bidang unggulan: sumber daya alam 156 / pemuliaan … · penelitian ini adalah mengidentifikasi...

22
BIDANG UNGGULAN: SUMBER DAYA ALAM 156 / PEMULIAAN TANAMAN LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI KARAKTERISASI TANAMAN PEWARNA TENUN PEGRINGSINGAN DI DESA TENGANAN KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM TAHUN PERTAMA TIM PENELITI 1. I. A. Putri Darmawati, S.P., MSi. (0015097110) 2. Dr. I Gede Wijana, M.S. (0007076105) 3. Ir. A. A. Made Astiningsih, M.P. (0008095902) 4. Ir. I. A. Mayun, M.P ( 0026065902) Dibiayai oleh : DIPA PNBP Universitas Udayana Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian Nomor : 1141/UN14.1.23/PL/2015, tanggal 22 Mei 2015 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA AGUSTUS 2015

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BIDANG UNGGULAN: SUMBER DAYA ALAM

    156 / PEMULIAAN TANAMAN

    LAPORAN AKHIR

    HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

    KARAKTERISASI TANAMAN PEWARNA TENUN PEGRINGSINGAN DI DESA

    TENGANAN KECAMATAN MANGGIS, KARANGASEM

    TAHUN PERTAMA

    TIM PENELITI

    1. I. A. Putri Darmawati, S.P., MSi. (0015097110)

    2. Dr. I Gede Wijana, M.S. (0007076105)

    3. Ir. A. A. Made Astiningsih, M.P. (0008095902)

    4. Ir. I. A. Mayun, M.P ( 0026065902)

    Dibiayai oleh :

    DIPA PNBP Universitas Udayana

    Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian

    Nomor : 1141/UN14.1.23/PL/2015, tanggal 22 Mei 2015

    PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS UDAYANA

    AGUSTUS 2015

  • ii

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL i

    HALAMAN PENGESAHAN ii

    DAFTAR ISI

    DAFTAR GAMBAR

    iii

    RINGKASAN

    PRAKATA

    DAFTAR LAMPIRAN

    v

    vi

    BAB I. PENDAHULUAN 1

    1.1.Latar Belakang 1

    1.2.Tujuan Khusus Penelitian 2

    1.3. Urgensi Penelitian 2

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

    BAB III. METODE PENELITIAN 4

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5

    BAB V. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA

    BAB VI. KESIMPULAN

    12

    12

    DAFTAR PUSTAKA 12

    LAMPIRAN

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    No Judul Gambar Hal

    1. Alur penelitian……………………………………………………………. 4

    2. Bahan baku pewarna tenun pegringsingan………………………………… 6

    3. Penentuan warna benang sesuai motif. ……………………………………. 6

    4. Karakter morfologi tanaman taum…………………………………………. 7

    5. Karakter morfologi tanaman kemiri……………………………………….. 9

    6. Karakter morfologi tanaman kepundung………………………………….. 11

    7. Lingkar tahun tanaman tahunan…………………………………………… 11

  • v

    RINGKASAN

    Kain tenun gringsing adalah kain tenun dobel ikat, satu-satunya di Indonesia serta salah

    satu dari tiga lokasi di dunia selain di Jepang dan India. Kain gringsing diketahui sebagai ciri

    khas Desa Tenganan, Karangasem Bali. Kain gringsing biasa digunakan sebagai pakaian adat

    saat upacara-upacara keagamaan berlangsung.

    Keunikan dari kain tenun pegringsingan ini terletak pada motif kainnya yang hanya

    menggunakan tiga warna (merah, kuning dan hitam) yang disebut tridatu. Warna tridatu terbuat

    dari warna alam yang berasal dari beberapa tanaman yang tumbuh di Hutan Tenganan dan Nusa

    Penida. Uniknya lagi semakin tua umur kain maka, warna-warnanya semakin terpancar dan

    bagus. Kekhasan dari kain inilah yang menjadi incaran para kolektor kain di seluruh dunia,

    walaupun harganya sampai puluhan juta rupiah.

    Pewarna alami yang digunakan dalam pembuatan motif kain gringsing adalah ‘babakan’

    (kelopak pohon) Kepundung putih, kulit akar pohon sunti sejenis mengkudu sebagai warna

    merah, minyak buah kemiri berusia tua (± 1 tahun) dicampur dengan air serbuk/abu kayu

    sebagai warna kuning, dan daun pohon Taum warna hitam. Penggunaan pewarna alam ini

    merupakan warisan dari nenek moyang yang secara turun temurun dilakukan. Tanaman tersebut

    tumbuh secara alami di hutan-hutan Desa Tenganan. Pemanfaatan tanaman secara terus menerus,

    tanpa dibarengi dengan penanaman kembali tentu akan berdampak buruk bagi keberadaan

    tanaman itu sendiri (mengalami kepunahan). Melihat fenomena tersebut maka perlu dilakukan

    pelestarian/konservasi. Langkah pertama yang dilakukan dalam konservasi tanaman melalui

    penelitian ini adalah mengkarakterisasi dan mengidentifikasi tanaman. Hasil penelitian yang

    diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengkaji teknik budidayanya yang sesuai untuk

    digunakan sebagai bahan pewarna alam umumnya dan pewarna alam tenun pegringsingan

    khususnya.

    Luaran dari penelitian ini adalah dihasilkan informasi lengkap dan ilmiah mengenai porfil

    tanaman secara utuh, mampu mengidentifikasi tanaman sesuai kaidah keilmuan yang ada. Hasil

    Penelitian sudah diseminarkan pada seminar nasional (SENASTEK), dan akan dimuat dalam

    jurnal nasional.

  • vi

    PRAKATA

    Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya

    penelitian ini terlaksana sesuai dengan waktu yang direncanakan. Laporan ini hanya sebagian

    kecil dari penelitian seluruhnya yang akan dilaksanakan. Penelitian ini dibiayai dari Dana Hibah

    Unggulan Program Studi Tahun 2015, dengan judul " Karakterisasi Tanaman Pewarna Tenun

    Pegringsingan Di Desa Tenganan Kecamatan Manggis, Karangasem. Adapun tujuan dari

    Penelitian ini adalah mengidentifikasi tanaman melalui karakterisasi baik secara morfologi

    maupun agronomi tanaman pewarna alam tenun pegringsingan.

    Kami menyadari bahwa penelitian dan laporan kemajuan ini dapat terlaksana berkat

    bantuan dari berbagai pihak, melalui kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih

    kepada ;

    1. Rektor Universitas Udayana, atas kemudahan yang telah diberikan sehingga penelitian ini

    dapat dilaksanakan dengan lancar.

    2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana beserta staf yang telah memotivasi,

    memberikan arahan, dan membantu kelancaran administrasi dalam penelitian ini.

    3. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan Ketua Program Studi

    Agroekoteknologi yang telah membantu dan memberi kemudahan sehingga penelitian ini bisa

    terlaksana.

    4. Semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini.

    Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan karunia-Nya sesuai dengan amal yang telah

    dibuatnya. Akhirnya kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat luas.

    Denpasar, 23 November 2015

    Peneliti

  • vii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Catatan Harian (Log Book) Penelitian Karakterisasi Tanaman Pewarna Tenun

    Pegringsingan Di Desa Tenganan Karangasem

    Lampiran 2. Rekapitulasi Penggunaan Dana Penelitian

  • 1

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tenun pegringsingan adalah kain tenun tradisional Desa Tenganan Pegringsingan,

    Kabupaten Karangasem, Bali . Menurut hasil penelitian, V.E Korn, De Dorpsrepubliek (1933),

    kata pegringsingan mengandung makna penolak mara bahaya. Kain gringsing biasa digunakan

    sebagai pakaian adat saat upacara-upacara keagamaan berlangsung. Namun kini kain gringsing

    mengalami komodifikasi menjadi kebutuhan fashion ( Sukmadewi, 2013)

    Keunikan dari kain tenun pegringsingan ini adalah terletak pada motif kain gringsing

    yang hanya menggunakan tiga warna (merah, kuning dan hitam) yang disebut tridatu. Pewarnaan

    kain tenun pegringsingan tersebut menggunakan pewarna alami beberapa tanaman. Ketiga warna

    pada kain Gringsing yaitu merah melambangkan api, putih atau kuning berarti angin, dan hitam

    berarti air. Semua elemen itu adalah elemen penyeimbang yang diperlukan tubuh agar tidak

    sakit. Keunikan lainnya, semakin tua kain tersebut, warna-warnanya semakin keluar dan bagus..

    Kekhasan dari kain inilah yang menjadi incaran para kolektor kain di seluruh dunia.

    Pewarna alami yang digunakan dalam pembuatan motif kain gringsing adalah ‘babakan’

    (kelopak pohon) Kepundung putih yang dicampur dengan kulit akar pohon sunti sejenis

    mengkudu sebagai warna merah, minyak buah kemiri berusia tua (± 1 tahun) yang dicampur

    dengan air serbuk/abu kayu sebagai warna kuning, dan pohon Taum warna hitam. Identifikasi

    dan karakter dari tanaman tersebut nampaknya belum diketahui secara jelas sehingga

    menyulitkan dalam pembudidayaannya. Menurut salah satu warga masyarakat Desa Tenganan

    (komunikasi pribadi, 2015), bahwa tanaman tersebut tumbuh alami di hutan Desa Tenganan dan

    beberapa di datangkan dari desa tetangga (Desa Nusa Penida), tanaman tersebut tidak

    dibudidayakan, artinya tanaman tersebut tumbuh secara alami tanpa campur tangan manusia.

    Kebutuhan akan bahan baku menjadi semakin tinggi seiring dengan tingginya permintaan akan

    kain tenun tersebut. Disisi lain, keberadaannya akan semakin langka dan terancam punah, karena

    tidak dilakukan peremajaan.

    Berdasarkan fenomena tersebut dipandang perlu melakukan penelitian ini, tahap pertama

    penelitian adalah karakterisasi dan identifikasi tanaman sehingga diperoleh informasi lengkap

    mengenai profil tanaman. Identifikasi dan karakterisasi harus dilakukan secara ilmiah sehingga

    hasilnya dapat dijadikan sumber referensi ilmiah yang kredibel. Hasil penelitian ini dapat

  • 2

    dipergunakan untuk mengkaji teknik budidayanya sesuai dengan kebutuhan akan bahan baku

    pewarna tenun Pegringsingan. Semua tim peneliti yang terlibat dalam penelitian ini sesuai

    dengan bidang ilmu yang ditekuni selama ini, sehingga hasil penelitian diharapkan berhasil

    sesuai tujuan yang ditargetkan.

    1.2. Rumusan masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah karakter morfologi dari tanaman pewarna alam Tenun Pegringsingan ?

    2. Bagaimanakah system klasifikasi dari tanaman tersebut?

    3. Berapakah populasi dari tanaman tersebut ?

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    Kain tenun gringsing adalah kain tenun dobel ikat, dan merupakan satu-satunya di

    Indonesia serta salah satu dari tiga lokasi di dunia selain di Jepang dan India. Kain

    gringsing diketahui sebagai ciri khas Desa Tenganan. Menurut hasil penelitian, V.E Korn, De

    Dorpsrepubliek Tenganan Pegeringsingan (1933), kata pegringsingan diambil dari kata gringsing

    yang terdiri dari gring dan sing. Gring berarti sakit dan sing berarti tidak. Jadi gringsing berarti

    tidak sakit, bahkan orang yang memakai kain gringsing dipercaya dapat terhindar dari penyakit

    dan lebih kompleks lagi gringsing adalah sebagai penolak mara bahaya. Kain gringsing ini unik,

    otentik dan kini amat langka. Kain gringsing biasa digunakan sebagai pakaian adat saat upacara-

    upacara keagamaan berlangsung. Kain tenun gringsing selain digunakan untuk kegiatan upacara,

    juga banyak diminati oleh wisatawan asing mancanegara sebagai barang cindera mata maupun

    sebagai barang koleksi.

    Proses pembuatan kain gringsing dari awal hingga akhir dikerjakan dengan tangan.

    Benang tersebut diperoleh dari kapuk berbiji satu yang didatangkan dari Nusa Penida karena

    hanya di tempat tersebut bisa didapatkan kapuk berbiji satu. Setelah selesai dipintal, benang

    akan mengalami proses perendaman dalam minyak kemiri sebelum dilanjutkan ke proses ikat

    dan pewarnaan. Perendaman tersebut bisa berlangsung lebih dari 40 hari hingga maksimum satu

    tahun dengan penggantian air rendaman setiap 25-49 hari. Pencelupan benang dilakukan di Desa

    Bugbug, selanjutnya benangnya dikembalikan ke Desa Tenganan (Anon, 2012).

    Motif kain gringsing hanya menggunakan tiga warna yang disebut tridatu. Pewarna alami

    yang digunakan dalam pembuatan motif kain gringsing adalah 'babakan' (kelopak pohon)

    http://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Penidahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kapuk

  • 3

    Kepundung putih yang dicampur dengan kulit akar mengkudu sebagai warna merah, minyak

    buah kemiri berusia tua (± 1 tahun) yang dicampur dengan air serbuk/abu kayu sebagai warna

    kuning, dan pohon Taum untuk warna hitam ( Shinobu.1977, 2004).

    Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat pewarna alami karena mengandung pigmen

    alam. Potensi sumber zat pewarna alami ditentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan serta

    bergantung pada jenis zat warna yang ada dalam tanaman tersebut (Setiawan, 2003). Zat warna

    alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan

    seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Tanaman pewarna tenun pegringsingan hanya

    memanfaatkan beberapa bagian tanaman dan dilakukan secara turun temurun sebagai warisan

    nenek moyang, sehingga perlu digali potensinya. Profil tanaman pewarna alam tenun

    pegringsingan secara lengkap dan ilmiah menyangkut karakter morfologi dan agronomis juga

    belum ada.

    Karakter morfologi maupun agronomi yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi

    tanaman. Melakukan identifikasi tanaman berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas

    suatu tanaman. Diantaranya menentukan nama dan tempat yang tepat dalam system klasifikasi.

    Karakterisasi tanaman juga bertujuan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh tanaman

    tersebut. Adapun alur penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Alur Penelitian

    Data Sekunder : pengerajin tenun

    pegringsingan, pemintal dan

    pewarna benang, penyedia bahan

    baku, buku kunci determinasi

    Karakterisasi Tanaman

    pewarna alam tenun

    pegringsingan

    Luaran dari penelitan ini adalah: Referensi

    ilmiah bagi penelitian selanjutnya, bahan

    pengajaran bagi mata kuliah botani dan

    pemuliaan, publikasi pada jurnal nasional Data primer: survey lapang,

    karakterisasi morfologi dan

    agronomi, foto tanaman

    Profil ilmiah

    tanaman pewarna

    alam tenun

    pegringsingan

    Analisis data

    secara deskriptif

    http://id.wikipedia.org/wiki/Mengkuduhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kemiri

  • 4

    BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITAN

    3.1.Tujuan

    Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan penelitian :

    1. Mengkarakterisasi atau membuat profil tanaman tersebut, menyangkut karakter

    morfologi dan agronomis dan dokumentasi

    2. Mengidentifikasi semua tanaman pewarna alam kain tenun pegringsingan.

    3. Mengetahui populasi tanaman di lapangan.

    3.2. Manfaat Penelitian.

    Ketergantungan pengrajin kain tenun pegringingsingan akan bahan pewarna alami sangat

    tinggi sejalan dengan pesatnya perkembangan dan permintaan kain tersebut. Sementara

    keberadaan tanaman sebagai penghasil warna khususnya untuk tenun pegringsingan semakin

    langka karena eksploitasi tanpa dibarengi dengan penanaman kembali. Tidak dilakukan

    peremajaan kembali disebabkan kurangnya informasi mengenai profil dan teknik budidaya dari

    tanaman tersebut. Penelitian ini menjadi sangat penting untuk memberikan solusi terhadap

    permasalahan ini.

    Hasil identifikasi dan karakterisasi tanaman penghasil warna tenun pegringsingan,

    informasi yang diperoleh nantinya dapat digunakan sebagai referensi ilmiah yang kredibel.

    Selanjutnya data atau informasi tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tanaman baik di

    Desa Tenganan sebagai sentra pengrajin tenun maupun Desa Nusa Penida sebagai penyedia

    bahan baku sebelumnya.

    Sampai saat ini belum ada peneliti yang melakukan penelitian tentang karakteristik dari

    tanaman pewarna tenun pegringsingan, sehingga hasil penelitian ini juga bersifat inovatif dan

    bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya untuk ilmu

    pemuliaan tanaman ( terutama pelestarian plasma nutfah) di Indonesia.

    BAB 4. METODE PENELITIAN

    Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.

    Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu (1) pengumpulan data sekunder, (2)

    survei macam-macam tanaman penghasil warna yang digunakan untuk tenun pegringsingan dan

    sebarannya, (3) identifikasi karakter morfologi dan agronomis. Lokasi penelitian di Desa

  • 5

    Tenganan Pegringsingan, Desa Bugbug (kedua desa ini terletak di Kecamatan Manggis,

    Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali, disebelah timur Pulau Bali), dan Nusa Penida.

    Populasi dan sampel penelitian dibatasi pada obyek yang dapat diwakili serta ditetapkan

    sendiri berdasarkan populasi pengrajin di Desa tersebut. Langkah berikutnya dipilih sampel dari

    keseluruhan populasi pengrajin tenun dan celup di Desa Tenganan dan Desa Bugbug. Untuk

    karakter agronomi mengkudu yang sedianya akan dilaksanakan di Desa Nusa Penida, tidak dapat

    dilaksanakan karena mengkudu sudah tidak ditemukan lagi.

    BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil survey ( pengamatan, tanya jawab dengan responden), proses

    pembuatan tenun pegringsingan diawali dengan pewarnaan benang. Urut – urutannya adalah

    sebagai berikut:

    1. Persiapan warna kuning.

    Buah kemiri yang sudah masak fisiologis (buah – buah yang secara alami jatuh dari

    pohon), atau kemiri yang dijual bebas dipasar juga bisa digunakan, dicincang dan

    digoreng. Proses selanjutnya cincangan kemiri diperas sampai keluar minyak kemudian

    ditambahkan air abu. Campuran tersebut digunakan untuk merendam benang selama 37

    hari. Selanjutnya benang diangkat dan diangin – anginkan. Proses berikut adalah ngayin

    atau pembuatan motif, dilanjutkan dengan mebed (proses mengikat dan menandai

    benang dengan tali raffia warna – warni sesuai dengan warna yang dikehendaki. Gambar

    3.

    2. Pembuatan warna merah

    Warna merah diperoleh melalui pembuatan larutan dari babakan akar pohon sunti yang

    dihaluskan ( serbuk ) ditambah dengan serbuk babakan batang kepundung putih/merah

    ( 3 : 1). Perendaman dilakukan 1 – 3 kali, masing – masing selama 3 bulan. Frekuensi

    perendaman tergantung kualitas babakan akar pohon sunti. Semakin tua umur tanaman

    semakin tinggi kepekatan warna yang dihasilkan.

    3. Pembuatan warna hitam

    Warna hitam yang dikehendaki pada tenun pegringsingan berasal dari pencelupan benang

    warna merah dengan warna biru. Langkah pembuatan warna biru sebagai berikut :

    Siapkan gentong tanah kemudian masukkan air sebanyak 25 liter selanjutnya masukan

  • 6

    cabang – cabang muda beserta daun dari tumbuhan taum. Banyaknya tumbuhan taum

    yang digunakan adalah 75 kg, dimasukkan secara bertahap sebanyak 5 kali. Setiap tahap

    diperam selama 2 hari. Setelah 5 kali campuran tadi disaring, endapannya (seperti

    lumpur) diambil kemudian ditambah tape Ketan Bali dan 2 sisir pisang kayu yang

    dihaluskan. Pewarna alam biru siap digunakan. Untuk mendapat warna hitam benang

    merah dicelupkan pada larutan pewarna biru, kemudian direndam selama 3 hari. Setelah

    itu diangkat dan diangin – anginkan. Benang tridatu sesuai motif siap ditenun dan

    dijadikan tenun pegringsingan.

    Gambar 2. Bahan baku pewarna tenun pegringsingan. A; Kemiri, B; Babakan

    Kepundung; C; Kulit akar dan bubuk Sunti; D; Warna biru dari Taum.

    (koleksi pribadi)

    Gambar 3. Penentuan warna benang. A dan B; Proses nganyin dan mebed, C. Salah satu

    motif kain tenun pegringsingan ( koleksi pribadi)

    A B

    C D

    C B A

  • 7

    Karakter morfologi dan agronomi tanaman pewarna alam tenun pegringsingan tersaji

    dibawah ini.

    1. Taum

    Merupakan tanaman semusim, habitat dikaki bukit tanah berpasir. Perdu tegak,

    bercabang banyak. Berakar tunggang. Tinggi tanaman sampel rata- rata 81 cm. Daun mejemuk

    gasal ( 9, 11), bentuk daun bulat telur terbalik dengan lebar daun 0,5 cm panjang 2 cm. Panjang

    tangkai daun rata – rata 5,85 cm. Tandan bunga duduk di ketiak (aksilar), tegak hampir duduk.

    Bunga berbentuk kupu – kupu dan buah berpolong. Panjang buah rata – rata 3 cm dengan

    jumlah biji 3 - 12. Biji mempunyai kulit biji ( testa ) ada tilum (bekas biji melekat pada

    penikulus. Jarak antar tanaman rata – rata 24,7 cm, dengan percabangan rata – rata 11 buah

    (Gambar 4).

    Klasifikasi menggunakan buku determinasi ( Steenis, 1988)

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Famili : Fabanceae

    Spesies : Indigofera tinctoria

    Gambar 4. Karakter morfologi tanaman taum. A; Perdu tegak,bercabang banyak. B; Akar

    tunggang. C; Daun majemuk gasal, buah berpolong. D; Bunga kupu-kupu.

    (koleksi pribadi)

    A

    D C

    B

  • 8

    Taum tumbuh liar di kaki bukit Desa Bugbug Karangasem, populasi semakin sedikit karena

    terdesak oleh rumah – rumah penduduk. Keberadaan taum tidak hanya dimanfaatkan oleh pembuat

    warna dari desa setempat tetapi dimanfaatkan pula oleh pengerajin dari Desa Sraya (kain rangrang).

    Serta digunakan sebagai pakan ternak (kambing). Melihat fenomena tersebut, domestifikasi sangat

    perlu dilaksanakan untuk keberlangsungan dan kelestarian tanaman taum serta budaya tenun

    pegringsingan maupun kain rangrang. Oleh karena cabang dan daun muda yang dimanfaatkan

    sebagai penghasil warna, maka perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji maupun stek

    (Gambar 5) dan dalam pemeliharaan dapat dilakukan pemangkasan, sehingga akan tumbuh cabang –

    cabang baru.

    Gambar 5. Kecambah Biji Taum umur 4 hst (A) ; Pertumbuhan Tunas pada Stek Taum umur 14 hst

    (B)

    2. Kemiri

    Merupakan tanaman tahunan, sampel yang diamati berumur 60 tahun dengan tinggi ± 20

    meter (Gambar 5). Kemiri mempunyai akar tunggang dan berwarna coklat. Kemiri mempunyai

    daun yang mudah dikenali dari bentuknya yang khas, umumnya terdiri dari 3-5 helai daun dari

    pangkal, berselang-seling dan pinggir daun bergelombang. Panjang satu helai daun sekitar 10-20

    cm dengan dua kelenjar di bagian perpotongan antara pangkal dan tangkai yang mengeluarkan

    getah manis. Daun yang muda biasanya sederhana dan berbentuk seperti delta atau oval. Bagian

    atas permukaan daun yang masih muda berwarna putih mengkilap seperti perak, yang kemudian

    akan berubah warna menjadi hijau seiring dengan bertambahnya umur pohon. Permukaan daun

    bagian bawah berbulu halus dan mengkilap seperti karat. Bentuk daun meruncing, tulang daun

    menyirip. Lingkar batang 100 cm, kulit batangnya berwarna abu-abu coklat dan bertekstur agak

    A B

  • 9

    halus dengan garis-garis vertikal yang indah. Bunga kemiri memiliki bunga kelamin ganda,

    dimana bunga jantan dan betina berada pada pohon yang sama. Bunga kemiri berwarna putih

    kehijauan, harum dan tersusun dalam sejumlah gugusan sepanjang 10-15cm, dimana terdapat

    banyak bunga jantan kecil mengelilingi bunga betina. Mahkota bunga berwarna putih dengan

    lima kelopak bunga berwarna putih kusam (krem), berbentuk lonjong dengan panjang 1,3

    cm. Buah dan biji kemiri memiliki buah berwarna hijau sampai kecoklatan, berbentuk oval

    sampai bulat dengan panjang 5-6 cm dan lebar 5-7 cm. Satu buah kemiri pada umumnya berisi 2-

    3 biji, tetapi pada buah jantan kemungknan hanya ditemukan satu biji. Biji kemiri dapat dimakan

    jika dipanggang terlebih dahulu. Kulit biji kemiri umumnya kasar, hitam, keras, dan berbentuk

    bulat panjang sekitar 2,5-3,5 cm (Gambar 6).

    Klasifikasi (Tjitrosoepomo, 2000)

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

    Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub Kelas : Rosidae

    Ordo : Euphorbiales

    Famili : Euphorbiaceae

    Genus : Aleurites

    Spesies : Aleurites moluccana (L.) Willd

    Gambar 6. A; Pohon kemiri (tanda panah), B dan C; Buah kemiri yang muda dan tua (koleksi

    pribadi)

    A B C

  • 10

    Kemiri, yang dimanfaatkan adalah bijinya. Keberadaan kemiri cukup tersedia di Dusun

    Bukit, Desa Bungaya. Umumnya pemilik kebun memanfaatkan buah – buah jatuh dari pohon

    (sudah masak fisiologis). Perbanyakan tanaman sebaiknya dari biji, untuk mendapatkan tanaman

    yang kokoh dan tetap ada sepanjang tahun. Selama ini penduduk tidak ada yang secara sengaja

    menanam pohon kemiri begitu pula terhadap pemeliharaanya. Pohon kemiri tumbuh subur di

    areal perbukitan, perbanyakannyapun secara alami dari buah – buah yang jatuh dari pohon.

    3. Kepundung

    Tanaman sampel berumur ± 60 tahun. Berperawakan pohon, tinggi pohon 20 meter,

    Diameter batang 150 cm cm, kedalaman kulit batang ± 1 – 2 cm dengan warna batang coklat

    keputihan. Tajuk padat dan tak beraturan. Daun tunggal berselang-seling, berbentuk bundar telur

    lonjong sampai bundar telur sungsang, berukuran panjang 15 cm x 7 cm, berkelenjar, panjang

    tangkai daun 4 cm, berpenumpa segitiga. Buah bertipe buah kapsul, berdiameter 2,5 cm,

    berwarna hijau kekuning- kuningan atau hijau kemerah-merahan pada saat matang, biji dalam

    daging buah berwarna putih, kuning atau merah, hijau kekuningan sampai kemerahan, daging

    buah yang menutupi biji rasanya manis sampai asam (Gambar 7).

    Klasifikasi( Tjitrosoepomo, 2000)

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

    Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub Kelas : Rosidae

    Ordo : Euphorbiales

    Famili : Phyllanthaceae

    Genus : Baccaurea Lour.

    Spesies : Bccaurea racemosa Var. Putih

    Baccaurea racemosa Var. Merah

    http://id.wikipedia.org/wiki/Phyllanthaceaehttp://id.wikipedia.org/wiki/Baccaureahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Lour.&action=edit&redlink=1

  • 11

    Gambar 7. Karakter morfologi tanaman kepundung. A; Pohon kepundung berumur 60

    th. B; Kelopak batang (babakan) yang dimanfaatkan sebagai pewarna. C

    Daun tunggal berbentuk bundar telur lonjong. D dan E; Buah kepundung

    putih dan merah.

    Kepundung putih atau merah yang dimanfaatkan sebagai pewarna adalah babakan (kulit

    batang/ kelopak batang), populasinya cukup tersedia. Jika memperbanyak maka sebaiknya

    perbanyakan dilakukan dengan biji. Melalui biji akan dihasilkan tanaman yang kuat dan kokoh

    sehingga mampu bertahan hidup bertahun – tahun. Hal ini sangat penting karena kulit batang

    akan terbentuk setiap tahun ( lingkaran tahun ) (Gambar 8 ) Semakin tua umur tanaman kualitas

    warna yang dihasilkan oleh kulit batang akan semakin kuat.

    Gambar 8. Lingkar tahun tanaman tahunan

    A B

    C D E

  • 12

    4. Mengkudu

    Tanaman penghasil warna merah pada tenun Pegringsingan adalah babakan akar mengkudu,

    informasi awal bahan baku ini dipasok dari Desa Nusa Penida. Beberapa tahun belakangan ini

    menurut beberapa pengrajin tenun di Desa Bugbug dan Tenganan tidak lagi di datangkan dari desa

    tersebut, melainkan dipasok dari pemasok yang berasal dari Lombok. Berdasarkan keterangan dari

    pengrajin serta informasi dari Kepala BPP Nusa Penida, bahwa mengkudu sudah tidak ditemukan

    lagi di Desa Nusa Penida. Selama ini pemasok hanya mengambil dari tanaman yang tumbuh liar

    tanpa dibarengi dengan penanaman kembali. Bila hal yang sama juga dilakukan di daerah Lombok,

    maka akan kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu

    dilakukan budidaya mengkudu di Desa Tenganan dan sekitarnya, sehingga pengajin dengan mudah

    mendapatkan bahan baku pewarna merah untuk Tenun Pegringsingan.

    Karakterisasi morfologi dan agronomi tanaman mengkudu /sunti sebagai penghasil warna

    merah diperoleh dari tanaman mengkudu yang ditemukan tumbuh liar di pinggir jalan Desa

    Bugbug. Adapun karakter morfologinya adalah sebagai berikut : Pohonnya tidak terlalu besar,

    dengan tinggi 3-8 m. Batangnya bengkok-bengkok berdahan kaku, memiliki akar tunggang yang

    tertancap dalam. Kulit batang coklat kekuningan, beralur dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya

    segi empat. Tajuknya hijau seperti daun. Daunnya besar dan tunggal. Daun kebanyakan bersilang

    berhadapan, bertangkai, bulat telur lebar hingga bentuk elips, kebanyakan dengan ujung runcing,

    sisi atas hijau tua mengkilat, sama sekali gundul, 5-17 cm. Perbungaan mengkudu bertipe

    bongkol dengan tangkai 1-4 cm, rapat, berbunga banyak, tumbuh di ketiak. Bunga berbau harum

    dan mahkotanya berbentuk tabung, terompet, putih, dalam lehernya berambut wol, panjangnya

    tabung bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari berjumlah 5, tumbuh jadi satu dengan tabung mahkota

    hingga berukuran cukup tinggi, tangkai sari berambut wol. Kelopak bunga tumbuh menjadi

    buah yang bulat atau lonjong seperti telur ayam. Permukaan buah terbagi dalam sel-sel poligonal

    (bersegi banyak) yang berbintik-bintik atau berkutil. Bakal buah pada ujungnya berkelopak dan

    berwarna hijau kekuningan. Awalnya buah berwarna hijau ketika masih muda, dan menjadi putih

    kekuningan menjelang buahnya masak dan setelah benar-benar matang menjadi putih transparan

    dan lunak. Daging buah tersusun atas buah-buah batu yang berbentuk pyramid atau bentuk

    memanjang segitiga dan berwarna coklat kemerahan (Steenis 1975). Biji mengkudu berwarna

    hitam, memiliki albumen yang keras dan ruang udara yang tampak jelas (Gambar 9). Bijinya

  • 13

    tetap memiliki daya tumbuh tinggi, walaupun telah disimpan selama 6 bulan. Umur maksimum

    dari tanaman mengkudu adalah sekitar 25 tahun (Djauhariya et al.2006). Klasifikasi mengkudu

    (Tjitrosoepomo, 2000) adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Subkingdom : Tracheobionta

    Super Divisi : Spermatophyta

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Ordo : Rubiales

    Famili : Rubiaceae

    Genus : Morinda

    Spesies : Morinda citrifolia L.

    Gambar 9. Karakter morfologi mengkudu. A) Tanaman mengkudu habitus pohon (sampel berumur ±

    2 tahun). B) Daun mengkudu berbentuk elips, ujung runcing. C) Bunga mengkudu

    berwarna putih, bentuk terompet (tanda panah). D) Buah mengkudu berwarna putih, biji

    berwarna hitam (tanda panah) (koleksi pribadi)

    A B

    C

    B

    D

    B

  • 14

    BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

    1. Taum ( Indigofera tinctoria) sebagai pewarna alam biru tenun pegringsingan keberadaanya

    terancam punah, sehingga perlu domestifikasi. Bagian yang dimanfaatkan sebagai pewarna

    adalah daun – daun dari cabang muda, maka perbanyakan tanaman bisa dilakukan dengan biji

    dan stek.

    2. Kepundung ( Bccaurea racemosa ), populasinya cukup banyak 150 pohon/Ha, meskipun

    tanpa pemeliharaan tumbuh dengan baik di Dusun Bukit, Manggis Karangasem. Cukup

    tersedia untuk 10 tahun kedepan. Semakin tua semakin kuat pewarna yang dihasilkan dari

    babakan/ kelopak batang.

    3. Kemiri ( Aleurites moluccana) populasinya cukup banyak 200 pohon/Ha, meskipun tanpa

    pemeliharaan tumbuh dengan baik di Dusun Bukit, Manggis Karangasem Cukup tersedia

    untuk 10 tahun kedepan.

    4. Mengkudu (Morinda citrifolia L.), populasi tidak ditemukan lagi di Desa Nusa Penida,

    sangat perlu dilakukan penanaman kembali, perbanyakan dilakukan melalui biji untuk

    mendapat perakaran yang kuat. Untuk pembuatan tenun pegringsingan, bahan baku di pasok

    dari Lombok.

    DAFTAR PUSTAKA

    Atmaja, W. G. P. W., 2011, Potensi Pewarna Alam dari Campuran Biji Pinang, Daun Sirih,

    Gambir dengan Mordan KAlSO4 serta Pemanfaatannya dalam Pewarnaan Kayu Albasia

    (Paraserianthes falcataria), Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Bukit

    Jimbaran

    Bogoriani, N. W. dan Bawa Putra, A. A., 2009, Perbandingan Massa Optimum Campuran

    Pewarna Alami pada Kayu Jenis Akasia (Acacia leucopholoea), Jurnal Kimia, 3 (1) :

    21-26

    Bogoriani, N. W. 2010. Ekstraksi zat warna alami campuran biji pinang, daun sirih, gambir dan

    pengaruh penambahan KmnO4 terhadap pewarna kayu jenis Albasi. Jurnal Kimia. 4 (2).

    Juli. P. 125-134. Hasanudin, et al., 2001, Penelitian Penerapan Zat Warna Alam dan Kombinasinya pada produk Batik

    dan Tekstil Kerajinan Yogyakarta, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan

    dan Batik, Yogyakarta

    Kartiwa, Suwati. 2007. Tenun Ikat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

    Kim. H., J.Yang. C. H.Han., S. Thongtem., S. W. Lee. 2011. Pigmen Printing of Natural Dye from Red

    Mangrove Bark on Silk Fabriks materials. Sicience Forum. Vol. 69. P. 279-281.

    Koesworo, 2012. Harganya Puluhan Juta, Kain Tenun Pegringsingan Tetap Diantre. Jurnas com.

    Korn, K.V. 1933. De Dorpsrepubliek Tenganan Pagringsingan Santpoort: Uigeverij C.A. Mees

  • 15

    Kusriniati, D., Setyowati, E., dan Achmad, U., 2008, Pemanfaatan Daun Sengon (Albizia

    falcataria) sebagai Pewarna Kain Sutera Menggunakan Mordan Tawas dengan

    Konsentrasi yang Berbeda, TEKNOBUGA, 1 (1)

    Lestari. K. W., F. Wijiati., Hartono., Sumardi. (2001). Laporan Penelitian Pemanfaatan Tumbuh-

    tumbuhan sebagai zat warna alam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri.

    Kerjasama dengan Batik Yogyakarta.

    Setiawan, A. P., 2003, Potensi Tumbuh-Tumbuhan bagi Penciptaan Ragam Material Finishing

    untuk Interior, Dimensi Interior, 1 : 46-60

    Shigemi, S dan Udiana, N.P., 2012. Eksplorasi Pewarna Alam Indigo Untuk Kain Gringsing.

    Jurnal Kajian Budaya Unud. Vol. 8, No. 15. 71- 82

    Suksmawati, S. 2013. Komodifikasi Gringsing Tenganan dalam Desain Fashion sebagai Upaya

    Pengembangan Industri Budaya. Skripsi. Program Studi Desain Fashion Fakultas Seni

    Rupa dan Desain ISI.

    Steenis, C.G. 1988. Flora. Terjemahan. PT. Pradnya Paramita Jakarta. 493 hal

    Tjitrosoepomo, G., 1993. Taksonomi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Wardah dan Setyowati, 1999. Keanekaragaman Tumbuhan Penghasil Bahan Pewarna Alami di

    Beberapa Daerah di Indonesia. Makalah dalam Seminar Dekranas