bab iv hasil pembahasan dan novelty -...
TRANSCRIPT
120
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN DAN NOVELTY
4.1. Analisis Deskriptif
4.1.1 Gambaran Tenaga Kerja Lokal dan Asing pada Perusahaan Modal Asing
di Provinsi Banten
Masuknya investasi asing di Indonesia, diiringi pula dengan masuknya tenaga
kerja asing yang bekerja pada perusahaan asal negara tersebut. Hal ini akan
menimbulkan eksternalitas beban yang berkaitan dengan persaingan antar tenaga
kerja lokal, lingkungan dan budaya bagi masyarakat setempat dan juga pemerintah
daerah.
Penelitian ini mengeksplorasi perbedaan tentang nilai-nilai pribadi (personal
values), kompetensi budaya (cultural competence), merek pribadi (personal
branding), dan kepercayaan diri (self-confidence) antara tenaga kerja asing yang
berasal dari negara Korea, Jepang, dan Cina dengan tenaga kerja lokal (Indonesia)
pada perusahaan modal asing di Provinsi Banten. Adapun wilayah penelitiannya
adalah di Provinsi Banten pada tiga kota yaitu Kota Cilegon, Kota Serang, dan Kota
Tangerang, dengan unit observasinya adalah tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal
yang bekerja pada perusahaan modal asing di masing-masing wilayah tersebut.
Data perusahaan modal asing dan jumlah proporsi tenaga kerja yang diteliti
dalam penelitian ini adalah sebagaimana dalam tabel 4.1 dibawah ini.
121
Tabel 4.1
Data Perusahaan Modal Asing dan Tenaga Kerja
No Perusahaan Negara Lokasi TKA TKI
1 PT. Krakatau Posco Korea Cilegon 3 8
2 PT. Daekyung Indah Heavy Industry Korea Cilegon 3 7
3 PT. Dong Jin Indonesia Korea Cilegon 2 7
4 PT. Lotte Chemical Korea Cilegon 3 8
5 PT. DOW Chemical Pacific Korea Cilegon 3 7
6 PT. Kokusai Keiso Indonesia Korea Cilegon 3 8
7 PT. Bayer Material Science Jepang Cilegon 2 8
8 PT. Krakatau Nippon Steel Sumikin Jepang Cilegon 3 8
9 PT. Nippon Shokubai Indonesia Jepang Cilegon 3 8
10 PT. Amoco Mitsui Pta Indonesia Cina Cilegon 3 8
11 PT. Air Liquide Indonesia Cina Cilegon 3 7
12 PT. Bayer Urethane Indonesia Cina Cilegon 3 7
13 PT. Cabot Chemical Indonesia Cina Cilegon 3 7
14 PT.Showa Esterindo Indonesia Korea Serang 2 8
15 PT. Asahimas Chemical Jepang Serang 2 8
16 PT. Mitshubishi Chemical Indonesia Jepang Serang 3 8
17 PT. Sankyu Indonesia International Jepang Serang 3 8
18 PT. Mitsui Eterindo Chemicals Jepang Serang 3 8
19 PT. Toyo Asahi Bicycle Industries Cina Serang 3 7
20 PT. Standard Toyo Polymer Cina Serang 3 7
21 PT. Ceresta Flour Mills Cina Serang 3 7
22 PT. Lautan Otsuka Chemical Cina Serang 3 7
23 PT. Triomega Pet Industries Cina Serang 3 7
24 PT.Showa Esterindo Indonesia Cina Serang 3 7
25 PT. NLT Gasket Manufacturing Jepang Tangerang 3 8
26 PT. Behn Meyer Kimia Jepang Tangerang 3 8
27 PT. Sakata Inx Indonesia Jepang Tangerang 3 8
28 PT. Yasunaga Indonesia Cina Tangerang 2 8
29 PT. Bhatara Guizhou Wire Indonesia Cina Tangerang 3 7
30 PT. Arai Rubber Seal Indonesia Cina Tangerang 3 7
JUMLAH 85 226
Sumber : Data primer diolah 2017- April 2018
122
4.1.2 Persepsi Diri Tenaga Kerja tentang Nilai-nilai Pribadi, Kompetensi
Budaya, Merek Pribadi, dan Kepercayaan Diri
Nilai-nilai pribadi seseorang merupakan gambaran tentang diri seseorang
dengan yang lain, bagaimana bersikap, menunjukkan tentang siapa dirinya,
bagaiamana berbicara, bagaimana bersosialisasi melalui penampilan dirinya,
perilakunya, kata-katanya, ekspresi emosinya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
pribadinya.Karacaer, (2009) menggambarkan nilai-nilai sebagai inti kepribadian,
mempengaruhi individu dalam membuat pilihan dan cara individu dan organisasi
dalam menginvestasikan waktu dan energi. Banyak penelitian tentang nilai-nilai
menggunakan 9 dimensi list of value (LOV) dari Rokeach yaitu pemenuhan diri (self-
fullfillment), penghormatan diri (self-respect), rasa pemenuhan (sense of
accomplishment), kesenangan (excitement), rasa kemanan (sense of security), rasa
memiliki (sense of belonging), memiliki rasa hormat (being well respect), kesenagan
dan kenikmatan (fun and enjoyment), dan hubungan yang hangat (warm relationship).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator nilai-nilai pribadi yang
diambil sebagian dari Schwartz (2006) yang meliputi kebaikan (humility), kerjasama
(cooperation), dan tanggung jawab (responsibility), serta dari Kamakura & Mazon
(2010) yang meliputi prestasi (achievement), hedonism (hedonism), dan empati
(emphaty).
Selanjutnya untuk indikator kompetensi budaya peneliti mengadopsi dari
Chendan Starosta (1996) yang meliputi kesadaran budaya (cultural awareness),
kepekaan budaya (cultural sensitivity), kecerdasan budaya (cultural adroitness), dari
123
O'Sullivan (1999); pengetahuan budaya (cultural knowledge), keahlian solutif
(solution skill), dan sikap internalisasi (internalization). Untuk mengukur merek
pribadi indikator yang digunakan dari McNally and Speak (2004), meliputi
kompetensi, standar, gaya, konsisten, relevan, dan khas, serta dari Montoya (2002)
yaitu visibilitas. Dan untuk mengukur variabel kepercayaan diri digunakan indikator
dari Rini (2002); pandangan positif, tujuan yang rasional, Waterman (1980);
kemampuan, Santrock (1999); harga diri, dan evaluasi diri.
Analisis deskriptif perepsi diri masing-masing tenaga kerja tentang nilai-nilai
pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi, dan kepercayaan diri dapat dilihat pada
table 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Persepsi pribadi tenaga kerja Korea, Jepang, Cina, dan Indonesia
tentang nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi, dan kepercayaan diri
Variabel Indikator
Mean
Korea Jepang Cina Indonesia
Nilai-nilai Pribadi
Prestasi (Achievement) 2.23 2.17 3.08 3.18
Empati (Empaty) 2.68 2.40 2.68 3.88
Hedonis (Hedonism) 2.73 2.37 2.84 3.65
Kebaikan (Humility) 2.95 2.20 3.08 3.82
Kerjasama (Cooperation) 2.95 2.43 2.84 3.77
Tanggung jawab (reponsibility) 2.36 2.53 2.84 3.37
Rata-rata 2.65 2.35 2.89 3.61
Interval Skor 55% 47% 58% 72%
Kriteria Kurang
Baik
Tidak
Baik
Kurang
Baik Baik
124
Tabel 4.2 Persepsi pribadi tenaga kerja Korea, Jepang, Cina, dan
Indonesia tentang nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek
pribadi, dan kepercayaan diri
Lanjutan…..
Kompetensi
Budaya
Kesadaran budaya (Cultural Awareness) 2.36 3.17 3.08 3.48
Kepekaan budaya (Cultural Sensitivity) 2.68 2.37 2.47 3.63
Kecerdasan budaya (Cultural Adroitness) 2.13 2.40 2.58 3.37
Pengetahuan budaya (Cultural Knowledge) 2.77 2.30 2.26 3.22
Keahlian solutif (Solution Skill) 2.27 2.70 3.11 3.50
Sikap internalisasi (Internalization) 2.23 2.27 2.89 3.40
Rata-rata 2.41 2.54 2.73 3.43
Interval Skor 48% 51% 55% 69%
Kriteria Tidak
Baik
Tidak
Baik
Kurang
Baik Baik
Merek
Pribadi
Kompetensi (competence) 2.14 3.17 3.63 3.42
Gaya (style) 2.27 3.13 3.84 3.52
Standar (standard) 2.50 3.67 3.74 3.65
Visibilitas (visibility) 2.00 3.33 3.18 3.58
Konsistensi (consistency) 2.32 2.72 3.66 3.47
Relevan (relevant) 2.23 2.97 3.63 3.50
Khas (typical) 2.23 2.60 3.79 3.95
Rata-rata 2.24 3.09 3.64 3.58
Interval Skor 45% 62% 73% 72%
Kriteria Tidak
Menonjol
Kurang
Menonjol Menonjol Menonjol
Kepercayaan
Diri
Pandangan positif (positive outlook) 3.50 3.87 3.76 3.07
Tujuan yang realistis (realistic goal) 3.50 4.07 3.97 3.22
Keahlian (skill) 3.32 3.83 3.79 3.27
Harga diri (self-respect) 2.14 3.47 3.82 2.88
Evaluasi diri (self-evaluation) 3.59 3.83 3.34 2.72
Rata-rata 3.21 3.81 3.74 3.03
Interval Skor 64% 76% 75% 61%
Kriteria Biasa Tinggi Tinggi Biasa
Sumber : Data primer diolah 2017
125
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat skor rata-rata indikator pada variabel nilai-
nilai pribadi masing-masing tenaga kerja bila dibandingkan kireterianya, maka tenaga
kerja asal Korea memiliki kriteria nilai-nilai pribadi yang baik dalam hal kerjasama
dan sikap yang baik terhadap norma dan peraturan kerja. Namun tenaga kerja Korea
kurang mengutamakan prestasi dalam bekerja dan kurang memiliki rasa tanggung
jawab terhadap pekerjaannya. Ini bertolak belakang dengan pernyataan Kim Kyong-
dong (2011) ”uri nara dan kolektivisme” dimana Korea merupakan salah satu negara
yang sangat kuat rasa tanggung jawab kolektifnya (strong senses of collective
responsibility). Sikap kolektivisme ini muncul sebagai konsekuensi logis dari
homogenitas Korea. Kim (2011) mengatakan bahwa penyebab utama perubahan nilai
dalam masyarakat Korea adalah faktor internasional, faktor manusianya, faktor
prinsip dalam organisasi masyarakat, dan faktor teknologi. Tenaga kerja asal Jepang
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, namun tenaga kerja Jepang selalu
mengesampingkan prestasi, kurang memahami norma-norma dan aturan kerja di
lingkungan perusahaan, kurang bersikap baik, selalu bersenang-senang, dan kurang
bisa untuk bekerjasama. Hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai hidup (bushido)
yang telah ditanamkan sejak dini yaitu Gi (integritas), Yuu (keberanian), Jin
(kemurahan hati), Rei (menghormati), Makoto atau Shin (Kejujuran dan tulus ikhlas),
Meiyo (kehormatan), Chuugi (loyal), dan Tei (menghormati orang tua), juga bertolak
belakang dengan pendapat Damayanti (2016), yang menyatakan bahwa nilai-nilai
pribadi orang Jepang mengarah pada rasa kebersamaan dalam suatu kelompok yang
diesbut Shudan Shugi yaitu masyarakat yang mempunyai nilai terikat pada
126
kelompoknya berdasarkan ikatan emosionalyang disebut nakama
ihs i k i , (なかまいしき/仲間意識), mempunyai nilai kebersamaan yang kuat sebagai
akibat dari merasa dan menjadi bagian dari kelomponya disebut shudanteki shakai
(しゅうだんてきしゃかい/集団的社会). Menurut Chie Nakane (1975) bahwa orang
Jepang lebih mementingkan ba (frame) dimana individu hidup dalam kelompok, dan
tidak menonjolkan shikaku (atribut/status) individu. Fenomena tersebut disebabkan
karena mereka jauh dari komunitasnya. Sementara tenaga kerja Cina lebih
mengutamakan prestasi dan bersikap baik, namun kurang memiliki tenggang rasa
terhadap rekan kerjanya, bersikap senang-senang, kurang mampu bekerja dengan tim,
dan kurang memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Hal ini bertolak
belakang dengan pendapat Hwang (2007); kerja keras tanpa kenal lelah menjadi ciri
dari orang Cina yang mengakibatkan mereka unggul dari yang lain dan orang Cina
dapat mengambil hikmah dan belajar dari kegagalannya. Mereka mengevaluasi segala
kekurangan, kelemahan, kesalahan, dan kegagalan. Sedangkan tenaga kerja Indonesia
memiliki rasa empati yang tinggi, bersikap baik, dan mampu untuk bekerjasama,
namun tenaga kerja Indonesia kurang mengutamakan prestasi kerja dan juga kurang
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Hasil persepsi tenaga kerja asal Korea tentang kompetensi budaya termasuk
kriteria yang peka terhadap budaya dan memiliki pengetahuan budaya yang baik,
namun sulit memahami budaya lain di lingkungan kerjanya, karena kurang mampu
membangun komunikasi dengan rekan kerjanya, kurang pandai dalam menyelesaikan
masalah, dan tidak punya rasa memiliki terhadap perusahaan. Hal tersebut sejalan
127
dengan hasil penelitian Shin (2007), menyatakan ‘tanil han minjok’ bahwa Korea
adalah bangsa yang darah dan budayanya homogen. Tanilhan Minjok, istilah bahasa
Korea yang berarti satu ras, menjadi kata kunci bagi pemertahanan nilai yang berbeda
dari ras (bangsa) lain. Padahal nilai budaya orang Korea yang meliputi Koenchanayo
yang artinya toleransi dan menghargai orang lain. Kibun berarti menghormati orang
lain dan menghindari segala tindakan yang bisa menyebabkan orang lain kehilangan
muka. Inhwa berarti pendekatan terhadap keharmonisan dalam kultur bisnis
Korea. Dan kompetensi budaya tenaga kerja Jepang juga termasuk dalam kriteria
memiliki kesadaran budaya yang baik, namun kurang bersikap terbuka terhadap
rekan kerja, tidak bisa membangun komunikasi kerja dengan baik, tidak senang
dengan lingkungan kerjanya, kurang mampu menyelesaikan masalah yang terjadi.
Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang dikenal selama ini bahwa orang
Jepang selalu memegang erat prosedural, well organized, tekun, dan teliti serta
tumbuh sebagai satu komunitas. Dan nilai-nilai budaya Jepang dikenal dengan wa
(harmoni), kao (reputasi), dan omoiyari (loyalitas). Sementara kompetensi budaya
tenaga kerja Cina termasuk dalam kriteria memiliki kesadaran budaya dan keahlian
solutif yang baik, namun kurang bersikap terbuka, kurang mampu membangun
komunikasi yang baik, dan kurang senang dengan lingkungan kerjanya. Dan
kompetensi budaya tenaga kerja Indonesia termasuk kriteria peka terhadap budaya
yang ada dan memiliki keahlian solutif dalam menyelesaikan masalah, sehingga
mampu dengan mudah memahami budaya lain, selalu bersikap terbuka dengan rekan
kerja, dan mampu menyelesaikan masalah yang terjadi.
128
Persepsi tenaga kerja Korea tentang merek pribadi termasuk dalam kriteria
memiliki standar kerja yang baik, namun kurang kreatif dalam bekerja, kurang fokus
terhadap target kerja, dan tidak memiliki keunikan yang khas. Kim (2007)
berpendapat bahwa orang Korea memiliki Han yaitu salah satu unsur psikologis yang
mengubah masyarakat Korea. Bangsa Korea adalah bangsa yang tangguh yang
mampu melewati semua masalah sehingga menjadi satu kekuatan untuk bertahan atau
bahkan mengatasi kepedihan itu. Persepsi tenaga kerja asal Jepang terhadap merek
pribadi masuk dalam kriteria memiliki standar kerja yang baik, namun kurang
semangat dalam bekerja, kurang memahami teknologi, dan tidak memiliki keunikan.
Hal tersebut berbeda dengan stereotip yang selama ini dikenal bahwa orang Jepang
itu ramah, sopan, ekspresif, menghargai usaha, tumbuh sebagai suatu komunitas atau
dikenal dengan istilah "Omotenashi" atau "Japanese hospitality" (japantimes.co.jp;
2015),dan sudah menjadi merek mereka dalam bekerja adalah kaizen, bushido,
makoto, genchi genbutsu, dan hansei. Persepsi tenaga kerja asal Cina tentang merek
pribadi masuk dalam criteria memiliki gaya dan ciri yang khas dalam bekerja yaitu
cepat, namun tidak memiliki pandangan yang visioner, kurang optimis dalam
melakukan pekerjaan, kurang semangat dalam bekerja, kurang mampu memahami
teknologi. Padahal mereka dikenal sebagai orang yang berani mengambil resiko,
pekerja keras, entrepreneur yang menjaga kualitas dan kepercayaan, selalu ingin
perubahan secara total, dan belajar dari kegagalan dan mempertahankan kesuksesan.
Persepsi tenaga kerja asal Indonesia tentang merek pribadi masuk dalam kriteria
129
memiliki cara kerja yang khas yaitu ulet dan penurut, namun kurang optimis dalam
melakukan pekerjaan, kurang dalam pencapaian target kerja.
Persepsi tenaga kerja asal Korea tentang kepercayaan diri masuk dalam kriteria
yang memiliki pandangan positif, memiliki tujuan yang realistis, dan selalu
melakukan evaluasi diri, namun kurang mementingkan status dalam bekerja, sulit
untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja, tidak memiliki motivasi untuk lebih
semangat dalam bekerja. Persepsi tenaga kerja asal Jepang tentang kepercayaan diri
masuk dalam kriteria memiliki tujuan yang realistis, namun kurang mampu untuk
beradaptasi di lingkungan kerja, kurang memiliki motivasi kerja yang tinggi,
kemampuan yang kurang sesuai dengan pekerjaannya, dan jarang mengintropeksi
diri. Padahal orang Jepang selalu mengedepankan semangat teamwork, menjaga
hubungan baik, dan menghindari ego individu, menjaga harga diri, reputasi, dan
status sosial, menghindari konfrontasi dan kritik terbuka secara langsung. Persepsi
tenaga kerja asal Cina tentang kepercayaan diri masuk dalam kiteria memiliki tujuan
yang realistis, namun kurang mampu untuk beradaptasi di lingkungan kerja, kurang
memiliki motivasi kerja yang tinggi, kemampuan yang kurang sesuai dengan
pekerjaannya, dan jarang mengintropeksi diri. Sesungguhnya orang Cina dapat
membedakan dengan tegas antara urusan bisnis dan urusan pribadi, berani mengambil
resiko, pekerja keras, selalu menjaga kualitas, dan menginginkan perubahan secara
total. Persepsi tenaga kerja asal Indonesia tentang kepercayaan diri masuk dalam
criteria memiliki tujuan yang realistis dan keahlian yang sesuai, namun terlalu
mementingkan status dalam bekerja dan kurang intropeksi diri.
130
Hasil analisis perbandingan persepsi masing-masing tenaga kerja (Korea,
Jepang, Cina, dan Indonesia) dapat digambarkan dalam grafik berikut ini:
Gambar 4.1 Perbandingan persepsi setiap variabel
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Prestasi(Achievement)
Empati (Empaty)
Hedonis (Hedonism)
Kebaikan (Humility)
Kerjasama(Cooperation)
Tanggung jawab(reponsibility)
Nilai Pribadi TK. Korea
1,9
2
2,1
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6Prestasi (Achievement)
Empati (Empaty)
Hedonis (Hedonism)
Kebaikan (Humility)
Kerjasama (Cooperation)
Tanggung jawab(reponsibility)
Nilai Pribadi TK. Jepang
2,4
2,5
2,6
2,7
2,8
2,9
3
3,1Prestasi (Achievement)
Empati (Empaty)
Hedonis (Hedonism)
Kebaikan (Humility)
Kerjasama (Cooperation)
Tanggung jawab(reponsibility)
Nilai Pribadi TK. Cina
0
1
2
3
4Prestasi (Achievement)
Empati (Empaty)
Hedonis (Hedonism)
Kebaikan (Humility)
Kerjasama(Cooperation)
Tanggung jawab(reponsibility)
Nilai Pribadi TK. Indonesia
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Kesadaran budaya(Cultural Awareness)
Kepekaan budaya(Cultural Sensitivity)
Kecerdasan budaya(Cultural Adroitness)
Pengetahuan budaya(Cultural Knowledge)
Keahlian solutif (SolutionSkill)
Sikap internalisasi(Internalization)
Kompetensi Budaya TK. Korea
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Kesadaran budaya(Cultural Awareness)
Kepekaan budaya(Cultural Sensitivity)
Kecerdasan budaya(Cultural Adroitness)
Pengetahuan budaya(Cultural Knowledge)
Keahlian solutif (SolutionSkill)
Sikap internalisasi(Internalization)
Kompetensi Budaya TK. Jepang
00,5
11,5
22,5
33,5
Kesadaran budaya(Cultural Awareness)
Kepekaan budaya(Cultural Sensitivity)
Kecerdasan budaya(Cultural Adroitness)
Pengetahuan budaya(Cultural Knowledge)
Keahlian solutif (SolutionSkill)
Sikap internalisasi(Internalization)
Kompetensi Budaya TK. Cina
3
3,2
3,4
3,6
3,8
Kesadaran budaya(Cultural Awareness)
Kepekaan budaya(Cultural Sensitivity)
Kecerdasan budaya(Cultural Adroitness)
Pengetahuan budaya(Cultural Knowledge)
Keahlian solutif(Solution Skill)
Sikap internalisasi(Internalization)
Kompetensi Budaya TK. Indonesia
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Kompetensi(competence)
Gaya (style)
Standar (standard)
Visibilitas (visibility)Konsistensi
(consistency)
Relevan (relevant)
Khas (typical)
Merek Pribadi TK. Korea
0
1
2
3
4
Pandangan positif(positive outlook)
Tujuan yang realistis(realistic goal)
Keahlian (skill)Harga diri (self-
respect)
Evaluasi diri (self-evaluation)
Kepercayaan Diri TK. Korea
0
1
2
3
4
Kompetensi(competence)
Gaya (style)
Standar (standard)
Visibilitas (visibility)Konsistensi
(consistency)
Relevan (relevant)
Khas (typical)
Merek Pribadi TK. Jepang
3
3,2
3,4
3,6
3,8
4
4,2
Pandangan positif(positive outlook)
Tujuan yang realistis(realistic goal)
Keahlian (skill)Harga diri (self-
respect)
Evaluasi diri (self-evaluation)
Kepercayaan Diri TK. Jepang
00,5
11,5
22,5
33,5
4
Kompetensi(competence)
Gaya (style)
Standar (standard)
Visibilitas (visibility)Konsistensi (consistency)
Relevan (relevant)
Khas (typical)
Merek Pribadi TK. Cina
33,13,23,33,43,53,63,73,83,9
4
Pandangan positif(positive outlook)
Tujuan yang realistis(realistic goal)
Keahlian (skill)Harga diri (self-respect)
Evaluasi diri (self-evaluation)
Kepercayaan Diri TK. Cina
3
3,2
3,4
3,6
3,8
4
Kompetensi(competence)
Gaya (style)
Standar (standard)
Visibilitas (visibility)Konsistensi
(consistency)
Relevan (relevant)
Khas (typical)
Merek Pribadi TK. Indonesia
0
1
2
3
4
Pandangan positif(positive outlook)
Tujuan yang realistis(realistic goal)
Keahlian (skill)Harga diri (self-
respect)
Evaluasi diri (self-evaluation)
Kepercayaan Diri TK. Indonesia
131
Berdasarkan gambar 4.1 tersebut dapat dibuat landscape merek pribadi
masing-masing asal tenaga kerja dengen mengembangkan model landscape dari
Shephred (2016) sebagai berikut:
Gambar 4.2 Landscape merek pribadi tenaga kerja Korea
Berdasarkan gambar tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja Korea
dikenal “murah senyum” dengan standar kerja yang baik dan memiliki kepercayaan
diri yang tinggi, karena mereka mempunyai pandangan yang positif dalam setiap
aktivitas pekerjaan yang dilakukannya.
Gambar 4.3 Landscape merek pribadi tenaga kerja Jepang
132
Berdasarkan gambar tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja Jepang juga
dikenal “murah senyum” dengan standar kerja yang baik dan memiliki kepercayaan
diri yang tinggi, karena mereka mempunyai tujuan yang realistis dalam setiap
aktivitas pekerjaan yang dilakukannya.
Gambar 4.4 Landscape merek pribadi tenaga kerja Cina
Berdasarkan gambar tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja Cina juga
dikenal “murah senyum” dengan gaya kerjanya yang detail dan cepat serta memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, karena mereka mempunyai tujuan yang realistis dalam
setiap aktivitas pekerjaan yang dilakukannya.
Gambar 4.5 Landscape merek pribadi tenaga kerja Indonesia
133
Berdasarkan gambar tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja Indonesia
juga dikenal “murah senyum” dengan gaya kerjanya yang santai namun memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, karena mereka mempunyai keahlian dalam setiap
aktivitas pekerjaan yang dilakukannya.
1) Persepsi Tenaga Kerja Asing tentang Nilai-nilai Pribadi, Kompetensi
Budaya, Merek Pribadi, dan Kepercayaan Diri Tenaga Kerja Lokal
Analisis deskriptif perepsi diri tenaga kerja asing terhadap tenaga kerja lokal
tentang nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi, dan kepercayaan diri
dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3
Persepsi tenaga kerja asing tentang nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek
pribadi, dan kepercayaan diri tenaga kerja lokal
Variabel Indikator
Mean
Asing - Lokal
Nilai-nilai
Pribadi
Prestasi (Achievement) 2.47
Empati (Empaty) 2.56
Hedonis (Hedonism) 2.22
Kebaikan (Humility) 2.48
Kerjasama (Cooperation) 2.28
Tanggung jawab (reponsibility) 2.52
Rata-rata 2.37
Interval Skor 48%
Kriteria Kurang Baik
mpetensi
Budaya
Kesadaran budaya (Cultural Awareness) 2.91
Kepekaan budaya (Cultural Sensitivity) 2.47
Kecerdasan budaya (Cultural Adroitness) 2.45
134
Pengetahuan budaya (Cultural Knowledge) 2.45
Keahlian solutif (Solution Skill) 2.64
Sikap internalisasi (Internalization) 2.27
Rata-rata 2.47
Interval Skor 51%
Kriteria Tidak Baik
Variabel Indikator Mean
Asing - Lokal
Merek
Pribadi
Kompetensi (competence) 2.92
Gaya (style) 2.86
Standar (standard) 3.20
Visibilitas (visibility) 2.65
Konsistensi (consistency) 2.86
Relevan (relevant) 2.78
Khas (typical) 2.69
Rata-rata 2.78
Interval Skor 57%
Kriteria Tidak Menonjol
Kepercayaan
Diri
Pandangan positif (positive outlook) 3.51
Tujuan yang realistis (realistic goal) 3.85
Keahlian (skill) 3.45
Harga diri (self-respect) 3.06
Evaluasi diri (self-evaluation) 3.52
Rata-rata 3.39
Interval Skor 70%
Kriteria Biasa
Sumber : Data primer diolah 2017
Tabel 4.3 Persepsi tenaga kerja asing tentang nilai-
nilai pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi,
dan kepercayaan diri tenaga kerja lokal
Lanjutan……
135
Dari tabel 4.3 dapat dilihat skor rata-rata indikator pada variabel nilai-nilai
pribadi tenaga kerja Indonesia menurut persepsi tenaga kerja asing bahwa nilai
pribadi tenaga kerja asal Indonesia memiliki sikap yang baik dalam bekerja. Robert
McCrae (1997) dan 79 rekan sejawatnya di berbagai belahan dunia. Mereka meneliti
12.000 mahasiswa S1 dari 51 kebudayaan. Selanjutnya, berdasarkan karakter para
responden, mereka bisa membuat skor perbedaan perilaku antarkebudayaan. Dalam
kategori kemampuan bersosialisasi, masyarakat yang skornya paling tinggi secara
rata-rata adalah orang Brasil, orang Prancis di Swiss, dan orang Malta. Adapun yang
skornya paling rendah secara rata-rata adalah orang Nigeria, orang Maroko, dan
orang Indonesia.
Dan kompetensi budaya tenaga kerja Indonesia memiliki tingkat kesadaran
budaya yang tinggi, karena mampu dengan mudah memahami budaya lain, selalu
bersikap terbuka dengan rekan kerja, dan mampu menyelesaikan masalah yang
terjadi. Sementara hasil persepsi tenaga kerja Asing tentang merek pribadi bahwa
tenaga kerja Indonesia mampu bekerja sesuai standar kerja yang telah ditentukan,
namun kurang kreatif dalam bekerja, kurang fokus terhadap target kerja, dan tidak
memiliki keunikan yang khas.
Dan persepsi tenaga kerja asing tentang kepercayaan diri bahwa tenaga kerja
Indonesia memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena memiliki tujuan yang
realistis, namun terlalu mementingkan status dalam bekerja, sulit untuk beradaptasi
dengan lingkungan kerja, tidak memiliki motivasi untuk lebih semangat dalam
bekerja, dan kurang mengintropeksi diri.
136
22,12,22,32,42,52,6
Prestasi(Achievement)
Empati (Empaty)
Hedonis(Hedonism)
Kebaikan(Humility)
Kerjasama(Cooperation)
Tanggung jawab(reponsibility)
Nilai-nilai Pribadi
0
1
2
3
Kesadaran budaya(Cultural
Awareness)
Kepekaan budaya(Cultural Sensitivity)
Kecerdasan budaya(Cultural Adroitness)
Pengetahuanbudaya (Cultural
Knowledge)
Keahlian solutif(Solution Skill)
Sikap internalisasi(Internalization)
Kompetensi Budaya
00,5
11,5
22,5
33,5
Kompetensi(competence)
Gaya (style)
Standar(standard)
Visibilitas(visibility)
Konsistensi(consistency)
Relevan(relevant)
Khas (typical)
Merek Pribadi
0
1
2
3
4
Pandanganpositif (positive
outlook)
Tujuan yangrealistis
(realistic goal)
Keahlian (skill)Harga diri
(self-respect)
Evaluasi diri(self-
evaluation)
Kepercayaan Diri
Hasil analisis persepsi tenaga kerja asing terhadap tenaga kerja lokal dapat
digambarkan dalam grafik berikut ini:
Gambar 4.6 Hasil persepsi Tenaga kerja Asing terhadap Tenaga kerja Lokal
Berdasarkan gambar 4.6 tersebut dapat dibuat landscape merek pribadi dan
kepercayaan diri dari persepsi tenaga kerja asing terhadap tenaga kerja lokal sebagai
berikut:
137
Gambar 4.7 Landscape merek pribadi tenaga kerja lokal
Berdasarkan gambar tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja lokal
dikenal “misterius” dengan standar kerjanya yang lambat namun memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, dan juga mereka mempunyai tujuan yang realistis
dalam setiap aktivitas pekerjaan yang dilakukannya.
2) Persepsi Tenaga Kerja Lokal terhadap Nilai-nilai Pribadi, Kompetensi
Budaya, Merek Pribadi, dan Kepercayaan Diri Tenaga Kerja Asing
Analisis deskriptif perepsi tenaga kerja lokal terhadap tenaga kerja asing
tentang nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi, dan kepercayaan diri
dapat dilihat pada table 4.4 sebagai berikut:
138
Tabel 4.4
Persepsi tenaga kerja lokal terhadap nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek
pribadi, dan kepercayaan diri tenaga kerja asing
Variabel Indikator
Mean
Lokal – Asing
Nilai-nilai
Pribadi
Prestasi (Achievement) 3.18
Empati (Empaty) 3.52
Hedonis (Hedonism) 3.31
Kebaikan (Humility) 3.50
Kerjasama (Cooperation) 3.27
Tanggung jawab (reponsibility) 3.27
Rata-rata 3.34
Interval Skor 67%
Kriteria Kurang Baik
Kompetensi
Budaya
Kesadaran budaya (Cultural Awareness) 3.13
Kepekaan budaya (Cultural Sensitivity) 3.52
Kecerdasan budaya (Cultural Adroitness) 3.31
Pengetahuan budaya (Cultural Knowledge) 3.42
Keahlian solutif (Solution Skill) 3.25
Sikap internalisasi (Internalization) 3.26
Rata-rata 3.32
Interval Skor 66%
Kriteria Tidak Baik
Merek Pribadi
Kompetensi (competence) 3.12
Gaya (style) 3.47
Standar (standard) 3.28
Visibilitas (visibility) 3.32
Konsistensi (consistency) 3.60
Relevan (relevant) 3.23
Khas (typical) 3.23
139
Rata-rata 3.32
Interval Skor 66%
Kriteria Tidak Menonjol
Kepercayaan
Diri
Pandangan positif (positive outlook) 3.24
Tujuan yang realistis (realistic goal) 3.32
Keahlian (skill) 3.32
Harga diri (self-respect) 3.20
Evaluasi diri (self-evaluation) 3.27
Rata-rata 3.27
Interval Skor 66%
Kriteria Biasa
Sumber : Data primer diolah 2017
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat skor rata-rata indikator pada variabel nilai-
nilai pribadi tenaga kerja asing menurut persepsi tenaga kerja Indonesia bahwa nilai
pribadi tenaga kerja Asing memiliki rasa empati baik. Hasil persepsi tenaga kerja
Indonesia tentang kompetensi budaya tenaga kerja asing bahwa mereka peka terhadap
budaya lain, namun sulit memahami budaya lain di lingkungan kerjanya, kurang
mampu membangun komunikasi dengan rekan kerjanya, kurang pandai dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak punya rasa memiliki terhadap perusahaan. Hal
tersebut bertolak belakang dengan kenyataan bahwa mereka dikenal sebagai pekerja
yang Prosedural, Well Organized, Tekun, dan Teliti.
Persepsi tenaga kerja Indonesia tentang merek pribadi bahwa tenaga kerja
Asing memiliki konsistensi kerja yang baik dengan standar kerja tinggi. Persepsi
Tabel 4.4 Persepsi tenaga kerja lokal terhadap nilai-nilai
pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi, dan kepercayaan
diri tenaga kerja asing
Lanjutan ….
140
33,13,23,33,43,53,6
Prestasi(Achievement)
Empati (Empaty)
Hedonis(Hedonism)
Kebaikan(Humility)
Kerjasama(Cooperation)
Tanggung jawab(reponsibility)
Nilai-nilai Pribadi
tenaga kerja Indonesia tentang kepercayaan diri tenaga kerja Asing bahwa mereka
dikenal memiliki keahlian yang sesuai dengan bidang kerjanya dan mumpuni.
Hasil analisis persepsi tenaga kerja lokal terhadap tenaga kerja asing dapat
digambarkan dalam grafik berikut ini:
Gambar 4.8 Hasil persepsi Tenaga kerja Lokal terhadap Tenaga kerja Asing
2,8
3
3,2
3,4
3,6
Kesadaran budaya(Cultural
Awareness)
Kepekaan budaya(Cultural
Sensitivity)
Kecerdasanbudaya (Cultural
Adroitness)
Pengetahuanbudaya (Cultural
Knowledge)
Keahlian solutif(Solution Skill)
Sikap internalisasi(Internalization)
Kompetensi Budaya
2,82,9
33,13,23,33,43,53,6
Kompetensi(competence)
Gaya (style)
Standar(standard)
Visibilitas(visibility)
Konsistensi(consistency)
Relevan(relevant)
Khas (typical)
Merek Pribadi
3,1
3,15
3,2
3,25
3,3
3,35
Pandanganpositif (positive
outlook)
Tujuan yangrealistis (realistic
goal)
Keahlian (skill)Harga diri
(self-respect)
Evaluasi diri(self-evaluation)
Kepercayaan Diri
141
Berdasarkan gambar 4.8 tersebut dapat dibuat landscape merek pribadi dan
kepercayaan diri dari persepsi tenaga kerja lokal terhadap tenaga kerja asing sebagai
berikut:
Gambar 4.9 Landscape merek pribadi tenaga kerja Indonesia
Berdasarkan gambar tersebut dapat dikatakan bahwa tenaga kerja asing
dikenal “murah senyum” dengan gaya kerjanya yang cepat dan disiplin serta
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, karena mereka mempunyai keahlian yang
sesuai dengan aktivitas pekerjaan yang dilakukannya.
4.2 Pengujian Model
Dalam pengujian model penelitian ini digunakan beberapa alat analisa untuk
menguji hipotesis penelitian sebagaimana dalam tabel berikut:
142
Tabel 4.5
Teknik analisa data yang digunakan
No Pengujian Alat analisa Hasil
1
Normalitas Data,
Validitas, dan
Reliabilitas
SEM AMOS 20
Normal, Valid, dan
Reliable
2
Komparasi antar
Negara dan
Wilayah
SPSS 20 :
- ANOVA ONE WAY
- KRUSKAL WALLIS
Perbandingan antar
Negara per variabel
3
Komparasi model
TK. Lokal dan TK.
Asing
SEM AMOS – Multiple
group
Perbandingan model
antara tenaga kerja
Asing dan tenaga kerja
Lokal
4.2.1 Uji Normalitas
Sebelum melakukan pengujian asumsi data untuk melihat apakah data
berdistribusi normal, maka terlebih dahulu dideteksi ada tidaknya univariate outliner
yang dilihat berdasarkan standar skor atau Z-score yang mempunyai nilai rata-rata
nol dengan standar deviasi sebesar 1.00. Hair at al (2010) menyatakan bahwa outliner
adalah suatu data yang memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari
observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel
tunggal maupun variabel kombinasi. Bila nilai Z-score ≥ ± 4.0 maka dikategorikan
sebagai univariate outliner untuk sampel yang berukuran besar. Berdasarkan data
awal dengan sampel 311 menunjukkan tidak adanya univariate outliner karena nilai
Z-score ≤ ± 4.0, hasil perhitungan data tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
143
Tabel 4.6
Uji Normalitas Data
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
Hedonis 1.000 5.000 .463 1.744 -.535 -1.007
Pengetahuan_budaya 1.000 5.000 .449 1.689 -.396 -.746
Evaluasi_diri 1.000 5.000 -.617 -2.322 -.447 -.841
Harga_diri 1.000 5.000 .120 .453 -.840 -1.581
Keahlian 1.000 5.000 -.527 -1.985 -.534 -1.006
Tujuan_realistis 1.000 5.000 -.595 -2.238 -.587 -1.105
Pendangan_positif 1.000 5.000 -.018 -.066 -.353 -.664
Khas 1.000 5.000 .250 .943 -.950 -1.788
Relevan 1.000 5.000 .171 .643 -.861 -1.620
Konsistensi 1.000 5.000 .121 .455 -.926 -1.742
Visibilitas 1.000 5.000 .196 .739 -1.111 -2.091
Standar 1.000 5.000 -.253 -.951 -.936 -1.761
Gaya 1.000 5.000 .141 .530 -.939 -1.767
Kompetensi 1.000 5.000 .019 .070 -.997 -1.877
Keahlian_solutif 1.000 5.000 .180 .676 -.907 -1.707
Ketangkasan_budaya 1.000 5.000 .111 .416 -.720 -1.355
Kepekaan_budaya 1.000 5.000 .405 1.524 -.498 -.938
Kesadaran_budaya 1.000 5.000 .084 .315 -.912 -1.717
Tanggung_jawab 1.000 5.000 .320 1.203 -1.078 -2.029
Kebaikan 1.000 5.000 .315 1.185 -1.217 -2.291
Empati 1.000 5.000 .353 1.330 -1.133 -2.132
Multivariate
-6.054 -.898
Sumber : Data primer diolah 2017 dengan Amos 20
Berdasarkan tabel 4.6, selanjutnya melakukan evaluasi multivariate outliner
walaupun datanya tidak ada outliner pada tingkat univariate, yaitu dengan cara
melihat nilai Mahalanobis (the mahalanobis distance). Dalam penelitian ini
menggunakan 24 variable observed. Jarak Mahalanobis dihitung berdasarkan nilai
Chi Square pada derajat bebas sebesar jumlah variabel manifes pada tingkat
signifikansi p < 0,001. Nilai Mahalanobis distance untuk χ2 ( 24 ; 0,001 ) adalah
144
sebesar 51.179 yang diperoleh berdasarkan tabel distribusi χ2 termasuk dalam
kriteria multivariate oulnier. Univariate outliers, deteksi terhadap adanya outlier
univariat dapat dilakukan dengan menentukan nilai ambang batas yang akan
dikategorikan sebagai outliers dengan cara mengkonversi nilai data penilaian
kedalam standard score atau yang biasa disebut z-score, yang mempunyai rata-rata
nol dengan standar deviasi sebesar satu.
Bila nilai-nilai itu telah dinyatakan dalam format yang standar (z-score), maka
perbandingan antar besaran nilai dengan mudah dapat dilakukan. Untuk sampel besar
(di atas 80 observasi), pedoman evaluasi adalah nilai ambang batas dari z-score ini
berada pada rentang 3 sampai dengan 4 (Hair, dkk, 1995). Oleh karena itu kasus-
kasus atau observasi-observasi yang mempunyai z-score > 3,0 akan dikategorikan
outliers. Sedangkan Multivariate outliers, evaluasi terhadap multivariate outliers perlu
dilakukan sebab walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada outliers bila
sudah saling dikombinasikan.
Jarak Mahalanobis (the Mahalanobis Distance) untuk tiap-tiap observasi
dapat dihitung dan akan menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua
variabel dalam sebuah ruang multidimensional (Hair, dkk, 1995). Uji terhadap
outliers multivariate dilakukan dengan menggunakan kriteria jarak Mahalanobis pada
tingkat p kurang dari 0.001. Jarak Mahalanobis ini dievaluasikan dengan
menggunakan χ² pada derajat bebas sebesar jumlah variabel yang digunakan dalam
penelitian ini. Berdasarkan hasil perhitungan nilai mahalanobis dalam penelitian ini
nilai mahalanobis sebesar 14.263. Oleh karena itu tidak perlu dilakukan pengurangan
145
sampel dari 311 untuk menghilangkan outliner dengan mengurangi nilai sampel yang
masuk dalam kategori outliner karena tidak ada nilai mahalanobis yang lebih besar
dari 51.179.
Dalam SEM dengan menggunakan metode maximum likelihood dimana
syaratnya data harus memiliki sebaran normalitas multivariate. Dan hasil pengujian
normalitas data dimana nilai critical ratio (cr) skewness masing-masing indikator
secara univariate menunjukkan bahwa sebagian indikator normal karena nilai critical
ratio (cr) skewness dibawah 2,25. Sedangkan untuk uji normalitas multivariate
menunjukkan nilai critical ratio (cr) skewness -0.898. Jadi secara multivariate data
dalam penelitian ini memenuhi sebaran normalitas multivariate.
4.2.2 Hasil Uji Validitas
Hasil uji validitas dengan uji CFA atau uji validitas konstruk diperoleh nilai
critical ratio> 1,96 dengan probability < 0,05 dimana nilai P < 0,001 yang
menunjukkan bahwa konstruk tersebut adalah valid. Untuk melihat korelasi validitas
konvergen dalam penelitian ini tercapai, maka factor loading dari EFA harus
mencapai 0,55. Oleh karena itu, untuk studi aktual dengan sebanyak 300 - 350
responden, nilai batasan factor loading harus mencapai 0,30 (Hair et al., 2010).
Lebih lanjut, factor analysis yang digunakan untuk uji validitas dalam
penelitian ini adalah CFA. Untuk melihat nilai loading significant dari CFA, dapat
dilihat dari nilai kritis (critical ratio) yang dihasilkan. Apabila nilai kritis lebih besar
dari ± 1,96, maka terdapat signifikansi dengan tingkat kepercayaan 95%. Bila EFA
dan CFA menunjukkan signifikansi pada batasan yang ada, maka validitas konverjen
146
tercapai (Hair et al., 2010). Berdasarkan hasil uji validitas konstruk terdapat beberapa
indikator yang tidak valid baik bagi tenaga kerja asing maupun tenaga kerja lokal
sehingga harus dibuang. Dengan demikian konstruk (indikator) untuk setiap variabel
mampu merefleksikan variabel latennya.
4.2.3 Hasil Uji Reliabilitas Konstruk
Berdasarkan hali uji reliabilitas konstruk masing-masing variabel dan sampel
311 dengan menggunakan SPSS v.20 diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.7
Hasil Uji Reliabilitas Konstruk
Indikator Variabel Cut off Hasil Keterangan
Nilai-nilai Pribadi 0.113 – 0.148 0.579 Reliabel
Kompetensi Budaya 0.113 – 0.148 0.561 Reliabel
Merek Pribadi 0.113 – 0.148 0.506 Reliabel
Kepercayaan Diri 0.113 – 0.148 0.488 Reliabel
Sumber : Hasil olah data SPSS v.20 (2017)
Berdasarkan tabel 4.7, kriteria nilai hasil uji reliabilitas konstruk hendaknya
lebih besar dari cut off = 0.113. dan nilai diantara 0.113 s/d 0.148 masih dianggap
baik atau reliable, dengan syarat seluruh validitas konstruk dalam model adalah baik.
Maka hasil uji reliabilitas konstruk variabel nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya,
merek pribadi, dan kepercayaan diri adalah baik.
147
4.3 Pengujian Hipotesis
4.3.1 Perbedaan Nilai-nilai Pribadi, Kompetensi Budaya, Merek Pribadi, dan
Kepercayaan Diri antara Tenaga Kerja Asing dan Tenaga Kerja Lokal
Untuk menguji perbedaan variabel nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya,
merek pribadi, dan kepercayaan diri tenaga kerja asing dengan tenaga kerja lokal
digunakan uji Kruskal Wallis yang hasilnya sebagaimana dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8
Test Statisticsa,b
Nilai_Pribadi Kompetensi_Budaya Merek_Pribadi Kepercayaan_Diri
Chi-Square 138.526 134.608 42.229 12.021
Df 1 1 1 1
Asymp. Sig. .000 .000 .000 .001
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: NEGARA
Berdasarkan tabel 4.8, rata-rata ada perberbedaan diantara tenaga kerja asing
dan tenaga kerja lokal terhadap nilai-nilai pribadi dengan p-value (0.000 < 0.05),
kompetensi budaya dengan p-value (0.000 < 0.05), merek pribadi dengan p-value
(0.000), dan kepercayaan diri dengan p-value (0.000 < 0.05). Dengan demikian Ho
diterima, maka dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan antara tenaga kerja asing
dan tenaga kerja lokal untuk setiap variabel.
Secara teoritis nilai-nilai pribadi memiliki hubungan yang erat dengan
kompetensi budaya, seperti Marcia I. Wells EdD, RN (2015) yang menyatakan bahwa
kompetensi budaya dapat dilakukan melalui nilai individu dan budaya lembaga.
Hofstede dan Bond (1988), mengemukakan dimensi budaya dari nilai menggunakan
148
data dari Rokeach (1973) tentang survei nilai. Mereka mengamati fungsi nilai yang
terdiri dari keselamatan dan kehidupan yang menarik yang berhubungan dengan
dimensi individualisme pada tingkat budaya. Namun secara teoritis belum ditemukan
perbedaan hubungan antara kedua variable tersebut. Sementara Fischer & Smith
(2006), berpendapat bahwa karyawan dipengaruhi secara berbeda oleh persepsi
keadilan tergantung pada orientasi nilai mereka.
4.3.2 Model Korelasi Nilai-nilai Pribadi dengan Kompetensi Budaya Tenaga
Kerja Lokal Dan Tenaga Kerja Asing di Provinsi Banten
Variabel nilai-nilai pribadi terdiri atas 6 indikator sebagai observed variable.
Model SEM yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan first order. Dan
hasil pengukuran variable nilai-nilai pribadi tenaga kerja baik tenaga kerja asing
hanya 4 indikator dan tenaga kerja lokal 4 indikator yang menunjukkan factor loading
untuk variabel manifest dari variable laten nilai-nilai pribadi tenaga kerja asing
berkisar antara -0.788 – 0.878, sementara untuk tenaga kerja lokal berkisar antara
-0.651 – 0.892. Nilai loading faktor seluruh indikator tidak sepenuhnya diatas rata-
rata untuk loading faktor 0,5. Nilai thitung yang diperoleh untuk setiap loading factor
dari indikator variable nilai-nilai pribadi lebih dari 1,96 sehingga dapat dikatakan
bahwa variable manifest yang digunakan bermakna dalam mengukur variable nilai-
nilai pribadi tenaga kerja lokal dan asing. Hasil pengolahan data analisis model
pengukuran sebagaimana table 4.9 dibawah ini:
149
Tabel 4.9
Hasil analisis model pengukuran untuk variable nilai-nilai pribadi
tenaga kerja lokal dan asing
Model Tenaga
Kerja Asing Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Prestasi <--- Nilai Pribadi 0.892 - - 0.450 0.451
Empati <--- Nilai Pribadi 0.462 0.976 0.000 0.213 0.213
Kerjasama <--- Nilai Pribadi -0.651 -2.007 0.000 0.073 0.073
T. Jawab <--- Nilai Pribadi 0.854 2.148 0.000 0.156 0.156
Construct Reliability 0.387
Variance Extracted 0.298
Model Tenaga
Kerja Lokal Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Prestasi <--- Nilai Pribadi 0.848 - - 0.719 0.719
Empati <--- Nilai Pribadi -0.887 1.362 0.000 0.787 0.787
Hedonis <--- Nilai Pribadi -0.786 -1.053 0.000 0.618 0.618
Kebaikan <--- Nilai Pribadi 0.878 1.344 0.000 0.771 0.771
Construct Reliability 0.003
Variance Extracted 0.046
Sumber : Hasil perhitungan Amos 20
Mengingat ada 2 indikator nilai-nilai pribadi tenaga kerja asing yang tidak
valid yaitu hedonis dan kebaikan sehingga tidak diperhitungkan dalam uji reliabilitas,
maka dalam reliabilitas konstruk untuk variable laten nilai-nilai pribadi tenaga kerja
asing dalam penelitian ini hanya 4 indikator dan hasilnya sebesar 0,387 lebih kecil
dari 0,60 yang berarti nilai konstruk tersebut belum memenuhi batasan untuk dapat
diterima dan memiliki kesesuaian yang baik. Sedangkan untuk tenaga kerja lokal,
terdapat 2 indikator yang tidak valid yaitu kerjasama dan tanggung jawab, maka
untuk reliabilitas konstruknya sebesar 0,003 lebih kecil dari 0,60 yang berarti nilai
konstruk tersebut belum memenuhi batasan untuk dapat diterima karena belum
memiliki kesesuaian yang baik. Variance extracted yang diperoleh untuk variable
150
laten nilai-nilai pribadi tenaga kerja asing sebesar 0,298 dan tenaga kerja lokal
sebesar 0.046. Hal tersebut berarti 29.8% dan 4.6% varian dari masing-masing
indikator yang digunakan sudah terwakili dalam variable laten yang terbentuk.
Untuk kompetensi budaya, Asmaun Sahlan (2010) membagi wujud budaya
menjadi tiga bagian yaitu kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma; suatu kompleks aktivitas kelakukan dari manusia dalam
masyarakat; dan sebagai benda-benda karya manusia. Pandangan Bennett tentang
kompetensi budaya yang dikenal dengan Bennett's model (1993), mengkategorikan
menjadi dua bagian yaitupandangan etnosentris meliputi penolakan, pertahanan dan
pengucilan. Dan ethnorelativ meliputi penerimaan, adaptasi, dan integrasi.
Variabel kompetensi budaya terdiri atas 6 indikator sebagai observed
variable. Model SEM yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan first
order. Namun hasil pengukuran variable kompetensi budaya tenaga kerja asing hanya
4 indikator dan 4 indikator bagi tenaga kerja lokal dan menunjukkan faktor loading
manifest dari variable laten kompetensi berkisar antara -0.820 – 0,887 untuk tenaga
kerja asing dan -0.204 – 0.997 untuk tenaga kerja lokal. Nilai loading faktor seluruh
indikator tidak sepenuhnya diatas rata-rata untuk loading factor 0,5. Nilai thitung yang
diperoleh untuk setiap loading factor dari indikator variabel kompetensi budaya lebih
dari 1,96 sehingga dapat dikatakan bahwa variable manifest yang digunakan
bermakna dalam mengukur variable kompetensi budaya tenaga kerja lokal dan asing.
Hasil pengolahan data analisis model pengukuran sebagaimana table 4.10 dibawah
ini:
151
Tabel 4.10
Hasil analisis model pengukuran untuk variable kompetensi budaya
Tenaga kerja lokal dan asing
Model Tenaga Kerja Asing Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Kesadaran Budaya <-- Kompetensi Budaya 0.887 - - 0.787 0.787
Kepekaan Budaya <-- Kompetensi Budaya -0.857 1.998 0.000 0.734 0.734
Kecerdasan Budaya Kompetensi Budaya -0.820 -2.118 0.000 0.672 0.672
Pengetahuan Budaya <- Kompetensi Budaya 0.830 2.076 0.000 0.689 0.689
Construct Reliability 0.001
Variance Extracted 0.035
Model Tenaga Kerja Lokal Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Kesadaran Budaya <-- Kompetensi Budaya 0.991 - - 0.982 0.982
Kepekaan Budaya <-- Kompetensi Budaya -0.204 -1.472 0.000 0.042 0.042
Keahlian Solutif <-- Kompetensi Budaya 0.997 3.764 0.000 0.994 0.994
Sikap Internalisasi <-- Kompetensi Budaya 0.067 0.576 0.000 0.004 0.004
Construct Reliability 0.634
Variance Extracted 0.483
Sumber : Hasil perhitungan Amos 20
Reliabilitas konstruk untuk variable laten kompetensi budaya tenaga kerja
asing dalam penelitian ini sebesar 0,001 dan untuk tenaga kerja lokal sebesar 0.634
lebih besar dari 0,60 yang berarti nilai konstruk tersebut sudah memenuhi batasan
untuk dapat diterima dan memiliki kesesuaian yang baik. Variance extracted yang
diperoleh untuk variable laten kompetensi budaya tenaga kerja asing sebesar 0,035
dan tenaga kerja lokal sebesar 0.483. Hal tersebut berarti hanya 3.5% dan 48.3%
varian dari masing-masing indikator yang mewakili dalam variable laten yang
terbentuk.
152
Mayoritas penelitian tentang kompetensi budaya telah digunakan sebagai
faktor untuk menanggapi hidup dalam konteks multikultural (Betancourt & Lopez,
1993), konteks budaya baru (Kosmitzki, 1996). Pemikiran Hofstede dalam konteks
budaya ada pada dimensi individualisme/kolektivisme yaitu menentukan bagaimana
orang hidup bersama, dan nilai-nilai mereka, dan bagaimana mereka berkomunikasi.
Dalam hasil penelitiannya bahwa Korea di urutan ke-43 dan Indonesia di
urutan ke-47. Sementara Liu (1986), menggambarkan bahwa orang Cina cenderung
menjadi setia dan baik kepada atasan dan ketaatan kepada mereka, apakah mereka
adalah orang tua, pengusaha, atau pejabat pemerintah. Dia mengklaim bahwa
kebanyakan orang Cina mematuhi dan menghormati aturan tertentu.
Beberapa penelitian mendukung pandangan bahwa tenaga kerja heterogenitas
meningkatkan kinerja melalui penggunaan tingkat keterampilan yang lebih tinggi,
perspektif dan kemampuan pemecahan masalah (McLeod, Lobel, & Cox, 1996) dan
melihat perbedaan-perbedaan agregat akan menghambat kinerja dengan mengurangi
integrasi sosial (Jackson et al. 1993) dan komunikasi informal (Smith et al., 1994).
Hasil perhitungan statistik pada pengujian perbandingan hipotesis korelasi
nilai-nilai pribadi dengan kompetensi budaya antara tenaga kerja Asing dengan
tenaga kerja lokal dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini:
153
Tabel 4.11
Uji t Korelasi Nilai-nilai Pribadi dan Kompetensi Budaya
Hipotesis Koefisien
Korelasi thitung P tkritis Keputusan Keterangan
Nilai-nilai Pribadi (PV)
berkorelasi negatif dengan
Kompetensi Budaya (CC)
Tenaga Kerja Asing
-0.658 -0.449 0,653 1,96 Ho
diterima Signifikan
Nilai-nilai Pribadi (PV)
berkorelasi positif dengan
Kompetensi Budaya (CC)
Tenaga Kerja Lokal
0.771 2.416 0.157 1,96 Ho
diterima Signifikan
Sumber : Hasil perhitungan Amos 20 (data diolah)
Tabel 4.11 merupakan perbandingan hasil perhitungan tenaga kerja asing
diperoleh besarnya korelasi adalah negatif (-0.658) pada nilai thitung sebesar -0.449 dan
untuk tenaga kerja lokal besarnya korelasi positif 0.771 pada nilai thitung sebesar 2.416
untuk korelasi nilai-nilai pribadi dengan kompetensi budaya. Dan nilai thitung tersebut
lebih kecil dari nilai tkritis = -1,96, dan nilai signifikansi tenaga kerja asing (p) = 0,653
> 0,05 dan tenaga kerja asing (p) = 0,157 > 0,05. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
keputusannya adalah menerima hipotesis nol (Ho) yang berarti bahwa terdapat
perbedaan korelasi yang signifikan nilai-nilai pribadi dengan kompetensi budaya
antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja lokal. Perbedaan tersebut karena
kontribusi nilai pribadi negative terhadap kompetensi budaya tenaga kerja asing yang
banyak merfleksikan indikator yang meliputi kesadaran budaya, kepekaan budaya,
ketangkasan budaya, dan pengetahuan budaya. Sementara tenaga kerja lokal banyak
dipengaruhi oleh nilai pribadi dan merefleksikan kesadaran budaya, kepekaan
budaya, keahlian solutif, dan sikap internalisasi.
154
Berdasarkan hasil perhitungan dalam model hubungan kedua variable
diperoleh untuk tenaga kerja asing bahwa koefisien korelasi nilai-nilai pribadi (ξ1)
dengan kompetensi budaya (ξ2) sebesar -0.658, dan untuk tenaga kerja lokal bahwa
koefisien korelasi nilai-nilai pribadi (ξ1) dengan kompetensi budaya (ξ2) sebesar
0.771 sebagaimana dalam model gambar 4.10.
Gambar 4.10
Model Korelasi Nilai-nilai Pribadi dengan Kompetensi Budaya Tenaga Kerja Asing
dan Tenaga Kerja Lokal
Tenaga Kerja Asing Tenaga Kerja Lokal
155
4.3.3 Model Pengaruh Nilai-nilai Pribadi dan Kompetensi Budaya Secara
Simultan maupun Parsial terhadap Merek Pribadi Tenaga Kerja Lokal
Dan Tenaga Kerja Asing di Provinsi Banten
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi model pengaruh nilai-nilai
pribadi dan kompetensi budaya terhadap merek pribadi. Dengan kata lain persepsi
karyawan terhadap merek pribadi mereka berbeda-beda tergantung pada
pengembangan diri termasuk perilaku sukarela pada tujuan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan (Podsakoff et al., 2000). Dalam hal ini
nilai pribadi seseorang yang berhubungan dengan prestasi diri, empati, hedonis,
kerjasama, dan tanggung jawab memiliki peran dalam membentuk merek pribadi
mereka. Namun disisi lain, tidak semua tenaga kerja memiliki nilai pribadi dan juga
kompetensi budaya sebagai stimulus untuk mendorong peningkatan merek pribadi
mereka.
Pandangan Graham (2001), menyatakan bahwa dalam konteks personal
branding, adalah bagaimana menambahkan nilai kepada orang lain mungkin lebih
efektif daripada menambahkan nilai terutama untuk diri sendiri. Sementara Harris &
de Chernatony (2001), mempertimbangkan bagaimana nilai-nilai dan perilaku
karyawan dapat disejajarkan dengan nilai-nilai yang diinginkan suatu merek.
Selanjutnya hasil penelitian Labrecque, L. I., et al. (2011) menyatakan bahwa
personal branding melalui media online sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai diri
seseorang dalam memberikan gambaran dari apa yang diungkapkannya melalui
internet.
156
Variabel merek pribadi terdiri atas 7 indikator sebagai observed variable.
Model SEM yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan first order.
Namun hasil pengukuran variable merek pribadi tenaga kerja asing 4 indikator dan
tenaga kerja lokal 5 indikator dan menunjukkan faktor loading untuk variabel
manifest dari variable laten merek pribadi tenaga kerja asing berkisar antara -0.870 –
0.992 dan untuk tenaga kerja lokal berkisar antara 0.500 – 0.822 . Nilai loading faktor
seluruh indikator tidak sepenuhnya diatas rata-rata untuk loading faktor 0,5. Nilai
thitung yang diperoleh untuk setiap loading faktor dari indikator variabel merek pribadi
lebih dari 1,96 sehingga dapat dikatakan bahwa variable manifest yang digunakan
bermakna dalam mengukur variable nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, dan
merek pribadi.
Dapat dikatakan bahwa tenaga kerja dengan prestasi yang rendah, nilai empati
yang kurang, tidak memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, atau juga kurang bisa
diajak kerjasama, maka menunjukkan tenaga kerja tersebut memiliki rasa percaya diri
yang rendah. Hasil penelitianWaterman (1980), menyatakan bahwa karakteristik
orang yang percaya diri yaitu orang yang dapat bekerja secara efektif, bertanggung
jawab terhadap pekerjaannya, terencana dalam melakukan tugas, dan memiliki tujuan
masa depan. Anana & Nique (2007), menyoroti hubungan nilai-nilai dan sikap pada
berbagai konteks termasuk kategori professional positioning.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa pentingnya nilai-nilai pribadi untuk
dapat diatasi, karena tenaga kerja yang memiliki nilai-nilai pribadi yang kurang baik
akan kurang efektif dalam bekerja, kurang memiliki rasa tanggung jawab, dan tidak
157
memiliki rencana kerja yang baik dimasa yang akan datang, sehingga kurang percaya
diri. Hasil pengolahan data analisis model pengukuran sebagaimana table 4.12
dibawah ini:
Tabel 4.12
Hasil analisis model pengukuran untuk variable merek pribadiTenaga kerja lokal dan asing
Model Tenaga
Kerja Asing Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Gaya <--- Merek Pribadi 0.352 - - 0.124 0.124
Standar <--- Merek Pribadi 0.992 6.061 0.000 0.984 0.984
Visibilitas <--- Merek Pribadi -0.870 -4.409 0.000 0.757 0.757 Konsistensi <--- Merek Pribadi 0.785 3.796 0.000 0.616 0.616
Construct Reliability 0.511
Variance Extracted 0.453
Model Tenaga
Kerja Lokal Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Kompetensi <--- Merek Pribadi 0.687 - - 0.659 0.659
Gaya <--- Merek Pribadi 0.812 5.236 0.000 0.472 0.472
Standar <--- Merek Pribadi 0.500 4.493 0.000 0.250 0.250 Relevan <--- Merek Pribadi 0.822 3.717 0.000 0.676 0.676
Khas <--- Merek Pribadi 0.798 3.912 0.000 0.637 0.637
Construct Reliability 0.850
Variance Extracted 0.611
Sumber : Hasil perhitungan Amos 20
Reliabilitas konstruk untuk variable laten merek pribadi tenaga kerja asing
dalam penelitian ini sebesar 0,511 lebih kecil dari 0,60 dan untuk tenaga kerja lokal
dalam penelitian ini sebesar 0,850 lebih besar dari 0,60 yang berarti nilai konstruk
tersebut sudah memenuhi batasan untuk dapat diterima dan memiliki kesesuaian yang
baik. Variance extracted yang diperoleh untuk variable laten merek pribadi tenaga
kerja lokal dan asing sebesar 0,453 atau 45.3% untuk tenaga kerja asing dan 0.611
158
atau 61.1% untuk tenaga kerja lokal. Hal tersebut berarti 45.3% dan 61.1% varian
dari masing-masing indikator yang digunakan sudah mewakili dalam variable laten
yang terbentuk.
Sejalan dengan hasil penelitian Karacaer (2009) yang menyelidiki efek dari
nilai-nilai pribadi pada etika pengambilan keputusan auditor di dua negara Pakistan
dan Turki, penelitian tersebut tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara
nilai rata-rata intensitas moral di kedua Negara. Namun disisi lain, menemukan
perbedaan yang signifikan secara statistik antara terminal dan nilai-nilai instrumental
auditor dalam negara yang diteliti. Studi ini menunjukkan bahwa persepsi intensitas
moral yang dipengaruhi baik penilaian etis dan niat perilaku.
Lavié (2006) menyatakan bahwa masyarakat profesional menyoroti sifat
sosial dari pembelajaran mereka yang ditandai dengan penyelidikan kolektif, nilai-
nilai bersama, dan yang mendukung kolaboratif budaya belajar. Eksistensi diri
mereka tidak berdasarkan merek pribadi yang melekat sebagai suatu pengakuan
umum yang berbeda dan unik. Kompetensi budaya adalah integrasi dan transformasi
pengetahuan tentang individu dan kelompok orang ke spesifikasi standar, kebijakan,
praktik dan sikap yang digunakan dalam pengaturan budaya yang tepat untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga menghasilkan hasil yang lebih baik
(Rowley et al, 2010). Menurut Chendan Starosta (1996), kompetensi budaya meliputi
tiga aspek cultural awareness, cultural sensitivity, dan cultural adroitness.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh untuk tenaga kerja asing bahwa
koefisien pengaruh nilai-nilai pribadi (ξ1) terhadap merek pribadi (η1) sebesar -0.067
159
dengan nilai thitung untuk uji statistik sebesar 0.272; dan koefisien pengaruh
kompetensi budaya (ξ2) terhadap merek pribadi ( η1) sebesar 0.815 dengan nilai thitung
untuk uji statistik sebesar 1.572. Dan untuk tenaga kerja lokal bahwa koefisien
pengaruh nilai-nilai pribadi (ξ1) terhadap merek pribadi (η1) sebesar -0.238 dengan
nilai thitung untuk uji statistik sebesar -0.866; dan koefisien pengaruh kompetensi
budaya (ξ2) terhadap merek pribadi ( η1) sebesar 0.986 dengan nilai thitung untuk uji
statistik sebesar 2.444. Dari hasil perhitungan untuk hipotesis pengaruh nilai-nilai
pribadi dan kompetensi budaya terhadap merek pribadi antara tenaga kerja lokal
dengan tenaga kerja asing diperoleh persamaan struktural untuk tenaga kerja asing
dan tenaga kerja lokal sebagai berikut :
Tenaga kerja asing :η1 = -0.067ξ1 + 0.815ξ2 + 0.741
Tenaga kerja lokal : η2 = -0.238ξ1 + 0.986ξ2 + 0.636
Berdasarkan persamaan struktural tersebut dinyatakan bahwa pengaruh nilai-
nilai pribadi -0.067 dan kompetensi budaya 0.815 terhadap merek pribadi bagi
tenaga kerja asing dan bagi tenaga kerja lokal pengaruh nilai-nilai pribadi adalah
negative sebesar -0.238 dan kompetensi budaya 0.986 terhadap merek pribadi. Hasil
tersebut menguatkan pendapat Gudykunst et al., (1996), yang menegaskan bahwa
budaya intelektual memiliki efek langsung pada komunikasi, orientasi kepribadian,
construals diri, dan nilai-nilai individu juga memediasi pengaruh komunikasi budaya.
Adapun hasil analisis lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 4.13.
160
Tabel 4.13
Hasil Perhitungan Model Struktural
Pengaruh Nilai-nilai Pribadi dan Kompetensi Budaya terhadap Merek Pribadi
Tenaga
kerja Variabel Laten Eksogen Koefisien
Jalur thitung P R2
Error
Variance
Asing Nilai-nilai Pribadi (ξ1) -0,067 -0.272 0.095
0.669 0.741 Kompetensi Budaya (ξ2) 0,815 1.572 0.568
Lokal Nilai-nilai Pribadi (ξ1) -0.238 -0.866 0.387
1.029. 0,636 Kompetensi Budaya (ξ2) 0.986 2.444 0.015
Sumber : Hasil pengolahan data Amos 20
Berdasarkan tabel 4.13 dijelaskan pengaruh nilai-nilai pribadi tenaga kerja
asing adalah minus 6.7% dan pengaruh kompetensi budaya sebesar 81.5% terhadap
merek pribadi. Dan pengaruh nilai-nilai pribadi tenaga kerja lokal adalah negatif
sebesar -23.8% dan pengaruh kompetensi budaya sebesar 98.6%. Dalam hal ini
pengaruh nilai-nilai pribadi tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal sama-sama
negative. Sementara pengaruh kompetensi budaya terhadap merek pribadi tenaga
kerja asing lebih kecil dari pada tenaga kerja lokal pada perusahaan modal asing di
Provinsi Banten. Hal tersebut karena refleksi indikator nilai pribadi dan kompetensi
budaya tenaga kerja asing lebih kecil jika dibandingkan dengan tenaga kerja lokal.
Dengan demikian, merek pribadi tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal
dipengaruhi oleh kompetensi budaya lebih dominan jika dibandingkan dengan nilai-
nilai pribadi, karena pengaruh nilai pribadi adalah negatif. Sedangkan kontribusi
pengaruh nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya terhadap merek pribadi bagi
tenaga kerja lokal adalah sebesar 0.741 atau 74.1%, sementara tenaga kerja lokal
161
sebesar 0.636 atau 63.6%, maka dapat dinyatakan bahwa merek pribadi tenaga kerja
asing lebih banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya
dibandingkan dengan tenaga kerja lokal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Fischer & Smith, (2006) bahwa karyawan dipengaruhi secara berbeda oleh persepsi
keadilan tergantung pada orientasi nilai mereka. Triandis, (1995) menyatakan “the
vertical individualist” seperti konsep merek yang menampilkan self-enhancement
tapi bukan menampilkan keterbukaan (openness). Hal tersebut dikarenakan banyak
tenaga kerja memiliki keinginan yang tinggi untuk selalu belajar memahami budaya
yang ada dan bersikap terbuka dengan budaya yang sudah berjalan di lingkungan
perusahaan.
Perbandingan model struktural pengaruh nilai-nilai pribadi dan kompetensi
budayaterhadap merek pribadi tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal dapat dilihat
pada gambar 4.11.
Model Struktural Tenaga Kerja Asing
162
Model Struktural Tenaga Kerja Lokal
Gambar 4.11
Model Struktural Pengaruh Nilai-nilai Pribadi dan Kompetensi Budaya
terhadap Merek Pribadi Tenaga Kerja Asing dan Tenaga Kerja Lokal
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa merek pribadi tenaga kerja
asing dipengaruhi secara negatif oleh nilai-nilai pribadi dengan prestasi, empati,
hedonis, dan kebaikan. Sementara untuk variabel kompetensi budaya dengan
indikator kesadaran budaya, kepekaan budaya, ketangkasan budaya, dan pengetahuan
budaya. Dan merek pribadi yang menonjol bagi tenaga kerja asing adalah standar dan
konsistensi. Sedangkan merek pribadi tenaga kerja lokal dipengaruhi oleh nilai-nilai
pribadi secara negatif dengan indikator prestasi, empati, kerjasama, dan tanggung
jawab. Sementara kompetensi budaya pengaruhnya positif dengan indikator
kesadaran budaya, kepekaan budaya, keahlian solutif, dan sikap internalisasi. Dan
tenaga kerja lokal dikenal dengan merek pribadi yang berkaitan dengan gaya dan
relevan.
163
4.3.4 Perbedaan Model Pengaruh Nilai-nilai Pribadi dan Kompetensi Budaya
terhadap Kepercayaan Diri melalui Merek Pribadi Tenaga Kerja Lokal
Dan Tenaga Kerja Asing di Provinsi Banten
Variabel kepercayaan diri terdiri atas 5 indikator sebagai observed variable.
Model SEM yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan first order.
Hasil pengukuran variable kepercayaan diri tenaga kerja asing 4 indikator dan tenaga
kerja lokal 5 indikator yang menunjukkan faktor loading untuk variabel manifest dari
variable laten kepercayaan diri tenaga kerja asing berkisar antara -0.924 – 0,863 dan
tenaga kerja lokal berkisar antara 0.551 – 0.868. Nilai loading faktor seluruh
indikator tidak sepenuhnya diatas rata-rata untuk loading factor 0,5. Nilai thitung yang
diperoleh untuk setiap loading faktor dari indikator variable kepercayaan diri lebih
dari 1,96 sehingga dapat dikatakan bahwa variable manifest yang digunakan
bermakna dalam mengukur variable kepercayaan diri tenaga kerja lokal dan asing.
Hasil pengolahan data analisis model pengukuran sebagaimana table 4.14 dibawah
ini:
Tabel 4.14 Hasil analisis model pengukuran untuk variable kepercayaan diritenaga kerja lokal dan asing
Model Tenaga Kerja Asing Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Pandangan Positif <-- Kepercayaan Diri 0.566 - - 0.320 0.320 Keahlian <-- Kepercayaan Diri 0.863 1.079 0.281 0.745 0.745
Harga Diri <-- Kepercayaan Diri -0.924 -1.311 0.390 0.854 0.854
Evaluasi Diri <-- Kepercayaan Diri 0.780 0.894 0.136 0.608 0.608
Construct Reliability 0.527
Variance Extracted 0.466
164
Model Tenaga Kerja Lokal Loading
Faktor t-hitung p-value R
2
Error
Variance
Pandangan Positif <-- Kepercayaan Diri 0.590 - - 0.348 0.348
Tujuan Realistis <-- Kepercayaan Diri 0.551 0.623 0.356 0.304 0.304
Keahlian <-- Kepercayaan Diri 0.864 1.374 0.713 0.746 0.746
Harga Diri <-- Kepercayaan Diri 0.729 1.082 0.642 0.531 0.531
Evaluasi Diri <-- Kepercayaan Diri 0.868 2.169 0.751 0.753 0.753
Construct Reliability 0.848
Variance Extracted 0.609
Sumber : Hasil perhitungan Amos 20
Reliabilitas konstruk untuk variable laten kepercayaan diri tenaga kerja asing
dalam penelitian ini sebesar 0,527 lebih kecil dari 0,60 yang berarti nilai konstruk
tersebut belum memenuhi batasan untuk dapat diterima namun memiliki kesesuaian
yang baik, sedangkan tenaga kerja lokal sebesar 0,848 lebih besar dari 0,60 yang
berarti nilai konstruk tersebut sudah memenuhi batasan untuk dapat diterima namun
memiliki kesesuaian yang baik. Variance extracted yang diperoleh untuk variable
laten kepercayaan diri tenaga kerja asing sebesar 0,466 dan tenaga kerja lokal sebesar
0.609. Hal tersebut berarti 46.6% dan 60.9% varian dari masing-masing indikator
yang digunakan sudah terwakili dalam variable laten yang terbentuk.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh untuk tenaga kerja asing bahwa
koefisien pengaruh nilai-nilai pribadi (ξ1) terhadap kepercayaan diri (η2) sebesar
0.097 dengan nilai thitung untuk uji statistik sebesar 0.060; dan koefisien pengaruh
kompetensi budaya (ξ2) terhadap kepercayaan diri ( η2) sebesar 0.043 dengan nilai
Tabel 4.14 Hasil analisis model pengukuran untuk variable kepercayaan
diritenaga kerja lokal dan asing
Lanjutan…
165
thitung untuk uji statistik sebesar 0.038; dan koefisien pengaruh merek pribadi (ξ3)
terhadap kepercayaan diri ( η2) sebesar 0.919 dengan nilai thitung untuk uji statistik
sebesar 3.263. Adapun hasil analisis lebih terperinci dapat dilihat pada tabel 4.15.
Tabel 4.15
Matrik Hasil Perhitungan Pengaruh Nilai-nilai Pribadi, Kompetensi Budaya
terhadap Kepercayaan Diri melalui Merek Pribadi antara Tenaga Kerja Asing dan Tenaga Kerja Lokal
Tenaga
kerja Variabel Laten Eksogen Koefisien
Jalur thitung P R2
Error
Variance
Asing
Nilai-nilai Pribadi (ξ1) 0.097 0.060 0.390
0.856 0,811 Kompetensi Budaya (ξ2) 0.043 0.038 0.348
Merek Pribadi (η1) 0.919 3.263 0.446
Lokal
Nilai-nilai Pribadi (ξ1) 0.055 0.072 0.367
0.932 0.861 Kompetensi Budaya (ξ2) -0.013 -0.193 0.233
Merek Pribadi (η1) 0.964 3.471 0.943
Sumber : Hasil pengolahan data Amos 20
Berdasarkan tabel 4.15 dijelaskan bagi tenaga kerja asing pengaruh nilai-
nilai pribadi secara langsung terhadap kepercayaan diri adalah sebesar 9.7%, dan
pengaruh kompetensi budaya secara langsung terhadap kepercayaan diri juga yaitu
sebesar 4.3%, sementara pengaruh nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya terhadap
kepercayaan diri melalui merek pribadi sebesar sebesar 91.9%. Artinya bagi tenaga
kerja asing variabel merek pribadi sangat penting sebagai media untuk meningkatkan
kepercayaan diri mereka.
Dan untuk tenaga kerja lokal bahwa koefisien pengaruh nilai-nilai pribadi (ξ1)
terhadap kepercayaan diri (η2) sebesar 0.055 dengan nilai thitung untuk uji statistik
sebesar 0.072; dan koefisien pengaruh kompetensi budaya (ξ2) terhadap kepercayaan
166
diri (η2) sebesar -0.013 dengan nilai thitung untuk uji statistik sebesar -0.193; dan
koefisien pengaruh merek pribadi (ξ3) terhadap kepercayaan diri ( η2) sebesar 0.964
dengan nilai thitung untuk uji statistik sebesar 3.471. Dari hasil perhitungan untuk
hipotesis pengaruh nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, dan merek pribadi
terhadap kepercayaan diri tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja asing diperoleh
persamaan struktural untuk tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal sebagai berikut :
Tenaga kerja asing : η2 = 0.097ξ1+ 0.043ξ2 + 0.919ξ3 + 0.811η1
Tenaga kerja lokal : η2 = 0.055ξ1 - 0.013ξ2 + 0.964ξ3 + 0.861η1
Berdasarkan persamaan struktural tersebut dinyatakan bahwa besarnya
pengaruh nilai-nilai pribadi 9.7%, kompetensi budaya 4.3% dan merek pribadi
91.9% terhadap kepercayaan diri tenaga kerja asing. Dan besarnya pengaruh nilai-
nilai pribadi 5.5%, kompetensi budaya minus -1.3% dan merek pribadi 96.4%
terhadap kepercayaan diri tenaga kerja lokal. Pengaruh merek pribadi terhadap
kepercayaan diri tenaga kerja lokal lebih besar jika dibandingkan dengan tenaga kerja
asing. Dengan demikian, maka merek pribadi sebagai variabel intervening sangat
baik bagi tenaga kerja asing maupun tenaga kerja lokal dalaam meningkatkan
kepercayaan diri khususnya pada perusahaan modal asing di Provinsi Banten.
Hal ini terjadi karena tenaga kerja masih memegang teguh latar belakang
budaya masing-masing, kurang menerima budaya baru, dan sulit untuk beradaptasi,
seperti perubahan budaya disiplin yang cukup ketat, timbulnya miskomunikasi karena
bahasa yang berbeda, dan akibatnya mereka kurang memiliki rasa percaya diri yang
167
tinggi dalam melakukan pekerjaannya. Berbeda dengan tenaga kerja lokal, dimana
faktor kompetensi budaya sangat dominan dalam mempengaruhi kepercayaan
dirinya, hal tersebut akibat faktor domisili dan budaya lokal yang masih kental
dimana perusahaan itu beroperasi. Sehingga banyak tenaga kerja yang mengabaikan
nilai-nilai moral, etika, dan norma-norma dalam bekerja karena merasa dirinya putra
daerah dan memiliki kekuasaan yang menimbulkan sikap berani dan arogan dalam
menghadapi situasi ataupun konflik di lapangan pekerjaan.
Menurut Schwartz (1996), bahwa nilai tingkat budaya berbasis intelektual
berpengaruh langsung terhadap perilaku, seperti melalui norma-norma dan aturan-
aturan budaya, tetapi ada juga yang tidak langsung mempengaruhi tapi melalui proses
sosialisasi ketika orang yang mempelajari nilai-nilai individu. Walaupun secara
umum ada konsistensi antara budaya dan nilai-nilai individu, namun ada
perbedaannya. Dan modelnya menggunakan amos grafik dapat dilihat pada gambar
4.12 dan 4.13.
168
Gambar 4.12
Model Struktural Pengaruh Nilai-nilai Pribadi dan Kompetensi Budaya, Merek
Pribadi terhadap Kepercayaa Diri Tenaga Kerja Asing
Gambar 4.13
Model Struktural Pengaruh Nilai-nilai Pribadi dan Kompetensi Budaya, Merek
Pribadi terhadap Kepercayaa Diri Tenaga Kerja Lokal
Hasil pengukuran kesesuaian model yang digunakan untuk menguji model
struktural dalam penelitian ini adalah sebagaimana dalam tabel 4.16. Untuk model
yang diteliti diperoleh nilai χ2 sebesar 102.525 dengan p-value = 0,053 > 0.05. Hasil
χ2 sebesar 102.525 lebih kecil dari nilai tabel (445.560). Hasil uji menunjukkan
bahwa uji χ2 adalah signifikan. Berdasarkan hasil tersebut, model yang ada sudah
memenuhi kriteria ideal, karena hasil uji χ2 lebih kecil dari nilai tabel.
Dan terbukti nilai χ2 kurang dari dua kali derajat bebas (CMIN/DF) sehingga
dapat diterima. Nilai derajat kebebasan dalam model yang diteliti ini adalah 81,
169
sehingga model yang diperoleh dapat dinyatakan baik, karena nilai χ2 dalam model
penelitian ini kurang dari dua kali derajat kebebasan rasio sebesar 1.856.
Tabel 4.16
Hasil Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit)
Goodness of fit Cut off value Hasil olah data Evaluasi model
Chi Square
(df=81)
445.560
0.05
102.525
0.053
Dapat diterima
Fit
CMIN/df 2 1.856 Dapat diterima
GFI 0.9 0.947 Fit
AGFI 0.9 0.912 Fit
RMSEA 0.08 0.034 Dapat diterima
Sumber: data diolah 2017
Berdasarkan tabel 4.16, selanjutnya dilihat dari nilai RMSEA sebesar 0.034
untuk model yang diteliti dikatakan model fit, karena berada pada rentang kriteria
RMSEA kurang dari 0,08. Untuk ukuran perbandingan lainnya menunjukkan bahwa
model tersebut dapat diterima. Sehingga model tersebut dapat digunakan untuk
menjelaskan pengaruh nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya terhadap merek pribadi
dan implikasinya terhadap kepercayaan diri tenaga kerja asing dapat diterima.
Pengukuran kesesuaian model yang digunakan untuk menguji model
struktural tenaga kerja lokal dalam penelitian ini adalah sebagaimana dalam tabel
4.17. Untuk model yang diteliti diperoleh nilai χ2 sebesar 121.443 dengan p-value =
0,548 > 0.05. Hasil χ2 sebesar 121.443 lebih kecil dari nilai tabel (190.146). Hasil uji
menunjukkan bahwa uji χ2 adalah signifikan. Berdasarkan hasil tersebut, model yang
ada sudah memenuhi kriteria ideal, karena hasil uji χ2 lebih kecil dari nilai tabel.
170
Dan terbukti nilai χ2 kurang dari dua kali derajat bebas (CMIN/DF) sehingga
dapat diterima. Nilai derajat kebebasan dalam model yang diteliti ini adalah 124,
sehingga model yang diperoleh dapat dinyatakan baik, karena nilai χ2 dalam model
penelitian ini kurang dari dua kali derajat kebebasan rasio sebesar 1.253.
Tabel 4.17
Hasil Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit)
Goodness of fit Cut off value Hasil olah data Evaluasi model
Chi Square
(df=38)
190.146
0.05
121.443
0.548
Dapat diterima
Fit
CMIN/df 2 1.253 Dapat diterima
GFI 0.9 0.879 Fit
AGFI 0.9 0.815 Dapat diterima
RMSEA 0.08 0.06 Dapat diterima
Sumber: data diolah 2017
Aaker et al. (1999), menjelaskan bahwa dimensi merek pribadi meliputi;
ketulusan (down-to-earth), kegembiraan, kompeten, andal, cerdas, sukses,
kecanggihan, menawan, kekasaran, dan tangguh. Sementara Nolan (2016), dalam
penelitiannya menemukan bahwa keuntungan kepercayaan peserta pelatihan selaras
dengan ekspansi para profesional yang meliputi akuisisi pengetahuan dan
keterampilan (modal manusia), partisipasi dalam jaringan komunitas pembelajaran
kolaboratif (modal sosial), dan kemampuan untuk menjalankan hak profesional
(modal keputusan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa merek pribadi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan diri tenaga kerja Asing dan
tenaga kerja lokal. Hal itu terbukti dengan p-value sebesar 0.053 dan 0.548, yang
171
berarti bahwa jika tenaga kerja diakui kompetensinya, statusnya, hasil kerjanya, maka
akan meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam melakukan pekerjaannya.
Montoya (2006), mengatakan bahwa personal branding merupakan proses
yang akan membawa keterampilan, kepribadian dan karakteristik unik seseorang dan
kemudian membungkusnya menjadi identitas yang memiliki kekuatan lebih
dibanding pesaing. Sementara Glimer (1978) menyatakan bahwa ketidakberdayaan,
toleransi, tidak perlu pengakuan orang lain, optimisme dan tidak ragu untuk
mengambil keputusan,berani menghadapi setiap tantangan dan terbuka terhadap
pengalaman baru.
Berdasarkan hal tersebut, Aaker at al.(1999), menyatakan bahwa merek
pribadi merupakan upaya untuk membangun brand sendiri berdasarkan kompetensi
(kreatif, inovatif), standar (beban kerja, etika), gaya (visioner, kooperatif), visibilitas
(optimisme, target kerja), relevan (mengerti teknologi, memahami lingkungan), khas
(terampil, sensitif).
Kompetensi budaya juga meliputi kepemimpinan, sistem, dan pendidikan.
Informasi kunci tersebut menyoroti sifat kompetensi budaya "bertingkat", termasuk
keragaman kepemimpinan dan jaringan penyedia layanan kesehatan; kapasitas
sistemik, seperti layanan multibahasa dan literatur, pengumpulan data, dan
pengukuran kualitas. Banyak yang mengakui ketahanan terhadap pelatihan,
mengingat kompetensi penyedia kompetensi budaya sebagai "ilmu lunak".
Dengan demikian terbukti bahwa variabel merek pribadi merupakan
variabel intervening bagi nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya terhadap
172
kepercayaan diri tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal pada perusahaan modal
asing di Provinsi Banten. Untuk itu perusahaan hendaknya mampu menggali nilai-
nilai pribadi tenaga kerjanya yang berhubungan dengan prestasi kerja karyawan,
tingkat kerjasamanya, dan rasa tanggung jawabnya agar memiliki kemampuan yang
baik dan mampu meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim (2011) menunjukkan bahwa nilai-
nilai transendensi diri dan peningkatan diri menentukan tingkat sikap lingkungan
dalam perilaku pembelian. Sementara Jayawardhena (2004) juga menemukan bahwa
arah diri, kenikmatan dan prestasi diri memiliki pengaruh signifikan terhadap sikap
yang mengadopsi perilaku e-shopping.
Kompetensi budaya terkait dengan kualitas dan mengatasi perbedaan, hal
tersebut menunjukkan bahwapengelolaan perhatian dapat memajukan kompetensi
budaya dengan menanamkan strategi ini ke dalam inisiatif peningkatan kualitas. Ada
juga sentimen bahwa pembeli dengan informasi yang tepat tentang bagaimana
kurangnya perawatan yang kompeten secara budaya berkontribusi terhadap disparitas
yang dapat berperan dalam mendorong isu ini ke depan. Kondisi tersebut dapat
membuat hubungan antara kompetensi budaya dan menghilangkan perbedaan
ras/etnis dalam pelayanan pekerjaan. Namun, ditanamkan dalam harapan mereka
akan potensi dampaknya dalam mencapai tujuan ini, mengingat banyak penyebab
disparitas.
Tren terbaru dalam industri kesehatan melahirkan perspektif informasi kunci
tentang pentingnya kompetensi budaya. Misalnya, perusahaan asuransi kesehatan,
173
seperti Kaiser Permanente, Aetna, dan BlueCross BlueShield of Florida, telah
mengembangkan inisiatif dalam kompetensi budaya. (Joseph R. Betancourt di al,
2015). Seperti Anderson et al. (2012), mereka yang terlalu percaya diri dipandang
lebih kompeten dan memiliki status lebih tinggi, danmereka yang pada awalnya
merasa terlalu percaya diri tidak merasa kurang baik daripada mereka yang awalnya
dianggap dengan baik.
Untuk mengetahui apakah merek pribadi merupakan variabel mediasi antara
nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya terhadap kepercayaan diri, maka dilakukan
uji Variance Accounted For (VAF) dengan rumus :
Pengaruh tidak langsung
VAF =
Pengaruh tidak langsung + Pengaruh langsung
Kriteria untuk menentukan sebagai mediasi penuh atau mediasi parsial yaitu:
Bila VAF > 0.8 = Mediasi penuh
Bila 0.2 > VAF< 0.8 = Mediasi parsial
Bila VAF < 0.2 = Bukan mediasi
Dan perhitungannya untuk tenaga kerja asing sebagai berikut:
PV PB SC = -0.067 : ( -0.067 + 0.097 ) = -.2.233 ( PB mediasi penuh)
CC PB SC = 0.815 : ( 0.815 + 0.043 ) = 0.950 ( PB mediasi penuh)
174
Dan perhitungannya untuk tenaga kerja lokal sebagai berikut:
PV PB SC = -0.238 : ( -0.238 + 0.055 ) = 1.300 ( PB mediasi penuh)
CC PB SC = 0.986 : ( 0.986 – 0.013 ) = 1.013 ( PB mediasi penuh)
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dinyatakan bahwa variabel merek
pribadi menjadi variabel mediasi penuh bagi tenaga kerja asing, karena nilai VAF >
0.8 yaitu -2.233 untuk variabel nilai-nilai pribadi namun berpengaruh negatif dan
0.950 untuk variabel kompetensi budaya bukan mediasi, sedangkan bagi tenaga kerja
lokal, variabel merek pribadi menjadi variabel mediasi untuk nilai-nilai pribadi dan
kompetensi budaya karena nilai VAF < 0.8 yaitu 1.300 dan 1.013.
Percaya pada kompetensi adalah bagian dari eksistensi seseorang, dan tidak
dianjurkan untuk menunjukkan sikap konformis, berani menerima dan menghadapi
penolakan orang lain, memiliki kontrol diri dan emosi yang stabil, melihat
keberhasilan atau kegagalan usaha sendiri, pandangan positif tentang diri sendiri,
orang lain dan situasi di luar dirinya sendiri;memiliki harapan yang realistis dari diri
mereka sendiri (Rini, 2002).
Wright dan Snell mengamati bahwa perilaku tenaga kerja adalah cara paling
berkaitan langsung dengan strategi yang diimplementasikan, maka tenaga kerja harus
memiliki kompetensi yang sesuai untuk menunjukkan perilakunya. Lauster (1978)
menyebutkan ciri dari orang yang percaya diri adalah perasaan atau sikap tidak
mementingkan diri sendiri, cukup toleransi, tidak memerlukan pengakuan orang lain,
selalu optimis dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
175
Bennett menyatakan semua model pengembangan mengasumsikan bahwa
pemahaman lintas budaya dapat memberikan dampak yang positif pada pertumbuhan
personal tiap individu. Pada akhirnya banyak yang berpendapat bahwa pemahaman
lintas budaya adalah sebuah kemampuan yang penting, bahkan mungkin menjadi
yang terpenting.
Adapun hasil rekapitulasi perbandingan uji hipotesis antara tenaga kerja
Asing yang tersaji dalam tabel 4.18 dengan tenaga kerja lokal disajikan dalam tabel
4.19.
Tabel 4.18
Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Komparasi Tenaga Kerja Asing
No Hipotesis
Koefisien
Jalur thitung ttabel PValue Kesimpulan
1
Nilai-nilai Pribadi
berkorelasi dengan
Kompetensi Budaya
Tenaga Kerja Asing
-0,658 -0.449 1.96 0.653 Tidak
berkorelasi
2
Pengaruh Nilai-nilai
Pribadi terhadap Merek
Pribadi tenaga kerja Asing
-0.067 -0.272 1.96 0.095 Tidak
berpengaruh
3
Pengaruh Kompetensi
Budaya terhadap Merek
Pribadi tenaga kerja Asing
0,815 2.572 1.96 0.568 Berpengaruh
4
Pengaruh Nilai-nilai
Pribadi terhadap
Kepercayaan Diri tenaga
kerja Asing
0.097 0.060 1.96 0.390 Tidak
berpengaruh
176
5
Pengaruh Kompetensi
Budaya terhadap
Kepercayaan Diri tenaga
kerja Asing
0,043 0.038 1.96 0.348 Tidak
berpengaruh
6
Pengaruh Merek Pribadi
terhadap Kepercayaan Diri
tenaga kerja Asing
0,919 3.263 1.96 0.446 Berpengaruh
Tabel 4.19
Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Komparasi Tenaga Kerja Lokal
No Hipotesis
Koefisien
Jalur thitung ttabel PValue Kesimpulan
1
Nilai-nilai Pribadi
berkorelasi dengan
Kompetensi Budaya
Tenaga Kerja Lokal
0.771 2.416 1.96 0.157 Berkorelasi
2
Pengaruh Nilai-nilai
Pribadi terhadap
Merek Pribadi tenaga
kerja Lokal
-0,238 -0.866 1.96 0.387 Tidak
berpengaruh
3
Pengaruh Kompetensi
Budaya terhadap
Merek Pribadi tenaga
kerja Lokal
0.986 2.444 1.96 0.015 Berpengaruh
Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Komparasi
Tenaga Kerja Asing
Lanjutan….
177
4
Pengaruh Nilai-nilai
Pribadi terhadap
Keparcayaan Diri
tenaga kerja Lokal
0.055 0.072 1.96 0.367 Tidak
berpengaruh
5
Pengaruh Kompetensi
Budaya terhadap
Kepercayaan Diri
tenaga kerja Lokal
-0.013 -0.193 1.96 0.233 Tidak
berpengaruh
6
Pengaruh Merek
Pribadi terhadap
Kepercayaan Diri
melalui Merek Pribadi
tenaga kerja Lokal
0.964 3.471 1.96 0.943 Berpengaruh
Dan rekapitulasi hasil uji hipotesis dapat dijelaskan dalam gambar konstruk berikut : :
Gambar 4.14 Hasil Uji Hipotesis antara Tenaga Kerja Asing dan lokal
YAsing= 0.097 t= 0.060
βAsing= 0.919 t= 3.263
YLokal= - 0.013 t= -0.193
YAsing= -0.067 t= -0.272
YAsing= 0.815 t= 2.444
ɸAsing= - 0.058 t= - 0.449
ɸLokal= 0.771 t= 2.416
YLokal= -0.238 t= -0.866
YLokal= 0.055 t= -0.072
YLokal= 0.986 t= 2.572
YAsingl= 0.043 t= 0.038
βLokal= -0.964 t= - 3.471
Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Komparasi
Tenaga Kerja Lokal
Lanjutan….
178
4.4 Novelty Penelitian
Mengamati dari hasil pembahasan sebelumnya, maka terdapat beberapa
novelty dalam penelitian ini antara lain :
1. Pengembangan model yaitu nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, dan
kepercayaan diri. Pada penelitian ini digunakan merek pribadi sebagai variabel
yang memediasi nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya terhadap kepercayaan
diri tenaga kerja lokal dan tenaga kerja asing.
2. Penelitian ini merupakan komparasi model antara tenaga kerja asing dengan
tenaga kerja lokal pada tiga wilayah yaitu Cilegon, Serang, dan Tangerang di
Provinsi Banten.
3. Objek dalam penelitian ini dilakukan pada tenaga kerja yang berasal dari Negara
Korea, Jepang, Cina, dan Indonesia pada perusahaan modal asing di Provinsi
Banten Indonesia.
Temuan penelitian ini berupa novelty yang dinamakan “The Power of
Personal Branding on Self-Confidence (The POPBOSC)” yaitu bahwa merek pribadi
sangat dipengaruhi oleh kompetensi budaya dalam meningkatkan kepercayaan diri
tenaga kerja. Semakin tinggi komponen kompetensi budaya akan semakin baik dalam
membentuk merek pribadi tenaga kerja, sedangkan nilai-nilai pribadi pengaruhnya
negatif terhadap merek pribadi. Model ini mengembangkan beberapa penelitian
terdahulu dengan unsur kebaruan pada variabel merek pribadi sebagai mediasi antara
nilai-nilai peribadi dan kompetensi budaya. Adapun model yang menjadi novelty
dalam penelitian ini digambarkan pada gambar 4.15 dan gambar 4.16 dibawah ini.
179
Gambar 4.15
The Power of Personal Branding on Self-Confidence (The POPBOSC) Tenaga Kerja Asing
Dalam model tersebut dapat dilihat bahwa kepercayaan diri tenaga kerja asing
lebih tinggi yang tercermin dari pandangan postif mereka terhadap tugas
pekerjaannya, memiliki keahlian, yang sesuai dengan bidangnya, menjaga harga diri
dan selalu melakukan evaluasi diri. Oleh karena itu merek pribadi mereka dikenal
dengan tenaga kerja yang memiliki gaya dan standar kerja yang tinggi, visible dan
selalu konsisten dalam melakukan tugas pekerjaannya. Dan merek pribadi tenaga
kerja asing dipengaruhi secara positif oleh kompetensi budaya meliputi kesadaran
budaya, kepekaan budaya, kecerdasan budaya dan pengetahuan budaya. Oleh sebab
itu, semakin banyak indikator kompetensi budaya mempengaruhi merek pribadi
tenaga kerja asing, akan semakin baik sebagai mediasi dalam meningkatkan
kepercayaan diri mereka. Inilah bukti bahwa merek pribadi menjadi kekuatan yang
memediasi nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya terhadap kepercayaan diri
tenaga kerja asing.
180
Gambar 4.16
The Power of Personal Brandingon Self-Confidence (The POPBOSC) Tenaga Kerja Lokal
Sedangkan kepercayaan diri tenaga kerja lokal walaupun tinggi, namun
pengaruh nilai-nilai pribadi negatif cukup besar terhadap merek pribadi sebagai
variabel mediasi. Hal tersebut karena pengaruh factor lokasi dan domisili serta
budaya yang melekat. Sementara faktor dominan yang mempengaruhi merek
pribadinya adalah kompetensi budaya yaitu kesadaran budaya, kepekaan budaya,
keahlian solutif, dan sikap internalisasi. Tingginya pengaruh kompetensi budaya
terhadap merek pribadi itu karena tenaga kerja lokal sudah sangat mengenal dan
paham betul dengan budayanya sendiri karena memang perusahaanya ada di
lingkungan daerahnya, sehingga mereka dapat dengan baik memberikan solusi yang
baik dan cepat bila terjadi konflik dalam perusahaan. Oleh karena itu, variabel merek
pribadi merupakan kekuatan yang memediasi nilai-nilai pribadi dan kompetensi
budaya bagi tenaga kerja lokal.