bab iv hasil penelitian dan pembahasan...dilihat dari jarak rumah ke sekolah, sebagian besar di atas...
TRANSCRIPT
-
1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Lokasi Penelitian dan Karakter Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1
Singorojo Kabupaten Kendal. Sekolah ini merupakan
satu-satunya SMA di Kecamatan Singorojo yang
memiliki 11 kelas, dimana kelas X terdiri dari 4 kelas,
kelas XI ada 4 kelas terdiri dari 2 kelas XI IPA dan 2
kelas XI IPS. Kelas XII terdiri dari 3 kelas yaitu satu
kelas XII IPA dan 2 kelas XII IPS. Ditinjau dari tingkat
perekonomian orang tua siswa tergolong ekonomi
lemah dengan pekerjaan sebagian besar sebagai buruh
tani. Motivasi belajar siswa diperoleh dari penyebaran
kuesioner terhadap 94 siswa kelas XI SMA N 1
Singorojo. Dari hasil penyebaran kuesioner pada siswa
maka didapatlah siswa yang mengalami motivasi
belajar rendah sebanyak 8 orang siswa.
Tabel 4.1
Jenis Kelamin Responden
No Jenis Kelamin F %
1 Laki-Laki 6 75
2 Perempuan 2 25
Jumlah 8 100
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa sebagian besar
peserta didik yang memiliki motivasi rendah adalah
laki-laki yaitu 75%.
-
2
Tabel 4.2 Struktur Anak dalam Keluarga
No Struktur Anak f %
1 Sulung 4 50
2 Tengah 1 12.5
3 Bungsu 3 37.5
Dilihat dari status anak dalam keluarga adalah
anak sulung yaitu 50%.
Tabel 4.3
Usia Responden
No Usia f %
1 17 tahun 3 37.5
2 18 tahun 3 37.5
3 19 tahun 2 25
Usia responden sebagian besar pada kisaran 17
dan 18 tahun yaitu masing-masing 37,5%.
Tabel 4.4 Pekerjaan Orang Tua Responden
No Pekerjaan f %
1 Buruh 6 75
2 PNS 2 25
Dilihat dari latar belakang keluarganya sebagian
besar sebagai buruh yaitu 75%.
-
3
Tabel 4.5 Jarak Rumah Ke Sekolah Responden
No Jarak f %
1 0-5 km 3 37.5
2 6-10 km 2 25
3 11 - 15 km 3 37.5
Dilihat dari jarak rumah ke sekolah, sebagian
besar di atas 5 km yaitu 62,5%.
4.2 Prosedur Penelitian
Penelitian eksperimen ini dilaksanakan dengan
tiga tahapan yaitu pre test, treatment dan post test. Pre
test digunakan untuk mengetahui motivasi belajar
siswa. Pre test diberikan pada 94 siswa dari kelas XI
IPA dan XI IPS. Dari 94 siswa tersebut dapat diketahui
siswa yang memiliki motivasi rendah dan diambil 8
siswa untuk mengikuti treatment berupa layanan
konseling kelompok Behavioral.
Untuk melakukan treatment layanan konseling
kelompok Behavioral, peneliti membuat satuan layanan
sebanyak 5 kali. Setelah dilakukan treatment maka
dilakukan post test untuk mengetahui motivasi belajar
setelah kegiatan layanan konseling kelompok
Behavioral.
4.3 Analisis Deskriptif
Gambaran motivasi belajar pada peserta didik
dapat dilihat dari dua kondisi yaitu sebelum dan
sesudah treatment layanan konseling kelompok
Behavioral.
-
4
1. Data Kondisi Awal
Data motivasi belajar siswa diperoleh dari
pengisian kuesioner dengan skor terendah 1 dan
tertinggi 4. Data yang diperoleh dari 44 item
pernyataan. Selanjutnya setiap data ditransformasi ke
dalam bentuk persentase dengan cara skor yang
diperoleh dibagi skor maksimal (44 ⨯ 4) dan dikalikan
dengan 100. Untuk mengetahui tingkatan motivasi
belajar ini diperoleh dengan kriteria yang ditentukan
sebagai berikut.
Persentase maksimum = 100%
Persentase minimum = 25%
Rentang = 100% - 25% = 75%
Panjang kelas interval = 75% : 4 = 18,75%
Berdasarkan panjang kelas interval 18,75% maka dapat
dibuat kriteria sebagai berikut.
Tabel 4.6 Kriteria Motivasi Belajar
No Interval Kriteria
1 25,00 – 43,75 Sangat rendah
2 43,76 – 62,50 Rendah
3 62,51 – 81,25 Tinggi
4 81,26 – 100,00 Sangat tinggi
Berdasarkan data pre test terhadap 94 peserta
didik terdapat 8 peserta didik yang memiliki motivasi
belajar dengan persentase skor pada interval 43,76 –
62,50 dalam kategori rendah. Peserta didik yang
memiliki motivasi rendah ini selanjutnya dijadikan
sebagai subjek layanan konseling kelompok Behavioral.
Berikut gambaran motivasi belajar siswa sebelum
-
5
dilakukan treatment dari masing-masing subjek
penelitian seperti terlihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Data Pree tes Motivasi Belajar
No Responden Kode Kelas Skor
awal
Kriteria
1 R-1 AIP IIS2-01 58.33 Rendah
2 R-2 BHJ IIS2-07 58.33 Rendah
3 R-3 DE IIS2-10 58.33 Rendah
4 R-4 HSP IIS2-14 58.33 Rendah
5 R-5 SH IIS1-21 58.33 Rendah
6 R-6 AY MIA2-02 62.18 Rendah
7 R-7 AR IIS2-02 62.18 Rendah
8 R-8 KDP IIS2-17 62.18 Rendah
Sumber: data penelitian, 2015
Langkah selanjutnya dari ke 8 siswa yang
diidentifikasi memiliki motivasi belajar rendah tersebut,
dilakukan observasi secara langsung dan diberikan
treatment secara berkelompok. Sebelum peneliti
melakukan treatment, peneliti melakukan observasi
kegiatan pembelajaran di kelas XI MIA dan Sosial. Hal
ini dilakukan agar peneliti bisa mendapatkan data yang
akurat tentang motivasi belajar siswa yang dijadikan
sebagai responden tersebut.
Dari hasil observasi dalam kegiatan pembelajaran
dikelas Nampak hal-hal sebagai berikut:
1. Perilaku siswa yang nampak dalam mengikuti
pelajaran yaitu tidak percaya diri ketika ditunjuk
guru untuk tampil di depan teman-temannya
2. Minat belajar rendah
-
6
3. Adanya rasa takut dan malu yang mengakibatkan
motivasi belajarnya kurang
4. Semangat belajar yang kurang
5. Tidak konsentrasi pada saat guru menjelaskan
pelajaran di kelas
6. Tidak ada gairah mengikuti pelajaran dan
7. Sering mengantuk ketika mengikuti pelajaran.
2. Data Kondisi Akhir
Penilaian terhadap hasil konseling/treatment,
dilakukan oleh peneliti melalui penyebaran kuesioner
motivasi belajar. Sedangkan perubahan perilaku
dilakukan melalui hasil observasi oleh peneliti saat
proses pelajaran berlangsung di kelas. Berikut ini
disajikan hasil peningkatan motivasi belajar siswa
setelah dilakukan layanan konseling dan sebelum
konseling.
Tabel 4.8
Data Post Test Motivasi Belajar
No Res Kode Skor
akhir Kriteria
1 R-1 AIP 80.13 Tinggi
2 R-2 BHJ 78.21 Tinggi
3 R-3 DE 80.13 Tinggi
4 R-4 HSP 75.64 Tinggi
5 R-5 SH 80.13 Tinggi
6 R-6 AY 80.77 Tinggi
7 R-7 AR 83.33 Sangat Tinggi
8 R-8 KDP 76.28 Tinggi
Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa dari 8 peserta
didik yang mengikuti layanan konseling kelompok
Behavioral selama 5 kali pertemuan, terdapat 1 peserta
-
7
didik (12,5%) memiliki motivasi belajar sangat tinggi,
selebihnya 87,5% memiliki motivasi belajar tinggi.
4.4 Analisis Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan
bahwa layanan konseling kelompok Behavioral dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI SMA
Negeri 1 Singorojo Kendal dapat dilihat dari hasil uji
paired sample t-test.
Tabel 4.9
Data Perubahan Motivasi Belajar
Sebelum dilakukan treatment layanan konseling
kelompok diperoleh rata-rata motivasi belajar sebesar
59,77 dalam kategori rendah, sedangkan setelah
treatment diperoleh rata-rata 79,32 dalam kategori
tinggi.
1. Uji Normalitas Data
Tabel 4.10
Uji Normalitas Data
Pre test Post test
N 8 8
Normal Parametersa Mean 59.7738 79.3275
Std. Deviation 1.99256 2.51187
Most Extreme Differences Absolute .391 .250
Positive .391 .158
Negative -.261 -.250
Kolmogorov-Smirnov Z 1.105 .708
Asymp. Sig. (2-tailed) .174 .698
-
8
Hasil analisis normalitas menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai signifikansi untuk
pre test sebesar 0,174 dan untuk post test sebesar
0,698. Kedua nilai signifikansi > 0,05, yang berarti
bahwa data berdistribusi normal.
-
9
2. Uji t
Tabel 4.11
Hasil Uji t
Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa melalui
layanan konseling kelompok mampu meningkatkan
motivasi belajar dari rata-rata awal 59,77 menjadi
79,32. Hasil uji t diperoleh nilai t = 20,006 dengan nilai
signifikansi 0,000 < 0,05, yang berarti bahwa ada
perbedaan yang signifikan motivasi belajar siswa
sebelum dan setelah mengikuti layanan konseling
kelompok.
Dengan demikian hipotesis yang menyatakan
layanan konseling kelompok dengan pendekatan
Behavioral dapat meningkatkan motivasi belajar pada
siswa kelas XI SMA Negeri 1 Singorojo Kendal diterima.
4.5 Pembahasan
Penelitian ini meggunakan layanan konseling
kelompok untuk mengetahui peningkatan motivasi
belajar siswa kelas pada kelas XI melalui penerapan
konseling kelompok Behavioral. Dari hasil penyebaran
kuesioner awal didapatkan subjek penelitian sebanyak
8 orang. Kedelapan orang inilah yang nantinya
mendapatkan treatment dalam pemberian layanan
-
10
konseling kelompok. Pada tahap awal peneliti
melakukan observasi guna mengetahui penyebab
kurangnya motivasi belajar siswa. Berdasarkan
pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara
umum siswa yang memiliki motivasi belajar rendah
memperlihatkan gejala seperti: tidak percaya diri ketika
ditunjuk guru untuk tampil di depan teman-temannya,
minat belajar rendah, rasa takut dan malu yang
mengakibatkan motivasi belajarnya kurang, semangat
belajar yang kurang, tidak konsentrasi pada saat guru
menjelaskan pelajaran di kelas, tidak ada gairah
mengikuti pelajaran dan sering mengantuk ketika
mengikuti pelajaran.
Selanjutnya peneliti juga melakukan kerjasama
dengan guru mata pelajaran dan wali kelas dalam studi
dokumentasi data tentang catatan pelanggaran siswa
telah dibuat. Berdasarkan hasil data dokumentasi,
peneliti memperoleh data secara umum seperti : siswa
mengakui bahwa mereka tidak menyukai beberapa
mata pelajaran yang diajarkan oleh guru di kelas
sehingga sering kali merasa tidak antusias mengikuti
pembelajaran, tidak merasa tampil percaya diri, merasa
takut dan malu ketika ditunjuk oleh guru, mengantuk
ketika proses pelajaran berlangsung dan merasa cuek
terhadap pelajaran yang kurang dimengerti oleh siswa.
Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti mendapat
kan data-data pendukung untuk ditindaklanjuti dalam
treatment.
Treatment diberikan sebanyak 5 kali. Setelah
treatment, peneliti kembali melakukan observasi
sebagai bentuk tindak lanjut dari treatment yang telah
-
11
diberikan. Berdasarkan hasil observasi, peneliti
menemukan bahwa siswa menunjukkan peningkatan
motivasi belajar dengan gejala sebagai berikut. Tampak
perubahan perilaku siswa dimana sebelumnya siswa
masih memiliki minat belajar yang rendah seperti
bercanda dengan teman, dan sering melihat ke luar
kelas, tidak percaya diri ketika ditunjuk guru untuk
tampil didepan teman-temannya, kurang mem
perhatikan penjelasan guru, merasa takut dan malu
yang mengakibatkan motivasi belajarnya kurang,
semangat belajar yang kurang, tidak konsentrasi pada
saat guru menjelaskan pelajaran di kelas, tidak ada
gairah mengikuti pelajaran dan sering mengantuk
ketika mengikuti pelajaran di kelas. Namun sekarang
siswa bisa merubah perilakunya yaitu lebih minat
dalam belajar seperti tidak bercanda dengan temannya
dan tidak lagi main-main atau melihat keluar ketika
pelajaran berlangsung. Siswa mampu tampil percaya
diri di depan teman-temannya ketika ditunjuk oleh
gurunya, mampu memperhatikan penjelasan guru
dengan baik, siswa tidak merasa takut dan malu ketika
menjawab pertanyaan dari guru, dan bisa
berkonsentrasi pada saat guru menjelaskan pelajaran
di kelas. Serta siswa lebih bergairah mengikuti
pelajaran dan tidak mengantuk ketika mengikuti
pelajaran di kelas.
Dari hasil obsrvasi dalam kegiatan pembelajaran
dikelas Nampak hal-hal sebagai berikut: 1) perilaku
siswa yang nampak dalam mengikuti pelajaran yaitu
tidak percaya diri ketika ditunjuk guru untuk tampil di
depan teman-temannya. 2) Minat belajar rendah. 3)
-
12
Adanya rasa takut dan malu yang mengakibatkan
motivasi belajarnya kurang. 4) Semangat belajar yang
kurang. 5) Tidak konsentrasi pada saat guru
menjelaskan pelajaran di kelas. 6) Tidak ada gairah
mengikuti pelajaran dan 7) Sering mengantuk ketika
mengikuti pelajaran.
Tahap dalam pelayanan konseling kelompok
melalui 6 tahap, adapun tahap-tahap tersebut antara
lain identifikasi, diagnosa, prognosa, konseling/
treatment, evaluasi dan refleksi.
Dalam tahap identifikasi, kegiatan yang
dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi siswa-siswa
yang memiliki motivasi belajar rendah sehingga perlu
diberikan layanan konseling kelompok dengan
menerapkan konseling Behavioral, dengan cara
observasi, dan melihat hasil penyebaran kuesioner
motivasi belajar. Dalam tahap diagnose, peneliti
menggali faktor penyebab permasalahan yang dialami
oleh siswa pada motivasi belajarnya yang rendah.
Dalam tahap prognosa peneliti menentukan solusi atau
pemecahan masalah apa yang akan digunakan untuk
memecahkan masalah yang akan diberikan kepada
siswa.
Tahap konseling/ treatment bertujuan untuk
membantu siswa meningkatkan motivasi belajarnya. Di
akhir kegiatan treatmen, dilakukan tahap evaluasi
yaitu suatu tindakan atau suatu proses untuk
mengetahui hasil tindakan yang dilakukan. Dalam
penelitian ini, tahap evaluasi yang dilakukan ialah
berupa kuesioner untuk mengukur peningkatan
motivasi belajar siswa. Tahap paling akhir adalah
-
13
refleksi yaitu merupakan upaya untuk mengkaji apa
yang telah dicapai dan belum dicapai, apa yang
dihasilkan, mengapa hal tersebut terjadi demikian dan
apa yang perlu dilakukan selanjutnya, serta
mempertimbangkan bagaimana dampak tindakan
terhadap pelaksanaan konseling individu melalui
penerapan konseling Behavioral untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa yang telah diberikan.
Dalam pelaksanaan konseling kelompok tahap
pertama/treatment ke 1 ini, langkah yang dilakukan,
mempersiapkan subjek untuk melaksanakan proses
konseling individu dengan pelaksanaan konseling
kelompok Behavioral. Kedelapan siswa yang memiliki
motivasi yang rendah kemudian dikumpulkan menjadi
satu. Sebelum dilakukan konseling, terlebih dahulu
siswa diberikan informasi tentang pelaksanaan
konseling termasuk tujuan mereka mendapat konseling
Behavioral. Hal ini dilakukan agar siswa merasa siap
dan tahu maksud pemberian konseling tersebut.
Menurut Corey (2008: 345), tahap awal dalam
konseling kelompok Behavioral adalah menyampaikan
tujuannya agar klien mengetahui tentang program yang
akan dilaksanakan. Kegiatan konseling yang dilakukan
pada pertemuan pertama ini dilakukan dengan penuh
keterbukaan, agar faktor-faktor yang menjadi penyebab
permasalahan klien dapat terungkap. Corey (2008: 345)
mengungkapkan bahwa pemimpinpaa awanya harus
berusaha membuat kelompok yang menarik bagi para
anggotanya. Berdasarkan hasil layanan konseling
kelompok Behavioral paa pertemuan pertama ini dapat
terungkap bahwa yang mempengaruhi motivasi belajar
-
14
siswa selain dari diri sendiri juga dari faktor
lingkungan. Dari fakta yang ada siswa SMA khususnya
masih ada yang suka begadang sehingga ketika proses
belajar di sekolah mereka merasa mengantuk di kelas.
Selain itu juga, kurangnya metode pembelajaran yang
dilakukan guru sehingga siswa merasa kurang tertarik
dengan pembelajaran yang dilakukan. Faktor lain yang
juga mempengaruhi motivasi belajar siswa ini adalah
perhatian dari orang tua siswa yang masih kurang
terhadap anak-anaknya. Dukungan dari keluarga
sangat diperlukan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa dengan mendukung dan memfasilitasi
segala kebutuhan siswa berkaitan dengan belajarnya.
Pada tahap konseling kelompok kedua atau
treatment kedua ini dilakukan dengan memberikan
berbagai solusi masalah siswa. Dalam hal ini peneliti
memberikan suatu masalah yaitu berkaitan dampak-
dampak apa saja yang dapat kita peroleh dengan
rendahnya motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa.
Dalam kegiatan ini peneliti meminta kepada responden
untuk memikirkan hal-hal yang bisa dialami ketika kita
memiliki motivasi yang rendah. Permasalahan yang
diberikan peneliti sebagai pemimpin layanan konseling
kelompo ini dipandang penting bagi klien, karena titik
awal permasalahan yang menyebabkan motivasi belajar
rendah perlu diatasi dan dikurangi. Rose dalam Corey
(2008: 36) menyatakan bahwa masalah yang dipilih
yaguk pengobatan harus cukup penting bagi klien agar
membuat komitmen mereka untuk bekerja sehari-hari.
Pada treatment ketiga ini atas kesepakatan
bersama dilakukan konseling kelompok dengan topik
-
15
masalah yang berkaitan dengan “Hakikat Belajar”.
Pemberian topik tersebut bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami
arti belajar sehingga siswa lebih semangat belajar.
Selama kegiatan berlangsung siswa masih malu dan
merasa canggung dalam memberikan pendapat. Hal
tersebut terlihat dari kurang aktifnya siswa dalam
berpendapat dan hanya memberikan jawaban singkat
saat diberikan pertanyaan. Dalam tahap pengakhiran
guru bersama siswa menyimpulkan hasil dari tahap
kegiatan yang telah dilakukan dan menginformasikan
pelaksanaan kegiatan konseling kelompok lanjutan
yang akan segera diaksanakan. Dari hasil pengamatan
diperoleh bahwa dinamika kelompok mulai nampak
namun masih belum secara utuh karena ada beberapa
anggota kelompok yang terlihat bingung dan malu-
malu untuk mengemukakan pendapat atau
pertanyaanya.
Pemahaman anggota tentang topik yang dibahas
dapat dikatakan sudah cukup baik, tapi masih ada
beberapa anggota yang mengaku bingung dengan topik
yang dibahas tersebut. Secara keseluruhan anggota
kelompok merasa sedikit memperoleh pemahaman baru
mengenai konseling kelompok pada umumnya dan
mengenai cara mengatasi masalah pada khususnya.
Anggota kelompok merasa sangat tertarik untuk
melakukan kegiatan konseling kelompok lanjutan yang
akan dilaksanakan.
Kegiatan yang dilaksanakan lebih menekankan
pada sisi penguatan yang merupakan kunci prosedur
intervensi dalam perilaku kelompok. Penguatan
-
16
dilakukan oleh pemimpin kelompok dan anggota lain,
karena dalam setiap kegiatan layanan konseling
kelompok, setiap klien mengungkapkan permasalahan
sedangkan klien lain juga mengungkap ide-ide
solusinya. Kegiatan tersebut merupakan dari bentuk
dukungan dan perhatian dari anggota kelompok.
Peserta kelompok juga diajarkan bagaimana
memperkuat diri untuk kemajuannya (Corey, 2008:
347).
Pada konseling kelompok Behavioral tahap ke
empat/treatment yang keempat ini masih melanjutkan
pembahasan yang berkaitan dengan semangat belajar,
pemimpin kelompok masih menyinggung keterkaitan
antara bahasan sebelumya, namun topik bahasan
ditambah yang sifatnya dapat mendorong siswa untuk
meningkatkan meotivasi diri dalam belajar. Dengan
maksud agar anggota kelompok semakin paham
mengenai kegiatan konseling kelompok yang dibahas.
Dalam tahap peralihan anggota kelompok meminta
pemimpin kelompok untuk segera masuk dalam tahap
kegiatan, anggota kelompok sangat antusias untuk
segera masuk dalam tahap kegiatan. Pada tahap
kegiatan kali ini topik yang dibahas adalah tentang
Cara mengatur waktu. Tujuan dari pemberian topik
tersebut adalah agar anggota kelompok mampu
mengembangkan wawasan terhadap cara mengelola
waktu dalam berbagai bidang, terutama belajar yang
tepat dengan dirinya.
Dengan manajemen belajar yang realistis, anggota
kelompok dapat lebih mudah dalam memilih waktu
belajar yang sesuai dengan dirinya dan lebih mudah
-
17
dalam membuat rencana belajar ke depannya. Dengan
motivasi belajar yang cukup tentunya anggota
diharapkan mampu bersaing dan mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya dalam rangka mencapai
tujuan dalam hidup mereka. Kegiatan ini merupakan
bagian dari pembinaan perilaku dengan memberikan
solus-solusi yang tepat. Salah satuya bagaimana
memberikan masukan kepada klien tentang
manajemen waktu yang realistis. Hal ini sesuai dengan
pendapat Corey (2008: 348) bahwa pembinaan perilaku
untuk mempersiapkan anggota melakukan perilaku
yang diinginkan di luar kelompok. Lebih lanjut
menurut Cormier dalam Corey (2008: 349), praktek
perilaku aktual yang diinginkan harus mengambil
tempat di bawah kondisi yang serupa mungkin dala
situasi lingkungan klien. Proses diskusi yang
berlangsung mengarah pada kondisi riil klien, karena
setiap klien mengungkapkan permasalahan yang
dialami seara nyata.
Pada tahap treatmen ke lima kegiatan ini, topik
yang dibahas yaitu Kegagalan Awal dari Kesuksesan.
Topik ini bertujuan agar anggota kelompok lebih
mampu menyikapi dan memanfaatkan kesempatan
yang ada dengan optimal dan menyadari makna
kegagalan. Anggota kelompok terlihat sangat aktif
dengan adanya pendapat dan tanggapan yang muncul
dari anggota kelompok.
Pada pelaksanaan layanan konseling kelompok
yang ke 5 ini dinamika kelompok sangat baik. Semua
anggota kelompok sudah mengeluarkan pendapatnya
masing-masing tanpa harus diberikan dorongan dari
-
18
pemimpin kelompok. Pemahaman anggota kelompok
tentang topik yang dibahas juga sudah baik karena
anggota kelompok juga sudah mampu mengeluarkan
pendapat dan idenya dengan baik pula.
Pelaksanaan proses konseling/treatment ke 5
sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan, para
siswa tidak lagi menunjukkan keraguan terhadap
peneliti karena sudah terbiasa melaksanakan
konseling, siswa tidak mengalami kesulitan dalam
menyampaikan penyebab masalah yang dihadapinya,
sehingga lebih melancarkan proses konseling. Hal ini
juga diketahui dari hasil penilaian konseli (siswa)
terhadap proses konseling sangat positif. Siswa senang
bekerjasama dengan peneliti dalam mendiskusikan
masalah dan merasa puas pada awal dan selama
proses konseling berlangsung.
Kegiatan layanan konseling kelompok pada
treatmen kelima ini lebih menekankan pada
restrukturisasi kognitif karena mengidentifikasi dan
mengevaluasi serta memahami dampak perilaku negatif
dari pemikiran tertentu dan belajar untuk
menggantikan kognisi pada pikiran yang lebih realistis
dan sesuai (Corey, 2008: 349).
Secara umum siswa yang masih memiliki motivasi
belajar rendah pada kondisi awal menunjukan
peningkatan motivasi belajar dan mencapai kriteria
yang ditentukan yaitu 70%. Hal ini terlihat dari
perilaku siswa ketika mengikuti pelajaran di kelas.
Siswa menunjukkan peningkatan motivasi belajar
seperti memperhatikan penjelasan guru dengan baik,
lebih minat dalam belajar, bisa berkonsentrasi pada
-
19
saat guru menjelaskan pelajaran di kelas. Serta siswa
lebih bergairah mengikuti pelajaran dan tidak
mengantuk ketika mengikuti pelajaran di kelas.
Terjadi peningkatan yang signifikan mengenai
motivasi belajar siswa setelah diberikan layanan
melalui penerapan konseling kelompok Behavioral. Hal
ini membuktikan bahwa layanan konseling kelompok
Behavioral dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
yang rendah. Jadi berdasarkan hasil penelitian ini,
dapat disimpulkan bahwa layanan konseling kelompok
Behavioral dapat digunakan untuk meningkat kan
motivasi belajar siswa.
Layanan konseling kelompok yang diberikan,
dapat diketahui bahwa konseling kelompok Behavioral
sangat efektif digunakan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa. Siswa mengakui bahwa layanan yang
diberikan sangat membantunya dalam mengentaskan
permasalahan yang dialami sehingga terjadi
peningkatan motivasi belajar siswa. Hasil ini bisa
tercapai karena adanya kesadaran dan niat dari siswa
itu sendiri untuk meningkatkan motivasi belajarnya
dengan mengikuti kegiatan konseling kelompok dengan
serius dan antusias. Selain itu, konseling kelompok
Behavioral dapat memberikan pemahaman pada siswa
bahwa keyakinan terhadap perubahan tingkah laku
siswa itu sendiri sangat bermanfaat dan berguna bagi
kehidupan selanjutnya ketika berada dilingkungan
sekolah ataupun di luar sekolah.
Layanan konseling kelompok Behavioral yang
dilakukan lebih banyak membahas tentang motivasi
belajar, memahami pentingnya belajar, mengambang-
-
20
kan sikap mental positif dalam belajar, cara mengatur
waktu, dan kegagalan awal dari keberhasilan. Layanan
konseling Behavioral yang dilakukan tidak lepas dari
peran konselor yang berperan sebagai terapis tingkah
laku yang memainkan peran aktif dan direktif dalam
pemberian treatment konseling kelompok (Corey, 2012:
205).
Melalui pengetahuan ilmiahnya dengan proses
pendekatan yang humanis dengan konseli melakukan
proses mencari solusi-solusi yang menghambat
motivasi belajar siswa. Dengan tema-tema yang
diangkat dalam proses diskusi interaktif antara
pembimbing dengan konseli maupun antara konseli
melakukan pembahasan-pembahasan sesuai dengan
tema dan mengakitkan permasalahan yang dialami oleh
masing-masing konseli. Proses layanan konseling
kelompok ini mampu mengaplikasikan prinsip
mempelajari manusia untuk memberikan fasilitas agar
konseli melakukan perilaku maladaptif menjadi
perilaku adaptif dan menyediakan sarana untuk
mencapai sasaran konseli secara demokratis (Corey,
2012). Adanya komunikasi, diskusi dua arah
menimbulkan keterbukaan diantara konseli dan
pembimbing.
Tahapan-tahapan dalam layanan konseling
kelompok Behavioral menurut Corey (2008) digunakan
dalam penelitian ini. Pada tahap awal, pembimbing
menyampaikan tujuan layanan konseling kelompok,
sehingga para konseli ini mengetahui tentang program
yang akan dilakukan selama 5 pertemuan. Hal ini juga
membuka kesadaran pada diri konseli, bahwa ada
-
21
sesuatu yang perlu diperbaiki pada dirinya. Lebih dari
itu, pembimbing juga membangun keterpaduan,
membuat akrab dan mengidentifikasi masalah yang
muncul pada siswa untuk diperbaiki (Corey, 2008).
Tahap selanjutnya adalah menuju pelaksanaan
konseling kelompok Behavioral dengan memberikan
diskusi dengan lima tema yang terdistribusi dalam lima
kali pertemuan. Setiap materi yang diskusikan
dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi dalam
dinamikan kelompok. Satu demi satu konselin
menyampaikan permasalahan, pembimbing membuat
kesepakatan permasalahan siapa yang akan dibahas
untuk mencari solusinya. Setiap konseli diberi
kesempatan untuk mengemukakan pendapat solusinya
dan pembimbing menyimpulkan dan membuat
kesepakatan untuk melakukan kegiatan pada
pertemuan berikutnya sampai pertemuan kelima.
Layanan konseling kelompok Behavioral ini
mampu meningkatkan motivasi belajar konseli, karena
dari layanan ini timbul motivasi diri yang mendorong
untuk melakukan proses belajar dengan baik. Hal ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya Wilantara (2013),
Wirnawati (2013), Indayani (2014) menyatakan bahwa
penerapan konseling Behavioral meningkatkan motivasi
belajar, mutu belajar dan meminimalisasi perilaku
membolos.
-
22