bahan lp gadar
DESCRIPTION
kmkmTRANSCRIPT
BAB IILANDASAN TEORI
2.1. Anatomi/Fisiologi Saluran PernapasanSaluran pernapasan bagian atas terbagi atas :
a. Lubang hidung (cavum nasi)Hidung terbentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Bagian dalam hidung merupakan lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat. Rongga hidung mengandung rambut yang berfungsi sebagai penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk kedalam saluran pernapasan.Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana.
b. Sinus paranasalisSinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus berfungsi untuk : membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang tengkorak, mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
c. FaringFaring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13cm) yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulan rawan krikoid. Berdasarkan letaknya,faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringo-faring).
d. LaringLaring sering disebut dengan ”voice box” dibentuk oleh struktur epiteliumlined yang berhubungna dengan faring dan trakhea. Laring terletak dianterior tulang belakang ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring.
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut: cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun (Adam’s apple) dan sangat jelas terlihat pada pria, cartilago epiglottis 1 buah, cartilago cricoidea 1 buah, cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker.
e. Trachea atau Batang tenggorokMerupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
f. Bronchus Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
g. Paru-ParuParu-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).
2.2. Definisi Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971).
2.3. Metode PenilaianCara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a. Menghitung frekuensi jantung.b. Melihat usaha bernafas.c. Menilai tonus otot.d. Menilai reflek rangsangan.e. Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi:Tanda 0 1 3
Detak jantung Tidak ada < 100x/menit > 100x/menitPernafasan Tidak ada Tidak teratur Menangis kuatTonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas
(lemah)Fleksi kuatGerakan aktif
Reflek saat jalan nafas dibersihkan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahanEkstermitas biru
Merah seluruh tubuh
Nilai 0-3 : Asfiksia beratNilai 4-6 : Asfiksia sedangNilai 7-10 : Ringan/ bisa dianggap Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo, (2006).Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Asfiksia livida (biru)b. Asfiksia Pallida (putih)
Tabel 2.2. Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallidaPerbedaan Asfiksia livida Asfiksia PallidaWarna kulitTonus ototReaksi rangsanganBunyi jantungPrognosis
Kebiru-biruanMasih baikPositifMasih teraturLebih baik
PucatSudah kurangNegatifTidak teraturJelek
Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.
2.4. Klasifikasia. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia BeratSkor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
2.5. EtiologiPengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan
kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi.
Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :
a. Faktor ibuHipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
b. Faktor plasentaPertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor fetusKompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor neonatusDepresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
2.6. Manifestasi klinis (Gejala dan Tanda)Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
a. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.b. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.Gejala Klinis :Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Tachikardib. Denyut jantung terus menurun.c. Tekanan darah mulai menurun.d. Bayi terlihat lemas (flaccid).
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2).f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik).h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob.i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.j. Pernafasan terganggu.k. Reflek / respon bayi melemah.l. Tonus otot menurun.m. Warna kulit biru atau pucat.
2.7. PatofisiologiSelama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).
2.8. Pemeriksaan Diagnostika. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)b. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan
reflek c. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi d. Pengkajian spesifik e. Elektrolit garamf. USGg. gula darah.
h. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
i. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.j. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi
pada membran sel darah merah.(Septia Sari,2010)
2.9. Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut :
a. Tindakan umum1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :
Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar. Bungkus bayi dengan kain kering.2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lender
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasanRangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
b. Tindakan khusus1. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan berulang atau
dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BBc) Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80-
100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 kali masase diikuti 1 kali pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan bersamaan.
d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
2. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
a) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit.b) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan dengan
kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit.
c) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.
c. Tindakan lain dalam resusitasi:1. Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi prematur,
sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.
2. Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses persalinan.
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain :a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:1) Bayi dibungkus dengan kain hangat2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.3) Bersihkan badan dan tali pusat.4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya :1) Bersihkan jalan napas.2) Berikan oksigen 2 liter per menit.3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,bantu pernapasan
dengan melalui masker (ambubag).4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.
5) Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)Caranya:
1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.3) Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).4) Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).5) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%
sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
2.10. KomplikasiKomplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak dan Perdarahan otakPada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguriaDisfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. KejangPada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. KomaApabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.Komplikasi pada berbagai organ yakni meliputi :
a. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
b. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru.
c. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
d. Ginjal: tubular nekrosis akut.
e. Hematologi.
2.11. PencegahanPencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan.
b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum.
c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi.
e. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
f. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan persalinan.
g. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari :
1. Persalinan yang bersih dan aman.
2. Stabilisasi suhu.
3. Inisiasi pernapasan spontan.
4. Inisiasi menyusu dini.
5. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.
. Perubahan Patofiologis dan Gambaran KlinisPernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
Tidak bernafas atau bernafas megap-megap Warna kulit kebiruan Kejang Penurunan kesadaran
D. DiagnosisAsfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :1. Denyut jantung janinPeningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya2. Mekonium dalam air ketubanMekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.3. Pemeriksaan pH darah janinDengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.(Wiknjosastro, 1999)E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru LahirAspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
Penafasan Denyut jantung Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).F. Persiapan Alat ResusitasiSebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk.2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil,
digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.5. Kotak alat resusitasi.6. Jam atau pencatat waktu.
(Wiknjosastro, 2007).G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru LahirTindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :1. Memastikan saluran terbuka- Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.- Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.- Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.2. Memulai pernafasan- Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan- Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).3. Mempertahankan sirkulasi- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara- Kompresi dada.- Pengobatan
Detail Cara ResusitasiLangkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap
punggung bayi.6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.2. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.3. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai
kompresi jantung.4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.5. Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :a Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi.b Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)Persiapan resusitasiAgar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain :- Alat pemanas siap pakai – Oksigen- Alat pengisap- Alat sungkup dan balon resusitasi- Alat intubasi- Obat-obatanPrinsip-prinsip resusitasi yang efektif :1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.(Dari berbagai sumber
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
a. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
b. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba,
1998)
c. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir
(Mansjoer, 2000)
d. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001)
e. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia
(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
2. Epidemiologi
Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir menderita
asfiksia di RS profinsi di Indoensia (Jawa Barat). Angka kematian sekitar 41.94 % di RS rujukan
propinsi.
3. Penyebab/etiologi
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu
Keracunan CO
Hipotensi akibat perdarahan
Gangguan kontraksi uterus
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta
Plasenta tipis
Plasenta kecil
Plasenta tidak menempel
Solusio plasenta
Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus
Tali pusat menumbung
Tali pusat melilit leher
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus
Prematur
Kelainan kongential
Pemakaian obat anestesi
Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Faktor predisposisi
Faktor dari ibu
Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani
Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa
Hipertensi pada eklampsia
Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae
Faktor dari janin
Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
Depresi pernafasan karena obat – obatan yang diberikan kepada ibu
Keruban keruh
5. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan
dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama
apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera.
6. Klasifikasi
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
7. Gejala Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler
serta adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
Bayi pucat dan kebiru-biruan
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
Hipoksia
Asidosis metabolik atau respirator
Perubahan fungsi jantung
Kegagalan sistem multiorgan
Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus,
dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c. Mata : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan
refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
e. Mulut : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
g. Leher : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h. Thorax : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari
100 x/menit.
i. Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-
tanda infeksi pada tali pusat.
k. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan
lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeces.
m. Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari
tangan serta jumlahnya.
n. Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah tulang
(Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 :
109-356).
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2
dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.
pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi
hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
10. Prognosis
Asfiksia ringan/normal : Baik
Asfiksia Sedang : Tergantung kescepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
Asfiksia berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen.
Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainanneurologis yang
permanen misalnya cerebral palsy, mental retardation (wirjoatmodjo, 1994 : 68).
11. Therapy/Tindakan Penanganan
a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi
paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi
endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 %
dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui
vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali,
bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka
masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi
ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3
kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau
gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana
dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi
kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan
dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi
paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin
timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan
frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan,
bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
b. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada belun ada respon.
Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau
endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan
resueitasi.
Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya
pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang
adekuat.
Jenis Cairan :
Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v
pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3. Bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi
dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai
dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara
i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi
pernapasan.
Indikasi:
Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan
narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba- tiba
pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80
mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari
mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
Berat badan : 2500-4000 gram
Panjang badan : 44-45 cm
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah
kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago
xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan
elektroda internal)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6) .Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping
keluarga adekuat.
3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
Bersihan jalan nafas
tidak efektif b.d
produksi mukus
banyak.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan jalan
nafas lancar.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan jalan
nafas lancar.1.
Tidak menunjukkan
demam.
2. Tidak
menunjukkan
cemas.
3. Rata-rata repirasi
dalam batas normal.
4. Pengeluaran
sputum melalui
jalan nafas.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.
1. Tentukan
kebutuhan oral/
suction tracheal.
2. Auskultasi suara
nafas sebelum dan
sesudah suction .
3. Bersihkan daerah
bagian tracheal
setelah suction
selesai dilakukan.
4. Monitor status
oksigen pasien,
status hemodinamik
segera sebelum,
selama dan sesudah
suction.
1. pengumpulan
data untuk
perawatan optimal
2. membantu
mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
3. meminimaliasi
penyebaran
mikroorganisme
4. untuk mengetahui
efektifitas dari
suction.
Pola nafas tidak
efektif b.d
hipoventilasi.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan pola
1) Pertahankan
kepatenan jalan
nafas dengan
melakukan
pengisapan lendir.
1. untuk
membersihkan jalan
nafas
2. guna
meningkatkan kadar
nafas menjadi
efektif.
Kriteria hasil :
1. Pasien
menunjukkan pola
nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada
simetris.
3. Tidak ada bunyi
nafas tambahan.
4. Kecepatan dan
irama respirasi
dalam batas normal.
2) Pantau status
pernafasan dan
oksigenasi sesuai
dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan
nafas untuk
mengetahui adanya
penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemeriksaan
AGD dan
pemakaian alat
bantu nafas
5) Berikan
oksigenasi sesuai
kebutuhan.
oksigen yang
bersirkulasi dan
memperbaiki status
kesehatan
3. membantu
mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
4. perubahan AGD
dapat mencetuskan
disritmia jantung.
5. terapi oksigen
dapat membantu
mencegah gelisah
bila klien menjadi
dispneu, dan ini
juga membantu
mencegahedema
paru.
Kerusakan
pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan
pertukaran gas
teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru
dalam batas normal
1) Kaji bunyi paru,
frekuensi nafas,
kedalaman nafas
dan produksi
sputum.
2) Auskultasi bunyi
nafas, catat area
penurunan aliran
udara dan / bunyi
tambahan.
3) Pantau hasil
Analisa Gas Darah
1. . membantu
mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
2. . membantu
mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
3. perubahan AGD
dapat mencetuskan
disritmia jantung.
Risiko cedera b.d
anomali kongenital
tidak terdeteksi atau
tidak teratasi
pemajanan pada
agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan risiko
cidera dapat
dicegah.
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/
komplikasi.
2. Mendeskripsikan
aktivitas yang tepat
dari level
perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan
teknik pertolongan
pertama
1. Cuci tangan
setiap sebelum dan
sesudah merawat
bayi.
2. Pakai sarung
tangan steril.
3. Lakukan
pengkajian fisik
secara rutin
terhadap bayi baru
lahir, perhatikan
pembuluh darah tali
pusat dan adanya
anomali.
4. Ajarkan keluarga
tentang tanda dan
gejala infeksi dan
melaporkannya
pada pemberi
pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis
1. untuk mencegah
infeksi nosokomial
2. untuk mencegah
infeksi nosokomial
3. untuk mencegah
keadaan yang kebih
buruk.
4. untuk
meningkatkan
pengetahuan
keluarga dalam
deteksi awal suatu
penyakit.
Risiko
ketidakseimbangan
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
1. Hindarkan pasien
dari kedinginan dan
1. untuk menjaga
suhu tubuh agar
suhu tubuh b.d
kurangnya suplai O2
dalam darah.
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan suhu
tubuh normal.
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan
dalam batas normal.
2. Tidak terjadi
distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna
kulit.
5. Bilirubin dalam
batas normal.
tempatkan pada
lingkungan yang
hangat.
2. Monitor gejala
yang berhubungan
dengan hipotermi,
misal fatigue,
apatis, perubahan
warna kulit dll.
3. Monitor TTV.
4. Monitor adanya
bradikardi.
5. Monitor status
pernafasan.
stabil.
2. untuk mendeteksi
lebih awal
perubahan yang
terjadi guna
mencegah
komplikasi
3. peningkatan suhu
dapat menunjukkan
adanya tanda-tanda
infeksi
4. penurunan
frekuensi nadi
menunjukkan
terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.
Proses keluarga
terhenti b.d
pergantian dalam
status kesehatan
anggota keluarga.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
proses keperawatan
diharapkan koping
keluarga adekuat.
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat
mengatasi masalah.
2. Kestabilan
prioritas.
3. Mempunyai
rencana darurat.
1. Tentukan tipe
proses keluarga.
2. Identifikasi efek
pertukaran peran
dalam proses
keluarga.
3. Bantu anggota
keluarga untuk
menggunakan
mekanisme support
yang ada.
4. Bantu anggota
keluarga untuk
1. untuk mengetahui
tindakan yang tepat
untuk diberikan
2. untuk
mempersiapkan
psikologi keluarga
3. untuk
memanfaatkan
dukungan yang ada
dari keluarga.
4. untuk mengatasi
situasi yang tidak
terduga.
4. Mengatur ulang
cara perawatan.
merencanakan
strategi normal
dalam segala
situasi.
4. Evaluasi
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
5. Pathway
Daftar Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/
A. PENGERTIAN
Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke kehidupan ekstra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak mampu bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport 02 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2,saat janin di uterus hipoksia.
B. ETIOLOGI
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan, menumbung,dll.
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu,
C. MANIFESTASI KLINIS
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaraya :
a. Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung
b. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
Gejala lanjut pada asfiksia :
1) Pernafasan megap-megap yang dalam
2) Denyut jantung terus menurun
3) Tekanan darah mulai menurun
4) Bayi terlihat lemas (flaccid)
5) Menurunnya tekanan O2 (PaO2)
6) Meningginya tekanan CO2 (PaO2)
8) Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler
D. PATOFISIOLOGI
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appneu yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian.
E. AFGAR SKOR
TANDA 0 1 2 JUMLAH NILAI
Frekwensi jantung
Tidak ada Kurang dari 100 X/menit
Lebih dari 100 X/menit
Usaha bernafas
Tidak ada Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna kulit Biru / pucat Tubuh kemerahan, ekstremitas biru
Tubuh dan ekstremitas kemerahan
nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 : asfiksia sedang
nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
F. KLASIFIKASI
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
1. Asphyksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asphyksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asphyksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
G.KOMPLIKASI Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeluaran urine sedikit.
3. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
H. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
· Meletakan bayi dalam posisi yang benar
· Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
· Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
· Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
· Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi
b. Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
I. BIODATA
A. Identitas Klien
1. Nama : An. A
2. Tempat tgl lahir/usia : Kendari, 23 mei 2011/ 0 tahun 1 hari
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. A g a m a : Islam
5. Pendidikan : -
6. Alamat : Jl. BTN Kehutanan, Kel. Lepo-lepo
7. Tgl masuk : 23 mei 2011
8. Tgl pengkajian : 23 mei 2011
9. Diagnosa medik : Asfiksia neonatorum
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. N a m a : Tn. A
b. U s i a : 35 tahun
c. Pendidikan : S1
d. Pekerjaan/Jumlah penghasilan : PNS/Rp. 2.000.000,-
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : Jl. BTN Kehutanan, Kel. Lepo-lepo
2. Ibu
a. N a m a : Ny. A
b. U s i a : 30 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan: Ibu Rumah Tangga
e. Agama : Islam
f. Alamat : Jl. BTN Kehutanan, Kel. Lepo-lepo
C. Identitas Saudara Kandung
NO N A M A U S I A HUBUNGAN STATUS KESEHATAN1 An. B 5 tahun Kakak kandung Sehat
II. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama :
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah bayi menurun,
sianosis, gerakan ekstremitas fleksi sedikit, dan gerakan reflexs sedikit.
2. Riwayat keluhan utama :
Seorang ibu prepartum masuk rumah sakit diantar oleh suaminya pada tanggal 22 mei
2011, sebelum melahirkan ibu tersebut pernah melakukan pemeriksaan kehamilan dan anamnese
didaptkan hasil bahwa ibu memiliki riwayat anemia pada trimester ke 3. Setelah diberikan
tindakan pengobatan berupa pemberian tablet zat besi namun ibu tersebut kurang menunjukkan
perbaikan akan kondisi keadaannya. Kemudian pada tanggal 23 mei 2011 tepat pukul. 19.00
WITA ibu tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki dengan kondisi bradipneu: 25x/m, denyut
jantung menurun: 90x/m, tekanan darah: 70/40mmHg, sianosis dan gerakan ekstremitas dan
reflexs sedikit.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung bayi dan tekanan darah menurun, bayi
nampak sianosis dan gerakan ekstremitas fleksi sedikit dan gerakan reflexs sedikit segera setelah
bayi tersebut dilahirkan.
4. Riwayat Kesehatan masa lalu:
1. Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan : 3 kali
b. Keluhan selama hamil: sering pusing, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan malaise
c. Kenaikan BB selama hamil: 5 Kg
2. Natal
a, Tempat melahirkan : Rumah Sakit Umum Provinsi Sultra
b. Jenis persalinan : Normal
c. Penolong persalinan : Bidan
d. Kesulitan lahir normal : ibu kesulitan mengedan karena ibu cepat lelah
3. Post natal
a. Kondisi bayi : BB lahir 2.400 gram, PB: 40 cm
b. Bayi mengalami nafas lambat, denyut jantung bayi menurun
c. Bayi tidak mengalami kemerahan dan nampak pucat.
d. Gerakan reflex sedikit dan tonus otot bayi menurun
IV. RIWAYAT IMMUNISASI
No Jenis Immunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah
Pemberian
1. BCG - -
2. DPT (I,II,III) - -
3. Polio (I,II,III,IV) - -
4. Campak - -
5. Hepatitis - -
6. Lain-lain - -
V. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan Lahir : 2400 g
2. Tinggi Badan : 40 cm
3. Lingkar kepala : 30 cm
4. Lingkar dada : 28 cm
5. Lingkar lengan atas : 12 cm
6. Lingkar perut : 50 cm
VI. RIWAYAT NUTRISI
A. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui : belum pernah
2. Cara pemberian :-
3. Lama pemberian : -
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : -
2. Jumlah pemberian : -
3. Cara memberikan : -
C. Pemberian makanan tambahan : -
a. Pertama kali diberikan usia : -
b. Jenis: Bubur susu: : -
VII. REAKSI HOSPITALISASI
Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Orang tua mengatakan merasa cemas dan kawatir mengenai keadaan bayinya
Orang tua selalu menanyakan apakah sakit bayinya dapat sembuh
Orang tua berharap agar anaknya cepat sembuh
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum Klien : klien nampak bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah menurun,
tampak sianosis, gerakan ekstremitas dan reflexs sedikit.
A. Tanda-tanda vital
Suhu : 36,5o C
Nadi : 90 x/ mnt
Respirasi : 25 x/m
Tekanan darah : 70 / 40 mmHg
B. Antropometri
Tinggi badan : 40 cm
Berat badan : 2400 g
Lingkar lengan atas : 12 cm
Lingkar kepala : 30 cm
Lingkar dada : 28 cm
Lingkar perut : 50 cm
C. Penilaian Afgar Scor
Nilai afgar scor rendah
Tanda 0 1 2 Keterangan Scor
Frekwensi jantung √ <100 1
Usaha bernafas √ lambat 1
Tonus otot √ Ekstremitas fleksi
sedikit
1
Reflexs √ Gerakan sedikit 1
Warna kulit √ Seluruh tubuh biru
atau pucat
0
Jadi jumlah afgar scor pada bayi tersebut yaitu dengan skala 4 dimana bayi mengalami
asfiksia sedang.
D. Sistem Pernapasan
Hidung: Simetris kiri – kanan,
Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tomor
Dada :
▪ Bentuk dada: tidak simetris
▪ Gerakan dada: dada dan abdomen tidak bergerak secara bersamaan,
▪ Ekspansi dada berkurang
▪ Suara napas melemah
E. Sistem Cardio Vaskuler
Capillary Refilling Time: >2 detik
Denyut jantung : 110x/m
Tekanan darah menurun: 70/40mmHg
F. System Syaraf
Bayi mengalami penurunan kesadaran
I. System Muskulo Skeletal
Terjadi penurunan tonus otot bayi
Gerakan ekstremitas fleksi pada bayi sedikit
Bayi nampak lemas dan lemah
J. System Integumen
Bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku
CRT: > 3 detik
bayi nampak pucat
K. System Endokrim
o Kelenjar Thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
L. System Perkemihan
o Tidak ada edema
o Tidak ada bendungan kandung kemih
M. System Reproduksi
o Penis ; Bersih
o Tidak ada kelainan pada area genetalia
ANALISA DATA
Symptom Etiologi Problem
DS :
DO:
Bayi mengalami bradipneu
: 25x/m
Suara nafas melemah
Ekspansi dada berkurang
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2
Takipnea
POLA NAFAS INEFEKTIF
POLA NAFAS
INEFEKTIF
DS:
DO:
Bayi mengalami sianosis
CRT: > 3 detik
Bayi mengalami bradipneu
: 25x/m
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2
Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Paru-paru terendam cairan
Alveoli tidak mengembang
Transport O2 dan CO2 terganggu
G3 PERTUKARAN GAS
G3 PERTUKARAN
GAS
DS:
DO:
Denyut jantung menurun:
90x/m
Tekanan darah menurun:
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2
Takipnea
Apneu primer
CO menurun
70/40mmHg
Bayi mengalami sianosis
CRT: > 3 detik
Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Bradikardi, TD menurun
Suplai darah, O2 kejaringan
Frekwensi jantung
Beban kerja jantung
Jantung kekurangan energi
Daya pompa jantung
CO menurun
DS:
DO:
Bayi mengalami sianosis
pada kulit dan kuku
CRT: > 3 detik
bayi nampak pucat
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2
Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Bradikardi, TD menurun
Suplai darah, O2 kejaringan
Suplai darah, O2 kejaringan perifer
G3 PERFUSI JARINGAN
PERIFER
G3 PERFUSI
JARINGAN
PERIFER
DS:
DO:
Bayi mengalami penurunan
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2
Takipnea
G3 PERFUSI
JARINGAN
CEREBRAL
kesadaran
Tekanan darah menurun:
70/40mmHg
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Bradikardi, TD menurun
Suplai darah, O2 kejaringan
Suplai darah, O2 kejaringan cerebral
G3 PERFUSI JARINGAN
CEREBRAL
DS:
DO:
Berat badan bayi menurun:
2400 gram
Tinggi badan bayi: 40 cm
Lingkar lengan atas: 12
cm
Lingkar kepala : 30
cm
Lingkar dada : 28 cm
Lingkar perut : 50
cm
Anemia ibu pada masa kehamilan
Aliran darah, O2 dan nutrisi keuterus
Suplai darah, O2 dan nutrisi
keplasenta dan janin
janin kekurangan nutrisi
bayi baru lahir kekurangan nutrisi
BBLR
NUTRISI < DARI KEBUTUHAN
NUTRISI < DARI
KEBUTUHAN
DS:
DO:
Bayi nampak lemas dan
lemah
Terjadi penurunan
kekuatan otot
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2
Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus menurun
INTOLERANSI
AKTIFITAS
Gerakan ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan reflex sedikit
Nafas megap-megap dan dalam
Bradikardi, TD menurun
Flaccid
Bayi nampak lemah dan lemas
INTOLERANSI AKTIFITAS
DS:
- Orang tua mengatakan
merasa cemas dan kawatir
mengenai keadaan bayinya
- Orang tua selalu
menanyakan apakah sakit
bayinya dapat sembuh
- Orang tua berharap agar
anaknya cepat sembuh.
DO:
- Orang tua bayi nampak
gelisah, cemas dan khawatir
akan kondisi anaknya
ASFIKSIA
Bayi kekurangan O2
Takipnea
Apneu primer
Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Bradikardi, TD menurun
Flaccid
Apneu sekunder
Bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak ada usaha
bernafas secara spontan
resusitasi pada BBL
Stress psikologis pada orang tua
Perasaan takut dan khawatir akan
kondisi bayinya
KECEMASAN ORANG TUA
KECEMASAN
ORANG TUA
INTERVENSI KEPERAWATANDIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI RASIONAL
Pola Nafas
inefektif
berhubungan dengan
hipoksia bayi
ditandai dengan:
DS:
o -
DO:
o bayi mengalami
bradipneu : 25x/m,
o suara nafas
melemah,
o ekspansi dada
berkurang.
Klien
memperlihatkan pola
nafas yang efektif,
dengan criteria:
o Frekwensi dan
kedalaman
pernafasan dalam
rentang normal
o Bayi aktif
Kaji frekwensi,
kedalaman pernafasan
dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan,
termasuk penggunaan
otot bantu pernafasan
Auskulatasi bunyi nafas
dan catat adanya bunyi
nafas seperti mengi,
krekels,dll
Tinggikan kepala bayi
dan bantu mengubah
posisi
Berikan oksigen
tambahan
Kecepatan biasanya
meningkat apabila
terjadi peningkatan
kerja nafas
Penggunaan otot bantu
pernafasan sebagai
akibat dari penigkatan
kerja nafas
Bunyi nafas
menurun/tak ada bila
jalan nafas obstruksi
dan adanya bunyi nafas
ronki dan mengi
menandakan adanya
kegagalan pernafasan
Untuk memungkinkan
ekspansi paru dan
memudahkan
pernafasan.
Memaksimalkan
bernafas dan
menurunkan kerja
nafas
Gangguan
pertukaran gas
berhubungan dengan
paru-paru bayi
terendam cairan
Klien
memperlihatkan
perbaikan ventilasi,
pertukaran gas
secara optimal dan
Kaji tanda vital –
pernafasan, nadi,
tekanan darah.
Sebagai indicator
adanya gangguan dlm
system pernafasan
ditandai dengan:
DS:
o -
DO:
o bayi mengalami
sianosis,
o CRT: > 3 detik,
o bayi mengalami
bradipneu : 25x/m.
oksigenasi jaringan
secara adekuat,
dengan kriteria :
o Nafas Bayi kembali
normal
o Bayi aktif.
o Pada pemeriksaan
auskultasi tidak
ditemukan lagi bunyi
tambahan pernafasan
Kaji frekwensi,
kedalaman pernafasan
dan tanda-tanda sianosis
setiap 2 jam.
Dorong pengeluaran
sputum, pengisapan
(suction) bila
diindikasikan.
Lakukan palpasi fokal
fremitus
Observasi tingkat
kesadaran, selidiki
adanya perubahan
Berguna dalam evaluasi
derajat distress
pernafasan adan/atau
kronisnya proses
penyakit. Sianosis
mungkin perifer
(terlihat pada kuku)
atau sentral (terlihat
sekitar bibir dan atau
telinga). Keabu-abuan
dan sianosis sentral
mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
Kental, tebal dan
banyaknya sekresi
adalah sumber utama
gangguan pertukaran
gas pada jalan nafas
kecil, pengisapan
dibutuhkan bila batuk
tidak efektif.
Penurunan getaran
vibrasi diduga ada
pengumpulan cairan
atau udara terjebak.
Gelisah dan ansietas
adalah manifestasi
umum pada hipoksia,
GDA memburuk
disertai
Kolaborasi dengan tim
medis pemberian O2
sesuai dengan indikasi
bingung/somnolen
menunjukkan disfungsi
serebral yang
berhubungan dengan
hipoksemia.
Dapat memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia.
Penurunan CO
berhubungan dengan
suplai darah, O2 dan
nutrisi kejaringan
menurun ditandai
dengan:
DS:
o -
DO:
o denyut jantung
menurun: 90x/m,
o tekanan darah
menurun:
70/40mmHg
o bayi mengalami
sianosis,
o CRT: > 3 detik
Klien
memperlihatkan
peningkatan curah
jantung dengan
criteria:
o Frekwensi jantung
dan irama dalam
rentang normal
o Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
Pantau frekwensi/ irama
jantung
Auskultasi bunyi
jantung
Dorong tirah baring
dalam posisi semi
fowler
Evaluasi keluhan lemas,
palpitasi,
Berikan oksigen
Takikardi dapat terjadi
saat jantung berupaya
untuk meningkatkan
curahnya berespon
pada demam, hipoksia
Memberikan deteksi
dini dan terjadinya
komplikasi mis, Gagal
janrtung
Menurunkan beban
kerja jantung,
memaksimalkan curah
jantung
Manifestasi dari
penurunan cardiac
output
Meningkatkan
ketersediaan oksigen
untuk fungsi miokard
suplemen
Gangguan
perfusi jaringan
perifer berhubungan
dengan suplai darah,
O2 dan nutrisi
kejaringan perifer
menurun ditandai
dengan:
DS:
o -
DO:
o bayi mengalami
sianosis pada kulit
dan kuku,
o CRT: > 3 detik,
o bayi nampak pucat
Klien
memperlihatkan
perfusi perifer yang
adekuat dengan
criteria:
o Nadi perifer
meningkat
o Kulit dan kuku tidak
pucat
o CRT< 2 detik
Kaji status mental klien
secara teratur.
Catat adanya penurunan
kesadaran
Selidiki takipnea,
sianosis, pucat, kulit
lembab. Catat kekuatan
nadi perifer.
Berikan oksigen
suplemen
Mengetahui derajat
hipoksia
Penurunan kesadaran
merupakan manifestasi
penurunan suplai darah
dan oksigen kejaringan
perifer yang parah
suplai darah perifer
diakibatkan oleh
penurunan curah
jantung yang
dibuktikan oleh
penurunan perfusi
kulit, penurunan nadi
Dapat memperbaiki
/mencegah
memburuknya hipoksia
pada otak
Gangguan
perfusi jaringan
cerebral
berhubungan dengan
suplai darah, O2 dan
nutrisi kejaringan
cerebral menurun
ditandai dengan:
Klien
menunjukkan perfusi
jaringan cerebral
yang adekuat dengan
criteria:
o Tanda-tanda vital
stabil
o Tidak terjadi
Kaji status mental klien
secara teratur
Catat adanya penurunan
kesadaran
Mengetahui derajat
hipoksia
Penurunan keadaran
merupakan manifestasi
penurunan suplai darah
dan oksigen kejaringan
otak yang parah
DS:
o -
DO:
o bayi mengalami
penurunan
kesadaran,
o tekanan darah
menurun:
70/40mmHg
penurunan kesadaran
Pantau tanda-tanda vital
Berikan oksigen sesuai
indikasi
Sebagai dasar untuk
mengetahui adanya
penurunan oksigen
kejaringan otak
Menurunkan hipoksia
yang dapat
menyebabkan
vasodilatasi cerebral
dan tekanan meningkat
/ terbentuknya edema.
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan bayi
kekurangan nutrisi
semenjak dalam
uterus ditandai
dengan:
DS:
DO:
o berat badan bayi
menurun: 2400
gram,
o tinggi badan bayi: 40
cm,
o lingkar lengan
atas:12 cm,
o lingkar kepala: 30
cm,
Klien
menunjukkan nutrisi
yang terpenuhi
sesuai kebutuhan
dengan criteria:
o Berat badan, Tinggi
badan, lingkar dada,
kepala, perut dan
lingkar lengan atas
meningkat dalam
rentang normal
Kaji maturitas refleks
berkenaan dengan
pemberian makan
(misalnya : mengisap,
menelan, dan batuk)
Auskultasi adanya bising
usus, kaji status fisik
dan status pernapasan
Kaji berat badan dengan
menimbang berat badan
Menentukan metode
pemberian makan yang
tepat untuk bayi
Pemberian makan
pertama bayi stabil
memiliki peristaltik
dapat dimulai 6-12 jam
setelah kelahiran. Bila
distres pernapasan ada
cairan parenteral di
indikasikan dan cairan
peroral harus ditunda
Mengidentifikasikan
adanya resiko derajat
dan resiko terhadap
pola pertumbuhan.
Bayi SGA dengan
kelebihan cairan
ekstrasel kemungkinan
o lingkar dada:28 cm,
o lingkar perut: 50 cm
setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada
grafik pertumbuhan
bayi
Pantau masukan dan
pengeluaran. Hitung
konsumsi kalori dan
elektrolit setiap hari
Kaji tingkat hidrasi,
perhatikan fontanel,
turgor kulit, berat jenis
urine, kondisi membran
kehilangan 15% BB
lahir. Bayi SGA
mungkin telah
mengalami penurunan
berat badan dealam
uterus atau mengalami
penurunan simpanan
lemak/glikogen.
Memberikan informasi
tentang masukan
aktual dalam
hubungannya dengan
perkiraan kebutuhan
untuk digunakan dalam
penyesuaian diet.
Peningkatan kebutuhan
metabolik dari bayi
SGA dapat
meningkatkan
kebutuhan cairan.
Keadaan bayi
hiperglikemia dapat
mengakibatkan diuresi
pada bayi. Pemberian
cairan intravena
mungkin diperlukan
untuk memenuhi
peningkatan
kebutuhan, tetapi harus
dengan hati-hati
ditangani untuk
mukosa, fruktuasi berat
badan.
Kaji tanda-tanda
hipoglikemia; takipnea
dan pernapasan tidak
teratur, apnea, letargi,
fruktuasi suhu, dan
diaphoresis. Pemberian
makan buruk, gugup,
menangis, nada tinggi,
gemetar, mata terbalik,
dan aktifitas kejang.
menghindari kelebihan
cairan
Karena glukosa adalah
sumber utama dari
bahan bakar untuk
otak, kekurangan dapat
menyebabkan
kerusakan SSP
permanen.hipoglikemi
a secara bermakna
meningkatkan
mobilitas mortalitas
serta efek berat yang
lama bergantung pada
durasi masing-masing
episode.
Kolaborasi :
Hipoglikemia dapat
terjadi pada awal 3 jam
lahir bayi SGA saat
cadangan glikogen
dengan cepat
berkurang dan
glukoneogenesis tidak
adekuat karena
penurunan simpanan
protein obat dan
lemak.
Mendeteksi perubahan
fungsi ginjal
berhubungan dengan
Kolaborasi :
Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai
indikasi
Glukas serum
Nitrogen urea darah,
kreatin, osmolalitas
serum/urine, elektrolit
urine
Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi misalnya kalsium glukonat 10%
penurunan simpanan
nutrien dan kadar
cairan akibat
malnutrisi.
Ketidakstabilan
metabolik pada bayi
SGA/LGA dapat
memerlukan suplemen
untuk mempertahankan
homeostasis.
Intoleransi
aktifitas
berhubungan dengan
bayi kekurangan O2
ditandai dengan:
DS:
o -
DO:
o bayi nampak lemas
dan lemah,
o terjadi penurunan
kekuatan otot,
o gerakan ekstremitas
Klien dapat
menunjukkan
toleransi
aktifitas/penurunan
kelemahan dengan
criteria:
o Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
o Peningkatan tonus
otot bayi
o Gerakan reflexs
meningkat
Kaji tanda-tanda vital,
misalnya: TD, nadi,
pernafasan.
Kaji presipitator/
penyebab terjadinya
kelemahan
Berikan posisi yang
nyaman bagi bayi
Berikan tambahan
Dapat digunakan
sebagai dasar/ petunjuk
terjadinya intoleransi
Biasanya kelemahan
terjadi akibat
ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
Untuk meningkatkan
sirkulasi pada bayi
Untuk meningkatkan
suplai oksigen dan
menurunkan kerja
nafas.
fleksi sedikit,
o gerakan reflex
sedikit.
oksigen sesuai indikasi
Kecemasan orang
tua berhubungan
dengan stress
psikologis orang tua
ditandai dengan:
DS:
o orang tua
mengatakan merasa
cemas dan kawatir
mengenai keadaan
bayinya,
o orang tua selalu
menanyakan apakah
sakit bayinya dapat
sembuh,
o orang tua berharap
agar anaknya cepat
sembuh,
DO:
o orang tua nampak
gelisah,
o cemas dan khawatir
akan kondisi
bayinya
Orang tua klien
tidak mencemaskan
keadaan anaknya
dengan criteria:
o Orang tua klien
tampak tenang
o Orang tua klien
menerima keadaan
dan mengerti akan
penyakit yang
dialami anaknya
Beri kesempatan orang
tua klien untuk
mengungkapkan
perasaannya.
Jelaskan pada orang tua
tentang keadaan anak-
nya saat ini.
HE pada orang tua klien
tentang penya
ASKEP ASFIKSIA NEONATORUMA. PENGERTIANAsfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
B. JENIS ASFIKSIAAda dua macam jenis asfiksia, yaitu :1. Asfiksia livida (biru)2. Asfiksia pallida (putih)
C. KLSIFIKASI ASFIKSIAKlasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGARa. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
D. ETIOLOGIPenyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :1. Asfiksia dalam kehamilana. Penyakit infeksi akutb. Penyakit infeksi kronikc. Keracunan oleh obat-obat biusd. Uraemia dan toksemia gravidarume. Anemia beratf. Cacat bawaang. Trauma2. Asfiksia dalam persalinana. Kekurangan O2.• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps• Trauma dari dalam : akibat obet bius.Penyebab asfiksia Stright (2004)1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
E. MANIFESTASI KLINIK1. Pada KehamilanDenyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahira. Bayi pucat dan kebiru-biruanb. Usaha bernafas minimal atau tidak adac. Hipoksiad. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantungf. Kegagalan sistem multiorgang. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
F. PATOFISIOLOGIBila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
G. PATHWAY ASFIKSIA NEONATORUMUntuk Melihat Pathway klik DI SINIUntuk Mendownload Pathway klik DI SINI
H. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCULKomplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :1. Edema otak & Perdarahan otakPada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.2. Anuria atau oliguriaDisfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.3.KejangPada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
I. PENATALAKSANAANTelah Di bahas sebelumnya di daLam PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM
ASUHAN KEPERWATANPADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
A. PENGKAJIAN1. Sirkulasi• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.2. Eliminasi• Dapat berkemih saat lahir.3. Makanan/ cairan• Berat badan : 2500-4000 gram• Panjang badan : 44-45 cm• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)4. Neurosensori• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)5. Pernafasan• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan• Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).• Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK• PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.• Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.• Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
C. PRIORITAS KEPERAWATAN• Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.• Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.• Mencegah cidera atau komplikasi.• Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.
D. DIAGNOSA KEPERAWATANI. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasiIII. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
E. INTERVENSIDP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan NafasKriteria Hasil :1. Tidak menunjukkan demam.2. Tidak menunjukkan cemas.3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.5. Tidak ada suara nafas tambahan.NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran GasKriteria Hasil :1. Mudah dalam bernafas.2. Tidak menunjukkan kegelisahan.3. Tidak adanya sianosis.4. PaCO2 dalam batas normal.5. PaO2 dalam batas normal.6. Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan2 : Sering Menunjukkan3 : Kadang Menunjukkan4 : Jarang Menunjukkan5 : Tidak MenunjukkanNIC I : Suction jalan nafasIntevensi :1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .3. Beritahu keluarga tentang suction.4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.NIC II : Resusitasi : Neonatus1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.7. Monitor respirasi.8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.NOC : Status respirasi : VentilasiKriteria hasil :1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.2. Ekspansi dada simetris.3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.Keterangan skala :1 : Selalu Menunjukkan2 : Sering Menunjukkan3 : Kadang Menunjukkan4 : Jarang Menunjukkan5 : Tidak MenunjukkanNIC : Manajemen jalan nafasIntervensi :1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.NOC : Status respiratorius : Pertukaran gasKriteria hasil :1. Tidak sesak nafas2. Fungsi paru dalam batas normalKeterangan skala :1 : Selalu Menunjukkan2 : Sering Menunjukkan3 : Kadang Menunjukkan4 : Jarang Menunjukkan5 : Tidak MenunjukkanNIC : Manajemen asam basaIntervensi :1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.NOC : Pengetahuan : Keamanan AnakKriteria hasil :1. Bebas dari cidera/ komplikasi.2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.Keterangan Skala :1 : Tidak sama sekali2 : Sedikit3 : Agak4 : Kadang5 : SelaluNIC : Kontrol InfeksiIntervensi :1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.2. Pakai sarung tangan steril.3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.NOC I : Termoregulasi : NeonatusKriteria Hasil :1. Temperatur badan dalam batas normal.2. Tidak terjadi distress pernafasan.3. Tidak gelisah.4. Perubahan warna kulit.5. Bilirubin dalam batas normal.Keterangan skala :1 : Selalu Menunjukkan2 : Sering Menunjukkan3 : Kadang Menunjukkan4 : Jarang Menunjukkan5 : Tidak MenunjukkanNIC I : Perawatan HipotermiIntervensi :1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.3. Monitor temperatur dan warna kulit.4. Monitor TTV.5. Monitor adanya bradikardi.6. Monitor status pernafasan.NIC II : Temperatur RegulasiIntervensi :1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.NOC I : Koping keluargaKriteria Hasil :1. Percaya dapat mengatasi masalah.2. Kestabilan prioritas.3. Mempunyai rencana darurat.4. Mengatur ulang cara perawatan.Keterangan skala :1 : Tidak pernah dilakukan2 : Jarang dilakukan3 : Kadang dilakukan4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukanNOC II : Status Kesehatan KeluargaKriteria Hasil :1. Status kekebalan anggota keluarga.2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.3. Akses perawatan kesehatan.4. Kesehatan fisik anggota keluarga.Keterangan Skala :1 : Selalu Menunjukkan2 : Sering Menunjukkan3 : Kadang Menunjukkan4 : Jarang Menunjukkan5 : Tidak MenunjukkanNIC I : Pemeliharaan proses keluargaIntervensi :1. Tentukan tipe proses keluarga.2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.NIC II : Dukungan KeluargaIntervensi :1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.3. Beri harapan realistik.4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.
E. EVALUASIDP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.NOC IKriteria Hasil :1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC IIKriteria Hasil :1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.Kriteria hasil :1. Tidak sesak nafas.(skala 3)2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.NOC IKriteria Hasil :1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)3. Tidak gelisah. (skala 3)4. Perubahan warna kulit. (skala 3)5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)NOC IIKriteria Hasil :1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.NOC IKriteria Hasil :1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)2. Kestabilan prioritas. (skala 3)3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)NOC IIKriteria Hasil :1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGCHassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : InformedikaMansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGCManuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGCMochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGCSaifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina PustakaStraight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM1. DefinisiAsfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan adekuat
PATOFISIOLOGI :Dapat disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan gangguan pertukaran O2 dan CO2, sehingga berakibat :- O2 tidak cukup dalam darah yang disebut hipoksia- CO2 tertimbun dalam darah yang disebut hipercapnea.Sebagai akibatnya dapat menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik karena mengalami metabolisme anaerob, juga dapat mengalami hipoglikemia.
GEJALA KLINIK :- Pernapasan terganggu- Detik jantung menurun- Refleks/ respons bayi melemah- Tonus otot menurun- Warna kulit biru atau pucat.
DIAGNOSA :Dengan menilai Apgar Score pada menit ke IHasil Apgar Score : 0 – 3 : Asfiksia BeratHasil Apgar Score : 4 – 6 : Asfiksia SedangHasil Apgar Score : 7 – 10: Normal.
Klinis 0 1 2
Detik jantung Tidak ada
Kurang dari 100/menit
lebih dari 100/menit
Pernapasan Tidak ada
Tidak teratur Tangis kuat
Refl waktu jalan napas dibersihkan
Tidak ada
Menyeringai Batuk/bersin
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas
(lemah)
Fleksi kuat
Gerak aktif
Warna kulit Biru pucat
Tubuh merah
Ekstermitas biru
Merah seluruh
Tubuh
DIAGNOSA BANDING :Tidak ada
Pemantauan :Bila Apgar Score 5 menit masih kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5 menit, sampai score mencapai 7.
2. ProsedurPENATALAKSANAAN :- Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) :- Siapkan obat- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :• Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup• Tabung O2 terisi• Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.- Pada waktu bayi lahir :Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.
Penatalaksanaan untuk Asfiksia :Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.
- Apgar Score I 7 – 10 :a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
- Apgar Score I 4 – 6 :i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,maksimum 15 – 30 detik.iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong( lebih baik yang dihangatkan )
- Apgar Score I 4 – 6 dengan detik jantung > 100i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
- Apgar Score I 0 – 3 :i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkanhipotermia dengan segala akibatnya.ii. Jangan diberi rangsangan taktil.iii.Jangan diberi obat perangsang napas.iv. Segera lakukan resusitasi.
RESUSITASIApgar Score 0 – 3 :- Jangan diberi rangsangan taktil- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi- Mouth to tube atau pulmonator to tube- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouthrespiration atau mask and pulmonator respiration,kemudian bawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 – 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.- Ventilasi tetap dilakukan.- Pada detik jantung
5. Referensia. Erwin Sarwono et al, Asfiksia Neonatorum, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994b. Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999
D. PATOFISIOLOGISelama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran
gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah
kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada
bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
BAB II PEMBAHASAN A.Definisi Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992). Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis,
gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia. Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
B.EtiologiPengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir. Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah : 1. Faktor ibu Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain. 2. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain. 3. Faktor fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain. 4. Faktor neonatus Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
C.Patofisiologi Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkanalveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru. Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan. Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997). D. Manifestasi Klinis Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : 1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung. 3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan. Gejala Klinis : Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus
neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat. Gejala lanjut pada asfiksia : 1.Tachikardi 2.Denyut jantung terus menurun. 3.Tekanan darah mulai menurun. 4.Bayi terlihat lemas (flaccid). 5.Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2). 6.Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2). 7.Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik). 8.Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob. 9.Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular. 10.Pernafasan terganggu. 11.Reflek / respon bayi melemah. 12.Tonus otot menurun. 13.Warna kulit biru atau pucat. E. Klasifikasi 1. Asfiksia Ringan Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2. Asfiksia Sedang Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005). Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan : a. Menghitung frekuensi jantung. b. Melihat usaha bernafas. c. Menilai tonus otot. d. Menilai reflek rangsangan. e. Memperlihatkan warna kulit. Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi: Tanda 0.1,2,3
Detak jantung Tidak ada < 100x/menit > 100x/menit Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat Gerakan aktif Reflek saat jalan nafas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan Ekstermitas biru Merah seluruh tubuh Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Ringan/ bisa dianggap Normal Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo, (2006). Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu : a. Asfiksia livida (biru) b. Asfiksia Pallida (putih) Tabel 2.2. Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida Perbedaan Asfiksia livida Asfiksia Pallida Warna kulit Tonus otot Reaksi rangsangan Bunyi jantung Prognosis Kebiru-biruan Masih baik Positif Masih teratur Lebih baik Pucat Sudah kurang Negatif Tidak teratur elek Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang. F. Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : 1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. 2. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. 3. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. 4. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak. Komplikasi pada berbagai organ yakni meliputi : 1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis. 2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru. 3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans. 4. Ginjal: tubular nekrosis akut. 5. Hematologi. G. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut : 1. Tindakan umum a.
Pengawasan suhu Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan : 1. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak. 2. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar. 3. Bungkus bayi dengan kain kering. b. Pembersihan jalan nafas Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lender c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi. 2. Tindakan khusus a. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3) Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan : 1. Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa. 2. Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB 3. Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan bersamaan. 4. Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung. b. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6) Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan : 1. Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit. 2.
Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit. 3. Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit. 2. Tindakan lain dalam resusitasi a. Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan. b. Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses persalinan. Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain : 1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10) Caranya: a. Bayi dibungkus dengan kain hangat b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut. c. Bersihkan badan dan tali pusat. d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator. 2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) Caranya : a. Bersihkan jalan napas. b. Berikan oksigen 2 liter per menit. c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag). d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat. 3.
Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) Caranya: a. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag. b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit. c. Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube). d. Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube). e. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc. H. Pencegahan Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa : 1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan. 2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum. 3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. 4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi. 5. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan. 6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan persalinan. 7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari : a. Persalinan yang bersih dan aman. b. Stabilisasi suhu. c. Inisiasi pernapasan spontan. d. Inisiasi menyusu dini. e.
Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Asfiksia neonatorum merupakan masalah pada bayi baru lahir dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Perinatal dan Angka Kematian Neonatal Dini, masalah ini perlu segera ditanggulangi dengan berbagai macam cara dan usaha mulai dari aspek promotif, kuratif dan rehabilitative. B. Saran Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan maka dapat diberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian obat anti diuretik guna menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu. DAFTAR PUSTAKA Buku Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan. Jakarta : EGC. Aliyah Anna, dkk.1997. Resusitasi Neonatal . Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia (Perinasia). Aminullah, Asril.1994. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Brownes . 1980 . Antenatal Care . The English and Language Book Society and J& A Churcill Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC Doenges, EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Dr. Rusepno Hassan Dkk.1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta : Infomedika Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid I . Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Price, SA. 1996. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Volume 1. Jakarta : EGC Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Setiawan S.Kep.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. Smeltzer, SC., Bare B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Alih Bahasa : Monica Ester. Jakarta : EGC