berbicara jatinangor
DESCRIPTION
essay tentang lingkunganTRANSCRIPT
Jatinangor adalah suatu kawasan yang dulunya pertanian sekarang pendidikan
ak.a komplek perumahan dadakan. Kecamatan ini terletak di Kabupaten
Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Jatinangor terbagi menjadi 14 desa, berupa desa
Cintamulya, Cileunyi Kulon, Cileunyi Wetan, Hegarmanah, Cileles, Cipacing,
Cibeusi, Cilayung, Cisempur, Jatiroke, Cikeruh, Sayang, Mekargalih, dan
Jatimukti. Dengan jumlah penduduk sebanyak 98.035 orang (pada tahun 2012,
seperti yang terlansir pada http://litbang.bandung.lan.go.id/) ditambah para
pendatang yang muncul setiap tahunnya membuat kawasan ini menjadi padat
hunian, tidak selengang dulu yang hanya berisi sedikit rumah serta banyak area
sawah untuk bertani.
Semenjak didirikannya beberapa universtas terkemuka, tak ayal segala jenis
kebutuhan yang semula tak ada menjadi ada. Contohnya saja kawasan kost-kostan
yang menjadi tempat most wanted saat tahun ajaran baru dimulai. Akibat
tingginya peminat, tak sungkan daerah lapang pun dikorbankan demi bangunan
beton petakan, beralaskan semen.
Maraknya pembangunan yang dilakukan sayangnya tidak diiringi maraknya
pengelolaan. Pihak tertentu hanya sibuk membangun tanpa sibuk memikirkan efek
samping yang bisa meledak dikemudian hari. Alhasil bagai gunung es, berbagai
permasalahan pun muncul kepermukaan. Dimulai dari permasalahan kualitas air
yang menurun akibat lahan terbuka yang digusur, kemacetan lalu lintas hingga
penumpukan sampah yang katanya akibat dari tak adanya tempat penampungan
sampah super besar (yang dalam bahasa keseharian disebut tempat pembuangan
akhir alias TPA) karena terbatasnya lahan.
Tak pelak, hal-hal ini memunculkan respon berbagai pihak bagi kalangan
masyarakat sendiri, pihak sekitar dan juga pemerintah. Namun, kurang ada
langkah pasti yang tercipta terutama untuk masalah sampah yang jongkrok apik di
tepian jalan, perumahan bahkan selokan. Berbagai macam hal telah coba
dilakukan sayang, sang sampah seolah enggan tidak menampakan diri dijalan.
Kenapa? Tentu saja karena oknum pembawa sampah yang enggan membuang
sampah ke habitatnya alias kotak sampah. Alah.. cuman sebiji aja. Mungkin itu
alasan yang akan si oknum berikan. Tapi buta pikirankah kau oknum, bayangkan
jika seluruh masyarakat Jatinangor berpikir seperti itu. Apa jadinya kawasan
jatianngor? Bisa-bisa bantar gebang di Jakarta berpindah ke Jawa Barat.
Tertangkapkah maksud saya? Yah.. maksud saya dalam masalah pengelolaan
sampah tak penting seberapa bagus metodenya jika yang akan menjalankan
metode tidak memiliki pola pikir yang mumpuni, semua akan berakhir dengan
kata percuma.
Karena itu, dalam mengatasi permasalahan ini diperlukan keaktifan seluruh
kalangan balita sampai nenek/kakek pun harus ditumbuhkan dulu pola pikir dan
rasa kepedulian akan pentingnya pengelolaan sampah. Hal pertama yang bisa
dilakukan adalah pembinaan terpadu dimana oknum yang akan melakukan
“pencerahan”, melakukan pendekatan pada masyarakat, amati kesehariannya
dengan ilmu antropologi yang ada.
Setelah didapatkan pola pikir dan kebiasaaan mereka, lakukan pengembangan
desa. Ciptakan atau tentukan metode yang pas dilakukan terhadap masyarakat
desa. Di sini dimisalkan 14 desa Jatinangor di bagi menjadi 14 wilayah kerja
dimana masing-masing oknum membagi diri dan siap menumpahkan semua ilmu
yang dipunya. Contohnya desa Cikeruh yang merupakan desa dengan angka
penduduk tertinggi dibandingkan desa lainnya. kita lakukan sistem bank sampah
mengingat banyaknya masyarakat pasti berbanding lurus dengan sampah yang
dihasilkan setiap harinya. Atau bisa juga dengan melakukan pembuatan kompos
dari sampah organik (kotoran hewan, limbah pertanian dalam hal ini tumbuh-
tumbuhan) di desa Jatiroke karena notabane masih berprofesi sebagi petani dan
peternak.
Jadi, kesimpulannya tidak semua metode cocok untuk semua tempat ada baiknya
kita kenali dan cermati dulu kehidupan dan pola tingkah laku si masyarakat baru
kemudian tentukan metode apa yang bagus digunakan. Tak perlu tempat
penampung sampah yang super besar jika kita bisa menekan pengeluaran sampah
masyarakat. Yang kita perlukan adalah penciptaan rasa peduli dan pola pikir yang
tepat serta penerapan metode yang tepat pula.