backup1 bab i
DESCRIPTION
TA gua, hasil revisianTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan salah satu jenis penyakit infeksi. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penderita tuberkulosis
memiliki gejala seperti batuk kronis, demam dan rasa nyeri di bagian dada (Tjay
dan Rahardja, 2007). Tuberkulosis dapat disebarkan dari penderita melalui droplet
yang dikeluarkan ketika batuk, bersin atau bicara (Raviglione and O’Brien, 2004).
Pada tahun 2009 indonesia menduduki urutan ke lima penderita tuberkulosis
terbanyak di dunia, sedangkan pada tahun 2010 indonesia menduduki urutan ke
empat terbanyak di dunia dengan pravelensi sekitar 690.000 per tahun (World
Health Organization, 2010; World Health Organization, 2011). Kasus tuberkulosis
juga akan meningkat akibat pandemi HIV/AIDS (Departemen Kesehatan RI,
2006).
Masalah lain yang timbul dalam kasus tuberkulosis adalah munculnya kasus
resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
baik lini pertama maupun lini kedua (Departeman Kesehatan RI, 2006). Resistensi
ini timbul akibat ketidakpatuhan pasien untuk minum obat karena terapinya yang
lama dan memiliki efek samping (Zhang, 2005). Jenis resistensinya dapat berupa
monoresistensi, MDR, XDR, atau TDR. MDR adalah jenis resistensi terhadap
lebih dari satu jenis obat lini pertama yaitu rifampisin dan INH (World Health
Organization, 2012). Pada tahun 2008, diperkirakan terdapat 3,6% kasus resistensi
MDR Mycobacterium tuberculosis dengan jumlah kejadian sebanyak 390.000-
510.000 kasus. Lima puluh persen dari kasus resistensi ini dilaporkan
menyebabkan kematian (World Health Organization, 2010). Jika tidak ditangani
dengan baik dapat menyebabkan epidemik tuberkulosis yang sulit diatasi (Olson
et al., 2012). Permasalahan resistensi obat ini mendorong perlunya penelitian
mengenai obat baru dalam menanggulangi masalah tuberkulosis. Usaha
pengembangan obat baru dapat dilakukan dengan eksplorasi dari bahan alam
berdasarkan pendekatan etnomedisin dan pendekatan kemotaksonomi.
Kedondong hutan (Spondias pinnata) merupakan salah satu tanaman yang
termasuk dalam suku Anacardiaceae dan digunakan untuk pengobatan oleh
masyarakat Bali. Umumnya masyarakat menggunakan kedondong hutan untuk
mengatasi batuk kronis (Hutapea et al., 1994). Juniarta (2011) melaporkan ekstrak
metanol daun kedondong hutan memiliki aktivitas antituberkulosis terhadap
bakteri Mycobacterium tuberculosis MDR. Aktivitas antituberkulosis tersebut
akan meningkat setelah ditambahkan rifampisin. Ekstrak metanol daun
kedondong hutan pada konsentrasi 10 mg/mL memberikan hambatan sebesar
73,26%. Sedangkan pada konsentrasi 50 dan 250 mg/mL memberikan hambatan
sebesar 100% (Juniarta, 2011). Ekstrak etanol 80% daun kedondong hutan pada
konsentrasi 10 dan 100 mg/mL baik tunggal maupun dikombinasi dengan
rifampisin memberikan hambatan terhadap Mycobacterium tuberculosis MDR
masing-masing sebesar 94,94% dan 100% (Medisina, 2012). Hasil penelitian
Medisina (2012) menunjukan ekstrak etanol 80% daun kedondong hutan lebih
potensial dengan ekstrak metanol daun kedondong hutan yang sudah dilakukan
oleh Juniarta (2011). Selain itu pelarut etanol bersifat kurang sitotoksik daripada
pelarut metanol (Tiwari et al., 2011). Oleh sebab itu daun kedondong hutan
memiliki prospektif untuk diteliti lebih lanjut sebagai obat antituberkulosis.
Ekstrak etanol 80% daun kedondong hutan mengandung golongan senyawa
terpenoid, polifenol, dan flavonoid (Medisina, 2012). Fraksi pemisahan dari
ekstrak tersebut mengandung senyawa isoflavon, auron, flavon, flavonol, dan
terpenoid yang aktif terhadap Mycobacterium tuberculosis MDR. Fraksi ini pada
konsentrasi 1 mg/mL mampu memberikan persentase hambatan sebesar 72,35%
(Savitri, 2013). Selain itu penelitian dari genus yang sama dengan kedondong
hutan membuktikan senyawa golongan triterpenoid dari ekstrak metanol kulit
batang Spondias mombin L. memiliki aktivitas terhadap Mycobacterium
tuberculosis H37Rv pada dosis 64 µg/ml. Penelitian yang lain membuktikan
kandungan Biflavonoid dari tanaman yang masih satu famili dengan kedondong
hutan yaitu Rhus succedabea L. pada dosis 12,5 mg/mL memberikan persentase
hambatan pada Mycobacterium tuberculosis H37Rv sebesar 96% (Meei Lin et al.,
2001; Olugbuyiro et al., 2009).
Berdasarkan uraian diatas, akan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
memperoleh kandungan golongan kimia ekstrak etanol 80% daun kedondong
hutan yang bertanggung jawab terhadap aktivitas penghambatan isolat
Mycobacterium tuberculosis MDR. Penelitian ini akan memberikan kontribusi
besar terhadap kajian ilmiah dalam pengembangan obat baru. Proses penelitian ini
dilakukan melalui proses pemisahan yang dipandu aktivitas (Sarker dan Nahar,
2007). Kandungan kimia dari ekstrak etanol 80% daun kedondong hutan
dilakukan dengan metode kromatografi vakum cair. Kromatografi vakum cair
merupakan metode yang ** Fraksi dari ekstrak etanol 80% daun kedondong hutan
akan dideteksi profil kandungan kimianya menggunakan pendeteksi flavonoid dan
terpenoid. Setelah itu pada setiap fraksi akan dilakukan uji aktivitas
antituberkulosis terhadap isolat Mycobacterium tuberculosis MDR.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana profil kandungan kimia fraksi hasil pemisahan ekstrak etanol 80%
daun S. pinnata dengan KLT-pereaksi pendeteksi terpenoid dan flavonoid ?
2. Bagaimana aktivitas antituberkulosis fraksi-fraksi hasil pemisahan ekstrak
etanol 80% daun S. pinnata terhadap isolat M. tuberculosis MDR ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui profil kandungan kimia fraksi hasil pemisahan ekstrak
etanol 80% daun S. pinnata dengan KLT- pereaksi pendeteksi terpenoid dan
flavonoid.
2. Untuk mengetahui aktivitas antituberkulosis fraksi-fraksi hasil pemisahan
ekstrak etanol 80% daun S. pinnata terhadap isolat M. tuberculosis MDR.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar acuan
pengembangan obat fitofarmaka tubekulosis MDR dari daun kedondong hutan (S.
pinnata).