bahan epilepsi

127
BAB I PENDAHULUAN Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh bangsa Yunani , baru pada abad ini kejang demam dibedakan dengan epilepsy. 1,2 Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi.2 Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.1,2 Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (ekstrakranial : ekstra = di luar, kranium : rongga tengkorak. Ekstrakranial : di luar rongga tengkorak).1 Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki. Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung) penderita kejang demam.2 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Upload: syahidunsri

Post on 26-Oct-2015

87 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: bahan epilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh bangsa Yunani , baru pada abad ini kejang demam dibedakan dengan epilepsy. 1,2

Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi.2 Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.1,2

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (ekstrakranial : ekstra = di luar, kranium : rongga tengkorak. Ekstrakranial : di luar rongga tengkorak).1

Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.2

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki. Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung) penderita kejang demam.2

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Page 2: bahan epilepsi

2.2. Epidemiologi

A. Frekuensi

· Amerika Serikat

Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke 5. Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.

· Internasional

Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.

B. Mortalitas/Morbiditas

· Kejang demam biasanya tidak berbahaya.

· Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit lebih tinggi dibandingkan yang tidak (2% : 1%).

· Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya meliputi kejang demam kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga, dan hambatan pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai kemungkinan 10% mendapatkan kejang demam.

C. Ras

Kejang demam terjadi pada semua ras.

D. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.

E. Usia

Kejang demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun.

2.3. Etiologi

Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan oleh :

· infeksi saluran pernafasan atas,

· otitis media,

· pneumonia,

· gastroenteritis, dan

· infeksi saluran kemih.

Page 3: bahan epilepsi

Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.3

Penyebab lain kejang disertai demam adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.4

2.4. Faktor Resiko

Sedangkan faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah :11

1. Umur

a. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.

b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.

c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

2. Jenis kelamin

Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

3. Suhu badan

Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.

4. Faktor keturunan

Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.6 Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi.7

Page 4: bahan epilepsi

Faktor –faktor lain diantaranya:

· riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,

· perkembangan terlambat,

· problem pada masa neonatus,

· anak dalam perawatan khusus, dan

· kadar natrium rendah.

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren.

o Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:

§ Usia muda saat kejang demam pertama

§ Suhu yang rendah saat kejang pertama

§ Riwayat kejang demam dalam keluarga

§ Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang

o Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren.

2.5. Patofisiologi

Kelangsungan hidup sel otak memerlukan energi yang didapat dari metabolisme glukosa melalui suatu proses oksidasi. Dimana dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan dengan perantaraan paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular.11,12,13

Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium ( K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah oleh adanya :

1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

Page 5: bahan epilepsi

2. rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya

3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan11,12,13

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengakibatkan adanya perubahan keseimbangan membran neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan perantaraan neurotransmiter sehingga terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, dan tergantung dari tinggi rendahnya nilai ambang kejang, seorang anak menerita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan ambang kejang yang rendah. Sehingga dalam penanggulangan anak dengan ambang kejang demikian perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa anak tersebut akan mendapat serangan. 11,12,13

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi pada kejang lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian tadi adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron. 11,12,13 Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

Berdasarakan referensi lain, mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada beberapa faktor fisiologis yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge (rabas) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik. Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glumaterik. Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter asam amino (glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksistasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis (termasuk glioma tumbuh lambat hematoma, gliosis, dan malformasi arteriovenosus) menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal diambil secara bedah. Kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan konvulsi berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan terjadinya epilepsi pada manusia pasca cedera otak. Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang

Page 6: bahan epilepsi

berulang-ulang dari lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus kallosum.

Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan imatur. Kejang tertentu pada populasi pediatri adalah spesifik umur (misal spasme infantil) , yang menunjukkan bahwa otak yang kurang berkembang lebih rentan rerhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa. Faktor genetik menyebabkan setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi famili telah dikenali, termasuk konvulsi neonatus benigna (20q), epilepsi mioklonik juvenil (6p), dan epilepsi mioklonik progresif (21q22.3), Adalah amat mungkin bahwa dalam waktu dekat dasar molekular epilepsi tambahan, seperti epilepsi rolandik benigna dan kejang-kejang linglung, akan dikenali. Juga diketahui bahwa substansia abu-abu memegang peran integral pada terjadinya kejang menyeluruh. Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam substansia abu-abu, menyebabkan peningkatan pada ambilan 2 deoksiglukosa pada binatang dewasa, tetapi ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam substansia abu-abu bila binatang imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa imaturitas fungsional substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan kerentanan kejang otot imatur. Lagipula, neuron pars retikulata substansia abu-abu (substantia nigra pars reticulata (SNR) sensitif-asam gama aminobutirat (GABA) memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa saluran aliran keluar substansia abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang tetapi tidak menyebabkan mulainya kejang. Penelitian eksitabilitas neuron, mekanisme hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sipnapsis perambatan kejang dan kelainan seseptor GABA.5

2.6. Klasifikasi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun, insidens tertinggi pada umur 18 bulan.

Kejang demam dibagi atas :

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure).5,6

· Berlangsung singkat (< 15 menit) dan umumnya akan berhenti sendiri.

· Kejang berbentuk umum (bangkitan kejang tonik dan atau klonik), tanpa gerakan fokal.

· Kejang hanya sekali / tidak berulang dalam 24 jam.

· Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)5,6

· Berlangsung lama (> 15 menit).

· Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.

· Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Page 7: bahan epilepsi

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % bangkitan kejang demam.

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didauhului kejang parsial.

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang demam.

2.7. Manifestasi Klinik

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 30oC atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-tonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih lama 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Jika ada keragu-raguan berkenaan dengan kemungkinan meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS) terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering.

Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.

A. Anamnesis

v Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP.

v Riwayat Kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga (kakak-adik, orang tua).

v Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lainnya.

B. Pemeriksaan Fisik

· Kesadaran

· suhu tubuh

· tanda rangsang meningkat

· tanda peningkatan tekanan intracranial seperti: kesadaran menurun, muntah proyektil, fontanel anterior menonjol, papiledema tanda infeksi di luar SSP.

· Tanda ifeksi diluar SSP misalnya otitis media akut, tonsilitis, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain1

C. Pemeriksaan Nervi Kranialis

Umumnya tidak dijumpai adanya kelumpuhan nervi kranialis

Page 8: bahan epilepsi

2.8. Kriteria Diagnosis

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi <> 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam.

Ø Kejang didahului oleh demam

Ø Pasca kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15 menit

Ø Pemeriksaan punksi lumbal normal

Pengamatan kejang tergantung pada banyak faktor, termasuk umur penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnya sehat meliputi glukosa puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan EEG. Peragaan discharge (rabas) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalah diagnostik epilepsi, tetapi kejang jarang terjadi dalam laboratorium EEG. EEG normal tidak mengesampingkan diagnosis epilepsi, karena perekaman antar-kejang normal pada sekitar 40% penderita. Prosedur aktivasi yang meliputi hiperventilasi, penutupan mata, stimulasi cahaya, dan bila terindikasi, penghentian tidur dan perempatan elektrode khusus (misal hantaran zigomatik), sangat meningkatkan hasil positif, discharge (rabas) kejang lebih mungkin direkam pada bayi dan anak daripada remaja atau dewasa.

Memonitor EEG lama dengan rekaman video aliran pendek dicadangkan pada penderita yang terkomplikasi dengan kejang lama dan tidak responsif. Monitor EEG ini memberikan metode yang tidak terhingga nilainya untuk perekaman kejadian kejang yang jarang diperoleh selama pemeriksaan EEG rutin. Tehnik ini sangat membantu dalam klasifikasi kejang karena ia dapat secara tepat menentukan lokasi dan frekuensi discharge (rabas) kejang saat perubahan perekaman pada tingkat yang sadar dan adanya tanda klinis. Penderita dengan kejang palsu dapat dengan mudah dibedakan dari kejang epilepsi sejati, dan tipe kejang (misal, kompleks parsial vs menyeluruh) dapat lebih dikenali dengan tepat, yang adalah penting pada pengamatan anak yang mungkin merupakan calon untuk pembedaan epilepsi.

Peran skenning CT atau MRI pada pengamatan kejang adalah kontroversial. Hasilnya pada penggunaan rutin tindakan ini pada penderita dengan kejang tanpa demam pertama dan pemeriksaan neurologis normal adalah dapat diabaikan. Pada pemeriksaan anak dengan gangguan kejang kronis, hasilnya adalah serupa. Meskipun sekitar 30% anak ini menunjukkan kelainan struktural (misal atrofi korteks setempat atau ventrikel dilatasi), hanya sedikit sekali manfaat dari intervensi aktif sebagai akibat dari skenning CT dengan demikian, skenning CT atau MRI harus dicadangkan untuk penderita yang pemeriksaannya neurologis abnormal. Kejang sebagian yang lama, tidak mempan dengan terapi antikonvulsan, defisit neurologis setempat, dan bukti adanya kenaikan tekanan intrakranial merupakan indikasi untuk pemeriksaan pencitraan saraf.

Pemeriksaan CSS terindikasi jika kejang berkemungkinan terkait dengan proses infeksi, perdarahan subaraknoid, atau gangguan demielinasi. Uji metabolik spesifik digambarkan pada seksi mengenai kejang neonatus dan status epileptikus.

Page 9: bahan epilepsi

2.9. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium

· Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.

· Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya : darah perifer, elektrolit dan gula darah.

· Lumbal pungsi :

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.

Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan satu-satunya tanda meningitis.

Factor resiko meningitis pada pasien yang datang dengan kejang dan demam meliputi berikut ini:

Kunjungan ke dokter dalam 48 jam

Aktivitas kejang saat tiba di rumah sakit

Kejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti merah-merah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensi

Pemeriksaan saraf yang abnormal

§ Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada :

- Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

- Bayi > 18 bulan tidak rutin

§ Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

B. Pencitraan

· Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :

- Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

- Paresis Nervus VI

- Papiledema

· CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang demam kompleks.

C. Tes lain (EEG)

Page 10: bahan epilepsi

· Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.

· Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas; misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.

· EEG tidak diperlukan pascakejang demam sederhana karena rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi untuk kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk berkembang epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang menetap selama lebih dari 15 menit, berulang selama beberapa jam atau hari, dan kejang setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang demam berulang dan sebagian kecil menderita kejang berulang berkali-kali. Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9 bulan, kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila beberapa faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak yang menderita kejang demam dan tidak ada faktor resiko.

2.10. Diagnosis Banding

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis, dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.3

Adapun diagnosis banding kejang pada anak dan bayi adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.

Kejang pada anak merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Gangguan primer mungkin terdapat intrakranium atau ekstrakranium. Berbagai penyakit intra serebral dan gangguan metabolik yang juga dapat menyebabkan kejang antara lain :

1. Kelainan intrakranium

- Meningitis

- Ensefalitis

- Infeksi subdural dan epidural

- Abses otak

- Trauma kepala

- Stroke dan AVM

- Cytomegalic inclusion disease

2. Gangguan metabolik

Page 11: bahan epilepsi

- Hipoglikemi

- Defisiensi vitamin B-6

- Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiria

- Keracunan

3. Epilepsi

Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.

MENINGITIS6

Meningitis merupakan peradangan selaput otak yang disebabkan oleh bakteri patogen. Ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.

Manifestasi klinis

a. Anamnesis

Meningitis bakterialis pada anak seringkali didahului infeksi pada saluran napas atas atau pencernaan seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah. Demam, nyeri kepala dan meningismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran merupakan hal yang sangat sugestif meningitis. Banyak gejala meningitis berkaitan dengan usia; anak berusia kurang dari tiga tahun jarang mengeluh nyeri kepala.

b. Pemeriksaan fisik

· Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabel

· Dapat juga ditemukan ubun-ubun yang menonjol, kaku kuduk atau tanda rangsang meningeal lain, kejang dan defisit neurologist fokal.

· Tanda rangsang meningeal mungkin tidal ditemukan pada anak kurang dari satu tahun.

Kriteria diagnosis

è Diagnosis ditegakkan dengan manifetasi klinis dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang

· Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah, biakan darah.

· Pungsi lumbal : jumlah sel 100-10.000/µl, dengan hitung jenis sel polimorfonuklear, protein 200-500mg/dl, glukosa < 40mg/dl, pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi, identifikasi antigen (aglutinasi latex)

Page 12: bahan epilepsi

· Pada kasus berat pungsi lumbal harus ditunda (dengan pemberian antibiotika empiris, penundaan 2-3 hari tidak mengubah niulai diagnostik kecuali untuk identifikasi kuman

· Pemeriksaan CT atau MRI kepala (pada kasus berat)

· Pemeriksaan eletroensefaligrafi bila ada kejang

ENSEFALITIS6

Ensefalitis ialah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, misalnya bakteri, ptozoa, cacing, spichaeta, atau virus. Penyebab yang tersering dan terpenting adalah virus. Pada banyak pasien sering terjadi keterlibatan leptomeningeal (meningoensefalitis), sedangkan ensefalomielitis menunjukkan keterlibatan medulla spinalis. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari demam tidak tinggi disertai sakit kepala, sampai keadaan berat, koma, kejang dan kematian. Awitan ensefalitis dapat secara tiba-tiba atau gradual. Komplikasi yang dapat terjadi termasuk kenaikan tekanan intrakranial, edema otak dan syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) secretion. Ensefalitis dapat menyebabkan gejala sisa neurologis seperti kejang/ epilepsi, tuli, atau buta.

Manifestasi klinis

· Gejala khas berupa suhu naik mendadak, dapat sampai hiperpireksi, nyeri kapala, muntah dan perubahan tingkah laku

· Kedaran menurun

· Kejang umum dan/atau fokal atau hanya ’twitching’ saja. Pada kejang fokal dicurigai penyebab virus herpes simpleks

· Gejala serebral lainnya dapat berupa ataksis, paresis, paralisis, afasia dan sebagainya.

· Gerakan involunter (bila terkena ganglia basalis)

Pemeriksaan laboratorium

· Pemeriksaan LCS, biasanya jernih dengans el normal, atau sedikit meningkat 50-500 per mm3, hitung jenis didominasi sel limfosit.

· Banyak pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan namun jarang bersifat diagnostik.

· Darah tepi lengkap, dapat menunjukkan polimorfonuklear ringan atau leukositosis mononuklear.

· Pemeriksaan cairan serebrospinal : biasanya cairan jernih, jumlah sel normal aqtau sedikit meningkta terutama limfosiy, sedikit peningkatan protein, kadar gula normal atau sedikit menurun.

· Biakan darah.

· Elektrolit lengkap.

· Pemeriksaan serologik darah.

· MRI/CT scan kepala biasanya hanya memperlihatkan edema otak baik umum maupun fokal.

· EEG biasanya menunjukkan gambaran abnormal berupa aktivitas gelombang lambat umum.

Page 13: bahan epilepsi

2.11. Penatalaksanaan

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu

(1) pengobatan fase akut ;

(2) mencari dan mengobati penyebab ; dan

(3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

1. Pengobatan fase akut

Penatalaksanaan saat kejang :

Sering kali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang, yang perlu diperhatikan adalah ABC (Airway, Breathing,Circulation). Perhatikan juga keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan Intravena (IV). Dosis diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgbb/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maks 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atu dirumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg dengan berat diatas 10 kg. dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun dan dosis 7,5 mg diatas 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum terhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam IV dengan dosis 0,3 -0,5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgbb IV perlahan-lahan 1 mg/kgbb/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang tidak berhenti juga maka pasien harus dirawat diruang intensif. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan dapat menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

Pemberian Antipiretik :

Pemberian antipiretik tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan obat ini mengurangi resiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan dalam 4 kali pemberian per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen adalah 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetilsalisilat tidak dianjurkan karena kadang dapat menyebabkan sindrom Reye pada anak kurang dari 18 bulan.

Page 14: bahan epilepsi

Pemberian Antikonvulsan :

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulang kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC (level I, rekomendasi A)

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (level II, rekomendasi E)

Pemberian obat rumat :

Pemberian obat rumat hanya diberikan dengan indikasi berikut:

· Kejang lama >15 menit

· Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retatdasi mental, hidrosefalus.

· Kejang fokal

· Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:

o Kejang berulang 2 X atau lebih dalam 24 jam

o Kejang demam 4 X atau lebih pertahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelaian neurologis tidak nyata misalkan keterlambatan perkembangan ringan bukan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat :

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulang kejang (level I). berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D).

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Dosis asam valproat pada anak anak adalah 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan dosis fenobarbital 3-4mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

Lama Pengobatan Rumat :

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diberhentikan secara bertahap selama 1-2 tahun.

2. Mencari dan mengobati penyebab.

Page 15: bahan epilepsi

Pemeriksaan LCS dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu :

(1) profilaksis intermiten saat demam dan

(2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari

Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukan suhu >38,5oc. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Digunakan fenobarbital 4-5 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis atau obat lain seperti asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgbb/hari. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)

2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap

3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.

4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur <12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi 1 kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.

VAKSINASI :

Sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT asalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangakan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau MMR. Beberapa dokter maka merekomendasikan parasetamol padasaat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

2.12. Komplikasi10

Page 16: bahan epilepsi

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan kejang demam antara lain:18

o sewaktu terjadi serangan kejang demam :

§ trauma akibat jatuh atau terhantuk objek sekitar

§ mengigit tangan orang lain

§ aspirasi cairan ke dalam paru yang dapat menimbulkan pneumonia

o efek samping obat antikonvulsan yang digunakan seperti hiperaktivitas, iritabilitas, letargi, rash, dan penurunan intelegensia

o komplikasi meningitis sebagai etiologi kejang demam

o kejang berulang tanpa disertai demam

2.13. Prognosis3,6,13

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis :

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

1. KematianDengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian.Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.

2. Terulangnya KejangKemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.

3. EpilepsiAngka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :

- riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

- kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS

- kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.

4. HemiparesisBiasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.

5. Retardasi Mental

Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ

Page 17: bahan epilepsi

yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

Kemungkinan berulangnya kejang demam :

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia < 12 bulan

3. Suhu rendah saat kejang demam

4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor Resiko terjadinya epilepsi :

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan risiko epilepsi sampai 4%- 6%; kombinasi faktor risiko tersebut meningkatkan risiko epilepsi menjadi 10%-49%. Risiko epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat/profilaksis pada kejang demam.

2.14. Edukasi pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan cara antara lain:

1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberi informasi tentang risiko kejang berulang

4. Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping obat

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang :

1. Tetap tenang dan tidak panik

Page 18: bahan epilepsi

2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher

3. Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan masukkan apapun ke dalam mulut.

4. Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang

5. Tetap bersama anak selama kejang

6. Berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti.

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung 5 menit.

2.15. Pemantauan6

· Tumbuh kembang. Walaupun secara umum benign, tapi sangat mencemaskan orang tua, akibat kejadian berulangnya tinggi, meningkatkan kejadian epilepsy dan dapat merusak jaringan otak.

· Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat dirumah sakit apabila :

o Kejang demam kompleks

o Hiperpireksia

o Kejang demam pertama

o Usia dibawah 6 bulan

o Dijumpai kelainan neurologis

Bagan penatalaksanaan kejang demam pada anak :

BAB III

PENUTUP

Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas 380c) tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak diatas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.4

Klasifikasi dari kejang demam :

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam kompleks. 3,4,5

Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu :

Page 19: bahan epilepsi

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat.3 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

STATUS EPILEPTIKUS : PENYEBAB, PATOFISIOLOGI DAN PENANGANANNYA

STATUS EPILEPTIKUS (SE)

PENDAHULUAN

Status epileptikus merupakan keadaan kedaruratan neurologik medik utama dalam kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas. Istilah SE (status epileptikus) digunakan sebagai gambaran bangkitan yang berlangsung terus menerus atau SE didefinisi sebagai suatu kondisi dimana terjadinya aktivitas epileptik yang menetap selama 30 menit atau lebih. Bangkitan dapat berlangsung berkepanjangan atau berulang tanpa pulih kesadaran diantara waktu tersebut. Berbagai variasi klasifikasi SE yaitu berdasarkan asal bangkitan (partial convulsion status epilepticus = PCSE dan generalized convulsion status epilepticus = GCSE), obsevasi klinik (konvulsif dan non konvulsif) dan berdasarkan usia ( neonatal, infant, anak dan dewasa).

Penyebab terjadinya bangkitan antara lain sepsis, penyakit kardiovaskuler, gangguan metabolik, infeksi SSP, tumor otak, putus obat atau rendahnya kadar obat anti kejang dan intoksikasi akut akibat obat-obatan maupun alkohol. Komplikasi status epileptikus antara lain adalah aritmia kardiak, gangguan metabolik dan fungsi otonom, edem paru neurogenik, hipertermia, rhabdomiolisis dan aspirasi paru. Gangguan neurologik menetap terjadi akibat berkepanjangannya aktivitas bangkitan yang tak terkontrol. Penanganan status epileptikus membutuhkan kecepatan dalam mengakhiri aktivitas bangkitan, proteksi jalan napas, pencegahan aspirasi, komplikasi, bangkitan berulang dan pengobatan terhadap penyebab. Adanya kegagalan terapi dengan anti konvulsan lini pertama selanjutnya akan digunakan terapi dengan dosis anestesi umum.

Bagaimanapun juga terapi emergensi harusnya dimulai sesegera mungkin pada bangkitan yang berlangsung lebih dari 5 menit atau ada 2 bangkitan tanpa pulih kesadaran diantaranya. Kegagalan dengan terapi anti kejang lini pertama untuk mengatasi SE membutuhkan penanganan terapi dosis anestesi umum. Tulisan ini membicarakan status epileptikus pada dewasa khususnya mengenai generalized convulsive status epilepticus (GCSE) yang banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari.

DEFENISI

Page 20: bahan epilepsi

Status Epileptikus bangkitan umum (GCSE) adalah bangkitan umum yang berlangsung 30 menit atau lebih lama atau bangkitan tonik klonik berulang yang terjadi lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran diantara tiap bangkitan. Definisi operasional status epileptikus yang dipakai saat ini untuk dewasa dan anak, yaitu bangkitan yang berlangsung terus menerus lebih dari 5 menit atau terdapat 2 atau lebih bangkitan tanpa pulih kesadaran di antaranya.

Yang dimaksud dengan SE refraktorik adalah bangkitan berulang walaupun kadar terapi OAE dalam satu tahun terakhir setelah bangkitan telah tercapai. Bangkitan tersebut benar-benar akibat kegagalan OAE untuk mengontrol fokus epileptik, bukan karena dosis yang tidak tepat, ketidaktaatan minum OAE, kesalahan pemberian atau perubahan dalam formulasi. Namun klinik lebih menyukai untuk mempertimbangkan SE refraktorik sebagai pasien yg tidak berespons terhadap terapi lini pertama.

KLASIFIKASI

Banyak variasi pendekatan untuk mengklasifikasikan status epileptikus. Salah satu versi klasifikasi terbagi atas status epileptikus general (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (simpleks atau kompleks).Versi lain membagi dalam kondisi status epileptikus yang konvulsif dan status epileptikus nonkonvulsif (parsial simpleks, parsial kompleks, absens). Versi ketiga mengambil pendekatan yang berbeda, yaitu berdasarkan usia (periode neonatal, bayi dan kanak-kanak, kanak – kanak dan dewasa, hanya dewasa).

Marik PE (2004) mengklasifikasi SE berdasarkan gambaran elektroklinikal atas SE konvulsif ( konvulsi motorik) dan SE non konvulsif. Kemudian membagi lagi atas SE generalized ( mempengaruhi seluruh otak) dan SE partial ( sebagian otak).

EPIDEMOLOGI

Diperkirakan ada lebih dari 150.000 kasus status epileptikus dan mengakibatkan 55.000 kematian yang terjadi setiap tahun di US. Dari berbagai tipe SE ditemukan GCSE merupakan tipe terbanyak. Geografi, jenis kelamin, usia dan ras dapat mempengaruhi epidemiologi status epileptikus. Dilaporkan insiden diantara 6,2 sampai 18,3 per 100.000 populasi (US). Wanita dan pria tidak ada perbedaan bermakna. Menurut geografi, SE tampak lebih sering pada pria kulit hitam dan lanjut usia. Insiden pada orangtua dua kali lebih sering dari populasi umumnya.SE pada lanjut usia mendapat perhatian besar karena berbarengan dengan kondisi medis pasien sendiri, dan adanya terapi komplikasi serta buruknya prognosis.

Pada suatu studi epidemiologis lain ditemukan mayoritas adalah SE partial. Terdapat sebanyak 69% kasus pada orang dewasa dan 64% kasus pada anak – anak. Sedangkan status epileptikus general didapatkan 43 % pada orang dewasa dan 36% pada anak-anak.11 Insidens status epileptikus terjadi paling sering dalam tahun pertama kehidupan dan setelah 60 tahun. Diantara orang dewasa, pasien yang berusia lebih dari 60 tahun memiliki risiko paling tinggi untuk berkembang menjadi status epileptikus, dengan insidens 86 per 100.000 orang per tahun. Diantara anak-anak berusia 15 tahun

Page 21: bahan epilepsi

atau lebih muda, bayi kurang dari 12 bulan memiliki insidens dan frekuensi paling tinggi. Banyak variasi etiologi terhadap kondisi ini. Pada orang dewasa, penyebab utama adalah rendahnya kadar obat anti epilepsi (34%) dan penyakit serebrovaskuler (22%), termasuk stroke akut atau stroke lama dan perdarahan.

Tingkat mortalitas status epileptikus (didefinisikan sebagai kematian dalam 30 hari status epileptikus) adalah 22% (studi Richmond). Tingkat mortalitas pada anak – anak sebanyak 3 %, sebaliknya pada orang dewasa 26%. Populasi yang lebih tua memiliki tingkat mortalitas tertinggi, yaitu 38%. Penyebab utama mortalitas adalah lamanya kejang, usia saat serangan, dan etiologi.

Pasien dengan anoksia dan stroke memiliki mortalitas yang lebih tinggi, tidak tergantung pada variabel – variabel lain. Status epileptikus yang terjadi akibat penghentian tiba-tiba penggunaan alkohol, atau rendahnya kadar obat antiepilepsi memiliki tingkat mortalitas yang rendah. Kematian pada SE refraktorik sebanyak 76% pada lanjut usia.

ETIOLOGI ATAU PENYEBAB

Bangkitan merupakan konsekuensi dari suatu penyakit kritis. Penyebab terbanyak bangkitan yang dirawat ICU adalah sepsis dan penyakit kardiovaskuler. Penyebab bangkitan lainnya dengan angka kejadian yang tinggi adalah akibat gangguan metabolik dan intoksikasi akut akibat obat-obatan ( antibiotik, gagal ginjal, hepar, CHF, obat-obat anestesi, atau akibat penghentian obat psikotropik, alkohol).

Penyebab gangguan neurologik primer adalah akibat stroke iskemik, intraserebral hemoragik, AVM, infeksi SSP, trauma dan tumor otak dan metastasis dengan angka kejadian bangkitan relatif tinggi. Insiden bangkitan sebagai komplikasi trauma kapitis sangat bervariasi, dengan perkiraan 2%-12% pada orang biasa dan 53% pada populasi militer. Presentasi dapat meningkat sampai lebih 22% dengan menggunakan monitor EEG secara terus menerus.

PATOFISIOLOGI ATAU PROSES PERJALANAN PENYAKIT

Terdapat beberapa perubahan fisiologis yang menyertai GCSE. Terbanyak diantaranya adalah respons sistemik yang merupakan lonjakan katekolamin yang terjadi saat serangan. Respon sistemik tersebut antara lain berupa hipertensi, takikardi, aritmia, dan hiperglikemia. Suhu badan dapat meningkat mengikuti aktivitas otot yang berlebihan saat serangan GCSE berlangsung. Asidosis laktat seringkali ditemukan setelah bangkitan motorik umum tunggal yang akan menghilang seiring berakhirnya bangkitan. Kebutuhan metabolik otak meningkat seiring bangkitan GCSE, akan tetapi oksigenasi dan aliran darah otak tetap terjaga bahkan meningkat saat awal serangan GCSE. Percobaan pada hewan yang dilumpuhkan dan diberi ventilasi artificial menunjukkan bahwa kehilangan neuron yang terjadi setelah status epileptikus baik yang umum maupun fokal berhubungan dengan abnormal neuronal discharge dan bukan merupakan respon sistemik dari GCSE. Hipokampus tampaknya paling rentan terhadap kerusakan dalam mekanisme sistemik ini.

Page 22: bahan epilepsi

Pada level neurokimia, bangkitan terjadi akibat ketidakseimbangan antara eksitasi berlebihan dan kurangnya inhibisi. Neurotransmiter eksitasi yang terbanyak ditemukan adalah glutamate dan juga turut dilibatkan disini adalah reseptor subtype NMDA (N-methyl-D-aspartate). Neurotransmiter inhibisi yang terbanyak ditemukan adalah gamma-aminobutyric acid (GABA). Kegagalan proses inhibisi merupakan mekanisme utama pada status epileptikus.

Inhibisi yang diperantarai reseptor GABA berperanan dalam normalnya terminasi bangkitan . Aktivasi reseptor NMDA oleh glutamate sebagai neurotransmitter eksitasi dibutuhkan dalam perambatan bangkitan. Aktivasi reseptor NMDA meningkatkan kadar kalsium intraseluler yang menyebabkan cedera sel saraf pada status epileptikus. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa semakin lama durasi status epileptikus maka semakin sulit dikontrol. Hal ini dikatakan sebagai akibat peralihan dari transmisi GABAergik inhibisi yang inadekuat ke transmisi NMDA eksitasi yang berlebihan.

Pada manusia dan hewan percobaaan, bangkitan yang terus menerus menyebabkan kehilangan/kerusakan neuron selektif pada area yang rentan seperti hipokampus, korteks, dan thalamus. Derajat beratnya cedera neuron berhubungan erat dengan lamanya bangkitan, hal ini menegaskan betapa pentingnya penanganan yang cepat pada status epileptikus. Meldrum dkk telah membuktikan walaupan tanpa adanya hipoksia, asidosis, hipertermia, atau hipoglikemia, bangkitan yang berkepanjangan pada hewan percobaaan dapat menyebabkan kematian neuron.

Wasterlain dkk melaporkan bahwa terdapat kehilangan/kerusakan neuron pada hipokampus dan area otak lain pada penderita status epileptikus nonkonvulsif yang tidak mengalami bangkitan atau kelainan sistemik sebelumnya. Enolase neuron –spesifik merupakan suatu petanda cedera akut neuron, dilaporkan meningkat pada penderita status epileptikus nonkonvulsif yang tanpa mengalami bangkitan sebelumnya ataupun mengalami cedera otak lain. Thom dkk menunjukkan adanya cedera akut neuron pada penderita yang meninggal tiba-tiba akibat epilepsi. Kematian neuron kemungkinan disebabkan oleh pelepasan neurotransmitter eksitasi. Mikati dkk membuktikan peningkatan aktivasi NMDA meningkatkan kadar ceramide yang diikuti kematian sel terprogram pada hewan percobaan.

DIAGNOSIS

Diagnosis status epileptikus dapat langsung ditegakkan bila ada yang menyaksikan bangkitan umum tonik klonik. Status epileptikus seringkali tidak dipikirkan pada pasien koma yang telah memasuki fase nonkonvulsif. Pada semua pasien koma perlu diketahui adanya minor twitching yang bisa terlihat di wajah, tangan, kaki, atau dalam bentuk nistagmus. Towne dkk memeriksa 236 pasien koma yang tidak menunjukkan tanda kejang. 8% di antaranya mengalami status epileptikus nonkonvulsif yang terlihat dari gambaran EEG. Oleh karena itu, pemeriksaan EEG seharusnya dilakukan pada pasien koma yang penyebabnya tidak jelas.

Status epileptikus terbagi dalam dua fase. Fase pertama ditandai bangkitan tonik-klonik umum yang berhubungan dengan peningkatan aktivitias otonom sehingga bisa ditemukan hipertensi, hiperglikemia, berkeringat, salivasi, dan hiperpireksia. Selama fase ini, terjadi peningkatan aliran darah otak oleh karena adanya peningkatan kebutuhan metabolik otak. Sekitar 30 menit

Page 23: bahan epilepsi

sesudahnya, penderita memasuki fase kedua, yang ditandai dengan kegagalan autoregulasi otak, penurunan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan hipotensi sistemik. Selama fase ini terjadi disosiasi elektromekanik, di mana walaupun aktivitas bangkitan elektrik di otak tetap berlangsung, manifestasi klinis yang ditemukan bisa hanya berupa minor twitching.

PENANGANAN

Status epileptikus merupakan kegawat daruratan yang memerlukan penanganan segera dan agresif untuk mencegah kerusakan neurologik dan komplikasi sistemik. Semakin lama mulai diberikan terapi, semakin besar kerusakan neurologik yang terjadi. Di sisi lain, semakin panjang suatu episode status berlangsung, maka semakin refrakter terhadap pengobatan dan semakin besar kemungkinan terjadinya epilepsi kronik.

Penanganan status epileptikus mencakup terminasi bangkitan sesegera mungkin, perlindungan jalan napas, pencegahan aspirasi, penanganan faktor presipitasi yang potensial, penanganan komplikasi, pencegahan serangan ulang, dan penanganan penyakit yang mendasari.

Penanganan dibagi dalam 2 tahap-yaitu penanganan di luar dan di dalam rumah sakit. Sebagai terapi lini pertama di luar rumah sakit adalah benzodiazepine. Penanganan dalam rumah sakit / gawat darurat adalah bantuan hidup dasar (basic life support) (0-10 menit) dan terapi farmakologik (10-60 menit). Obat-obat yang digunakan antara lain diasepam, lorazepam, midazolam, propofol, phenobarbital, phenytoin, fosphenytoin, valproate IV dan lain-lain.

Sebagai terapi awal pada Status Epileptikus digunakan obat lini pertama yaitu dari golongan benzodiazepine ( diazepam 0.1–0.4 mg/kg, lorazepam 0.05–0.1 mg/kg atau midazolam 0.05–0.2 mg/kg). Sedangkan obat lini kedua yaitu phenytoin (PHT) 0.05–0.2 mg/kg, fosphenytoin (fPHT) 15–20 mg/kg PE, valproate (VPA) 15–20 mg/kg, levetiracetam 1000–1500 mg tiap 12 jam.

ALGORITMA THERAPY FOR STATUS EPILEPTICUS

Stadium Penatalaksanaan

Stadium I (0-10

menit)

         Memperbaiki fungsi kardiorespirasi

         Memperbaiki jalan napas, pemberian

oksigen, resusitasi

Stadium II (1-60

menit)

         Pemeriksaan status neurologik

         Pengukuran tekanan darah, nadi, dan

suhu

Page 24: bahan epilepsi

         EKG

         Pemasangan infus

         Mengambil 50-100  darah untuk

pemeriksaan lab

         Pemberian OAE emergensi: diazepam

10-20 mg IV (kecepatan pemberian ≤ 2-5

mg/menit atau rektal dapat diulang 15

menit kemudian)

         Memasukkan 50 cc glukosa 50%

dengan atau tanpa thiamin 250

mg  intravena

         Menangani asidosis

Stadium III (0-60/90

menit)

         Menentukan etiologi

         Bila kejang berlansung terus selama

30 menit setelah pemberian diazepam

pertama, beri phenytoin IV 15-18 mg/kg dengan

kecepatan 50 mg/menit

         Memulai terapi dengan vasopresor

bila diperlukan

         Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90

menit)

         Bila kejang tetap tidak teratasi selama

30-60 menit, transfer pasien ke ICU, beri

propofol (2 mg/kgBB bolus IV, diulang bila

perlu) atau thiopentone (100-250 mg bolus

IV dalam 20 menit, dilanjutkan dengan

bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan

12-24 jam setelah bangkitan klinis atau

bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan

tappering off.

         Memantau bangkitan dengan EEG,

tekanan intrakranial, memulai pemberian

OAE dosis rumatan.

Protokol Penanganan SE konvulsif

Stadium

Page 25: bahan epilepsi

Penatalaksanaan

Stadium I (0-10 menit)

· Memperbaiki fungsi kardiorespirasi

· Memperbaiki jalan napas, pemberian oksigen, resusitasi

Stadium II (1-60 menit)

· Pemeriksaan status neurologik

· Pengukuran tekanan darah, nadi, dan suhu

· EKG

· Pemasangan infus

· Mengambil 50-100 darah untuk pemeriksaan lab

· Pemberian OAE emergensi: diazepam 10-20 mg IV (kecepatan pemberian ≤ 2-5 mg/menit atau rektal dapat diulang 15 menit kemudian)

· Memasukkan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa thiamin 250 mg intravena

· Menangani asidosis

Stadium III (0-60/90 menit)

· Menentukan etiologi

· Bila kejang berlansung terus selama 30 menit setelah pemberian diazepam pertama, beri phenytoin IV 15-18 mg/kg dengan kecepatan 50 mg/menit

· Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan

· Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit)

· Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien ke ICU, beri propofol (2 mg/kgBB bolus IV, diulang bila perlu) atau thiopentone (100-250 mg bolus IV dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tappering off.

· Memantau bangkitan dengan EEG, tekanan intrakranial, memulai pemberian OAE dosis rumatan.

Tindakan Anestesi untuk status epileptikus refrakter

Page 26: bahan epilepsi

Obat Dosis Dewasa

Midazolam 0,1-0,1 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit

dilanjutkan dengan pemberian 0,05-0,4 mg/kgBB/jam melalui infus

Thiopentone 100-250 mg bolus, diberikan dalam 20 detik, kemudian dilanjutkan

dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit sampai bangkitan teratasi.

Kemudian dilanjutkan dengan pemberian infus 3-5 mg kgBB/jam

Pentobarbital 10-20 mg/kgBB dengan kecepatan 25 mg/menit, kemudian 0,5-1

mg/kgBB/jam ditingkatkan sampai 1-3 mg/kgBB/jam

Propofol 2 mg/kgBB kemudian ditingkatkan menjadi 5-10 mg/kgBB/jam

Obat

Dosis Dewasa

Midazolam

0,1-0,1 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit dilanjutkan dengan pemberian 0,05-0,4 mg/kgBB/jam melalui infus

Thiopentone

100-250 mg bolus, diberikan dalam 20 detik, kemudian dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit sampai bangkitan teratasi. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian infus 3-5 mg kgBB/jam

Pentobarbital

10-20 mg/kgBB dengan kecepatan 25 mg/menit, kemudian 0,5-1 mg/kgBB/jam ditingkatkan sampai 1-3 mg/kgBB/jam

Propofol

2 mg/kgBB kemudian ditingkatkan menjadi 5-10 mg/kgBB/jam

PROGNOSIS

Prognosis SE tergantung pada berbagai faktor, termasuk klinis, durasi bangkitan, usia pasien, dan yang terpenting adalah gangguan yang mendasari terjadinya bangkitan. Kematian refraktori SE terbanyak pada lanjut usia.

KESIMPULAN

Pasien dengan bangkitan umum terus menerus lebih dari 5 menit sudah seharusnya dipertimbangkan mengalami SE. Sangat penting untuk mempunyai kemampuan mengenali dan menangani bangkitan secara cepat dan agresif oleh karena SE sangat potensial terhadap kerusakan neurologis. Dalam penanganan bangkitan juga dibutuhkan pertimbangan cermat terhadap penyebabnya, ketepatan pilihan obat dan efek toksiknya.

Page 27: bahan epilepsi

Daftar Pustaka

1. Shorvon S. The Management of status epilepticus. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001 June; 70 (Suppl 2):1122-7.

2. Marik PE, Varon J. The management of status epilepticus. Chest 2004; 126:582-91.

3. Sirven J, Waterhorse E. Status Epilepticus. American Family Physician 2003 Aug 1;68(3).

4. Walker M. Status epilepticus: an evidence based guide. BMJ 2005; 331:673-7.

5. Pokdi Epilepsi. Terapi. Dalam: Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Edisi 2. Jakarta: PERDOSSI; 2006. h. 10-21.

6. Lowenstein DH, Bleck T, Macdonald RL. It's time to revise the definition of status epilepticus. Epilepsia 1999 Jan; 40(1):120-2.

7. Pokdi Epilepsi. Terapi Epilepsi Refrakter. Dalam: Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Edisi 2. Jakarta: PERDOSSI; 2006. h. 10-21.

8. Leppik IE. Intractable Epilepsy in adult in intractable seizure. Diagnosis, treatment and prevention. Advances in experimental medicine and biology. 2002; 497:1-7.

9. Jimaad C. Status Epilepticus. Journal of the Indian Medical Association 2002; 100 (5): 299-303.

10. Andrew CF, Tong AW, Leung TWH. Simple partial status epilepticus in Chinese adults. J Clin Neuro Sci [serial online] 2005 [cited 2008 Sep 12]; 12(8):902-4. Available from: URL: http://www.sciencedirect.com/science

11. Doloren RJ, Hauser WA, Towne AP. A prospective, population based epidemiologic study of status epilepticus in Richmond, Virginia. Neurology 1996 Aprl; 46 (4):1029-35.

12. Marek A, Mirski, Panayiotis N, Varelas. Seizures and status epilepticus in the critically ill. Crit Care Clin 2008; 24:115–47.

13. Wasterlain, CG, Fujikawa, DG, Penix, L, et al Pathophysiological mechanisms of brain damage from status epilepticus. Epilepsia 1993; 34(suppl):S37-53

14. Shorvon. Status epilepticus: its clinical features and treatment in children and adult. Cambridge: University Press; 1995.

Page 28: bahan epilepsi

15. Dulac O, Leppik IF. Initiating and discontinuing treatment in comprehensive textbook epilepsy. 1st ed. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1998. p.1237-46.

Kejang Non Epilepsi : Penyebab, Diagnosa banding dan Penatalaksanaan

KEJANG NON EPILEPSI

I. Pendahuluan

Bangkitan adalah suatu tanda dan gejala dari epilepsi, tetapi tidak semua bangkitan merupakan suatu tanda adanya kelainan neurologik. Bangkitan dapat juga dihasilkan dari kadar gula darah yang rendah, infeksi, demam, cedera kepala berat, kekurangan oksigen, dan kesemuanya tersebut bukan merupakan epilepsi. Bangkitan dapat juga merupakan gangguan mental maupun fisik. Bangkitan tersebut dapat juga disebabkan karena gangguan motorik yang disebut konvulsi (Davis, 2004).

Istilah kejang non epilepsi (non epileptic seizure) digunakan untuk menjelaskan suatu bangkitan yang menyerupai epilepsi tetapi mempunyai penyebab yang berbeda. Berbeda dengan bangkitan epilepsi, kejang non epilepsi tidak disebabkan oleh adanya perubahan pada aktivitas otak (Selkirk et al., 2008.).

Gambar patofisiologi kejang yang disebabkan oleh epilepsi dimana ada perbedaan dengan kejang yang disebabkan non epilepsi.

Pada epilepsi disebabkan oleh adanya perubahan pada aktivitas otak sedangkan Non epilepsi kejangnya Tidak disebabkan perubahan pada aktivitas otak

Terminologi bangkitan atau seizure adalah suatu kejadian mendadak, tiba-tiba, dan dalam waktu yang pendek dimana terjadi perubahan pada seorang yang dalam keadaan sadar dimanapun, dan dalam keadaan apapun berupa perilaku maupun perasaannya. Bangkitan sering digunakan untuk menjelaskan kejadian epilepsi dan pada epilepsi didapatkan beberapa perbedaan tipe bangkitan (Henry, 2000).

II. Penyebab bangkitan

Bangkitan dapat terjadi oleh beberapa keadaan, misalnya oleh karena penurunan kadar gula darah (hipoglikemia), pingsan atau perubahan kesadaran singkat pada seseorang yang mengalami infark

Page 29: bahan epilepsi

miokard akut. Pada seseorang mungkin juga didapatkan lebih dari satu tipe bangkitan, berupa kejang epilepsi dan juga kejang non epilepsi (Henry, 2000).

Bangkitan epilepsi dapat terjadi oleh karena kejadian tiba-tiba dan berhentinya secara singkat dari mekanisme kerja sel-sel otak. Peristiwa tersebut dapat disebabkan oleh adanya perubahan aktivitas listrik di dalam sel-sel neuron. Apa yang terjadi pada seseorang selama kejadian bangkitan epilepsi tergantung di mana perubahan tersebut berlangsung di dalam sel-sel neuron. Pengaruh dari kejadian tersebut mungkin dapat menyebabkan gangguan kesadaran maupun tingkah laku (Reuber et al., 2007).

Epilepsi mempunyai kecenderungan satu atau lebih area di otak yang memproduksi secara tiba-tiba lonjakan energi listrik yang menyebabkan terjadinya kerusakan fungsional sel-sel neuron. Bangkitan nerologik merupakan suatu reaksi tubuh terhadap lonjakan listrik yang abnormal di dalam sel-sel neuron. Sehingga dikatakan epilepsi apabila terjadi dua atau lebih bangkitan tanpa provokasi (Engelborghs et al., 2000).

III. Pembagian kejang non epilepsi

Menurut Kammerman dan Wasserman (2001), berdasarkan etiologinya maka didapatkan dua kategori utama kejang non epilepsi, yaitu:

Bangkitan fisiologik

Bangkitan fisiologik dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, misalnya terjadinya perubahan secara mendadak suplai aliran darah, glukosa maupun oksigen ke otak. Termasuk juga bangkitan fisiologik adalah adanya perubahan irama jantung, mendadak terjadi penurunan tekanan darah atau terjadinya hipoglikemia.

Bangkitan psikogenik

Bangkitan psikogenik dapat disebabkan oleh karena adanya tekanan psikologis yang berat pada seseorang, misalnya trauma emosional oleh karena siksaan seksual maupun fisik, perceraian atau kematian orang yang dicintai.

IV. Penyebab kejang non epilepsi

Beberapa kejadian kejang non epilepsi mempunyai penyebab fisik (yang berhubungan dengan tubuh), misalnya adalah pingsan yang sering disebut juga sinkop. Tetapi terdapat juga beberapa kejadian kejang non epilepsi yang disebabkan oleh penyebab psikologik (yang berhubungan dengan jiwa), misalnya pada serangan panik.

Jika kejadian kejang non epilepsi penyebabnya adalah fisik maka akan lebih mudah untuk menegakkan diagnosisnya berdasarkan penyakit yang mendasarinya. Sebagai contoh adalah pingsan yang mungkin didiagnosis oleh karena adanya masalah pada jantungnya. Istilah kejang non epilepsi biasanya digunakan untuk menjelaskan kejadian bangkitan yang disebabkan oleh faktor psikologik.

Page 30: bahan epilepsi

Kadang-kadang sangat sulit untuk mendapatkan alasan mengapa terjadi dan kapan mulainya kejadian kejang non epilepsi. Beberapa penderita kejang non epilepsi mengatakan bahwa kejadiannya sangat cepat dan waktunya pendek setelah terjadinya stres yang spesifik, tetapi penderita lain melaporkan bahwa kejadian kejang non epilepsi bukan karena faktor stresor psikis maupun fisik. Sehingga sangat sulit untuk dicari penyebabnya secara pasti. Beberapa penderita kejang non epilepsi juga melaporkan terjadinya bangkitan setelah mengalami stres maupun kecemasan.

Tabel I menjelaskan penyebab yang paling sering didapatkan dari kejang non epilepsi yaitu:

Tabel I. Penyebab kejang non epilepsi

1.

Penghentian konsumsi alkohol

2.

Penghentian konsumsi Benzodiazepine

3.

Massive sleep deprivation

4.

Penggunaan kokain

5.

Psikogenik (gangguan konversi, somatisasi, malingering)

6.

Cedera kepala akut (dalam satu minggu)

7.

Infeksi sisitem saraf pusat atau neoplasma

8.

Uremia

9.

Eklampsia

10.

Demam tinggi

11.

Page 31: bahan epilepsi

Hipoksemia

12.

Hiperglikemia atau hipoglikemia

13.

Gangguan elektrolit

Apa yang terjadi pada seseorang selama kejadian kejang non epilepsi sangat bervariasi. Apa yang terjadi selama kejadian kejang epilepsi dapat juga terjadi pada kejadian kejang non epilepsi. Selama kejadian kejang non epilepsi, seperti halnya pada kejang epilepsi, penderita mungkin dapat terjatuh dan melukai dirinya sendiri, terjadi konvulsi (gerakan menyentak) atau penderita mengalami inkontinensia. Keduanya dapat terjadi secara tiba-tiba dan tanpa ada tanda-tanda peringatan sebelumnya (Daoud, 2004).

Di bawah ini beberapa contoh penyebab kejang non epilepsi oleh karena faktor psikologik (Reuber, 2005).

Serangan panik

Serangan panik dapat terjadi oleh karena situasi ketakutan atau teringat pengalaman menakutkan sebelumnya. Serangan panik dapat sangat membingungkan pada diri seseorang. Penderita merasa cemas atau ketakutan sebagai awal dari suatu serangan. Pengaruh fisik terhadap serangan tersebut misalnya adalah kesulitan bernafas, berkeringat, berdebar-debar dan merasa bergetar. Penderita dapat juga kehilangan kesadaran dan terjadi serangan konvulsi. Serangan dapat terjadi lagi walaupun penderita sudah tidak dalam situasi yang menakutkan.

Cut off atau serangan menghindar

Jenis serangan ini terjadi oleh karena penderita mendapatkan kesulitan mengatasi stres yang berat atau berada dalam situasi emosional yang sangat sulit. Serangan ini lebih sering dijumpai pada penderita yang tidak merasa dan tidak mengeluh adanya kesulitan yang membutuhkan penyelesaian. Seperti halnya pada serangan panik, serangan ini dapat juga berulang walaupun penderita tidak berada dalam situasi tertekan.

Respon terlambat terhadap stres berat

Serangan ini dapat terjadi sebagai reaksi terhadap stres yang berat atau dalam situasi peperangan atau bencana alam dimana penderita melihat banyak korban berjatuhan. Kejang non epilepsi mungkin merupakan sebagian dari post traumatic stress disorder, yaitu suatu keadaan yang timbul setelah trauma atau stres yang berat. Selama serangan tersebut penderita mungkin menangis, menjerit atau teringat dengan kejadian tersebut (tiba-tiba dan teringat secara jelas pengalamannya). Penderita tidak dapat mengontrol tingkah lakunya dan menginginkan kejadian tersebut hilang dalam ingatannya.

V. Diagnosis kejang non epilepsi

Page 32: bahan epilepsi

Untuk dapat menegakkan diagnosis kejang non epilepsi, seorang dokter membutuhkan riwayat pribadi penderita. Termasuk didalamnya adalah riwayat penyakit neurologi yang mungkin dideritanya, perkembangan psikologik, dan juga situasi terbaru sehubungan dengan keluhan dari penderita.

Sangat sulit untuk menjelaskan perbedaan antara kejang epilepsi dan kejang non epilepsi karena keduanya bisa sangat mirip. Mencari keterangan tentang seperti apa bentuk bangkitannya, dan sudah berapa lama penderita mengalami serangan bangkitan, maka hal tersebut akan membantu untuk mengidentifikasi jenis dan tipe kejang yang terjadi.

Tabel 2. Diagnosis banding kelainan neurologik paroksismal pada orang dewasa

No

Diagnosis banding

1

Sinkop

Refleks sinkop (sinkop ortostatik, sinkom miksturasi)

Sinkop kardiogenik (takhikardia, bradikardi, sindroma pemanjangan gelombang QT, abnormalitas struktur jantung, stenosis aorta, kardiomiopati, arterio-venous shunt)

Gangguan perfusi (hipovolemik, gangguan otonom)

2

Kejang non epilepsi psikogenik

Kejang non epilepsi psikogenik

Serangan panik

Serangan hiperventilasi

3

Transient Ischemic Attack

4

Migrain

5

Narkolepsi / katapleksi

6

Parasomnia

7

Page 33: bahan epilepsi

Vertigo paroksismal

8

Hipoglikemia

Beberapa pemeriksaan yang dibutuhkan untuk dapat menegakkan bangkitan kejang non epeilepsi adalah:

Observasi

Penderita yang mendapatkan serangan bangkitan mungkin tidak ingat beberapa hal yang terjadi. Informasi tersebut sangat berguna untuk dapat menjelaskan apa yang terjadi dan hal tersebut bisa minta penjelasan pada seseorang yang mungkin melihatnya pada waktu penderita mendapatkan serangan bangkitan.

Berikut ini beberapa informasi yang sangat dibutuhkan untuk diketahui pada penderita serangan bangkitan (Reuber, 2005):

Dimana dan sedang apa ketika serangan bangkitan terjadi?

Seperti apakah serangan itu terjadi?

Berapa lama serangan itu berhenti?

Berapa lama waktu yang dibutuhkan antara serangan hingga di bawa ke rumah sakit?

Bagaimanakah tingkah lakunya sebelum, selama dan setelah serangan bangkitan?

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah untuk mengetahui kelainan-kelainan yang mungkin terjadi yang dapat dilihat dari hasilnya dan juga untuk mengetahui status kesehatannya. Pemeriksaan darah terutama dapat untuk mengetahui etiologi bangkitan oleh karena faktor fisik yang disebabkan diabetes melitus (hipoglikemia atau hiperglikemia).

Pemeriksaan Elektroensefalogram (EEG)

Pemeriksaan EEG digunakan untuk melihat aktivitas listrik di otak. Pada bangkitan epilepsi terjadi oleh karena adanya perubahan dari aktivitas listrik di otak yang dapat dilihat dari hasil pmeriksaan EEG dengan gambaran tergantung dari jenis bangkitannya. Sedangkan pada kejang non epilepsi biasanya hasil pemeriksaan EEG tidak memperlihatkan adanya perubahan patologis aktivias listrik di otak. Sehingga hasil pemeriksaan EEG ini sangat bermanfaat untuk mengetahui apakah bangkitan yang terjadi merupakan kejang epilepsi atau bukan.

Telemetri Video

Pemeriksaan kadang-kadang dilakukan setelah pemeriksaan EEG, dimana pasien dilakukan observasi di bangsal dengan pengamatan video dan juga terpasang EEG. Pemeriksaan ini untuk membandingkan apa yang dilakukan penderita selama terjadi bangkitan dengan apa yang terjadi pada otak selama terjadi bangkitan tersebut.

Pemeriksaan CT Scan kepala

Page 34: bahan epilepsi

Pemeriksaan CT Scan kepala pada penderita bangkitan sangat membantu untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kelainan fisik di otak yang dapat menyebabkan terjadinya suatu bangkitan. Walaupun demikian CT Scan kepala bukan merupakan alat utama untuk mengetahui diagnosis epilepsi atau bukan. Pemeriksaan pencitraan lainnya yang fungsinya sama dengan CT Scan kepala adalah pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

VI. Penatalaksanaan Kejang non Epilepsi

Penanganan umum

Penatalaksanaan terjadinya kejang non epilepsi sangat tergantung dari penyebabnya (Irwin et al., 2000). Seorang dokter umum, spesialis penyakit saraf, atau psikiatris dapat membantu penderita untuk memutuskan terapi apa yang dpat diberikan pada penderita ini. Jika penyebabnya adalah jelas faktor psikogenik maka penderita bisa ditangani oleh seorang psikiatris.

Seorang psikiatris akan melakukan anamnesis yang cermat dan teliti tentang riwayat psikiatris sebelumnya, termasuk didalamnya adalah menanyakan adanya stres yang pernah dialaminya. Penanganan oleh seorang psikiatris terhadap penderita kejang non epilepsi yang disebabkan oleh faktor psikogenik akan sangat membantu penderita dalam menghadapi jika terjadi stres di kemudian hari. Konsultasi dengan psikiatris mungkin membutuhkan beberapa kali pertemuan sampai penderita sudah merasa lebih baik atau sembuh. Keterlibatan anggota keluarga dalam penanganan penderita kejang non epilepsi akan sangat membantu penyembuhannya.

Suatu diagnosis kejang non epilepsi artinya pada penderita tersebut terjadinya kejang bukan oleh karena adanya bangkitan epilepsi, oleh karena itu tidak perlu diberikan obat anti epilepsi. Kecuali jika pada penderita didapatkan baik kejang epilepsi maupun kejang non epilepsi maka pemberian obat anti epilepsi harus diberikan. Pada penderita kejang non epilepsi jika didapatkan adanya kecemasan maupun gangguan afektif maka obat-obat yang sesuai dapat diberikan.

Setelah penderita mengetahui tentang diagnosisnya yang mungkin disebabkan oleh karena pengaruh perasaan maupun emosi, maka beberapa penderita membutuhkan penjelasan jika suatu saat terjadi serangan bangkitan kembali atau penderita diminta untuk selalu konsultasi secara rutin dengan dokternya jika sewaktu-waktu timbul perasaan akan terjadi serangan ulang. Hal tersebut mungkin akan sulit dijelaskan jika terjadinya serangan bangkitan disebabkan oleh karena memang terdapat keduanya, baik kejang epilepsi maupun non epilepsi.

Pada penderita kejang non epilepsi suatu pemahaman tentang penyebab dan bagaimana cara mengurangi penyebabnya akan sangat membantu dalam mengurangi kejadian kejang berulang. Sehingga suatu informasi dan suport kepada penderita kejang non epilepsi untuk bisa meningkatkan pemahaman terjadinya kejang akan cukup untuk mengurangi terjadinya serangan bangkitan yang berulang. Informasi tersebut bisa diberikan oleh seorang dokter umum, dokter spesialis penyakit saraf, maupun psikiatris.

Penanganan pertama pada penderita kejang non epilepsi

Konsensus secara umum menjelaskan bahwa penanganan pertama adalah sama antara kejang oleh karena epilepsi maupun non epilepsi. Prinsipnya adalah jika didapatkan adanya kejang pada seseorang maka yang paling penting adalah mencegah terjadinya cedera lebih lanjut akibat kejangnya. Letakkan penderita pada tempat yang tidak membahayakan, atau cegah terjadinya

Page 35: bahan epilepsi

cedera kepala jika terjatuh. Apapun penyebabnya maka yang terbaik adalah berikan penanganan terhadap kejangnya hingga kejang berhenti.

Kepustakaan

STATUS EPILEPTIKUS (SE)  Darto Saharso Divisi NeuropediatriBag./SMF Ilmu Kesehatan Anak – FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

 BATASANBangkitan kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih, baik secara terus menerus atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang. PATOFISIOLOGIPada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori: glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif.Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:

1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi: Pelepasan adrenalin dan noradrenalin Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme Hipertensi, hiperpireksia Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat

2. Fase (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi: Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak Depresi pernafasan Disritmia jantung, hipotensi Hipoglikemia, hiponatremia Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC

 Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia, hipoksemia, trauma, epilepsi, panas, dan tidak diketahui (30%) GEJALA KLINISTergantung fase kejang (fase I dan II) PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Anamnesis:o Lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik)o Tingkat kesadaran diantara kejango Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga

Page 36: bahan epilepsi

o Panas, trauma kepalao Riwayat persalinan, tumbuh kembango Penyakit yang sedang diderita dan RPD.

        Pemeriksaan fisik: pemeriksaan neurologi lengkap meliputi:o       Tingkat kesadarano       Pupilo       Refleks fisiologis dan patologio       Ubun-ubun besaro       Tanda-tanda perdarahano       Lateralisasi.

 DIAGNOSIS BANDING

Reaksi konversi Sinkop

 PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksanaan penderita dengan status epileptikus adalah sebagai berikut:

1. Tindakan suportif.Merupakan tindakan awal yang bertujuan menstabilisasi penderita (harus tercapai dalam 10 menit pertama), yaitu ABC:

        Airway: Bebaskan jalan nafas        Breathing: Pemberian pernafasan buatan/bantuan nafas        Circulation: Pertahankan/ perbaiki sirkulasi, bila perlu pemberian

infus atau transfusi jika terjadi renjatan2. Hentikan kejang secepatnya*.

Dengan memberikan obat anti kejang, dengan urutan pilihan sebagai berikut (harus tercapai dalam 30 menit pertama):

1.      Pilihan I: Golongan Benzodiazepin (Lorazepam, Diazepam)2.      Pilihan II: Phenytoin3.      Pilihan III: Phenobarbital

3. Pemberian obat anti kejang lanjutan*4. Cari penyebab status epileptikus5. Penatalaksanaan penyakit dasar6. Mengatasi penyulit7. Bila terjadi refrakter status epileptikus atasi dengan*:

        Midazolam, atau        Barbiturat (thiopental, phenobarbital, pentobarbital) atau        Inhalasi dengan bahan isoflurane

* Jenis dan dosis obat-obatan yang diberikan dapat dilihat pada Bagan Penatalaksanaan Status Epileptikus Darto Saharto 2006..

 KOMPLIKASI

Asidosis Hipoglikemia Hiperkarbia Hipertensi pulmonal

Page 37: bahan epilepsi

Edema paru Hipertermia Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Gagal ginjal akut Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Edema otak

 PROGNOSISTergantung pada:

Penyakit dasar Kecepatan penanganan kejang Komplikasi

Page 38: bahan epilepsi

Bagan Penatalaksanaan Status Epileptikus Darto Saharso 2006

Kejang merupakan suatu manifestasi klinik lepas muatan listrik berlebihan dari sel-sel neuron di otak yang terganggu fungsinya. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan fisiologis, anatomis, biokimia atau gabungan dari ketiga kelainan tersebut.1 Penatalaksanaan kejang akut sering kali tidak dilakukan secara adekuat sehingga dapat berkembang menjadi status epileptikus dan sangat merugikan pasien.Status epileptikus (SE) merupakan masalah kegawatan neuropediatri yang cukup sering dijumpai dan menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.1,2 Angka kejadian SE tertinggi dijumpai pada anak usia di bawah 2 tahun, yakni antara 135,2 – 156 kasus per 100.000 anak/tahun dengan puncak kejadian pada 1 tahun pertama kehidupan dengan angka mortalitas sekitar 22,5%.3-5

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai diagnosis dan algoritme tatalaksana kejang akut dan status epileptikus.

DEFINISI

International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 mendefinisikan SE sebagai bangkitan kejang yang berlangsung terus-menerus atau kejang berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang selama lebih dari 30 menit.3 Penelitian pada hewan tahun 1970 dan 1980 menunjukkan kerusakan otak setelah kejang selama 30 menit meskipun telah dilakukan kontrol pada tekanan darah, laju napas, dan temperatur. Fakta inilah yang menjadi dasar penetapan durasi waktu 30 menit untuk mendefinisikan suatu SE.4,5

Sebenarnya parameter durasi kejang pada SE sampai saat ini masih menjadi perdebatan.6,7 Definisi operasional SE yang direkomendasikan oleh Lowenstein,dkk adalah kejang menetap atau episode kejang berulang tanpa pemulihan kesadaran di antara bangkitan kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit. Shinnar dkk, pada penelitiannya menyimpulkan bahwa kejang dengan durasi > 5 hingga 10 menit umumnya tidak berhenti secara spontan, untuk itu memerlukan penanganan sesegera mungkin.1,7,8 Jadi untuk tujuan penatalaksanaan SE, umumnya digunakan batasan durasi waktu yang lebih pendek.

Page 39: bahan epilepsi

Gambar 1. Skema durasi status epileptikus

(Dikutip dari Chaure et al., 2007)

Gambar 1 menunjukkan bahwa kejang sebagian besar berhenti secara spontan dalam 5 menit pertama apapun penyebab yang mendasari. Apabila kejang berlangsung lebih dari 5 menit, penanganan harus secepatnya diberikan mengingat kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit bahkan mencapai 30 menit akan memberikan resiko yang lebih besar untuk berkembang menjadi SE refrakter, resisten terhadap obat-obatan, dan kerusakan neuron yang diinduksi oleh kejang.9,15

EPIDEMIOLOGI

Penelitian epidemiologi terbaru di Amerika Serikat melaporkan angka kejadian SE pada anak berkisar 17/100.000 hingga 23-58/100.000 anak per tahun. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak usia di bawah 1 tahun yakni 135,2 -156 per 100.000 anak/tahun. SE sering merupakan manifestasi pertama yang dijumpai pada anak dengan epilepsi yakni sekitar 20%, dan juga sekitar 20% anak dengan epilepsi menunjukkan episode SE berulang. Riwayat menderita epilepsi, riwayat mengalami kejang dengan maupun tanpa demam, etiologi yang mendasari, manifestasi klinis ensefalopati-epilepsi yang menyertai, serta rendahnya kadar obat anti epilepsi dalam plasma merupakan faktor resiko dari kecacatan pada SE.10-12.

ETIOLOGI

Beberapa penyebab utama SE pada anak adalah infeksi (meningitis dan ensefalitis), demam, trauma kepala, ketidakpatuhan terhadap obat antiepilepsi, tumor pada susunan saraf pusat, trauma serebrovaskular, ensefalopati hipoksik-iskemia, gangguan elektrolit, dan sindrom neurokutaneous. Sekitar 25% penyebab SE diklasifikasikan sebagai idiopatik.2,5,13 Sebuah penelitian prospektif berbasis populasi di Amerika serikat telah melakukan stratifikasi penyebab SE pada anak. Urutan penyebab terbanyak seperti ditampilkan pada tabel 1.5

Page 40: bahan epilepsi

Tabel 1.Etiologi terbanyak status epileptikus pada anak.

Akut

Simptomatis akut (17%-52%)

Infeksi SSP akut (meningitis bakteri, meningitis viral, ensefalitis)

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, sedera anoksia)

Ketidakpatuhan minum obat anti epilepsi

Overdosis obat anti epilepsi

Penyebab di luar ketidakpatuhan dan overdosis obat anti epilepsi

Prolonged febrile convulsion (23%-30%)

Influenza

Exantema Subitum

Remote symptomatic/simptomatis berulang (16%-39%)

Cerebral Migrational Disorders (lissencephaly, schizencephaly)

Cerebral Dysgenesis

Perinatal Hypoxic-Ischemic Encephalopathy

Progressive Neurodegenerative Disorders

Idiopatik/Kriptogenik (5%-19%)

(Dikutip dari Singh RK dan Gaillard WD, 2009)

Page 41: bahan epilepsi

PATOFISIOLOGI

Terjadinya SE melalui mekanisme yang panjang dan rumit. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa terdapat 2 neurotransmiter utama yakni γ-aminobutyric acid (GABA) dan glutamat yang memegang peranan terpenting dalam proses inisiasi hingga penyebaran kejang. Saat kejang muncul secara intrinsik pada sebuah neuron, yang biasanya berlokasi di dekat fokus kerusakan otak (fokus epileptogenik), sering terjadi kegagalan mekanisme inhibisi yang dimediasi oleh GABA sehingga memungkinkan keterlibatan neuron-neuron disekitarnya dalam propagasi muatan listrik otak. Kejang berlanjut untuk kemudian disebarluaskan, melalui pelepasan mediator eksitasi seperti glutamat dan aktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Pengamatan pada hewan coba menunjukkan penurunan jumlah reseptor GABA di membran sinap saat berlangsungnya kejang, sebaliknya jumlah reseptor NMDA meningkat. Perubahan pada sinap inilah yang dapat menjelaskan resistensi pengobatan seiring dengan berlanjutnya kejang dan berkembangnya SE.10,13,14 Glutamat merupakan neurotransmiter asam amino utama dan berikatan dengan beberapa reseptor neuron, salah satunya adalah reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang teraktivasi akibat suatu proses depolarisasi. Glutamat juga mengaktifkan reseptor yang dapat membuka saluran-saluran sehingga natrium dan kalsium dapat masuk ke dalam sel neuron. Melalui mekanisme neurotransmisi eksitasi yang berlebihan tersebut maka terjadi kerusakan neuron melalui mekanisme yang cukup rumit. Disamping itu, pemberian obat-obatan yang dapat menghambat efek GABA, yang merupakan neurotransmiter inhibisi utama dalam otak, mampu memicu terjadinya SE. 13-15

Penelitian pada hewan coba, telah membuktikan bahwa ada berbagai mekanisme yang terlibat dalam patofisiologi SE. Mekanisme tersebut mencakup peningkatan mediator prokonvulsif (reseptor AMPA, NMDA, takinin, substansi P, dan neurokinin B), dan rendahnya faktor inhibisi (reseptor GABA, dinorfin, galanin, somatostatin, dan neuropeptida Y).7

Gangguan regulasi modulator siklus sel merupakan mekanisme lain yang terlibat pada kerusakan otak akibat SE. Protein p53 berperan sebagai regulator penting untuk apoptosis yang diduga terlibat dalam merangsang kejang secara in vivo. SE juga diketahui mampu menginduksi resistensi obat. Pada kejang yang berkepanjangan, terjadi peningkatan ekspresi gen dan protein transporter (seperti P-glikoprotein dan Multidrug Resistence Proteins). Protein tersebut mampu menurunkan kadar obat antikonvulsi di dalam otak. Pada fase awal SE, ekspresi dari protein transporter rendah oleh karena ada peningkatan pelepasan sitokin proinflamasi seperti interleukin-beta-1, interleukin-6, dan tumor necrosis factor-α. Sebaliknya, pada SE fase lanjut terjadi mekanisme yang dapat meningkatkan ekspresi protein transporter tersebut sehingga resistensi obat lebih sering terjadi pada fase ini.7,12,15

Page 42: bahan epilepsi

KLASIFIKASI

SE dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe kejang dan etiologi. Tipe kejang ditentukan oleh asal dari gelombang epileptik yakni fokal (partial) dan umum (general) seperti pada Tabel 2.7,12 Kejang dengan onset partial berasal dari fokus tunggal di daerah korteks yang kemudian terjadi propagasi menyebar ke seluruh area korteks. Hal tersebut berbeda dengan kejang umum yang melibatkan seluruh area korteks secara simultan. Karakteristik SE dengan onset kejang umum frekuensinya yang lebih sering dijumpai pada anak-anak dibandingkan dewasa. Sementara kejang partial merupakan kejang konvulsif umum sekunder yang dapat terjadi pada semua usia, namun insiden terbanyak dijumpai pada pasien dewasa. Di samping itu, kejang tipe convulsive lebih banyak terjadi dibandingkan tipe non convulsive yakni sekitar 70-86%.10,16

Selain berdasarkan tipe kejang, SE juga dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi yang mendasari. Berdasarkan etiologi, SE dapat diklasifikasikan menjadi simptomatis akut, remote symptomatic, remote symptomatic with an acute precipitant, ensefalopati progresif, febrile, dan kriptogenik/idiopatik. Kategori idiopatik saat ini dibatasi untuk SE yang disebabkan oleh faktor genetik. Remote symptomatic with an acute precipitant merupakan SE pada anak yang telah didiagnosis epilepsi sebelumnya.3,11

Tabel 2. Klasifikasi SE pada anak berdasarkan semiologi kejang

Epileptikus non konvulsif

Absan (tipikal/atipikal)

SE Fokal dengan gejala sensorial

SE autonomik atau fokal dengan gejala afektif

SE fokal dengan gejala autonomik

SE kompleks-partial

Continuous spike and wave during slow sleep

SE konvulsif

Page 43: bahan epilepsi

Fokal

Motorik fokal

Motorik fokal dengan generalisasi sekunder

Epilepsi partial kontinua

Umum

Myoklonik

Klonik

Tonik

Tonik-klonik

(Dikutip dari Mastrangelo, M dan Celato, A., 2012)

Manifestasi Klinis

Pada SE konvulsivus manifestasi klinis dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadium sebagai berikut:

Pre-status, adalah suatu fase sebelum status yang ditandai dengan meningkatnya serangan-serangan kejang sebelum menjadi status. Penanganan yang tepat pada fase ini dapat mencegah terjadinya SE.

Early status, yaitu 30 menit pertama, di mana aktivitas serangan konvulsif terus-menerus bersamaan dengan aktivitas serangan kejang elektrografik. Gangguan metabolik akibat status epileptikus merupakan mekanisme homeostasis.

Page 44: bahan epilepsi

Established status, yang berlangsung dari 30-60 menit, yang mana pada awalnya mekanisme homeostasis gagal melakukan kompensasi dan terjadilah perubahan-perubahan dan gangguan sistemik pada fungsi vital tubuh.

Refracter status jika kejang berlangsung lebih dari 60 menit, meskipun telah mendapatkan terapi adekuat dengan obat-obatan antikonvulsan lini pertama.

Substle status/super refrakter status, akan muncul jika serangan terus berlangsung selama berjam-jam, ditandai dengan aktivitas motorik berkurang secara bertahap, penderita koma dengan aktivitas motorik menjadi terbatas, dapat berupa gerakan-gerakan halus (twitching) sekitar mata dan mulut. Perubahan ini bersamaan dengan perubahan-perubahan gambaran EEG menjadi flat di antara letupan-letupan epileptiform (burt-supression pattern).17,18

Pemeriksaan Penunjang

Lumbal Punksi

Proses inflamasi maupun infeksi dapat menyebabkan kejang melalui mekanisme perangsangan langsung pada SSP, seperti pada meningitis dan ensefalitis maupun proses sistemik lain yang berdampak pada SSP. Sampai saat ini pemeriksaan LP tidak rutin dikerjakan pada SE, direkomendasikan hanya pada pasien SE yang memiliki manifestasi klinis infeksi SSP.3,9,18

Elektoensefalografi (EEG)

EEG sangat berperan untuk menunjukkan fokus dari suatu kejang di area tertentu otak. Membedakan kejang umum dan kejang parsial/fokal sangatlah penting oleh karena berkaitan dengan pemilihan obat antikonvulsan terutama pada epilepsi. Pemeriksaan EEG telah direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin pada pasien dengan kejang epileptik, sedangkan

Page 45: bahan epilepsi

pada SE, rekomendasi pemeriksaan EEG tergantung pada kecurigaan etiologinya dan masih menjadi perdebatan.3,12

Pencitraan

American Academy Neurology (AAN) tahun 1996 merekomendasikan pemeriksaan pencitraan (neuroimaging) yang bersifat darurat apabila dicurigai terdapat suatu penyakit struktural yang serius pada SSP, khususnya apabila ditemukan deficit neurologis fokal dan perubahan kesadaran yang menetap. Pada pedoman tersebut tidak disebutkan indikasi dilakukannya pencitraan pada anak dengan SE.3,11

Pencitraan hanya dilakukan jika ada kecurigaan kelainan anatomis otak dan dikerjakan jika kondisi telah stabil dan SE telah dapat diatasi. MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan CT-scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat. CT-scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder.3,5,12

PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini belum ada kesepakatan internasional mengenai penatalaksanaan kejang akut dan status epileptikus pada anak. Masing-masing pusat pelayanan kesehatan maupun pendidikan memiliki pedoman yang berbeda, disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.7,9,11

Apapun tipe dan etiologi kejang yang terjadi, tatalaksana yang harus dilakukan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.19,22

Manajemen Airway, Breathing dan fungsi circulation (ABC) yang cepat dan adekuat.

Jalan nafas harus baik agar oksigenasi terjamin baik, pasien diposisikan miring agar tidak terjadi aspirasi bila muntah. Bila pasien datang dalam keadaan kejang, atasi kejang secepatnya. Tanyakan hal-hal yang penting saja, anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap baru dilakukan setelah kejang teratasi.

Page 46: bahan epilepsi

Terminasi kejang dan pencegahan berulangnya kejang berikutnya

Upaya menghentikan kejang dan mencegah berulangnya kejang dapat mengikuti algoritme tatalaksana kejang akut dan status epileptikus konvulsif sesuai gambar 2.20

Salah satu penyebab tersering kegagalan mengatasi kejang adalah kesulitan mendapatkan akses intravena. Akan tetapi, saat ini sudah tersedia antikonvulsan dengan berbagai jalur pemberian, misalnya intravena (diazepam, lorazepam, midazolam, fenobarbital, phenitoin), intramuskuler (midazolam), rectal (diazepam, paraldehid), dan sublingual (lorazepam, midazolam). Jalur intraoseus hanya dilakukan bila jalur lain tidak berhasil.20-22

Dalam keadaan darurat, semua obat antikonvulsan tersebut kecuali paraldehid dapat diberikan secara oral melalui kateter intranasal, tetapi absorpsi per oral biasanya kurang baik, onsetnya lama dan ada risiko aspirasi. Obat-obatan antikonvulsan yang sering digunakan, dosis, tatacara pemberian, dan efek samping obat tercantum pada tabel 3.4.19,20

Gambar 2. Algoritma tatalaksana kejang akut dan status epileptikus konvulsive

Tabel 3. Obat Antikonvulsan pada kejang dan status epileptikus

Page 47: bahan epilepsi

PROGNOSIS

Luaran pasien anak dengan SE sangat ditentukan oleh kecacatan dan kematian yang ditimbulkan. Angka kematian SE pada anak masih tinggi, dengan penyebab utama kematian adalah infeksi intrakranial dan gangguan neurologi berat sebagai penyakit yang mendasarinya.5,7,11 Waslon (2010) melaporkan bahwa SE refrakter yang bertahan hidup memiliki banyak kecacatan di bidang neurologi termasuk salah satunya adalah epilepsy.2 Beberapa penelitian melaporkan bahwa faktor umur, status neurologi sebelumnya dan etiologi SE yang mendasari merupakan faktor resiko kematian pada SE.2,7,21 Resiko berulangnya SE dalam 1 tahun pertama adalah 11-16%, sementara pada 2 tahun pertama sebesar 18%.5,8,22

Angka kematian bayi dan anak akibat SE saat ini cenderung mengalami penurunan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh penanganan yang lebih baik dan ketersediaan fasilitas ruang intensif yang semakin memadai.11,20

SIMPULAN

Status epileptikus dapat terjadi karena kurang adekuat tatalaksana kejang akut. Meskipun sebagian besar kejang akut dapat berhenti sendiri sebelum 5 menit, tetapi sebagian lain memerlukan pengobatan yang adekuat untuk mencegah berkembang menjadi status epileptikus. Setelah kejang berhasil diatasi, selanjutnya adalah mencegah berulangnya kejang, melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis yang lengkap serta pemeriksaan penunjang untuk mencari dan mengobati etiologi.

DAFTAR PUSTAKA

Bassin S. Smith TL, Bleck TP. Clinical review:status epilepticus. Critical Care. 2002;6:137-42.

Walson KH. Pediatric status epilepticus: pathophysiology and management. Neuro Update. 2010;2:5.

Page 48: bahan epilepsi

Riviello JJ, Hirtz AD, Glauser T, Ballaban-Gil K, Kelley LD, Phillips MS, et all. Practice Parameter: Diagnostic assessment of the child with status epilepticus (an evidence-based review) : report of the quality standards subcommittee american academy of neurology and the practice committee of the neurology society. American Academy of Neurology. 2006;67:1542-50.

Scott RC, Surtees RAH, Neville BGR. Status epilepticus: pathophysiology, epidemiology, and outcome. Arch Dis Child. 1998;79:73-7.

Singh RK, Gaillard, WD. Status epilepticus in children. Current Neurology anad Neuroscience Reports. 2009;9:137-44.

Behera CMK, Rana KS, Kanitkar M, Adhikari KM. Status epilepticus in children. MJAFI. 2005;61:2.

Mastrangelo MC. A diagnostic work-up and therapeutic options in management of pediatric status epilepticus. World J Pediatr. 2012;8:2

Kang DC, Lee YM, Lee J, Kim HD, Choe C. Prognostic factor of status epilepticus in children. Yonsei Medical Journal. 2005;46:1:27-33.

Chaure MC, Neville BG, Bedford H, Scott RC. The epidemiology of convulsive status epilepticus in children: a critical review. Epilepsia. 2007;48(9):1652-63.

Morton LD, Pellock JM. Status epilepticus. Epilepsy. 2010;48:1091-102.

Kravljanac R, Jovic N, Djuric M, Jankovic B, Pekmezovic T. Outcome of status epilepticus in children treated in the intensive care unit: a study of 302 cases. Epilepsia. 2011; 52(2):358-63.

Saz EU, Karapinar B, Ozcetin M, Polat M, Tosun A. Serdaglu G, et al. Convulsive status epilepticus in children. Seizure. 2011; 20:115-118.

Martin LD, Pellock JM. Status Epileptikus. Dalam: Swaiman KF, Stephen A, Donna M, Ferriero. Pediatric Neurology. Principles & Practice. Volume 1 Fourth edition. 2006.Chapter 48: 1091-1104

Chen JWY, Naylor DE, Wasterlain CG. Advances in the pathophysiology of status epilepticus.Acta Neurol Scand. 2007; 115(suppl.186):7-15.

DeLorenzo RJ, Sun DA. Basic mechanism in status epilepticus: Role of caklcium in neural injury and the induction of epileptogenesis. Dalam: Blume WT, editor. Intractable epilepsy; Advance in Neurology. 2006.vol.7.p.187-197.

Dan B, Boyd SG. Nonconvulsive (dialeptic) status epilepticus in children. Current Pediatric review. 2005; 1:7-16.

Shorvon Simon. The Management Status epilepticus. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001;70(suppl II):ii22-ii27.

Siddiqui TS, Rehman AU, Jan MA, Wazeer MS. Status epilepticus: aetologi and outcome in children. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2008; 20:3.

Friedman JN. Emergency management of the paediatric patient with generalized convulsive status epilepticus. Paediatr Child Health. 2011;11:2.

Widodo DP. Algporitme penatalaksanaan kejang dan status epileptikus pada bayi dan anak. Dalam: Pediatric Neurology and neuroemergency in daily practice; PKB FKUI/RSCM Jakarta 2006, hal.63-69.

Page 49: bahan epilepsi

Wheless JW, Clarke DE. Status Epilepticus. Dalam: Bernard Maria, editor. Current management in child neurology. 3ed. 2005.p 503-508.

Scott RC, Neville BGR. Pharmacological management of convulsive status epilepticus in children. Develepmental medicine & child neurology. 1999; 41:207-10.

A. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan

disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme

pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang

menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B. Etiologi

1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis

(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.

4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.

5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.

C. Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

1. Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.

Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,

Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

 

1. Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya

antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus

haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella

pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

D. Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke

meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan

hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang

melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-

vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah

korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami

gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar

Page 50: bahan epilepsi

sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.

Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan

permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien

ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada

sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah

yang disebabkan oleh meningokokus.

E. Manifestasi klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)

2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb :o Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya

spasme otot-otot leher.o Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah

abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.o Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila

dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama

terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.

4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.

5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema

serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan

bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang

menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :o Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan

protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.o Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat,

glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan

prosedur khusus.

2. Glukosa serum : meningkat (meningitis)

3. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)

4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)

5. Elektrolit darah : Abnormal.

6. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau

mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

7. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom

daerah serebral, hemoragik atau tumor.

8. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

G. Komplikasi

1. Hidrosefalus obstruktif

2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)

3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)

Page 51: bahan epilepsi

4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)

5. Efusi subdural

6. Kejang

7. Edema dan herniasi serebral

8. Cerebral palsy

9. Gangguan mental

10. Gangguan belajar

11. Attention deficit disorder.

Download Askep Meningitis di sini  

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis

A. Pengkajian

1. Biodata klien.

 

1. Riwayat kesehatan yang laluo Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?

o Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?

o Pernahkah operasi daerah kepala ?

2. Riwayat kesehatan sekarango Aktivitas

Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.o Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah

meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.o Eliminasi

Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.o Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek

dan membran mukosa kering.o Higiene

Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.o Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan

sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda :

letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori,

afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan

atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek

kremastetik hilang pada laki-laki.o Nyeri/keamanan

Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.o Pernafasan

Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari

patogen.

Page 52: bahan epilepsi

 

1. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema

serebral, hipovolemia.

 

1. Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum,

vertigo.

 

1. Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.

 

1. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan

 

1. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

C. Intervensi

1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari

patogen.

Mandiri :

Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan

Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.

Pantau suhu secara teratur

Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus

Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam

Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)

Kolaborasi :

Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

 

1. Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral,

hipovolemia.

Mandiri :o Tirah baring dengan posisi kepala datar.

o Pantau status neurologis.

o Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang.

o Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.

o Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.

Kolaborasi :

Page 53: bahan epilepsi

o Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.

o Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit).

o Pantau BGA.

o erikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.

2. Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.

Mandiri :o Pantau adanya kejang

o Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.

o Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.

3. Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.

Mandiri :o Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman

kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.o Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)

o Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.

o Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.

Kolaborasi :

o Berikan anal getik, asetaminofen, codein

4. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.o Kaji derajat imobilisasi pasien.

o Bantu latihan rentang gerak.

o Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.

o Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan

kesejajaran tubuh secara fumgsional.o Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.

5. Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologiso Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses

pikir.o Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.

o Observasi respons perilaku.

o Hilangkan suara bising yang berlebihan.

o Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.

o Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.

o Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.

6. Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.o Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.

o Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.

o Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.

o Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber

penyokong.

H. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan

orang lain.

2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,

mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.

3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.

Page 54: bahan epilepsi

4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan

tepat.

5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.

6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.

7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan

tentang situasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa

Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih

bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa

Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah.

Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.

Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan

Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.

DIAZEPAM

Diazepam

Generic Name: diazepam (dye AZ pam e)

Nama merek: Valium

Apa itu diazepam?

Diazepam adalah sebuah benzodiazepin. Ini mempengaruhi zat kimia dalam otak yang mungkin menjadi tidak seimbang dan menyebabkan kecemasan. Diazepam digunakan untuk pengelolaan gangguan kecemasan atau untuk bantuan jangka pendek gejala kecemasan. Diazepam juga dapat digunakan untuk meringankan agitasi, kegoyahan, dan halusinasi pada saat penarikan alkohol dan meringankan beberapa jenis kejang otot. Hal ini juga dapat digunakan untuk mengobati kejang, insomnia, dan kondisi lain yang ditentukan oleh dokter. Diazepam (diucapkan / daɪæzɨpæm / ), pertama kali dipasarkan sebagai Valium ( / væliəm / ) oleh Hoffmann-La Roche , adalah benzodiazepin derivatif obat . hal ini biasanya digunakan untuk mengobati kecemasan , insomnia , kejang termasuk status epilepticus , kejang otot , gelisah sindrom kaki , penarikan alkohol , penarikan benzodiazepin dan Penyakit Meniere. Hal ini juga dapat digunakan sebelum prosedur medis tertentu (seperti endoscopies ) untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan, dan dalam beberapa prosedur pembedahan untuk menginduksi amnesia . Ini memiliki anxiolytic , antikonvulsan , hipnotis , sedatif , relaksan otot rangka , dan amnestic properti. Tindakan farmakologi dari diazepam meningkatkan efek neurotransmitter GABA dengan mengikat ke situs benzodiazepine pada reseptor GABA A mengarah ke sistem saraf pusat depresi. Diazepam juga telah digunakan sebagai obat rekreasi.

Page 55: bahan epilepsi

Efek samping dari diazepam termasuk amnesia anterograde (terutama pada dosis tinggi) dan obat penenang serta efek paradoks seperti kegembiraan, kemarahan atau memburuknya kejang pada epilepsi. Benzodiazepin juga dapat menyebabkan atau memperburuk depresi . -efek jangka panjang benzodiazepin seperti diazepam termasuk toleransi , ketergantungan benzodiazepin serta sindrom penarikan benzodiazepin pada pengurangan dosis; tambahan setelah penghentian benzodiazepin kognitif defisit dapat bertahan selama minimal 6 bulan dan mungkin tidak sepenuhnya kembali normal. Diazepam juga memiliki potensi penyalahgunaan dan dapat menyebabkan masalah serius kecanduan. Mendesak tindakan dengan Pemerintah Nasional untuk meningkatkan praktek resep telah direkomendasikan.

Keuntungan dari diazepam adalah timbulnya tindakan yang cepat dan tingkat keberhasilan tinggi yang penting untuk mengelola kejang akut; benzodiazepin juga memiliki toksisitas relatif rendah overdosis. Diazepam adalah obat inti dalam Organisasi Kesehatan Dunia 's " Daftar Obat Esensial ", yang merupakan daftar kebutuhan medis minimum untuk sistem perawatan kesehatan dasar. Diazepam digunakan untuk mengobati berbagai macam kondisi dan telah menjadi salah satu obat yang paling sering diresepkan di dunia selama beberapa tahun terakhir 40. Ini pertama kali disintesis oleh Dr Leo Sternbach .

Sejarah

Diazepam adalah benzodiazepine kedua yang ditemukan oleh Dr Leo Sternbach dari Hoffmann-La Roche , berikut chlordiazepoxide (Librium) yang telah disetujui untuk digunakan pada 1960. Dirilis pada tahun 1963 sebagai versi perbaikan dari Librium, diazepam menjadi sangat populer, membantu Roche untuk menjadi raksasa industri farmasi. Ini adalah dua setengah kali lebih kuat dibandingkan pendahulunya, yang dengan cepat melampaui dalam hal penjualan. Setelah sukses awal, perusahaan farmasi lain mulai memperkenalkan turunan benzodiazepin lainnya.

Benzodiazepin mendapatkan popularitas di kalangan profesional medis sebagai perbaikan atas barbiturat , yang memiliki relatif sempit indeks terapeutik , dan jauh lebih menenangkan pada dosis terapeutik. Para benzodiazepin juga jauh lebih berbahaya; kematian jarang hasil dari overdosis diazepam, kecuali dalam kasus di mana itu dikonsumsi dengan jumlah besar lainnya depresan (seperti alkohol atau obat penenang lainnya). Clobazam obat-obatan seperti diazepam awalnya mendapat dukungan publik secara luas , tapi dengan waktu tampilan berubah menjadi salah satu kritik tumbuh dan panggilan untuk pembatasan resep mereka.

Diazepam adalah menjual-top farmasi di Amerika Serikat 1969-1982, dengan penjualan puncak pada tahun 1978 sebesar 2,3 miliar tablet. Diazepam, bersama dengan oxazepam , nitrazepam dan temazepam , mewakili 82% dari pasar benzodiazepine di Australia. [ 12] Sementara psikiater terus resep diazepam untuk bantuan jangka pendek dari kecemasan, neurologi telah memimpin dalam resep diazepam untuk paliatif pengobatan beberapa jenis epilepsi dan aktivitas kejang, misalnya, bentuk paresis. Hal ini juga baris pertama dari pertahanan untuk kelainan langka yang disebut kaku-orang sindrom . Dalam beberapa tahun terakhir, persepsi publik benzodiazepin telah menjadi semakin negatif.

Page 56: bahan epilepsi

Indikasi

Diazepam terutama digunakan untuk mengobati kecemasan, insomnia, dan gejala akut penarikan alkohol .Hal ini juga digunakan sebagai premedikasi untuk menginduksi sedasi, anxiolysis atau amnesia sebelum prosedur medis tertentu (misalnya, endoskopi ).

Diazepam intravena atau lorazepam pengobatan lini pertama untuk status epilepticus. Namun, lorazepam keunggulan dibandingkan diazepam termasuk tingginya tingkat mengakhiri dan kejang lebih efek. anticonvulsant berkepanjangan telah Diazepam jarang digunakan untuk jangka jangka waktu pengobatan epilepsi karena toleransi terhadap efek antikonvulsan diazepam biasanya berkembang dalam 6 sampai 12 bulan pengobatan, efektif rendering itu berguna untuk tujuan ini. [18] [19] Diazepam digunakan untuk pengobatan darurat eklampsia , ketika IV magnesium sulfat dan mengontrol tekanan darah tindakan telah gagal. [20] [21] Benzodiazepines tidak memiliki sifat menghilangkan rasa sakit diri dan umumnya direkomendasikan harus dihindari pada individu dengan rasa sakit. [22] Namun demikian, benzodiazepin seperti diazepam dapat digunakan untuk mereka sifat relaksasi otot dapat mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh kejang otot , yang disebabkan oleh berbagai dystonias, termasuk blefarospasme. Toleransi sering berkembang ke efek relaksan otot seperti diazepam benzodiazepine. Baclofen atau Tizanidine adalah kadang-kadang digunakan sebagai alternatif diazepam. Tizanidine telah ditemukan untuk sama-sama efektif sebagai obat antispasmodic lain dan memiliki tolerabilitas unggul dari baclofen dan diazepam.

Efek antikonvulsan diazepam, dapat membantu dalam pengobatan kejang, karena overdosis obat atau racun kimia sebagai akibat dari paparan sarin , VX , SOMAN (atau lainnya organofosfat racun; lihat # CANA ), lindan , klorokuin , physostigmine , atau piretroid [18] [28] Diazepam intermitently kadang-kadang digunakan untuk profilaksis kejang demam yang terjadi sebagai akibat dari demam tinggi pada anak dan bayi di bawah usia 5 tahun. penggunaan jangka panjang diazepam untuk pengelolaan epilepsi tidak dianjurkan, namun sebuah sub kelompok individu dengan pengobatan epilepsi tahan manfaat dari-jangka panjang dan benzodiazepine bagi individu tersebut clorazepate telah direkomendasikan karena lebih lambat awal atas toleransi terhadap efek antikonvulsan.

Diazepam memiliki spektrum luas indikasi (sebagian besar yang off-label), termasuk:

• Pengobatan kegelisahan , serangan panik , dan keadaan agitasi

• Pengobatan gejala neurovegetative berhubungan dengan vertigo

• Pengobatan gejala alkohol, opiat dan penarikan benzodiazepine

• Jangka pendek pengobatan insomnia

• Pengobatan tetanus , bersama dengan ukuran lain perawatan intensif

• pengobatan ajuvan dari kejang otot paresis (para-/tetraplegia) yang disebabkan oleh otak atau sumsum tulang belakang kondisi seperti stroke , multiple sclerosis , cedera tulang belakang (pengobatan jangka panjang digabungkan dengan tindakan rehabilitatif lain)

• perawatan paliatif dari sindrom orang kaku

• Pre-/postoperative sedasi, anxiolysis dan / atau amnesia (misalnya, sebelum endoskopi atau prosedur bedah)

Page 57: bahan epilepsi

• Pengobatan komplikasi dengan halusinogen , seperti LSD atau overdosis SSP stimulan , seperti kokain atau metamfetamin .

• Profilaksis pengobatan toksisitas oksigen selama terapi oksigen hiperbarik

Dosis

Diazepam dipasarkan di lebih dari 500 merek di seluruh dunia. Ini adalah disediakan dalam bentuk sebagai berikut:

• Untuk pemberian oral:

o Tablet - 1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg. Generic versi yang tersedia.

o Kapsul, waktu-release - 15 mg (dipasarkan oleh Roche sebagai Valrelease)

o Larutan cair - 1 mg / ml dalam kemasan 500 ml dan unit-dosis (5 mg & 10 mg); 5 mg / ml dalam botol pipet 30 ml (dipasarkan oleh Roxane sebagai Diazepam Intensol)

• Untuk administrasi parenteral:

o Ampul 2 ml dan jarum suntik, 1 ml, 2 ml, vial 10 ml, 2 ml Tel-E-byek; juga mengandung propilen glikol 40%, 10% etil alkohol, 5% natrium benzoat dan asam benzoat sebagai buffer, dan benzil 1,5% alkohol sebagai pengawet.

Catatan: IM injeksi sebagian besar kurang efektif sebagai obat yang disuntikkan ke dalam otot berhubung dgn tetanus dengan urat otot terkompresi. Ini tidak memungkinkan obat mencapai sirkulasi cepat. (Lihat komentar di atas, di bawah Farmakokinetik, injeksi ulang IM).

Seduxen (Diazepam, di Hungaria, Rusia, Polandia, dan negara-negara Timur-Eropa lainnya) diberikan dalam bentuk sebagai berikut:

• Untuk pemberian oral:

o Tablet 5 mg

o Injeksi 5 mg / ml untuk penggunaan intravena, intramuskular atau subkutan

• Untuk administrasi parenteral:

o Ampul 2 ml dan jarum suntik, 1 ml, 2 ml, vial 10 ml, 2 ml Tel-E-byek; juga mengandung propilen glikol 40%, 10% etil alkohol, 5% natrium benzoat dan asam benzoat sebagai buffer, dan benzil 1,5% alkohol sebagai pengawet.

Perhatikan: injeksi IM sebagian besar kurang efektif sebagai obat yang disuntikkan ke dalam otot berhubung dgn tetanus dengan urat otot terkompresi. Ini tidak memungkinkan obat mencapai sirkulasi cepat.

• Untuk administrasi dubur:

o Solusi

o Supositoria - 5 mg dan 10 mg [18] [42]

o Dubur tabung

• Untuk administrasi inhalasi: Metode ini menggunakan diazepam pemanasan untuk membentuk uap kemudian menghasilkan sebuah aerosol. Hal ini memungkinkan obat tersebut untuk diteruskan

Page 58: bahan epilepsi

melalui rute inhalasi selama terapi inhalasi Diberikan dalam dosis 2-20 mg baik dalam inhalasi tunggal atau penarikan beberapa kecil

• The Militer Amerika Serikat mempekerjakan diazepam persiapan khusus yang dikenal sebagai CANA (Convulsive Antidote, Nerve Agent. (Kejang Antidote, Syaraf Agen), yang berisi campuran diazepam, atropin dan pralidoxime (2-PAM). Satu CANA kit biasanya dikeluarkan untuk anggota layanan, bersama dengan tiga Aku Mark NAAK kit, ketika beroperasi dalam keadaan di mana senjata kimia dalam bentuk agen saraf dianggap potensi bahaya. Kedua kit ini memberikan obat menggunakan auto-injectors . Mereka dimaksudkan untuk digunakan dalam "bantuan buddy" atau "bantuan diri" pemberian obat di lapangan sebelum dekontaminasi dan pengiriman pasien untuk perawatan medis definitif.

Kontraindikasi

Penggunaan diazepam harus dihindari, jika mungkin, pada individu dengan kondisi berikut:

• Ataxia

• Parah hipoventilasi

• Akut sudut sempit glaukoma

• Berat hati kekurangan ( hepatitis dan liver sirosis penghapusan penurunan dengan faktor dari 2)

• Berat ginjal kekurangan (misalnya pasien dialisis )

• Hati gangguan

• Gangguan pernapasan berat

• Parah sleep apnea

• Parah depresi , terutama jika disertai dengan kecenderungan bunuh diri

• Kegilaan

• Kehamilan atau menyusui

• Perhatian yang dibutuhkan pada pasien usia lanjut atau lemah

• Coma atau shock

• Tiba-tiba penghentian terapi

• Intoksikasi akut dengan alkohol , narkotika , atau zat psikoaktif lainnya (dengan pengecualian beberapa halusinogen , di mana kadang-kadang digunakan sebagai pengobatan untuk overdosis)

• Sejarah alkohol atau ketergantungan obat

• Myasthenia gravis , atau MG, suatu gangguan autoimun yang menyebabkan fatiguability ditandai.

• Hipersensitivitas atau alergi terhadap obat apapun dalam benzodiazepine kelas

Efek samping

Page 59: bahan epilepsi

Akibat yang merugikan dari benzodiazepin seperti diazepam termasuk amnesia anterograde dan kebingungan (terutama diucapkan dalam dosis tinggi) dan sedasi Orang tua lebih rentan terhadap efek samping dari diazepam misalnya kebingungan, amnesia , ataksia dan efek mabuk serta jatuh. Penggunaan jangka panjang benzodiazepin seperti diazepam dikaitkan dengan toleransi , ketergantungan benzodiazepin serta sindrom penarikan benzodiazepin .Seperti benzodiazepin lainnya, diazepam dapat mengganggu memori jangka panjang dan belajar informasi baru. Sementara obat benzodiazepin seperti diazepam dapat menyebabkan amnesia anterograde, mereka tidak menyebabkan amnesia retrograde ; informasi pelajari sebelum benzodiazepin tidak terganggu. Toleransi terhadap efek merusak kognitif benzodiazepin tidak cenderung untuk mengembangkan dengan penggunaan jangka panjang. Orang tua lebih sensitif terhadap efek merusak kognitif benzodiazepin. tambahan setelah penghentian benzodiazepin kognitif defisit dapat bertahan selama sedikitnya enam bulan, tidak jelas apakah kerusakan ini memakan waktu lebih lama dari enam bulan untuk mengurangi atau jika mereka adalah permanen Benzodiazepin juga dapat menyebabkan atau memperburuk depresi . infus atau suntikan diazepam intravena berulang ketika kejang mengelola misalnya dapat mengakibatkan keracunan obat termasuk depresi pernapasan, sedasi serta hipotensi . Toleransi juga dapat mengembangkan untuk infus diazepam jika diberikan selama lebih dari 24 jam.Dampak buruk seperti sedasi, ketergantungan benzodiazepin dan potensi penyalahgunaan membatasi penggunaan benzodiazepin.

Diazepam memiliki berbagai efek samping yang umum untuk paling benzodiazepin. Paling umum efek samping meliputi:

• Penindasan tidur REM

• Gangguan fungsi motorik

o Gangguan koordinasi

o Gangguan keseimbangan

o Pusing dan mual

• Depresi

• Reflex tachycardia

Jarang paradoks efek samping dapat terjadi dan termasuk kegelisahan, lekas marah, kegembiraan, memburuknya kejang, insomnia, kram otot, perubahan libido (meningkat atau menurun libido) dan dalam beberapa kasus, kemarahan, dan kekerasan. Reaksi-reaksi yang merugikan lebih mungkin terjadi pada anak-anak, orang tua, orang dengan riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol dan orang-orang dengan sejarah agresi. Diazepam dapat meningkat, pada beberapa orang , kecenderungan arah-perilaku merugikan diri dan, dalam kasus yang ekstrim, dapat menimbulkan kecenderungan bunuh diri atau tindakan. Sangat jarang distonia dapat terjadi.

Page 60: bahan epilepsi

Diazepam dapat mengganggu kemampuan untuk mengemudi kendaraan atau mengoperasikan mesin. penurunan ini diperparah dengan konsumsi alkohol, karena keduanya bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat.

Selama terapi, toleransi terhadap efek obat penenang biasanya berkembang, tetapi tidak untuk dan myorelaxant efek anxiolytic.

Pasien dengan serangan parah apnea saat tidur mungkin menderita depresi pernafasan (hipoventilasi) menyebabkan serangan pernapasan dan kematian.

Diazepam dalam dosis 5 mg atau lebih menyebabkan penurunan pada kewaspadaan performa gabungan dengan meningkatnya perasaan kantuk.

Toleransi dan ketergantungan fisik

Diazepam sebagai dengan lainnya benzodiazepin obat dapat menyebabkan toleransi , ketergantungan fisik , kecanduan dan apa yang dikenal sebagai sindrom penarikan benzodiazepine . Penarikan dari diazepam atau benzodiazepin lainnya sering menyebabkan gejala penarikan diri yang serupa dengan yang terlihat selama barbiturat atau penarikan alkohol . Semakin tinggi dosis dan semakin lama obat ini diambil semakin besar risiko mengalami gejala penarikan yang tidak menyenangkan. Gejala Penarikan dapat terjadi dari dosis standar dan juga setelah penggunaan jangka pendek dan dapat berkisar dari insomnia dan kecemasan untuk gejala yang lebih serius termasuk kejang dan psikosis. Gejala Penarikan kadang-kadang dapat menyerupai kondisi yang sudah ada sebelumnya dan misdiagnosed. Diazepam dapat menghasilkan penarikan gejala kurang intens karena panjang setengah hidup eliminasi . Benzodiazepine pengobatan harus dihentikan sesegera mungkin melalui pengurangan dosis bertahap dan rezim lambat. Toleransi berkembang terhadap efek terapeutik benzodiazepin; untuk toleransi misalnya terjadi terhadap efek antikonvulsan dan sebagai hasil benzodiazepines umumnya tidak direkomendasikan untuk pengelolaan jangka panjang epilepsi. Dosis meningkat dapat mengatasi dampak dari toleransi, namun, toleransi kemudian dapat berkembang ke dosis yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan efek samping.. Mekanisme toleransi terhadap benzodiazepin meliputi, uncoupling situs reseptor, perubahan dalam ekspresi gen , turun peraturan situs reseptor dan desensitisasi situs reseptor dengan efek GABA. Sekitar sepertiga dari individu yang mengambil benzodiazepin selama lebih dari 4 minggu menjadi tergantung dan mengalami sindrom penarikan penghentian. [4] Perbedaan tingkat penarikan (50-100%) bervariasi tergantung pada sampel pasien sedang diselidiki. Sebagai contoh, sebuah sampel acak dari pengguna benzodiazepin jangka panjang biasanya menemukan bahwa sekitar 50% akan mengalami sedikit atau tanpa gejala penarikan, dengan 50% lainnya mengalami gejala penarikan terkenal. Beberapa kelompok pasien pilih akan menunjukkan tingkat yang lebih tinggi gejala penarikan terkenal, hingga 100%. [64] kecemasan Rebound, lebih parah dari kecemasan dasar, juga merupakan gejala penarikan umum ketika diazepam menghentikan atau benzodiazepin lainnya. Oleh karena itu Diazepam hanya disarankan untuk terapi jangka pendek pada dosis serendah mungkin karena risiko masalah penarikan parah dari dosis rendah bahkan setelah pengurangan secara bertahap. Ada risiko yang signifikan ketergantungan farmakologis pada diazepam dan pasien mengalami gejala sindrom penarikan Benzodiazepine jika diambil selama 6

Page 61: bahan epilepsi

minggu atau lebih.Dalam toleransi manusia terhadap efek antikonvulsan diazepam sering terjadi. [68]

Overdosis

Artikel utama: overdosis Clobazam

individu yang telah dikonsumsi terlalu banyak diazepam biasanya akan menampilkan satu atau lebih gejala berikut dalam jangka waktu sekitar empat jam segera setelah overdosis dicurigai:

• Kantuk

• Mental kebingungan

• Hipotensi

• Gangguan fungsi motor

o Gangguan refleks

o Gangguan koordinasi

o Gangguan keseimbangan

o Pusing

• Koma

Overdosis diazepam dengan alkohol, opiat dan / atau depresi lain mungkin berakibat fatal.Sebuah penelitian di Australia telah menemukan orang yang minum pil tidur atau obat anti-kecemasan lebih berbahaya di jalan dari pengemudi mabuk.

Farmakologi

Non-USA 10mg Valium.

benzodiazepin klasik lainnya termasuk chlordiazepoxide , clonazepam , lorazepam , oxazepam , nitrazepam , temazepam , flurazepam [ rujukan? ], bromazepam [ rujukan? ], dan clorazepate. Diazepam telah anticonvulsant sifat. Diazepam tidak berpengaruh pada tingkat GABA dan tidak berpengaruh terhadap kegiatan dekarboksilase glutamat tapi memiliki sedikit efek pada aktivitas asam gamma-aminobutyric transaminase. Ini berbeda sepanjang dari beberapa obat anticonvulsive lain dibandingkan dengan. bertindak Benzodiazepines melalui mikromolar situs mengikat benzodiazepine sebagai Ca2 + blocker saluran dan sensitif secara signifikan menghambat serapan kalsium dalam sel persiapan depolarisasi saraf tikus

Diazepam menghambat pelepasan asetilkolin dalam synaptosomes hippocampus tikus.. Ini telah ditemukan dengan mengukur afinitas kolin serapan natrium-tergantung tinggi di sel-sel otak tikus in

Page 62: bahan epilepsi

vitro, setelah pretreatment tikus dengan diazepam in vivo. Hal ini dapat memainkan peran dalam menjelaskan sifat's anticonvulsant diazepam.

Diazepam berikatan dengan afinitas tinggi untuk sel-sel glial dalam kultur sel hewan. Diazepam dosis tinggi telah ditemukan untuk penurunan omzet histamin dalam otak tikus melalui's tindakan diazepam di GABA reseptor kompleks-benzodiazepin. Diazepam juga menurun prolaktin rilis di tikus.

Mekanisme kerja

Lihat juga: Clobazam - Benzodiazepine

Diazepam adalah benzodiazepin yang mengikat ke subunit tertentu pada GABA A reseptor pada situs yang berbeda dari situs pengikatan endogen molekul GABA. reseptor adalah saluran inhibisi yang, ketika diaktifkan, menurun aktivitas neuronal. Benzodiazepin tidak suplemen untuk neurotransmitter GABA, bukan benzodiazepin seperti diazepam mengikat ke lokasi yang berbeda pada reseptor GABA A dengan hasil bahwa efek GABA yang ditingkatkan. Benzodiazepin menyebabkan peningkatan pembukaan saluran ion klorida ketika GABA mengikat situsnya pada reseptor GABA A menyebabkan ion klorida lebih memasuki neuron yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan efek depresan sistem saraf pusat. Diazepam mengikat non-selektif untuk alpha1, alpha2, alpha3 dan alpha5 subunit mengandung GABA A reseptor.

Karena peran diazepam sebagai positif modulator alosterik dari GABA, ketika mengikat reseptor benzodiazepin menyebabkan penghambatan efek. Hal ini timbul dari hyperpolarization pos- sinaptik membran, karena kontrol yang diberikan atas negatif klorida ion oleh A reseptor GABA.

Diazepam muncul untuk bertindak atas area sistem limbik , thalamus , dan hypothalamus , menginduksi efek anxiolytic. tindakan nya adalah karena peningkatan GABA kegiatan. [1] [81] Clobazam obat-obatan termasuk diazepam meningkatkan proses penghambatan dalam cerebral cortex.

Sifat anticonvulsant diazepam dan benzodiazepin lainnya mungkin dalam sebagian atau seluruhnya karena mengikat ke saluran sodium tegangan yang tergantung daripada reseptor benzodiazepine. menembak berulang berkelanjutan tampaknya akan dibatasi oleh 'efek benzodiazepin memperlambat pemulihan saluran sodium dari inaktivasi.

Sifat relaksan otot diazepam diproduksi melalui penghambatan polysynaptic jalur di sumsum tulang belakang.

Farmakokinetik

Generik pak 5mg Diazepam.

Page 63: bahan epilepsi

Diazepam dapat diberikan secara oral, intravena (harus diencerkan, karena menyakitkan dan merusak pembuluh darah), intramuskular (lihat di bawah), atau sebagai supositoria .

Ketika diazepam yang diberikan secara oral, itu diserap dengan cepat dan memiliki onset cepat tindakan. Onset tindakan adalah 1-5 menit untuk administrasi IV dan 15-30 menit untuk administrasi IM. Durasi puncak efek farmakologis's diazepam adalah 15 menit sampai 1 jam untuk kedua rute administrasi. Ketersediaan hayati setelah admministration oral adalah 100 persen, dan 90 persen setelah pemberian dubur. kadar plasma puncak terjadi antara 30 menit dan 90 menit setelah pemberian oral dan antara 30 menit dan 60 menit setelah pemberian intramuskular; setelah kadar puncak plasma administrasi dubur terjadi setelah 10 menit untuk 45 menit. Diazepam sangat terikat dengan protein 96-99 persen diserap obat yang terikat protein. The distribution half life of diazepam is 2 minutes to 13 minutes. Separuh distribusi kehidupan diazepam adalah 2 menit sampai 13 menit.

Bila diazepam diberikan sebagai injeksi intramuskular (ini menyakitkan, dan tidak disarankan), penyerapan lambat, tidak menentu dan tidak lengkap.

Diazepam sangat larut dalam lemak, dan secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh setelah administrasi. Hal ini mudah melintasi baik penghalang darah-otak dan plasenta , dan diekskresikan ke dalam ASI. Setelah penyerapan, diazepam didistribusikan ulang ke dalam otot dan adipose jaringan. dosis harian terus menerus dari diazepam cepat akan membangun sampai konsentrasi tinggi dalam tubuh (terutama di jaringan adiposa ), yang akan jauh melebihi dari dosis yang sebenarnya untuk hari tertentu.

Ada penyimpanan preferensial diazepam di beberapa organ termasuk jantung.Penyerapan oleh rute dikelola dan risiko akumulasi secara signifikan meningkat pada neonatus dan ada justifikasi klinis untuk merekomendasikan penarikan diazepam selama kehamilan dan menyusui.

Diazepam mengalami metabolisme oksidatif oleh Demethylation (CYP 2C9, 2C19, 2B6, 3A4, dan 3A5), hidroksilasi (CYP 3A4 dan 2C19) serta glucuronidation di hati sebagai bagian dari sitokrom P450 sistem enzim. Diazepam memiliki beberapa farmakologis metabolit aktif . Metabolit aktif utama dari diazepam adalah desmethyldiazepam (juga dikenal sebagai nordazepam atau nordiazepam). lain yang aktif's metabolit Diazepam termasuk aktif minor metabolit temazepam dan oxazepam . Ini metabolit terkonjugasi dengan glukuronat , dan diekskresikan terutama di urin. Karena ini metabolit aktif, nilai serum dari diazepam saja tidak berguna dalam memprediksi efek obat. Diazepam memiliki biphasic paruh sekitar 1-3 dan 2-7 hari untuk desmethyldiazepam metabolit aktif.

Sebagian besar obat ini dimetabolisme; sedikit Diazepam diekskresikan berubah. Sangat

Setengah eliminasi-kehidupan diazepam dan juga aktif metabolit desmethyldiazepam meningkat secara signifikan pada orang tua, yang dapat mengakibatkan tindakan yang berkepanjangan serta akumulasi obat selama pemberian berulang.

Interaksi

Jika diazepam adalah untuk diberikan bersamaan dengan obat lain, perhatian harus dibayarkan kepada interaksi farmakologis mungkin. Perhatian khusus harus diambil dengan obat yang meningkatkan efek diazepam, seperti barbiturat, fenotiazin , narkotika dan antidepresan .

Diazepam tidak meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim hati, dan tidak mengubah metabolisme senyawa lain. Tidak ada bukti bahwa akan menyarankan mengubah metabolisme diazepam sendiri dengan administrasi kronis.

Page 64: bahan epilepsi

Agen yang memiliki efek pada hati jalur sitokrom P450 atau konjugasi dapat mengubah laju metabolisme diazepam. Interaksi ini akan diharapkan untuk menjadi yang paling signifikan dengan jangka diazepam terapi-panjang, dan signifikansi klinis mereka adalah variabel.

• Diazepam meningkatkan efek depresi sentral alkohol, lainnya hipnotik / sedatif (misalnya, barbiturat), narkotika, lain relaksan otot , antidepresan tertentu, sedatif antihistamin , opiat dan antipsikotik serta antikonvulsan seperti fenobarbital , fenitoin dan carbamazepine . The euphoriant effects of opioids may be increased, leading to increased risk of psychological dependence. [ 4 ] [ 47 ] [ 87 ] Efek euphoriant opioid dapat ditingkatkan, menyebabkan peningkatan risiko ketergantungan psikologis.

• Cimetidine , omeprazole , oxcarbazepine , Ticlopidine , topiramate , ketoconazole , itraconazole , disulfiram , fluvoxamine , isoniazid , eritromisin , probenesid , propranolol , imipramine , ciprofloxacin , fluoxetine dan asam valproat memperpanjang tindakan diazepam oleh yang menghambat eliminasi. [18] [40] oxcarbazepine , Ticlopidine serta topiramate juga menghambat penghapusan diazepam.

• Alkohol ( etanol ) dalam kombinasi dengan diazepam dapat menyebabkan peningkatan sinergis dari hipotensi sifat benzodiazepin dan alkohol.

• Kontrasepsi oral ("pil") secara signifikan menurunkan penghapusan desmethyldiazepam, metabolit utama dari diazepam.

• Rifampisin , fenitoin , karbamazepin dan fenobarbital meningkatkan metabolisme diazepam, sehingga menurunkan tingkat obat dan efek. Deksametason dan John's wort St juga meningkatkan metabolisme diazepam.

• Diazepam meningkatkan kadar serum dari fenobarbital .

• Nefazodone dapat menyebabkan peningkatan kadar darah benzodiazepin

• Cisapride dapat meningkatkan penyerapan, dan karena itu aktivitas obat penenang, diazepam.

• dosis kecil teofilin dapat menghambat tindakan diazepam.

• Diazepam dapat menghalangi tindakan levodopa (digunakan dalam pengobatan Parkinson's Disease ).

• Diazepam dapat mengubah digoxin konsentrasi serum.

• Obat lain yang mungkin memiliki interaksi dengan diazepam meliputi: antipsikotik (misalnya klorpromazin ), inhibitor MAO , ranitidin

• Kafein dapat menentang efek diazepam dan sebaliknya.

• Merokok tembakau dapat meningkatkan penghapusan diazepam dan menurunkan tindakannya.

• Karena bekerja pada reseptor GABA rempah Valerian dapat menghasilkan efek yang merugikan.

• Makanan yang mengasamkan urin dapat menyebabkan penyerapan lebih cepat dan penghapusan diazepam, mengurangi tingkat obat dan aktivitas.

• Makanan yang membasakan urin dapat menyebabkan penyerapan lebih lambat dan penghapusan diazepam, meningkatkan tingkat obat dan aktivitas.

Page 65: bahan epilepsi

• Ada laporan yang bertentangan mengenai apakah makanan pada umumnya mempunyai pengaruh terhadap penyerapan dan aktivitas diberikan diazepam oral.

TANGGUNG JAWAB PERAWAT

Peran dan Tanggung jawab perawat sehubungan dengan pemberian obat:

• Perawat harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai mengenai obat.

• Mendukung keefektivitasan obat.

• Mengobservasi efek samping dan alergi obat

• Menyimpan, menyiapkan dan administrasi obat

• Melakukan pendidikan kesehatan tentang obat

• Perawatan, pemeliharaan dan pemberian banyak obat-obatan merupakan tanggung jawab besar bagi perawat.

a. Kesalahan dapat terjadi pada instruksi, pembagian, penamaan dan pengintrepretasian instruksi sesuai dengan penatalaksanaan obat.

b. Di RS : meskipun bagian farmasi yang bertanggung jawab untuk penyimpanan, penamaan dan distribusi obat ke ruangan merupakan tanggung jawab perawat

• Obat harus tidak diberikan perawat tanpa membawa resep tertulis kecuali pada saat kegawatan

a. Tanggung jawab ini hanya bisa dilimpahkan dengan persetujuan dari petugas yang memiliki wewenang.

Peran perawat dilihat dari batas kewenangannya sbb:

1. Peran independen: merupakan peran dimana perawat secara legal dapat melakukan tindakan secara mandiri

2. Peran dependen: Perawat tergantung kepada profesi lain

3. Peran Interdependen: (kolaborasi) peran dimana perawat melakukan tindakan terhadap masalah kesehatan yang memerlukan penanganan bersama.

Pengetahuan Farmakologi yang harus dimiliki perawat :

• Dosis

• Mekanisme Kerja Obat

• Mekanisme tubuh

• Efek Obat

• Efek Samping Obat

• Cara Pemberian obat

Page 66: bahan epilepsi

• Interaksi obat dengan bahan lain

• Makna pemberian obat

• Perilaku dan persepsi pasien dalam menerima terapi obat

Efek Obat :

• Efek terapeutik

efek yang dinginkan, efek utama

ex: morfin sulfat adalah analgetik,

diazepam mnghilangkan kcemasan

• Efek samping

efek yang tidak diinginkan, biasanya dapat diprediksi

ex: digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi miokard tapi efek sampingnya mual muntah

• Toksisitas obat

efek yang merusak terhadap organisme aatau jaringan sebagai akibat overdosis

ex:depresi pernafasan akibat penumpukan morfin sulfat dalam tubuh.

• Alergi obat

Reaksi immunologi terhadap suatu obat.dapat ringan atau berat. Bervariasi mulai dari ruam kulit sampai diare berat yaitu syok anapilaktif

PEMBERIAN OBAT

Prinsip 5 Benar :

1. Benar order (dosisnya)

2. Benar obat

3. Benar pasien

4. Benar cara pemberian

5. Benar waktu pemberian

6. Benar pendokumentasiannya.

Pada dasarnya ada empat jenis order pengobatan:

1. Staat order (perintah segera), mendadak, cyto hanya berlaku satu kali

2. Single order (perintah tunggal), Satu kali pemberian pada saat tertentu, namun tidak segera diberikan. SA (Sulfa atropin) untuk persiapan operasi

Page 67: bahan epilepsi

3. Standing order (perintah tetap) jangka waktu tertentu, misalnya gentamicin 500 mg selama 7 hari pada pasien post op.

4. perintah kalau perlu diberikan jika dperlukan saja, ex: asam mefenamat untuk nyeri.

Daya kerja obat secara fisiologis#

Faktor fisiologis yang mempengaruhi reaksi obat:

1. Absorpsi obat

Obat bergerak dari sumber ke dalam aliran darah, kecuali topical drugs

Faktor yang mempengaruh : Cara pemberian, jenis obat, makanan,keadaan pasien.

2. Pergerakan obat dalam tubuh.

Absorpsi darah dan di dalam limfatik, ke luar melalui sel, masuk ke jaringan

Faktor yang mempengaruhi sirkulasi cairan tubuh:

Keseimbangan cairan dan elektrolit

Cardiac patologik

3. Metabolisme obat

Sirkulasi obat jaringan berinteraksi dengan sel perubahan zat kimia menjadi lebih efektif bereaksi diekskresi hati darah mucosa usus, dan ginjal

4. Ekskresi obat

Obat setelah bereaksi keluar melalui

• Ginjal urine

• Intestinal Faeces

• Paru-paru udara

Yang mempengaruhi reaksi obat:

• Usia dan BB

• Jenis kelamin

• Faktor psikologis

• Kondisi sakit kronik

• Waktu dan cara pemberian

• Lingkungan

DIAZEPAM

Page 68: bahan epilepsi

Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on

SEDIAAN

tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagai dosis sediaan.

Beberapa contoh nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid®, Valium®, Validex® dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan Neurodial®, Metaneuron® dan Danalgin®, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan tablet.

EFEK SAMPING

Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk

Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition

Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia, angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangan keseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea, disease of liver, drug dependence, dysuria, extrapyramidal disease, false Sense of well-being, fatigue, general weakness, headache disorder, hypotension, Increased bronchial secretions, leukopenia, libido changes, muscle spasm, muscle weakness, nausea, neutropenia disorder, polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin rash, sleep automatism, tachyarrhythmia, trombositopenia, tremors, visual changes, vomiting, xerostomia.

MEKANISME KERJA

Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

INDIKASI

Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk

Page 69: bahan epilepsi

kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

KONTRA INDIKASI

Hipersensitivitas

Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain

Pasien koma

Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya

Nyeri berat tak terkendali

Glaukoma sudut sempit

Kehamilan atau laktasi

Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)

DOSIS & RUTE

Antiansietas, Antikonvulsan.

PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat sekali sehari.

PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.

IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu.

Pra-kardioversi

IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.

Pra-endoskopi

IV (Dewasa) : sampai 20 mg.

IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.

Status Epileptikus

IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg, program pengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya digunakan bila rute IV tidak tersedia).

IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-4 jam.

IM, IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai maksimum 5 mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.

Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).

Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.

Page 70: bahan epilepsi

Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg.

Relaksasi Otot Skelet

PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat satu kali sehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien yang sangat lemah.

IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat diulang dalam 2-4 jam.

Putus Alkohol

PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5 mg 3-4 kali sehari.

IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai keperluan.

PERHATIAN PERAWAT

Perawat harus tau diazepam tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena dapat sangat berpengaruh pada janin. Kemampuan diazepam untuk melalui plasenta tergantung pada derajat relativitas dari ikatan protein pada ibu dan janin. Hal ini juga berpengaruh pada tiap tingkatan kehamilan dan konsentrasi asam lemak bebas plasenta pada ibu dan janin. Efek samping yang dapat timbul pada bayi neonatus selama beberapa hari setelah kelahiran disebabkan oleh enzim metabolism obat yang belum lengakp. Kompetisi antara diazepam dan bilirubin pada sisi ikatan protein dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada bayi neonatus.

Kolaborasi dengan dokter jika menggunakan diazepam.

Menghindari penggunaan pada pasien dengan depresi CNS atau koma, depresi pernafasan, insufisiensi pulmonari akut,, miastenia gravis, dan sleep apnoea

Hati-hati menggunaan pada pasien dengan kelemahan otot serta penderita gangguan hati atau ginjal, pasien lanjut usia dan lemah.

Diazepam tidak sesuai untuk pengobatan psikosis kronik atau obsesional states.

Memperhatikan dosis dan rute obat

REFRENSI

Laurent C. Galichet, 2005, Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons 3rd Edition (Electronic Version), Pharmaceutical Press, London.

Sean C. Sweetman, et.all., 2007, Martindale : The Complete Drugs Reference 35th Edition (Electronic Version), Pharmaceutical Press, London.

Barbara G. Wells, et.all., 2006, Pharmacotherapy Handbook 6th Edition (Electronic Version), Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Ernst Mutschler, 1986, Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi (terjemahan), ITB, Bandung.

Alfred Goodman Gilman, 2006, Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Edition (electronic Version), Mc-Graw Hill Medical Publishing Division, New York.

Diazepam – oral Index, www.MediciNet.com

Page 71: bahan epilepsi

Diazepam, www.mentalhealth.com

Valium, www.rxlist.com

Diazepam, www.rerarosalina.blogspot.com

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (Epileptic seizure ). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain. Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi telah di tinggalkan karena ditemukanya berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu arti Antikonvulsi .

2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya epilepsi .

3. Untuk mengetahui mekanisme kerja antiepilepsi .

4. Untuk mengetahui efek samping dan perhatian .

5. Untuk mengetahui rute dan dosis pemberian .

6. Untuk mengertahui daftar nama obat berbahaya untuk ibu hamil dan menyusui .

C. Manfaat

1. Sebagai bahan untuk memberikan pengetahuan tentang Antikovulsi.

2. Sebagai bahan untuk bagaimana kita menyikapi tentang epilepsi .

3. Sebagai bahan untuk efek samping, perhatian, rute, dan dosis pemberian obat Antikonvulsi .

D. Identifikasi Masalah

1. Sejauh mana Antikunvulsi di pergunakkan .

2. Sejauh mana syarat-syarat untuk dosis dan rute pemberian obat .

3. Sejauh mana faktor-faktor yang mempengaruhi Obat Antikonvulsi .

E. Rumusan Masalah

1. Bagaimana epilepsi bisa terjadi .

2. Bagaimana cara menanggulangi epilepsi .

3. Bagaimana efek samping samping dan dosis pemberian Obat Antikonvulsi .

Page 72: bahan epilepsi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Antikonvulsi

Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (Epileptic seizure ). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain. Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi telah di tinggalkan karena ditemukanya berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital ternyata masih digunakan, walaupun di luar negeri obat ini mulai banyak di tinggalkan. Fenitoin (difenilhidantoin), sampai saat ini masih tetap merupakan obat utama antiepilepsi. Di samping itukarbamazepin yang relatif lebiih baru makin banyak digunakan, krena dibandingkan denganf enobarbital pengaruhnya terhadap perubahan tingkah laku maupun kemampuan kognitif lebih kecil.

Page 73: bahan epilepsi

Epilepsi (dari bahasa Yunani Kuno ἐπιληψία Epilepsia'''') adalah gangguan neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan. Ini adalah tanda-tanda kejangsementara dan / atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron diotak. Sekitar 50 juta orang di seluruh dunia memiliki epilepsi, dengan hampir 90% dari orang-orang yang di negara-negara berkembang.Epilepsi lebih mungkin terjadi pada anak-anak muda, atau orang di atas usia 65 tahun,namun dapat terjadi setiap saat. Epilepsi biasanya dikontrol, tapi tidak sembuh, denganpengobatan, meskipun operasi dapat dipertimbangkan pada kasus yang sulit. Namun, lebih dari30% orang dengan epilepsi tidak memiliki kontrol kejang bahkan dengan obat terbaik yang tersedia. Tidak semua sindrom epilepsi seumur hidup - beberapa bentuk terbatas pada stadium tertentu dari masa kanak-kanak. Epilepsi tidak harus dipahami sebagai gangguan tunggal, tetapilebih sebagai sindrom dengan gejala jauh berbeda tetapi semua yang melibatkan aktivitas listrik episodik abnormal di otak.Epilepsi adalah sebuah kondisi otak yang dicirikan dengan kerentanan untuk kejang berulang(peristiwa serangan berat, dihubungkan dengan ketidaknormalan pengeluaran elektrik dari neuron pada otak). Kejang merupakan manifestasi abnormalitas kelistrikan pada otak yang menyebabkan perubahan sensorik, motorik, tingkah laku.

B. Penyebab Terjadinya Kejang

Antara lain trauma terutama pada kepala, encephalitis (radang otak), obat,birth trauma(bayi lahir dengan cara vacuum - kena kulit kepala - trauma), penghentian obat depresan secara tiba-tiba, tumor,demam tinggi, hipoglikemia, asidosis, alkalosis, hipokalsemia, idiopatik. Sebagian kecil disebabkan oleh penyakit menurun. Kejang yang disebabkan oleh meningitis disembuhkan dengan obat anti epilepsi, walaupun mereka tidak dianggap epilepsi. Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), kejang dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok utama yaitu kejang parsial ( Partial seizures) dan kejang keseluruhan (Generalized seizures). Kejang sebagian dibagi lagi menjadi kejang parsial sederhana dan kejang parsialkompleks. Sedangkan kejang keseluruhan dikelompokkan menjadi petit mal seizures (Absenceseizures); atypical absences; myoclonic seizures; tonic clonic (grand mal) seizures; tonic, clonic,atonic seizures.Pilihan Bangkitan Epilepsi Pemilihan obat untuk terapi masing-masing bentuk epilepsi tergantung dari bentuk bangkitn epilepsy secara klinis dan kelainan EEG nya. Tidak ada satupun pilahan epilepsi yang dapat memuaskan dan diterima oleh semua ahli penyakit saraf. Pilahan epilepsy secara internasioal tidak banyak membantu sebagai pedoman untuk pembahasan obat anti epilepsi.Untuk maksud ini digunakan pilahan yang lazim dipakai di klinik dan berkaitan erat dengan efektivitas obat antiepilepsi.

Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

A. Bangkitan Umum ( Epilepsi Umum) yang terdiri dari

1. Bangkitan Tonik-klonik (Epilepsi Grand mal)

Page 74: bahan epilepsi

2. Bangkitan Lena (Epilepsi Petit mal atau absences)

Bangkitan Lena tidak khas (Atypical absence)

3. Bangkitan mioklonik (Epilepsi Mioklonik)

4. Bangkitan klonik

5. Bangkitan tonik

6. Bangkitan atonik

7. Bangkitan infantil (Spasme infantil)

B. Bangkitan parsial atau focal atau local (Epilepsi parsial atau fokal)

1. Bangkitan parsial sederhana

2. Bangkitan parsial kompleks

3. Bangkitan parsial yang berkembang mejadi bangkitan umum misalnya bangkitan tonik-klonik,bangkitan tonik atau bangkitan klonik saja. Epilepsi Psikomotor atau epilepsi lobus temporalis merupakan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang menjadi epilepsi umum bilafokusnya terletak di lobus temporalis anterior.

C. Mekanisme Terjadinya Epilepsi

Konsep terjadinya epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John Hughlings Jackson, bapak epilepsi modern. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat, letupan ini menjadi bangkitan umum bila neuron normal di sekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih tetap di anut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan.

Diagnosa

Diagnosis epilepsi biasanya membutuhkan bahwa kejang terjadi secara spontan. Namun,sindrom epilepsi tertentu memerlukan pencetus tertentu atau pemicu untuk kejang terjadi. Inidisebut refleks epilepsi. Sebagai contoh, pasien dengan epilepsi baca utama mengalami kejang dipicu dengan membaca. Epilepsi fotosensitif dapat terbatas pada kejang dipicu oleh lampu berkedip. Pencetus lain dapat memicu kejang epilepsi pada pasien yang dinyatakan akan rentan terhadap kejang spontan. Misalnya, anak-anak dengan epilepsi pada anak tidak dapat menerima hiperventilasi. Bahkan, lampu berkedip dan hiperventilasi yang mengaktifkan prosedur yang digunakan dalam EEG klinis untuk

Page 75: bahan epilepsi

membantu memicu kejang untuk membantu diagnosis.Akhirnya, pencetus lainnya dapat memfasilitasi, daripada obligately memicu, kejang pada individu yang rentan. Stres emosional, kurang tidur, tidur sendiri, dan penyakit demam adalah contoh pencetus dikutip oleh pasien dengan epilepsi. Terutama, pengaruh berbagai pencetus bervariasi dengan sindrom epilepsi. Demikian pula, siklus menstruasi pada wanita dengan epilepsi dapat mempengaruhi pola kekambuhan kejang. Epilepsi adalah kejang Catamenial yang menunjukkan istilah terkait dengan siklus menstruasi.Di masa lalu, epilepsi dikaitkan dengan pengalaman religius dan bahkan kepemilikan setan. Padazaman kuno, epilepsi dikenal sebagai "Penyakit Suci" karena orang berpikir bahwa serangan epilepsi adalah bentuk serangan oleh setan, atau bahwa penglihatan yang dialami oleh orang-orang dengan epilepsi dikirim oleh para dewa. Di antara keluarga animis Hmong, misalnya,epilepsi dipahami sebagai serangan oleh roh jahat, tetapi orang yang terkena bisa menjadi dihormati sebagai seorang dukun melalui pengalaman-pengalaman dunia lain.Namun, dalam kebanyakan budaya, orang dengan epilepsy telah stigma, dijauhi, atau bahkan dipenjarakan, dalam Salpêtrière, tempat kelahiran neurologi modern, Jean-Martin Charcot menemukan orang-orang dengan epilepsi sisi-sisi oleh-dengan mental terbelakang, mereka dengan kronis sifilis, dan kriminal gila. Di Tanzania sampai hari ini, sebagaimana dengan bagian lain dari Afrika, epilepsi terkait dengan kepemilikan oleh roh-roh jahat, sihir, atau keracunan dan diyakini oleh banyak untuk menjadi menular. Di Roma kuno, epilepsi dikenal sebagai''morbusComitialis''('penyakit aula perakitan') dan dipandang sebagai suatu kutukan dari para dewa.Stigma berlanjut hingga hari ini, baik di ruang publik dan swasta, tapi jajak pendapat menunjukkan umumnya menurun dengan waktu, setidaknya di negara maju; Hippocrates mengatakan epilepsy yang akan berhenti menjadi dianggap ilahi hari itu dipahami. Banyak orang terkenal, dulu dan sekarang, telah melakukan diagnosis epilepsi. Dalam banyak kasus, epilepsi adalah catatan kaki untuk prestasi mereka, untuk beberapa, ini memainkan peran integral dalam ketenaran mereka. Sejarah diagnosa epilepsi tidak selalu tertentu; ada kontroversitentang apa yang dianggap sebagai jumlah yang diterima bukti yang mendukung diagnosis tersebut

D. Mekanisme Kerja Antiepilepsi

Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu (1) dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi (2) dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengeruh fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan terakhir ini.Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang di mengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.

Antiepilepsi

Obat Antiepilepsi terbagi dalam 8 golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyairumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan hidantoin,barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid.Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsy, karbamazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun

Page 76: bahan epilepsi

kompleks,sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik-klonik.

1. Golongan Hidantoin

Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi, fenitoin (Difenilhidatoin),mefinitoin dan etotoin dengan fenotoin sebagai prototipe. Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy, kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan gugus alkilbertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom N akan mengubah spectrum aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.

FARMAKOLOGI.

Fenitoin berefek anntikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagianlain otak. Efek stabilitasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sellainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin mempengaruhiperpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan menggiatkan pompano + neuron.

FARMAKOKINETIK

Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral diekskresikan melalui tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapaidalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosisterbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam 24 jam. Pemberian fenitoinmengendap di tempat suntikan kira-kira 5 hari, dan absorbs berlangsung lambat. \ Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira 90%. Pada orangsehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal danneonatus fraksi bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisarantara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebihlama tetapi mula kerja lebih lambat dari fenobarbital.

INTERAKSI OBAT

Kadar fenition dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide tertentu, karna obat-obat tersebut mengambat biotransformasi fenition, sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam plasma.

Page 77: bahan epilepsi

Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, diduga karena teofilin meningkatkan biotransformasi fenitoin juga mengurangi absorpsinya

INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPING

SUSUNAN SARAF PUSAT

Efek samping fenitoin tersering ialahdiplopia,ataksia,vertigo,nistagmus, sukar bebicara (slurred speech) disertai gejala lain ,misalnya tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang sifatnya berat ,ilusi,halusinasi sampai psikotik.defisiensi folat yang cukup lama merupakan factor yang turut berperan dalam terjadinyagangguan mental.efek samping SSP lebih sering terjaadi dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.

SALURAN CERNA DAN GUSI.

Nyeri ulu hati,anoreksia,mual dan muntah,terjadi karenafenitoin bersifat alkali.Ploriferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik ,dan menyebabkan hyperplasia pada 20% pasien .

KULIT

Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien ,lebih sering pada anak dan remaja yaitu berup aruam morbiliform.beberapa kasus diantaranya disertai hiperpireksia,eosinofilia,dan terjadi ruam kulit sebaiknya pemberian obat dihentikan ,dan diteruskan kembali dengan berhati-hati bila kelainan kulit telah hilang.Pada wanita muda ,pengobatan fenitoin secara kronik menyebabkan keratosis danhirsutisme,karena meningkatnya aktivitaas korteks suprarenalis.

LAIN-LAIN.

Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik.kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat kongnital meningkat menjadi 3 kali , bila ibunya mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan .cacat congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada kehamilan lanjut ,fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus . pengunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacatpada anak sedanfg tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.

INDIKASI,

Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang sempit, efek samping dan efek toksik, sekalipun ringantetapi cukup mengganggu terutama pada anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung.

Page 78: bahan epilepsi

Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra piramidal iatrogenic.

SEDIAAN DAN POSOLOGI.

Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam Nadalam bentuk kapsul 100 mg dan tablet kunyah 30 mg untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu juga tersedia bentuk sirup dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar plasma optimal, yaitu berkisar antara 10-20µg/ml. kadardibawahnya kurang efektif untuk pengendalian konvulsi, sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat toksik. Dosis fenitoin selalu harus disesuaikan untuk masing-masing individu, patokankadar terapi antara 10-20µg/ml bukan merupakan angka mutlak karena beberapa pasien menunjukan efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8µg/ml, sedangkan pada pasien lain,nistagmus sudah terjadi pada kadar 15µg/ml.Untuk pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara 300-400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3 dosis dewasa, dosis penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg. Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian

2. Golongan Barbiturat

Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat antikonvulsidan yang biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting barbiturates). Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturate yaitu fenobarbital dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan barbiturate.Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy. Barbiturat menghambattahap akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk repolarisasimembrane sel neuron setelah depolarisasi.

FENOBARBITAL

Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik pertama yangdigunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan epilepsy disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-40µg/ml. Kadar plasma diatas40µg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harussecara bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, ataumalahan bangkitan status epileptikus.Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena frnobrbital meningkatkanaktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadarfenobarbital meningkat 40%.

Page 79: bahan epilepsi

3.Golongan Oksazolidindion

TRIMETADION

Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat analgetik dan hipnotik.

FARMAKODINAMIK.

Pada SSP, trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.

FARMAKOKINETIK.

Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ). Senyawa ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek antikonvulsi nya lebih lemah.

INTOKSIKASI & EFEK SAMPING.

Intoksikasi dan efek samping trimetadion yangbersifat ringan berupa sedasi hemeralopia, sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala padakulit,darah,ginjal dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering ttimbul pada pengobatan kronik.Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek antiepilepsinya, bahkansesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena.Efek samping pada kulit berupa rua morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat lagiberupa dermatitis eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah berupa neutropenia ringan,tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan fungsi ginjal dan hati,berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat menyebabkan kematian.

INDIKASI.

Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponenbangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakankelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Bangkitan lena yang timbul padaanak umumnya sembuh menjelang dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion, efek sedasifenobarbital dan primidon dapat memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan denganmefenitoin, sebab gangguan pada darah dapat bertambah berat.Penghentian terapi trimetadion harus secara bertahap karena bahaya eksaserbasi bangkitandalam bentuk epileptikus, demikian pula obat lain yang terlebih dulu diberikan.

KONTRAINDIKASI.

Page 80: bahan epilepsi

Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia,penyakit hati, ginjal dan kelainan n.opticus.

4. Golongan Suksinimid

Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah etosuksimid,metsuksmid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan, terungkap bahwaspectrum antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion. Sifat yang menonjol darietosuksimid dan trimetadion adalah mencegah bangkitan konvulsi pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol terkuat, merupakan obat yang paling selektif terhadap bangkitan lena.

Etosuksimid Etosuksimid di absorbs lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Distribusimerata ke segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa dengan kadar plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala, kantuk dan ruam kulit. Gejala yanglebih berat berupa agranulositosis dan pansitopenia. Dibandingkan dengan trimetadion. etosuksimid lebih jarang menimbulkan diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernahdilaporkan, sehingga etosuksmid umumnya lebih disukai dari pada Trimetadion.Etosuksimid merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena padaanak, efektivitas etosuksimid sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat dikendalikanbagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan bangkitan akinetik.Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organik otak yang berat.

5. Karbamazepin

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonik-klonik. Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat.Karbamazepin memperlihatkan efek analgesic selektif, misalnya pada tabes dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas perhitungan untung-rugikarbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri ringan.Efek samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi baangkitan dapat meningkat akibat dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan efek samping sangat luas, makapada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah danmelakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan.Fenobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan biotransformasikarbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh karbamazepin,sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproatakan menurunkan kadar asam valproat.

POSOLOGI.

Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari. Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang

Page 81: bahan epilepsi

berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya tercapai kadar terapi dalam serum 6-8µg/ml.

6. Golongan Benzodiazepin

DIAZEPAM

Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagikedalam empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :

1. Benzodiazepin ultra short-acting

2. Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam. Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.

3. Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam. Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.

4. Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam. Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam.

Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagaidosis sediaan. Beberapa nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid®,Valium®, Validex® dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan Neurodial®, Metaneuron®dan Danalgin®, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan tablet.

MEKANISME KERJA

Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggiterutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Padareseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanyainteraksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan inikerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbukasehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk dirangsang berkurang. Akibatnya,

PROFIL FARMAKOKINETIKA

Page 82: bahan epilepsi

* t½ : Diazepam 20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi subyek. t½meningkat pada mereka yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita gangguanliver. Perbedaan jenis kelamin juga harus dipertimbangkan.

* Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat padamereka yang lanjut usia.

* Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 – 2 jam.

* Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 danDMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 – 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi secaraluas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI.

* Jalur metabolisme : Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa produk metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.

* Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam &oksazepam.

PENGGUNAAN TERAPI

Indikasi

Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerangsecara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapatdigunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakansebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

Kontraindikasi

1. Hipersensitivitas

2. Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain

3. Pasien koma

4. Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya

5. Nyeri berat tak terkendali

6. Glaukoma sudut sempit

Page 83: bahan epilepsi

7. Kehamilan atau laktasi

8. Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)

E. EFEK SAMPING & PERHATIAN

Efek Samping

Sebagaimana obat, selain memiliki efek yang menguntungkan diazepam juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan dengan seksama. Efek samping diazepam memiliki tigakategori efek samping, yaitu :1. Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk 2. Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition3. Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia,angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangankeseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea, disease of liver, drugdependence, dysuria, extrapyramidal disease, false Sense of well-being, fatigue, generalweakness, headache disorder, hypotension, Increased bronchial secretions, leukopenia,libido changes, muscle spasm, muscle weakness, nausea, neutropenia disorder,polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin rash, sleep automatism,tachyarrhythmia, trombositopenia, tremors, visual changes, vomiting, xerostomia.

Perhatian

Peringatan

Peringatan yang perlu diperhatikan bagi pengguna diazepam sebagai berikut :

1. Pada ibu hamil diazepam sangat tidak dianjurkan karena dapat sangat berpengaruh pada janin. Kemampuan diazepam untuk melalui plasenta tergantung pada derajat relativitasdari ikatan protein pada ibu dan janin. Hal ini juga berpengaruh pada tiap tingkatankehamilan dan konsentrasi asam lemak bebas plasenta pada ibu dan janin. Efek sampingyang dapat timbul pada bayi neonatus selama beberapa hari setelah kelahiran disebabkanoleh enzim metabolism obat yang belum lengakp. Kompetisi antara diazepam danbilirubin pada sisi ikatan protein dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada bayineonatus.

2. Sebelum menggunakan diazepam harap kontrol pada dokter terlebih dahulu.

3. Jika berusia diatas 65 tahun dosis yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi karena dapat membahayakan jiwa pasien tersebut. Usia lanjut dapat mempengaruhi distribusi,eliminasi dan klirens dari benzodiazepine.

4. Obat ini tidak diperbolehkan diminum pada saat membawa kendaraan karena obat ini menyebabkan mengantuk.

5. Pada pasien yang merokok harus konsultasi pada dokter lebih dahulu sebelummenggunakan diazepam, karena apabila digunakan secara bersamaan dapat menurunkanefektifitas diazepam.

6. Jangan menggunakan diazepam apabila menderita glukoma narrowangle karena dapatmemperburuk penyakit

Page 84: bahan epilepsi

7. Katakan pada dokter jika memiliki alergi.

8. Hindarkan penggunaan pada pasien dengan depresi CNS atau koma, depresi pernafasan,insufisiensi pulmonari akut,, miastenia gravis, dan sleep apnoea

9. Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kelemahan otot serta penderita gangguan hatiatau ginjal, pasien lanjut usia dan lemah.

10. Diazepam tidak sesuai untuk pengobatan psikosis kronik atau obsesional states .

INTERAKSI OBAT

Obat-obat :

1. Alkohol, antidepresan, antihistamin dan analgesik opioid pemberian bersamaan mengakibatkan depresi SSP tambahan.

2. Simetidin, kontrasepsi oral, disulfiram, fluoksetin, isoniazid, ketokonazol, metoprolol,propoksifen, propranolol, atau asam valproat dapat menurunkan metabolisme diazepam,memperkuat kerja diazepam.

3. Dapat menurunkan efisiensi levodopa.

4. Rifampicin atau barbiturat dapat meningkatkan metabolisme dan mengurangi efektifitas diazepam.

5. Efek sedatifnya dapat menurun karena teofilin.

6. Ikatan plasma dari diazepam dan DMDZ akan direduksi dan konsentrasin obat yang bebasakan meningkat, segera setelah pemberian heparin secara intravena.

7. Diazepam yang diberikan secara oral akan sangat cepat diabsorbsi stelah pamberian metoclorpropamida secara intravena. Perubahan motilitas dari gastrointestinal jugamemberikan pengaruh terhadap proses absorbsi.

8. Benzodiazepin tidak digunakan bersamaan dengan intibitor protease-HIV, termasuk alprazolam, clorazepate, diazepam, estazolam, flurazepam, dan triazolam.

F. RUTE & DOSIS PEMBERIAN

- Antiansietas, Antikonvulsan.

1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat sekalisehari.

2. PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.

3. IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu

Page 85: bahan epilepsi

.- Pra-kardioversi

1. IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.

- Pra-endoskopi

2. IV (Dewasa) : sampai 20 mg.

3. IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.

- Status Epileptikus

1. IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg, programpengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya digunakanbila rute IV tidak tersedia).

2. IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-4 jam.

3. IM, IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai maksimum 5mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.

4. Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).

5. Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.

6. Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg

- Relaksasi Otot Skelet

1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat satu kalisehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien yang sangat lemah.

2. IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat diulangdalam 2-4 jam.

-Putus Alkohol

1. PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5 mg 3-4 kalisehari.

2. IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai keperluan

OVER DOSIS

Keracunan benzodiazepin dapat menyebabkan lemahnya kesadaran secara cepat. Koma yang mendalam atau manifestasi lain depresi berat pada fungsi batang otak yang terganggu, padakeadaan ini pasien seperti tidur dan dapat sadar sesaat dengan rangsangan yang cepat. Pada keadaan ini biasanya disertai sedikit atau tanpa depresi pernapasan, curah dan irama jantung tetap normal pada saat anoxia atau hipertensi berat. Toleransi benzodiazepin terjadi dengan cepat, keadaan sering kembali pada saat konsentrasi obat dalam darah tinggi kemudian dapat diikuti dengan terjadinya koma. Pada overdosis akut selama pemulihannya dapat terjadi ansietasdan insomnia, yang dapat berkembang menjadi withdrawal syndrome (gangguan mental akibatpenghentian penggunaan zat psikoaktif), dapat pula diikuti dengan kejang yang hebat, ini dapatterjadi pada pasien yang sebelumnya menjadi pemakai kronik.- Sejak tahun 1980-1989, 1576 keracunan fatal di Inggris dihubungkan dengan penggunaan benzodiazepin. 891 kasus dihubungkan dengan over dosis benzodiazepin sendiri dan 591 kasuslainnya over dosis terjadi karena dikombinasikan dengan alkohol. Perbandingan tingkat kematian dengan data penulisan resep pada periode yang sama,

Page 86: bahan epilepsi

untuk menghitung indeks kematian karena keracunan per sejuta resep, pada individu yang overdosis benzodiazepin memberikan kesankeracunan yang relatif berbeda. Studi terakhir dari 303 kasus keracunan benzodiazepine didukung oleh perbedaan penemuan dalam menilai keracunan akibat overdosis benzodiazepine yang relatif aman.- Pada over dosis benzodiazepine, penanganan secara umum dengan monitoring pernafasan dantekanan darah. Reaksi muntah diinduksi (selama 1 jam) bila pasien tetap sadar. Mempertahankan keluar masuknya udara adalah hal yang penting apabila pasien dalam keadaan tidak sadar. Tidak ada keuntungan khusus dengan pengosongan lambung, pemberian arang aktif (carbo adsorben)untuk mereduksi absorbsi. Flumazenil, merupakan antagonis spesifik reseptor benzodiazepine,diindikasikan untuk penanganan parsial atau menyeluruh pada efek sedative benzodiazepine dan digunakan pada keadaan over dosis benzodiazepine.

TOKSISITAS

Efek toksis dapat terjadi bila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 1,5 mg/L; kondisifatal yang disebabkan oleh penggunaan tunggal diazepam jarang ditemukan, tetapi dapat terjadibila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 5 mg/L.LD5 oral dari diazepam adalah 720 mg/Kg pada mencit dan 1240 mg/Kg pada tikus.Pemberian intraperitoneal pada dosis 400 mg/Kg menyebabkan kematian pada hari keenamsetelah pemberian pada hewan coba, monyet.

7. Asam Valproat

Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens,kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik (11). Asam valproat dapat meningkatkan GABAdengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat jugaberpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium (10). Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari (11).Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,muntah,anorexia dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asamvalproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik.

Hyperammonemia

(gangguan metabolism yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapitidak sampai menyebabkan kerusakan hati (10).Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkaitpenggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapatmeningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek samping tersebut (12).

8. Antiepilepsi Lain

FENASEMID

Page 87: bahan epilepsi

Fenasemid suatu derivat asetilures,merupakan suatu analog dari 5 fenilhidantoin, tetapi tidak berbentuk cincin, efeknya baik digunakan terhadap bangkitan tonik-klonik.

FARMAKIDINAMIK.

Fenasemid memiliki antikonvulsi yang berspektrum luas, mekanismekerja fenasemid ialah dengan peningkatan ambang rangsang fokus serebral, sehinggahipereksitabilitas dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsang beruntun dapat ditekan.

INTOKSIKASI & EFEK SAMPING.

Fenasemid merupakan obat toksik, Efek sampingtesering ialah psikosis. Efek samping yang mungkin fatal ialah nekrosis hati, anemia aplastik,dan neutropenia.

INDIKASI.

Fenasemid efektif terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena dan bangkitan parsial. Indikasi utama fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial kompleks .

DOSIS.

Untuk orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari, sedangkan untuk anak yang berumur antara5-10 tahun hasilnya sudah memuaskan dengan ½ dosis orang dewasa. Fenasemid sampai saat inibelum di pasarkan di Indonesia.

Prinsip Pemilihan obat pada terapi epilepsy

Strategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan terapifarmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan melakukan diet, pembedahan dan vagal nervestimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang saraf vagal, makan makanan yang seimbang(kadar gula darah yang rendah dan konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkanterjadinya serangan epilepsi), istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapatmencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya. Sedangkan untuk terapi farmakologis yaitu denganmenggunakan Obat Anti Epilepsi (OAE). Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obatdinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek kelebihan dosis. Pada pengobatan kejang parsial atau kejang tonik-klonik rata-rata keberhasilan lebih tinggimenggunakan fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat. Pada sebagian besar pasien dengan 1tipe/jenis kejang, kontrol memuaskan dapat dicapai dengan 1 obat anti epilepsi. Pengobatandengan 2 macam obat mungkin ke depannya mengurangi frekuensi kejang, tetapi biasanya toksisitasnya lebih besar. Pengobatan dengan lebih dari 2 macam obat, hampir selalu membantu penuh kecuali kalau pasien mengalami tipe kejang yang berbeda.Untuk mencapai hasil terapi yang optimal perlu diperhatikan hal berikut ini. Pengobatan awal harus dimulai dengan obat

Page 88: bahan epilepsi

tunggal. Obat perlu di mulai dengan dosis kecil dan di naikkan secara bertahap sampai efek terapi tercapai atau timbul efek samping yng tidak dapat di toleransi lagi oleh pasien. Kombinasi beberapa obat sesekali di perlukan. Kombinasi yang paling di sukaiuntuk bangkitan tonik-klonik adalah fenitoin dan fenobarbital yang masing-masing dapat diberikan dalam dosis penuh , bila diperlukan , karena toksisitasnya berbeda.

ü Bangkitan fokus lobus temporalis bagian anterior Obat pilihan : Fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat

ü Bangkitan Lena Obat pilihan : Etosuksimid, Asam valproat

ü Serangan diensefalik Obat pilihan : Kombinasi Fenitoin dan fenobarbitalPada stasus epileptikus diperlukan efek obat yang cepat, diazepam merupakan obat pilihan utama, fenobarbital juga sangat efektif, disamping anastetik yang menguap atau depresansentral lainnya

KEJANG DEMAM

Kejang yang terjadi pada anak-anak usia 5 bulan- 5 tahun yang mengalamidema, tanpa disertai infeksi intrakarnial serta tidak ditemukan gejala kejang lain. Pengobatan profilaksis tidak dianjurkan kecuali disertai gangguan berikut. :

ü Gejala neurologik yang abnormal

ü Bila kejang demam terakhir berlangsung lebih dari 15 menit atau disertai gejalaneurologik

ü Bila ada riwayat kejang pada orang tua nya atau keluarga

ü Anak dengan gejala kejang yang rekuren

ü Bila anak dirawat untuk suatu kegawatan.Fenobarbital atau asam valproat merupakan obat pilihan yang tepat. Pemberian berlangsung 1-2 tahun setelah kejang terakhir. Profilaksis kejang demam lainnyayang dianjurkan ialah pemberian diazepam per rectal sewaktu kejang

G. PENJELASAN DAN DAFTAR NAMA OBAT BERBAHAYA UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI

Dewasa ini banyak sekali produk-produk kesehatan yang ditawarkan kepada masyarakat. Dan tidak sedikit pula yang menyasar ibu-ibu hamil. Sekiranya muncul pertanyaan dalam benak ibu-ibu hamil tersebut, apakah produk ini aman untuk mereka dan apa bahayanya mengkonsumsi obat tanpa seijin dokter. Berikut ini akan dibahas mengenai obat-obat yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehamilan, baik itu terhadap ibu maupun janinnya, jika digunakan tanpa petunjuk dokter.

Pada wanita hamil, adalah penting untuk menjaga kesehatannya dengan jalan mengkonsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup serta melakukan olahraga secara teratur. Dan yang tidak kalah penting adalah menghindari berbagai zat yang dapat membahayakan dirinya maupun janinnya. Zat-zat yang dimaksud seperti: obat-obatan, alkohol, dan rokok.

Sekitar lebih dari 90% wanita hamil menggunakan obat-obatan, baik yang diresepkan oleh dokter ataupun tanpa resep. Secara umum, kecuali benar-benar dibutuhkan dan dengan ijin dokter, penggunaan obat-obatan bebas sebaiknya dihindari karena akan berdampak buruk pada janin yang

Page 89: bahan epilepsi

dikandung. Diketahui pula bahwa di Amerika Serikat sekitar 2-3% dari seluruh kelainan yang muncul pada bayi baru lahir disebabkan karena penggunaan obat yang tidak sesuai.

Pada beberapa kasus, pemberian obat dapat memberikan dampak yang baik pada ibu dan janinnya. Walaupun demikian, seorang ibu seharusnya berkonsultasi dahulu dengan dokter mengenai resiko dan keuntungan menggunakan obat-obat tersebut.

Obat-obatan yang diminum oleh wanita hamil dapat sampai ke janin dengan melewati plasenta/ari-ari, yang juga merupakan jalur yang digunakan untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi guna pertumbuhan dan perkembangan janin. Obat-obatan yang dikonsumsi wanita hamil tanpa petunjuk dokter dapat berdampak buruk pada janinnya oleh karena disebabkan oleh hal-hal berikut ini:

Secara langsung berdampak pada janin, menyebabkan kerusakan, perkembangan dan pertumbuhan janin yang abnormal, sampai dengan menyebabkan kematian.

Mengubah fungsi plasenta (ari-ari) dengan jalan mengecilkan atau mempersempit pembuluh darah sehingga menurunkan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan bayi menjadi kurang berat badannya dan perkembangannya juga terganggu.

Menyebabkan otot rahim berkontraksi secara dini, sehingga menurunkan suplai darah ke janin atau memicu kelahiran prematur.

Bagaimana suatu obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin tergantung pada tahap perkembangan janin itu sendiri dan juga pada kekuatan dan dosis obat yang dikonsumsi. Obat tertentu yang dikonsumsi pada awal masa kehamilan (dalam 20 hari setelah pembuahan) dapat berdampak negatif atau malah tidak berdampak sama sekali pada janin. Pada masa tiga sampai delapan minggu setelah pembuahan, janin sangat rentan mengalami defek pada pertumbuhannya karena pada masa tersebut organ-organ sedang dibentuk (organogenesis). Pada periode ini, obat-obatan yang dikonsumsi tidak dengan petunjuk dokter bisa jadi tidak berdampak apa pun pada janin, atau malah menyebabkan keguguran, defek pertumbuhan yang nyata, atau pun defek yang permanen yang baru terlihat setelah bayi lahir. Sedangkan apabila obat-obatan tersebut dikonsumsi setelah proses organogenesis selesai akan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin.

Food and Drug Administration (FDA), yang berpusat di Amerika Serikat mengklasifikasikan obat menurut derajat resiko yang dapat ditimbulkan pada janin jika obat-obat tersebut digunakan secara bebas. Beberapa obat tergolong sangat toksik (highly toxic) dan sangat dilarang penggunaannya pada wanita hamil. Sebagai contoh adalah thalidomide. Beberapa dekade yang lalu, obat ini diketahui dapat menyebabkan gangguan pembentukan lengan atas dan tungkai bawah, serta defek pada usus halus, jantung dan pembuluh darah.

Sering pula beberapa jenis obat disubstitusi dengan obat jenis lainnya karena lebih aman digunakan selama kehamilan, sebagai contoh: untuk jenis antibiotika, golongan penicillin cenderung aman digunakan pada masa kehamilan. Kemudian apabila harus memberikan obat-obatan antihipertensi (pada wanita hamil yang menderita preeklampsia dan atas petunjuk dokter) juga harus diperhatikan secara ketat, dan dihindari pemberian obat angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik thiazide, karena kedua obat ini dapat menyebabkan masalah yang serius pada janin.

Berikut ini beberapa jenis obat ANTIKONVULSI yang dapat menyebabkan masalah jika digunakan pada masa kehamilan :

Page 90: bahan epilepsi

Carbamazepine, phenobarbital, phenytoin: menyebabkan perdarahan pada bayi baru lahir. Namun dapat dicegah apabila ibu mengkonsumsi vitamin K setiap hari sebelum persalinan berlangsung atau dengan memberikan injeksi vitamin K pada bayi baru lahir.

Valproate: dapat menyebabkan bibir sumbing dan defek pada jantung, tengkorak, tulang belakang.

Trimethadione: menyebabkan keguguran, bibir sumbing dan defek pada jantung, tengkorak, maupun pada organ abdomen.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Anti konvulsan adalah suatu kelompok obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epiletic seizure) dan bangkitan non-epilepsi. AntiKonvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus-kasus kejang karena Epileptik. Oleh karena itu, anti konvulsi berhubungan erat dengan kasus epilepsi. Pada penderita epilepsi, terkadang sinyal-sinyal untuk menyampaikan rangsangan tidak beraktivitas sebagaimana mestinya.

Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsy bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui. Pada umunya sebagian obat antiepilepsi di metabolisme di hati, kecuali vigabatrin dangan bapentin yang dieliminasi oleh ekskresi ginjal.Pentingnya pencegahan dengan menangani obat dan pemeriksaan klinis yang tepat dapat membantu penyembuhan penyakit ini

B.Saran –Saran

Antiepilepsi dan efektifitasnya belum mapan ,sebaiknya tidak digunakan dalam praktek umum. Tetapi diserahkan penggunaannya kepada para ahli neurologi, guna memastikan nilai manfaat yang sebenarnya .

PENDAHULUANEpilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak(serangan parsial atau fokal) atau lebih luas pada kedua

Page 91: bahan epilepsi

hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya.(1)

 II. DEFINISI Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif,psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu: (2)

Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya,Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya,Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan. Epilepsi mioklonik juvenile adalah sindrom epilepsi umum idiopatik yang ditandai sentakan mioklonik,kejang tonik-klonik umum, dan kadang-kadang kejang yang hilang. Epilepsi mioklonik juvenile biasanya umum dan berespon baik dengan antikonvulsan yang tepat. Gejala yang dapat ditemukan antara lain intelegensinya normal, onset terjadi pada saat remaja, kejang terjadi sesaat sesudah bangun pagi, mempunyai riwayat keluarga yang mempunyai penyakit ini dan kejang timbul setelah distimulasi oleh gangguan tidur atau stress psikologi.(2)

 III. EPIDEMIOLOGIInsiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100.000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan pada usia lanjut.(1)

  Di Amerika Serikat, risiko terkena epilepsi mioklonik juvenile pada populasi umum yakni 1 kasus per 1.000-2.000 orang. Dari keseluruhan epilepsi, 5-10% orang menderita epilepsi ini. Epilepsi ini lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Alasannya tidak diketahui. Tetapi, data dari penelitian lain menyebutkan prevalensi terkena penyakit ini sama antara wanita dan pria. Epilepsi ini dimulai pada saat remaja. Meskipun onset umurnya dari 6-36 tahun, gejala kejang  biasanya timbul pada saat remaja umur 12-18 tahun. Mengapa epilepsi mioklonik juvenile ini dimulai pada saat remaja belum jelas, namun beberapa berpendapat bahwa yang mempengaruhi tercetusnya epilepsi ini yaitu hormon. Alasannya yakni onset kejangnya terjadi ( untuk sebagian besar orang )  seiring dengan perubahan fisik yang terjadi saat pubertas yakni pertumbuhan rambut, perubahan suara pada wanita dan payudara yang membesar pada wanita.(2,6)

 IV. ETIOLOGIEtiologi dari epilepsi: (3)

Page 92: bahan epilepsi

1. Idiopatik:

sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.

1. Faktor herediter:

ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti

sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria,

hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

1. Faktor genetik:

pada kejang demam dan breath holding spells.

1. Kelainan kongenital otak:

atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum.

1. Gangguan metabolik:

hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatemia.

1. Infeksi:

radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosis.

1. Trauma:

kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.

1. Neoplasma:

otak dan selaputnya. 

1. Kelainan:

pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.

1. Keracunan:

timbal (pb), kapur barus, fenotiazin, air.

1. Lain-lain:

penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral, dan lain-lain. FAKTOR PRESIPITASI:Faktor presipitasi ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan,yaitu: (3)

1. Faktor sensoris:

cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.

1. Faktor sistemis:

demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya golongan fenotiazin,

klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik.

1. Faktor mental:

stress, gangguan emosi. V. PATOFISIOLOGISecara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membrane sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.(3)

Beberapa penelitian menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang menurunkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu        -waktu saja sehingga manifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar dari pemukaan otak.Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak, ditemukan lebih banyak asetilkolin daripada dalam otak sehat. Pada tumorserebri

Page 93: bahan epilepsi

atau adanya sikatriks setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel saraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat menurunkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya simptomatik.(3)

Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sifatnya sebentar dapat kuat atau lemah, terjadi pada sebagian otot atau semua otot, kejadiannya sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.(3)

Kejang mioklonik tidak menyebabkan hilang kesadaran tetapi bisa terjadi berulang-ulang pada satu atau beberapa ekstremitas.(4)

 

VI. GEJALA KLINISGejala klinis yang dapat ditemukan pada epilepsi tipe bangkitan mioklonik berupa gerakan mioklonik seperti terkejut pada saat bangun tidur yang diikuti kejang general tonik-klonik. Kontraksi otot sesaat oleh karena lepas muatan listrik kortikal. Dapat single atau berulang, sangat ringan (twitch) sampai jerking, paling berat (the Flying Saucer Syndrom). Dapat dicetuskan oleh suara, kejutan, photic stimulation, perkusi. Saat serangan terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan involunter yang aneh dari sekelompok otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan lengan) yang disebutmyoclonic jerking.(5)

Epilepsi mioklonik juvenilis atau disebut juga sindrom Janz. Dikenali sebagai bentuk umum epilepsi generalisata primer. Onset umumnya pada usia remaja. Trias sindrom ini adalah:(6)

Kejang generalisata yang jarang, sering terjadi pada saat bangun.

Absans di siang hari.

Gerakan menyentak involunter mendadak dan cepat (mioklonus), biasanya terjadi

pada pagi hari sehingga pasien dapat menumpahkan sarapannya atau melempar

piring sarapan pagi tanpa dapat dijelaskan penyebabnya (‘epilepsi Kellogg’). VII. DIAGNOSISDiagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut:(1,7,8,9)

a. Anamnesis            Tahap pertama mengevaluasi penderita dengan kemungkinan epilepsi adalah menetapkan apakah penderita menderita kejang atau tidak. Anamnesis yang lengkap seorang dokter dapat memperkirakan apakah seseorang benar menderita kejang atau tidak, dan juga perlu untuk menentukan tipe kejang atau jenis epilepsi tertentu. Penentuan tipe kejang atau epilepsi sangat penting karena pengobatan penderita epilepsi salah satunya didasarkan pada tipe kejang atau jenis epilepsi. Anamnesis dapat dilakukan pada pasien atau saksi mata yang menyaksikan pasien kejang. Sering penderita datang dalam keadaan tidak sadar, sehingga gambaran bangkitan sebagian besar berdasarkan pada anamnesis. Ini sering bergantung pada kepandaian pemeriksa untuk menentukan pola bangkitan dan kepandaian saksi mata dalam melukis bangkitan. Untuk penentuan penyebab dari kejang, dokter harus menentukan apakah ada anamnesa keluarga dengan epilepsi, trauma kepala, kejang demam, infeksi telinga tengah atau sinus atau gejala dari keganasan.Adapun pertanyaan yang penting untuk ditelusuri berupa:

Pola / bentuk bangkitan

Page 94: bahan epilepsi

Lama bangkitan

Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

Frekuensi bangkitan

Faktor pencetus

Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

Usia saat terjadinya bengkitan pertama

Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan / kelahiran dan perkembangan bayi /

anak

Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga           Gambar 4: Algoritma evaluasi pasien dengan kejang(1)

Bangkitan non-epileptik

Bangkitan epileptik.Apakah diprovokasi?

Kejadian klinis paroksismal.Apakah bangkitan?

       

 

Bangkitan tidak diprovokasi.Bangkitan pertama?

Bangkitan simtomatik akut mis:Kejang demam

    

Page 95: bahan epilepsi

          

simtomatik

simtomatik

idiopatik

idiopatik

                                                                                                                                  

     b. Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologi

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus,  kecanduan obat terlarang atau alkohol dan kanker.c. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

EEG (elektroensefalogram)Merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam otak. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak. Setelah terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan penyebab yang biasa diobati.EEG hanyalah suatu pemeriksaan, bukan penentu diagnosis pasti. Interpretasi gambaran EEG harus dilakukan dengan hati-hati. Pada sebagian pasien, digunakan teknik-teknik pengaktifan tertentu, seperti hiperventilasi atau stimulasi cahaya berkedip-kedip, untuk memicu munculnya pola listrik yang abnormal. Bahkan setelah pemeriksaan EEG berulang, hasil tetap negatif pada hampir 20% pasien. EEG yang normal sering dijumpai pada anak dengan kejang tonik-klonik. Rekaman EEG digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah otak spesifik yang terlibat dalam lepas muatan abnormal, dan data ini dikolerasikan dengan rekaman video. 

Pemeriksaan Laboratorium.

temporalEkstra temporal

Page 96: bahan epilepsi

o Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan darah tepi,

elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah, fungsi hati

(SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali fosfatase), ureum, kreatinin dan lain-lain atas

indikasi. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk:ü  Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darahü  Menilai fungsi hati dan ginjalü  Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi)

Pemeriksaan cairan serebrospinal bila dicurigai adanya infeksi SSP

Pemeriksaan-pemeriksaan lain.ü  Dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan metabolik bawaan. 

EKG (elektrokardiogram)o EKG dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari

tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang

mengalami pingsan. 

CT – Scan dan MRIo CT –scan dan MRI dilakukan untuk melihat ada tidaknya neuropati fokal. MRI lebih

disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya tumor kecil, malformasi

pembuluh, atau jaringan parut) di lobus temporalis. 

Pungsi Lumbalo Kadang dilakukan untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.

VIII.DIAGNOSIS BANDINGDifferensial diagnosis dari epilepsi tipe bangkitan mioklonik adalah:(10)

Absence seizure

Epilepsi Benign pada anak

Epilepsi lobus frontalis

Kejang tonik-klonik IX.PENATALAKSANAANPenatalaksanaan epilepsi adalah untuk mencegah kejang timbul kembali. Pemilihan obat anti epilepsi berdasarkan tipe kejang, dan sedapat mungkin menggunakan satu macam obat. Namun aspek pengobatan saja tidak cukup. Harus pula diperhatikan faktor perubahan kognitif dan psikologi pada penderita epilepsi.(11)

a. Pengobatan Medikamentosa            Pada epilepsi yang simptomatis dimana kejang yang timbul merupakan manifestasi penyebab dari tumor otak, radang otak, gangguan metabolik, maka disamping pemberian obat anti epilepsi diperlukan pula terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:-             Pada kejang yang sangat jarang dan dapat dihilangkan faktor pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan.-             Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan, berarti pasien mengalami lebih dari dua kali epilepsi yang sama.-             Obat yang diberikan sesuai dengan jenis kejang.-             Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi otot.-             Dosis obat disesuaikan secara individual.

Page 97: bahan epilepsi

-             Evaluasi hasil.-             Pengobatan dihentikan setelah kejang hilang selama minimal 2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara beransur dengan menurunkan dosisnya.Berdasarkan bentuk bangkitan yang sering timbul pada epilepsi bangkitan parsial yaitu, bangkitan parsial sederhana, bangkitan parsial kompleks, bangkitan umum tonik klonik, maka obat yang efektif adalah:1)      FenitoinBerguna sebagai antikonvulsi tanpa menekan aktivitas SSP, relatif paling aman. Efek samping yang mungkin timbul berupa vertigo, tremor, disartri, diplopia, nistagmus, dan nyeri kepala. Keluhan-keluhan tersebut dapat timbul pada permulaan terapi atau bila kadarnya dalam darah melebihi 20 ug/ml. Pada kadar 30 ug/ml timbul ataksia dan pada kadar 40 ug/ml timbul gangguan mental yang bervariasi antara bingung sampai gelisah, bahkan delirium dan psikosis. Gejala-gejala ini akan beransur menghilang bila penggunaannya dihentikan. Selama proses pengurangan gejala dapat timbul keluhan intelektual, gangguan inisiatif dan pemenuhan kebutuhan primer. Gejala ini terutama muncul pada anak-anak dengan minimal brain damage anak-anak dengan gejala kenakalan dan sedikit terbelakang.  2)      KarbamazepinDapat menimbulakan keluhan pusing, ataksia, mual dan muntah. Kadang disertai rasa lelah, bingung, bicara berlebihan dan gangguan penglihatan berupa diplopia dan penglihatan kabur. Obat ini juga dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan anemia aplastik. Selain itu, karbamazepin juga punya efek psikotropik yang dapat menguntungkan pada anak- anak yang mempunyai gangguanemosional. Efek ini berupa, penderita menjadi lebih `gesit` dan cekatan, gangguan tingkah laku menjadi berkurang sehingga obat ini banyak digunakan pada penderita epilepsi yang menunjukkan gejala kompleks yang dahulu dikenal dengan epilepsi lobus temporalis. Efek ini tidak selalau sejajar dengan efek anti konvulsinya. 3)      FenobarbitalMasih digunakan secara luas, terutama karena harganya yang paling murah. Obat ini diketahui dapat menimbulkan efek samping berupa hiperaktivitas pada anak- anak. Selain itu pada masa awal pengobatan, efek sedatifnya dapat sangat mengganggu, terutama bila si anak harus ke sekolah. Efek sedasinya bisa akan menghilang setelah beberapa minggu tetapi efek hiperaktifitas bila memang timbul kadang-kadang memerlukan perhatian khusus dan bila perlu penggantian obat. Anak- anak epilepsi yang diobati dengan fenobarbital, 80% di antaranya menjadi nakal, agresif, perhatian mudah teralih dan hiperaktif, karena kebanyakan di antara mereka kadar serumnya rendah. Bila penggunaannya dihentikan, 40% dari anak hiperaktif itu menjadi normal kembali. Perwujudan toksisitas lain ialah gangguan suasana hati (jiwa) dan kecerdasan. Pengunaan fenobarbital menjadi depresif dan fungsi kognitifnya terganggu sehingga menghambat proses belajar, daya tangkap dan ingatan akan hal-hal baru menjadi lemah.b. Pengobatan PsikososialPasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan terbebas dari kejang. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari epilepsi dan dapat belajar, bekerja, dan bermasyarakat secara normal. X. PROGNOSISPrognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan keteraturan minum obat. Pada umunya

Page 98: bahan epilepsi

prognosis epilepsi cukup baik. Pada 50-70% penderita epilepsi, serangan dapat dicegah dengan obat- obat, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis baik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek. Pada epilepsi dengan tipe bangkitan mioklonik, prognosisnya sangat buruk jika ia disebabkan oleh anoksia.(12)

 

 

 

 

XI.KESIMPULAN

1. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang

berulang (lebih dari satu episode). Epilepsi tipe bangkitan mioklonik adalah syndrome

epilepsi umum idiopatik yang ditandai sentakan mioklonik, kejang tonik-klonik umum,

dan kadang-kadang kejang yang hilang.

2. Di Amerika Serikat, risiko terkena epilepsi mioklonik juvenile pada populasi umum yakni

1 kasus per 1000-2000 orang. Dari keseluruhan epilepsi, 5-10% orang menderita epilepsi

ini. Epilepsi ini lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria

3. Etiologi dari epilepsi tipe bangkitan mioklonik sama saja dengan epilepsi parsial maupun

umum.Terdiri dari idiopatik, herediter, genetik, kongenital, metabolic, infeksi, trauma,

neoplasma, kelainan pembuluh darah dan keracunan.

4. 4.        Gejala klinis berupa gerakan mioklonik seperti terkejut pada saat bangun tidur yang

diikuti kejang general tonik klonik dicetuskan oleh: suara, kejutan, photic stimulation,

perkusi dan saat serangan terjadi gangguan kesadaran sebentar, disertai gerakan

involunter yang aneh dari sekelompok otot, terutama pada tubuh bagian atas (bahu dan

lengan) yang disebut myoclonic jerking.

1. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan

neurologi dan pemeriksaan penunjang berupa EEG, pemeriksaan laboratorium, EKG, CT

Scan, MRI, dan punksi lumbal.

2. Differensial diagnosis dari epilepsi tipe bangkitan mioklonik adalah Absence seizure,

Epilepsi Benign pada anak, Epilepsi lobus frontalis, Kejang tonik-klonik.

3. Penatalaksanaan pada penyakit ini dibagi 2 yaitu pengobatan medikamentosa berupa

pemberian  Fenitoin, Karbamazepim, Fenobarbital, dan pengobatan psikososial berupa

pemberian penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan

terbebas dari kejang.

4. Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor

penyebab, saat pengobatan dimulai, dan keteraturan minum obat. Pada umunya

prognosis epilepsi cukup baik. Pada epilepsi dengan tipe bangkitan mioklonik,

prognosisnya sangat buruk jika ia disebabkan oleh anoksia.DAFTAR PUSTAKA

1. 1.      Octaviana, P. Epilepsi. In: Scientific Journal of Pharmaceutical

Development and Medical Application Vol. 21 (MEDICANUS). 2008. P. 121-124

2. Cavazos, J. Epilepsy, Juvenile Myoclonic. In: www.emedicine.com. 2007

3.  Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, I., Setiowulan, W. Dalam: Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta. Media Aesculapius FKUI. 2001. Hal. 27-33

Page 99: bahan epilepsi

4. Mark, B. Seizure Disorders. In: MERCK manual. Second Edition. New York.

Merck & Co. Inc.2003. P. 447-454

5. Tjahjadi, P., Dikot Y., Gunawan, D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. Dalam:

Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 2005.

Hal. 119-127

6. Karceski, S. Juvenile Myoclonic Epilepsy. In: www.neurology.org. 2009

7. Marjono, M, Sidharta, P. Dasar-Dasar Pemeriksaan Neurologik Khusus. Dalam:

Neurologi Klinis Dasar. Edisi 13. Jakarta. Dian Rakyat. 2008. Hal. 447-448

8. Lombardo, C. Gangguan kejang. Dalam: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta. EGC 2005. Hal.1157-1166

9. Adamolekun, B. Seizure Disorders. In: www.merck.com. 2009

10. Carpenter, C. Eplilepsy. In: CECIL Essentials of Medicine. Sixth Edition. 2008

11. Wilkinson, I. Epilepsy. In: Essential Neurology, Fourth Edition, P. 193-211

12. Pinzon,R. Karakteristik Prognosis Epilepsi. Dalam: Dexa Media, Jurnal

Kedokteran dan Farmasi. No. 3, Vol. 19, 2006,  Hal. 134-137