bab1-5
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trigliserida adalah bentuk dari lemak yang tersimpan dalam tubuh dan
banyak ditemukan di jaringan adipose. Trigliserida dipakai dalam tubuh
terutama untuk menyediakan energi bagi berbagai proses metabolik, suatu
fungsi yang hampir sama dengan fungsi karbohidrat. Akan tetapi, beberapa
lipid, terutama kolesterol, fosfolipid, dan sejumlah kecil trigliserida, dipakai
untuk membentuk semua membrane sel dan untuk melakukan fungsi-fungsi
sel yang lain.(Guyton,2003).
Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah dapat meningkatkan
kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida
dalam darah seperti kegemukan, minum alkohol, makan gula, makan lemak.
Asupan makanan yang mengandung kadar lemak jenuh yang tinggi dapat
meningkatkan efek trigliserida di dalam tubuh seseorang. Jika kadar
trigliserida meningkat, maka kadar kolesterol pun akan meningkat pula.
Trigliserida yang berlebih dalam tubuh akan disimpan di dalam jaringan kulit
sehingga tubuh terlihat gemuk. Seperti halnya kolesterol, kadar trigliserida
yang terlalu berlebih dalam tubuh dapat membahayakan kesehatan terutama
dapat menyumbat pebuluh darah yang bias mengakibatkan penyakit jantung
dan strok iskemik.
2
Secara tradisional banyak tanaman yang dapat berfungsi sebagai obat
penurun kadar trigliserida. Namun demikian, penggunaan tanaman obat
tersebut kadang-kadang hanya didasarkan pada pengalaman dan belum
didukung oleh penelitian terutama uji farmakologinya. Salah satu obat
tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat penurun
trrigliserida adalah tanaman belimbing. Tanaman tersebut secara empiris
mempunyai khasiat untuk penurunan kadar trigliserida. Adapun kandungan
pektin pada dinding sel belimbing mampu mengikat kolesterol dan asam
empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pengelurannya. Buah
belimbing memiliki kandungan energi kalori, protein, lemak, karbohidrat,
mineral, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, serat,
dan air. Selain itu belimbing juga memiliki kandungan serat yang baik
sehingga dapat membantu melancarkan proses pencernaan, dan mengandung
kadar kalium tinggi, serta natrium yang rendah sebagai obat hipertensi.
Berdasarkan latar belakang inilah, dilakukan penelitian tentang
pengaruh belimbing terhadap penurunan kadar trigliserida,pada mencit Untuk
memberikan bukti yang lebih nyata tentang pengaruh belimbing terhadap
penurunan kadar trigliserida sehingga diharapkan belimbing sebagai obat
tradisional dapat dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes di kalangan
masyarakat.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah yaitu
apakah jus belimbing mempunyai efek menurunkan kadar trigliserida darah
pada mencit?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus buah
belimbing terhadap kadar trigliserida pada mencit.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan, diharapkan hasil yang diperoleh dapat
bermanfaat bagi peneliti dan juga bagi masyarakat luas. Berikut manfaatnya :
1. Bagi peneliti, sebagai suatu bentuk pengembangan ilmu pengetahuan
mengenai pengaruh pengaruh jus buah belimbing terhadap kadar
trigliserida
2. Bagi masyarakat, memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang
kesehatan dan juga memberikan informasi tambahan mengenai pengaruh
pengaruh jus buah belimbing terhadap kadar trigliserida terutama yang
meiliki kadar trigliserida tinggi.
3. Bagi peneliti selanjutnya, memberikan gambaran serupa dengan lebih
lengkap kepada peneliti selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Trigliserida
1. Pengertian Trigliserida
Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah
dan berbagai organ dalam tubuh. Dari sudut ilmu kimia trigliserida
merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang mengikat gugus asam
lemak (A.P. Bangun, 2003).
Trigliserida dalam tubuh digunakan untuk menyediakan energy
berbagai proses metabolisme. Fungsi lipid ini mempunyai peranan yang
hampir sama dengan karbohidrat yaitu memberi energi untuk tubuh
(Arthur C Guyton,1991)
Trigliserida merupakan lemak di dalam tubuh yang terdiri dari 3 jenis
lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak jenuh tunggal, dan lemak tidak
jenuh ganda (library.usu.ac.id).
2. Metabolisme Trigliserida
a. Sintesa trigliserida
Sebagian besar sintesa trigliserida terjadi dalam hati tetapi ada juga
yang disintesa dalam jaringan adipose. Trigliserida yang ada dalam
hati kemudian ditransport oleh lipoprotein ke jaringan adipose,
5
dimana trigliserida juga disimpan untuk energi (Arthur C. Guyton,
1991).
b. Transport trigliserida
Kebanyakan lemak makanan dalam bentuk triasigliserol. Pencernaan
lemak terjadi di usus kecil dan isi lemak direaksikan dengan lipase
karena larut dalam air. Materi lipid diubah menjadi globula-globula
kecil yang teremulsi oleh garam empedu (Arthur C. Guyton, 1991).
Pada mukosa intestinum, trigliserida disintesa kembali dan dilapisi
protein. Selanjutnya asam lemak akan berdiskusi masuk ke sel lemak
dan disintesa menjadi trigliserida (Artur C. Guyton, 1991)
3. Faktor-Faktor Yang Dapat Menyebabkan Peningkatan Dan Penurunan
Kadar Trigliserida
a. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kadar trigliserida
adalah konsumsi lemak yang berasal dari nabati, lemak nabati ini
memang tidak mengandung kolesterol namun mengandung trigliserida
yang tinggi contoh durian dan kelapa.
b. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kadar trigliserida adalah
konsumsi makanan tinggi protein yang tak berlemak, mengkonsumsi
buah–buahan dan sayuran segar yang mengandung serat tinggi,
berolahraga minimal 30 menit perhari, dan menghentikan kebiasaan
merokok dan minum – minuman beralkohol.
6
4. Metode Pemeriksaan Trigliserida
a. Ultra senrtifuge
Metode ini merupakan pemisahan fraksi – fraksi lemak. Lemak akan
bergabung dengan protein membentuk lipoprotein. Berat jenis
lipoprotein ditentukan dari perbandingan antara banyaknya lemak dan
protein. Semakin tinggi perbandingan antara lemak dan protein, maka
semakin rendah berat jenisnya. Berat jenis lemak murni lebih rendah
dari pada berat jenis air.
b. Elektroforesa
Metode ini dapat memisahkan kilomikron, betalipoprotein,
prebetalipoprotein, dan alfalipoprotein. Serum diteteskan pada selaput
dari selulosa atau kertas saring yang diletakkan pada medan listrik.
Kemudian intensitas warna yang terbentuk diukur dengan
densitometer (Pusdiknakes, 1985).
c. Enzim kolorimetri (GPO - PAP)
Metode ini trigliserida akan dihidrolisa secara enzimatis menjadi
gliserol dan asam bebas. Kompleks warna yang terbentuk diukur
kadarnya menggunakan spektrofotometer (Dyasis No 1 5710 99 83
021 R )
7
B. Belimbing
1. Pengertian
Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan tanaman hortikultura
yang tumbuh di daerah tropis. Sumber genetik dari keanekaragaman
belimbing terdapat di Malaysia. Tanaman ini terbagi menjadi dua jenis yaitu
belimbing manis (carambola) dan belimbing wuluh (bilimbi). Jenis belimbing
yang banyak dibudidayakan adalah belimbing manis. Pohon belimbing
berkayu keras dan tinggi pohon dapat mencapai 12 m. Pohon belimbing tidak
terlalu besar dengan diameter batang sekitar 30 cm. Daun belimbing termasuk
daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun tersusun berhadapan atau
berseling pada tangkai bersama dan umumnya berjumlah 7 – 17 helai. Daun
muda berwarna kemerahan, setelah tua berwarna hijau muda (Sunarjono
2004). Bentuk morfologi buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 1.
Dalam taksonomi tumbuhan, belimbing diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Oxalidales
Famili : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa carambola L. (belimbing manis)
8
Belimbing bukan termasuk tanaman musiman. Panen buah belimbing
dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Panen besar biasanya bulan Juli – Agustus.
Umur petik dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah
yang iklimnya basah seperti Jakarta, umur petiknya sekitar 35-60 hari setelah
pembungkusan atau 65-90 hari setelah bunga mekar (Rukmana 1996).
Gambar 1. Buah belimbing (Averrhoa carambola L)
Varietas belimbing unggul adalah varietas yang memiliki produktivitas
yang tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit, ukuran buah besar dan
warna menarik, serta dapat ditanam diberbagai kondisi lingkungan baru. Jenis
varietas unggulan yang ada di Indonesia diantaranya varietas Sembiring,
Siwalan, Dewi, Demak Kapur, Demak Kunir, Demak Jingga, Pasar Minggu,
9
Wijaya, Paris, Filipina, Taiwan, Bangkok dan varietas Malaysia. Dua varietas
belimbing unggul nasional yaitu: varietas Kunir dan Kapur.
Buah belimbing memiliki kandungan nutrisi dan vitamin yang sangat
bermanfaat. Kandungan vitamin C yang tinggi dalam belimbing bermanfaat
sebagai antioksidan yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh dan
mencegah radikal bebas. Nutrisi yang terkandung dalam 100 gram buah
belimbing dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam 100 gram buah belimbingNutrisi Satuan Kadar
Air G 91,38Energi Kkal 31Protein G 1,04Lemak G 0,33Karbohidrat G 6,73Diet serat G 2,8Gula G 3,98Kadar abu G 0,52Kalsium Mg 3,00Besi Mg 0,08Fosfor Mg 12Seng Mg 10Vitamin C Mg 34,4Folat Μg 12Asam pantotenat Mg 0,39Vitamin B1 Mg 0,03Vitamin B2 Mg 0,02Kalium Mg 133
Sumber : USDA Nutrient Database (2010)
Selain itu, kandungan buah belimbing memiliki pektin. Pektin
merupakan polisakarida yang diperoleh dari buah-buahan dan digunakan
dalam pembuatan jeli serta digunakan sebagai bahan tambahan untuk
pengental dalam makanan (Nogrady, 1992 ; Rilantono dkk., 1996).
Pektin bersifat koloid reversibel, yaitu dapat larut dalam air, diendapkan,
dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa perubahan sifat fisiknya.
10
Penambahan air pada pektin kering akan terbentuk gumpalan seperti pasta
yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat dipercepat dengan cara
ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa larutan koloid
pada kertas lakmus bereaksi asam. Pektin tidak larut dalam alkohol dan
pelarut organik lainnya seperti metanol, aseton atau propanol. Semakin cepat
pektin larut dalam air maka akan semakin cepat untuk mengendapkannya
dengan suatu elektrolit. Larutan pektin bersifat asam disebabkan karena
adanya gugus karboksilat (Michelle, 1993 ; Kasim dkk., 2008).
2. Pektin
11
C. Hewan Percobaan
Penelitian dengan menggunakan hewan percobaan tikus putih jantan
karena tikus putih jantan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan
kehamilan seperti pada tikus putih betina. Oleh karena itu, tikus putih jantan
mempunyai tingkat kecepatan metabolisme obat yang lebih tinggi dan
kondisi biologis tubuh yang lebih stabil bila dibandingkan tikus betina
(Amori, 1996 ; Barnett, 2007).
1. Sistematika Hewan Percobaan
Sistematika tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dalam hewan
percobaan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
(Anonim A, 2010)
Gambar 3. Rattus norvegicus
2. Karakteristik Hewan percobaan
Tikus putih yang digunakan sebagai hewan percobaan, relatif resisten
terhadap infeksi. Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan
12
percobaan yang lain, yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur
anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan
tikus putih tidak mempunyai kandung empedu (Amori 1996;Barnett, 2007).
Tikus putih dapat tinggal soliter dalam kandang dan hewan ini lebih
besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium,
tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Barnett, 2007).
Tikus putih jantan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
jenis tikus putih galur wistar karena saat ini tikus putih galur wistar paling
popouler digunakan untuk penelitian laboratorium. Hal ini ditandai oleh
kepala lebar, panjang telinga dan ekor yang lebih panjang dibanding
tubuhnya. Tikus putih galur wistar lebih aktif daripada jenis lain seperti tikus
putih galur dawley dan galur long evans (Tucker, 1997).
13
D. Kerangka Teori
Buah belimbing (Averrhoa carambola L) mengandung serat yang larut dalam
air yaitu pektin. Pektin berfungsi untuk mengikat lemak, kolesterol dan
trigliserida yang dikeluarkan bersama feses, sehingga trigliserida dalam tubuh
berkurang.
Buah pisang mengandung serat yaitu pektin
Fungsi pektin yaitu dapat
mengikat trigliserida atau
menyerap trigliserida
Membentuk gel
Absorpsi trigliserida terganggu dan dikeluarkan bersama feses
trigliserida tubuh akan berkurang
14
E. Kerangka Konsep
Variabel independen adalah variabel bebas yang mempengaruhi
variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah jus Buah belimbing (Averrhoa carambola L), sedangkan variabel
dependen (variabel terikat) yang dipengaruhi oleh variabel independen adalah
kadar trigliserida darah pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur
wistar.
F. Hipotesis
Pemberian Buah belimbing (Averrhoa carambola L) dengan dosis bertingkat
yaitu 2,52 cc, 5,04 cc dan 7,56 cc dapat mempengaruhi kadar trigliserida
dalam darah pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur wistar.
Jus Buah belimbing (Averrhoa carambola L) dengan 3 tingkatan dosis yaitu :
dosis 1 = 2,52cc
dosis 2 = 5,04cc
dosis 3 = 7,56cc
Kadar trigliserida darah pada
tikus putih jantan (Rattus
norvegicus) galur wistar
15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat sederhana yaitu dengan pre and posttest
control group design. Dilakukan pretest pada kelompok tersebut, dan diikuti
intervensi pada kelompok eksperimen. Setelah beberapa waktu, dilakukan
posttest pada kelompok tersebut sehingga terlihat perbedaan hasil posttest
pada kelompok akibat pengaruh dari intervensi atau perlakuan yang
diberikan (Notoatmodjo, 2010)
Pretest Treatment Postest
Kel. Kontrol Negatif (-) O1 T1 O2
Kel. Eksperimen O1 T2 O3
Kel. Eksperimen O1 T3 O3
Kel. Eksperimen O1 T4 O3
Table
Keterangan gambar 6 sebagai berikut :
O1 : Hasil pengukuran trigliserida pada tikus sebelum perlakuan (kadar
trigliserida awal)
T1 : Kontrol negatif ( - ) pemberian aquades
O2 : Hasil pengukuran trigliserida tikus pada kelompok kontrol
O3 : Hasil pengukuran trigliserida pada tikus setelah perlakuan
16
T2 – T4 : Pemberian 3 peringkat cc sari buah pisang
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
1.1. Tahap Persiapan dan Perlakuan
Tahap persiapan dan pemberian perlakuan akan dilakukan di Balai
Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) dan Laboratorium
Rumah Sakit Bintang Amin Husada Universitas Malahayati.
1.2. Tahap Pengukuran
Pengukuran kadar kolesterol darah tikus putih jantan akan dilakukan
di Laboratorium Rumah Sakit Bintang Amin Husada Universitas
Malahayati.
C. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan antara tanggal 2012 sampai 2012.
D. Subjek dan Sampel Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur
wistar yang diperoleh dari Komp. Perkebunan (KPPT) Jl. Daan Mogot km.
16,5 Kalideres Jakarta Barat 11850.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah tikus putih galur wistar dengan usia antara 2
bulan, berat badan antara 150-200 gram dan berjenis kelamin jantan.
17
E. Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor dengan perhitungan jumlah
perlakuan x jumlah pengulangan x jumlah tikus = 5 x 5 x 1 = 25 ekor tikus
putih.
F. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Penentuan besar
sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer (Maryanto dan
Fatimah, 2004). Rumus Federer : (t-1) x (n-1) > 15.
Keterangan :
n = besar pengulangan tiap kelompok
t = banyaknya perlakuan
(t-1) x (n-1) > 15
(5-1) x (n-1) > 15
4 x (n-1) > 15
n - 1 > 3,75
n > 4,75
Dengan demikian, setiap kelompok terdapat minimal 5x pengulangan.
Penelitian memilih untuk menggunakan 5 ekor tikus putih tiap kelompok
dengan jumlah kelompok sebanyak 5 kelompok sehingga jumlah seluruh
subjek penelitian sebanyak 25 ekor.
18
G. Klasifikasi Variabel
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sari buah pisang yang dibuat
dengan 3 dosis yang berbeda dalam tingkat cc, yaitu 2,52 cc, 5,04 cc dan
7,56 cc.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol darah tikus
putih jantan galur wistar sebelum dan sesudah diberi sari buah pisang.
3. Variabel terkendali
a. Berat badan
Berat badan adalah berat badan awal tikus yang digunakan yaitu antara
150 gram - 200 gram
b. Umur
Umur adalah hidup tikus dari saat dilahirkan sampai dilakukan
penelitian.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah bagian dari anatomi tubuh yang dicirikan jantan
atau betina. Jenis kelamin yang digunakan pada percobaan ini dibuat
homogen dengan jenis kelamin jantan. Faktor-faktor ini sangat
berpengaruh pada hasil penelitian. Karena faktor tersebut dapat
dikendalikan dengan cara memilih tikus putih dengan berat badan,
umur dan jenis kelamin yang sama.
19
d. Buah Belimbing
Belimbing yang dipakai dalam percobaan ini adalah belimbing manis
yang dihaluskan dengan menggunakan blender.
4. Variabel tidak dapat dikendalikan
a. Makanan
Makanan sangat berpengaruh pada penelitian ini, karena tingkat
konsumsi makanan yang berbeda. Dilakukan pemberian makanan
secara alami dengan pemberian pakan pur (jagung, kedelai, garam,
vitamin, dan mineral) yang berupa pellet butiran ukuran 1 mm dengan
bentuk padat, diproduksi dari PT JAPFA COMFEED Indonesia.
Tiap 50 gr mengandung :
- Air : maks 12%
- Protein kasar : min 16,5%
- Lemak kasar : 3-7%
- Serat kasar : maks 6%
- Abu : maks 14%
- Kalsium : 3,5-4%
- Pospor : 0,6-0,9%
b. Hormonal
Faktor ini akan mempengaruhi hasil penghitungan. Karena sifatnya
subjektif yang tidak bisa diukur dan dinilai.
20
c. Penyakit
Beberapa gangguan penyakit dapat mempengaruhi kadar
kolesterol,sehingga relatif untuk dikendalikan.
d. Genetik
Dengan pemilihan tikus jenis yang sama diharapkan faktor ini dapat
dikendalikan walaupun kecil kemungkinannya.
e. Kondisi Psikologik Hewan
Kondisi kandang dan pengambilan darah akan mempengaruhi kondisi
psikologik hewan tersebut.
H. Devinisi Operasional Variabel
1. Jus buah belimbing (Averrhoa carambola L)
Jus buah belimbing yaitu belimbing manis yang telah dihaluskan. Sari
buah pisang dibuat dalam tiga tingkatan dosis yang berbeda yaitu 2,52 cc,
5,04 cc dan 7,56 cc.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.
2. Kadar Kolesterol Darah
Kadar kolesterol darah tikus putih jantan kadar kolesterol yang diukur
sebelum perlakuan dan setelah diberi perlakuan.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.
21
G. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
a. Spektrofotometri
Spektrofotometri digunakan untuk mengukur kadar kolesterol darah.
Spektrofotometri yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 1
buah.
b. Mikropipet
Mikropipet yang diperlukan untuk penelitian ini berjumlah 2 buah,
masing-masing mikropipet digunakan untuk mengambil serum
kolesterol.
c. Spuit Oral
Spuit oral yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 buah yang
digunakan untuk memasukan aquades, kolesterol dan sari buah pisang
ke dalam mulut tikus.
d. Beker Glass
Beker glass yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah 3 buah
yang masing-masing berukuran 250cc, digunakan sebagai wadah untuk
menampung aquades, kolesterol dan sari buah pisang.
e. Spuit Disposable
Spuit disposable yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah 25
buah dengan masing-masing ukuran 5cc, digunakan untuk mengambil
darah pada tikus putih.
22
f. Centrifuge
Centrifuge yang diperlukan dalam penelitian ini berjumalah 1 buah
digunakan untuk mensentrifugasi sampel darah yang akan diperiksa
kadar kolesterolnya.
g. Kandang Tikus
Kandang tikus digunakan untuk mengadaptasikan tikus selama
penelitian. Ukuran kandang tikus dengan panjang 80cm, tinggi 50cm
dan lebar 50cm. Jumlah kandang yang diperlukan adalah 5 buah.
h. Kamera Digital
Kamera digital yang digunakan adalah kamera ponsel merk Blackberry
Torch 9800 dengan ukuran kamera 5 megapixel.
2. Bahan penelitian
a. Sari Buah Pisang
Buah pisang yang digunakan adalah pisang ambon. Daging buah pisang
dihaluskan dengan cara diblender kemudian dibagi dalam 3 dosis
yang berbeda yaitu 2,52cc, 5,04cc dan 7,56cc.
b. Aquades
Aquades dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol.
c. Kolesterol
Kolesterol dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol
positif.
Kolesterol yang digunakan adalah minyak jelantah dengan dosis 5cc.
23
Minyak jelantah didapat dari rumah makan.
e. Serum
Serum digunakan untuk menghitung kadar kolesterol darah.
I. Dosis Penelitian
Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/
100 g (Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi setengah
kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1989).
Takaran konversi dosis untuk manusia dengan berat badan (BB) 70kg pada
tikus dengan BB 200 g adalah 0,018. Rata-rata orang Indonesia beratnya 50 kg
(Laurence and Bacharach, 1964 dalam Anggara, 2009).
Dosis buah pisang yang digunakan adalah dosis yang biasa dipakai di
masyarakat, yaitu 85 – 100 gram per hari. Maka dosis untuk tikus, yaitu :
Dosis I = 1260 mg/200 grBB tikus setara dengan 2,52 cc/200grBB tikus
Dosis II = 2520 mg/200grBB tikus setara dengan 5,04 cc/200grBB tikus
24
Dosis III = 3780 mg/200grBB tikus setara dengan 7,56 cc/200grBB tikus
Berbagai tingkatan dosis tersebut diperoleh dari perolehan hitungan rumus yang
terlampir pada lampiran.
J . Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Sari Buah Pisang (Musa paradisiaca)
Sari buah pisang didapat dengan cara menghaluskannya
menggunakan
blender. Setelah sari buah pisang didapat dilanjutkan dengan
pemberian
secara peroral dengan menggunakan spuit, dibagi dalam 3 dosis yang
berbeda
2,52 cc, 5,04 cc, 7,56 cc.
2. Aklimatisasi Hewan Uji
Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur
wistar
25
yang dibagi menjadi 5 kelompok dan dipelihara dalam kandang
berukuran
80 x 50 x 50 cm dengan alas serbuk kayu dan ditutup kawat dilengkapi
tempat
tempat makan yang diisi dengan pakan pur secara alami dan
minum
serta dibersihkan 3 hari sekali secara berkala selama 2 minggu.
3. Pretest Pengukuran Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar
Sebanyak 25 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur
wistar
yang telah diaklimatisasi sudah dibuat hiperkolesterolemia dengan
pemberian
minyak jelantah sebanyak 5cc setiap hari selama 7 hari kemudian
dilakukan
pengambilan kadar kolesterol darah. Pengambilan darah sebanyak 1cc
dari
bagian peri orbita yang ditampung dalam penampung darah
kemudian
di laboratorium RS Pertamina Bintang Amin di centrifuge selama 15
menit,
lalu dihitung kadar kolesterol darah tikus dengan fotometer.
26
4. Pemberian Sari Buah Pisang (Musa paradisiaca)
Setelah dilakukan pengambilan darah pretest, hari ke 8
diberikan
sari buah pisang dengan dosis 2,52 cc untuk kelompok perlakuan I,
dosis
5,04cc untuk kelompok perlakuan II, dan dosis 7,56 cc untuk
kelompok
perlakuan III yang dilakukan selama 1 minggu.
5. Postest Pengukuran Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar
Setelah diberikan perlakuan selama 1 minggu maka 25 ekor tikus
putih
jantan (Rattus norvegicus) galur wistar dilakukan penghitungan
kadar
kolesterol darah posttest dengan mengambil darah tikus dari
bagian
jantungnya sebanyak 1cc dan dilakukan ditempat dan cara yang sama
dengan
pengukuran pretest.
6. Penghitungan Kadar Kolesterol
Penghitungan kadar kolesterol darah tikus putih jantan
(Rattus
norvegicus) galur wistar ini dengan membuat daftar kadar
kolesterol
27
kelompok kontrol dan perlakuan dari data penghitungan kadar k
olesterol
darah pretest dan posttest, kemudian selanjutnya diolah
menggunakan
program SPSS versi 16.
K. Analisis Data
Data diolah menggunakan program komputer SPSS versi 16. Data yang
didapat dianalisis secara statistik dengan uji Homogenitas, kemudian dilanjutkan
dengan uji Oneway ANOVA. ANOVA merupakan uji parameter, sehingga
asumsi penggunaan uji parameter harus dipenuhi, yaitu : distribusi normal, varians
homogen, dan
purposive sampling (Sudjana, 1982).
Uji Oneway ANOVA digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
rerata kadar kolesterol diantara lima kelompok perlakuan. Jika terdapat perbedaan
yang signifikan dilanjutkan dengan Post-hoc multiple comparisons test uji Least
Significant Difference (LSD) dengan α =5% untuk melihat lebih jelas perbedaan
antar kelompok perlakuan (Sudjana, 1982). Sedangkan untuk mengetahui besar
penurunan kadar kolesterol pada tiap-tiap kelompok digunakan paired sample
28
test. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 5% dan data disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik.
I. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer, yaitu
data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber. Parameter yang diamati
dalam penelitian ini adalah jumlah implantasi uterus mencit setelah
pemberian paparan elektromagnetik handphone. Untuk mengetahui jumlah
implantasi, uterus dikeluarkan dan dibedah sehingga dinding dalam uterus
terlihat lalu dimasukkan ke dalam amonium sulfida. Jumlah bintik hitam
yang tampak pada dinding dalam uterus yang direndam dalam amonium
sulfida itu dicatat sebagai jumlah implantasi (Kanedi, 1996).
Data yang diperoleh akan diolah secara statistik dengan menggunakan
program SPSS 16. Data dianalisis dengan menggunakan uji one way
ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan.
Apabila terdapat perbedaan yang nyata,maka dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2012 di
BPPV (Balai Penelitian dan Penyidikan Veteriner) dengan memberikan
paparan elektromagnetik berupa sinyal handphone GSM frekuensi 900 Mhz
pada 4 kelompok mencit yang masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor
30
mencit. Kemudian dari 7 ekor mencit, dipilih sebanyak 5 ekor untuk dijadikan
sampel penelitian.
B. Hasil Penelitian
Dari 4 kelompok sampel tersebut didapatkan gambaran rata-rata
jumlah implantasi uterus mencit setelah diberikan paparan elektromagnetik
handphone sebagai berikut :
Tabel 4.1 Rata-rata jumlah implantasi uterus mencit
Kelompok perlakuanRata-rata jumlah implantasi
uterus mencit SDKontrol 13,20 0,837
Perlakuan 1 jam 12,40 0,548Perlakuan 2 jam 11,80 0,837Perlakuan 3 jam 10,80 0,837
Dari data peneitian didapatkan bahwa rata-rata jumlah implantasi
uterus mencit yang paling tinggi terdapat pada kelompok kontrol yaitu
sebesar 13,20 0,837 SD. Sedangkan rata-rata jumlah implantasi uterus
mencit yang paling rendah terdapat pada kelompok perlakuan 3 jam yaitu
sebesar 10,80 0,837 SD.
Kemudian dianalisis dengan uji statistik one way ANOVA untuk
mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok
sampel, didapatkan nilai p = 0,001 yang berarti terdapat perbedaan yang
bermakna antara kelompok sampel atau H1 diterima. Selanjutnya untuk
mengetahui perbedaan jumlah implantasi uterus mencit antar kelompok, maka
dilakukan analisis uji lanjut BNT menggunakan Post Hoc test.
31
Uji lanjut dengan menggunakan Post Hoc Test bahwa kelompok yang
bermakna perbedaannya ialah antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan 3 jam dengan nilai p = 0,000.
C. Pembahasan
Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang dapat memastikan bagaimana
penyebab turunnya jumlah implantasi uterus setelah paparan elektromagnetik
handphone. Hal tersebut hanya dapat diasumsikan sebagai akibat rendahnya
keberhasilan fertilisasi. Menurut (Sadler, 2000) fertilisasi adalah proses
penyatuan gamet pria dengan wanita yang terjadi di daerah ampulla tuba
fallopii yang mencakup 3 fase yaitu, fase pertama penembusan korona
radiata, fase kedua penembusan zona pelusida dan fase ketiga fusi oosit dan
membran sel sperma.
Dalam penelitian ini menggunakan mencit betina sebagai hewan
percobaan, maka yang berperan dalam proses fertilisasi adalah sel gamet
betina atau ovum. Ovum sendiri dihasilkan dari ovarium melalui proeses
oogenesis. Dimana proses tersebut melibatkan kerja hormon FSH (Folikel
Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon) yang dikeluarkan oleh
hipofisis anterior yang sebelumnya di rangsang oleh hipotalamus (Sarwono,
2008).
Secara pemikiran dapat dijelaskan bahwa panas radiasi yang
dipaparkan dekat dengan kepala mencit yang sedang hamil dapat
mengganggu hipotalamus. Mencit tersebut mengeluarkan hormon yang
32
dikeluarkan oleh hipofisis anterior yaitu hormon perangsang folikel dan
lutein. Selain itu hipotalamus yang terkena paparan elektromagnetik
handphone tersebut akan mengganggu hormon hipofisis posterior yang
menghasilkan hormon oksitosin. Sehingga apabila hormon tersebut
terganggu, maka mungkin saja fertilisasi mencit itu pun akan terganggu yang
salah satunya adalah implantasi itu sendiri.
Hormon perangsang folikel dan hormon lutein yang terganggu
pengeluarannya dapat menyebabkan folikel yang terdapat di ovarium tidak
tumbuh sebagaimana mestinya. Sehingga apabila pertumbuhan folikel
tersebut terganggu maka blastokista yang seharusnya terbentuk dari folikel
tersebut tidak bisa berimplantasi. Selain itu terganggunya pengeluaran
hormon oksitosin yang berfungsi untuk kontraksi uterus dapat juga
mempengaruhi tempat implantasi dari blastokista itu sendiri. Oleh karena itu,
maka bisa saja implantasi yang terdapat pada uterus mencit tersebut
mengalami penurunan seiring dengan dosis elektromagnetik handphone yang
semakin tinggi.
Menurut penelitian yang dilakukan di Yale University yang
mempelajari efek radiasi yang dihasilkan dari handphone dengan melakukan
percobaan kepada tikus yang sedang hamil. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa bayi kemungkinan akan mengalami kecacatan perkembangan pada
otak seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) (detik, 2012).
Kemudian penelitian sebelumnya juga menunjukkan terjadinya pemendekan
dari panjang badan fetus mencit hasil paparan elektromagnetik terhadap
33
induknya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini yang menunjukan terjadi
penurunan jumlah implantasi uterus mencit.
Berikut ini adalah beberapa efek lain yang ditimbulkan oleh radiasi
ponsel:
1. berkurangnya kesuburan pria, pria yang sering menaruh ponsel di saku celana
mengalami penurunan jumlah produksi sperma sebanyak 30% dari produksi
normalnya
2. Meningkatnya peluang terjadi kanker otak
3. Kerusakan sel-sel di telapak tangan
4. Menyebabkan sel-sel darah kebocoran hemoglobin
5. Menyebabkan kehilangan daya ingat dan kebingunan mental
6. Menyebabkan sakit kepala dan kelelahan kronis
7. Timbulkan sakit pada persendian, kejang otot
8. Menimbulkan rasa panas seperti terbakar dan bintik-bintik merah di kulit
9. Menghilangkan aktivitas elektrik otak pada saat tidur
10. Menimbulkan bunyi berdeting di telinga, serta merusak indera penciuman
11. Memicu terjadinya katarak, kerusakan retina dan kanker mata
12. Membuka pembatas darah otak terhadap virus dan racun
13. Mengurangi jumlah dan efisiensi sel darah putih
14. Menstimulus asma dengan memproduksi histamin di dalam sel-sel
15. Menimbulkan masalah pencernaan dan meningkatkan kadar kolesterol
16. Menimbulkan stres pada sistem endokrin, khususnya pankreas, tiroid,
ovarium dan testis
34
17. Riset pun menunjukkan bahwa radiasi ponsel dapat mengaktifkan mercuri
dalam tambalan gigi sehingga menghasilkan sejenis gas beracun
18. Menurunkan gairah sex (Mahardika, 2007)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Terdapat pengaruh radiasi elektromagnetik handphone terhadap
jumlah implantasi uterus mencit.
B. Saran
Penulis menyarankan :
35
1. Kepada ibu hamil untuk dapat mengurangi durasi dalam pemakaian
handphone.
2. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat menguji jenis handphone
yang bertipe CDMA dan alat-alat yang memancarkan gelombang
elektromagnetik seperti, televisi, monitor komputer, lampu neon dan lain-
lain. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat meneliti berapa ambang
batas jarak aman sampai berbahaya handphone dengan objek yang akan
ditelitinya.