu terhadap panjang baseline tegak
lurusnya.Tampilan dari hasil plot tersebut seperti pada gambar 3.2 tanpa garis dan
titik berwarna.
3.3.3 Pembentukan citra (Image Formation)
Permasalahan dalam pembentukan citra SAR adalah saat memasangkan kompresi
azimut dengan parameter orbit. Dahulu, masalah tersebut diselesaikan dengan teknik
clutterlock dan autofocus. Hal tersebut tidak perlu dilakukan lagi sekarang karena
adanya informasi orbit yang akurasinya tinggi. Tahapan pembentukan citranya terdiri
dari enam tahap, dua tahap pertama dikerjakan di satelit dan emapt sisanya
dikerjakan dengan perangkat lunak ini. Dua tahapan yang dikerjakan di satelit adalah
demodulasi dan digitasi. Sinyal pantulan yang berupa chirp yang ditumpangkan pada
gelombang elektromagnetik tidak langsung disimpan melainkan dilakukan
penundaan terlebih dahulu agar data yang dihasilkan tidak besar. Teknik menunda
tersebut menggunakan shift theorem (Bacewell, 1978). Kemudian data tersebut
30
didijitasi 5 bit per piksel dan dikirimkan ke station yang ada di Bumi. Kemudian data
tersebut dikembangkan menjadi 8 bit per piksel untuk keperluan pemrograman.
Format yang digunakan seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu format data
I/Q , berupa bilangan kompleks. Sinyal raw ini berisi 11644 byte yang terdiri dari
412 byte informasi waktu dan 11232 byte berisi data mentah sebanyak 5616 bilangan
kompleks.
Tahapan berikutnya dikerjakan oleh perangkat lunak SAR yaitu mengkonversi data
sinyal mentah menjadi data SLC berdasarkan parameter yang sesuai. Tahapan
tersebut adalah range compression yang dilakukan pada setiap sinyal pantulan, patch
processing dari sinyal pantulan yang telah dikompres secara melintang, range
migration yang dilakukan pada setiap piksel data yang setiap kolomnya telah
ditransformasi fourier, dan azimuth compression pada citra yang telah melalui semua
tahap sebelumnya. Setelah semua tahapan tersebut dilakukan, akan diperoleh file
citra SLC. Kemudian, dari dua SLC yang terbentuk, dilakukan cross correlation
sehingga kedua citra SLC tesebut sesuai. Pada perangkat lunak ini, program yang
digunakan untuk melakukan cross correlation ini merupakan matriks pencari
berukuran 64 piksel dan tidak pernah gagal dalam melakukan koregistrasi meskipun
dalam kasus koherensi citranya hampir nol. Selain dua citra SLC, tahapan ini juga
menghasilkan sebuah file yang berisi informasi tentang hasil koregistrasi.
3.3.4 Transformasi koordinat DEM
DEM yang digunakan adalah eksternal DEM, yaitu dari SRTM yang memiliki sistem
koordinat geografis. Karena pemrosesan yang dilakukan mayoritas dalam sistem
koordinat radar, maka harus dilakukan transformasi dari sistem koordinat geografis
ke sistem koordinat radar. Selain itu, penghitungan beda fase pada interferogram
yang akan dihasilkan akan memberikan hasil yang lebih baik apabila proses
pengurangannya berada dalam sistem koordinat radar (Sidiq, 2009).
Transformasi yang dilakukan dalam perangkat lunak ini adalah mentransformasi
DEM yang ada sehingga DEM tersebut menjadi citra bersistem koordinat radar
dengan acuan yang sama dengan citra master. Sehingga untuk melakukan proses ini
diperlukan file parameter citra master dan header-nya. Proses ini akan menghasilkan
DEM yang berkoordinat radar dan file trans.dat yang berisi informasi berupa
31
koordinat range, azimuth, tinggi, lintang, dan bujur. Tinggi dihitung terhadap bumi
spheroid lokal hasil aproksimasi. Metode ini sudah standard digunakan pada
perangkat lunak pemrosesan SAR seperti ROI_PAC dan GAMMA.
3.3.5 Pembentukan interferogram
Pada tahapan ini, perintah yang dilakukan adalah membentuk interferogram dan
secara bersamaan mengurangi efek topografi dengan menggunakan DEM yang ada.
Algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut (Sandwell, 2011):
1. Baca sebuah baris dari SLC master dan slave sehingga setiap piksel pada citra
master dapat ditandai range-nya dan azimuth-nya;
2. Dengan informasi orbit yang presisi, hitung jari –jari orbit citra master b,
panjang baseline B, dan orientasi baseline α;
3. Interpolasi tinggi dari setiap piksel arah range dan hitung look angle-nya;
4. Hitung koreksi fase yang akan diberikan pada citra slave;
5. Lakukan perkalian konjugasi untuk membentuk interferogram; dan
6. Ekstrak fase interferogram yang telah terkoreksi kelengkungan bumi dan efek
topografi.
( ) (
) ( )
Tahapan tersebut akan menghasilkan dua file yaitu imag.grd dan real.grd yang
kemudian dihapus setelah tidak diperlukan lagi.
3.3.6 Filtering dan phase unwrapping
Gaussian filter digunakan dalam preses pemfilteran ini. Tersedia beberapa filter
tersebut bervariasi dari 100 m hingga 700 m. Filter berikutnya juga dilakukan dengan
menggunakan algoritma modified Goldstein filter (Goldstein dan Werner, 1998;
Baran dkk., 2003). Dari tahap pemfilteran ini, diperoleh file interferogram yang telah
difileter dan belum difilter. Berikutnya, untuk dapat menghitung besarnya pergeseran
vertikal pada citra tersebut, harus dilakukan proses yang dinamakan phase
unwrapping. Gambar 3.5 mengilustrasikan maksud dari proses phase unwrapping,
yaitu memutlakkan fase (nilainya bisa lebih dari π) yang semula fase relatif
(besarnya ≤ |π|). Gambar b menunjukkan hasil rekonstruksi dari gambar a menjadi
satu gambar yang kontinu dan utuh. Pada perangkat lunak GMTSAR, untuk proses
32
unwrapping ini digunakan program SNAPHU (Chen dan Zebker, 2000) pada arah
range dan azimuth.
Gambar 3.5 Ilustrasi fase relatif (a) menjadi fase mutlak (b) pada proses unwrapping (Chelbi, 2011)
3.3.7 Georeferencing
Tahapan terakhir dari proses pengolahan ini adalah georeferencing, yaitu
mentransformasi hasil yang diperoleh sehingga memiliki sistem koordinat geografis.
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan parameter yang diproleh saat
mentransformasi DEM yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan kemampuan
perangkat lunak GMT, hasil tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk phostscript dan
kml Google Earth. Walaupun telah bergeoreferensi, grid, skala, dan informasi
lainnya belum ada. Untuk itu, pemolesan perlu dilakukan sehingga diperoleh hasil
seperti pada bagian yang akan ditampilkan di bagian hasil.
3.4 Hasil Pengolahan Data SAR Gunung Semeru
Di bagian ini akan ditampilkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data ALOS
PALSAR level 1.0 dengan menggunakan perangkat lunak GMTSAR. Selain itu,
diberikan juga gambaran data yang digunakan dalam penelitian ini.
3.4.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. DEM
DEM merupakan citra permukaan bumi yang memiliki informasi tiga dimensi dan
telah bergeoreferensi. Dalam penelitian ini, digunakan DEM dari SRTM3. SRTM
33
(Shuttle Radar Topography Mission) merupakan merupakan misi yang dilakukan
oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan NGA (National
Geospatial-Intelligence Agency) untuk mendapatkan topografi seluruh dunia secara
lengkap. Misi tersebut menggunakan pesawat ulang alik Endeavour yang beroperasi
selama 11 hari bulan Februari 2000. DEM SRTM3 memiliki resolusi 90 m, dan dapat
diunduh secara gratis. Untuk penelitian ini, DEM diunduh dari laman
http://topex.ucsd.edu/gmtsar/demgen dengan memasukkan batas - batas DEM yang
diperlukan, yaitu barat 112.2, timur 113.3, utara -7.6, dan selatan -8.6 pada bagian
yang sesuai. Tampilan dari DEM tersebut dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Tampilan DEM yang digunakan dalam penelitian ini a) berkoordinat
geografis dan b) koordinat radar
2. Citra SAR
Dalam penelitian ini digunakan data satelit ALOS PALSAR. Karakteristik satelit
tersebut dapat dilihat di lampiran. Sebanyak 8 buah citra level 1.0 dengan polarisasi
HH dari tahun 2009 hingga 2011 digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.1 berisi
informasi terkait dengan data yang digunakan.
Tabel 3.1 Informasi data SAR Gunung Semeru
No. Orbitnumber Frame number Waktu observasi Arah 1 19729 7020 07 Okt 2009 15:23:02.214 Naik 2 20400 7020 22 Nov 2009 15:23:04.786 Naik 3 23755 7020 10 Jul 2010 15:21:36.689 Naik 4 24426 7020 25 Agt 2010 15:21:04.446 Naik 5 25097 7020 10 Okt 2010 15:20:25.715 Naik 6 25768 7020 25 Nov 2010 15:19:41.403 Naik 7 26439 7020 10 Jan 2011 15:18:50.501 Naik 8 27110 7020 25 Feb 2011 15:17:50.494 Naik
a ) b )
34
3.4.2 Hasil pengolahan
Hasil dari pengolahan data – data di atas diuraikan di bagian ini yang dibagi
menjadienam pokok bahasan. Berikut uraian dari setiap pokok bahasan tersebut.
1. Panjang baseline dan interval data
Dengan menggunakan interval data terpendek untuk menghindari nilai koherensi
yang kecil, dapat dibentuk 7 pasangan data. Walaupun demikian, ternyata ditemukan
adanya pasangan data dengan interval data yang panjang, yaitu pasangan 20091122-
10100710. Tabel 3.2 berisi infomasi panjang baseline dan jarak temporal antara
pasangan yang dipasangkan.
Tabel 3.2 Panjang baseline dan beda waktu antar pasangan citra
No Master Slave Baseline (m) Beda waktu (hari) Tegak lurus Sejajar
1 20091007 20091122 -183,350 -111,519 46 2 20091122 20100710 -560,537 -401,423 230 3 20100710 20100825 115,286 78,398 46 4 20100825 20101010 -89,971 -66,482 46 5 20101010 20101125 -350,367 -212,899 46 6 20101125 20110110 -109,202 -94,599 46 7 20110110 20110225 132,500 96,839 46
2. Citra amplitudo, fase dan koherensi
Karena dengan menggunakan perangkat lunak ini citra SLC tidak dapat ditampilkan,
hasil selanjutnya yang dapat dilihat adalah interferogram yang telah dikurangi juga
dengan efek topografi. Selain itu, ada juga citra koherensi yang menunjukkan
koherensi pasangan citra. Gambar 3.7 A, B, dan C menunjukkan contoh hasil citra
amplitudo, fase, dan koherensi dari pasangan 20091007_20091122. Hasil yang lebih
lengkap untuk citra fase yang telah bergeoreferensi dapat dilihat di lampiran C.
Sedangkan citra koherensi dapat dilihat pada bab berikutnya.
3. Interferogram yang telah difilter
Gambar 3.7 D merupakan hasil dari interferogram yang terbentukdari pasangan
20091007_20091122 dengan menggunakan DEM SRTM3 setelah difilter dengan
menggunakan filter gauss_alos_200m. Filter ini dipilih karena mampu memberikan
hasil yang baik dengan waktu yang relatif cepat. Selain difilter, perangkat lunak
GMTSAR juga melakukan penghapusan efek berdasarkan nilai koherensi tertentu
35
yang pilih. Hasil dari penghapusan tersebut tampak seperti pada gambar 3.7 E. Hasil
dari semua pasangan yang diolah dapat dilihat pada bab berikutnya.
4. Interferogram yang di-unwrap
Gambar 3.7 F merupakan interferogram hasil dari proses sebelumnya kemudian
dilakukan proses unwrapping dari pasangan 20091007_20091122. Manfaat dari
proses unwrapping ini adalah untuk mendapatkan pergeseran LOS dengan
menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16. Pasangan citra yang lainnya dapat dilihat di
lampiran D.
5. Interferogram yang telah di-geocoding
Tampak bahwa pada gambar 3.7 A hingga F masih belum bergeoreferensi, tahapan
akhir ini menggeoreferensikan citra amplitudo, koherensi, fase, fase yang telah
difilter dan citra yang telah di unwrap. Di bagian ini hanya akan ditampilkan citra
fase, fase yang telah difilter dan unwrap seperti yang tampak pada gambar 3.7 G, H
dan I. Gambar 3.7 J, K dan L merupakan hasil citra G, H dan I yang difokuskan ke
area studi, yaitu Gunung Semeru. Untuk gambar hasil semua pasangan, dapat dilihat
di bab berikuntya.
6. Tampilan di Google EarthTM
Kemampuan GMT dalam mengkonversi format file ke format kml dimanfaatkan
dalam perangkat lunak GMTSAR sebagai salah satu format file hasil pengolahan
agar dapat dilihat hasilnya di Google Earth.
36
A) B)
C) D)
E) F)
Gambar 3.7 Hasil pengolahan citra SAR untuk pasangan 20091007_20091122 A) citra amplitudo, B) citra fase
C) citra koherensi, D) citra fase yang telah difilter, E) citra fase mask, F) citra unwrap, (lanjut ke halaman berikutnya)
37
Gambar 3.7 Hasil pengolahan citra SAR untuk pasangan 20091007_20091122 G) citra fase bergeoreferensi, H) citra fase yang telah difilter bergeoreferensi,
I) citra unwrap bergeoreferensi, J) citra fase Gunung Semeru K) citra fase yang telah difilter Gunung Semeru, L) citra unwrap Gunung Semeru
G) H)
I) J)
K) L)