berbicara tentang penggunaan input yang merupakan ukuran produktivitas pada sistem pertanian di...

56
Berbicara tentang penggunaan input yang merupakan ukuran produktivitas pada sistem pertanian di daerah tropis, termasuk Indonesia cenderung kepada sistem pertanian penggunaan input yang berubah ke salah satu dari dua keadaan ekstrem yaitu: Penggunaan input luar secara besar-besaran yang sering disebut “HEIA” (high external input agriculture). HEIA ini sangat tergantung pada input kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Sistem pertanian ini berorientasi pasar dan membutuhkan modal yang besar, selain itu karena pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang menimbulkan dampak besar bagi ekologi. Pemanfaatan sumber daya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama sekali tidak menggunakan input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam yang disebut “LEIA” (low external input agriculture) Adapun sistem pertanian yang diharapkan pada waktu mendatang dapat bersaing, produktif, menguntungkan, melindungi lingkungan, serta meningkatkan kesehatan, kualitas pangan, dan keselamatan adalah sistem pertanian berkelanjutan menggunakan input luar yang rendah atau disebut juga “LEISA” (low external input and sustainable agriculture) yaitu pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal tanpa mengesampingkan pemanfaatan input luar namun hanya sebagai pelengkap unsure-unsur yang kurang dalam ekosistem atau sumber daya lokal. LEISA tidak bertujuan untuk

Upload: christyando-saragih

Post on 02-Jan-2016

174 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Berbicara tentang penggunaan input yang merupakan ukuran produktivitas pada sistem

pertanian di daerah tropis, termasuk Indonesia cenderung kepada sistem pertanian penggunaan

input yang berubah ke salah satu dari dua keadaan ekstrem yaitu:

Penggunaan input luar secara besar-besaran yang sering disebut “HEIA” (high external

input agriculture). HEIA ini sangat tergantung pada input kimia buatan (pupuk,

pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan

juga irigasi. Sistem pertanian ini berorientasi pasar dan membutuhkan modal yang besar,

selain itu karena pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang

menimbulkan dampak besar bagi ekologi.

Pemanfaatan sumber daya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama sekali

tidak menggunakan input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam yang disebut

“LEIA” (low external input agriculture)

Adapun sistem pertanian yang diharapkan pada waktu mendatang dapat bersaing,

produktif, menguntungkan, melindungi lingkungan, serta meningkatkan kesehatan,

kualitas pangan, dan keselamatan adalah sistem pertanian berkelanjutan menggunakan

input luar yang rendah atau disebut juga “LEISA” (low external input and sustainable

agriculture) yaitu pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal tanpa

mengesampingkan pemanfaatan input luar namun hanya sebagai pelengkap unsure-unsur

yang kurang dalam ekosistem atau sumber daya lokal. LEISA tidak bertujuan untuk

memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat produksi

yang stabil dalam jangka panjang (Reijntjes et al, 2003).

Isu kerusakan lingkungan saat menjadi semakin santer di berbagai media massa. Kerusakan

lahan akibat praktek usaha yang dilakukan manusia telah memberikan dampak yang sangat besar

terhadap perubahan kesimbangan lingkungan yang berakibat pada terjadinya perubahan iklim

yang drastis serta terjadinya berbagai bencana.

Usaha pertanian disebutkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam kerusakan

lingkungan pada beberapa dekade terakhir. Peningkatan penduduk yang begitu besar harus

dimbangi dengan pemenuhan kebutuhan pangan secara cepat pula. Berbagai usaha pertanian

terus dikembangkan seiring permintaan produk yang begitu tinggi. Berbagai masukan teknologi

diberikan dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara memuaskan.

Seiring dengan seruan revolusi hijau dan gerakan swasembada pangan, usaha pertanian

dilakukan dengan sangat intensif, untuk mengejar produksi yang tinggi. Namun demikian, hal

tersebut ternyata tidak dibarengi dengan profesionalisme dan perencanaan yang matang sehingga

tidak mengedepankan konsep keberlanjutan. Pengusahaan lahan pertanian yang begitu intensif

mengambil hara dalam bentuk hasil panenan tidak diimbangi dengan pengembalian input yang

sesuai, sehingga menyebabkan degradasi lahan dan kerusakan lingkungan yang efeknya

berkepanjangan bahkan tidak hanya terjadi di wilayah pengusahaan pertanian namun berimbas

ke daerah lain yang memiliki hubungan perairan terutama daerah sedimentasi maupun muara

sungai.

Dalam mengembangangkan suatu sistem pertanian, kita harus mengedepankan konsep

keberlanjutan. Pemanfaatan teknologi pengelolaan lahan serta konservasi sumberdaya air sangat

penting untuk diterapkan dalam suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Karena konsep sistem

pertanian yang berkelanjutan tergantung pada seluruh kemajuan dari sisi kesehatan manusia serta

kesehatan lahan.

Saat ini kita juga mengenal sebuah konsep Low Eksternal Input Sustainable Agriculture(LEISA)

yang merupakan penyangga dari konsep pertanian terpadu dan pertanian yang berkelanjutan.

Konsep ini mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal sebagai bahan baku pola pertanian

terpadu, sehingga nantinya akan menjaga kelestarian usaha pertanian agar tetap eksis dan

memiliki nilai efektifitas, efisiensi serta produktifitas yang tinggi.  Dalam konsep ini

dikedepankan dua hal : yang pertama adalah memanfaatkan limbah pertanian terutama sisa

budidaya menjadi pakan ternak dan yang kedua adalah mengubah limbah peternakan menjadi

pupuk organik yang dapat dimanfaatkan kembali dalam proses budidaya tanaman. Konsep

LEISA merupakan penggabungan dua prinsip yaitu agro-ekologi serta pengetahuan dan praktek

pertanian masyarakat setempat/tradisional. Agro-ekologi merupakan studi holistik tentang

ekosistem pertanian termasuk semua unsur lingkungan dan manusia. Dengan pemahaman akan

hubungan dan proses ekologi, agroekosistem dapat dimanipulasi guna peningkatan produksi agar

dapat menghasilkan secara berkelanjutan, dengan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan

bagi lingkungan maupun sosial serta meminimalkan input eksternal. Konsep ini menjadi salah

satu dasar bagi pengembangan pertanian yang berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan menurut

definisi dari Gips, 1986 cit. Reijntjes, (1999) adalah

Mantap secara Ekologis,

Yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem

secara keseluruhan, dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan.

Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat

dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber daya lokal dipergunakan

sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan energi bisa ditekan serendah

mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber

daya yang bisa diperbarui.

Bisa berlanjut secara ekonomis

Yang berarti bahwa  petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan atau

pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan 

tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam

hal produk usaha tani yang langusng namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumber

daya alam dan meminimalkan resiko.

Adil

Yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga

kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan

lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. Semua orang

memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan baik di lapangan

maupun di dalam masyarakat. Kerusuhan sosial bisa mengancam sistem sosial secara

keseluruhan, termasuk sistem pertaniannya.

Manusiawi

Yang berarti bahwa, semua bentuk kehidupan tanaman, hewan, dan manusia dihargai. Martabat

dasar semua makhluk hidup dihormati, dan hubungan serta institusi menggabungkan nilai

kemanusiaan yang mendasar, seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa

sayang. Integritas budaya dan spiritual masyarakat dijaga dan dipelihara.

Luwes

Yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi

usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan,

permintaan pasar, dan lain-lain. Hal ini meliputi bukan hanya pengembangan teknologi yang

sesuai, namun juga inovasi dalam arti sosial dan budaya.

Apabila kita telah dapat menghayati dan meresapi konsep pertanian berkelanjutan maka kedepan

tentunya kita akan dapat meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan sekaligus memelihara

tatanan sosial yang sehat di masyarakat kita, karena bagaimanapun kelestarian lingkungan

(agrekosistem) yang merupakan sumber kehidupan masyarakat kita di masa lalu, kini dan masa

mendatang.

BAB  VI

LEISA

Sistem pertanian berkelanjutan memiliki lima dimensi/pandangan, yaitu nuansa ekologis,

kelayakan ekonomis, kepantasan budaya, kesadaran sosial, dan pendekatan holistic yang

bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan mutu sumber daya manusia,

meningkatkan kualitas hidup, dan menjaga kelestarian sumber daya melalui strategi kerja keras

proaktif, pengalaman nyata, partisipatif, dan dinamis.  Istilah sistem pertanian berkelanjutan

yang popular adalah: better environment, better farming, and better living.

6.1. Pertanian Global

            Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pertanian global; aspek sosial,

ekonomi, , dan  aspek ekologi.

Aspek ekonomi, menunjukkan kinerja pertanian bisa dinilai secara parsial dengan

membandingkan produksi pangan, bahan serabut, dan  bahan bakar kayu dengan kebutuhan

untuk produk-produk ini dalam suatu daerah atau Negara dan membandingkan tingkat

pertumbuhan produksi pertanian dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Aspek ekologi, masalah lingkungan di Negara-negara berkembang sebagian besar

disebabkan karena  eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan penanaman, dan

pengundulan hutan.

6.2. Kecenderungan Dalam Pertanian Di Daerah Tropis

            Pada mulanya, pertanian di daerah tropis bergantung pada sumber daya alam,

pengetahuan, keterampilan, dan institusi lokal. Sistem-sistem pertanian yang bermacam-macam

dan khas setempat telah berkembang melalui proses mencoba-coba yang panjang di mana

akhirnya ditemukan keseimbangan antara masyarakat dan basis sumber dayanya. Biasanya,

produksi ditujukan pada keluarga dan masyarakat subsisten. Cara kerja sama antar anggota

masyarakat telah dikembangkan dengan baik.

            Sistem pertanian tradisonal terus dikembangkan dalam suatu interaksi yang konstan

dengan budaya dan ekologi lokal.Ketika kondisi untuk bertani berubah, misalnya karena

pertumbuhan jumlah penduduk atau pengaruh nilai-nilai asing, sistem pertanian juga mengalami

perubahan. Di mana adaptasi terhadap tekanan yang baru itu tidak cukup cepat, basis sumber

daya alam secara perlahan menjadi rusak, seperti halnya bagi masyarakat yang bergantung pada

sumber daya tersebut.

            Sebagai respon terhadap pengaruh asing dan kebutuhan serta  aspirasi yang semakin

besar dari penduduk yang jumlahnya semakin meningkat, maka sistem pertanian di daerah tropis

cenderung berubah ke salah satu dari dua keadaan ekstrem:

1. Penggunaan input luar secara besar-besaran; selanjutnya akan disebut (HEIA).

2. Pemanfaatan sumber daya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama

sekali tak menggunakan input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam;

selanjutnya disebut (LEIA).

HEIA (Height external input agriculture) sangat tergantung pada  input kimia buatan

(pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar minyak dan

juga irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-sumber  yang tak dapat diperbarui,

seperti minyak bumi dan fosfat dalam tingkat yang membahayakan.  Sistem pertanian seperti ini

berorientasi pasar dan membutuhkan modal besar. Uang tunai yang diperlukan untuk

membeliinput buatan seringkali diperoleh dengan menjual produk pertanian. HEIA hanya

dimungkinkan di daerah di mana kondisi ekologinya  relatif seragam dan bisa dengan mudah

dikendalikan (misalnya daerah irigasi) dan di mana pelayanan penyaluran, penyuluhan, dan

pemasaran serta transportasinya baik. HEIA bisa ditemukan pada daerah yang “kaya sumber

daya alam” dan ”berpotensi besar” di negara-negara berkembang dan paling  tersebar di Asia.

            Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang dalam

sistem HEIA bisa menimbulkan dampak besar terhadap situasi ekologi, ekonomi, dan

sosiopolitik. Apa yang diperkenalkan oleh HEIA dengan bendera “revolusi hijau” telah

menyalurkan sumber daya investasi yang langka ke dalam sistem pertanian dengan modal besar

di beberapa daerah yang menyebabkan daerah menjadi sangat bergantung pada impor peralatan,

benih, serta input lainnya.

            Ada  dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan “revolusi hijau”

sebagai berikut:

1. Tidak terduga peningkatan harga pupuk kimia dan bahan bakar minyak serta

penurunan harga-harga di pasar dunia internasional sebagai akibat produksi biji-bijian

dunia yang berlebihan. Perubahan ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi di tingkat

konsumen, sedangkan yang tidak diperkirakan adalah harga yang lebih rendah di tingkat

produsen. Yang pertama diuntungkan adalah para suplaier pupuk buatan dan bahan bakar

minyak.

2. Tidak terduganya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan

pupuk buatan. Input  tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang

membahayakan manusia.

LEIA (Low external input agriculture) dipraktekkan di daerah yang dibersifat kompleks,

beragam, dan rentan risiko. Dipandang dari segi luas, LEIA paling banyak dijumpai di wilayah

subsahara Afrika. Areal LEIA semakin meluas seiring dengan meningkatnya pemiskinan

penduduk pedesaan di banyak negara dengan input luar yang semakin mahal  dan dengan

semakin tidak mampunya  pemerintah negara-negara berkembang, yang terjerat utang dan tidak

memproduksi input HEIA sendiri, mengimpor input tersebut.

      Penggunaan LEIA secara berlebihan pada usaha tani dengan lahan sempit serta

perluasannya kelahan pertanian baru yang seringkali marginal, mengakibatkan penggundulan

hutan, degradasi tanah, dan peningkatan kerentanan terhadap serangan hama, penyakit, hujan

amat deras dan kemarau berkepanjangan. Banyak sistem pemanfataan lahan tropis tengah berada

pada keadaan menurunnya kandungan unsur hara, hilangnya vegetasi  pelindung, erosi tanah,

dan disintegrasi ekonomi, dan budaya.

      Dalam sistem LEIA yang berfungsi dengan baik, tanaman, pepohonan, tumbuhan

perdu lainnya, dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif, tetapi juga memiliki fungsi

ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan

unsur hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami, dan mengendalikan erosi. Fungsi-

fungsi ini menunjang keberlanjutan dan stabilitas usaha tani dan bisa dilihat sebagai

penghasil input dalam.

Dengan menyeleksi dan memuliakan tanaman dan ternak, masyarakat memperkuat

kemampuan mereka untuk mengubah input menjadi produk yang berguna. Dalam proses ini,

sifat-sifat yang lain seperti  ketahanan alami atau kemampuan bersaing akan hilang.

Dalam sistem HEIA, penggantian fungsi-fungsi ekologis oleh manusia ini telah berjalan

lebih jauh daripada yang terjadi dalam sistem LEIA.  Keragaman diganti dengan keseragaman

karena alasan efisiensi teknologi dan peluang pasar.

6.3.Penggunaan Input Luar Di Daerah LEIA: Kebutuhan dan Batas-Batasnya

6.3.1.Pupuk Buatan

            Petani  menghargai pupuk buatan karena efek yang cepat dan penanganannya relatif

mudah. Berbagai keterbatasan pupuk buatan;

1. Efisiensi pupuk buatan ini terbukti lebih rendah dari yang diharapkan. Tanaman

lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50% nitrogen yang diberikan; padi di

sawah kehilangan nitrogen kurang dari 60-70%. Bila kondisi kurang mendukung

misalnya curah hujan yang tinggi, musim kemarau yang panjang, tanah dengan erosi

tinggi dan tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, maka efisiensinya

bahkan bisa lebih  rendah lagi.

2. Pupuk buatan ini bisa mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah,

meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi

struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap  kekeringan dan keefektifan yang

lebih rendah dalam menghasilkan panenan.  Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk

mineral Nitrogen yang menyebabkan pengasaman bisa juga menurunkan pH tanah dan

ketersediaan fosfor bagi tanaman.

3. Penggunaan pupuk buatan NPK yang terus–menerus menyebabkan penipisan

unsur-unsur mikro; seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron yang

bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia; bila unsur ini tidak

diganti  oleh pupuk buatan NPK, produksi lambat laun akan menurun dan munculnya

hama dan penyakit akan meningkat.

4. Disamping keterbatasan agronomis atas penggunaan pupuk buatan, keterbatasan

suplai sumber daya (khususnya fosfat) untuk memproduksinya telah semakin tampak. Di

tingkat usaha tani, hal ini berarti akan meningkatkan harga pupuk atau jika negara tidak

memiliki cukup nilai tukar mata uang asing untuk terus menerus mengimpor pupuk

buatan atau bahan mentah untuk memproduksinya, akan terjadi kekurangan

suatu input secara keseluruhan yang oleh beberapa petani telah disesuaikan dengan

usahanya.

Penggunaan pupuk buatan di negara maju dan negara berkembang memberikan andil

pada resiko global yang muncul dari pelepasan nitrogen oksida (N2O) pada atmosfer dan lapisan

diatasnya. Pada lapisan stratosfer infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah

kaca) dan mengganggu  kestabilan  iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola, tingkat

dan risiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut akan membawa konsekuansi

besar bagi daerah delta yang rendah dan muara.

Indonesia akan menurunkan GRK sampai 26% tahun 2020 dengan meningkatkan

kebijakan dibidang kehutanan, mencegah kebarakan hutan, mencegah deforestasi hutan,

mencegah degradasi lahan, reboisasi lahan, mengurangi eksport hasil hutan, penangangan

limbah, dan sebagainya.

6.3.2.Pestisida

            Pestisida merupakan bahan-bahan kimia atau alami yang memberantas populasi hama

terutama dengan cara membunuh organisme hama, apakah itu serangga, penyakit, gulma, atau

hewan.

           

Beberapa kerugian  dan bahaya penggunaan pestisida:

1. Setiap tahun ribuan penduduk teracuni oleh pestisida, di mana kira-kira

setengahnya adalah penduduk Dunia Ketiga.

2. Dari waktu ke waktu, hama menjadi kebal terhadap pestisida, yang kemudian

memaksa penggunaan pestisida dalam dosis yang lebih tinggi.

3. Pestisida bukan hanya membunuh organisme yang menyebabkan kerusakan pada

tanaman, namun juga membutuhkan organisme yang berguna, seperti musuh alami hama.

4. Hanya sebagian kecil pestisida yang dipakai di lahan  mengenai organisme yang

seharusnya dikendalikan.

5. Pestisida yang tidak mudah terurai, akan terserap dalam rantai makanan dan

sangat membahayakan serangga, hewan pemangsa serangga, burung pemangsa, dan pada

akhirnya manusia.

6.3.3.Benih “Unggul”

            Bersama dengan faktor-faktor lain, promosi varietas unggul telah mengakibatkan banyak

sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik).  Ini bencana bagi petani yang harus

menghasilkan tanaman dengan input luar yang  rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan

resiko, dan bagi semua petani yang untuk alasan ekonomi maupun ekologi, harus berproduksi

dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan datang.

6.3.4.Irigasi

            Bagi petani LEIA di daerah kering di mana irigasi sangat penting, alternatif skala kecil

ini akan sangat menarik. Namun, peningkatan sistem pertanian tadah hujan dengan konservasi air

dan pengelolaan bahan-bahan organik lebih penting karena kemampuan investasi petani LEIA

sangat terbatas.

6.3.5.Mekanisasi Dengan Alat-Alat Bahan Bakar Minyak

            Dalam LEIA, hambatan terhadap mekanisasi ini termasuk terbatasnya peralatan, bahan

bakar, modal, keterampilan, fasilitas perawatan dan suku cadangnya serta kondisi ekologi yang

sulit menyebabkan peralatan cepat menjadi usang dan beresiko tinggi menjadi rusak.

Pemanfaatan traktor, khususnya, meningkatkan risiko kerusakan lingkungan karena erosi tanah,

pengerasan tanah, penggundulan  hutan, dan bahaya serangan hama.

6.4. Input Luar dan Petani LEIA

            Beberapa alasan mengapa petani LEIA (Low external input agriculture) enggan atau tak

mampu menggunakan input  luar  adalah:

1. Input itu tidak ada atau ketersediaannya tak dapat diandalkan karena infrastruktur

perdagangan dan pelayanannya lemah;

2. kalaupun ada, harganya mahal;

3. input itu  beresiko dan mungkin tidak efisien dalam kondisi ekologi yang

beragam dan rentan (misalnya hujan yang tak teratur, tanah yang miring);

4. input itu tidak begitu menguntungkan dalam kondisi-kondisi tertentu;

5. Komunikasi dengan petani yang rendah.

Bahaya-bahaya yang bisa muncul dalam mempromosikan pengenalan input semacam itu

kedalam wilayah LEIA adalah;

1. hilangnya keragaman dalam sistem pertanian yang  mengakibatkan

ketidakstabilan dan kerawanan terhadap risiko ekologi dan ekonomi;

2. hilangnya sumber daya genetik setempat dan pengetahuan tradisional tentang

peternakan yang berorientasi ekologi serta alternatif setempat terhadap input luar yang

tidak bisa dipulihkan lagi.

3. disentegrasi sosial dan budaya serta marginalisasi petani yang lebih miskin,

khususnya perempuan.

4. kerusakan lingkungan, khususnya karena penggunaan bahan-bahan kimia

pertanian yang berlebihan.

6.5. Agroekologi

            Agroekosistem merupakan kesatuan tumbuhan dan hewan serta lingkungan kimia dan

fisiknya yang telah dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan makanan, serat, bahan bakar,

dan produk lainnya bagi konsumsi dan pengolahan umat manusia. Agroekologi merupakan studi

agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia. Fokusnya adalah

pada bentuk, dinamika dan fungsi hubungan timbal balik antar unsur-unsur tersebut serta proses

di mana mereka terlibat. Suatu wilayah yang digunakan untuk produksi pertanian, misalnya suatu

lahan, dipandang sebagai suatu sistem yang kompleks di mana proses ekologi yang terjadi

dalam  kondisi alami juga  ditemukan, misalnya daur unsur hara, interaksi pemaangsa-mangsa,

persaingan, simbiosis, dan perubahan turun-temurun. Yang tampak secara implisit dalam

pekerjaan agroekologi adalah gagasan, bahwa dengan memahami hubungan-hubungan dan

proses-proses ekologi ini, agroekosistem bisa dimanipulasi untuk memperbaiki produksi dan

bereproduksi secara  lebih berkelanjutan dengan dampak negatif yang lebih sedikit terhadap

lingkungan dan masyarakat serta kebutuhan akan input luar yang lebih sedikit.

            Para ahli agroekologi kini menyadari bahwa tumpangsari, agroekologi serta metode

pertanian tradisional lainnya meniru proses ekologi alami. Selain itu, keberlanjutan praktek-

praktek setempat bergantung pada model ekologi yang mereka anut. Dengan merancang sistem

pertanian yang meniru alam, maka pemanfaatan optimal bisa dilakukan dari sinar  matahari,

unsur hara tanah, dan curah hujan.

            Petani tradisional telah menemukan cara-cara untuk memperbaiki struktur tanah,

kapasitas menahan air serta keberadaan unsur hara dan air

tanpa  pemanfaatan input buatan. Dalam banyak kasus, sistem pertanian mereka kini (atau pada

masa lalu) merupakan bentuk-bentuk pertanian ekologis yang lebih canggih dan tepat bagi

kondisi-kondisi lingkungan yang khusus. Evaluasi teknik dan sistem pertanian lokal setempat

menunjukkan pilihan-pilihan bagi peningkatan LEIA.

            Kekuatan utama sistem pertanian terletak pada integrasi fungsional dari beragam sumber

daya dan teknik pertanian. Dengan mengintegrasikan beragam fungsi pemanfaatan lahan

(misalnya memproduksi bahan pangan, kayu, dan sebagainya; mengkonservasi tanah dan air;

melindungi tanaman; mempertahankan kesuburan tanah) serta pemanfaatan beragam komponen

biologis (ternak besar dan ternak kecil, tanaman pangan, hijauan makanan ternak, padang rumput

alami, pohon,rempah-rempah, pupuk hijau, dan sebagianya), stabilitas dan produktivitas sistem

usaha tani sebagai suatu  keseluruhan bisa ditingkatkan dan basis sumber daya alam bisa

dikonservasikan.

6.6. Menuju Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah (LEISA)

            Tidak ada satu metode pertanian yang secara tunggal  memiliki kunci keberlanjutan.

Sistem pertanian apa pun, apakah  itu ”padat bahan kimia ” atau ”alamiah” di lihat dari berbagai

sudut pandang  bersifat melestarikan sumber daya, sedangkan dari sudut lain  bersifat boros,

tidak berwawasan lingkungan atau mencemarkan. Sudah sering dipertanyakan  berapa lama

energi  dari luar dan suplai unsur hara, bahan bakar minyak, petrokimia dan pupuk mineral dari

luar dapat dipertahankan. Namun dengan langsung mengganti  anternatif nonkimia belum tentu

akan membuat pertanian lebih berkelanjutan. Misalnya  penggunaan pupuk kandang secara tidak

bijaksana dapat mencemarkan tanah dan permukaan seburuk pencemaran  yang ditimbulkan oleh

penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Begitu pula pemakaian  pestisida yang dibuat  dari

tumbuhan bisa sama  bahayanya dengan pestisida kimia.

            LEISA (Low external input sustainable agriculture) merupakan suatu pilihan yang layak

bagi petani dan bisa melengkapi bentuk-bentuk lain produksi pertanian. Karena sebagian besar

petani tidak mampu untuk memanfaatkan input buatan itu atau hanya dalam jumlah yang sangat

sedikit, maka perhatian perlu dipusatkan pada  teknologi yang bisa memanfaatkan sumber daya

lokal secara efisien. Petani yang kini menerapkan HEIA, bisa saja mengurangi pencemaran dan

biaya serta meningkatkan efisiensi input luar dengan menerapkan beberapa teknik LEISA.

LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut:

1. Berusaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang ada dengan

mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu tanaman, hewan,

tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi

yang paling besar.

2. Berusaha mencari cara pemanfaatan  input luar hanya bila diperlukan untuk

melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam ekosistem dan meningkatkan sumber daya

biologi, fisik, dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar, perhatian utama diberikan

pada maksimalisasi daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan.

LEISA (Low external input sustainable  agriculture) tidak bisa dipresentasikan sebagai

solusi mutlak terhadap masalah-masalah pertanian dan lingkungan yang mendadak di dunia ini,

tetapi LEISA bisa memberikan kontribusi yang berharga untuk memecahkan beberapa

permasalahan tersebut: LEISA terutama merupakan suatu pendekatan pada pembangunan

pertanian yang ditujukan pada situasi di daerah-daerah pertanian tadah hujan yang terabaikan

oleh pendekatan-pendekatan konvensional.

6.7. Sistem Pertanian

            Sistem pertanian mengacu pada suatu susunan khusus dari kegiatan usaha tani (misalnya

budi daya tanaman, peternakan, pengolahan hasil pertanian) yang dikelola berdasarkan

kemampuan lingkungan fisik, biologis, dan sosioekonomis serta sesuai dengan tujuan,

kemampuan, dan sumber daya yang dimiliki petani. Usaha tani dengan kegiatan-kegiatan yang

serupa dikatakan mempraktekkan sistem pertanian tertentu. Istilah pertanian di sini di pakai

dalam arti luas yang meliputi bukan hanya tanaman dan ternak, tetapi juga sumber daya alam

lainnya yang ada pada petani, termasuk sumber daya yang dimiliki bersama orang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                    

Gambar 6.1. Aliran barang dan jasa (ditunjukkan oleh anak panah) dalam suatu sistem  usaha tani

sederhana.                

Berburu, memancing,dan memanen madu serta hasil-hasil lainnya dari daerah hutan dan juga

penggembalaan ternak yang ekstensif di padang rumput alami, semuanya bisa menjadi bagian

dari suatu sistem pertanian.     

            Suatu usaha tani merupakan agroekosistem yang unik: suaatu kombinasi sumber daya

fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan (tumbuhan liar, pepohonan,

tanaman budi daya) dan hewan (liar dan piaraan).  Dengan mempengaruhi komponen-komponen

agroekosistem ini dan interaksinya, rumah tangga petani mendapatkan hasil atau produk seperti

tanaman, kayu dan hewan.

            Untuk menjaga proses produksi terus berlangsung, rumah tangga itu membutuhkaninput,

misalnya benih, energi, unsur hara, air. Input  dalam adalah yang diambil di usaha tani sendiri,

misalnya energi matahari, air hujan, sedimen, nitrogen yang diikat dari udara; atau yang

dihasilkan sendiri, misalnya tenaga hewan, kayu, pupuk kandang, sisa tanaman, pupuk hijau,

pakan ternak, tenaga kerja keluarga, dan pengalaman-pengalaman

belajar. Input luaradalah input  yang diperoleh dari luar usaha tani, misalnya informasi, tenaga

buruh, bahan bakar minyak, pupuk buatan, biosida kimia, benih dan anakan unggul, air irrigasi,

alat-alat, mesin, dan jasa.

            Hasil usaha tani dapat digunakan sebagai input  dalam, dikonsumsi oleh rumah tangga

petani (dan menghasilkan tenaga kerja keluarga), dijual, ditukar atau diberikan. Selama proses

produksi beberapa kerugian terjadi sebagai akibat dari, misalnya perembesan atau penguapan

unsur hara atau erosi tanah. Penjualan hasil memberikan uang tunai yang dapat dipakai untuk

membeli berbagai macam barang atau jasa (misalnya pangan, sandang, pendidikan, transportasi),

untuk membayar pajak dan/atau untuk mendapatkan input pertanian. Input dapat juga diperoleh

dengan pertukaran hasil pertanian secara langsung.

            Sistem usaha tani LEIA biasanya sangat kompleks. Berbagai anggota dari satu keluarga

bisa memanfaatkan sumber daya alam dalam berbagai macam cara: membudidayakan tanaman,

berkebun, menggembalakan ternak, berburu, mengumpulkan gulma, dan sebagainya  guna

memenuhi berbagai macam kebutuhan mereka. Disamping menghasilkan bahan pangan, serat,

kayu, dan berbagai hasil sampingan seperti obat-obatan, bahan jerami dan anyaman, kegiatan ini

juga memiliki fungsi yang lain, termasuk menyebarkan risiko dan memastikan bahwa produksi

bisa berlangsung terus.

6.8. Prinsip-Prinsip Ekologi  Dasar  LEISA

            Prinsip-prinsip ekologi dasar pada LEISA bisa dikelompokkan sebagai berikut:

1. Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman, khususnya

dengan mengelola bahan-bahan organik dan meningkatkan kehidupan dalam tanah.

2. Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara dan menyeimbangkan arus unsur hara,

khususnya melalui peningkatan nitrogen, pemompaan unsur hara, daur ulang dan

pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap

3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan

cara pengelolaan iklim mikro, pengelelolaan air, dan pengendalian erosi.

4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui

pencegahan dan perlakuan yang aman.

5. Saling melengkapi dan sinergi dalam penggunaan sumber daya genetik yang

mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat

keanekaragaman fungsional yang tinggi.

6.9. Menjamin Kondisi Tanah yang Mendukung Pertumbuhan Tanaman

            Proses-proses fisik, kimiawi, dan biologis di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim

kehidupan tanaman dan hewan serta aktivitas manusia. Petani harus menyadari bagaimana

proses-proses ini dipengaruhi dan bisa dimanipulasi guna membudidayakan tanaman yang sehat

dan produktif. Mereka harus menciptakan dan/atau mempertahankan kondisi-kondisi tanah

sebagai berikut:

1. ketersediaan air, udara, dan unsur hara tepat waktu dalam jumlah seimbang dan

mencukupi;

2. struktur tanah yang meningkatkan pertumbuhan akar, pertukaran unsur-unsur gas,

ketersediaan air, dan kapasitas penyimpanan;

3. suhu tanah yang meningkatkan kehidupan tanah dan pertumbuhan tanaman;

4. tidak adanya unsur-unsur toksik.

Suatu aturan pokok adalah bahwa dalam kondisi yang memadai sepersepuluh kandungan bahan

organik dalam tanah  terdiri dari hewan tanah. Jadi, lapisan setebal 10 cm pada suatu tanah seluas

1 ha dengan kandungan bahan organik sebesar 1% kira-kira mengandung 1.500 kg fauna tanah.

Ini  sama dengan berat 3-4 ekor sapi.

6.10. Aliran Unsur Hara

            Unsur hara dalam bentuk larutan diserap dari tanah oleh akar tumbuhan dan disalurkan ke

bagian-bagian hijau tumbuhan. Di bagian hijau ini, bersama dengan CO2 dari udara, unsur hara

itu digabungkan melalui proses fotosintesis ke dalam satuan-satuan  rumit yang dibutuhkan

untuk membentuk bagian-bagian tanaman yang berbeda. Energi yang dibutuhkan untuk proses

ini diambil dari cahaya matahari.

            Jaringan tumbuhan dikonsumsi oleh hewan (herbivora, serangga) dan manusia, yang

kemudian bisa dikonsumsi oleh konsumen lainnya, misalnya hewan dikonsumsi oleh manusia;

atau hewan, manusia dan tumbuhan mati dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah.

Mikroorganisme ini pada gilirannya, bisa dimakan oleh organisme tanah yang lain. Perpindahan

unsur hara dari tumbuhan hijau melalui pemakan tumbuhan ke pemakan hewan di sebut rantai

makanan.

            Karena konsumsi bisa menggunakan lebih dari satu sumber makanan, rantai makanan

saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu jaringan makanan yang rumit. Pada

akhir rantai makanan, pengurai seperti cacing tanah, rayap, jamur  dan bakteri mengkonsumsi

kotoran dan jaringan dari hewan dan tumbuhan mati, sehingga membentuk humus tanah. Humus

ini memecah menjadi unsur hara yang bisa terurai dan dapat digunakan lagi untuk pertumbuhan

tanaman.

            Berbagai macam unsur hara terlibat dalam proses ini. Yang terpenting adalah unsur hara

dasar (unsur hara makro), yaitu karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, fosfor, kalium,

kalsium, dan magnesium. Selain itu  juga unsur-unsur hara mikro seperti besi, tembaga, boron,

seng, dan mangan yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman dan hewan.

            Di dalam suatu usaha tani, aliran unsur hara kurang lebih melingkar. Akan tetapi pada

titik-titik yang berbeda ada unsur hara yang memasuki lingkaran bersama debu, hujan, sedimen,

pupuk atau konsentrat. Ada juga yang meninggalkannya sebagai produk-produk yang laku dijual

atau diberikan, atau sebagai hasil dari erosi (oleh angin atau air), penguapan (difusi komponen-

komponen nitrogen dari belerang ke dala udara), perembesan (unsur hara larut dalam air dan

mengalir perlahan ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam) dan pembuangan sampah (seperti

deposisi tinja di luar lahan pertanian). Unsur hara juga bisa dimobilisasi atau diperoleh di lahan

pertanian dari perusakan partikel-partikel batuan kecil karena hujan dan angin, aksi mikoriza dan

pengikatan nitrogen dari atmosfer oleh mikroorganisme tertentu.

            Unsur hara diambil dari larutan tanah dan tidak lagi tersedia bagi tumbuhan ketika

bergabung melalui proses kimia dengan senyawa lain dalam tanah, atau ketika dijadikan bagian

dalam mikroorganisme sehingga tidak bisa dimobilisasikan lagi.

            Melalui pemberian makan sisa tumbuhan pada hewan dan pembuatan kompos, limbah,

biogas dan sebagainya dari sisa-sisa tanaman. Pupuk kandang dan sampah organik yang sama,

unsur hara dapat di daur ulang di usaha tani. Unsur hara itu juga bisa dipindah dari satu tempat

ke tempat lain, misalnya dari padang rumput ke lahan, atau dikonsentrasikan pada satu tempat,

misalnya di pekarangan rumah.

6.11. Aliran Udara

            Angin memiliki pengaruh positif dan negatif pada pertanian. Angin mempengaruhi suhu

dan penguapan dari tanah, tumbuh-tumbuhan dan hewan serta suhu dan kelembaban pada iklim

mikro. Semakin kuat angin, semakin meningkat dampak kekeringan dan dingin. Tanah

kemungkinan tertiup jika tidak dilindungi secara memadai dari aliran udara. Dalam situasi di

mana pengaruh aliran angin ini merusak pertanian, khususnya kalau terjadi angin kering dan

dingin ataupun tanahnya rentan, erosi, petani dapat mencoba mempengaruhi aliran udara dengan

mengubah penutup vegetasi atau dengan memberikan perlindungan dengan barisan vegetasi,

pepohonan yang tersebar.

Contoh-Contoh Pengelolaan Iklim Mikro (Stigter 1987b)

6.11.1. Memanipulasi radiasi surya:

Ø      Budi daya bertingkat ganda  untuk mengoptimalkan pemantauan cahaya yang ada.

Ø      Penaungan, misalnya tanaman yang suka teduh teduh seperti tanaman kopi atau sirih.

Menggunakan tanaman  penutup tanah dan  mulsa untuk mengendalikan gulma

Ø      Pemaparan pada radiasi surya untuk mengendalikan hama, misalnya wereng coklat pada padi

dan untuk membunuh patogen yang ada dalam tanah.

Ø      Peningkatan atau penurunan penyerapan radiasi pada permukaan tanah, misalnya pemulsaan

untuk menurunkan suhu tanah, pengecatan batang pohon dengan warna putih untuk mencegah

pemanasan.

Ø      Penutup untuk mencegah hilangnya radiasi pada malam hari.

Ø      Irigasi untuk mempengaruhi suhu tanaman.

Ø      Penggunaan radiasi surya untuk pengeringan tanaman atau produk-produk tanaman dari hewan

di lahan atau tempat penyimpanan.

Ø      Pelestarian pepohonan pada tanah penggembalaan untuk memberikan naungan bagi ternak.

6.11.2. Memanipulasi aliran panas dan/atau uap lembab:

Ø      Pemulsaan untuk mengatur untuk mengatur suhu dan kelembaban tanah

Ø      Pemecah angin untuk melindungi tanaman dan hewan

Ø      Perlindungan angin untuk pematangan tanaman.

Ø      Mempengaruhi pada aliran udara atau kelembaban dengan mengubah kondisi tanah atau

vegetasi.

Ø      Pemberian udara hangat untuk pengeringan lahan dan/atau tempat penyimpanan, misalnya

dalam pembuatan  hay.

Ø      Memanipulasi  embun jatuh.

Ø      Pembuatan baris-baris hembusan angin untuk memungkinkan pengeringan yang cepat pada

tajuk jika ada resiko serangan penyakit jamur.

6.11.3. Memanipulasi  dampak mekanis angin, hujan dan hujan es:

Ø      Mengubah kecepatan dan/atau arah angin.

Ø      Menanam di tempat –tempat  yang lebih rendah  atau di dalam lubang di mana memungkinkan

perakaran yang lebih dalam

Ø      Melindungi tanah terhadap  aliran udara dan air yang erosif.

Ø      Melindungi tanaman dan produk  terhadap dampak hujan, angin atau hujan es.

Ø      Menggunakan angin untuk menampi.

6.12. Pengelolaam Iklim Mikro

            Petani bisa menggabungkan tanaman (penanaman bertingkat-tingkat, tumpang sari, pagar

hidup) yang masing-masing  dengan ciri tajuk yang saling melengkapi, sehingga satu jenis

tanaman menciptakan kondisi yang mendukung (dalam hal naungan, perlindungan dari angin,

kelembaban dan sebagainya) bagi tanaman lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan struktur

fisik (dinding, penutup dan sebagainya), mulsa atau pengairan. Dengan demikian, kondisi iklim

mikro untuk produksi tanaman dan ternak bisa diperbaiki dan radiasi sinar matahari yang ada

dapat dimanfaatkan secara optimal.

6.13. Pengelolaan Air

            Perbedaan dalam ketersediaan air tanah dan kelembaban udara menjadi alasan penting

bagi perbedaan jenis vegetasi alam dan pertanian serta bagi tingkat produksi biomassa. Petani

bisa mempengaruhi ketersediaan air dan udara di dalam tanah dengan memperbaiki struktur

tanah dan kapasitas penyimpanan (misalnya  melalui pengelolaan bahan organik dan pengolahan

tanah), dengan  meningkatnya kemampuan infiltrasi dan menurunkan penguapan

(misalnya melalui pemulsaan dan pengolahan tanah), dengan meningkatkan infiltrasi ke dalam

tanah (misalnya konservasi/pengumpulan air dan irigasi) atau dengan mengeluarkan kelebihan

air dari lahan (melalui drainase).

6.14. Pengendalian Erosi

            Erosi anah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin atau air, dan seringkali karena

kombinasi ketiga-tiganya. Tanah sangat peka terhadap radiasi, khususnya di daerah beriklim

kering. Ketiga suhu tanah terlalu tinggi atau tanah terlalu kering, misalnya setelah terjadi

pengundulan  dari vegetasi atau penutup mulsa, kehidupan tanah menjadi terancam,

pertumbuhan dan berfungsinya akar menjadi tidak optimal, dan humus pada lapisan atas terurai.

6.15. Perlindungan Ternak

            Berbeda dengan tanaman, ternak tidak perlu ditempatkan di satu tempat saja. Mobilitas

ini memberikan kemungkinan untuk menghindari penyakit dan penulurannya dengan

menghindari daerah-daerah berisiko tinggi. Sering kali, penggembala menggiring ternaknya ke

tempat-tempat penggembalaan hanya pada musim kemarau dan menggiringnya pergi sebelum

tempat-tempat itu terinfeksi dengan lalat-lalat penggigit di musim hujan.

            Di samping strategi  penggembalaan seperti itu, banyak praktek pengelolaan tradisional

lainnya juga menunjukkan penyesuaian yang  kuat terhadap lingkungan dan membantu atau

mencegah penyakit hewan, sehingga menurunkan kebutuhan akan pengobatan. Misalnya

peternak menghindari untuk mengembalakan ternak pada daerah yang terinfeksi penyakit seperti

antrax, flu, dan lain-lain.

            Pada musim hujan peternak menunda menggembalakan ternaknya hingga siang, karena

bahaya serangan cacing di waktu pagi hari saat rumput-rumput  masih berembun jauh lebih

tinggi. Perapian yang dibuat di tempat di mana ternak bermalam juga merupakan cara untuk

mengusir serangga dari  ternak.

            Ketika penykait berjangkit, banyak penggembala ternak tradisional mengambil tindakan

karantina. Kini tindakan ini biasanya didukung dengan tindakan pemerintah. Karantina dapat

memperlambat penyebaran penyakit, tetapi tidak dapat menghentikannya. Oleh karenanya,

tindakan seperti itu harus didukung dengan kampanye vaksinasi, misalnya dengan melakukan

vaksinasi  lingkar di sekeliling kawanan ternak yang telah terinfeksi.  Meskipun beberapa orang

yang memelihara ternak telah mengembangkan bentuk-bentuk vaksin mereka sendiri (imunisasi),

pada umumnya mereka menganggap vaksin modern lebih efektif. Pada penyakit tertentu,

perlindungan seumur hidup bisa dicapai dengan satu kali vaksinasi, namun pada jenis penyakit

lainnya vaksinasi harus diulang beberapa kali secara teratur  untuk menjamin perlindungan.

            Suatu cara untuk meminimalkan masalah hama dan penyakit yang ramah lingkungan dan

sangat efektif adalah dengan memanfaatkan tanaman dan hewan yang secara lokal telah

diadaptasikan, karena pada umumnya kurang rentan terhadap hama penyakit dibanding spesies

hasil pengembangbiakan, indukan dan varietas yang diperkenalkan dari  daerah-daerah

lain.Terkadang, ini merupakan satu-satunya cara  untuk mencegah infeksi penyakit tertentu,

misalnya penyakit yang disebabkan karena virus.

            Kebanyakan praktek usaha tani mempengaruhi pengendalian hama dan penyakit. Oleh

karenanya, penciptaan kondisi yang sehat bagi tanaman, hewan dan manusia menuntut

pendekatan sistem terpadu. Efek kumulatif dari berbagai praktek yang berbeda yang memberikan

pengaruh pada hama dan penyakit mungkin merupakan suatu jaminan yang lebih baik daripada

sebotol pestisida atau obat-obat kimia.

6.16. Memilih Tanaman Untuk Pola Tanam

            Rancangan pola tanam harus memenuhi kebutuhan suatu usaha tani secara spesifik dan

persyaratan keberlanjutan.

Kebutuhan-kebutuhan usaha tani.  Ketika merancang suatu pola tanam, beberapa pertanyaan

harus diajukan mengenai kebutuhan usaha tani, yakni:

Ø      Apa ada pasar bagi tanaman atau ternak yang diusulkan dalam pola tanam atau usaha tani?

Ø      Apakan tanaman cocok bagi jenis tanah pada lahan yang ada?

Ø      Apakah tanaman cocok bagi kondisi kelembaban dan iklim usaha tani?

Ø      Dapatkan tanaman dibudidayakan dengan peralatan yang ada pada usaha tani atau dengan

perubahan minimal pada peralatan?

Ø      Apakah tanaman memenuhi kebutuhan  pakan dan pupuk hijau pada usaha taninya, serta

kebutuhan tunai dan subsistem bagi rumah tangga tani tersebut?

Persayarat keberlanjutan. Persyaratan pola tanam bagi keberlanjutan meliputi prinsip-prinsip

berikut ini;

Ø      Apakah pola tanam memberikan pengendalian gulma yang efektif?

Ø      Apakah pola tanam memberikan keseimbangan antara produksi tanaman dengan pelestarian

tanah?

Ø      Apakah pola tanam membantu pembentukan tanah?

Ø      Apakah pola tanam mencakup sistem perakaran yang menembus tanah rapat, membawa unsur

hara ke permukaan dan memungkinkan udara dan air memasuki tanah secara lebih mudah?

Ø      Apakah pola tanam memberikan pengendalian serangga dan penyakit  yang efektif?

Ø      Apakah pola tanam secara efektif  menggunakan kelembaban yang ada? Apakah praktek-

praktek pelestarian  kelembaban tercakup? Apakah tanaman yang serakah akan kelembaban

diganti dengan tumbuh-tumbuhan yang lebih sedikit memerlukan tanaman?

Ø      Apakah pola tanam memberikan suatu keragaman tanaman yang memadai untuk meningkatkan

stabilitas dan meminimalkan resiko?

Ø      Apakah tanaman menghindari pembentukan unsur-unsur yang tidak dikehendaki?

6.17. Memanfaatkan Interaksi Hewan-Tanaman dan Hewan-Hewan

            Pemanfaatan interaksi antara  hewan dan tanaman serta antara hewan-hewan yang

berbeda dapat juga menguntungkan petani. Ini mencakup manipulasi yang seksama terhadap

populasi binatang. Misalnya, keuntungan dapat diambil dari kenyataan bahwa vektor penyakit

seperti lalat  tsetse lebih menyukai inang-inang tertentu. Jika populasi hewan liar yang lebih

disukai sebagai inang dipertahankan cukup tinggi pada suatu daerah di mana domba dan

kambing digembalakan, maka bahaya penularan penyakit dan hewan-hewan peliharaan dapat

dikurangi (Matthewman, 1980).

            Dampak hewan terhadap tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengelola vegetasi. Dengan

pengetahuan pakan yang disukai berbagai macam hewan, tekanan pengembalaan dapat

dimanipulasi untuk menciptakan atau mempertahankan suatu komposisi vegetasi yang

dikehendaki. Misalnya, hewan pemakan rumput-rumputan seperti kambing, sangat berguna

mengurangi gangguan semak belukar yang tak dikehendaki di padang rumput. Kebiasaan

hewan  makan tumbuhan secara selektif dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan ”gulma”,

misalnya hewan yang dibiarkan memakan rumput habis-habisan pada awal musim hujan untuk

memungkinkan pertumbuhan tanaman leguminosa pada padang rumput

            Injakan kuku-kuku kaki ternak dapat memadatkan tanah dan menghancurkan vegetasi,

jika tekanan penggembalaan sangat tinggi dalam jangka lama. Namun, dampak injakan hewan

ini dapat juga dimanfaatkan untuk mengganggu permukaan tanah sehingga mengakibatkan

perkecambahan benih yang lebih baik (Otsyina et al. 1987). Teknik ini dimanfaatkan, misalnya

oleh petani di Negeria untuk menyiapkan lahan yang akan ditanami tanaman sereal: mereka

mengkonsentrasikan hewan-hewan mereka selama semalam pada suatu lahan sempit yang telah

dibersihkan. Keesokan harinya benih ditaburkan pada permukaan tanah yang telah rusak. Cara

lain untuk memanfaatkan prinsip ini adalah dengan menghela sekawanan ternak dengan cepat

pada sebidang lahan untuk merangsang regenerasi vegetasi alami dari persediaan benih yang ada

di dalam tanah (Savory 1988). Dampak injakan kuku-kuku hewan yang cepat dan hebat ini

tergantung pada jenis vegetasi dan tanah.

            Dengan manipulasi vegetasi dan mengubah iklim mikro, petani bisa memperbaiki kondisi

spesies hewan yang diinginkan. Pohon-pohon yang ada bisa menciptakan naungan bagi ternak.

Perlu dipertimbangkan secara cermat jenis dan bentuk vegetasi yang mana akan mendukung

penarikan makhluk  hidup yang akan memberikan manfaat bagi budi daya tanaman, dan yang

bisa dipanen secara langsung sebagai pangan maupun untuk tujuan-tujuan lain yang berguna.

            Seperti budidaya tanaman ganda, budi daya ternak campuran juga umum dalam sistem

LEIA. Dengan memelihara berbagai spesies, misalnya unggas, hewan pemamah biak dan babi,

petani bisa mengeksploitasi cakupan sumber daya pakan yang lebih luas daripada jika hanya

memelihara satu spesies.

            Hewan bisa mempunyai beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit. Hewan

memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga

memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai

hadiah atau pinjaman yang memperkuat  ikatan sosial. Dalam kondisi LEIA, integrasi ternak ke

dalam sistem pertanian penting. Khususnya  untuk:

Ø      Meningkatkan jaminan subsistens dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk

menghasilkan pangan untuk keluarga petani,

Ø      Memindahkan unsur hara dan energi antara  hewan dan tanaman melalui pupuk kandang dan

pakan dari daerah pertanian dan  melalui pemanfaatan hewan penarik.

Memelihara ternak untuk menjamin subsistensi khususnya pada daerah yang berisiko

tinggi, misalnya pada daerah kering. Ternak berfungsi sebagai penyangga. Seekor hewan dapat

disembelih untuk konsumsi rumah tangga atau dijual untuk membeli bahan pangan ketika hasil

panen tanaman tidak memenuhi kebutuhan keluarga. Hewan-hewan dijual ketika diperlukan

uang tunai untuk tujuan-tujuan tertentu, termasuk pembelian input untuk budi daya tanaman.

Beragamnya pemeliharaan ternak memperluas strategi penurunan risiko budi daya tanaman

ganda hingga akan meningkatkan stabilitas penurunan risiko usaha tani. Penyebaran risiko

dengan praktek budi daya ternak dan tanaman bisa mengakibatkan produktivitas lebih rendah

dalam tiap sektor daripada usaha dengan satu sektor tunggal, tetapi produksi total per satuan

luas  bahkan bisa meningkat karena hasil dari tanaman dan ternak bisa diperoleh dari lahan yang

sama.

Ternak dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan intensifikasi daur unsur hara dan

energi. Jerami dan sisa-sisa tanaman lainnya, misalnya setelah perontokan merupakan sumber-

sumber makanan ternak yang penting dalam sistem usaha tani lahan sempit.

            Ketika hewan mengkonsumsi tumbuhan dan  menghasilkan kotoran, unsur hara di daur

ulang secara lebih cepat daripada ketika tumbuhan itu dibiarkan terurai secara alamiah. Ternak

yang digembalakan  memindahkan unsur hara dari kandang ke lahan dan

mengkonsentrasikannya pada daerah tertentu di lahan. Ternak itu sendiri dapat mengerjakan

pengumpulan, transportasi dan penyimpanan unsur hara dan bahan-bahan organik dalam bentuk

air kecing (urine) dan feses.

            Di daerah LEIA, pakan ternak terutama diambil dari lahan yang tidak cocok untuk budi

daya tanaman (seperti lahan berbatu, lahan pinggiran dan lahan tergenang air) dan lahan  yang

untuk sementara tidak ditanami (lahan yang baru dipanen atau bera). Lahan-lahan ini seringkali

berada di antara plot-plot yang ditanami dan dapat dijadikan tempat untuk menggembalakan dan

menambatkan ternak. Tanamannya juga  dapat dipotong untuk pakan ternak.

            Memadukan produksi pakan ternak ke dalam rotasi tanaman pangan dapat meningkatkan

keberlanjutan sistem usaha tani, khususnya kalau rumput-rumputan dan tanaman polongan

perenial serta belukar dan pepohonan termasuk didalamnya. Tanaman-tanaman ini bisa

memanfaatkan unsur hara dan air dari lapisan tanah yang lebih dalam daripada tanaman-tanaman

tahunan, memperbaiki kesuburan tanah serta melindungi tanah selama tidak ada tanaman

pangan. Tanaman pakan ternak dapat memiliki peranan penting dalam alih unsur hara di tingkat

usaha tani dengan memberikan kualitas pakan yang lebih baik. Pada akhirnya, ternak akan

menghasilkan kualitas kotoran yang lebih baik yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Bagian

dari tanaman pakan ternak dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk hijau atau mulsa.

            Dalam memanfaatkan tenaga ternak, sebagian energi yang didapat dari memakan

tanaman pada lahan yang tidak terpakai dan lahan yang untuk sementara tidak ditanami dapat

dieksploitasi untuk produksi tanaman. Petani dapat mengolah lahan yang lebih luas dengan

menggunakan ternak daripada dengan cangkul. Karena bajak dan pelana dapat diproduksi secara

lokal, pemanfaatan tenaga hewan memerlukan tingkat input luar yang lebih rendah daripada

pemanfaatan traktor. Tenaga hewan juga dapat dimanfaat untuk kegiatan pasca panen, misalnya

untuk mengangkut produk dari lahan ke tempat penyimpanan atau pasar.  Kadang-kadang ternak

makan hijauan secara berlebihan dan menyebabkan degradasi lingkungan pada padang rumput di

daerah pemukiman penduduk.

           

Di samping ternak yang lebih konvensional, seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau,

ternak lain yang kurang konvensional, seperti kelinci, marmot,itik, lebah, dan ulat sutera dapat

memiliki peranan penting dalam sistem usaha tani terpadu.

            Beberapa hambatan yang paling sering ditemui dalam daerah-daerah LEIA adalah tanah

yang terkikis, asam, basa, alkalin, asin, tergenang air, lereng curam, kekeringan, banjir, angin

topan dan sebagainya, masalah-masalah hama dan penyakit yang serius, tidak adanya jaminan

atau pembatasan  hak atas lahan, air atau pepohonan, terbatasnya transport dan perdagangan,

langkanya fasilitas kredit, penyebaran input yang tidak bisa diandalkan, pembatasan dalam

hubungan gender dan sebagainya. Untuk mengidentifikasi keterbatasan dan peluang suatu sistem

usaha tani dengan pertimbangan keberlanjutan, penting untuk melakukan evaluasi tujuan rumah

tangga petani dan  sistem teknologi khusus yang dipakai, sumber daya genetik, teknik, input,

strategi, dan tata letak pertanian.

6.18. Strategi Transisi Menuju LEISA

            Transisi merupakan proses perubahan dari suatu sistem usaha tani konvensional atau

tradisional yang tidak seimbang ke sistem usaha tani yang seimbang secara  ekonomis, ekologis

dan sosial (LEISA). Karena memulihkan keseimbangan ekologi memerlukan waktu bertahun-

tahun, khususnya ketika melibatkan pohon-pohon yang sedang tumbuh dan hewan-hewan

biakan, suatu proses transisi, daya dukung petani untuk menyesuaikan dengan perubahan ini

akan sangat penting untuk keberhasilan transisi.

6.19. Kriteria Pemilihan Teknologi Bagi Perbaikan Pertanian yang Berpusat Pada Masyarakat.

Ø      Apakah petani yang paling miskin mengakui sebagai teknologi yang berhasil?

Ø      Apakah teknologi itu memenuhi kebutuhan yang dirasakan?

Ø      Apakah teknologi itu menguntungkan secara keuangan?

Ø      Apakah teknologi itu membawa keberhasilan yang dapat dilihat dengan cepat?

Ø      Apakah teknologi itu cocok dengan pola pertanian lokal?

Apakah teknologi itu berhubungan dengan faktor-faktor yang paling membatasi produksi?

Ø      Akan kah teknologi itu memberi manfaat bagi yang miskin?

Ø      Apakah teknologi itu menggunakan sumber daya yang sudah dimiliki oleh yang miskin?

Ø      Apakah teknologi itu relatif  bebas risiko?

Ø      Apakah teknologi itu dari segi budaya bisa diterima oleh yang miskin?

Ø      Apakah teknologi itu tenaga kerja daripada padat modal?

Ø      Apakah teknologi itu mudah untuk dipahami?

Apakah teknologi itu ditujukan pada pasar yang memadai?

Ø      Apakah harga-harga di pasar memadai dan dapat dipercaya?

Ø      Apakah pasar dapat ditembus oleh petani kecil?

Ø      Apakah pasar memiliki ukuran yang cukup?

Apakah teknologi itu aman untuk ekologi diwilayah  tersebut?

Ø      Apakah pengawasan yang dibutuhkan  pada penerapatan teknologi dilahan itu minimum?

Ø      Apakah teknologi itu mudah diajarkan?

Ø      Apakah teknologi itu menimbulkan antusiasme dikalangan petani?

Apakah prinsip dibelakang  teknologi  itu  dapat diterapkan secara luas?

6.20. Pelaku Dalam Proses Pengembangan Teknologi  LEISA

            Dalam mengembangkan sistem LEISA, petani dapat menyumbangkan bukan saja

pengetahuan mereka mengenai ekosistem dan budaya setempat, namun juga pengalaman mereka

dalam melakukan eksperimen informal dan penyesuaian teknologi terhadap kondisi setempat.

Pembaruan yang diteliti oleh petani dalam menanggapi masalah dan kesempatan baru

memberikan  indikasi penting adanya peningkatan dalam cara-cara mereka dan dalam batasan-

batasan biologi dan fisik yang harus mereka tanggulangi. Metode uji  coba petani sangat

beraneka ragam, namun metode tersebut memiliki kekuatan sebagai berikut:

Ø      Subjek dipilih sesuai kepentingan petani

Ø      Kriteria evaluasi yang diterapkan berkaitan langsung dengan nilai-nilai setempat dalam

kaitannya dengan misalnya rasa dan pemanfaatan produk

Ø      Pengamatan dilakukan dari perspektif sistem kehidupan nyata, karena dilakukan dalam

pekerjaan sesungguhnya dan tidak terbatas pada hasil akhir, misalnya panen, dan

Ø      Eksperimen didasarkan pada pengetahuan petani, dan mengembangkan serta memperdalam

pengetahuan ini.

Perusahaan yang menghasilkan input mempunyai peranan yang pasti dalam LEISA

karena input luar rendah tidak berarti pertanian tanpa input. Jika digunakan secara ekologis dan

sosial, input  luar  melengkapi sumber daya setempat. Contoh kasus  menggabungkan input luar

dan dalam di Burkina Faso; Suatu studi mengenai pengaruh jerami, pupuk kandang dan kompos

terhadap hasil panen cantel dengan dan tanpa sedikit tambahan  pupuk nitrogen. Jenis pupuk

organik yang paling produktif  - kompos – meningkatkan  hasil panen cantel dari 1,8 menjadi 2,5

ton per hektar. Pemupukan hanya dengan nitrogen menghasilkan butiran sedikit lebih tinggi

daripada semua praktek pemupukan organik.  Namun, hasil terbaik dicapai dengan

menggabungkan kompos dengan pupuk nitrogen; ini meningkatkan hasil panen cantel sampai 3,7

ton per hektar. Ketiga praktek pemupukan organik itu meningkatkan efisiensi penerapan nitrogen

sebesar 20-30% (Pieri, 1985).

6.21. Mengapa Pertanian Harus Berkelanjutan

            Menurut pengamatan Dr. Peter Goering (1993), terdapat empat kecenderungan positif

yang mendorong sistem budi daya pertanian harus berkelanjutan, yaitu perubahan sikap petani,

permintaan produk organik, keterkaitan petani dan konsumen, serta perubahan  kebijakan.

            Keterkaitan antara petani dan konsumen menjadi langkah awal atau kebangkitan

transformasi pertanian subsisten ke arah sistem pertanian yang berorientasi pasar (market

oriented). Peningkatan permintaan produk-produk pertanian organik oleh konsumen (green

consumen) akan mendorong petani untuk mengembangkan pertanian organik. Misalnya,

tingginya permintaan akan buah-buahan dan sayuran organik yang bebas pestisida oleh orang

asing dan  tamu di hotel-hotel di Jakarta.

            Dr. Soekartawi (1995), pakar ekonomi pertanian dari Universitas Brawijaya Malang

menyebutkan tiga alasan mengapa pembangunan pertanian di Indonesia harus berkelanjutan.

Pertama, sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian

nasional masih dominan. Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto adalah

sekitar 20% dan menyerap 50% lebih tenaga kerja di pedesaan. Dari 210 juta penduduk

Indonesia  ± 150 juta orang mencari penghidupan dari sektor pertanian tanaman pangan,

perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan.

            Kedua, sebagai negara agraris, agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat

vital dalam mendukung pembangunan sektor lainnya. Pengalaman masa lalu, yakni pada saat

sektor industri dan perbankan mengalami krisis ekonomi, sektor agrobisnis dan agroindustri di

tanah air mengalami booming karena  nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah.

            Ketiga, sebagai negara agraris, pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi keharusan

agar sumber daya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk kurun waktu yang

relatif lama. Sektor pertanian akan tetap menduduki peran vital untuk mendukung kelangsungan

kehidupan bangsa Indonesia.

Penyebab pertanian tidak berkelanjutan

1.      Pertumbuhan penduduk dan kemiskinan

2.      Kebijakan pemerintah

3.      Kegagalan pasar (Market failure)

4.      Hak kepemilikan lahan (Property right)

5.      Marjinalisasi praktek dan pengetahuan lokal (Indegenous knowledge)

6.22. Indikator Pertanian Berkelanjutan

            Conway (1987) mengilustrasikan pembangunan agroekosistem setidaknya harus

memenuhi empat indikator, yaitu: produktivitas, stabilitas, sustainabilitas, dan ekuitabilitas

(kesamasarataan).

            Produktivitas hasil panen diperoleh dengan cara menambah biaya input atau adopsi

teknologi baru, misalnya program intensifikasi atau mekanisasi pertanian.

            Stabilitas sistem pertanian menggambarkan fluktuasi produksi hasil panen setiap waktu

yang disebabkan oleh perubahan  agroekosistem atau serangan hama dan penyakit.

            Sustainabilitas merupakan gambaran ketahanan sistem budi daya pertanian terhadap

perubahan lingkungan atau ekonomi.

            Ekuitabilitas atau kesamarataan menggambarkan bahwa produksi pertanian dapat

memberikan keuntungan yang merata atau tinggi, atau sebaliknya, tidak merata atau rendah.

Ekuitabilitas usaha tani tinggi berarti sebagian besar  orang dapat menikmati sejumlah hasil

panen atau  keuntungan dari produk pertanian.

6.23. Kendala Pertanian Berkelanjutan

            Implementasi pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Indonesia tidak mudah

karena dihadapkan pada banyak kendala, sebagai berikut:

1. Kendala sumber daya manusia; rata-rata tingkat pendidikan petani relatif rendah

2. Kendala sumber daya alam; ketersediaan volume air yang tidak menentu;

kesuburan tanah yang semakin menurun; dan kondisi agroklimat yang berubah-rubah

3. Kendala aplikasi teknologi;praktek-praktek usaha tani yang mengancam

kelestarian lingkungan (seperti penggunaan pestisida, penggunaan hormon pertumbuhan,

dan antibiotika pada ternak), pembuangan limbah ternak yang tidak pada tempatnya,

penebangan hutan yang kurang bijaksana dan menyebabkan erosi.

6.24. Model Sistem Pertanian Berkelanjutan

            Sistem pertanian berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan menggunakan empat macam

model, yaitu sistem pertanian organik, sistem pertanian terpadu, sistem pertanian masukan

luar rendah, dan sistem pengendalian hama terpadu.

6.25. Sistem Pertanian Organik

            Sistem pertanian organik (organic farming) atau pertanian ramah lingkungan merupakan

salah satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial. Sebagai contoh gerakan

anti pestisida di kalangan petani di Boyolali mulai menampakkan hasil. Gerakan ini telah

memberikan kontribusi kepada petani lokal untuk mengendalikan hama secara terpadu tanpa

harus menggunakan pestisida buatan pabrik. Produksi pangan (padi dan palawija) yang

dibudidayakan petani di daerah Kabupaten Boyolali boleh dikatakan sudah bebas racun pestisida.

            Kriteria sistem pertanian organik yang diberikan IFOAM (International Federation of

Organic Agriculture Movement) setidaknya harus memenuhi enam prinsip standar (Seymour,

1997):

1. Lokalita (localism). Pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi lokalita

yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan-bahan

baku atau input dari sekitarnya.

2. Perbaikan tanah (soil improvement). Pertanian organik berupaya menjaga,

merawat, dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui tindakan pemupukan

organik, pergiliran tanaman, konservasi lahan, dan sebagainya.

3. Meredam polusi (pollution abatement). Pertanian organik dapat meredam

terjadinya polusi air dan udara  dengan menghindari pembuangan limbah dan

pembakaran sisa-sisa tanaman secara sembarangan serta menghindari penggunaan bahan

sintetik yang dapat menjadi sumber polusi.

4. Kualitas produk (quality of product). Pertanian organik menghasilkan produk-

produk pertanian berkualitas yang memenuhi standar mutu gizi dan aman bagi

lingkungan serta kesehatan.

5. Pemanfaatan energi (energy use). Pengelolaan pertanian organik menghindari

sejauh mungkin penggunaan energi dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil yang

berupa pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar minyak (solar, bensin, dan sebagainya).

6. Kesempatan kerja (employment). Dalam mengelola usaha tani organiknya, para

petani organik memperoleh kepuasan dan mampu menghargai pekerja lainnya dengan

upah yang layak.

Sistem pertanian organik, paling tidak memiliki tujuh keunggulan dan keutamaan sebagai

berikut.

1. Orisinil. Sistem pertanian organik lebih mengandalkan keaslian atau orisinalitas

sistem budi daya tanaman ataupun hewan dengan menghindari rekayasa genetika ataupun

introduksi teknologi yang tidak selaras alam.

2. Rasional. Sistem pertanian organik  berbasis pada rasionalitas bahwa hukum

keseimbangan alamiah adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia sebagai

bagian dari sistem jagad raya bukan ditakdirkan menjadi penguasa alam raya, tetapi

bertanggung jawab untuk menjaga dan  melestarikannya.

3. Global. Saat ini, sistem pertanian organik menjadi isu global dan mendapat

respon di mana masyarakat sudah sangat sadar bahwa pertanian ramah lingkungan

menjadi factor penentu kesehatan manusia dan kesinambungan lingkungan.

4. Aman. Sistem pertanian organik menempatkan keamanan produk pertanian, baik

bagi kesehatan manusia ataupun bagi lingkungan, sebagai pertimbangan utama.

5. Netral. Sistem pertanian organik tidak menciptakan ketergantungan atau bersifat

netral sehingga tidak memihak pada salah satu bagian ataupun pelaku dalam sistem

agroekosistem.

6. Internal. Sistem pertanian organik selalu berupaya mendayagunakan potensi

sumber daya alam internal secara  intensif.

7. Kontinuitas. Sistem pertanian organik tidak berorientasi jangka pendek, tetapi

lebih pada pertimbangan jangka panjang untuk menjamin keberlanjutan kehidupan, baik

untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Bumi seisinya ini bukanlah

milik kita tetapi merupakan titipan anak cucu kita.

6.26. Sistem Pertanian Terpadu

            Wididana (1999), terdapat dua model sistem pertanian terpadu (integrated agriculture

management), yaitu sistem pertanian terpadu konvensional dan sistem pertanian terpadu dengan

teknologi mikroorganisme. Model pertanian terpadu konvensional misalnya tumpang sari antara

peternakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan

sebagai pakan ikan, atau tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan, di mana sisa-sisa

tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan

sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek–praktek pertanian terpadu

konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan, karena hanya mengandalkan

proses dekomposisi biomassa alamiah yang berlangsung sangat lambat.  Oleh karena itu,

diperlukan sentuhan teknologi yang mampu mempercepat proses pembusukan dan penguraian

bahan-bahan organik  menjadi unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman atau hewan.

            Model sistem  pertanian terpadu dengan teknologi mikroorganisme dengan memadukan

budi daya tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara

selaras, serasi, dan berkesinambungan. Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan

prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk

kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan

pestisida sama sekali.

6.27. Sistem Pertanian Masukan Luar Rendah

            Metode LEISA mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut:

1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal yang ada dengan

mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usaha tani, yaitu tanaman, ternak,

ikan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek

sinergi yang paling besar.

2. Pemanfaatan input luar dilakukan hanya bila diperlukan untuk melengkapi unsur-

unsur yang kurang dalam agroekosistem dan meningkatkan sumber daya biologi, fisik,

dan manusia. Dalam memanfaatkan input luar, perhatian utama diberikan pada

mekanisme daur ulang dan minimalisasi kerusakan lingkungan.

Metode LEISA tidak bertujuan memaksimalkan produksi dalam jangka pendek, namun

untuk mencapai tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang. LEISA

berupaya mempertahankan dan sedapat mungkin meningkatkan potensi sumber daya alam serta

memanfaatkannya secara optimal.

Tabel  6.1. Sumber daya produksi pertanian yang berasal dari internal dan eksternal

Sumber daya internal Sumber daya Eksternal

1 Matahari: sumber energi dalam

proses fotosintesis tumbuhan

1 Cahaya buatan: digunakan pada

rumah kaca untuk produksi

pangan

2 Air: berasal dari hijauan atau

jaringan irigasi local

2 Air:berasal dari waduk besar,

distribusi terpusat, atau sumur

dalam.

3 Nitrogen: fiksasi dari udara atau 3 Nitrogen: terutama berasal dari

daur ulang bahan-bahan organic pupuk kimia.

4 Nutrisi lain: berasal dari tanah

dan daur ulang tanaman

4 Nutirisi lain: berasal dari

penambangan, proses, dan

impor.

5 Gulma dan pengendali hama:

secara biologi, budaya, dan

mekanik.

5 Gulma dan

pengendalianhama:dengan

herbisida kimia dan insektisida.

6 Benih:diproduksi dari usaha tani

sendiri

6 Benih:hibrida atau varietas lain

yang diperjual-belikan

7 Mesin pertanian:dirakit dan

dirawat oleh petani dan

masyarakat

7 Mesin pertanian: dibeli dan

sering digunakan

8 Tenaga kerja: berasal dari

keluarga sendiri atau di sekitar

usaha tani

8 Tenaga kerja: bersifat upahan

atau tenaga buruh dari luar.

9 Modal: bersumber dari keluarga

dan masyarakat sekitar usaha

tani.

9 Modal: pinjaman dari lembaga

pelepas uang secara kredit

10 Manajemen:mengandalkan

sesama petani dan komunitas

lokal

10 Manajemen: dari pedagang

input, PPL, dan sebagainya.

Sumber: Francis dan King (1988) op.cit. Young dan Burton (1992).

            Sistem pertanian berkelanjutan harus dibangun dengan fondasi sumber daya yang dapat

diperbaharui yang berasal dari lingkungan usaha tani dan sekitarnya. Pengklasifikasian sumber

daya internal dan eksternal akan sangat membantu dalam memahami dan mengembangkan

pertanian dengan model LEISA. Dengan model LEISA, kekhawatiran penurunan produktivitas

secara drastis dapat dihindari,sebab penggunaan input-input luar masih diperkenankan, sebatas

hal tersebut sungguh-sungguh penting atau mendesak dan tidak ada pilihan lain. Model LEISA

masih menjaga toleransi keseimbangan antara pemakaian input internal dan input eksternal,

misalnya penggunaan pupuk organik diimbangi dengan pupuk TSP, pemakaian pestisida hayati

dilakukan bersama-sama dengan pestisida sintesis.

            Beberapa contoh teknologi pertanian yang potensial untuk mendukung sistem pertanian

berkelanjutan, antara lain sebagai berikut:

1. Tumpang sari (intercroping).

2. Rotasi tanaman

3. Agroforestri

4. Silvi-pasture. Merupakan perpaduan antara tanaman hutan atau kayu-kayuan dan

rerumputan hijauan pakan ternak sehingga konservasi lebih terjamin dan kebutuhan

hijauan pakan ternak tercukupi tanpa merusak lingkungan.

5. Pupuk hijau (green manuring).

6. Konservasi lahan (conservation tillage).

7. Pengendalian biologi (biological control).

8. Pengelolaan hama terpadu (integrated pest management).

Dalam pengelolaan hama terpadu (PHT) Indonesia sebenarnya kaya akan tumbuhan yang

mengandung senyawa toksik alami, yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati, antara

lain nimba (Azadirachta indica A. Juss) yang mengandung senyawa alami aktif sebagai

insektisida (azadirachtin, salanin, meliantriol,  dan nimbin). Dosis pemakaian antara 20 -30 kg

biji nimba per hektar. Pemakaian dapat dilakukan dengan cara disemprotkan, dibenamkan ke

dalam tanah, atau dikenakan langsung pada serangga (Martono dan Muni, 1999).

Beberapa manfaat yang diraih selama program PHT, yaitu:

1. Pengeluaran petani dapat dihemat, terutama pengeluaran untuk membeli

insektisida

2. produksi setiap musim panen lebih mantap

3. wabah hama, terutama wereng, tidak muncul lagi

4. kesadaran akan bahaya racun pestisida meningkat

5. masalah keracunan dapat dikurangi

6. organisme non-hama benar-benar berperan sebagai sahabat untuk mengatasi

seranganhama.

7. hewan bermanfaat (misalnya lebah, katak, ikan, dan belut sawah) dapat

diselamatkan; dan

8. polusi udara, tanah, dan air oleh insektisida dapat diminimalkan.

6.28. Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan

            Sistem pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan pembangunan pedesaan

(sustainable agriculture and rural development, SARD) karena selama ini aktivitas produksi dan

konsumsi pertanian terbesar berada di daerah pedesaan. Sebagai negara agraris, dapat dikatakan

65% lebih penduduk Indonesia mencari penghidupan dari sektor pertanian yang tersebar di

pelosok-pelosok pedesaan. Oleh karena itu, segala program pembangunan di pedesaan

seharusnya tidak terlepas dari upaya-upaya mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan

yang mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan dan menyediakan mata pencaharian bagi

masyarakat untuk meraih taraf kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.

Perhatian utama pembangunan berkelanjutan adalah menjaga kesejahteraan umat

manusia, baik dalam kehidupan sekarang sampai akhir hayat. Dengan kata lain, keberlanjutan

sumber mata pencaharian mereka tetap terjamin untuk masa sekarang dan masa mendatang.

Cadangan sumber daya saat ini adalah warisan bagi generasi mendatang yang tidak boleh

berkurang; hutang yang harus kita dibayar. Eksplorasi dan substitusi penggunaan sumber daya

memungkinkan untuk dilakukan, sejauh kita mampu memberikan kualitas sumber daya yang

lebih baik bagi generasi mendatang.

            Secara konsepsional, pendekatan kebijakan pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari

tiga sudut pandang (Munasinghe dan Cruz, 1995). Pendekatan ekonomi berkelanjutan berbasis

pada konsep maksimalisasi aliran pendapatan antargenerasi, dengan cara merawat dan menjaga

cadangan sumber daya atau modal yang mampu menghasilkan suatu keuntungan. Upaya

optimalisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya yang langka menjadi keharusan dalam

menghadapi berbagai isu ketidakpastian, bencana alam, dan sebagainya. Konsep

sosial berkelanjutan berorientasi pada manusia dan hubungan pelestarian stabilitas sosial dan

sistem budaya, termasuk upaya mereduksi berbagai konflik sosial yang bersifat  merusak. Dalam

perspektif sosial, perhatian utama ditujukan pada pemerataan (equity) atau keadilan,

pelestarian  keanekaragaman budaya dan kekayaan budaya lintas wilayah, serta pemanfaatan

praktek-praktek pengetahuan local yang berorientasi jangka panjang dan berkelanjutan. Tinjauan

aspek lingkungan berkelanjutan terfokus pada upaya menjaga stabilitas sistem biologis

dan  lingkungan fisik, dengan bagian utama menjaga kelangsungan hidup masing-masin

subsistem menuju stabilitas yang dinamis dan menyeluruh pada ekosistem.

WCED (1987) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai "pembangunan

untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau

menghancurkankemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya".