bab iv makna tradisi sewelasan a. tradisi …digilib.uinsby.ac.id/231/7/bab 4.pdf · kecuali tiga...
TRANSCRIPT
86
BAB IV
MAKNA TRADISI SEWELASAN
A. Tradisi Sewelasan Sebagai Tradisi Ritual Keagamaan
Tradisi sewelasan merupakan tradisi keagamaan yang keberadaannya
terbentuk secara turun temurun. Bentuk peringatan tradisi ini merupakan suatu wujud
penghormatan terhadap seorang tokoh sufi yang berjasa dalam penyebaran agama
Islam. Kegiatan yang berlangsung setiap satu tahun sekali ini memberikan pengaruh
positif terhadap para santri secara khusus dan masyarakat di sekitar pesantren secara
umum.
Tradisi sewelasan atau lebih jelasnya peringatan haul Syeikh Abdul Qodir
Jaelani ini memberikan makna yang Islamis terhadap pelakunya. Dalam prakteknya,
kegiatan ini melakukan berbagai amalan yang berorientasi pada ritual peribadatan
guna meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Selain itu,
peringatan haul yang pada dasarnya arti haul merupakan suatu peringatan atas
wafatnya seorang tokoh agama Islam, hal ini memberikan suatu makna terhadap
pelaku tradisi sewelasan yang mana setiap manusia pada akhirnya akan kembali
kepada yang maha kuasa dan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya selama
di dunia. Secara tidak langsung, kegiatan ini akan mengingatkan akan adanya tahap
kematian pada manusia. Dengan mengingat terhadap adanya kematian, setidaknya
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
87
manusia akan senantiasa berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu, serta selalu
berbuat kabajikan dan senantiasa beribadah kepada Allah SWT.
Di dalam kegiatan sewelasan, terdapat beberapa amalan keagamaan yang
pada hakikatnya bernilai ibadah yang berguna untuk peningkatan keimanan terhadap
sang pencipta. Di antaranya yaitu pembacaan manaqib serta doa-doa yang ditujukan
kepada sang pencipta. Allah SWT. menganjurkan pada hambaNya untuk senantiasa
beribadah dan berdoa agar ditunjukkan jalan kebenaran, seperti yang disebutkan
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186:
اعي إذا دعاين فـليستج يبوا يل وليـؤمنوا يب وإذا سألك عبادي عين فإين قريب أجيب دعوة الد
لعلهم يـرشدون
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran. (Q.S. Al-Baqarah, 186).55
Tradisi sewelasan juga mengandung unsur sedekah. Bagi para santri
kalongan yang ikut dalam kegiatan ini masing-masing membawa berkat
55
al-Qur’an, 2 (al-Baqoroh): 186.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
88
(sajian) dari rumahnya. Berkat itu berupa nasi dan lauk ayam kampung.
Membawa makanan tersebut bertujuan untuk mendapat berkah atas amal
yang telah dilakukan. Selain itu, kita juga diharamkan untuk bersifat bakhil
antar sesame, karena bakhil dapat mempersempit rezeki, seperti yang
disebutkan dalam hadits:
ر بـيته أمساء بنت أيب بكر قالت قـلت يا رسول الله ما يل شيء إال ما أدخل علي الزبـيـ
فـيوكى عليك أفأعطي منه قال أعطي وال توكي
Dari Asma' binti Abu Bakar RA, dia berkata, "Saya telah berkata, 'Wahai Rasulullah
SAW, saya tidak memiliki sesuatu apapun kecuali apa yang telah Zubair berikan
pada rumah tangganya, apakah aku memberikan sebagiannya? " Beliau bersabda,
"Maka infakkanlah, dan janganlah kamu bakhil, sehingga Allah akan mempersempit
rezeki-Nya kepadamu. "(shahih, Muttafaq Alaih)”.
Dari pernyataan hadits diatas sudah jelas, bahwa kita dianjurkan untuk
beramal dan menginfakkan sebagian harta kita walaupun hanya sedikit, selain itu
dengan kita beramal maka Allah akan memberikan imbalan kepada kita berupa rezeki
yang setimpal.
Dalam agama Islam, sedekah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan,
dimana kita bisa saling membantu orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan.
Selain itu dalam hadits juga telah disebutkan bahwa pahala sedekah atau amal jariah
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
89
merupakan salah satu dari ibadah yang pahalanya akan tetap mengalir walaupun
orang yang mengerjakannya sudah meninggal dunia. Hadits tersebut berbunyi:
ا ذ ما ت ا بن ا د م ا نـقطع عمله ا ال من ثال ث صد قة : ل عليه السال م و قا
جا ر ية ا و علم يـنتـفع به او و لد صا لح يد عو له
Artinya: Nabi SAW. bersabda: “Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya,
kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh
yang mau mendoakan kedua orang tuannya.”56
B. Tradisi Sewelasan Sebagai Pengaruh Budaya Masyarakat
Indonesia merupakan Negara kesatuaan yang terdiri lebih dari tujuh belas
ribu pulau, lebih dari lima belas ribu suku yang mempunyai keragaman budaya, dan
terdiri dari enam agama resmi dan beragam kepercayaan. Keragaman ini menjadikan
Indonesia sebagai Negara yang besar dan keragaman budaya tersebut menjadi tanda
jati diri bangsa.
Kedatangan Islam di nusantara dan penyebarannya kepada golongan
bangsawan dan rakyat umumnya dilakukan secara damai.57 Jika terdapat peperangan
antar kerajaan, hal itu bukan karena persoalan agama namun karena dorongan politis
56 Achmad Sunarto, Bekal Juru Dakwah, (Surabaya: Al-Hidayah, 1998), 156. 57 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008), 200.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
90
untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.58 Sewaktu Islam masuk ke tanah
Jawa, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang mengandung nilai dari agama
sebelumnya seperti agama animisme, dinamisme, hindu, dan budha. Maka dengan
masuknya islam ke indonesia kususnya tanah Jawa terjadi perpaduan unsur-unsur pra
hindu, budha, dan islam.
Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran Islamisasi yang berkembang
ada enam, yaitu saluran perdagangan, saluran perkawinan, saluran tasawuf, saluran
pendidikan, saluran kesenian, saluran politik.59 Pengajaran-pengajaran tasawuf atau
para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan
kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan
diterima.60
Dalam hal ini sudah terbukti dalam catatan sejarah bahwasannya masyarakat
telah mengalami proses penerapan keyakinan. Keyakinan tersebut berakulturasi
dengan kebudayaan yang kemudian menjadi pegangan hidup bagi masyarakat. Sama
halnya dengan tradisi sewelasan. Tradisi ini telah berefolusi menjadi keyakinan yang
berakulturasi dengan kebudayaan yang kemudian dipegang oleh para santri.
Akulturasi budaya diartikan sebagai suatu proses perubahan sebuah kebudayaan
58 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1984), 27 59 Ibid., 188-195 60 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, 202.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
91
karena kontak langsung dalam jangka waktu yang cukup lama dan terus menerus
dengan kebudayaan lain atau kebudayaan asing yang berbeda. Kebudayaan tadi
dihadapkan dengan unsur-unsur lain yang lambat laun diterimanya sebagai
kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kebudayaan aslinya.61
Perlu dipahami bahwa agama merupakan sistem keyakinan yang dianut dan
diwujudkan oleh penganutnya dalam tindakan-tindakan keagamaan di masyarakat
dalam upaya memberi respon dari apa yang dirasakan dan diyakini sebagai sesuatu
yang sakral. Tradisi sewelasan merupakan salah satu tindakan keagamaan yang
diyakini oleh masyarakat dan keberadaannya dianggap sakral. Agama mengandung
ajaran dari nilai-nilai sosial pada penganutnya sehingga ajaran agama tersebut
merupakan suatu elemen yang membentuk sistem nilai budaya. Sama halnya dengan
tradisi sewelasan yang secara tidak langsung membentuk nilai budaya santri
pesantren Shibghotallah dan masyarakat disekitarnya.
Agama juga di pahami sebagai sistem yang mengatur hubungan antar manusia
dan tuhan, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungannya,
yaitu dalam bentuk pranata-pranata agama. Adapun budaya dimaknai sebagai pola
bagi kelakuan yang terdiri atas serangkaiaan aturan-aturan, resep, rencana, dan
petunjuk yang di gunakan manusia untuk mengatur tingkah lakunya. Jadi kebudayaan
bukanlah sesuatu yang hadir secara alamiyah, melainkan ia disusun oleh manusia itu
sendiri. Manusia yang menciptakan ide, tingkah laku, dan pranata sosial itu sendiri.
61Hasan Sadili, Ensiklopedi Indonesia I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1980), 231.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
92
Tradisi sewelasan diciptakan oleh beberapa guru terdahulu. Dari adanya tradisi ini
kemudian membentuk tingkah laku santri dalam mengatur hubungannya dengan
Allah dan manusia lain disekitarnya.
Unsur budaya yang terdapat dalam tradisi ini dapat dilihat dari simbol-simbol
sajian yang terdapat dalam tradisi sewelasan. Dalam tradisi ini diharuskan membuat
sajian berupa nasi dan lauk berupa ayam kampung yang dimasak utuh (tidak
dipisahkan antara kepala, sayap, badan dan kaki). Tidak ada ketentuan dalam Islam
mengenai jenis sajian yang diperuntukkan dalam upacara haul. Akibat dari tradisi
yang ada secara turun temurun menjadikan hal tersebut menjadi keharusan dalam
tercapainya kesempurnaan dalam prosesi tradisi sewelasan.
C. Tradisi Sewelasan Sebagai Media Sosialisasi
Manusia tidak dapat hidup dalam lingkungan ini secara sendiri,
antara satu dengan yang lain pasti memiliki hubungan timbal balik yang
tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan hidup
tanpa adanya bantuan orang lain, dan kita sering tidak sadar bahwa hidup
kita didapat dari pemberian orang lain.62 Selain itu, manusia juga tidak dapat
dipisahkan dengan lingkungannya. Oleh sebab itu manusia dikatakan sebagai
satu kesatuan yang terpadu atau yang biasa dikatakan sebagai sosial
kemasyarakatan.
62M. Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), 89.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
93
Tradisi sewelasan ini juga mengandung nilai-nilai sosial. Pengertian
dari sosial sendiri adalah segala sesuatu mengenai masyarakat, dan peduli
terhadap kepentingan umum.63 Secara tidak langsung tradisi sewelasan ini
dapat menumbuhkan rasa persaudaraan bersama di lingkungan masyarakat.
Bukti konkritnya adalah dengan berkumpulnya para santri dan masyarakat
guna melakukan prosesi tradisi sewelasan tersebut. Ketika mereka
berkumpul dalam satu tempat, tidak menutup kemungkinan bagi mereka
untuk melakukan kontak antara satu dengan yang lain. Para santri berkumpul
menjadi satu dari berbagai daerah dan berbagai lapisan masyrakat, guna
mengikuti prosesi kegiatan tradisi sewelasan ini. Dengan berkumpulnya
mereka tersebut maka hubungan sosial antara mereka dapat terjalin.
Dalam kenyataan lain, tardisi sewelasan ini juga mengandung nilai
sosial yaitu gotong royong. Ketika acara belum dimulai, pagi hingga sore
hari para santri bergotong royong memasak untuk digunakan sebagai
hidangan ketika acara dilaksanakan. Bagi santri kalongan ada yang
membawa masakan dari rumahnya dan bagi santri menetap juga menyiapkan
masakan bersama-sama di dalam pesantren. Tak heran jika kegiatan gotong
royong itu dilakukan, karena hidangan yang dimasak sangatlah banyak.
Hidangan yang dimasak yaitu nasi dengan lauk ayam kampung. Bagi santri
laki-laki bertugas dalam pemotongan dan pembersihan bulu-bulu ayam
63 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001),
718.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
94
sedangkan bagi santri perempuan bertugas memasak nasi dan memasak ayam
yang sudah dipotong dan dibersihkan tersebut. Terdapat ratusan ekor ayam
kampung yang dimasak dalam acara ini sehingga membutuhkan kerja sama
yang tinggi guna menyelesaikannya sebelum acara sewelasan dimulai.
Makna sosial lain yang terkandung dalam tradisi sewelasan ini yaitu
nilai saling mengasihi dengan kegiatan beramal. Bagi santri kalongan, untuk
hidangan berupa nasi dan lauk ayam kampung tersebut mereka bawa sendiri
dari rumahnya, itu sama halnya dengan beramal untuk para santri lain yang
kondisi ekonominya kurang terpenuhi. Jadi tradisi sewelasan secara tidak
langsung mengajarkan pada para santri terhadap kepedulian antar sesama.
D. Transformasi Ide Kiai Terhadap Para Santri
Tradisi sewelasan muncul di pesantren Shibghotallah berdasarkan
atas transformasi yang diberikan oleh guru kiai Abdul Hadi ketika beliau
menimba ilmu di pesantren Tambak Beras, kemudian beliau terapkan kepada
para santrinya sekarang. Dengan adanya penurunan ide kiai terhadap santri
tersebut menjadikan tradisi sewelasan dapat bertahan dan lestari
keberadaannya hingga sekarang. Dalam bukunya Islam Pesisir, Prof. Dr. Nur
Syam mengatakan tentang pelestarian suatu tradisi sebagai berikut:
Setiap tradisi dilestarikan melalui proses pelembagaan yang dilakukan oleh kaum elitnya. Dalam pelembagaan tradisi tersebut, sesungguhnya dimaksudkan agar tradisi yang memiliki rangkaian panjang dengan tradisi sebelumnya tidak hilang begitu saja, akan tetapi menjadi bagian tak terpisahkan dari generasi ke generasi berikutnya. Inilah yang disebut
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
95
sebagai pewarisan nilai, kebiasaan, moral, dan ajaran-ajaran suci yang diabsahkan melalui proses transformasi, sosialisasi, dan enkulturasi.64
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa suatu tradisi akan dapat
tetap eksis jika terdapat pihak yang dinilai dapat berpengaruh kepada
masyarakat yang mampu memberikan kesadaran terhadap mereka agar
tradisi tersebut tetap dilakukan dan dapat lestari dari generasi ke generasi.
Terdapat beberapa media sebagai alat transformasi suatu tradisi dari
kiai terhadap para santri. Di antaranya yaitu melalui forum pengajian ketika
di pesantren. Dalam pengajian tersebut, seoarang guru/ kiai dapat
menjelaskan kepada santri tentang seberapa penting tradisi tersebut harus
dilakukan serta berbagai manfaat yang ditimbulkan dari melakukan tradisi
itu. Melalui penjelasan dalam pengajian tersebut kemudian menimbulkan
penguatan-penguatan (reinforcement) terhadap adanya suatu tradisi. Melalui
proses penguatan yang dilakukan secara berkali-kali kemudian menjadikan
hal tersebut sebagai tindakan yang disadari akan arti penting serta maknanya
bagi kehidupan. Selain itu, pemberian pengalaman kepada para santri
(enkulturasi) juga dapat berpengaruh terhadap eksisnya suatu tradisi. Ketika
para santri terlibat dalam prosesi tradisi sewelasan, maka secara langsung
atau tidak langsung akan memberikan pengalaman terhadap para santri
tentang anggapan pentingnya pelaksanaan sewelasan.
64 Nur Syam, Islam Pesisir, 211.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
96
Ketika para santri sudah mengerti akan makna tradisi sewelasan serta telah
mempraktekkannya, maka hal itu akan menimbulkan pada sesuatu yang telah ia
pegang dan ia jalani selama ini menjadi tradisi yang diwajibkan. Berpegang pada
tradisi, dalam bahasa Jawa nguri-uri tradisi, pada suatu masyarakat menjadi tanda
kuatnya ikatan pada hal-hal yang selama ini mereka jalankan.65
Dapat kita sadari bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak mudah
berubah. Jika setiap pedoman bagi kehidupan tersebut berubah, maka kehidupan
manusia akan menjadi kacau. Mekanisme yang menahan perubahan-perubahan
kebudayaan tersebut adalah nilai-nilai budaya itu sendiri. Sebab, nilai-nilai budaya
tersebut berisikan keyakinan-keyakinan yang menjadi pedoman bagi kehidupan
masyarakat. Dan, bertahan atau tidaknya suatu nilai budaya disebabkan oleh kuat dan
mendalamnya keyakinan-keyakinan keagamaan yang mengejawantah dalam bentuk
kebudayaan, karena pada saat nilai-nilai budaya suatu kebudayaan itu berintikan atau
berasaskan keyakinan agama, ia bersifat sakral dan suci.66
Dalam hal kebudayan, sebenarnya selalu ada kemungkinan bahwa
kebudayaan atau ideologi yang lebih tinggi akan mempengaruhi kebudayaan atau
ideologi yang kurang kuat dan ideologi yang kuat akan merubah ideologi yang
65 Kuntowijoyo dkk, Agama dan Pluralitas Budaya Lokal, (Surakarta: Penerbit Pusat Studi
Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2003), 27. 66 Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002), 76.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
97
kurang kuat.67 Namun hal ini bergantung pada situasi saat itu. Sama halnya dengan
budaya tradisi sewelasan. Karena kuatnya ideologi yang ditransformasikan oleh kiai
terhadap santri tentang makna tradisi sewelasan ini, kemudian menjadikan mereka
merasa bahwa peringatan sewelasan ini perlu untuk dilaksanakan dan dilestarikan
agar budaya ini tidak hilang atau berubah.
Islam menggalakkan para pemeluknya agar selalu mengadakan barang yang
belum ada, merintis jalan yang belum ditempuh, membuat inisiatif dalam hal
keduniaan yang memberi manfaat kepada masyarakat. Meskipun kita mengerti dan
pernah melakukan suatu tradisi dalam kebudayaan, namun tidak menutup
kemungkinan untuk kita seleksi apakah tradisi tersebut berkontribusi positif atau
tidak. Seperti yang disebutkan oleh Endang Saifuddin dalam bukunya “Agama dan
Kebudayaan” tentang sikap yang seharusnya dimiliki para muslim terhadap
kebudayaan:
Pertama, umat Islam memelihara unsur-unsur, nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan yang sudah ada yang positif; Kedua, umat Islam menghilangkan unsur-unsur, nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan yang sudah ada yang negatif; Ketiga, umat Islam menumbuhkan unsur-unsur, nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan yang belum ada yang positif; Keempat, umat Islam harus bersikap receptive, selective, digestive, assimilative dan transmissive terhadap kebudayaan umumnya; Kelima, umat Islam harus menyelenggarakan pengudusan atau penyucian kebudayaan, agar kebudayaan tersebut sesuai,sejalan, atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma Islam sendiri; tegasnya: umat Islam harus menyelenggarakan Islamisasi kebudayaan.68
67 Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Shalahuddin Press dan
Pustaka Pelajar, 1994), 40. 68 Endang Saifuddin, Agama dan Kebudayaan, (Bandung: PT. Bina Ilmu Surabaya, 1979),
57-58.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping
98
Dengan memahami secara benar, dari segi ilmiah dan dari segi akidah-
dieniyah, tentang agama Islam dalam kaitannya dengan kebudayaan (dan peradaban),
berarti kita memelihara kesejatian dan orisinalitas agama Islam sebagai agama
wahyu, dan menempatkan secara proposional kedudukan agama dan kebudayaan
pada posisinya sendiri-sendiri, mendudukkan nisbah, relasi dan relevansi antara
agama dan kebudayaan menurut garis akidah Islam.69
69 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis,
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), 22.
Edited with the trial version of Foxit Advanced PDF Editor
To remove this notice, visit:www.foxitsoftware.com/shopping