bab iv hasil penelitian dan noveltymedia.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140018_4_3363.pdf186...
TRANSCRIPT
186
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN NOVELTY
4.1. Profil Unit Bisnis Operator Telekomunikasi di Indonesia
Persaingan antar unit bisnis operator telekomunikasi di Indonesia begitu
tinggi, bahkan di tahun 2016 sudah memasuki era price war, dan dampak adanya
persaingan yang tinggi ini beberapa operator mengalami pengabungan, dan hingga
kini masih tersisa 5 operator telekomunikasi besar yang memiliki pelanggan
tersebar di Indonesia, diantaranya PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom Group),
PT Indosat, PT XL Axiata, PT Smartfren Telecom dan PT Hutchinson Indonesia.
PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom Group) memiliki total 42 unit
bisnis dan yang related dengan unit bisnis telekomunikasi ada 37 unit bisnis
berdasarkan Customer Facing Unit (CFU) sebagaimana terlihat pada Gambar 4.1
(CSS Telkom 2017). PT Indosat memiliki 12 unit usaha antara lain unit bisnis
seluler (GSM), Indosat Mentari, data network (PT Lintas Arta), media (PT Lintas
Media Danawa), transaksi pembayaran elektronis (PT Artajasa), data internet (PT
Indosat Mega Media), unit bisnis interactivie vision (PT. Interactive Vision
Media), Satelit (PT Indosat Palapa Company), international business (PT Indosat
Singapore Pte., LTD), PT Starone Mitra telekomunikasi dan unit bisnis digital (PT
Portal Bursa Digital).
PT XL Axiata memiliki 2 unit bisnis, yaitu unit bisnis seluler dan digital
bisnis , PT Smartfren Telecom memiliki 3 unit bisnis seluler, Smartfren GSM dan
187
CDMA dan unit bisnis Smartfren Business Solution. PT Hutchinson 3 memiliki 1
unit bisnis seluler. Total unit bisnis yang dijadikan dalam penelitian ini 55 unit
bisnis telekomunikasi dengan cakupan unit bisnis seluler, consumer, corporate,
wholesale bisnis, dan digital bisnis.
Gambar 4.1. Unit Bisnis Telkom Group Customer Facing Unit (CFU) (Sumber: Presentasi internal Telkom 2017)
Unit bisnis seluler merupakan unit bisnis yang memberikan kontribusi
revenue bagi para operator telekomunikasi di Indonesia.Secara umum pangsa
pasar bisnis seluler masih dikuasai oleh Telkomsel (Telkom Group Company),
selanjutnya Indosat, XL, tree 3 dan smartfren. Kontribusi terbesar dari revenue
voice, sms, data internet, namun sejalan dengan perkembangan teknologi, maka
revenue voice dan sms menurun dikarenakan adanya pemain OTT (over the top).
Layanan OTT ini men-disrupt layanan eksisting dan membuat layanan voice dan
sms dilakukan melalui internet, sehingga tidak melalui jaringan telekomunikasi.
188
Jika selama ini para operator seluler mendapatkan revenue sharedari operator
lainnya, maka dengan adanya OTT terjadi perubahan bisnis model menjadi
bypassing tanpa memberikan revenue share.
Semakin meningkatnya penggunaan aplikasi OTT dari pelanggan seluler,
maka daya tawar penyedia layanan OTT menjadi meningkat sehingga berakibat
menurunnya revenue voice dan sms operator seluler. Beberapa penyedia layanan
OTT didunia dan banyak digunakan oleh pelanggan seluler di Indonesia
sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1. Pemain Over The Top (OTT) Dunia
Nama
Layanan
Jumlah
pengguna
Platform
yang dipakai
Fitur Monetizing
WhatsApp 450 jt MAUs IOS, Android,
Blackbarry,
Windows Phone,
Symbian
Teks, gambar,
suara, video
messaging
Gratis tahun
pertama,
selanjutnya
bayar $ 0.99/thn
Line 185 jt MAUs IOS, Android,
Blackbarry,
Windows Phone,
Teks, gambar,
suara, video
messaging
Gratis, digital
goods sold
(sticker, games)
dan advertising
WeChat 355 jt MAUs IOS, Android,
Blackbarry,
Windows Phone,
Symbian
Teks, gambar,
suara, video
messaging,
Video Calling
Gratis, digital
goods sold
Hangouts
425 jt Google
Acc User
Windows, Mac,
Linux, Chrome,
OS, IOS,
Android
Teks, gambar,
suara, video
messaging
Gratis
Apple Facetime 300 jt (Cloud
Users)
MAC, IOS only Teks, gambar,
video
messaging,
Video Calling
Gratis
Skype 300 jt users Windows, Mac,
Linux, IOS,
Android,
Blackberry,
Windows Phone
Teks, gambar,
suara, video
messaging
Gratis utk
pengguna Skype,
Credit dapat
dibeli untuk call
ke non Skype
189
Tabel 4.1. Pemain Over The Top (OTT) Dunia (Lanjutan)
Nama
Layanan
Jumlah
pengguna
Platform
yang dipakai
Fitur Monetizing
KakaoTalk 133 jt users Windows,
Android , IOS,
WindowsPhone,
Blackberry
Teks, gambar,
suara, video
messaging,
Video Calling
Gratis, digital
goods sold
Gratis, digital
goods sold
Viber 100 jt MAUs Windows, Mac,
Linux, IOS,
Android,
Blackberry,
Windows Phone
Teks, gambar,
suara, video
messaging,
video chat
(desktop only)
Gratis untuk
pengguna Viber,
Credit dapat
dibeli untuk call
ke non Skype,
selling digital
goods
Blackberry
(BBM)
85 jt MAUs IOS, Blackberry,
Android
Teks, gambar,
suara, video
messaging
Gratis
Sumber : Hasil olahan beberapa referensi 2017
Dampak adanya OTT terhadap operator telekomunikasi di Indonesia
adalah terjadinya penurunan revenue di voice dan sms, dikarenakan pelanggan
melakukan koneksi komunikasi dan pengiriman pesan menggunakan akses
internet, di sisi lain terjadi peningkatan pertumbuhan revenue di unit bisnis data
internet.
Unit bisnis corporate customer seperti penyediaan jaringan telephone,
VPN IP, leased channel, data network, manage service, contact centre khususnya
yang terkait dengan legacy business (voice, data network) mengalami penurunan
revenue namun disisi layanan aplikasi dan digital meningkat. Peningkatan revenue
digital belum bisa menutupi penurunan revenue di legacy business.
Beberapa contoh unit bisnis pelanggan korporat di PT Telekomunikasi
adalah divisi enterprise services, divisi business service, divisi government
services. Sedangkan untuk unit bisnis di anak perusahaan Telkom, di bawah PT
Multimedia Nusantara (Metra) seperti penyediaan data centre dan manage service
190
(Sigma), contact centre (Infomedia), layanan payment point (Finnet), layanan
logistic system (ICLS). Anak perusahaan Indosat yang menangani layanan data
network dan leased line seperti Lintas Artha, layanan pembayaran elektronis
(Artajasa), layanan multimedia (Indosat Mega Media).
Unit bisnis pelanggan wholesale adalah unit bisnis yang memberikan
layanan kepada operator lainnya, sebagai contoh ada unit bisnis divisi wholesale
services. Layanan unit bisnis yang diberikan berupa sewa link backbone,
transponder satelit, bundling traffic incoming dan outgoing, dll
Unit bisnis pelanggan konsumer adalah unit bisnis yang memberikan
layanan kepada pelanggan individu. Sebagai contoh di PT Telekomunikasi
Indonesia, seperti divisi Telkom regional yang menangani layanan IndiHome
triple play (voice, tv video, internet).
Unit bisnis digital services adalah unit bisnis yang memberikan layanan
digital kepada pelanggannya, sebagai contoh di PT Indosat memiliki layanan
konsumer berupa layanan eCommerce (Porta Bursa Digital), di Telkom ada unit
bisnis digital seperti Metraplasa, Metranet, Melon.
4.2. Kajian Metode Kuantitatif
Pembahasan dengan analisa kuantitatif ini terdiri dari analisa Deskriptif
yaitu analisis untuk pemecahan masalah pada pengujian hipotesis 1, yang
dilakukan explanantory analysis untuk mengetahui kondisi masing-masing
variabel Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, Budaya Organisasi,
Strategi Human Capital dan Kinerja Unit Bisnis Operator Telekomunikasi di
191
Indonesia.Sedangkan analisa Verifikatif digunakan untuk pembahasan dan
pemecahan masalah pada pengujian hipotesis 2 sampai dengan hipotesis 5.
Adapun hasil pembahasan dan pemecahan dengan analisa deskriptif dan
analisa verifikatif adalah sebagaimana penjelasan pada sub bab sebagai berikut:
4.2.1 Deskripsi Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, Budaya
Organisasi, Strategi Human Capital, Kinerja Unit Bisnis pada Unit
Bisnis Operator Telekomunikasi di Indonesia
4.2.1.1 Turbulensi Lingkungan
Turbulensi lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan eksternal (pasar,
kompetisi, teknologi, regulasi) yang tidak pasti, cepat berubah, kacau dan sulit
diprediksi serta ditandai dengan kecepatan perubahan yang berdampak disruptive
terhadap bisnis dan jika dimanfaatkan maka akan menjadi peluang. Variabel ini
diuji berdasarkan 5 (lima) dimensi yaitu :
1) Turbulensi Lingkungan Pasar (market), turbulensi pasar di bisnis
telekomunikasi di Indonesia dipengaruhi oleh 5 operator besar antara lain PT
Telekomunikasi Indonesia (Telkom Group), PT Indosat, PT XL Axiata, PT
Smartfren Telecom dan PT Hutchinson 3 Indonesia. Turbulensi pasar ini
mengukur sejauh mana kecepatan perubahan preferensi pelanggan terhadap
produk yang ditawarkan oleh operator telekomunikasi di Indonesia, seberapa
sering pelanggan melakukan pencarian produk baru, seberapa sering
pelanggan melakukan permintaan produk voice eksisting, seberapa jauh para
operator telekomunikasi melakukan praktek-praktek pemasaran yang baru.
192
Hasil dari survey penelitian yang dilakukan terkait dengan turbulensi pasar
menunjukkan turbulensi yang tinggi, namun jika dibandingkan dengan
dimensi lain dari variabel turbulensi lingkungan maka turbulensi pasar ini
lebih kecil dari turbulensi disruptive dan turbulensi kompetisi. Hal ini terlihat
dari kecepatan perubahan preferensi pelanggan terkait dengan produk yang
ditawarkan terlihat sudah mulai menuju tingkat kejenuhan, terbukti beberapa
pelanggan memiliki lebih dari satu penggunaan HP, tingkat penggunaan
telepon voice dan sms di pasar juga sudah mulai menurun. Pelanggan mulai
mencari produk pengganti yang lebih murah bahkan cenderung gratis untuk
komunikasi suara dan sms. Pasar juga merespon produk baru yang
diluncurkan oleh unit bisnis telekomunikasi melalui produk bundling data
dan internet. Pasar sudah mulai meninggalkan produk existing yang
menggunakan voice dan sms serta sudah mulai beralih ke layanan yang
berbasis data internet seperti WhatsApp, Line, dan lain-lain.
Perbedaan pertumbuhan pelanggan produk existing menjadi menurun dan
terjadi peningkatan pelanggan di produk baru data internet. Turbulensi
lingkungan pasar merupakan dimensi yang berpengaruh tinggi terhadap
variabel turbulensi lingkungan.
2) Turbulensi Lingkungan Teknologi. Teknologi telekomunikasi sangat cepat
berkembang dan memberikan perubahan yang sangat signifikan dalam
mempengaruhi penciptaan produk baru di industri telekomunikasi. Turbulensi
teknologi yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari indikator kecepatan
perubahan teknologi, bagaimana operator melihat kesulitan dalam
193
memprediksi perubahan teknologi, seberapa besar intensitas peluang yang ada
dari terbosoan teknologi, seberapa seringnya intensitas munculnya produk
baru hasil terobosan teknologi yang dilakukan oleh para operator
telekomunikasi.
Dilihat dari hasil survey penelitian terkait dengan dimensi turbulensi
lingkungan teknologi menunjukkan skor yang termasuk kategori tinggi di
atas nilai turbulensi lingkungan regulasi, namun di bawah skor nilai dimensi
turbulensi lainnya dari variabel turbulensi lingkungan. Tingkat kecepatan
perubahan teknologi ICT tinggi, hal ini ditandai dengan munculnya teknologi
4G, 5G , Fiber to the home (FTTH), Cloud base untuk layanan data center,
serta teknologi berbasis Robotic, sehingga proses saat ini dilakukan dengan
RPA (Robot Process Automation).
Terkait dengan kesulitan memprediksi perubahan teknologi ICT untuk unit
bisnis telekomunikasi di Indonesia masih terdapat kesulitan untuk dapat
memprediksi hal tersebut, hal ini disebabkan oleh masih belum adanya
standarisasi teknologi yang ditetapkan pemerintah, sehingga unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia masih di-drive oleh para vendor ICT.
Dilihat dari tingkat munculnya produk baru hasil terobosan teknologi, hasil
survey menunjukkan tergolong tinggi, hal ini terlihat dari mulai banyaknya
aplikasi yang dibangun oleh para pemain OTT dunia yang merambah ke
market Indonesia dan juga para pemain OTT di Indonesia, yang sangat
disruptive dari pemain dunia adalah Facebook, WhatsApp, Line, Instagram,
Uber, sedangkan yang dari pelaku OTT di Indonesia seperti GoJek,
194
Traveloka, Bukalapak, Blanja.com, dll. Turbulensi lingkungan teknologi
merupakan dimensi yang berpengaruh tinggi kepada variabel Turbulensi
Lingkungan.
3) Turbulensi Lingkungan Kompetisi. Kompetisi di bisnis telekomunikasi saat
ini masuk di arena red ocean untuk beberapa produk eksisting seperti voice,
sms, paket data internet. Turbulensi lingkungan kompetisi ini mengukur
seberapa tinggi intensitas persaingan antaroperator, seberapa tinggi intensitas
persaingan harga, seberapa tinggi kekuatan kompetitor dan seberapa tinggi
intensitas pergerakan baru dari pesaing.
Berdasarkan hasil survey penelitian maka dimensi turbulensi lingkungan
kompetisi termasuk sangat tinggi, merupakan dimensi yang berpengaruh
terbesar jika dibandingkan dengan dimensi dari variabel turbulensi
lingkungan lainnya, karena memiliki skor yang paling tinggi.
Dilihat dari indikator tingkat persaingan antar-unit bisnis telekomunikasi di
Indonesia sebagaimana yang sudah dijelaskan, maka kompetisi antaroperator
khususnya seluler sudah masuk kompetisi yang disebut perang harga (price
war), para pelaku bisnis berusaha untuk mendapatkan pelanggan dengan
melakukan akuisisi pelanggan lainnya. Dampak dari perang harga adalah
menurunkan kinerja unit bisnis khususnya ebitda perusahaan. Menyadari
akan hal tersebut maka beberapa unit bisnis telekomunikasi mulai melakukan
perubahan strategi dengan membuat bundling paket produk.
Begitu pula untuk kompetisi di unit corporate customers sudah beralih dari
kompetisi yang berbasis produk layanan menjadi berbasis ekosistem dan
195
solusi. Kompetisi di unit bisnis digital services juga sudah beralih dari bisnis
yang awalnya sarat di e-commerce saat ini, ke digital bisnis yang
menawarkan kemudahan, kecepatan dan keakuratan data berbasis data
analitik.
Kemudahan kompetitor untuk melakukan tandingan paket produk cukup
mudah sehingga persaingan dalam bundling paket produk belum bisa
menjamin peningkatan kinerja unit bisnis. Munculnya pergerakan baru dari
kompetitor dengan melakukan perubahan model bisnis berkolaborasi dengan
para pemain OTT sedikit banyak dapat menjaga pertumbuhan kinerja unit
bisnis.
Tingkat munculnya produk baru di pasar hasil kolaborasi model bisnis antara
operator dengan OTT sudah mulai terlihat namun juga ada beberapa unit
bisnis telekomunikasi yang mengalami kesulitan dalam mencapai target
revenue-nya sehingga beberapa sudah mulai turun performance-nya.
Turbulensi lingkungan kompetisi unit bisnis telekomunikasi di Indonesia
sangat tinggi dan memberikan pengaruh yang signifikan kepada variabel
turbulensi lingkungan.
4) Turbulensi Lingkungan Regulasi. Regulasi merupakan faktor eksternal yang
juga mempengaruhi perusahaan dalam menetapkan strategi bisnisnya.
Turbulensi lingkungan regulasi ini mengukur seberapa tingginya kesulitan
para operator dalam memprediksi perubahan regulasi, seberapa cepat
perubahan regulasi di bidang telekomunikasi, dan seberapa besar keketatan
regulasi yang ada, serta ketidakpastian hukum terhadap pelaksanaan regulasi.
196
Dilihat dari hasil survey penelitian indeks dimensi turbulensi lingkungan
regulasi menunjukkan tingkat yang tinggi meskipun skornya masih di bawah
dimensi lainnya dalam variabel turbulensi lingkungan. Tingkat perubahan
kecepatan regulasi terkait dengan unit bisnis di Indonesia masih belum begitu
cepat, sehingga para pelaku unit bisnis di Indonesia masih mendapati
kesulitan dalam memprediksi perubahan regulasi, sebagai contohnya terkait
dengan pemberlakuan interkoneksi penggunaan jaringan network antar-
operator, serta regulasi penggunaan bersama tower telekomunikasi yang
masih dalam kajian dan belum ditetapkan, sehingga beberapa operator masih
menunggu apakah akan melakukan investasi sendiri untuk ekspansi bisnisnya
atau akan melakukan kolaborasi network jaringan dan tower secara bersama
sama.
Dilihat dari tingkat kepastian hukum terhadap pelaksanaan regulasi unit
bisnis telekomunikasi di Indonesia dirasakan cukup baik dan dilaksanakan
sesuai dengan regulasi hukum, seperti pelelangan band width pita frekuensi
untuk 4G dilakukan dengan proses lelang dan sesuai aturan, namun peraturan
yang terkait dengan regulasi dibidang layanan over the top (OTT) masih perlu
dipercepat implementasi peraturannya.
Turbulensi lingkungan regulasi unit bisnis di Indonesia tergolong tinggi dan
memiliki pengaruh kepada variabel turbulensi lingkungan.
5) Turbulensi Lingkungan Disruptive, merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi lingkungan bisnis perusahaan secara langsung, karena
dampaknya akan merubah tatanan bisnis yang ada, baik adanya produk
197
pengganti, maupun bisnis model baru. Turbulensi lingkungan disruptive ini
mengukur seberapa seringnya muncul inovasi dari produk pengganti, tingkat
disruptive dari aplikasi yang diciptakan, dan juga terkait dengan disruptive
bisnis model yang dibuat.
Berdasarkan hasil survey penelitian untuk indeks turbulensi lingkungan
disruptive adalah tinggi, menunjukkan skor tertinggi nomor dua setelah
turbulensi lingkungan kompetisi, hal ini terlihat dari munculnya produk
pengganti yang dilakukan oleh pemain OTT yang secara bisnis men-disrupt
bisnis existing, hasil kinerja unit bisnis khususnya yang terkait dengan voice
dan sms merupakan unit bisnis yang terkena dampak akibat adanya turbulensi
lingkungan distruptive.
Banyaknya inovasi yang dilakukan oleh pemain OTT serta munculnya
kerjasama model bisnis baru antara pelaku bisnis existing dengan pelaku OTT
menunjukkan bahwa dimensi turbulensi lingkungan disruptive sangat
berpengaruh kepada variabel turbulensi lingkungan.
Hasil survey penelitian turbulensi lingkungan beserta dimensinya dapat
dilihat pada penjelasan di bawah ini. Gambar 4.2 menunjukkan rata-rata dimensi
variabel Turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia.
Gambar 4.2 Indeks Rata-Rata Dimensi Variabel Turbulensi Lingkungan
Bisnis Telekomunikasi di Indonesia
3,73
3,53
4,33
3,44
3,92
2,5 3 3,5 4 4,5 5
Turbulensi Pasar
Turbulensi Teknologi
Turbulensi Kompetisi
Turbulensi Regulasi
Trubulensi Distruptive
198
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel turbulensi lingkungan
bisnis telekomunikasi di Indonesia rata-rata berada pada kondisi yang tinggi
dengan skor rata-rata 3,79 (mengacu pada kriteria skor Tabel 3.11). Hal ini
menunjukkan bahwa masing-masing dimensi turbulensi lingkungan yang terdiri
dari turbulensi lingkungan pasar, turbulensi lingkungan teknologi, turbulensi
lingkungan regulasi, turbulensi lingkungan kompetisi, dan turbulensi lingkungan
disruptive, secara umum menunjukkan nilai yang tinggi. Hal ini memperkuat hasil
survey penelitian sebelumnya (Nashirudin, 2014) yang menggambarkan bahwa
turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia tinggi.
Hasil dari survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada variabel
turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia, dimensi yang paling
dominan secara berurutan adalah :
(1) Turbulensi lingkungan kompetisi
(2) Turbulensi lingkungan disruptive
(3) Turbulensi lingkungan pasar
(4) Turbulensi lingkungan teknologi
(5) Turbulensi lingkungan regulasi
Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa diantara kelima dimensi
turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia, turbulensi lingkungan
kompetisi (skor 4,33) memiliki skor yang sangat tinggi.
Turbulensi lingkungan kompetisi termasuk kategori sangat tinggi,
kompetisi di bisnis telekomunikasi saat ini sangat ketat, hal ini ditunjukkan
dengan para pelaku bisnis memberikan layanan yang inovatif dan disesuaikan
199
dengan target market-nya, sehingga jika dilihat masing-masing pelaku bisnis
memiliki paket-paket penawaran berupa bundling produk kepada pelanggan.
Paket penawaran yang dibuat oleh unit bisnis telekomunikasi tersebut dengan
mudah ditiru oleh kompetitor sehingga yang terjadi adalah adanya kompetisi yang
sangat tinggi berupa perang harga. Inilah yang menyebabkan mengapa turbulensi
lingkungan unit bisnis telekomunikasi di Indonesia tinggi, karena memang
kompetisinya sudah memasuki arena red zone untuk produk existing voice dan
sms.
Turbulensi disruptive ini dibuktikan dengan banyaknya inovasi disruptive
yang dihasilkan dan menjadikan produk pengganti dari produk eksisting yang ada.
Banyaknya intensitas para pelaku over the top(OTT) yang sangat berpengaruh
kepada lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia. Setelah terjadinya
turbulensi lingkungan kompetisi yang sangat tinggi terhadap unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia, dan menyebabkan terjadinya penurunan laba unit
bisnis, maka hal yang dilakukan oleh unit bisnis adalah melakukan terobosan
dalam pengembangan produk eksisting melalui inovasi, kolaborasi dengan pemain
OTT serta membuat bisnis model baru.
Turbulensi lingkungan disruptive ini dapat dilihat dari bagaimana unit
bisnis melakukan kegiatan inovasi serta kolaborasi dengan para pendatang baru.
Kekuatan para pelaku bisnis telekomunikasi existing terletak pada platform
infrastruktur telekomunikasi, sedangkan kekuatan para pemain OTT baru adalah
pada aplikasi yang disruptive.Kolaborasi untuk menghadapi turbulensi lingkungan
200
disruptive merupakan kunci utama unit bisnis dapat terus berkembang dan
bertahan.
Dimensi ketiga yang berpengaruh terhadap turbulensi lingkungan adalah
turbulensi lingkungan teknologi. Perkembangan teknologi digital sebagaimana
yang terjadi saat ini sudah tidak dapat dibendung lagi dan merubah tatanan bisnis
model yang ada. Aplikasi GoJek, Grab, Uber, WhatsApp, Line yang memberikan
kemudahan kepada pelanggan dan pelaku bisnis di Indonesia melalu smart phone
memberikan pertumbuhan bisnis data internet di Indonesia, namun disatu sisi juga
men-distruptive produk eksisting yang ada.
Aplikasi yang dibuat para OTT, seperti Line dan WhatsApp, dapat
melakukan panggilan voice dan messaging via data internet. Turbulensi
lingkungan teknologi memiliki skor 3,53, termasuk dalam kategori tinggi.
Turbulensi ini diperkuat juga dengan survey pendahuluan yang telah dilakukan.
Teknologi sangat mempengaruhi turbulensi lingkungan dengan adanya platform
teknologi yang dapat mengintegrasikan platform menjadi single platform yang
dinamakan konvergen Teknologi (akses dan sentral menjadi satu platform,
sebagaimana teknologi softswitch, IT Hub, dan lain-lain. Turbulensi lingkungan
teknologi dapat men-drive adanya turbulensi lingkungan disruptive, turbulensi
lingkungan kompetisi.
Turbulensi lingkungan regulasi juga merupakan dimensi yang
mempengaruhi variabel turbulensi lingkungan, belum adanya regulasi yang ada
menyebabkan terjadinya persaingan bisnis yang tidak adil (unfair), sebagai contoh
aplikasi Ojek, Grab, Uber yang dapat men-distruptive bisnis angkutan tradisional
201
ini menjadi terancam. Para pelaku usaha transportasi tradisional harus memiliki
ijin operasi, dikenakan tarif yang telah ditentukan oleh regulator transportasi,
sementara pelaku transportasi online tidak dikenakan biaya ijin operasi dan tarif
yang ditentukan. Turbulensi lingkungan regulasi dari hasil survey ini memiliki
skor tinggi 3.44, artinya dimensi turbulensi lingkungan regulasi ini menjadi
dimensi yang mempengaruhi Turbulensi lingkungan secara umum, dengan
perkataan lain akan mempengaruhi turbulensi lingkungan teknologi, disruptive,
kompetisi dan juga mempengaruhi turbulensi lingkungan pasar.
Turbulensi lingkungan pasar juga merupakan turbulensi yang
mempengaruhi turbulensi lingkungan dengan skor 3,73, artinya permintaan
perubahan turbulensi lingkungan ditentukan juga oleh pasar/pelanggan. Terlebih
lagi dengan banyaknya permintaan pelanggan yang di-drive dengan adanya
produk pengganti yang dihasilkan dari inovasi teknologi.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa turbulensi lingkungan pasar
unit bisnis telekomunikasi khususnya bisnis seluler di Indonesia sudah memasuki
tahap jenuh, artinya jumlah pelanggan sudah mengalami pertumbuhan
perlambatan dan pasar juga sudah pintar karena pasar sudah memanfaatkan
produk pengganti untuk melakukan komunikasi voice dan sms.
Dimensi turbulensi lingkungan pasar unit bisnis telekomunikasi di
Indonesia tergolong tinggi dan memiliki pengaruh kepada variabel turbulensi
lingkungan. Jika dilihat dari keterhubungan antara dimensi yang ada di turbulensi
lingkungan, maka turbulensi lingkungan pasar unit bisnis telekomunikasi
dipengaruhi oleh turbulensi lingkungan teknologi, disruptive, kompetisi serta
202
turbulensi lingkungan regulasi, sebagaimana yang terlihat pada Gambar di bawah
ini:
Gambar 4.3 Turbulensi Lingkungan Unit Bisnis Telekomunikasi di Indonesia
Dimensi pertama yang paling dominan mempengaruhi variabel turbulensi
lingkungan sebagaimana hasil survey penelitian di atas adalah turbulensi
kompetisi. Kompetisi bisnis telekomunikasi terkait dengan produk seluler seperti
voice, sms sudah memasuki red ocean, bahkan pengguna seluler banyak
menggunakan produk pengganti untuk melakukan komunikasi dan kirim sms
menggunakan aplikasi yang dibangun oleh para pemain OTT. Bisnis data internet
meningkat sejalan dengan banyaknya aplikasi yang dibuat oleh pemain OTT.
Para pelaku unit bisnis telekomunikasi khususnya operator selular
berupaya untuk meningkatkan jumlah pelanggan melalui program bundling antara
voice, sms, serta paket data internet. Paket bundling yang ditawarkan oleh
operator seluler tersebut dapat ditiru oleh operator lainnya, sehingga perang harga
203
terjadi lagi sebagaimana perang harga di voice dan sms, inilah yang menyebabkan
turbulensi lingkungan kompetisi memiliki skor yang sangat tinggi di bisnis
telekomunikasi di Indonesia.
Dimensi kedua yang mempengaruhi turbulensi lingkungan adalah
turbulensi lingkungan disruptive. Pasar telekomunikasi di Indonesia sudah mulai
teredukasi dan pintar sehingga dalam pemilihan produk yang ditawarkan oleh
pelaku unit bisnis telekomunikasi terutamanya bisnis seluler, pasar merespon
positif ketika diberikan berbagai macam pilihan paket bundling, namun menjadi
tidak bertahan lama (churn) karena pelanggan bisa beralih membeli paket lainnya
dari kompetitor.
Turbulensi yang disruptive menjadi sebab pelanggan mencari alternatif
produk pengganti untuk melakukan komunikasi, awalnya melalui voice dan sms
kemudian beralih ke komunikasi via data internet. Beberapa unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia memanfaatkan turbulensi lingkungan yang disruptive
untuk menciptakan inovasi dan peluang menciptakan pasar baru. Peluang dan
pasar baru tersebut dihasilkan dari kolaborasi antara pelaku unit bisnis
telekomunikasi dan pemain OTT, hal ini dilakukan karena pelaku unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia memiliki kendala kesenjangan kompetensi digital,
sehingga cara terbaik adalah dengan melalui kolaborasi. Kecepatan tindakan
dalam mengantisipasi turbulensi lingkungan disruptive merupakan kunci utama
para pelaku unit bisnis untuk bisa dapat bertahan.
Dimensi turbulensi lingkungan teknologi merupakan dimensi ke tiga
dominan yang mempengaruhi turbulensi lingkungan, hal ini juga terkait dengan
204
turbulensi lingkungan disruptive dan turbulensi lingkungan kompetisi. Perubahan
teknologi informasi dan ICT yang cepat menyebabkan terjadinya juga perubahan
dalam melakukan proses bisnis, misalnya pekerjaan yang awalnya dilakukan oleh
orang akan tergantikan oleh robot, sehingga proses bisa lebih cepat, efektif dan
efisien, karena perusahaan efisien maka harga jual menjadi lebih kompetitif,
sehingga turbulensi lingkungan kompetisi menjadi tinggi dan yang pada akhirnya
akan mempengaruhi turbulensi lingkungan pasar.
Dimensi turbulensi lingkungan regulasi merupakan dimensi kelima yang
berpengaruh kepada variabel turbulensi lingkungan. Sebagaimana yang sudah
dijelaskan di atas dari hasil survey bahwa regulasi bisnis telekomunikasi berjalan
tidak terlalu cepat, hal ini terbukti terkait dengan UU No 36 tahun 1999 hingga
saat inipun belum ada perubahannya, sementara pasar, teknologi sudah berubah.
4.2.1.2 Kepemimpinan Strategis
Kepemimpinan Strategis didefinisikan sebagai kepemimpinan strategis yang
terjadi pada kondisi disruptive, yaitu kondisi terjadinya perubahan tatanan dalam
model bisnis yang sama sekali berbeda dengan model bisnis eksisting, sehingga
kepemimpinan strategis harus dapat memiliki kemampuan dalam hal menetapkan
visi (envisioning), menarik keterlibatan karyawan (engaging), dapat
melaksanakan aturan (governing), memanfaatkan keunggulan teknologi digital
(digital leadership), dan melakukan kepemimpinan secara disruptive (disruptive
leadership).
205
Variabel kepemimpinan strategis ini diuji dengan lima dimensi yaitu
dimensi Envisioning, Engaging, Governing, Digital Leadership serta Disruptive
Leadership.
1) Dimensi Envisioning. Dimensi ini diukur dengan kemampuan para leaders
operator telekomunikasi di Indonesia untuk : (1) mengidentifikasikan peluang
bisnis perusahaan, (2) menciptakan transformasi perusahaan, (3) menetapkan
visi perusahaan. Seberapa tinggi kemampuan para leaders tersebut untuk
menetapkan visi dan misi serta tujuan perusahaan yang dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal, seberapa tinggi kemampuan leaders untuk menciptakan
peluang bisnis baru dilingkungan yang sangat turbulen.
2) Dimensi Engaging. Dimensi ini diukur dengan indikator (1) tingkat
kemampuan pimpinan unit/leaders menjalin hubungan internal yang baik; (2)
tingkat kemampuan pimpinan unit/leaders dalam memiliki sifat keterbukaan
(openess); tingkat kemampuan pimpinan unit/leaders dalam memberikan
solusi (crowdsourcing) karyawan; (4) tingkat kemampuan pimpinan
unit/leaders dalam memenuhi Work life balance.
3) Dimensi Governing. Dalam dimensi ini diukur dengan menggunakan indikator
sebagai berikut : (1) tingkat kemampuan pimpinan unit/leaders sebagai
pelopor governance; (2) tingkat kemampuan pimpinan unit/leaders dalam
membangun service unit.
4) Dimensi Digital leadership. Dimensi ini diukur dengan menggunakan
indikator sebagai berikut; (1) tingkat kemampuan pimpinan unit/ leaders
dalam menetapkan prioritas bisnis digital; (2) tingkat kemampuan pimpinan
206
unit/ leaders dalam membangun digital capabilities di perusahaan; (3) tingkat
kemampuan pimpinan unit/leaders dalam menetapkan platform digital bisnis
5) Dimensi Disruptive Innovation. Dimensi ini diukur dengan menggunakan
indikator sebagai berikut; (1) tingkat kemampuan pimpinan unit/leaders untuk
menciptakan Inovasi dalam membuka pasar baru; (2) tingkat kemampuan
pimpinan unit/ leaders dalam meningkatkan banyaknya inovasi di perusahaan;
(3) tingkat kemampuan pimpinan unit/leaders membangun budaya digital.
Gambar 4.4 menunjukkan indeks rata-rata dimensi variabel kepemimpinan
strategis operator bisnis telekomunikasi di Indonesia.
Gambar 4.4. Indeks Rata-rata Dimensi Kepemimpinan Strategis
Dari hasil survey di atas menunjukkan bahwa rata-rata dimensi variabel
kepemimpinan strategis operator bisnis di Indonesia pada posisi sedang dengan
skor 3,08, artinya para pemimpin unit bisnis telekomunikasi di Indonesia memiliki
kemampuan rata-rata cukup baik, dalam menetapkan visi (envisioning),
melibatkan seluruh karyawan (engaging), memiliki aturan (governing), memiliki
kemampuan digital (digital leadership) dan memiliki cukup kemampuan
disruptive (disruptive innovation).
3,21
3,04
3,38
2,98
2,78
2,50 3,00 3,50 4,00
Envisioning
Engaging
Governing
Digital Leadership
Distruptive Innovation
207
Hasil dari survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada variabel
kepemimpinan strategis, dimensi yang paling dominan secara berurutan adalah :
1) Governing
2) Envisioning
3) Engaging
4) Digital Leadership
5) Disruptive innovation
Berdasarkan hasil survey dimensi Governing merupakan dimensi dengan
skor 3,38 artinya dimensi governing ini mempengaruhi variabel kepemimpinan
strategis. Kepemimpinan strategis cukup tinggi artinya leaders atau pemimpin
unit bisnis telekomunikasi di Indonesia memiliki kemampuan yang cukup baik
dalam berkoordinasi (Collaboration) yang terdiri dari penentuan prioritas
(prioritizing), synchronizing, dan aligning inisiative antarperusahaan. Leaders
juga memiliki kemampuan yang cukup untuk antarberbagi (sharing).
Dimensi envisioning merupakan dimensi kedua yang memiliki skor 3,21
artinya dimensi envisioning ini memiliki pengaruh cukup tinggi untuk variabel
Kepemimpinan Strategis. Artinya kemampuan para leaders operator
telekomunikasi di Indonesia adalah ‘cukup baik’ dalam melakukan identifikasi
peluang bisnis perusahaan, menciptakan transformasi perusahaan, dan
menetapkan visi perusahaan.
Dimensi Engaging merupakan dimensi yang memiliki skor 3,04 artinya
dimensi engaging ini memiliki kinerja yang sedang. Hasil survey menunjukkan
bahwa pemimpin unit bisnis telekomunikasi di Indonesia memiliki kemampuan
208
rata-rata cukup baik untuk menarik keterlibatan karyawan (engaging) dengan
kemampuan merealisasikan visi menjadi kenyataan. Dimensi untuk pengukuran
engagement ini terdiri dari tiga indikator, antara lain artinya leaders atau
pemimpin memiliki kemampuan untuk menghubungkan ke organisasi (connect
the organization), dapat memperluas diskusi (create wider conversation), dan
menumbuhkan suasana kerja yang baru (foster new ways of working).
Dimensi digital leadership merupakan dimensi yang ketiga memiliki skor
2,98, artinya dimensi ini adalah bahwa leaders atau pimpinan unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia memiliki kemampuan sedang dalam bidang digital
IT. Dilihat dari nilai rata-rata, dimensi digital leadership ini masih di bawah rata-
rata dimensi kepemimpinan strategis, artinya kemampuan para leaders atau
pemimpin unit bisnis perlu ditingkatkan dengan melibatkan hubungan
(relationship) yang baik, kemampuan membangun teknologi digital dan
mentransformasikan platform teknologi digital melalui simplifikasi proses, serta
memperhatikan pelanggan dalam prosespembuatan produknya, tidak hanya di
drive dari kemampuan dibidang teknologi digital saja namun juga melihat aspek
pelanggan (customer driven).
Dimensi disruptive innovation merupakan dimensi dengan skor 2,78, juga
masih di bawah rata-rata total dimensi kepemimpinan strategis,artinya dimensi
disruptive ini perlu ditingkatkan lagi kemampuannya. Kemampuan strategis
leaders atau kepemimpinan unit bisnis telekomunikasi di Indonesia memiliki
kemampuan disruptive innovative yang perlu ditingkatkan untuk menciptakan
209
Inovasi dalam membuka pasar baru, meningkatkan banyaknya inovasi di
perusahaandan membangun budaya digital.
4.2.1.3 Budaya Organisasi
Budaya Organisasi didefinisikan sebagai sebuah keyakinan dasar (basic
belief) atau philosophy dasar dari suatu organisasi yang terdiri dari nilai-nilai inti
(core values) yang menjadi pegangan para pemimpin dan karyawan dalam
organisasi (People Culture) melalui suatu proses monitoring, penciptaan
lingkungan kerja yang mendukung inovasi (Process Culture), dilakukan secara
top down oleh pimpinan unit dengan dibantu change agent (Strategy Culture) dan
ini terlihat nyata dari perilaku karyawan dalam kegiatan yang dilakukan sehari-
hari (Operation Culture).
Indeks rata-rata dimensi budaya organisasi sebagaimana terlihat pada
Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Indeks Rata-Rata Dimensi Budaya Organisasi
Hasil survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada variabel budaya
organisasi, dimensi yang dominan adalah sebagai berikut :
1) Dimensi Strategy Culture
2) Dimensi Operation Culture
3,03
3,27
3,64
3,30
2,50 3,00 3,50 4,00
People Culture
Process Culture
Strategy Culture
Operation Culture
210
3) Dimensi Process Culture
4) Dimensi People Culture
Berdasarkan hasil survey terlihat bahwa rata-rata dimensi dalam variabel
budaya organisasi adalah 3,31. Dimensi strategy culture memiliki skor 3.64
artinya memiliki kategori baik dalam mempengaruhi variabel budaya organisasi.
Artinya pemimpin unit bisnis telekomunikasi di Indonesia memiliki kemampuan
yang rata-rata baik dalam menciptakan strategi kolaborasi (Collaboration)
antarsesama karyawandan dalam membuat kerjasama team (team work) untuk
mencapai tujuan perusahaan. Ciri dari strategi kolaborasi dan kerjasama team
adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang bersifat terbuka (co-working
space), penggunaan pakaian kerja yang casual (non-formal), kegiatan pertemuan
atau rapat yang lebih banyak informal meeting, interaksi bersifat terbuka dan
kolaborasi.
Dimensi operation culture merupakan dimensi kedua dengan skor 3,30
artinya dimensi ini memiliki pengaruh cukup baik terhadap variabel budaya
organisasi. Artinya dimensi operation culture bisnis telekomunikasi di Indonesia
pada posisi cukup baik. Artinya pemimpin unit bisnis telekomunikasi di Indonesia
memiliki kemampuan rata-rata cukup baik untuk dapat menjalankan budaya
perusahaan yang dimulai dari pemimpinnya (top-down), dan cukup mampu
melibatkan penuh para karyawannya dalam menjalankan kegiatan budaya.
Biasanya kegiatan budaya itu ditandai dengan adanya event budaya yang
dijalankan oleh para agen budaya. Beberapa indikator yang diukur dalam dimensi
operation culture adalah sebagai berikut ; (1) para leaders atau pimpinan unit
211
mengkomunikasikan visi perusahaan secara jelas, (2) memastikan bahwa seluruh
karyawan mendapatkan informasi visi yang jelas, (3) membangun koordinasi
dengan pimpinan unit lain dalam organisasi, (4) mendorong untuk menciptakan
performansi yang excellent, (5) memberikan feedback untuk membantu
pengembangan diri karyawan, (6) memonitor tujuan yang akan dicapai,(7)
memiliki kemampuan untuk mengelola karyawan.
Dimensi process culture dengan skor 3,27 merupakan dimensi yang
memiliki skor di bawah rata rata dari total dimensi di budaya organisasi, artinya
perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan lagi proses aktivasi budaya unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia. Dimensi ini menunjukkan bahwa pemimpin unit
bisnis telekomunikasi di Indonesia memiliki kemampuan yang cukup baik dalam
melakukan proses monitoring aktivitas budaya, menciptakan lingkungan kerja
melalui proses perbaikan budaya dengan memberikan reward, serta mendorong
karyawan untuk melakukan proses perbaikan secara berkelanjutan.
Dimensi people culture dengan memiliki skor 3,03 yang juga memiliki
nilai di bawah rata-rata total dimensi budaya organisasi, perlu dilakukan
peningkatan kapabilitas karyawan dalam melaksanakan aktivitas budaya. Dimensi
people culture ini lebih menekankan perhatian kepada karyawan untuk dapat
merubah mindset menuju perusahaan digital, bisa saling berbagi (sharing), selalu
menciptakan inovasi dan memberikan perhatian (attention). Dimensi ini diukur
dengan indikator sebagai berikut; (1) pimpinan unit melakukan komunikasi
dengan berbagi (share knowledge), (2) menciptakan inovasi, (3) memberikan
perhatian dalam penyelesaian tugas.
212
4.2.1.4 Strategi Human Capital
Strategi Human Capital didefinisikan sebagai strategi yang terkait dengan
Human Capital life cycle (People), yaitu proses HC dari rekrutmen, seleksi,
penempatan, pengembangan, performance karyawan, hingga pensiun, serta terkait
dengan aktivitas budaya (Culture) dan terkait dengan organisasi perusahaan, yang
dapat memberikan petunjuk atau arahan kepada perusahaan dalam
mengembangkan HC, melalui praktek-praktek HC dan pengukurannya serta
terkomunikasikan secara efektif agar dapat mencapai tujuan perusahaan.
Indeks rata-rata dimensi Strategi HC terlihat pada Gambar 4.6 berikut.
Gambar 4.6. Indeks Rata-rata Dimensi Strategi HC
Hasil survey pada variabel strategi HC menunjukkan indeks rata-rata 3,28.
Dimensi yang dominan terhadap variabel strategi HC adalah sebagai berikut:
1) Dimensi HR Practice and Metric
2) Dimensi Organization Strategy
3) Dimensi Effective Communication
4) Dimensi People Strategy
5) Dimensi Culture Strategy
3,15
3,01
3,45
3,57
3,22
2,50 3,00 3,50 4,00
People
Culture
Organization
HR Practice & Metrics
Effective Communication
213
Dimensi HR Practice and Metric, memperoleh skor rata-rata 3,57, yang
berada pada kategori tepat untuk strategi organisasi dalam Strategi HC di bisnis
telekomunikasi di Indonesia. Dimensi ini merupakan dimensi pertama yang
dominan terhadap variabel strategi HC. Dimensi HR Practice dan Metric ini
diukur dengan indikator sebagai berikut: (1) HC melakukan pengukuran jumlah
karyawan secara terintegrasi; (2) HC melakukan penilaian kompetensi karyawan;
(3) HC mengukur produktivitas karyawan; (4) HC mengukur pelatihan untuk
manajerial (suspim); (5) HC mengukur jumlah karyawan yang di-counseling.
Dimensi Organizational Strategy, memiliki skor 3,45 sehingga termasuk
kategori tepat, merupakan dimensi yang dominan kedua yang mempengaruhi
variabel Strategi HC. Dimensi organizational strategy ini diukur dengan indikator
sebagai berikut; (1) apakah HC menyediakan data tenaga kerja berdasarkan
organisasi, (2) HC menciptakan desainn organisasi baru sesuai kebutuhan
perusahaan.
Dimensi Effective Communication, dengan skor 3,22, merupakan dimensi
yang memiliki pengaruh yang sedang dari variabel Strategi HC. Dimensi ini
diukur dengan indikator sebagai berikut; (1) kemampuan HC memberikan layanan
konseling ; (2) kemampuan HC menyediakan informasi panduan work life
balance; (3) kemampuan HC melakukan komunikasi terkait dengan engagement;
(4) apakah HC melakukan pelayanan konsultasi kepada karyawan.
Dimensi People Strategy, dengan skor rata-rata 3,15 merupakan dimensi
yang memiliki pengaruh di bawah rata-rata terhadap variabel Strategi HC.
Dimensi People strategy ini diukur dengan indikator apakah ; (1) HC melakukan
214
strategi secara kesisteman, (2) HC memilik data analytic, (3) HC melakukan
identifikasi sumber rekrutmen, (4) HC Melakukan orientasi karyawan baru, (5)
HC melakukan rencana suksesi berdasarkan talent pool, (6) HC memiliki
masterplan yang sejalan dengan Corporate Strategy Perusahaan, serta (7) HC
menentukan strategi workforce plan kedepan.
Dimensi Culture Strategy, dengan skor rata rata 3,01, merupakan dimensi
yang memiliki skor nilai terendah dari rata-rata dimensi pada variabel Strategi
Human Capital. Dimensi Culture Strategy ini diukur dengan indikator sebagai
berikut; (1) apakah HC Memiliki Strategi program Culture Activation ; dan (2)
HC mempunyai aturan sistem organisasi berbasis reward.
Dari hasil survey memang terlihat bahwa beberapa unit bisnis operator
telekomunikasi di Indonesia memiliki strategi human capital namun dalam
pelaksanaannya khususnya yang terkait dengan culture strategy serta
implementasi dari aktivitas budaya masih perlu ditingkatkan.
4.2.1.5 Kinerja Unit Bisnis
Indeks rata-rata dimensi kinerja unit bisnis adalah sebagai berikut.
Gambar 4.7. Indeks Rata-rata Dimensi Kinerja Unit Bisnis
3,14
3,02
3,29
3,07
2,5 3 3,5 4
Financial
Customer
Internal Business Process
Learning & Growth
215
Kinerja unit bisnis telekomunikasi di Indonesia dari hasil survey penelitian
yang dilakukan memiliki skor dengan kategori sedang (3,129). Dimensi
pertumbuhan pelanggan (Customer) mengalami pertumbuhan yang melambat,
khsusus pelanggan seluler sudah memasuki kejenuhan. Pelanggan juga sudah
mulai pintar untuk menentukan pilihan produk seluler yang ditawarkan.
Pertumbuhan melambat pelanggan terjadi setelah adanya perang tarif, karena
pelanggan membeli starter pack baru namun penggunaannya tidak bertahan lama,
paket promo habis maka pelanggan tidak melanjutkan lagi, selesai pakai buang.
Keberhasilan menarik pelanggan baru dapat dikatakan sukses, namun
keberhasilan untuk mempertahankan pelanggan belum sukses, sehingga jika
dilihat dari market share beberapa operator telekomunikasi mengalami
penurunan, dan beberapa tetap tidak ada perubahan.
Terkait dengan dimensi learning and growth dari indikator kompetensi
pegawai terlihat dari hasil survey memiliki kompetensi yang rata-rata kompetensi
di bisnis seluler, namun untuk kompetensi di digital masih di bawah rata-rata unit
bisnis digital. Adanya kesenjangan kompetensi di bisnis digital ini jugalah yang
menyebabkan unit bisnis belum dapat melakukan inovasi khususnya di bisnis
digital, pelanggan unit bisnis digital mengalami pertumbuhan yang kurang cepat,
sehingga market share dan revenue untuk bisnis digital belum dapat memberikan
kontribusi signifikan dan belum dapat menggantikan penurunan bisnis voice dan
sms.
Dimensi financial menunjukkan skor nilai yang rata-rata sedang (3,14) dan
cenderung mengalami penurunan revenue, pencapaian target pendapatan dari
216
beberapa operator ada yang tidak tercapai, begitu pula pertumbuhan labanya
menunjukkan kecenderungan menurun. Beberapa penyebab terjadinya penurunan
revenue unit bisnis telekomunikasi di Indonesia, karena adanya tekanan dari
turbulensi lingkungan yang tinggi dan disruptive , adanya produk pengganti yang
menjadi alternatif yang lebih murah dan bahkan tidak perlu membayar, seperti
produk layanan komunikasi yang awalnya menggunakan voice dan sms kemudian
digantikan oleh layanan data internet.
Penurunan ini terus akan terjadi jika unit bisnis tidak melakukan perubahan
strategi bisnisnya khususnya strategi di bisnis digital. Beberapa unit bisnis
operator seluler juga sudah mulai focus untuk produk-produk yang berbasis
digital, sehingga mulai terlihat terjadinya peningkatan di digital bisnis. Unit bisnis
di Legacy (L) yang berbasiskan jaringan telekomunikasi mengalami penurunan
revenue, unit bisnis Connectivity (C) yang berbasis jaringan data dan internet
mengalami kenaikan, serta unit bisnis Digital (D) yang baru mulai terlihat
revenue-nya.
Dimensi proses bisnis internal jika dilihat dari hasil survey penelitian
menunjukkan skor yang sedang (3,29), hal ini disebabkan karena beberapa unit
bisnis saat ini sedang melakukan peningkatan kapabilitas dan kompetensi
karyawannya melalui training dan program pengembangan human capital.
Sebagai contoh, Telkom saat ini sedang melakukan pengembangan digital untuk
para karyawannya, begitu pula Indosat Ooredo terus melakukan training ke
karyawannya dengan program pertukaran pegawai (intership) ke perusahaan
Ooredo negara lainnya. Excelcomindo juga melakukan hal yang sama untuk
217
pengembangan digital bisnisnya dengan melakukan adopsi digital bisnis dan
pengiriman karyawan untuk training ke beberapa negara.
4.2.2 Pengujian Rata-rata Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis,
Budaya Organisasi, Strategi Human Capital, dan Kinerja Unit Bisnis
pada Unit Bisnis Operator Telekomunikasi di Indonesia
Pengujian hipotesis ini menggunakan indeks rata-rata untuk menguji, baik
dari turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya organisasi, strategi
Human Capital dan kinerja unit bisnis apakah berada dalam kategori
tinggi/tepat/baik. Indeks rata-rata seluruh variabel penelitian seperti terlihat pada
Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Indeks Rata-rata Variabel Penelitian (sumber : hasil penelitian 2017)
dimana,
H0: 1 ≥2,61
a) Turbulensi lingkungan industri telekomunikasi di Indonesia
dalam kategori tidak rendah
1 ≤ 3,40
b) Kepemimpinan strategis pada unit bisnis industri telekomunikasi
di Indonesia dalam kategori tidak baik
3,13
3,28
3,31
3,08
3,79
2,50 3,00 3,50 4,00
Kinerja Unit Bisnis
Strategi Human Capital
Budaya Organisasi
Kepemimpinan Strategis
Turbulensi Lingkungan
218
c) Budaya organisasi pada unit bisnis industri telekomunikasi di
Indonesia dalam kategori tidak baik
d) Strategi Human Capital industri telekomunikasi di Indonesia
dalam kategori tidak tepat
e) Kinerja unit bisnis pada industri telekomunikasi di Indonesia
dalam kategori tidak tinggi
H1: 1 <2,61
a) Turbulensi lingkungan industri telekomunikasi di Indonesia
dalam kategori rendah
1 > 3,40
b) Kepemimpinan strategis pada unit bisnis industri telekomunikasi
di Indonesia dalam kategori baik
c) Budaya organisasi pada unit bisnis industri telekomunikasi di
Indonesia dalam kategori baik
d) Strategi Human Capital industri telekomunikasi di Indonesia
dalam kategori tepat
e) Kinerja unit bisnis pada industri telekomunikasi di Indonesia
dalam kategoritinggi.
Berikut ini hasil pengujian hipotesis 1 :
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Hipotesis 1
Variabel Rata-
rata
thitung ttabel Kesimpulan
(Ho)
Turbulensi
Lingkungan 3,790 175.022 -1,9725* Diterima
Kepemimpinan
Strategis 3,078 -47.7603 1,9725 Diterima
Budaya
Organisasi 3,309 -13.4975 1,9725 Diterima
Strategy HC 3,279 -17.9472 1,9725 Diterima
Kinerja
Unit Bisnis 3,129 -40.1958 1,9725 Diterima
219
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa variabel turbulensi lingkungan
mempunyai rata-rata > 2.61, artinya turbulensi lingkungan di atas rendah dimana t
hitung >t table (α= 0,05 uji pihak kiri) demikian juga dengan variabel lainnya
dengan nilai rata-rata kurang dari 4.20 (rata-rata kurang dari tinggi), dengan t
hitung <t table (α= 0,05 uji pihak kanan) sehingga hipotesis nol (Ho) diterima.
Artinya pernyataan hipotesis penelitian (H1) yang mengatakan bahwa turbulensi
lingkungan rendah, kepemimpinan strategis baik, budaya organisasi baik, strategi
Human Capital tepat, serta kinerja unit bisnis tinggi pada unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia adalah ditolak.
Untuk pengujian hipotesis 2 hingga hipotesis 5, maka lebih terdahulu
dilakukan pengujian model seperti di bawah ini :
4.2.3. Pengujian Model
a. Analisis Model Pengukuran (Outer Model)
Model pengukuran (Outer model) mengukur hubungan antara dimensi-
dimensi dan indikator serta variabel-variabel penelitian yang bersifat konstruk,
nilai-nilainya digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas. Analisis ini
dapat dijelaskan dengan nilai discriminant validity, loading factor, Contruct
Validity dan Composite Reliability. Discriminant validity dijelaskan oleh
nilai square root of average variance extracted (AVE). Nilai yang disarankan
adalah di atas 0,5. Contruct Validity dijelaskan oleh nilai loading factor. Chin
(2000) mengatakan loading factor dari model pengukuran lebih besar dari 0.50
atau nilai t hitung dari loading factor ini lebih besar dari t tabel pada signifikansi
5% maka dimensi dapat dinyatakan valid dalam mengukur variabel. Composite
220
Reliability dan Cronbachs Alpha digunakan untuk melihat kehandalan atau
tingkat reliabilitas dimensi dalam mengukur variabel penelitian. Jika nilai
Construct Reliability dan Cronbachs Alpha lebih besar dari 0.70 (Nunnaly, 1994)
maka dimensi dan indikatornya dinyatakan reliabel dalam mengukur variabel
penelitian.
Tabel 4.3 Analisis Model Pengukuran (Outer Model)
Variabel Dimensi Standardized
Loading (l)
T
Hitung
Error
Variance
Construct
Reliability
(CR)
Average
Variance
Extracted
(AVE)
Turbulensi
Lingkungan
(X1)
X1-1 = Turbulensi pasar 0,952 79,714 0,094 0,831 0,961 X1-2 = Turbulensi
teknologi 0,876 18,031 0,233
X1-3 = Turbulensi
kompetisi 0,920 70,955 0,154
X1-4 = Turbulensi
regulasi 0,888 29,799 0,211
X1-5 = Turbulensi
distruptive 0,921 40,070 0,152
Kepemimpinan
Strategis (X2)
X2-1 = Envisioning 0,859 31,120 0,261 0,782 0,947 X2-2 = Engaging 0,862 19,539 0,258
X2-3 = Governing 0,879 37,858 0,228
X2-4 = Technology
leadership 0,904 57,094 0,183
X2-5 = Distruptive
innovation 0,917 68,208 0,160
Budaya
Organisasi (X3)
X3-1 = People culture 0,913 47,100 0,166 0,784 0,936 X3-2 = Process culture 0,918 49,246 0,158
X3-3 = Strategy culture 0,853 40,146 0,272
X3-4 = Operation
culture 0,856 13,706 0,267
Strategi Human
Capital (Y)
Y1 = People Strategi 0,914 45,273 0,165 0,842 0,964 Y2 = Culture Strategi 0,931 63,947 0,133
Y3 = Organization
Strategi 0,905 46,318 0,182
Y4 = HR Practices dan
Metrics 0,903 42,728 0,184
Y5 = Effective
communication 0,935 73,351 0,127
221
Tabel 4.3 Analisis Model Pengukuran (Outer Model) Lanjutan
Variabel Dimensi Standardized
Loading (l)
T
Hitung
Error
Variance
Construct
Reliability
(CR)
Average
Variance
Extracted
(AVE)
Kinerja Unit
Bisnis (Z)
Z1 = Financial 0,915 51,125 0,163 0.780 0,934 Z2 = Customer 0,906 46,548 0,179
Z3 = Internal Bussiness
Process 0,792 8,368 0,372
Z4 = Learning dan
Growth 0,914 56,046 0,164
Sumber : Hasil perhitungan dengan SmartPLS (2018)
Hasil beberapa pengukuran konstruk untuk convergence validity terlihat dari
nilai loading factor-nya. Referensi standardize loading (𝜆) sebesar 0,50 atau lebih
dianggap memiliki validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten
(Hair et al, 2010; Ghozali, 2008). Persyaratan lainnya yang harus dipenuhi adalah
bahwa loading factor yang dihasilkan harus signifikan, hal ini dapat dilihat dari t
hitung > t tabel, dan atau loading factor>0,5 , ideal jika loading factor> 0,7.
Hasil perhitungan menunjukan kelima variabel masing-masing indikator
memiliki nilai yang valid,t hitung > t tabel pada 𝛼 = 0,05 (2,01). Perhitungan
hasil Construct Reliability (CR) terlihat bahwa semua indikator-indikator dari
kelima variabel memiliki kesesuaian yang cukup tinggi dalam bentuk variabel
latennya dengan nilai yang dapat diterima > 0,5. Hasil dari nilai CR dan AVE
yang memiliki kesesuaian cukup tinggi dari 5 variabel dalam bentuk variabel
latennya dengan nilai > 0,7. Secara umum dapat dikatakan bahwa dari indikator
dan dimensi tersebut merefleksikan seluruh variabel latennya.
222
b. Analisis Model Struktural (Inner Model)
Inner model dievaluasi menggunakan Goodness of Fit Model (GoF), yaitu
menunjukkan perbedaan antara nilai-nilai hasil pengamatan dengan nilai-nilai
yang diperkirakan oleh model. Pengujian ini ditunjukkan oleh nilai R2 dan Q-
Square dimana jika Q-Square nilaidi atas 80% dianggap baik . Berikut adalah
nilai GoF dan Q-Square pada konstruk:
Tabel 4.4 Pengujian Model Struktural (Inner Model)
Variabel R Square Communality GoF Q-Square
Budaya Organisasi 0,936 0,916
0,986
Kepemimpinan Strategis 0,947
Kinerja Unit Bisnis 0.896 0,934
Strategi Human Capital 0,873 0,964
Turbulensi Lingkungan 0,961
Sumber: Data primer diolah SmartPLS (2018)
Tabel di atas memberikan nilai R2 pada kriteria yang tinggi dengan nilai
GoF > 0,7 dan Q-Square mendekati 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa Model
penelitian didukung oleh kondisi empirik atau model fit.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan LISREL diperoleh hasil
persamaan sebagai berikut :
Y= 0.251*X1 + 0.270*X2 + 0.459*X3, Errorvar.= 0.127 , R² = 0,873
Z = 0.421*Y + 0.152*X1 + 0.207*X2 + 0.210*X3, Errorvar.= 0.104 , R² = 0.896 Keterangan :
Z : Kinerja Unit Bisnis Y : Strategi Human Capital X1 : Turbulensi
Lingkungan
X2 : Kepemimpinan Strategis X3 : Budaya Organisasi
223
Diagram jalur lengkap model penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Diagram Jalur Lengkap Model Penelitian
Terlihat pada Gambar 4.9 bahwa semua loading factor pada jalur lengkap
model penelitian telah memenuhi persyaratan ( > 0,5) sehingga dapat dilanjutkan
dengan pengujian model pengukuran dan pengujian model struktural.
Diagram jalur t hitung hasil penelitian sebagaimana terlihat pada Gambar
4.10.
224
Gambar 4.10. Diagram Lengkap Hasil t hitung Model Penelitian
4.2.4 Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, dan
Budaya Organisasi terhadap Strategi Human Capital pada Unit Bisnis
Operator Telekomunikasi di Indonesia
Hasil pengujian hipotesis 2 untuk hipotesis simultan yaitu Pengaruh
Turbulensi Lingkungan (X1), Kepemimpinan Strategis (X2) dan Budaya
Organisasi (X3) terhadap Strategi Human Capital (Y), sebagaimana terlihat pada
Gambar 4.11.
225
X11
X12
X13
X14
X15
X21
X22
X23
X24
X25
X31
X32
X33
X34
Turbulensi
Lingkungan
Kepemimpinan
Strategis
Budaya Organisasi
0.952
0.876
0.920
0.888
0.921
0.859
0.862
0.879
0.904
0.917
0.913
0.918
0.853
0.856
0.270
0.251
0.459
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
StrategiHuman
Capital
0.914
0.931
0.905
0.903
0.935
0.127
Gambar 4.11. Diagram Jalur Hasil Pengujian Simultan Hipotesis 2
a. Pengujian Simultan Hipotesis 2
Untuk menguji hipotesis 2 (H2) dilakukan uji statistik sebagai berikut :
Hipotesis Simultan :
H0: Turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, dan budaya organisasi
tidak berpengaruh secara simultan terhadap strategi Human Capital pada
unit bisnis operator Telekomunikasi di Indonesia
226
H2: Turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, dan budaya organisasi
berpengaruh secara simultan terhadap strategi Human Capital pada unit
bisnis operator Telekomunikasi di Indonesia
Untuk menguji hipotesis simultan digunakan uji statistik F dengan hasil
pengujian simultan hipotesis 2 sebagai mana tabel di bawah ini :
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Secara Simultan Hipotesis 2
Hipotesis R2 F hitung F table
Kesimpulan H0
X1, X2, X3 → Y 0.873 116.443* 2,786
Ditolak
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis simultan pada Tabel 4.5. di atas,
diperoleh nilai F hitung lebih besar dari nilai F table yang mengindikasikan bahwa
Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis dan budaya organisasi terhadap
strategi human capital.
Hasil pengujian secara simultan hipotesis 2 dengan derajat keyakinan
95% (∝ = 0.05) terdapat pengaruh dari Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan
Strategis, Budaya Organisasi terhadap Strategi Human Capital, dimana pengaruh
ketiga variabel adalah 87.3% sedangkan sisanya 12.7% dipengaruhi faktor lain
yang belum diteliti. Hasil pengujian hipotesis 2 simultan ini memperkuat teori
yang dikemukakan oleh Stone dan Deadrick (2015) bahwa perubahan pada pasar,
teknologi dan regulasi dapat menjadi driver perubahan strategi organisasi. Philips
dan Philips (2014) bahwa perubahan tren global khususnya dalam bidang
teknologi harus menjadi salah satu faktor dalam penentuan strategi human capital.
Hasil pengujian juga memperkuat penelitian Sparrow dan Otaye Ebede
(2014) menjelaskan bahwa strategi kepemimpinan menjadi salah satu strategi
227
dalam strategi human capital. Memperkuat penelitian Wei et al. (2008) bahwa
budaya perusahaan bertindak sebagai antecendent dari strategi human capital
yang mentransfer pengaruh budaya perusahaan ke performansi bisnis.
b. Pengujian Parsial Hipotesis 2
Untuk menguji hipotesis 2 parsial yaitu menguji pengaruh turbulensi
lingkungan (X1) terhadap strategi human capital (Y), pengaruh kepemimpinan
strategis (X2) terhadap strategi human capital (Y), dan pengaruh budaya
organisasi (X3) terhadap strategi human capital (Y), digunakan uji statistik
sebagai berikut :
1) Pengaruh turbulensi lingkungan terhadap strategi human capital :
Ho : Tidak ada pengaruh turbulensi lingkungan terhadap strategi human
capital
H2a : Terdapat pengaruh turbulensi lingkungan terhadap strategi human
capital
2) Pengaruh Kepemimpinan Strategis terhadap strategi human capital :
Ho : Tidak ada pengaruh Kepemimpinan Strategis terhadap strategi human
capital
H2b : Terdapat pengaruh Kepemimpinan Strategis terhadap strategi human
capital
3) Pengaruh Budaya Organisasi terhadap strategi human capital
Ho : Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap strategi human capital
H2c : Terdapat pengaruh Budaya Organisasi terhadap strategi human capital
Berikut ini adalah hasil pengujian parsial hipotesis 2 :
228
Tabel 4.6. Pengujian secara Parsial Hipotesis 2
Hipotesis Koefisien Jalur t Hitung
t table R2 Kesimpulan
(H0)
X1Y 0,251 2,936*
2,01 0,217 Ditolak
X2Y 0,270 4,016*
2,01 0,238 Ditolak
X3Y 0,459 5,378*
2,01 0,418 Ditolak
Berdasarkan hasil pengujian parsial hipotesis 2 dalam Tabel 4.6. dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dari turbulensi lingkungan, kepemimpinan
strategis dan budaya organisasi terhadap strategi human capital. Dengan kata lain
semakin tinggi turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis yang baik,dan
budaya organisasi yang baik,maka strategi human capital yang dibuat semakin
baik.
Berdasarkan hasil uji parsial hipotesis 2 di atas, diperoleh bahwa
kepemimpinan strategis berpengaruh terhadap strategi human capital (R2=23.8%).
Dapat dikatakan bahwa kepemimpinan strategis yang baik berpengaruh terhadap
strategi human capital, semakin baik kepemimpinan maka strategi human capital
yang dihasilkan juga akan baik. Hal ini memperkuat penelitian sebelumnya bahwa
kepemimpinan strategis berpengaruh kepada strategi human capital.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2 parsial diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh langsung budaya organisasi terhadap strategi human capital
(R2 = 41.8%). Pengaruh ini dinyatakan signifikan karena nilai t hitung lebih besar
dari nilai t table atau dengan perkataan lain bahwa budaya organisasi
berpengaruh terhadap strategi human capital.
229
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Rowden
(2002) yang menyatakan bahwa strategi human capital dapat mengambil peran
dalam pengembangan budaya perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari strategi perusahaan secara keseluruhan. Bowen dan Ostroff (2004)
menyatakan bahwa strategi human capital memberikan arahan yang terstruktur
dalam implementasi budaya perusahaan untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
Secara empirikal, turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya
organisasi berpengaruh terhadap strategi human capital. Strategi human capital
dibuat dan dijalankan oleh kepemimpinan strategis. Dalam implementasinya
strategi human capital sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi, artinya untuk
menjalankan strategi human capital dibutuhkan konsistensi dan disiplin untuk
mengimplementasikannya sesuai dengan yang telah ditetapkan. Kebanyakan,
strategi human capital yang telah ditetapkan tidak berjalan dengan baik karena
budaya organisasi yang kurang baik.
Sebagai contoh misalnya ada kebutuhan workforce planning untuk
menyelesaikan project karena ada permintaan dari unit bisnis, jika biasanya kita
menunggu untuk melakukan proses pemenuhan workforce planning dengan sesuai
prosedur yang ada maka kebutuhan workforce planning untuk proyek tersebut
bisa terlambat. Strategi human capital kedepan adalah dengan pemenuhan
workforce planning yang disesuaikan dengan kebutuhan project-nya, kebutuhan
kompetensi yang diminta serta waktu pemenuhan sesuai dengan project tsb,
artinya strategi human capital harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan, tidak
bisa lagi kaku dan update-nya time frame tahunan, tetapi update sesuai kebutuhan,
230
sehinga strategi human capital bisa saja berubah setiap saat disesuaikan dengan
turbulensi lingkungannya.
Budaya organisasi mempengaruhi strategi human capital, artinya adalah
budaya organisasi memegang peranan penting dalam proses penerapan strategi
human capital. Artinya budaya organisasi harus diciptakan dengan baik dari mulai
setup mindset (people culture), komunikasi ke seluruh karyawan melalui
pembentukan change agent (strategy culture), mulai dari proses awareness hingga
melekat menjadi bagian dari keseharian (process culture) dan terus menerus
dilakukan kegiatan budaya organisasi (operation culture).
Ketika budaya organisasi sudah menjadi bagian dari kehidupan seluruh
karyawan dalam unit bisnis atau perusahaan maka penerapan strategi human
capital dapat dilaksanakan dengan baik.
Kepemimpinan strategis berpengaruh kepada strategi human capital,
keterhubungan antara kepemimpinan strategis dan budaya organisasi sangat
tinggi, artinya berbicara budaya organisasi tidak terlepas juga dari kepemimpinan
strategis, karena kepemimpinan strategis sebagai role model budaya.
Kepemimpinan strategis merupakan bagian dari budaya organisasi yang tidak
terpisahkan, diibaratkan kepemimpinan strategis itu adalah tubuhnya organisasi
sedangkan budaya organisasi adalah ruh nya organisasi.
Bayangkan jika ada tubuh tetapi tidak memiliki ruh, maka akan hampa dan
sia-sia, begitu sebaliknya memiliki ruh namun tidak memiliki tubuh, maka tidak
akan terlihat nyata. Dalam menjalankan strategi human capital diibaratkan
kepemimpinan strategis itu soko guru organisasi, sedangkan budaya adalah yang
231
menunjukkan keberadaan organisasi. Artinya strategi human capital digerakkan
oleh kepemimpinan strategis dengan menjalankannya sesuai dengan nilai-nilai
budaya yang sudah ditetapkan.
4.2.5 Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis Operator Telekomunikasi di
Indonesia
Hasil pengujian hipotesis 3 untuk hipotesis simultan yaitu Pengaruh
Turbulensi Lingkungan (X1), Kepemimpinan Strategis (X2), dan Budaya
Organisasi (X3) terhadap Kinerja unit Bisnis (Z), dengan hasil pengujian
sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini:
232
X11
X12
X13
X14
X15
X21
X22
X23
X24
X25
X31
X32
X33
X34
Turbulensi
Lingkungan
Kepemimpinan
Strategis
Budaya Organisasi
0.952
0.876
0.920
0.888
0.921
0.859
0.862
0.879
0.904
0.917
0.913
0.918
0.853
0.856
0.207
0.152
0.210
Z1
Z2
Z3
Z4
Kinerja Unit Bisnis
0.915
0.906
0.792
0.914
0.707
Gambar 4.12. Diagram Jalur Hasil Pengujian Simultan Hipotesis 3
a. Pengujian Simultan Hipotesis 3
Tabel 4.7. Pengujian Secara Simultan Hipotesis 3
Hubungan R2 F hitung F table
Kesimpulan H0
X1, X2, X3 → Z 0.293 7.052* 2,786
Ditolak
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis simultan pada Tabel 4.7. di atas,
diperoleh nilai F hitung lebih besar dari nilai F table yang mengindikasikan bahwa
233
Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara
turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, dan budaya organisasi terhadap
kinerja unit bisnis.
Hasil pengujian secara simultan hipotesis 3 dengan derajat keyakinan
95% (∝ = 0.05) terdapat pengaruh dari Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan
Strategis, Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis, dimana pengaruh
ketiga variabel adalah 29,3% sedangkan sisanya 70,7% dipengaruhi faktor lain
yang belum diteliti.
Dapat dikatakan bahwa kinerja unit bisnis secara simultan dipengaruhi
oleh turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis dan budaya organisasi. Hasil
pengujian hipotesis 3 simultan ini memperkuat teori yang dikemukakan oleh Tsai
dan Yang (2014) bahwa turbulensi teknologi dan pasar berpengaruh positif
terhadap kinerja unit bisnis. Andotra & Gupta (2016) turbulensi lingkungan yang
bergejolak secara luas memiliki efek yang nerusak kinerja unit bisnis perusahaan.
b. Pengujian Parsial Hipotesis 3
Untuk menguji parsial hipotesis 3 yaitu menguji pengaruh turbulensi
lingkungan (X1) terhadap Kinerja Unit Bisnis (Z), pengaruh kepemimpinan
strategis (X2) terhadap Kinerja Unit Bisnis (Z), dan pengaruh budaya organisasi
(X3) terhadap Kinerja Unit Bisnis (Z), digunakan uji statistik sebagai berikut :
1) Pengaruh turbulensi lingkungan (X1) terhadap Kinerja Unit Bisnis (Z) :
Ho : Tidak ada pengaruh turbulensi lingkungan terhadap Kinerja Unit Bisnis
H3a : Terdapat pengaruh turbulensi lingkungan terhadap Kinerja Unit Bisnis
2) Pengaruh Kepemimpinan Strategis terhadap Kinerja Unit Bisnis :
234
Ho : Tidak ada pengaruh Kepemimpinan Strategis terhadap Kinerja Unit
Bisnis
H3b : Terdapat pengaruh Kepemimpinan Strategis terhadap Kinerja Unit
Bisnis
3) Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis
Ho : Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis
H3c : Terdapat pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis
Berikut hasil Pengujian parsial hipotesis 3 sebagaimana terlihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.8. Pengujian Secara Parsial Hipotesis 3
Hipotesis Koefisien Jalur t Hitung t table R2
Kesimpulan (H0)
X1Z 0,152 2,726* 2,01
0,077 Ditolak
X2Z 0,207 3,034* 2,01
0,107 Ditolak
X3Z 0,210 2,607* 2,01
0,109 Ditolak
Berdasarkan hasil pengujian parsial hipotesis 3 dalam Tabel 4.8. dapat
disimpulkan bahwa pengaruh turbulensi lingkungan terhadap kinerja unit bisnis
adalah signifikan, atau dengan kata lain bahwa turbulensi lingkungan berpengaruh
terhadap kinerja unit bisnis operator telekomunikasi Indonesia sebesar 7.7%,
semakin tinggi turbulensi lingkungan maka kinerja unit bisnis bisa menurun atau
bahkan meningkat menjadi peluang.
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Tsai dan
Yang (2014) bahwa turbulensi teknologi dan pasar mempengaruhi inovasi
perusahaan terhadap performansi bisnis, turbulensi teknologi memberikan efek
positif terhadap inovasi yang juga berdampak positif terhadap performasi bisnis.
235
Turbulensi lingkungan disatu sisi bisa menjadi peluang bisa juga menjadi
ancaman jika kita tidak antisipasi. Kaitannya dengan peningkatan kinerja unit
bisnis, bahwa turbulensi apapun bentuknya sedikit banyak akan mempengaruhi
kinerja unit bisnis, karena sifatnya uncontrollable maka hal yang harus dilakukan
unit bisnis adalah mengantisipasi terjadinya turbulensi lingkungan tersebut dengan
mengetahui faktor-faktor eksternal apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja unit
bisnis.
Turbulensi lingkungan berpengaruh kepada kinerja unit bisnis, berdasarkan
empirikal bahwa turbulensi lingkungan sedikit banyak akan berpengaruh kepada
kinerja unit bisnis dan jika dimanfaatkan maka akan menjadi peluang untuk
meningkatkan kinerja unit bisnis. Turbulensi lingkungan teknologi yang
menyebabkan terjadinya perubahan model bisnis baru, misalnya seperti aplikasi
Gojek yang awalnya menjadi ancaman bagi pengemudi Ojek saat ini berubah
menjadi peluang bagi pengemudi Ojek.
Berdasarkan hasil uji hipotesis 3 parsial di atas, diperoleh bahwa terdapat
pengaruh kepemimpinan strategis terhadap Kinerja unit Bisnis dengan nilai
pengaruh sebesar 10.7%. Pengaruh ini dinyatakan signifikan karena t hitung lebih
besar dibandingkan dengan t table atau dengan perkataan lain bahwa
kepemimpinan strategis berpengaruh terhadap kinerja unit bisnis. Semakin baik
kepemimpinan strategis maka semakin baik kinerja unit bisnis yang
dihasilkannya.
Berdasarkan empirikal bahwa kepemimpinan strategis secara langsung
mempengaruhi kinerja unit bisnis, hal ini dapat terlihat jika unit bisnis atau
236
perusahaan dipimpin oleh pimpinan yang envisioning memiliki visi yang baik,
dapat menangkap peluang bisnis yang ada, inovatif dan memiliki digital mindset
yang baik, maka unit bisnis atau perusahaan tersebut akan ditransformasi baik dari
sisi bisnis maupun transformasi di karyawannya. Diharapkan dengan melakukan
transformasi tersebut dapat meningkatkan kinerja unit bisnisnya. Sebagai contoh
nyata yang terjadi adalah PT Angkasa Pura 2 (AP2), ketika pimpinan unit atau
perusahaan memiliki visi, misi dan strong leadership untuk merubah AP 2 maka
yang yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja unit bisnisnya adalah
melakukan transformasi budaya di AP2. Terlihat jelas bahwa keterhubungan
antara kepemimpinan strategis dengan budaya organisasi dalam meningkatkan
kinerja unit bisnis.
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Pasmore et al. (2009) yang
mengatakan bahwa kepemimpinan strategis memberikan arahan dalam
perkembangan perusahaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja unit
bisnis. Memperkuat penelitian Garcial Morales (2011) yang menjelaskan
hubungan antara kepemimpinan dalam peningkatan kinerja pada perusahaan
otomotif.
Berdasarkan hasil hipotesis 3 parsial juga diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis (R2=10.9%).
Pengaruh ini dinyatakan signifikan karena nilai t hitung lebih besar dari nilai t
table atau dengan perkataan lain bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap
Kinerja Unit Bisnis. Semakin budaya organisasinya baik maka kinerja unit
bisnisnya akan baik pula.
237
Berdasarkan empirik bahwa dengan merubah budaya organisasi yang
dilakukan oleh kepemimpinan strategis maka akan dapat meningkatkan kinerja
unit bisnis. Jika kita lihat kasus AP2 yang melakukan transformasi di bisnis dan
transformasi di budaya organisasi maka dapat kita lihat perubahan yang terjadi di
lingkungan kawasan bandara yang dikelola AP2, pelayanan lebih baik, bersih,
bandara nyaman dan sikap perilaku para karyawannya yang selalu memberikan
layanan terbaik, serta meningkatnya jumlah penumpang yang menunjukkan
meningkatnya kinerja unit AP2.
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Kotter
(2008) bahwa peningkatan revenue organisasi yang menerapkan budaya
organisasi tercatat 6 kali lipat dibandingkan perusahaan yang tidak menerapkan
budaya organisasi. Gebauer et al. (2010) menyatakan bahwa budaya organisasi
seperti orientasi pada pelayanan yang diadopsi oleh perusahaan manufaktur, baik
level manajemen ataupun karyawan yang memberikan dampak langsung kepada
kinerja unit bisnis. Memperkuat penelitian Iriana (2013) bahwa organisasi yang
mengadopsi budaya organisasi akan memberikan pengaruh pelayanan pada
pelanggan yang akan berdampak langsung kepada peningkatan kinerja unit bisnis.
Dilihat dari hasil pengujian parsial dapat disimpulkan dari 3 variabel di atas
terlihat bahwa variabel Turbulensi lingkungan (X1) berpengaruh terhadap kinerja
unit bisnis (Z), Kepemimpinan Strategis (X2) berpengaruh terhadap Kinerja Unit
Bisnis (Z) dan Budaya Organisasi (X3) berpengaruh terhadap Kinerja Unit Bisnis
(Y)
238
4.2.6 Pengaruh Strategi Human Capital terhadap Kinerja Unit Bisnis
Operator Telekomunikasi di Indonesia
Pengujian hipotesis 4 untuk mengetahui pengaruh strategi HC (Y) terhadap
kinerja unit bisnis (Z) pada operator bisnis telekomunikasi di Indonesia,
sebagaimana terlihat di bawah ini.
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
StrategiHuman
Capital
0.914
0.931
0.905
0.903
0.935
0.421
Z1
Z2
Z3
Z4
Kinerja Unit Bisnis
0.915
0.906
0.792
0.914
0.823
Gambar 4.13. Diagram Jalur Hasil Pengujian Hipotesis 4
Tabel 4.9. Hasil pengujian hipotesis 4
*Signifikan pada ∝ = 0.05 (t table = 2.01)
Dilihat dari hasil pengujian di atas menunjukan bahwa strategi human
capital memiliki pengaruh dan signifikan terhadap kinerja unit bisnis operator
telekomunikasi di Indonesia. Hasil pengujian ini nilai t hitung di atas nilai t table
artinya signifikan pengaruh dari strategi human capital ke kinerja unit bisnis,
dapat dijelaskan bahwa strategi HC yang baik serta diimplementasikan dengan
baik berpengaruh terhadap kinerja unit bisnis. Dengan adanya strategi HC yang
dapat mengantisipasi turbulensi lingkungan yang baik, diimplementasikan dengan
Hubungan Koefisien Jalur t Hitung t tabel R2 Keterangan
(H0)
YZ 0.421 4.383*
2,01 0.177 Ditolak
239
oleh kepemimpinan yang baik, serta didukung oleh budaya organiasi yang baik,
maka strategi HC akan meningkatkan kinerja unit bisnis.
Sebagaimana sudah disampaikan di atas bahwa strategi human capital
adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam meningkatkan kinerja unit bisnis,
maka berdasarkan empirikal, jika suatu unit bisnis atau perusahaan tidak memiliki
strategi human capital, maka arah dan pengembangan untuk human capital tidak
dapat dilakukan dengan baik, akan ada kesenjangan kemampuan karyawan untuk
menangani tuntutan pekerjaan yang ada, yang pada akhirnya tidak bisa
meningkatkan kinerja unit bisnis.
Strategi human capital tersebut adalah arah dan strategi perusahaan dalam
mengembangkan human capital-nya dan sebagai petunjuk kepada kepemimpinan
strategis dalam melakukan kegiatan pengembangan human capital-nya. Seperti
perencanaan untuk penentuan jumlah karyawan, pengembangan karyawan untuk
peningkatan kompetensi yang pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan
kinerja unit bisnisnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi human capital
berpengaruh kepada kinerja unit bisnis.
Kepemimpinan yang baik juga akan menciptakan budaya organisasi yang
baik. Budaya organisasi yang baik akan meredam gejolak adanya turbulensi yang
tinggi. Sehingga jelas terlihat bahwa ada keterhubungan antara turbulensi
lingkungan, kepemimpinan strategis, dan budaya organisasi.
Kepemimpinan Strategis memiliki pengaruh terhadap kinerja unit bisnis,
artinya pencapaian kinerja unit bisnis itu tergantung dari pimpinan unitnya, jika
pimpinan unitnya dapat mengantisipasi turbulensi lingkungan dengan baik,
240
menciptakan budaya organisasi dengan baik, menciptakan strategi human capital
dan mengimplementasikannya dengan baik, maka kinerja unit bisnis akan baik.
Budaya organisasi memiliki pengaruhterhadap strategi human capital,
artinya budaya organisasi yang sudah tertanam dengan baik dalam unit bisnis
perusahaan akan memberikan masukan baik kepada kepemimpinan strategis
(pimpinan unit) maupun juga kepada pembentukan strategi human capital.
Sehingga strategi human capital akan menjadi lebih terwarnai dengan adanya
masukan dari budaya organisasi. Seperti kita ketahui dalam penyusunan strategi
human capital itu terdapat 3 pilar utama yaitu people, culture dan organization.
4.2.7 Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis melalui Strategi
Human Capital pada Unit Bisnis Operator Telekomunikasi di
Indonesia.
Pengujian hipotesis 5 untuk mengetahui pengaruh Turbulensi Lingkungan,
Kepemimpinan Strategis, dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis
melalui Strategi Human Capital pada Unit Bisnis Operator Telekomunikasi di
Indonesia, sebagaimana terlihat di bawah ini.
241
X11
X12
X13
X14
X15
X21
X22
X23
X24
X25
X31
X32
X33
X34
Turbulensi
Lingkungan
Kepemimpinan
Strategis
Budaya Organisasi
0.952
0.876
0.920
0.888
0.921
0.859
0.862
0.879
0.904
0.917
0.913
0.918
0.853
0.856
StrategiHuman
Capital 0.270
0.251
0.459
0.421
Z1
Z2
Z3
Z4
Kinerja Unit Bisnis
0.915
0.906
0.792
0.914
0.587
Gambar 4.14. Diagram Jalur Hasil Pengujian Hipotesis 5
a. Pengujian Parsial Hipotesis 5 (Uji Mediasi)
Berikut disampaikan hasil pengujian hipotesis 5 sebagaimana yang terlihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.10. Hasil Pengujian Hipotesis 5
Hipotesis R2 F hitung F table Kesimpulan H0
X1, X2, X3,→ Y
→ Z 0.413 8.781* 2,557
Ditolak
*Signifikan pada ∝ = 0.05 (F table = 2.557)
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada Tabel 4.10. di atas, diperoleh
nilai F hitung lebih besar dari nilai F table yang mengindikasikan bahwa Ho
ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dari turbulensi
242
lingkungan, kepemimpinan strategis, dan budaya organisasi terhadap kinerja unit
bisnis, melalui strategi human capital.
Hasil pengujian hipotesis 5 dengan derajat keyakinan 95% (∝ = 0.05)
terdapat pengaruh dari Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis melalui Strategi Human Capital, dimana
pengaruh keempat variabel adalah 41.3% sedangkan sisanya 58.7% dipengaruhi
faktor lain yang belum diteliti.
b. Pengujian Parsial Hipotesis 5 (Uji Mediasi)
Berdasarkan diagram hipotesis 5 dan menggunakan rumus uji sobel di Bab
3 diperoleh hasil pengujian sebagai berikut:
Tabel 4.11
Hasil Pengujian Mediasi (Y) dengan Sobel Test
Variabel
Koef jalur
direct effect
()ke Z
Koef Indirect
effect (β)
melalui Y
z
hitung
Z
tabel Kesimpulan
Ho
X1 0,152 0,106 2,449** 1.96 Ditolak
X2 0,207 0,114 2,967** 1.96 Ditolak
X3 0,210 0,193 3,404** 1.96 Ditolak
Y
(Mediator) 0,421
**signifikan dengan Sobel test pada α =0.05
Hasil memperlihatkan bahwa Strategi Human Capital adalah mediator
untuk turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis dan budaya organisasi
dimana sifatnya sebagai Part mediator karena turbulensi lingkungan,
kepemimpinan strategis dan budaya organisasi mempunyai pengaruh langsung
terhadap Kinerja Unit Bisnis (hipotesis 3).
Dapat dikatakan bahwa kinerja unit bisnis dipengaruhi oleh turbulensi
lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya organisasi dan strategi human
243
capital. Hasil penelitian juga memperkuat penelitian sebelumnya oleh Kim dan
Sung Choon (2011), yang menyatakan bahwa penerapan strategi HR yang baik
pada penelitian di 203 perusahaan Korea akan meningkatkan performansi bisnis
perusahaan, penelitian oleh Besma (2014) semakin tinggi adopsi strategi human
capital memberikan pengaruh kepada kinerja unit bisnis.
Dimensi yang mempengaruhi strategi HC adalah HC Practice & Metric,
sedangkan indikator yang mempengaruhi dimensi tersebut adalah pemberian
pelatihan keterampilan pengawasan, manajerial kepada karyawannya,
memberikan penilaian kompetensi kepada karyawannya serta melakukan
perencanaan workforce planning. Dimulai dengan pemberian pelatihan
keterampilan dan manajerial (leadership) kepada karyawannya agar terjadi
peningkatan kompetensi, perencanaan penambahan jumlah karyawan serta
penempatan karyawan yang sesuai dengan kompetensinya dapat memberikan
masukan kepada strategi HC, sehingga strategi HC akan menjadi tepat sasaran.
Kinerja unit bisnis dihasilkan dari Strategi HC yang tepat dan dilaksanakan
dengan baik oleh kepemimpinan strategis dan budaya organisasi.
Berdasarkan empirikal, turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis,
budaya organisasi mempengaruhi kinerja unit bisnis melalui strategi human
capital. Diibaratkan strategi human capital adalah tools atau guidance untuk unit
bisnis atau perusahaan menjalankan strategi human capital-nya. Sebagaimana
pembahasan sebelumnya bahwa strategi human capital itu sangat dipengaruhi
oleh budaya organisasi dan kepemimpinan strategis, artinya ketika unit bisnis
tersebut dipimpin oleh kepemimpinan strategis yang baik, budaya organisasinya
244
baik maka strategi human capital yang dibuatnya akan baik karena
mempertimbangkan faktor eksternal yaitu turbulensi lingkungan. Jika
kepemimpinan itu diibaratkan tubuhnya sementara budaya organisasi ruhnya
maka strategi human capital itu adalah senjatanya untuk berperang, sehingga
menghasilkan kinerja unit bisnis dengan baik. Tubuh – Ruh – Senjata merupakan
kombinasi yang bisa mengahasilkan aksi, merupakan titik optimal dalam
meningkatkan kinerja unit bisnis, karena Strategi HC dijalankan oleh
Kepemimpinan Strategis yang baik dan Budaya Organisasi yang baik. Tubuh –
ruh tanpa senjata tidak akan optimal hasilnya, bisa dilakukan namun hasilnya bisa
sukses bisa gagal, namun dengan adanya strategi human capital sebagai senjata,
maka sasaran unit bisnis atau perusahaan akan semakin jelas dan terarah sehingga
hasilnya akan optimal.
4.3 Kajian Metode Kualitatif
4.3.1 Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis, Budaya
Organisasi, Strategi Human Capital dan Kinerja Unit Bisnis Operator
Telekomunikasi di Indonesia
Dari hasil kuantitatif analisis tersebut dilakukan analisa kualitatif melalui
wawancara dan Forum Group Discussion (FGD) kepada pimpinan unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia.
4.3.1.1 Turbulensi Lingkungan
Turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia hasil dari survey
menunjukkan indeks rata-rata 3,79, yang menunjukkan turbulensi lingkungan
245
yang tinggi. Ada beberapa penyebab terjadinya turbulensi lingkungan yang tinggi,
yang dapat dianalisa dari hasil survey responden antara lain ; pertama turbulensi
lingkungan kompetisi yang sangat tinggi dengan rata-rata nilai 4,33. Hal ini sesuai
dengan kondisi lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia khususnya di unit
bisnis seluler yang sudah memasuki tahap red ocean.
Jika dilihat dari indikator turbulensi lingkungan kompetisi, maka intensitas
persaingan antaroperator sudah sangat tinggi yang ditandai dengan terjadinya
perang harga (price war), antaroperator saling serang dalam strategi sales dan
marketing-nya, beberapa operator juga mengeluarkan berbagai macam model
produk bundling dan gimmick agar menarik perhatian pelanggan.
Beberapa dampak terjadinya perang harga adalah terjadinya penurunan
pertumbuhan kinerja unit bisnis pada beberapa operator bisnis telekomunikasi di
Indonesia, dan beberapa malah menjadi kuat dan tumbuh karena strategi yang
diterapkannya.
Kedua, turbulensi lingkungan disruptive hasil survey responden
menunjukkan rata-rata nilai sebesar 3,92, sejalan dengan perkembangan model
bisnis yang disruptive yang disebabkan karena banyak munculnya intensitas
pemain over the top (OTT), munculnya produk pengganti yang sekaligus men-
distruptive produk atau model bisnis eksisting yang ada serta munculnya banyak
inovasi di bidang device, network dan application.
Beberapa peserta FGD yang dilakukan pada tanggal 15 Mei 2017 di
Gedung Landmark Tower Lantai 29, dihadiri oleh 11 peserta pelaku unit bisnis
operator bisnis telekomunikasi di Indonesia mengatakan bahwa zaman ini adalah
246
zaman disruptive, perang bisnis model, siapa yang membuat bisnis model lebih
inovatif dan memberikan value kepada pelanggannya maka akan dipilih
pelanggan. Turbulensi lingkungan unit bisnis operator telekomunikasi sangat
tinggi yang ditandai dengan banyaknya pemain OTT, munculnya produk
pengganti produk eksisting seperti percakapan komunikasi menggunakan aplikasi
OTT, pengiriman berita tidak lagi menggunakan sms namun menggunakan
messaging aplikasi dari OTT, seperti WhatsApp, Line, WeChat, dll.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1 didapat hasil sebagaimana gambar
berikut :
Gambar 4.15. Indeks Rata-Rata Hipotesis 1
Dari hasil pengujian hipotesis 1 sebagaimana gambar di atas terlihat bahwa
turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia tergolong tinggi artinya
kecepatan perubahan lingkungan eksternal (pasar, kompetisi, teknologi, regulasi,
disruptive) tergolong tinggi. Khusus untuk turbulensi lingkungan unit bisnis
247
telekomunikasi di Indonesia, faktor turbulensi lingkungan yang tinggi disebabkan
secara berurutan oleh :
1. Turbulensi Lingkungan Kompetisi
2. Turbulensi Lingkungan Disruptive
3. Turbulensi Lingkungan Pasar
4. Turbulensi Lingkungan Teknologi
5. Turbulensi Lingkungan Regulasi
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa turbulensi lingkungan bisnis
telekomunikasi di Indonesia sebagai berikut;
Gambar 4.16 Gambar Dimensi Turbulensi Lingkungan
Peserta FGD juga menyampaikan bahwa turbulensi lingkungan kompetisi
unit bisnis telekomunikasi di Indonesia sudah memasuki red ocean, artinya
persaingan dalam industri ini sudah mengarah ke persaingan yang tinggi, ada
operator telekomunikasi yang memberikan banyak discount kepada pelanggannya,
ada yang menawarkan harga yang murah, ada yang memberikan paket-paket
bonus bicara, sms dan data internet, dan lain-lain. Dampak dari persaingan atau
4,004,104,204,304,404,50
X1-1 = Turbulensipasar
X1-2 = Turbulensiteknologi
X1-3 = Turbulensikompetisi
X1-4 = Turbulensiregulasi
X1-5 = Turbulensidistruptive
248
kompetisi yang tinggi ini akanmenggerus keuntungan unit bisnis operator
telekomunikasi di Indonesia, yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada
kinerja unit bisnis.
Turbulensi lingkungan yang disruptive serta teknologi yang berkembang
dengan cepat juga menjadi faktor penyebab menurunnya kinerja unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia, ditambah banyaknya pemain bisnis telekomunikasi
di Indonesia serta regulasi yang masih belum diatur terkait dengan layanan
berbasis internet dan data, juga menjadi pemicu penurunan kinerja unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia.
Turbulensi yang tinggi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kinerja unit bisnis sebagaimana hasil pada hipotesis 3 bahwa ada pengaruh secara
simultan antara turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis dan budaya
organisasi terhadap kinerja unit bisnis. Pengaruh ke 3 variabel tersebut terhadap
kinerja unit bisnis adalah 29,3% sedangkan sisanya 70,7% dipengaruhi faktor lain
yang belum diteliti.
Begitu pula jika dilihat dari hasil pengujian hipotesis 5 bahwa ada
pengaruh dari turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya organisasi
terhadap kinerja unit bisnis dengan melalui strategi human capital. Hasil
pengujian hipotesis 2 secara simultan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel yang mempengaruhi strategi human capital yang baik itu ditentukan oleh
bagaimana perusahaan dapat beradaptasi dari perubahan lingkungan yang
turbulen.
249
Kesiapan budaya organisasi yang baik yang didorong oleh kepemimpinan
strategis yang baik, termasuk juga strategi human capital-nya perlu dipersiapkan
dengan baik agar kinerja unit bisnis dapat meningkat.
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
01,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
Turb
ulen
si L
ingk
unga
n
Strategy Human Capital
TL v.s SHC
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
01,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
Turb
ulen
si L
ingk
unga
n
Kinerja Unit Bisnis
TL v.s KUB
(3,790 - 3,279) (3,790 - 3,129)
Gambar 4.17 Grafik Mapping TL vs KS, TL vs BO, TL vs SHC, TL vs KUB
Untuk menghasilkan strategi human capital yang baik pada kondisi
turbulensi yang tinggi dilakukan dengan aktivasi budaya perusahaan yang dapat
mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal serta kepemimpinan yang baik.
Gambar di atas adalah gambaran pengaruh antara Turbulensi Lingkungan (TL),
Kepemimpinan Strategis (KS), Budaya Organisasi (BO), Strategi Human Capital
(SHC), dan Kinerja Unit Bisnis (KUB) secara grafik.
250
Berdasarkan grafik tersebut di atas, secara umum terlihat bahwa turbulensi
lingkungan memiliki pengaruh positif terhadap tiga variabel, yaitu terhadap
variabel kepemimpinan strategis, budaya organisasi, dan Strategi Human Capital.
Pada pembahasan FGD yang terkait dengan Turbulensi Lingkungan (TL)
dengan Kepemimpinan Strategis (KS), berikut beberapa pendapat yang
disampaikan oleh peserta :
1) Turbulensi lingkungan unit bisnis telekomunikasi di Indonesia sangat tinggi,
terutama disebabkan adanya turbulensi lingkungan disruptive yang merubah
tatanan bisnis eksisting dan bahkan bisa meniadakan produk atau layanan
eksisting dikarenakan produk atau layanan tersebut sudah tergantikan dengan
produk atau layanan yang jauh lebih murah dan mudah.
2) Kepemimpinan strategis unit bisnis telekomunikasi di Indonesia masih
dipimpin oleh pimpinan unit bisnis yang berasal dari bisnis telekomunikasi,
atau bisa disebut sebagai pimpinan yang “migran digital” bukan “born
digital”. Terlihat masih adanya gap kompetensi di kemampuan digital
(digital capability). Dilihat dari cara bekerja pimpinan unit telekomunikasi
dengan pimpinan unit bisnis digital juga masih diperlukan perbaikan untuk
menjadi digital company. Ada masalah yang perlu diungkap dalam variabel
kepemimpinan strategis agar dapat meningkatkan kinerja unit bisnisnya
ditengah turbulensi lingkungan yang sangat tinggi.
3) Beberapa masukan dari FGD terkait dengan kepemimpinan strategis di
tengah turbulensi yang sangat tinggi pada unit bisnis telekomunikasi di
Indonesia antara lain; peningkatan kapabilitas digital untuk kepemimpinan
251
strategis (leadership capability & technology digital), penerapan cara kerja
baru digital yang mengutamakan kolaborasi, kerjasama team, networking,
serta penciptaan suasana kerja yang berbasis digital, dengan co working
space, design thinking, memanfaatkan IT untuk proses kerja, dll.
Peserta FGD kurang sependapat terkait kemampuan kepemimpinan
strategis unit bisnis telekomunikasi di Indonesia ini sudah tinggi, karena
transformasi unit bisnis telekomunikasi baru 2 atau 3 tahun belakang ini
dilakukan, sehingga kemampuan digital pimpinan unit masih perlu ditingkatkan.
Beberapa unit bisnis di operator telekomunikasi memang sudah ada yang lebih
dulu menerapkan digital capability untuk mengantisipasi era digital dan
lingkungan yang disruptive, namun secara umum kepemimpinan strategis unit
bisnis telekomunikasi perlu ditingkatkan.
Hal ini selaras dengan pendapat Jiao et al. (2013) yang menyatakan bahwa
dalam lingkungan yang mengalami turbulensi, perusahaan harus terus menerus
melakukan konfigurasi ulang terhadap sumber daya dan kapabilitas internalnya
untuk menjaga keberlanjutan keunggulan bersaing sehingga didapatkan kinerja
yang unggul.
Kepemimpinan strategis harus dapat menciptakan peluang usaha di
turbulensi lingkungan yang tinggi dengan menciptakan diferensiasi produk, cost
leadership serta focus untuk dapat tetap sustain ditengah gelombang turbulensi
yang tinggi.
Pada prinsipnya, turbulensi lingkungan yang muncul dapat men-drive suatu
perusahaan untuk mampu membuat suatu inovasi budaya dan norma perusahaan
252
yang adaptif dengan lingkungan eksternalnya sehingga dapat survive di
lingkungan yang turbulen tersebut. Hal ini memperkuat argumen yang
dikemukakan oleh Kitchell (1995), bahwa organisasi yang menganut budaya
adaptif akan lebih siap dalam menghadapi perubahan lingkungan eksternal dan
merespon fluktuasi lingkungan eksternal yang terjadi.
Hasil penelitian kuantitatif variabel Turbulensi Lingkungan (TL) dengan
Budaya Organisasi (BO) menunjukkan bahwa Turbulensi lingkungan memiliki
pengaruh yang signifikan pada budaya organisasi. Semakin tinggi tingkat
turbulensi lingkungan (3,790), maka budaya organisasi juga harus semakin baik
(3,309).
Seperti dapat dilihat pada grafik Turbulensi Lingkungan (TL) dengan
Strategi Human Capital (SHC), pengaruh yang cukup signifikan juga terdapat
antara turbulensi lingkungan dengan strategi Human Capital. Pada saat turbulensi
lingkungan tinggi (3,790), maka diperlukan strategi Human Capital yang tepat
(3,279). Hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stone dan
Deadrick (2015) yang menyatakan bahwa perubahan pada pasar, teknologi, dan
regulasi dapat menjadi driver perubahan strategi organisasi, termasuk di dalamnya
strategi Human Capital.
Hal ini tentunya menjelaskan bahwa jika strategi Human Capital tidak
berfungsi baik, maka organisasi tersebut akan menjadi kurang efektif dan efisien
dalam menghadapi turbulensi lingkungan yang ada. Akibat adanya turbulensi
lingkungan yang tinggi maka flexibility dan kecepatan (speed) dalam mendesain
strategi human capital juga harus baik.
253
Pembahasan FGD Turbulensi Lingkungan (TL) dengan Kinerja Unit
Bisnis (KUB), Turbulensi Lingkungan idealnya akan mempengaruhi kinerja unit
bisnis secara negatif. Hal ini terjadi jika suatu organisasi tidak melakukan
antisipasi serta proses improvement pada aspek lain seperti kepemimpinan
strategis, budaya organisasi, dan model strategi human capital-nya. Grafik
turbulensi lingkungan dengan kinerja unit bisnis membuktikan teori yang
dikemukakan oleh Andotra dan Gupta (2016) bahwa turbulensi teknologi dan
intensitas persaingan memberikan dampak berlawanan yang signifikan bagi
hubungan tersebut.
Hasil analisis di atas terkait dengan kondisi turbulensi lingkungan unit
bisnis operator telekomunikasi di Indonesia yang berada pada kondisi yang tinggi,
hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa turbulensi lingkungan kompetisi bisnis
telekomunikasi di Indonesia saat ini sudah masuk arena red ocean, turbulensi
lingkungan disruptive bisnis di Indonesia juga tinggi terbukti dengan adanya
pemain bisnis diluar operator telekomunikasi yaitu para pelaku OTT bisnis.
Turbulensi lingkungan teknologi juga tinggi, hal ini terbukti dengan
banyaknya produk-produk baru yang di-drive oleh adanya teknologi baru, proses
analisa seperti data analytic memberikan masukan kepada para pelaku bisnis
telekomunikasi untuk menciptakan target market dan produk baru sesuai dengan
keinginan pelanggan.
Turbulensi lingkungan regulasi juga memberikan peluang bagi para pelaku
bisnis OTT untuk bisa menggantikan produk-produk yang dapat memberikan
pelayanan yang lebih bagus lagi kepada pelanggan bisnis telekomunikasi.
254
Turbulensi lingkungan pasar memberikan gambaran bahwa pasar bisnis
telekomunikasi sudah beralih dari kebutuhan voice dan sms kepada kebutuhan
layanan data internet termasuk konten dan aplikasinya.
4.3.1.2 Kepemimpinan Strategis
Pada pembahasan FGD sesi kedua mendiskusikan terkait dengan hubungan
antara Kepemimpinan Strategis dengan Budaya Organisasi, Strategi HC dan
Kinerja Unit bisnis.
Berikut beberapa pendapat yang disampaikan pada FGD sesi kedua pada
tanggal 15 Mei 2017 di Gedung TLT lantai 29 antara lain:
1) Budaya organisasi merupakan top down policy dari pimpinan unit bisnis,
artinya bahwa pimpinan unit menentukan dan mewarnai dari budaya
organisasi. Pimpinan unit sebagai role model untuk penerapan budaya
organisasi.
2) Kepemimpinan strategis membuat agen budaya (culture agent) untuk
memudahkan implementasi budaya organisasi, kegiatan budaya dibuat dan
dilaksanakan serta dimonitor oleh para agen budaya.
3) Kepemimpinan strategis berhubungan dengan budaya organisasi, artinya
semakin baik kepemimpinan strategis maka budaya organisasinya makin
baik. Sebaliknya jika budaya organisasi sudah baik di organisasi, maka
kepemimpinan yang ada biasanya mengikuti budaya organisasi yang sudah
baik tersebut bahkan ditingkatkan lagi oleh pimpinan strategis yang baik.
Budaya organisasi yang baik seperti perubahan mindset karyawan,
kolaborasi, sharing serta team work yang baik akan dapat mengantisipasi dampak
255
terjadinya turbulensi lingkungan, artinya turbulensi yang tinggi dapat diantisipasi
oleh budaya organisasi yang baik, sehingga kinerja unit bisnis dapat sustain dan
ditingkatkan.
Grafik Kepemimpinan Strategis (KS) dengan Budaya Organisasi (BO)
menunjukkan bahwa pada saat Kepemimpinan Strategis yang cukup baik (3,078),
maka Budaya Organisasi yang dilaksanakan juga cukup baik (3,309). Tentunya
temuan ini selaras dengan yang diutarakan oleh Ke dan Wei (2007) bahwa strategi
kepemimpinan dibutuhkan dalam keberhasilan implementasi ERP serta
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap desain budaya organisasi.
Kepemimpinan strategis di suatu organisasi tentunya akan memiliki visi ke
depan agar organisasi tersebut dapat survive di masa mendatang, sehingga
diperlukan Budaya organisasi yang kuat yang sesuai dan dapat mengikuti
perkembangan situasi bisnis secara global dalam jangka panjang.
Pentingnya kepemimpinan strategis terutama yang menyangkut digital
leadership menjadi sangat relevan pada era Industri 4.0 saat ini. Menurut Gilchrist
(2016:197), Industri 4.0 pada dasarnya adalah pendekatan yang direvisi terhadap
manufaktur yang memanfaatkan penemuan teknologi terbaru daninovasi,
khususnya dalam memadukan operasional dengan teknologi informasi dan
komunikasi. Industri 4.0 adalah suatu istilah kolektif untuk konsep dan
teknologidari rantai nilaiorganisasi. Ada 7 faktor utama dalam industri 4.0
(Ustundag, 2017) yaitu : real time management: proses digitalisasi;
Interoperability : partnership, collaboration dan value co-creation; Virtualisasi:
aplikasi digital dan internet based; Desentralisasi : personalisasi dan lokalisasi;
256
Agility; Orientasi layanan (Service orientation); dan Integrasi proses bisnis.
Untuk mengoptimalkan aspek-aspek tersebut diperlukan dukungan digital
leadership untuk mengejawantahkan kepemimpinan strategis di seluruh
lingkungan organisasi dengan dukungan TIK.
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
01,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
Kepe
mim
pina
n St
rate
gi
Kinerja Unit Bisnis
KS v.s KUB
(3,078 - 3,129)
Gambar 4.18 Grafik Mapping Kepemimpinan Strategis terhadap Budaya
Organisasi, Strategi Human Capital, dan Kinerja Unit Bisnis
Berdasarkan grafik Kepemimpinan Strategis (KS) dengan Strategi Human
Capital (SHC), Kepemimpinan Strategis tentunya sangat terkait erat dengan
model Strategi Human Capital. Kepemimpinan Strategis yang cukup baik (3,078)
akan mengarah pada model Strategi Human Capital yang cukup tepat (3,279),
257
sehingga diperoleh keselarasan yang sesuai dengan tujuan jangka panjang dari
suatu organisasi.
Hal tersebut di atas tentunya sesuai juga dengan asumsi ideal bahwa
keberhasilan jangka panjang suatu organisasi atau perusahaan sangat bergantung
pada model strategi human capital-nya, termasuk di dalamnya adalah strategi
yang terkait dengan Workforce Planning, Organization Design, dan Human
Capital Development. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sparrow dan Otaye-
Ebede (2014), bahwa strategi dalam kepemimpinan lean management dapat
memberikan hasil yang efisien, pendekatan baru dalam customer experience dan
employee engagement, sehingga kepemimpinan strategis menjadi salah satu
trigger untuk membangun strategi Human Capital yang efektif.
Keputusan yang cepat (speed) dan yang baik dari kepemimpinan strategis
kepada penentuan strategi human capital akan dapat mempengaruhi model
strategi human capital, semakin baik keputusan kepemimpinan strategis maka
semakin baik pula strategi human capital-nya.
Sebagaimana dapat terlihat pada Grafik Kepemimpinan Strategis (KS)
dengan Kinerja Unit Bisnis (KUB), terdapat pengaruh yang positif antara
kepemimpinan strategis dengan kinerja unit bisnis dimana ketika kepemimpinan
strategis baik, maka kinerja unit bisnispun akan menjadi baik.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Pasmore et al. (2009) bahwa kepemimpinan strategis adalah suatu bentuk
investasi sumber daya manusia yang tidak terlihat (intangible) tetapi manfaatnya
258
akan didapatkan dalam jangka panjang, termasuk di dalamnya adalah peningkatan
kinerja unit bisnis.
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
01,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
Stra
tegy
Hu
man
Cap
ital
Kinerja Unit Bisnis
SHC v.s KUB
(3,279 - 3,129
Gambar 4.19 Grafik Mapping Budaya Organisasi terhadap Strategi Human Capital
dan Kinerja Unit Bisnis, dan Pengaruh Strategi Human Capital terhadap Kinerja
Unit Bisnis
Selain itu, terkait peran Kepemimpinan Strategis di dalam suatu organisasi,
disebutkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara kepemimpinan
transformasional, pembelajaran organisasi, inovasi organisasi, dan kinerja
organisasi.
259
4.3.1.3 Budaya Organisasi
Seperti terlihat pada gambar di atas, Budaya Organisasi (BO) dengan
Strategi Human Capital (SHC), Budaya Organisasi yang baik akan berpengaruh
terhadap penerapan strategi human capital yang baik pula. Hal ini in-line dengan
argumen yang dikemukakan oleh Rowden (2002) bahwa Strategi Human Capital
dapat mengambil peran dalam pengembangan budaya perusahaan sebagai bagian
tak terpisahkan dari strategi perusahaan secara keseluruhan.
Lebih jauh Wei et al. (2008) berpendapat bahwa budaya perusahaan
bertindak sebagai antecedent dari Strategic Human Capital yang mentransfer
pengaruh budaya perusahaan ke performansi bisnis dimana Human Capital
memberikan arahan yang terstruktur dalam implementasi budaya perusahaan
untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
Gambar grafik Budaya Organisasi (BO) dengan Kinerja Unit Bisnis
(KUB) mengindikasikan bahwa ketika Budaya Organisasi di suatu perusahaan itu
dipersepsikan baik, maka akan berdampak pada Kinerja Unit Bisnis yang relatif
baik. Hal ini membuktikan pendapat Kotter (2008) bahwa Budaya Organisasi
yang terdiri dari shared value dan group behavior norm akan berpengaruh pada
bagaimana anggota organisasi itu bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Lebih
jauh Kotter (2008) menemukan bahwa konstituen manajerial kunci, dalam hal ini
pelanggan, stakeholders, dan karyawan yang dilingkupi oleh kemampuan
manajerial berdasarkan budaya organisasi, memperlihatkan pengaruh signifikan
terhadap kinerja organisasi, baik secara finansial, maupun meningkatkan
keberlangsungan suatu perusahaan dalam jangka panjang.
260
4.3.1.4 Strategi Human Capital
Pada Grafik Strategi Human Capital (SHC) dengan Kinerja Unit Bisnis
(KUB), dapat juga disimpulkan bahwa Strategi Human Capital yang tepat akan
mengarah pada Kinerja Unit Bisnis yang baik. Hal ini tentunya sesuai dengan
pendapat bahwa Strategi Human Capital merupakan salah satu aspek penting
dalam menjamin keberlangsungan perusahaan karena keberadaan Human Capital
dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif suatu perusahaan (Competitive
Advantage).
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Becker et al. (2001) bahwa
Strategi Human Capital yang sesuai dengan strategi bisnis untuk pencapaian
performansi Human Capital yang ideal akan berpengaruh terhadap pencapaian
kinerja organisasi yang optimal. Pendapat serupa juga in-line dengan temuan
(finding) dari penelitian ini dimana Besma (2014) menyatakan bahwa statistik
membuktikan bahwa semakin tinggi adopsi Strategi Human Capital di suatu
organisasi, maka akan semakin baik pula performansi organisasi tersebut.
4.3.1.5 Kinerja Unit Bisnis
Kinerja Unit Bisnis dilingkungan bisnis telekomunikasi di Indonesia
mengalami penurunan yang signifikan khususnya di revenue voice dan sms,
pertumbuhan pelanggan yang melambat dan menurunnya profitabilitas. Hal ini
dapat diantisipasi dengan penerapan strategi human capital yang dapat
mengantisipasi adanya turbulensi lingkungan yang tinggi. Kepemimpinan
strategis yang baik dan budaya organisasi yang baik akan menciptakan strategi
human capital yang baik sehingga dapat memberikan kinerja unit bisnis yang
261
baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja unit bisnis telekomunikasi
dipengaruhi oleh:
a. Kepemimpinan strategis memberikan pengaruh secara parsial terhadap
kinerja unit bisnis (10,7%).
b. Strategi human capital memiliki pengaruh signifikan secara parsialterhadap
kinerja unit bisnis (17,7%).
c. Budaya organisasi memberikan pengaruh signifikan secara parsial terhadap
kinerja unit bisnis (10,9%).
d. Pengaruh turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis dan budaya
organisasi terhadap kinerja unit bisnis secara simultan (29,3%).
e. Pengaruh turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya organisasi
melalui strategi human capital terhadap kinerja unit bisnis secara simultan
(41,3%)
4.3.2 Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis dan
Budaya Organisasi terhadap Strategi Human Capital pada Unit Bisnis
Operator Telekomunikasi di Indonesia.
Analisis kualitatif pengaruh turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis
dan budaya organisasi terhadap strategi human capital ini, berdasarkan hasil dari
analisis kuantitatif dan best practices beberapa operator telekomunikasi di
Indonesia yang dilakukan dengan wawancara, dapat dijelaskan bahwa turbulensi
lingkungan unit bisnis telkomunikasi di Indonesia tinggi, hal ini disebabkan oleh
262
turbulensi kompetisi, turbulensi disruptive, turbulensi teknologi, turbulensi
regulasi dan turbulensi pasar.
Sebagaimana yang disampaikan oleh (Stone dan Deadrick, 2015) bahwa
perubahan pada pasar, teknologi dan regulasi dapat menjadi driver perubahan
dalam strategi organisasi, termasuk di dalamnya strategi human capital. Menurut
Philips dan Philips (2014) bahwa perubahan trend global disebabkan oleh faktor
teknologi. Sejalan dengan itu, turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi di
Indonesia saat ini untuk unit bisnis seluler sudah memasuki tahap saturasi dan red
ocean khususnya untuk produk voice dan sms, turbulensi lingkungan teknologi
dan disruptive telah menyebabkan terjadinya substitusi produk voice dan sms,
sehingga produk tersebut dapat dikatakan sudah menuju produk yang akan
tenggelam (sun set), hal ini terbukti dengan turunnya revenue voice dan sms dari
beberapa operator telekomunikasi di Indonesia.
Kepemimpinan strategis unit bisnis telekomunikasi di Indonesia secara hasil
analisis kuantitatif adalah cukup baik, dengan indeks rata-rata kepemimpinan
strategis rata-rata 3,078, yang terdiri dari dimensi kepemimpinan strategis yang
governing, envisioning, engaging, digital leadership serta disruptive innovation.
Varibel ini juga merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi Strategi
Human Capital. Variabel kepemimpinan strategis dengan dimensi governing
hasil dari survey ini memiliki skor cukup tinggi (4,01), hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan para pemimpin bisnis unit telekomunikasi di Indonesia
dikatakan sudah baik, dalam melakukan kolaborasi, menentukan prioritas,
263
melakukan aligning dan sinkronisasi program kerja unit bisnis, termasuk
melakukan sharing knowledge.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemimpin unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia, dapat dijelaskan bahwa dibutuhkan kepemimpinan
yang dapat melakukan break through atau terobosan baru yang dapat
meningkatkan kinerja unit bisnis, dan untuk itulah harus memiliki kemampuan
sebagaimana disebutkan di atas.
Budaya organisasi juga merupakan variabel yang mempengaruhi strategi
human capital. Menurut Tsui (1997), Bowen & Ostroff (2004) menyatakan bahwa
strategi human capital dapat memberikan arahan yang terstruktur dalam
implementasi budaya organisasi yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
kinerja unit bisnis.
Berdasarkan hasil survey juga terlihat bahwa budaya organisasi khususnya
dimensi strategy culture unit bisnis telekomunikasi di Indonesia ini sudah baik,
hal ini diperkuat oleh hasil wawancara bahwa budaya organisasi di tengah
turbulensi yang tinggi ini harus memiliki strategi budaya yang tepat dan sesuai
dengan digital environment. Beberapa perubahan terlihat dari terjadinya
perubahan mind set dalam bekerja, flexitime, flexi place, serta environment kerja,
ruangan kerja dibuat untuk dapat digunakan secara bersama sama co working
space sehingga kolaborasi dapat terjadi dengan mudah, penggunaan fasilitas
digital juga merupakan bagian dari perubahan budaya kerja.
Beberapa best practice yang didapat dari hasil wawancara dengan beberapa
pemimpin unit bisnis telekomunikasi di Indonesia dapat dijelaskan bahwa strategi
264
human capital itu dipengaruhi oleh bagaimana pimpinan unit (leaders) dalam
perusahaan itu dapat mengantisipasi terjadinya perubahan lingkungan eksternal,
terkait dengan turbulensi lingkungan yang tidak ada kepastian, cepat berubah dan
memiliki kerumitan atau kompleksitas yang tinggi.
Pimpinan unit juga menjadi role model terkait dengan aktivasi budaya
perusahaan yang dijalankan. Budaya organisasi merupakan top down policy yang
dicanangkan oleh pimpinan unit. Hasil wawancara dengan expert dari human
capital mengatakan bahwa kepemimpinan strategis, budaya organisasi, dan
turbulensi lingkungan merupakan variabel yang dapat berpengaruh secara
simultan terhadap strategi human capital, karena turbulensi lingkungan ini dapat
mempengaruhi kepemimpinan strategis dan budaya organisasi dalam menentukan
strategi human capital. Jika dilakukan analisis secara parsial maka turbulensi
lingkungan berpengaruh terhadap strategi human capital.
4.3.3 Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis Operator
Telekomunikasi di Indonesia.
Analisa kualitatif pengaruh turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis
dan budaya organisasi terhadap kinerja unit bisnis, sebagaimana hasil analisa
kuantitatif secara simultan yang menunjukkan bahwa pengaruh ke tiga variabel
tersebut adalah 29,3% sedangkan sisanya 70,7% dipengaruhi oleh faktor yang
belum diteliti. Berdasarkan hasil wawancara dan focus group discussion (FGD)
didapat bahwa variabel turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis dan
budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja unit bisnis.
265
Dimensi turbulensi lingkungan yang memiliki pengaruh tinggi adalah
turbulensi kompetisi, hal ini disampaikan oleh beberapa pelaku unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia bahwa kompetisi unit bisnis seluler sudah memasuki
red ocean dan juga sudah tergerus kinerja performansi keuangan karena adanya
turbulensi disruptive karena adanya aplikasi OTT (over the top) yang
memungkinkan komunikasi via voice dan sms dilakukan dengan komunikasi data
dan internet.
Beberapa pemain OTT yang banyak digunakan di Indonesia adalah aplikasi
WhatsApp, Line. Terlihat dari revenue voice dan sms dari tahun ke tahun
mengalami penurunan yang cukup drastis, sebagai contoh penurunan revenue unit
bisnis Telkomsel sebagai operator terbesar di Indonesia yang sejak triwulan 2
tahun 2017, mengalami penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Begitu
juga dari beberapa unit bisnis operator seluler seperti Indosat dan Excelcomido,
mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Indeks nilai Kepemimpinan Strategis rata-rata hasil analisis kuantitatif unit
bisnis telekomunikasi di Indonesia menunjukkan nilai 3,078. Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata kepemimpinan unit bisnis telekomunikasi di Indonesia cukup
baik. Jika dilihat dari hasil kinerja unit bisnis telekomunikasi di Indonesia, ada
beberapa unit bisnis yang memiliki kinerja yang kurang menggembirakan.
Berdasarkan hasil wawancara dan FGD tanggal 15 Mei 2017 di gedung
TLT lantai 29 Jakarta, di beberapa unit bisnis telekomunikasi di Indonesia,
penyebab dari penurunan kinerja unit bisnis di antaranya adalah adanya produk
substitusi atau produk pengganti dari produk voice dan sms, turbulensi kompetisi
266
yang tinggi. Untuk mengantisipasi hal tersebut beberapa pemimpin unit
melakukan inovasi produk dengan menciptakan pasar baru dengan memanfaatkan
teknologi digital. Beberapa inovasi produk berbasis digital seperti TCash dari
Telkomsel, Dompetku sekarang berubah nama dari Indosat, eMoney XL Tunai.
Untuk menggantikan revenue dari voice dan sms yang makin menurun,
beberapa operator seluler juga melakukan marketing yang agresif untuk unit
bisnis data dan internet. Layanan video via jaringan 4G, layanan musik seperti
Melon dari Telkom Group, termasuk layanan OTT seperti, Grab, Gojek,
Traveloka, Youtube juga memberikan kontribusi terhadap pengguna data dan
internet, bahkan ada operator yang melakukan kerjasama dengan para OTT untuk
memberikan layanan yang lebih baik lagi kepada pelanggannya. Kepemimpinan
strategis dibutuhkan dikondisi turbulensi yang tinggi agar bisa meningkatkan
kinerja unit bisnis.
Kepemimpinan strategis yang baik juga harus dapat menciptakan kondisi
kerja perusahaan yang kondusif, caranya adalah dengan mengaktifkan budaya
perusahaan yang disesuaikan dengan kondisi eksternal dan salah satunya harus
dapat mengantisipasi turbulensi lingkungan yang terjadi. Kepemimpinan yang
baik dengan menciptakan budaya organisasi yang sesuai dengan turbulensi
lingkungan akan berpengaruh kepada kinerja unit bisnis.
Budaya organisasi yang baik merupakan hasil penciptaan dari
kepemimpinan strategis yang baik, karena budaya organisasi itu sifatnya top down
policy artinya pemimpin unit bisnis itu merupakan role model / panutan, budaya
dibangun atas kepemimpinan strategis yang kuat serta mengusung nilai-nilai
267
budaya yang disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Turbulensi lingkungan
yang tinggi dapat diantisipasi oleh kepemimpinan yang baik serta budaya yang
baik sehingga kinerja unit bisnis juga menjadi baik.
4.3.4 Pengaruh Strategi Human Capital terhadap Kinerja Unit Bisnis
Operator Telekomunikasi di Indonesia
Analisa kualitatif pengaruh strategi human capital terhadap kinerja unit
bisnis berdasarkan hasil wawancara dan FGD pada tanggal 2 Juni 2017 di Menara
Multimedia lantai 3 Jakarta, menyatakan bahwa perusahaan yang sudah memiliki
strategi human capital yang baik maka akan dapat meningkatkan kinerja unit
bisnisnya. Namun demikian beberapa pimpinan unit mengatakan strategi saja
tidak cukup, harus ada leaders atau pimpinan unit yang dapat
mengimplementasikan strategi menjadi aksi (strategy to action and
implementation). Untuk menjalankan strategi tentunya harus konsisten dalam
implementasinya dan harus dievaluasi dan dikontrol secara periodik agar sasaran
kinerja dapat dicapai.
4.3.5 Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Kepemimpinan Strategis dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Unit Bisnis melalui Strategi
Human Capital Unit Bisnis Operator Telekomunikasi di Indonesia.
Analisa kualitatif pengaruh turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis
dan budaya organisasi terhadap unit bisnis melalui strategi human capital ini
sebagaimana yang terlihat dari hasil analisis kuantitatif dimana ketiga variabel
268
tersebut memiliki pengaruh yang signifikan 41,3% sedangkan sisanya 58,7%
dipengaruhi oleh faktor yang belum ditentukan.
Begitu pula dari hasil analisis kualitatif yang dilakukan dengan wawancara
dan FGD yang dilakukan pada tanggal 15 Mei 2017, didapat bahwa secara garis
besar, turbulensi lingkungan yang merupakan faktor eksternal yang tidak dapat
dikontrol (uncontrollable), kepemimpinan strategis yang lebih terkait dengan
people atau leader dalam suatu perusahaan, serta budaya organisasi yang dalam
hal ini sebagai pelumas akselerasi performance perusahaan, dapat mempengaruhi
pencapaian kinerja unit bisnis, namun hasil kinerja akan jauh lebih baik apabila
perusahaan memiliki strategi human capital yang baik.
Strategi human capital yang baik adalah strategi yang disusun berdasarkan
kondisi faktor eksternal dan internal. Sebagaimana disampaikan di atas bahwa
turbulensi lingkungan merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
penyusunan strategi human capital, begitu pula faktor internal seperti
kepemimpinan strategis. Para pemimpin unit yang memiliki visi, misi serta
kemampuan digital yang baik, serta adanya budaya organisasi yang dijalankan
dengan baik dan disesuaikan dengan lingkungan bisnis yang terjadi.
Menurut para peserta FGD Corporate Strategy Lab pada tanggal 2 Juni
2017 di Menara Multimedia lantai 3, dinyatakan bahwa turbulensi lingkungan,
kepemimpinan strategis, dan budaya organisasi ini akan dapat meningkatkan
kinerja unit bisnis lebih baik lagi jika perusahaan tersebut memiliki dokumen
strategi perusahaan baik dilevel corporate strategic scenario (CSS),business plan
dan masterplan di level functional.
269
4.3.6 Penyusunan Model Strategi Human Capital
Hasil deep interview dan FGD pada tanggal 2 Juni 2017 di Menara
Multimedia lantai 3 Jakarta, mengungkapkan bahwa untuk menjalankan strategi
human capital ini maka program yang terkait dengan People, Culture dan
Organization harus selaras dan terintegrasi dengan baik. Sebagai contoh untuk
strategi program human capital diutamakan untuk membangun “Great People”
mulai dari rekrutmen orang-orang terbaik dari lulusan universitas terbaik,
pengembangan orang-orang terbaik (development great people), serta program
penghargaan selama bekerja hingga penghargaan pada saat pensiun.
Strategi program budaya (Culture) dimulai dari setup corporate culture,
people culture, strategy dan process culture hingga aktivasi budaya (culture
activation). Strategi program organisasi ditujukan untuk lean and agile
organization dan berbasis “Collaboration Network Organization”. Deloitte
(2017) menggunakan cara-cara digital dalam melakukan pekerjaan seperti
menggunakan design sprint. Design sprint adalah bentuk kolaborasi dalam
melakukan pekerjaan dengan cara kerja dimulai dari kebutuhan atau masalah yang
terkait dengan pelanggan. Dari masalah pelanggan, team melakukan identifikasi
solusi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dengan cepat menyelesaikan
permasalahan pelanggan, sehingga dikenal dengan konsep fail fast artinya jika
terjadi kegagalan maka kegagalan yang cepat, dan success fast artinya suksesnya
juga bisa cepat. Biasanya pekerjaan desain sprint ini dilakukan secara team terdiri
dari 5-10 orang yang terdiri dari beberapa unit bisnis untuk menyelesaikan
masalah pelanggan.
270
Strategi human capital tersebut juga memanfaatkan teknologi informasi
untuk memudahkan dalam proses implementasinya. Digitalisasi human capital
tools dilakukan agar proses menjadi lebih cepat, tepat, efektif dan efisien. HC
communication juga tidak kalah penting dalam mensosialisasikan seluruh program
yang ada dari mulai strategi people, culture dan organisasi. Model strategi human
capital merupakan bagian yang termasuk dalam functional plan, sebagaimana
terlihat pada draft Model Strategi human capital di bawah ini.
Gambar 4.20.Draft Model Strategi Human Capital (Sumber : Hasil interview dan FGD 2 Juni 2017)
Dari model strategi human capital di atas maka dapat dibuat kerangka
(framework) strategi human capital untuk unit bisnis telekomunikasi di Indonesia.
Adapun kerangka human capital itu terdiri dari :
1) People
Kerangka human capital framework yang pertama adalah pengelolaan
pegawai, dimulai dari proses seleksi pegawai (People Selection and Recruitment),
pengembangan orang-orang terbaik (People development), program retensi dan
Technology:Digi zedHCToolsandApplica on
People Culture Organiza on
HCCommunica on
HRPrac ces&Metrics
HumanCapitalStrategy
271
motivasi pegawai terbaik (People Retention and Motivation), melakukan program
olah rasio, olah rasa, olah raga, dan olah ruh dalam konsep 4R, keseimbangan
antara ke-empat aspek dalam work life balance.
Program terakhir adalah menghantarkan para pegawai yang akan memasuki
masa pensiun dan penghargaan kepada para pensiun dengan acara pelepasan para
pensiun (People Retirement Program). Inti dari kerangka human capital yang
terkait dengan people ini adalah membentuk leader dan pegawai yang terbaik dari
mulai karyawan bekerja hingga pensiun (HC Life Cycle).
2) Culture
Kerangka human capital kedua adalah pengelolaan budaya perusahaan,
diyakini bahwa budaya perusahaan merupakan salah satu program strategis dalam
strategi human capital, untuk itu budaya perusahaan harus masuk dalam strategic
initiative perusahaan. Terkait dengan budaya perusahaan dibeberapa perusahaan
telekomunikasi di Indonesia, saat ini sedang mengalami transformasi menuju
budaya perusahaan digital. Kerangka budaya ini adalah menyiapkan perusahaan
membentuk sistem budaya perusahaan, strategi budaya dalam rangka menuju
budaya digital serta bagaimana mengaktifkan program budaya di perusahaan. Inti
dari kerangka human capital yang terkait dengan budaya (culture) adalah
membangun budaya digital yang hebat (Build great digital culture).
3) Organization
Kerangka human capital yang ketiga adalah organisasi. Organisasi
perusahaan telekomunikasi berdasarkan hasil FGD masih berupa tree diagram
(hierarchy) atau biasa disebut organisasi tradisional berbasis kotak organisasi,
272
sementara organisasi perusahaan yang menuju digital sudah mengarah ke
organisasi network and collaborations (Deloitte, 2017).
Organisasi merupakan bagian penting dalam kerangka human capital ini
karena organisasi harus mengikuti strategi perusahaan (structure follow strategy).
Organisasi kedepan harus ramping dan tidak kaku (lean and agile). Kerangka
human capital yang terkait dengan organisasi ini adalah membentuk organisasi
yang flexible(setup flexible organization), membuat model desain operasi
organisasi (creating design operating model), melakukan penyederhanaan layer
organisasi (delayering organization), melakukan identifikasi para expert (subject
matter expert) dan pegawai yang memiliki sertifikasi profesional di internal
perusahaan, membuat kebijakan dan badan struktur organisasi serta membuat peta
peran hubungan antar satu unit dengan unit lainya didalam organisasi.
4) HC Communication
Kerangka human capital yang ke lima adalah HC Communication dan
Enabler, dalam kerangka ini peranan komunikasi human capital sangat
dibutuhkan untuk melakukan sosialisasi program human capital yang akan
dijalankan, memberikan pemahaman terkait dengan program HC yang akan
dilakukan kedepannya.
Program komunikasi HC ini dijalankan secara bersama dengan para
pengelola HC di unit masing masing agar pesan yang disampaikan dapat langsung
diterima oleh pegawai di masing masing unit. Dalam proses sosialisasi program
HC ini dibantu juga dengan data pendukung awal yang didapat dari hasil data
analytic yang merupakan enablers, sehingga dapat memberikan gambaran terkait
273
dengan program dan pengelolaan HC di unit tersebut. Pada saat awal HC
communication juga memanfaatkan teknologi informasi untuk menyampaikan
pesan-pesan melalui media komunikasi online, viral media dan social media yang
digunakan perusahaan.
5) HC Practices and Metrics
Kerangka human capital yang ke-empat adalah HC Practices and Metrics
adalah praktek-praktek HC serta pengukuran kesuksesan atau metrics untuk
program human capital. Program human capital yang sudah di-setup dari mulai
program people, culture dan organization ini perlu dibuat parameter
kesuksesannya. Hal yang dilakukan adalah melihat hubungan program satu
dengan lainnya (lingkage program), kemudian men-setup apa output-nya atau
deliverable-nya, siapa pemilik program (ownership-nya) siapa yang accountable
dan responsible terhadap program tersebut, hubungan program tersebut dengan
program lainnya, serta penentuan risiko dan mitigasinya agar program ini berjalan
sukses.
Dalam kerangka ini juga ditentukan benefit-nya untuk pegawai, unit dan
perusahaan. Inti dari pembuatan kriteria sukses dan metrik ini adalah sebuah
program human capital yang tertulis dalam program planning yang lengkap dan
terukur dan biasanya disebut program chattered yang dimonitoring secara berkala.
6) Digitalisasi HC
Kerangka human capital yang ke-enam adalah digitalisasi HC,
pemanfaatan teknologi dalam proses digitalisasi dan digitilizing human capital ini
sangat penting, karena dengan aplikasi HC yang terintegrasi satu dengan lainya
274
akan memudahkan proses monitoring, pengembangan, pengukuran dan feedback
terkait dengan program human capital dalam perusahaan.
Penggunaan aplikasi seperti aplikasi rekrutmen online, people
development program via e-learing, video learning, pengukuran performansi
online, monitoring aktivitas budaya secara online serta informasi terkait dengan
human capital data analytic juga dapat dilakukan dengan secara terintegrasi dan
on line system.
Terkait dengan model strategi human capital di industri telekomunikasi ini
yang merupakan hasil penelitian gabungan antara penelitian deduktif dan induktif
untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka dilakukan proses konfirmasi dengan
harapan model strategi human capital ini dapat mewakili baik secara teoritis
maupun secara praktis sehingga dapat meningkatkan kinerja unit bisnis. Model
gabungan ini diharapkan dapat menjawab problem definition yang diungkap
sebelumnya, yaitu dibutuhkan konsep yang tepat mengenai strategi human capital
di industri telekomunikasi di Indonesia.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas maka dilakukan pengujian
terhadap variabel deduktif turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya
organisasi dengan variabel induktif People, Culture, Organization (PCO) yang
terdiri dari People (build great leader and people), Culture (build great digital
culture) dan Organization (build great organization). Model ini diharapkan dapat
mengarah pada temuan model yang dapat meningkatkan kinerja unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia.
275
Tabel 4.12. Dimensi dan Indikator Induktif Variabel PCO
Variabel Dimensi Indikator
People (build great leader
and People) Leader
Development
People
Development
People selection and
Recruitment
People Development
People Retain and motivate
Promote work life balance
People retirement prog
Culture (build great digital
culture)
Culture Activation
People Culture
Strategy Culture
Process Culture
Operation & Monitoring
Culture
Organization (build great
organization)
Organization
Flexible Setup Organization
Creating Design
Organization
Operation Organization
Evaluation Organization
Variabel pada penelitian deduktif jika dihubungkan dengan variabel induktif
adalah sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini :
Deduktif Induktif (PCO)
Gambar 4.21. Keterhubungan variabel Deduktif dengan Induktif (PCO)
KepemimpinanStrategis
BudayaOrganisasi
Organisasi
PEOPLE
CULTURE
Organiza on
276
Pada model strategi human capital ini terbagi dalam 3 strategi antara lain :
1) People Strategy
Di dalam people strategy ini tujuan yang akan dicapai adalah membangun
great leader and people, perusahaan harus mampu membangun pemimpin terbaik
dan pegawai yang terbaik (build great leader and people). Dimensi yang terkait
dengan people ini adalah leader development dan people development.
Indikatornya adalah perusahaan harus mempersiapkan jumlah leader berdasarkan
posisinya, misalnya dengan membuat layering Top talent BOD-1, BOD-2, BOD-
3.Jumlah best talent disetiap unit yang harus dipersiapkan untuk meneruskan
kelangsungan perusahaan. Jumlah pegawai yang training leadership, functional
dan technical, berapa jumlah sertifikasi pengembangan human capital yang sudah
dilakukan.
Setiap tahun perusahaan juga harus melakukan survey pengukuran untuk
kepuasan dan retensi pegawai. Indikator lainnya, perusahaan juga mempersiapkan
pegawainya yang akan pensiun H-2 atau H-1 dengan melakukan program
persiapan pensiun agar pegawai siap menghadapi pensiun. Aktivitas budaya
ditujukan untuk perusahaan terus melakukan inovasinya agar dapat meningkatkan
kinerja unit bisnis.
2) Culture Strategy
Culture strategy ini tujuannya adalah perusahaan mempersiapkan
penyusunan terkait dengan budaya perusahaan menuju budaya digital. Indikator
yang harus diukur adalah seberapa siap perusahaan melakukan aktivitas budaya
perusahaan, pembentukan kebijakan budaya perusahaan, pembentukan culture
277
agent perusahaan, program aktivasi budaya, serta pengukuran dan monitoring
aktivitas budaya perusahaan. Setiap tahun dilakukan survey terkait dengan
entrophy budaya untuk menilai seberapa sukses budaya perusahaan diterapkan.
3) Organization Strategy
Organization strategy ini tujuannya adalah perusahaan dapat melakukan
transformasi organisasi menuju organisasi yang flexible, lean dan agile, agar dapat
meningkatkan kinerja unit bisnisnya.
Organisasi kedepan bersifat network, team based dan collaboration.
Organisasi ini memanfaatkan kemampuan internal resources (people talent
network) dengan memanfaatkan teknologi informasi serta berkolaborasi dengan
eksternal resources (open talent network).
Gambar model kerangka strategi human capital (Dwi Heriyanto, 2017)
sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini :
278
Gambar 4.22. Model Strategi Human Capital Framework
Pada gambar di atas ditunjukkan konsep model strategi human capital
framework yang didalam penelitian ini disebut model DWI. Konseptual model ini
menunjukkan bahwa 5 variabel di dalam penelitian yang dijelaskan sebelumnya
ada keterhubungan satu dengan lainnya. Turbulensi lingkungan yang merupakan
salah satu faktor eksternal, sedangkan kepemimpinan strategis dan budaya
organisasi yang merupakan faktor internal yang mempengaruhi variabel Kinerja
Unit Bisnis, melalui Variabel Strategi Human Capital. Strategi human capital
terdiri dari Strategi Delivering Great People, Working on Great Culture, dan
Integrating Great Organization yang menjadi kerangka model strategi human
capital (DWI Model) yang akan meningkatkan kinerja unit bisnis.
CORPORATE STRATEGY SCENARIO BUSINESS PLAN
HC COMMUNICATION HC PRACTICES & METRICS
DIGITALIZING & DIGITIZE HC BY IT
KIN
ERJA
UN
IT B
ISN
ISIntegrating Great Organization
Set Up Organization
Creating Design Organization
Operation Organization
Evaluation Organization
Working on Great Culture
People Culture
Strategy Culture
Process Culture
Operation Culture
P
S
P
O
Delivering Great People
1. People Selection& Recruitment
2. PeopleDevelopment
3. People Retain& Motivate
5. PeopleRetirement
Program
4. PromoteWork-Life
Balance (4R)
KEPEMIMPINAN STRATEGI
EXTERNAL FACTOR ANALYSIS SUMMARY
INTE
RN
AL
FAC
TOR
AN
ALY
SIS
SUM
MA
RY
TURBULENSI LINGKUNGAN
STRATEGY HUMAN CAPITAL
BU
DA
YA O
RG
AN
ISA
SI
KEPEMIMPINAN STRATEGIS
279
Model strategi human capital untuk meningkatkan kinerja unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia ini dilihat dari external factors summary (EFAS),
turbulensi lingkungan merupakan salah satu external factor yang dapat
mempengaruhi strategi HC, salah satunya adalah turbulensi lingkungan teknologi
yang mengharuskan perusahaan melakukan digitalisasi dan digitilize kegiatan
bisnisnya dengan memanfaatkan IT.
Internal Factors Analysis Summary (IFAS) terkait dengan kepemimpinan
strategis dan budaya organisasi juga merupakan faktor yang berperan dalam
pembuatan Strategi Human Capital.
Kepemimpinan Strategis yang membuat Corporate Strategic Scenario
(CSS) dan Business Plan unit bisnis perusahaan untuk mencapai kinerja Unit
Bisnis. Masukan dari beberapa faktor tersebut lalu dibuatkan strategi human
capital yang terdiri dari People Strategy, Culture Strategy dan Organization
Strategy.
Dari hasil penelitian di atas terlihat bahwa turbulensi lingkungan yang
tinggi di bisnis telekomunikasi di Indonesia dapat diantisipasi dengan
kepemimpinan yang baik, budaya organisasi yang baik, serta melalui strategi
human capital yang tepat, sehingga dapat meningkatkan kinerja unit bisnis.
Pada Strategi Human Capital “DWI Model” ini, strategi difokuskan kepada
3 hal utama yang antara lain terdiri dari :
a. Delivering Great People Strategy; dalam Delivering Great people
strategy ini beberapa program yang harus ada dimulai dari mulai People
Selection & Recruitment, People Development, People Retain
280
&Motivate, Promote Work Life Balance hingga People Retirement
Program (5P)
b. Working on Great Culture Strategy, dalam culture strategy ini beberapa
program yang harus ada adalah strategi budaya, aktivasi budaya,
monitoring dan pengukuran budaya.
c. Integrating Great Organization Strategy; dalam Organization Strategy ini
program yang harus ada adalah strategi menciptakan organisasi yang lean
dan agile, kolaborasi serta berdasarkan network team .
Selain itu juga untuk mendukung aktivitas program dalam model DWI maka
perlu dilakukan komunikasi melalui program HC Communication dan juga
pengukuran dan penilaian parameter dalam DWI model (HC Practice and
Metrics) dengan didukung oleh teknologi IT untuk digitalizing dan digitize HC
program.
4.4 Novelty
Berdasarkan hasil penelitian Mixed Method Research (MMR) yang
memadukan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif melalui FGD
dengan para pengelola human capital di unit bisnis, maka dapat diungkapkan
temuan kebaruan dalam gambar berikut ;
281
Gambar 4.23. Novelty Penelitian
“DWI MODEL ON HUMAN CAPITAL STRATEGY”
Bersumber dari sinergitas antara kajian kuantitatif dan kualitatif yang
didukung oleh hasil kontemplasi, maka terungkap novelty seperti di atas dimana
strategi human capital merupakan variabel utama sebagai pilar pendukung dalam
peningkatan kinerja bisnis. Adapun aspek pendorong terpenting dalam
meningkatkan strategi human capital adalah sisi budaya organisasi yang dibangun
yang terinspirasi dari kepemimpinan strategis yang pada gilirannya bahwa
kepemimpinan strategis mengacu kepada proses memimpin perusahaan secara
tepat. Adapun aspek ketiga adalah aspek turbulensi lingkungan yang merupakan
variabel yang menaungi kepemimpinan strategis, budaya organisasi, strategi
human capital dan peningkatan kinerja bisnis yang perlu dicermati dan diadaptasi
dinamika perubahannya karena merupakan uncontrollable variable, akan tetapi
secara empiris efek dari turbulensi lingkungan cenderung berdampak terhadap
282
pertimbangan pengembangan kepemimpinan strategis, budaya organisasi, strategi
human capital, maupun peningkatan kinerja bisnis.
Temuan penelitian ini merupakan kebaruan yang mampu mengembangkan
konsep dimana pada budaya perusahaan yang kondusif di dalamnya terdapat
pemimpin yang mampu berfikir secara stratejik yang akan mampu mendorong
terciptanya pengembagan strategi human capital yang sangat tepat. Temuan ini
merupakan strategi pengembangan budaya perusahaan dan strategi human capital
di masa yang akan datang dimana pada intinya bahwa kepemimpinan strategis
merupakan bagian dari budaya perusahaan.
Model strategi human capital atau DWI Model on Human Capital Strategy
yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki originalitas untuk penyempurnaan
model strategi human capital yang dapat dijadikan acuan dalam pembuatan
Strategi Human Capital perusahaan di Indonesia.
Model strategy human capital framework ini, yang terbentuk dari hasil
masukan faktor eksternal dan internal, corporate strategy scenario perusahaan,
business plan unit bisnis, serta target unit bisnis, akan dapat meningkatkan kinerja
unit bisnis jika kepemimpinan strategis dan budaya organisasi dijalankan dengan
baik.
4.5 Usulan Penerapan Temuan Penelitian
4.5.1 Model Framework untuk Meningkatkan Kinerja Unit Bisnis
Berdasarkan hasil kajian penelitian kuantitatif diketahui hasil analisis
hipotesis 1 menunjukkan bahwa indeks rata-rata dari variabel turbulensi
283
lingkungan tinggi, kepemimpinan strategis rata-rata cukup baik, budaya organisasi
rata-rata cukup baik, strategi human capital juga rata-rata cukup tepat, dan hasil
kinerja unit bisnis sedang. Apabila dilihat dari realitanya, kepemimpinan strategis
perlu ditingkatkan kapabilitas digitalnya, budaya organisasi belum
terimplementasi dengan baik, strategi HC belum tepat karena belum memiliki
standard model strategi HC, serta kinerja unit bisnis yang menurun.
Di era turbulensi yang tinggi, berdasarkan hasil dari penelitian yang
dilakukan, maka dibutuhkan kepemimpinan strategis yang memiliki kemampuan
envisioning, engaging, governing, technology leadership, dan disruptive
leadership. Kepemimpinan strategis ini berpengaruh besar terhadap peningkatan
kinerja unit bisnis sedangkan budaya organisasi berpengaruh besar terhadap
implementasi strategi human capital. Turbulensi lingkungan yang tinggi dapat
diatasi dengan strategi human capital yang tepat dengan menjalankan aktivitas
budaya yang baik dan juga melalui kepemimpinan yang baik sehingga
menghasilkan kinerja unit bisnis yang baik. Hal ini dapat digambarkan
sebagaimana pada gambar framework peningkatan kinerja unit bisnis di bawah
ini.
284
Gambar 4.24.Framework Peningkatan Kinerja Unit Bisnis
Berdasarkan pengujian simultan hipotesis 2 pengaruh turbulensi lingkungan
(TL), kepemimpinan strategis (KS) dan budaya organisasi (BO) terhadap strategi
human capital (SHC) dapat dikatakan bahwa pengaruh 3 variabel TL, KS dan BO
adalah 87,3% terhadap strategi human capital (SHC). Jika dilihat dari hasil
pengujian secara parsial hipotesis 2, maka variabel budaya organisasi memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap implementasi strategi human capital
dibandingkan variabel kepemimpinan strategis dan turbulensi lingkungan.
Dapat dikatakan bahwa strategi human capital itu dipengaruhi kuat oleh
budaya organisasi, kepemimpinan strategis dan adanya turbulensi lingkungan.
Turbulensi lingkungan makin tinggi akan berpengaruh terhadap strategi HC maka
akan memperlemah strategi HC. Jika dalam pembuatan strategi HC
memperhatikan masukan dari kondisi eksternal terutamanya yang terkait dengan
turbulensi lingkungan unit bisnis telekomunikasi di Indonesia, maka strategi HC
tersebut dapat mengantisipasi terjadinya turbulensi lingkungan, sehingga strategi
StrategicSitua onAnalysis(SSA)
StrategyFormula on(SF)
StrategyImplementa on(SI)
StrategyEvalua on&Control(SEC)
AnalisaLingkunganBsinisTelekomunikasi(Internaldan
Eksternal)
TurbulensiLingkungan
UnitBisnisTelekomunikasiDiIndonesia
KepemimpinanStrategis
BudayaOrganisasi
StrategyHumanCapital
KinerjaUnitBisnis
285
HC yang dibuat memiliki ketepatan yang sesuai dengan perubahan lingkungan
eksternal yang terjadi.
Secara pararel jika kepemimpinan strategis dan budaya organisasi baik,
maka turbulensi lingkungan akan dapat diminimisasi sehingga strategi human
capital-nya menjadi lebih tepat. Strategi HC yang sudah tepat tersebut secara
konsisten dilakukan dan dimonitoring oleh pimpinan unit yang juga merupakan
role model budaya organisasi. Strategi HC tidak akan berpengaruh terhadap
kinerja unit bisnis jika implementasinya tidak dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan hasil pengujian simultan hipotesis 3 bahwa pengaruh 3
variabel TL, KS dan BO terhadap Kinerja unit binis (KUB) adalah sebesar 29,3%,
sedangkan sisanya 70,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang belum ditentukan. Hal
ini menunjukkan bahwa ke 3 variabel tersebut memiliki pengaruh yang tinggi
kepada kinerja unit bisnis. Kepemimpinan strategis yang baik, unit bisnis yang
memiliki budaya yang baik, serta turbulensi lingkungan yang dapat diantisipasi
oleh kepemimpinan strategis dan budaya organisasi yang baik, akan
meningkatkan kinerja unit bisnis. Sebaliknya jika turbulensi tinggi, kepemimpinan
strategis dan budaya organisasi tidak baik maka akan mengakibatkan kinerja unit
bisnis menjadi rendah.
Jika dilihat dari hasil pengujian parsial variabel ternyata ada pengaruh
walaupun tidak nyata dari variabel turbulensi lingkungan terhadap variabel kinerja
unit bisnis sebesar 7,7%, artinya jika turbulensi tinggi maka dapat mempengaruhi
kinerja unit bisnis menjadi rendah, hal ini bisa saja terjadi jika kepemimpinan
strategis dan budaya organisasinya tidak baik. Begitu pula sebaliknya turbulensi
286
yang tinggi bahkan bisa menjadi peluang yang baik bagi unit bisnis, jika
kepemimpinan strategisnya baik, dapat berinovasi dengan menciptakan produk
atau layanan baru termasuk menciptakan model bisnis baru.
Budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja unit bisnis sebesar
10,9%, artinya penerapan budaya organisasi menjadi penting untuk menciptakan
suasana lingkungan kerja yang kreatif, inovatif untuk menciptakan hal-hal baru
yang mendukung peningkatan kinerja unit bisnis. Penciptaan lingkungan kerja
yang kreatif dan inovatif ini berdasarkan penelitian sebelumnya dapat
meningkatkan kinerja unit bisnis.
Kepemimpinan strategis memiliki pengaruh terhadap kinerja unit bisnis
yaitu sebesar 10,7%, terlihat bahwa dalam penelitian ini kepemimpinan strategis
merupakan subjek dalam meningkatkan kinerja unit bisnis. Dimulai dari
kepemimpinan strategis yang meng-create visi dan misi perusahaan, membuat
lingkungan kerja unit bisnis yang disesuaikan dengan unit bisnis digital company,
memasukan faktor eksternal dan aspek internal dalam penetapan strategi human
capital-nya, mengimplementasikan dan memonitoring kinerja unit bisnis secara
berkala. Kepemimpinan strategis yang baik akan meningkatkan kinerja unit bisnis
yang tinggi.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 5 ada pengaruh 3 variabel TL, KS
dan BO terhadap Kinerja unit bisnis (KUB) melalui Strategi Human Capital
(SHC), dengan pengaruh sebesar 41,3%, sedangkan 58,7% ditentukan oleh faktor
lain yang belum ditentukan. Dapat diartikan bahwa peningkatan kinerja unit bisnis
dapat meningkat lebih baik pada kondisi turbulensi yang tinggi, kepemimpinan
287
strategis yang baik, budaya organisasi yang baik, melalui strategi human capital
yang ditetapkan dengan baik.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas bahwa dimulai dari
kepemimpinan strategis yang baik yang menciptakan visi, misi, dan strategi
human capital yang tepat, maka akan meningkatkan kinerja unit bisnis yang
tinggi, dengan asumsi bahwa strategi HC dilaksanakan dengan baik serta
dievaluasi secara berkala.
Berdasarkan hasil pengujian secara langsung hipotesis 4, pengaruh strategi
human capital (SHC) terhadap kinerja unit bisnis (KUB) terlihat dari nilai t hitung
(2,67) lebih besar dari t table (1,96). Dapat dikatakan bahwa kinerja unit bisnis
dipengaruhi oleh strategi human capital yang tepat (17,7%).
4.5.1.1 Strategy Mapping Mengatasi Masalah Turbulensi Lingkungan,
Kepemimpinan Strategis, Budaya Organisasi dan Strategi Human
Capital
Dari hasil FGD yang telah dilakukan di atas maka dilakukan strategy
mapping untuk melihat gap atau kesenjangan antara kemampuan internal
khususnya terkait dengan strategi human capital untuk peningkatan kinerja unit
bisnis, maka dilakukan identifikasi program-program yang terkait dengan people,
culture dan organisasi.
Dari hasil identifikasi program tersebut kemudian dilakukan prioritas
program yang akan diimplementasikan. Terkait dengan hal tersebut di atas maka
yang menjadi prioritas program dari masing-masing area seperti terkait dengan
288
people mulai dari program rekrutmen, pengembangan, promosi/mutasi,
performansi serta program retirement itu dikelompokan dalam framework People.
Begitu pula untuk program budaya organisasi seperti aktivasi budaya,
pembentukan culture agent, dan pembentukan working space digital, dimasukkan
dalam program budaya perusahaan,dan pada framework organisasi juga dibuatkan
program detail terkait organisasi kedepan seperti organisasi yang berbasis network
dan collaboration serta lean dan agile organization.
Untuk mendapatkan strategi mapping yang tepat maka dilakukan solusi
untuk mengatasi variabel yang terkait dengan turbulensi lingkungan,
kepemimpinan strategis, budaya organisasi, strategi human capital agar dapat
meningkatkan kinerja unit bisnis.
4.5.1.1.1.Mengatasi Turbulensi Lingkungan
Berdasarkan hasil strategy mapping yang terlihat pada tabel indikator solusi
masalah turbulensi, terlihat bahwa terdapat kesenjangan antara nilai rata- rata
indikator turbulensi lingkungan unit bisnis telekomunikasi di Indonesia. Dilihat
dari nilai rata-rata hasil dari pimpinan unit memiliki persepsi bahwa (1) turbulensi
lingkungan kompetisi terkait dengan munculnya pergerakan baru dari kompetitor,
(2) Turbulensi lingkungan disruptive, tingkat disruptive inovasi di aplikasi perlu
ditingkatkan, (3) Turbulensi regulasi unit bisnis telekomunikasi di Indonesia sulit
diprediksi perubahan regulasi dengan tepat, (4) Turbulensi lingkungan teknologi,
perlu adanya peningkatan produk baru dari hasil terobosan teknologi,(5)
Turbulensi lingkungan pasar, juga terdapat masalah kurangnya informasi terkait
permintaan pelanggan untuk produk existing.
289
Turbulensi lingkungan kompetisi dengan indikator intensitas persaingan
antar-operator dan intensitas perang harga sudah bukan merupakan strategi yang
tepat untuk dilakukan ditengah turbulensi lingkungan unit bisnis telekomunikasi
khususnya untuk unit bisnis seluler. Turbulensi lingkungan disruptive yang
menjadi penyebab menurunnya performansi kinerja unit bisnis, indikator
munculnya produk pengganti, intensitas para pelaku OTT serta disruptive
innovation device, network & application (DNA) perlu diwaspadai dengan
melakukan strategi kolaborasi dengan pelaku OTT.
Turbulensi lingkungan berdasarkan hasil penelitian terlihat pada tabel
indikator solusi masalah turbulensi lingkungan terbesar dipengaruhi oleh
turbulensi lingkungan kompetisi. Dari hasil perspektif para pimpinan unit operator
telekomunikasi di Indonesia, ditemukenali yang menjadi masalah adalah
rendahnya tingkat intensitas munculnya pergerakan baru dari kompetitor. Akibat
dari hal tersebut, unit bisnis operator telekomunikasi kesulitan membuat strategi
bisnisnya karena tidak memiliki data-data yang lengkap terkait dengan intensitas
pergerakan baru dari kompetitor, untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan data
intelegent.
Dilihat dari dimensi turbulensi lingkungan disruptive bahwa tingkat
disruptive inovasi di pembuatan aplikasi unit bisnis operator telekomunikasi
masih kurang dari rata-rata. Dimensi turbulensi lingkungan teknologi terkait
dengan indikator munculnya produk baru dari terobosan teknologi untuk unit
bisnis operator telekomunikasi masih kurang di bawah rata-rata, jika
dibandingkan dengan munculnya produk baru dari pemain over the top (OTT)
290
maka unit bisnis operator telekomunikasi perlu untuk melakukan best practice
terkait bagaimana OTT melakukan inovasi produk dengan memanfaatkan
terobosan teknologi yang ada, bagaimana melakukan cara kerja yang dapat
menciptakan inovasi dengan cepat.
Tabel 4.13. Indikator Solusi Masalah Turbulensi Lingkungan
Variabel
Model
Pengukuran
Deskriptif
Indikator Deskriptif Rata-Rata
Turbulensi
Lingkungan
Turbulensi
Lingkungan
Pasar
Tingkat Kecepatan perubahan kebutuhan
pelanggan terhadap produk dari waktu ke
waktu
3,73
3,73
Seringnya pencarian terkait produk baru oleh
pelanggan 3,72
Seringnya permintaan pelanggan terkait
produk existing 3,69
Tingkat perbedaan kebutuhan pelanggan
existing dan pelanggan baru 3,82
Tingkat Kecepatan perubahan cara cara
pemasaran dari waktu ke waktu 3,68
Turbulensi
Lingkungan
Teknologi
Tingkat Kecepatan perubahan teknologi ICT 3,55
3,53
Tingkat Kesulitan memprediksi perubahan
teknologi ICT 3.60
Tingkatan peluang dari terobosan teknologi
ICT 3,48
Tingkatan munculnya produk baru hasil
terobosan teknologi 3,50
Turbulensi
Lingkungan
Regulasi
Tingkat Kesulitan memprediksi perubahan
regulasi 3,33
3,44
Tingkat Kecepatan perubahan regulasi 3,75
Tingkat keketatan regulasi 3,60
Tingkat Ketidakpastian hukum terhadap
pelaksanaan regulasi 3,08
Turbulensi
Lingkungan
Kompetisi
Tingkatan persaingan antar operator 4,35
4,33
Tingkat Intensitas perang harga 4,25
Kemudahan competitor untuk menandingi
produk yang ditawarkan 4,18
Tingkat Intensitas munculnya pergerakan
baru dari kompetitor 4,25
Tingkat Kekuatan Kompetitor 4,58
Tingkatan munculnya produk baru di pasar 4,35
Turbulensi
Lingkungan
Disruptive
Tingkatan munculnya produk pengganti 3,88
3,92
Tingkatan munculnya pemain OTT 3,96
Tingkat Disruptive inovasi di Aplikasi 3,86
Tingkat Disruptive inovasi di Bisnis model 3,97
Mengacu kepada strategi bisnis untuk menghadapi OTT ada beberapa
yang dilakukan oleh unit bisnis operator antara lain strategi kolaborasi untuk
menciptakan inovasi produk baru dengan memanfaatkan teknologi melalui DNA
(Device, Network and Application). Unit bisnis operator telekomunikasi
291
melakukan kerjasama dengan para mitra perangkat (device) untuk membuat
aplikasi yang sudah bisa langsung diaktifkan dari perangkat (device), melakukan
optimalisasi network agar lebih optimal dan cepat aksesibilitas jaringan network-
nya sehingga lebih murah, mudah dan cepat, serta berkolaborasi dengan pemain
OTT sebagai pembuat aplikasi dengan konsep bisnis model sharing revenue.
Dari dimensi turbulensi lingkungan regulasi, terlihat perlu adanya upaya
pendekatan kepada regulasi, agar unit bisnis operator telekomunikasi dapat
mengetahui adanya perubahan regulasi sehingga dapat mengantisipasi adanya
turbulensi lingkungan yang disebabkan adanya perubahan regulasi. Pembentukan
forum komunikasi untuk perubahan regulasi terkait dengan unit bisnis operator
telekomunikasi bisa memberikan masukan kepada regulator terkait dengan waktu
penerapan regulasi yang akan diberlakukan, minimal unit bisnis mengetahui akan
adanya perubahan regulasi.
Dimensi turbulensi lingkungan pasar terkait dengan indikator seringnya
permintaan pelanggan terkait dengan produk existing di bawah rata-rata nilai
skornya, hal ini menurut persepsi pimpinan unit bisnis bisa terjadi jika
promosinya kurang dari produk existing, sehingga manfaat atau value dari produk
belum optimal. Sebagai contoh produk Indihome dari PT. Telkom, produk yang
baik karena promosi dan edukasi ke pasar kurang respon dari pasar dirasakan
masih kurang, namun setelah dilakukan promosi dan edukasi permintaan akan
produk Indihome meningkat.
292
4.5.1.1.2 Mengatasi Kepemimpinan Strategis
Hal yang sangat dominan dalam kepemimpinan strategis di bisnis
telekomunikasi di Indonesia adalah Governing yaitu para pemimpin bisnis
telekomunikasi di Indonesia ini memiliki kemampuan untuk menjalankan unit
bisnis sesuai aturan yang berlaku, melakukan kolaborasi, sharing, dapat
menentukan prioritas, melakukan aligning dan sinkronisasi antar unit bisnis serta
dapat membangun service unit di masing masing perusahaan. Indikator solusi
dimensi governing adalah peningkatan kemampuan kepemimpinan strategis
dalam membangun digital service unit perlu ditingkatkan.
Dilihat dari dimensi Envisioning ini juga para pemimpin strategis unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia memiliki kemampuan yang dapat mengidentifikasi
peluang bisnis dan menciptakan transformasi serta visi dan misi perusahaan dalam
rangka untuk mengantisipasi adanya turbulensi lingkungan bisnis telekomunikasi
yang dapat mempengaruhi kinerja unit bisnis. Indikator solusi masalah dimensi
envisioning kepemimpinan strategis adalah peningkatan kemampuan
kepemimpinan strategis dalam melihat peluang bisnis perusahaan khususnya
peluang bisnis digital services.
Dimensi engaging menunjukkan bahwa kemampuan rata -rata pemimpin
unit bisnis telekomunikasi di Indonesia cukup baik, para pemimpin memiliki
kemampuan cukup baik untuk melakukan aligning dengan para karyawannya,
berdiskusi serta menciptakan suasana kerja baru yang disesuaikan dengan adanya
perubahan turbulensi lingkungan. Indikator solusi dimensi engaging
293
kepemimpinan strategis adalah peningkatan kemampuan kepemimpinan strategis
dalam memberikan solusi (crowd sourcing) kepada karyawan.
Tabel 4.14. Indikator Solusi Masalah Kepemimpinan Strategis
Variabel
Model
Pengukuran
Deskriptif
Indikator Deskriptif Rata-Rata
Kepemimpinan
Strategis
Envisioning
Kemampuan mengidentifikasi peluang
bisnis perusahaan 3,3
3,21 Kemampuan Menciptakan gairah
transformasi sesuai perkembangan 3,2
Kemampuan mendefinisikan secara jelas
visi perusahaan 3,14
Engaging
Kemampuan menjalin hubungan internal 3,1
3,04 Memiliki sifat keterbukaan (openness) 2,88
Kemampuan memberikan solusi
(Crowdsourcing) kepada karyawan 3,13
Worklife Balance 2,95
Governing
Kempuan sebagai pelopor digital
governance 3,35
3,38
Kemampuan membangun digital service
unit 3,40
Digital
Leadership
Kemampuan menetapkan prioritas
dalam bisnis digital 3,10
2,98
Kemampuan membangun digital
capabilities di perusahaan 2,85
Kemampuan menetapkan platform
bisnis digital perusahaan 2,98
Disruptive
Innovation
Kemampuan innovasi dalam membuka
pasar baru 2,98
2,78 Kemampuan meningkatkan Innovasi di
perusahaan 2,74
Kemampuan membangun budaya digital 2,65
Dimensi digital leadership dari hasil penelitian memang merupakan
dimensi diurutan ke empat dalam kepemimpinan strategis dan nilainya di bawah
rata-rata dari total rata-rata dimensi di kepemimpinan strategis. Indikator solusi
dimensi digital leadership kepemimpinan strategis adalah peningkatan
kemampuan kepemimpinan strategis dalam membangun peningkatan kapabilitas
digital di perusahaan.
Begitu pula untuk dimensi disruptive innovation secara rata-rata masih di
bawah nilai rata-rata total dimensi kepemimpinan strategis. Indikator solusi
dimensi disruptive innovation kepemimpinan strategis adalah kemampuan untuk
294
meningkatkan inovasi di perusahaan dalam membuka pasar dan produk baru
yang lebih kompetitif di unit bisnis Indonesia.
Untuk mengatasi kesenjangan gap kepemimpinan strategis unit bisnis
telekomunikasi di Indonesia ini, kompetensi dan kapabilitas yang perlu
ditingkatkan adalah terkait dengan indikator disruptive innovation.
Kepemimpinan strategis harus dapat menciptakan disruptive innovation, sharing
collaboration serta dengan memperbanyak jumlah inovasi yang dilakukan.
4.5.1.1.3 Mengatasi Budaya Organisasi
Secara rata-rata skor, budaya organisasi (3,309) menunjukkan masih dalam
kategori cukup baik, dan jika dilihat dari masing-masing dimensi dan indikator,
masih diperlukan peningkatan nilai indikator untuk dapat mengatasi budaya
organisasi.
Tabel 4.15. Indikator Solusi Masalah Budaya Organisasi
Variabel
Model
Pengukuran
Deskriptif
Indikator Deskriptif Rata-
Rata
Budaya
Organisasi
People
Saya berkomunikasi dengan cara mendukung rekan kerjasaya ketika
berbagi masalah dengan saya 2,93
3,03 Saya mendorong rekan kerja untuk menciptakan inovasi 3,05
Dalam grup yang saya pimpin, saya memastikan bahwa perhatian
telah diberikan dalam penyelesaian tugas 3,10
Process
Saya rutin memonitor kelebihan maupun kekurangan tim serta
menyediakan informasi yang memadai ke rekan kerja 3,27
3,27
Saya menciptakan lingkungan kerja dimana hasil perbaikan yang
kreatif akan mendapatkan reward 3,36
Saya mendorong seluruh karyawan untuk membuat suatu perbaikan
berkelanjutan dalam pekerjaannya 3,18
Strategi
Saya membuat atmosfir dimana tiap karyawan berkeinginan
mencapai performansi yang lebih baik daripada kompetisi antar
rekan kerja
3,55
3,64 Saya mengelola tim dengan baik dengan cara membangun
kebersamaan untuk mencapai fungsi tim yang efektif 3,72
Operasi
Saya mengkomunikasikan visi ke depan secara jelas lalu mengawal
pencapaiannya 3,32
3,33
Saya memastikan bahwa seluruh rekan kerja mendapatkan informasi
yang jelas sesuai dengan arahan 3,45
Saya membangun koordinasi dengan pimpinan unit lain dalam suatu
organisasi 3,36
Saya mendorong rekan kerja untuk mencapai performansi world-
class 3,34
Dalam memberikan feedback, saya membantu dalam pengembangan
diri karyawan daripada membela diri 3,29
Sayamemonitor tujuan yang ingin dicapai agar sesuai arahan 3,25
Saya memiliki kemampuan dalam mengelola karyawan level
manajerial 3,27
295
Dimensi people culture dengan nilai rata-rata skor sebesar 3,03 atau paling
rendah dibandingkan 3 dimensi budaya organisasi lainnya, maka solusi indikator
untuk perbaikan adalah dari dimensi people culture adalah dengan membangun
komunikasi yang baik antara pimpinan unit kepada karyawannya, setup digital
mindset, memberikan perhatian dan menciptakan budaya inovasi.
4.5.1.1.4 Mengatasi Strategi Human Capital
Ada 5 dimensi yang mempengaruhi variabel strategi human capital antara
lain people strategy, culture strategy, organization strategy, HC practices &
Metric dan effective communication. Dilihat dari hasil survey, dimensi strategi
human capital dengan skor rata rata 3,279 dapat dikategorikan dalam kategori
yang sedang, namun jika dilihat dari dimensi culture strategy dengan nilai 3,01
terendah dibandingkan dengan nilai dimensi strategi human capital lainnya.
Untuk solusi mengatasi strategi human capital dilakukan dengan melakukan
peningkatan indikator strategy culture dengan mewujudkan orientasi customer
service berupa employees corner. Diharapkan dengan adanya employees corner,
para pegawai dapat menanyakan permasalahan yang terkait dengan strategi HC
khususnya dalam memberikan konseling kepada karyawan.
Tabel 4.16. Indikator Solusi Masalah Strategi Human Capital
Variabel
Model
Pengukuran
Deskriptif
Indikator Deskriptif Rata-Rata
Strategi Human
Capital
People Strategy
Unit Human Capital (HC) di perusahaan saya
melakukan fungsinya dengan melakukan
proses secara kesysteman dalam HC Life Cycle
(rekrut,ment/selection, development/training,
penenmpatan/mutasi, promosi, performance,
retirement) (People)
3,12
3,15
Unit HC di perusahaan sayamelakukan
fungsinya dengan membuat secara kesisteman
terkait data data pegawai.(People)
3,10
296
Tabel 4.16.Indikator Solusi Masalah Strategi Human Capital (Lanjutan)
Variabel
Model
Pengukuran
Deskriptif
Indikator Deskriptif Rata-Rata
Unit HC di perusahaan saya membantu dalam
mencari kualitas pelamar dengan
mengidentifikasi sumber rekrutmen (People)
3,13
Unit HC di perusahaan saya melakukan
orientasi karyawan baru 3,30
Unit HC di perusahaan saya memberikan
saran pada rencana suksesi (People) 3,15
Unit HC di perusahaan saya menetapkan
rencana strategis human capital sebagai bagian
dari rencana strategis perusahaan (People)
3,18
Unit HC di perusahaan saya memberikan
saran tentang cara menentukan kebutuhan
tenaga kerja masa depan, termasuk membuat
strategi stattfing plan (People)
3,1
Culture Strategy
Unit HC di perusahaan saya memberikan
system reward and punishment pada
karyawannya (Culture) 3,05
3,01 Unit HC di perusahaan saya mewujudkan
orientasi customer serviceseperti Employees
Corner (layanan HC) (Culture) 2,96
Organization
Strategy
Unit HC di perusahaan menyediakan data
tenaga kerja data / laporan untuk pengambilan
keputusan (Organisasi) 3,42
3,45
Unit HC di perusahaan saya memberikan
saran terkait struktur organisasi.(Organisasi) 3,48
HC Practice and
Metric
Unit HC di perusahaan saya melakukan
fungsinya secara periodik dengan membuatkan
kebutuhan rencana jumlah karyawan
(workforce/man power planning) (HR Metric)
3,48
3,57
Unit HC di perusahaan saya memberikan
saran dalam penilaian kompetensi karyawan
pada penempatan yang tepat (HR Metric) 3,53
Unit HC di perusahaan saya memberikan
saran tentang cara untuk meningkatkan
produktivitas karyawan (HR Metric) 3,84
Unit HC di perusahaan saya memberikan
pelatihan keterampilan pengawasan /
manajerial (HR Metric) 3,36
Unit HC di perusahaan saya memberikan
fasilitas konseling mengenai manfaat pensiun
(HR Metric) 3,65
HC Effective
Communication
Unit HC di perusahaan saya memberikan
konseling karir kepada karyawan (HR Comm) 3,14
3,22
Unit HC di perusahaan saya menyediakan
panduan mengenai keseimbangan kehidupan di
lingkungan kerja dan keluarga (HR Comm) 3,30
Unit HC di perusahaan saya memberikan
nasihat tentang pilihan kompensasi / gaji dalam
rangka mempertahankan karyawan (HR
Comm)
3,22
Unit HC di perusahaan saya memberikan
saran terkait karyawan bermasalah (HR
Comm) 3,10
297
4.5.1.2 Usulan Perumusan Strategi
Menindaklanjuti penelitian di atas maka untuk meningkatkan kinerja unit
bisnis operator telekomunikasi di Indonesia harus meningkatkan kemampuan
kepemimpinan strategis dan budaya organisasi, serta mampu merespon dan
menangkap peluang dari adanya turbulensi lingkungan yang terjadi di unit bisnis
telekomunikasi.
Untuk meningkatkan kinerja unit bisnis operator telekomunikasi maka
langkah-langkah yang harus dilakukan terkait dengan indikator solusi
kepemimpinan strategis adalah sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.17.
Langkah Operasional Meningkatkan Kepemimpinan Strategis
Budaya organisasi juga perlu ditingkatkan sebagaimana penelitian yang
telah dibahas sebelumnya bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap strategi
human capital dan juga terhadap kinerja unit bisnis.Langkah operasional indikator
budaya organisasi adalah sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.
No Indikator Langkah Operasional
1 Kemampuan mengidentifikasi peluang bisnis
perusahaan
Meningkatkan kompetensi dalam melakukan data intelegence
dan mencari sumber2 informasi
2Kemampuan memberikan solusi
(Crowdsourcing) kepada karyawan
Membuat data base crowd sourcing untuk kompetensi yang
tidak dimiliki perusahaan
3Kemampuan membangun digital service unit Melakukan benchmarking ke perusahaan digital yang sukses
4Kemampuan membangun digital capabilities
di perusahaan
Meningkatkan kompetensi digital dengan melakukan training
kepada pimpinan unit
5Kemampuan meningkatkan Innovasi di
perusahaan
Melatih pimpinan unit untuk menciptakan inovasi dengan
design sprint
298
Tabel 4.18.
Langkah Operasional Meningkatkan Budaya Organisasi
Pada unit bisnis operator telekomunikasi di Indonesia juga harus
ditingkatkan kemampuan dalam mengantisipasi dan memanfaatkan peluang bisnis
dari adanya turbulensi lingkungan. Langkah-langkah operasional indikator
turbulensi lingkungan sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.19.
Langkah Operasional Mengatasi Turbulensi Lingkungan
Kinerja unit bisnis operator telekomunikasi juga dipengaruhi oleh strategi
human capital yang baik, oleh karena itu diperlukan peningkatan ketepatan dalam
pembuatan strategi human capital, sesuai dengan indikator solusi yang telah
dibahas sebelumnya. Adapun langkah-langkah operasional peningkatan perbaikan
strategi human capital sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
No Indikator Langkah Operasional
1 Saya mendorong rekan kerja untuk menciptakan inovasi Menciptakan kemampuan culture agen untuk inovasi
2
Saya menciptakan lingkungan kerja dimana hasil perbaikan
yang kreatif akan mendapatkan reward Meningkatkan ruang kolaborasi disetiap unit
3
Saya mengelola tim dengan baik dengan cara membangun
kebersamaan untuk mencapai fungsi tim yang efektif Membentuk team kolaborasi virtual
4
Saya mengkomunikasikan visi ke depan secara jelas lalu
mengawal pencapaiannya meningkatkan komunikasi via viral media
5
Dalam memberikan feedback, saya membantu dalam
pengembangan diri karyawan daripada membela diri
Membuat jadual dan memberikan coaching &
mentoring
No Indikator Langkah Operasional
1 Seringnya permintaan pelanggan terkait produk existing Melakukan intelegence market
2
Tingkatan munculnya produk baru hasil terobosan
teknologi Melakukan kerjasama dengan mitra teknologi
3 Tingkat Kesulitan memprediksi perubahan regulasi
Terlibat aktif untuk memberikan masukan ke
regulator
4
Tingkat Intensitas munculnya pergerakan baru dari
kompetitor Membuat analisa dan market intelegent
5 Tingkat Disruptive inovasi di Aplikasi
Menciptakan lingkungan inovasi yang
disruptive
299
Tabel 4.20. Langkah Operasional Peningkatan Strategi HC
4.5.1.3 Usulan Penerapan Strategi
Menindaklanjuti dari pemetaan strategi dan operasionalisasi strategi di
atas maka disusunlah rencana tindakan bagi pihak manajemen untuk
meningkatkan kinerja unit bisnis melalui strategi human capital, rencana tindakan
ini dilakukan oleh unit bisnis operator telekomunikasi di Indonesia.
Tabel 4.21 Rencana Tindakan Unit Bisnis Operator Telekomunikasi
No Indikator Langkah Langkah Operasional
1
Unit HC di perusahaan saya mewujudkan
orientasi customer service seperti Employees
Corner
Meningkatkan customers service untuk layanan kepada
pegawai
2
Unit HC di perusahaan saya membantu dalam
mencari kualitas pelamar dengan mengidentifikasi
sumber rekrutmen
Melakukan sistem rekrutmen baru yang disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan
3
Unit HC di perusahaan saya memberikan saran
terkait struktur organisasi.
Melakukan penyesuaian struktur organisasi yang lebih
lean dan agile
4
Unit HC di perusahaan saya memberikan saran
tentang cara untuk meningkatkan produktivitas
karyawan
Menciptakan cara kerja baru yang dapat meningkatkan
kinerja unit bisnis
5
Unit HC di perusahaan saya memberikan nasihat
tentang pilihan kompensasi / gaji dalam rangka
mempertahankan karyawan
Melakukan program retensi pegawai khususnya untuk
top talent
No Variabel Solusi Rencana Tindakan Tujuan Penanggung Jawab
1 Mengatasi Turbulensi Lingkungan
* Melakukan intelegence Market
* Melakukan kerjasama dengan Mitra
Teknologi * Terlibat aktif untuk memberikan
masukan kepada regulator
* Membuat Analisa dan market intelegence
* Menciptakan lingkungan inovasi yang
disruptive
* Mengetahui permintaan pelanggan dengan seringnya
intensitas permintaan produk dari pelanggan
* Mengetahui perkembangan teknologi dengan
mendapatkan informasi langsung dari Mitra teknologi
* Mengetahui regulasi yang akan diterapkan oleh
regulator
* memahami, memenuhi dan mengantisipasi permintaan
pelanggan
* Menerapkan lingkungan yang memudahkan
kolaborasi dan inovasi
* Direktur Sales & Marketing
* Direktur Teknologi & Infrastruktur
* VP Regulatory
* Direktur Sales & Marketing
* Direktur Human Capital
2 Peningkatan Kepemimpinan Strategis
* Meningkatkan kompetensi dalam melakukan
data intelegence dan mencari sumber2 informasi
* Membuat database crowd sourcing untuk
kompetensi yang tidak dimiliki perusahaan
* Melakukan benchmarking ke digital company
* Meningkatkan kompetensi digital
* Memiliki kemampuan dalam data intelegence dan
data analitik untuk menganalisa data dan informasi
* Mempercepat proses pembangunan kapabilitas
dengan belajar dari profesional luar perusahaan
* Dapat memahami dan mengimplementasikan
bagaimana perusahaan digital melakukan bisnisnya
* Meningkatkan kinerja unit bisnis dan menutupi
kesenjangan digital kompetensi
* Direktur Sales & Marketing
* Direktur Human Capital
* Direktur Digital Business
* Direktur Human Capital
3
Peningkatan Budaya Organisasi
* Menciptakan kemampuan culture agen untuk
inovasi
* Meningkatkan ruang kolaborasi disetiap unit
* membentuk team kolaborasi virtual
* meningkatkan komunikasi viral meia
* Culture agen menjadi role model untuk inovasi
* Menciptakan iklim bekerja yang dapat meningkatkan
kinerja unit bisnis
* Mempercepat proses kolaborasi antar unit bisnis
* Agar dapat dipahami, dimengerti dan dilaksanakan
oleh seluruh pegawai
* Direktur Human Capital
* Direktur Human Capital
* All BOD
* Direktur Human Capital
4
Ketepatan Strategi Human Capital
* Meningkatkan customer service untuk layanan
kepada pegawai
* Melakukan sistem rekrutmen baru
* Melakukan penyesuaian struktur organisasi
yang lean dan agile
* Menciptakan cara kerja baru
* Melakukan program retensi pegawai (Top
Talent)
* Memberikan layanan terbaik kepada pegawai
* Mendapatkan talent yang sesuai
* Menjadi lebih efektive dan efisien
* Meningkatkan kinerja unit bisnis dengan menerapkan
design sprint
* Program training top taent
* Direktur Human Capital
* Direktur Human Capital
* All BOD
* All BOD
* Direktur Human Capital
300
4.5.1.4. Usulan Penerapan Monitoring dan Evaluasi
Pelaksanaan untuk rencana evaluasi dan kontrol yang digunakan untuk
menilai kinerja unit bisnis digunakan balance score card sebagai alat evaluasi dan
pengendalian sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Target jangka panjang
digunakan waktu 5 tahun agar seluruh unit dalam organisasi memiliki tujuan
pencapaian yang sama yang didetailkan dalam program tahunan.
Indikator yang digunakan dalam balance score card ini adalah key
performance indicator (KPI) sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan yaitu
untuk pengembalian investasi dengan ukuran Return on Investment (ROI),
pertumbuhan laba, serta target pendapatan (Rupiah) dan ukuran besarnya
pertumbuhan revenue (prosen).
Tabel 4.22.Usulan Penerapan Monitoring dan Evaluasi
Keterangan TBD :To Be Define (Akan Ditetapkan Oleh Unit Bisnis Operator
Telekomunikasi)
Rencana untuk evaluasi dan kontrol ini digunakan untuk mencapai sasaran
strategis yang telah ditetapkan oleh unit bisnis, yaitu meningkatkan kinerja unit
bisnis operator telekomunikasi di Indonesia melalui strategi human capital dan
mengatasi turbulensi lingkungan. Inisiatif strategis yang disarankan untuk
Inisiatif Strategis
No Perspektif Sasaran Strategis KPI Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
1 Keuangan
* Meningkatkan Kinerja Unit Bisnis * Return on Investment
* Cost optimization
* Growth Revenue
TBD TBD TBD TBD TBD
2 Pelanggan
* Menentapkan Strategi HC yang tepat
* Mengatasi Turbulensi Lingkungan
* % Market Share
* Total Jumlah Pelanggan
* Jumlah pelanggan baru
* Kepuasan Pelanggan
TBD TBD TBD TBD TBD
Customer Focus
3 Proses Internal
* Meningkatkan budaya organisasi
* Membuat Struktur Organisasi yang lean &
agile
* Simplifikasi proses dengan IT
* Prouctivity/Employee
* Entrophy Index
* Efisiensi Operasional TBD TBD TBD TBD TBD
Working on Great
Culture
Integrating Great
Organization
Digitilize Process
4Pembelajaran dan
Pertumbuhan
* Meningkatkan Kemampuan Kepemimpinan
Strategis
* Jumlah training pimpinan
unitTBD TBD TBD TBD TBD
Delivering Great
People
Target Tahunan
301
dilakukan oleh unit bisnis operator telekomunikasi adalah customer focus.
Indikator keberhasilan yang digunakan untuk mengukur KPI adalah total jumlah
pelanggan, jumlah penambahan pelanggan baru, kepuasan pelanggan dan
prosentase market share.
Evaluasi pengendalian internal proses bisnis yang digunakan untuk
mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan untuk peningkatan kinerja unit
bisnis operator telekomunikasi di Indonesia yaitu meningkatkan aktivasi budaya
organisasi, membuat struktur organisasi yang lean dan agile, mensimplifikasi
proses dengan memanfaatkan IT. KPI yang diukur adalah productivity per
employee, entrophy index serta efisiensi operasional, inisiatif strategis yang
disarankan adalah Working in Great Culture, Integrating Great Organization, dan
Digitilizing Process.
Evaluasi pengendalian pembelajaran dan pertumbuhan yang digunakan
untuk mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan unit bisnis yaitu
meningkatkan kemampuan kepemimpinan strategis melalui indikator jumlah
training yang diikuti oleh pimpinan unit, coaching dan mentoring. Inisiatif
strategis yang disarankan adalah Delivering on Great People.
4.5.2 Pemecahan Masalah dengan Creative Problem Solving
Sesuai dengan rancangan permasalahan yang disampaikan pada BAB III
sebelumnya, maka ada beberapa tahapan dalam pemecahan masalah ini antara lain
corporate strategy lab, strategy sharing lab, design sprint, veteran challenge, war
room, penentuan dan keputusan model. Terkait dengan pembahasan pada bab
sebelumnya ditemukenali bahwa kinerja bisnis unit telekomunikasi di Indonesia
302
itu dipengaruhi oleh turbulensi lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya
organisasi dan strategi human capital. Hasil analisis yang dilakukan ternyata
menunjukkan turbulensi lingkungan industri telekomunikasi di Indonesia tinggi,
kepemimpinan strategis cukup baik, budaya organisasi cukup baik, strategi human
capitalcukup baik, dan kinerja unit bisnis beberapa operator telekomunikasi di
Indonesia cukup baik.
Hal ini memunculkan suatu fenomena dimana ada kesenjangan antara
kinerja unit bisnis telekomunikasi di Indonesia dengan variabel turbulensi
lingkungan, kepemimpinan strategis, budaya organisasi dan strategi human
capital. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka tidak semua operator
telekomunikasi di Indonesia memiliki strategi human capital yang terstruktur
dengan baik dan belum berupa masterplan human capital.
Hal tersebut di atas memunculkan suatu fenomena dimana ada kesenjangan
penjelasan yang perlu diuraikan dalam suatu penelitian, khususnya spesifik untuk
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum adanya model strategi
human capital yang dapat mendukung kinerja unit bisnis operator telekomunikasi
di Indonesia.
Langkah-langkah pemecahan masalah dengan Creative Problem Solving
dimulai dengan langkah pertama berupa rumusan masalah menggunakan Strategy
Sharing Session, Corporate Strategy Lab, Design Sprint, Veteran Challenge &
War Room.
Dalam penentuan masalah dilakukan Forum Group Discussion (strategy
sharing session) pada tanggal 15 Mei 2017 di Gedung Telkom Landmark Tower
303
Lantai 29, dihadiri oleh 11 pelaku unit bisnis telekomunikasi, peserta yang hadir
adalah pengelola human capital di unit bisnis, para pelaku unit bisnis
telekomunikasi. Tahapan perumusan masalah ini menggunakan cara yang
dinamakan strategy sharing session, yaitu menanyakan strategi yang diterapkan
masing-masing unit bisnis dalam menjalankan program yang terkait dengan
human capital, menemukenali permasalahan utama dalam program human capital
yang terkait dengan dukungan untuk peningkatan kinerja unit bisnis, khususnya
untuk para pelaku terdepan dari unit bisnis. Key output dari hasil FGD ini adalah
mendapatkan masukan strategy existing dari masing-masing unit bisnis dan fokus
area atau layanan yang akan di-deliver. Mendapatkan gambaran penting thema
HC dan kesenjangan terkait gap capability, culture, people development dan
organization.
Kemudian dilanjutkan dengan FGD (Corporate Strategy Lab) pada 2 Juni
2017 bertempat di Menara Multimedia lantai 3 Jalan Kebon Sirih, Jakarta. Jumlah
peserta yang diundang 28 orang, jumlah yang hadir sebanyak 20 orang yang
terdiri dari pimpinan unit bisnis telekomunikasi dan para pengelola human capital
unit bisnis.
Hasil dari FGD ini adalah mendapatkan masukan terkait dengan hasil
identifikasi FGD sebelumnya yang perlu untuk dilakukan perbaikan. Beberapa
masukan dalam FGD ini adalah terkait dengan program dan fungsi HC yang dapat
diterapkan pada program selanjutnya, percepatan pengembangan kapabilitas untuk
bisnis digital, kepemimpinan digital, digital culture, organisasi berbasis network
dan kolaborasi, serta lean and agile organization. Secara umum dapat
304
ditemukenali dalam FGD ini bahwa pengelolaan HC unit bisnis telekomunikasi di
Indonesia belum memiliki model strategi HC yang terstruktur dengan baik.
4.5.3 Usulan Penerapan Temuan Penelitian dengan Confirmatory Analysis
Berdasarkan hasil penelitian dan pembuatan model strategi human capital
sebagaimana dikemukakan sebelumnya, selanjutnya untuk menyakinkan hasil
penelitian dan model strategi human capital, maka dilakukan confirmatory
analysis. Ada 2 tahapan dalam melakukan confirmatory, pertama dari praktisi unit
bisnis untuk menanyakan kembali terkait dengan variabel kinerja unit bisnis dari
masing-masing dari unit bisnis operator telekomunikasi di Indonesia.
1) Unit bisnis seluler mengalami penurunan revenue voice dan sms secara
signifikan, pertumbuhan revenue minus rata-rata sekitar 8% – 12% per tahun.
Persaingan bisnis seluler sudah memasukai red ocean khususnya untuk unit
bisnis legacy (voice dan sms). Terjadi peningkatan revenue untuk unit bisnis
data dan internet, namun peningkatan tersebut belum dapat menutup laju
penurunan revenue voice dan sms.
Turbulensi lingkungan unit bisnis seluler tinggi dan unit bisnis seluler
mengalami perubahan yang sangat cepat dan berdampak kepada penurunan
revenue unit bisnis seluler khususnya penurunan revenue layanan voice dan
sms.
Kepemimpinan strategis unit bisnis seluler rata-rata baik (envisioning,
governing, engaging) namun perlu ditingkatkan dari sisi technology leadership
dan digital innovation. Budaya organisasi di unit bisnis seluler berdasarkan
hasil konfirmasi rata-rata mereka sudah menyesuaikan dengan budaya digital,
305
namun dalam pelaksanaan operasional aktivasi budaya masih perlu
ditingkatkan, khususnya terkait dengan people culture seperti perubahan
mindset dan lingkungan kerja.
Dilihat dari strategi human capital unit bisnis seluler, mereka memiliki strategi
human capital, namun strategi human capital-nya hanya terbatas pada strategi
pengembangan kapabilitas pegawai seperti training-training pegawai. Sehingga
strategi HC untuk unit selular bisnis ini perlu dikembangkan dan diperbaiki
sehingga sesuai dengan standar strategi human capital pada umumnya.
2) Kinerja Unit bisnis Enterprise terjadi penurunan revenue di legacy (fixed
phone, connectivity), fixed voice menurun sejalan dengan pertumbuhan bisnis
data internet. Permintaan untuk unit bisnis data centre dan cloud juga
mengalami pertumbuhan melambat. Penggunaan layanan pita besar
(broadband) khususnya internet meningkat. Pelanggan korporasi cenderung
untuk menggunakan komunikasi melalui internet, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya penurunan di revenueunit bisnis telephone (fixedphone).
Hasil konfirmatori dari unit bisnis enterprise terkait dengan turbulensi
lingkungan unit bisnis enterprise adalah tinggi, sebagaimana penjelasan di atas
bahwa banyak produk pengganti untuk komunikasi voice yang dilakukan oleh
OTT bisnis. Komunikasi suara yang awalnya menggunakan jaringan
telekomunikasi dapat digantikan dengan komunikasi melalui data internet.
Terkait dengan kepemimpinan strategis unit bisnis enterprise rata-rata baik
(governing, envisioning, engaging), yang perlu ditingkatkan di technology
leadership dan disruptive innovation.
306
Dilihat dari hasil konfirmatori penerapan budaya organisasi di unit bisnis
enterprise rata-rata baik, telah memiliki budaya organisasi dan sudah
diimplementasikan. Penyesuaian terhadap budaya organisasi yang menuju
digital, dilakukan dengan merubah lingkungan kerja, pakaian kerja, namun
beberapa unit bisnis enterprise masih perlu peningkatan untuk perubahan
mindset menuju digital mindset, hal ini terlihat dari hasil survey khususnya
dimensi people culture masih lebih rendah dibandingkan dimensi lainnya pada
variabel budaya organisasi.
Strategi human capital unit bisnis enterprise hasil konfirmatorinya adalah
strategi human capital-nya mengikuti strategi human capital di corporate-nya,
beberapa unit bisnis enterprise melakukan perubahan organisasi dalam rangka
meningkatkan kinerja unit bisnisnya.
Fokus strategi human capital unit bisnis enterprise lebih kepada
pengembangan karyawannya agar dapat menutupi gap kompetensinya. Sebagai
salah satu contoh beberapa account manager (AM) dari unit bisnis salah satu
operator memiliki gap kompetensi, dari AM yang semula banyak menawarkan
produk jaringan data internet (Leased line, VPN IP,dll) saat ini diminta untuk
menawarkan layanan digital seperti Data analytic, platform finance dan
ecommerce, dan lain lain. Secara strategi human capital unit bisnis enterprise
masih fokus pada pengembangan kompetensinya, sementara pengembangan
dari sisi lainya perlu ditingkatkan dan distandarkan strategi human capital-nya.
3) Kinerja Unit Bisnis consumer, terjadinya penurunan di revenue telepon rumah
secara signifikan, terjadi permintaan layanan unit bisnis data internet (fixed
307
broadband) termasuk layanan triple play (internet, tv video, telephone).
Kecenderungan dari hasil konfirmasi kepada pelanggan, yang dibutuhkan
adalah layanan data internet (fixed broadband) maupun mobile broadband.
Beberapa operator memberikan layanan fixed broadband di-bundling dengan
layanan tv video, hal ini dilakukan untuk mengganti revenue fixed telephone
yang menurun tajam.
Turbulensi lingkungan unit bisnis consumer tinggi, hal ini ditandai dengan
adanya produk pengganti layanan telepon (fixedphone) dengan mobile phone.
Mobile phone pun ter-distrupted oleh layanan OTT dan komunikasi suaranya
tergantikan dengan komunikasi suara melalui data internet. Sehingga unit
bisnis fixed phone harus melakukan perubahan layanannya dengan
memanfaatkan teknologi digital sehingga bisa memberikan layanan yang
lengkap seperti layanan triple play (voice, tv vide, internet).
Kepemimpinan strategis unit bisnis consumer dari hasil konfirmatori
menunjukkan kepemimpinan yang mengedepankan engaging, governing serta
technology leadership. Kepemimpinan strategis dijalankan dengan kolaborasi,
team based dan networking, serta berusaha untuk mencari teknologi baru untuk
menggantikan teknologi lama, seperti teknologi jaringan tembaga diganti
dengan teknologi fiber optic. Diperlukan peningkatan kompetensi
kepemimpinan strategis unit bisnis consumer terkait dengan disruptive
innovation.
Budaya organisasi unit bisnis consumer rata-rata baik, sudah memiliki budaya
organisasi yang fokus pada peningkatan kualitas dan kinerja perusahaan. Perlu
308
peningkatan mindset pada pelaksana tugas dilapangan, terkait perubahan
budaya pelayanan seperti di beberapa operator telekomunikasi memiliki kinerja
penilaian berupa peningkatan pelayanan pelanggan (Net Promoting Score).
Strategi human capital unit bisnis consumer sudah ada dan mengikuti strategi
unit bisnis yang ditetapkan oleh perusahaan. Strategi pengembangan human
capital disesuaikan dengan kebutuhan dilapangan, sehingga pelaksanaan
pengembangannya langsung berdampak pada kinerja operasional dilapangan.
Strategi HC masih perlu ditingkatkan sesuai dengan standar pengelolaan
human capital life cycle (people strategy).
4). Kinerja unit bisnis wholesale, atau layanan untuk pemenuhan pelanggan Other
License Operator (OLO) juga mengalami penurunan revenue, khususnya untuk
revenue trafik internasional baik yang keluar (outgoing) maupun yang kedalam
Indonesia (incoming). Hal ini disebabkan komunikasi suara yang biasanya
menggunakan jaringan trafik network komunikasi suara beralih ke trafik
network komunikasi data internet.
Turbulensi lingkungan unit bisnis wholesale tinggi hal ini terbukti dari adanya
disruptive produk komunikasi trafik internasional dan lokal yang menggunakan
komunikasi data internet. Kepemimpinan strategis unit bisnis wholesale dalam
kondisi yang rata-rata baik (governing, engaging, visioning), cakap dalam
melakukan kolaborasi dan networking, memiliki visi kedepan serta
berwawasan global. Perlu peningkatan dari sisi disruptive innovation untuk
menciptakan produk-produk yang inovatif dan memberikan layanan terbaik
kepada pelanggan wholesale.
309
Penerapan budaya organisasi unit bisnis wholesale juga dilakukan dengan baik,
diversity para pelaku menjadi bahasan pertama yang harus diselesaikan karena
perbedaan budaya para pegawai di wholesale, khususnya terkait dengan adanya
anak perusahaan di luar negeri ataupun operator telekomunikasi yang dimiliki
oleh asing.
Strategi human capital rata-rata tergolong cukup baik dan mengikuti strategi
yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, pengembangan kapabilitas dan
kompetensi masih dipengaruhi oleh budget yang telah ditetapkan dan
terkadang untuk menekan ebitda agar baik, beberapa program training luar
negeri ditunda. Strategi human capital perlu dikembangkan dan fokus pada
pengembangan human capital dengan mobility yang tinggi.
5).Kinerja unit bisnis Digital services belum memberikan hasil yang
menggembirakan karena pertumbuhan revenue-ya belum dapat mengimbangi
penurunan revenue legacy (voice,sms).
Turbulensinya tinggi karena banyak pemain bisnis digital, kepemimpinan
strategis perlu peningkatan pada kapabilitas disruptive innovation dan juga
technology leadership yang terkait dengan digital.Budaya organisasi beberapa
unit bisnis sudah baik dan menyesuaikan dengan bisnisdigital lainnya.
Peningkatan mindset budaya digital perlu dilakukan best practice kepada
perusahaan yang memang terlahir sudah born digital.
Strategi human capital penerapannya langsung dan terkadang jumlah
karyawannya sangat terbatas sehingga strategi dijalankan dengan secara
langsung praktek dilapangan. Pembahasan strategi human capital biasanya
310
dilakukan langsung oleh pimpinan unit (CEO) dan unit lainnya di bisnis digital,
biasanya ada anggota direksi pada unit bisnis digital tersebut.