borang portofolio obgyn
DESCRIPTION
borangTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kasus mioma uteri sering terjadi di masyarakat. Penelitian Ran Oket-al (2007)
di Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17% kasus mioma uteri dari
4784 kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti. Di Indonesia mioma uteri ditemukan
2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Joedosaputro, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan Karel Tangkudung (1977) di Surabaya angka
kejadian miomauteri adalah sebesar 10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di
Surabaya penelitian yang dilakukan oleh Susilo Raharjo angka kejadian mioma uteri
sebesar 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Yuad,2005).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukanlebih
banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelummenarche. Setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia, mioma
uteri ditemukan 2,39%-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat
(Saifuddin, 1999).
Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan
penderita tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-
50% yang menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan menstruasi yang
berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dannyeri akibat penekanan massa tumor.
Sampai saat ini penyebab pasti miomauteri belum dapat diketahui secara pasti, namun
dari hasil penelitian diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri
distimulasioleh hormon esterogen dan siklus hormonal (Djuwantono, 2004).
1
BAB II
PORTOFOLIO KASUS
Borang Portofolio Kasus Kandungan dan Kebidanan
Topik : Mioma Uteri
Tanggal (kasus) : 20 Mei 2015 Presenter : dr. Andreas Dhymas DMK
Tanggal Presentasi : 31 Agustus 2015 Pendamping dr. I Nyoman Okayasa Sp.OG
Tempat Presentasi : Ruang Perawatan Obsgyn RSD May.Jend. H.M. Ryacudu
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Perempuan, usia 50 thn, nyeri perut, lemas dan keluar darah dari kemaluan.
□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.
Bahan
Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara
Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien :Nama : ny. S, ♀ , 50 thn, BB : 50
kg, TB : 158 cmNo. Registrasi : 14.93.97
Nama Klinik : Obsgyn RSD Ryacudu
LampuraTelp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis : Mioma Uteri/ pasien datang dengan keluahan nyeri perut,
lemas dan keluar darah dari kemaluan.
Riwayat Pengobatan : Pasien pernah berobat di dokter sebelumnya, sudah dilakukan USG
dan didiagnosis mioma uteri
Riwayat Kesehatan/Penyakit: sudah di USG dan didiagnosis mioma uteri pada bulan
Februari
Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan : Petani
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada2
Riwayat Reproduksi : Os sudah menikah
Lain-lain : Hasil pemeriksaan laboratorium, Hb : 5,4 gr/dl, Leukosit : 6.990/uL, trombosit :
417.000/uL, Hematokrit 18%, SGOT/PT 32/28, Ur/Cr 30/0,9, GDS 153mg/dl
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi mioma uteri
2. Penegakan diagnosa mioma uteri
3. Tatalaksana mioma uteri
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
Pasien datang ke IGD RSUD Ryacudu dengan rujukan dari klinik Prima Medika
dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak 2 bulan yang lalu. Darah yang
keluar dirasakan pasien banyak. Pasien mengaku mengganti pampers sehari
lebih dari 6 kali. Pasien merasakan ada nya massa di bagian perut bagian bawah
yang sudah lama. Pasien mengaku riwayat menstruasi ± 7 hari teratur. Pasien
pernah berobat ke dokter dan sudah dilakukan USG dan sudah didiagnosis oleh
dokter spesialis kandungan menderita mioma uteri. Pasien mengaku lemas dan
nyeri perut serta merasakan adanya benjolan di dalam perut. BAB dan BAK
dalam batas normal.
2. Objektif :
Kesan umum :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaram : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 100 / 80 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C (Axilla)
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup
3
Status Generalis
Kepala
Mesocephali, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit
kepala tidak ada kelainan.
Mata
Cekung (-/-), Kelopak mata oedema -/-, konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik
-/-, pupil iskokor kanan dan kiri, refleks cahaya +/+.
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), mukosa faring hiperemis (-), bibir
kering (+), tonsil T1-T1 tenang.
Leher
KGB tidak teraba membesar
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi (-),
subcostal (-), intercostalis (-)
Palpasi : vokal fremitus dextra et sinistra sama
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
4
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : supel, turgor kulit normal, nyeri tekan (+), teraba massa di
regio suprapubic, berukuran ± 7 x 8 cm, hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen
Genitalia
Tampak darah keluar dari vagina.
Anggota gerak
Keempat anggota gerak lengkap sempurna
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- -/-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik - /- - /-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotoni Normotoni
5
PEMERIKSAAN KHUSUS
A. Status Obsteric dan Gynecology
Pemeriksaan Dalam
Tidak terdapat bukaan, nyeri goyang portio (-), pada handscoon didapatkan bercak
darah, keputihan(-).
B. Status Antopometri
Berat Badan : 50 kg
Tinggi badan :158 cm
BMI: BB (kg) / TB2 (m) = 20.08
Kesan : normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 20 Mei 2015
Hematologi Hasil Rujukan
Hemoglobin 5,4 gr/dl 12-16 g/dl
Golongn darah
Rhesus
O
Positif
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
GDS
SGOT
6.990 / ul
417.000 / ul
18 %
153 mg/dl
32 U/L
5000 – 10.000 / ul
150.000 – 400.000/ul
38 – 47 %
100-200 mg/dl
5 - 40 U/L
6
SGPT
Ureum
Creatinin
28 U/L
30 mg/dl
0,9
5 - 41 U/L
15 – 39 U/L
0,6 – 1,1
3. Assesment (penalaran klinis) :
Mioma Uteri
4. Plan :
Rawat inap
IVFD RL 20 gtt makro
Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Injeksi Ketorolax 1 Amp/8 jam
Injeksi Asam Tranexamat 1 Amp/8 jam
Konsultasi dr.SpOG
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau
uterinefibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan
dengan keganasan.
1.2. Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
7
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia
mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang
dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun (kurang
lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang
sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini
dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik
menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau
hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan dan nullipara.
1.3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada
beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu :
1. Umur :
mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas :
lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :
pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
8
4. Fungsi ovarium :
diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
1.4. Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari
penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya
perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi
metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten. Penelitian
terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada
jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa
pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu (12;14)(q15;q24).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
PercobaanLipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain
dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga
terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen
terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulinlike growth factor 1
yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh
estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin
penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan
karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause
sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang
setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
1.5. Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
9
· Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
· Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius.
· Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa
gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu:
Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat
menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi
nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat
disalahartikan dengan kanker serviks.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun
intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan
yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu
memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan
sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
Mioma Uteri Intramural
10
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih
kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya
massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai
mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot
rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim
dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan
halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip
potongan daging ikan.
Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga
tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka
konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras.
Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang
membentukpusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus
fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-
sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat.
Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi,
perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
1.6. Gejala klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural,
submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala
tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenorea,
menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
11
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena
gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat
dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenore.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat
menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema
tungkai dan nyeri panggul.
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan
pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958)
menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan
mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan miomektomi
1.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma
lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
12
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak
teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama
untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan
keluhan pasien
b) Imaging
Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada
abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh kearah kavum uteri pada pasien infertil.
MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
1.8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan adalah :
Tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan
kehamilan.
Mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri.
Mioma intramural harus dibedakan dengan khoriokarsinoma, karsinoma
korporis uteri atau suatu sarkoma uteri.
Tumor solid ovarium.
Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi ke jaringan sekitar yang
menyebabkan pelbagai keluhan samar-samar seperti perasaan sebah, makan
sedikit terasa cepat kenyang, sering kembung, nafsu makan menurun.
Beberapa gejala yang timbul dapat membuat keraguan dalam mendiagnosa
mioma karena memberikan beberapa keluhan yang hampir sama.
13
Kecenderungan untuk melakukan implantasi di daerah perut merupakan ciri
khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan ascites.
Uterus gravid.
Kelainan bawaan rahim.
Adenomiosis uteri
Adenomiosis secara klinis lebih banyak persamaannya dengan mioma
uteri. Adenomiosis lebih sering ditemukan pada multipara dalam masa
premenopause, sedangkan endometriosis terdapat pada wanita yang lebih
muda dan yang umumnya infertil. Menurut kepustakaan frekuensi
adenomiosis berkisar antara 10 – 47 %. Diagnosis untuk adenomiosis yang
akurat sekarang dapat dilakukan dengan tehnik MRI.
Patologi:
Pembesaran uterus pada adenomiosis umumnya difus. Didapat penebalan
dinding uterus, dengan dinding posterior biasanya lebih tebal. Uterus
umumnya berbentuk simetrik dengan konsistensi padat, dan tidak menjadi
lebih besar dari tinju atau uterus gravidus 12 minggu.
Adenomiosis ini sering terdapat bersama-sama dengan mioma uteri.
Walaupun jarang, adenomiosis dapat ditemukan tidak sebagai tumor difus
melainkan sebagai tumor dengan batas yang nyata. Dalam hal ini kelainan
tersebut yang dinamakan endometrioma uteri, sukar dibedakan dari mioma
uteri. Gambaran mikroskopik yang khas pada adenomiosis ialah adanya pulau-
pulau jaringan endometrium di tengah-tengah otot uterus. Pulau-pulau ini
dapat menunjukkan perubahan siklik, akan tetapi umumnya reaksi terhadap
hormon-hormon ovarium tidak begitu sempurna seperti endometrium biasa.
Walaupun demikian dapat ditemukan kista-kista kecil berisi darah tua di
tengah-tengah jaringan adenomiosis. Kadang-kadang kelenjar-kelenjar dari
endometrium menunjukkan hiperlasia kistik, bahkan dapat ditemukan sel-sel
atipik, akan tetapi keganasan sangat jarang terjadi.
Jaringan otot di sekitar pulau-pulau endometrium mengalami
hiperplasia dan hipertrofi dan segala sesuatu memberi gambaran seperti
anyaman dengan bintik hitam di dalamnya, tanpa adanya semacam kapsula
seperti pada mioma. Kehamilan akan menyebabkan endometrium ektopik ini
berubah seperti desidua.
14
Diagnosis :
Diagnosis adenomiosis dapat diduga, apabila pada wanita berumur
sekitar 40 tahun dengan banyak anak, keluhan menoragia dan dismenorea
makin menjadi, dan ditemukan uterus yang membesar simetrik dan
berkonsistensi padat. Akan tetapi diagnosis yang pasti baru bisa dibuat setelah
pemeriksaan uterus pada waktu operasi atau sesudah diangkatnya pada operasi
itu.
Endometriosis.
Adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih
berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-
kelenjar atau stroma, terdapat di dalam miometrium atau pun di luar uterus.
Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut
adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis.
Gambaran Mikroskopis :
Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan ciri – ciri khas bagi
endometriosis, yakni kelenjar – kelenjar dan stroma endometrium, dan
perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin, dan sel – sel
makrofag berisi hemosiderin.Di sekitarnya tampak sel – sel radang dan
jaringan ikat, sebagai reaksi dari jaringan normal di sekelilingnya (jaringan
endometriosis).Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium di
dalam uterus, dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Akan tetapi
besarnya pengaruh tidak selalu sama, dan tergantung dari beberapa faktor,
antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan (apakah jaringan
kelenjar atau jaringan stroma yang lebih banyak), dari reaksi jaringan normal
di sekitarnya, dan sebagainya. Sebagai akibat dari pengaruh hormon – hormon
tersebut, sebagian besar dari sarang – sarang endometriosis berdarah secara
periodik. Perdarahan yang periodik ini menyebabkan reaksi jaringan
sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan
endometriosis. Apabila kehamilannya berakhir, rekasi desidual menghilang
disertai dengan regresi sarang endometriosis, dan dengan membaiknya
keadaan. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan
endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan
15
kehamilan semu (pseudopregnancy). Secara mikroskopik endometriosis
merupakan suatu kelainan yang jinak, akan tetapi kadang – kadang sifatnya
seperti tumor ganas. Antara lain bisa terjadi penyebaran endometriosis ke paru
– paru dan lengan, selain itu bisa terdapat infiltrasi ke bawah kavum Douglasi
ke fasia rektovaginal, ke sigmoid, dan sebagainya.
Gambaran klinis :
Gejala – gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah : nyeri
perut bawah yang rogresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid
(dismenorea), dispareunia, nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu haid,
poli dan hipermenorea, infertilitas.
Patologi :
Gambaran mikroskopis dari endometriosis sangat variabel. Lokasi
yang paling sering terdapat ialah pada ovarium, dan biasanya di sini didapati
pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista – kista biru kecil sampai
kista besar (kadang – kadang sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat
(kista coklat atau endometrioma)
Diagnosis :
Biasanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi. Pada endometriosis yang
ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut
laparotomi, dan sebagainya, biopsi dapat memberi kepastian mengenai
diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberikan
tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada
waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada
rektosigmoid atau kandung kencing. Laparoskopi merupakan pemeriksaan
yang sangat berguna untuk membedakan endometriosis dengan kelainan –
kelainan lain di pelvis.
Perdarahan uterus disfungsional
Yaitu perdarahan bukan haid.Yang dimaksudkan di sini ialah perdarahan yang
terjadi dalam masa antara 2 haid.Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat
dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu ; yang pertama
dinamakan metroragia , yang kedua menometroragia .Metroragia atau
menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau
16
oleh kelainan fungsional.Perdarahan-perdarahan dari uterus selain mioma uteri
dapat disebabkan oleh kelainan pada :
1. Serviks uteri, sepeti polipus servisitis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus
pada porsio uteri, karsinoma servisitis uteri.
2. Korpus uteri, seperti polip endometrium , abortus imminens, abortus
sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa,
koriokarsinoma , subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma
uteri.
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik
dinamakan perdarahan disfungsional.Perdarahan disfungsional dapat terjadi
pada setiap umur antara menarche dan menopause.Tetapi, kelainan ini lebih
sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.Dua
pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur di atas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20
tahun.Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan
disfungsional dalam masa pubertas , akan tetapi karena keadaan ini biasanya
dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit kecuali
perdarahan tersebut disebabkan karena sebab-sebab tertentu seperi mioma.
Tumor solid rongga pelvis non ginekologis.
Miosarkoma.
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.
1.9. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan mioma uteri adalah :
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
o Mioma uteri subserosa.
o Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Perlengketan pasca miomektomi.
17
5. Terjadi ruptur atau robekan pada rahim.
2.0. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma uteri tergantung dari segi umur, paritas, lokasi, dan
ukuran tumor.Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari
semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun,
terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau
keluhan.Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat
adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat
diadakan tindakan segera .
Tindakan-tindakan tersebut terbagi atas :
1. Penangganan konsevatif, bila: mioma yang kecil pada pra dan post
menopause tanpa gejala.
Cara penagganan konservatif sebagai berikut :
o Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3 – 6
bulan.
o Bila anemia, Hb < 8 g % segera transfusi PRC.
o Pemberian zat besi.
o Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan
GnRH agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas pemikiran leiomioma
uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh
estrogen. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada
hari 1 – 3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. GnRHa yang
mengatur reseptor gonadotropin di hipofisis akan mengurangi sekresi
gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma. Efek pengurangan yang
dilakukan obat ini terhadap sekresi gonadotropin akan menciptakan
keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula
diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa
keuntungan : mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan
dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Pemberian GnRHa
18
(buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan
degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam keseluruhannya
menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa dihentikan,
leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen
oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam
konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri
sering mengalami menopause yang terlambat. Karena keinginan
memperoleh anak, maka baru-baru ini progestin dan antipprogestin
dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat
ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin.
o Hormon androgen yang dianggap sebagai hormon laki-laki diberikan
sebagai terapi pengobatan yang dapat menghikangkan gejala mioma.
o Danazol, obat sintetik yang sama dengan testoteron, dapat
menyusutkan myoma, mengurangi ukuran uterus, menghentikan
menstruasi dan memperbaiki anemia. Terdapat efek samping seperti
pertambahan berat badan, dysphoria (depresi), jerawat, sakit kepala,
suara yang berat. Efek samping tersebut membuat banyak wanita
enggan memakai obat ini.
o Pengobatan lain seperti kontrasepsi oral atau progestin dapat
membantu mengontrol perdarahan menstruasi tapi tidak dapat
mengurangi ukuran myoma. NSAID, yang bukan pengobatan
hormonal, efektif untuk perdarahan vagina yang berat yang tidak
berhubungan dengan myoma.
2. Penangganan operatif : dengan melakukan tindakan operasi terhadap pasien.
Berikut beberapa cara penangganan operatif :
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja
tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dikerjakan misalnya
pada mioma submukosum pada miom geburt dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma
subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor
bertangkai karena jelas dan mudah dijepit serta diikat. Apabila
19
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak
atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas,
kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30 – 50 %. Sejauh
ini tindakan ini tampaknya aman, efektif dan masih menjadi
pilihan terbaik. Miomektomi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadi carcinoma endometrium atau sarkoma
uterus, juga dihindari pada masa kehamilan.
Miomektomi dilakukan bila :
o Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12
– 14 minggu.
o Pertumbuhan tumor cepat.
o Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
o Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan
berikutnya.
o Hipermenorea pada mioma submukosa.
o Penekanan pada organ sekitarnya.
Miomektomi selama kehamilan
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat
mioma dalam kehamilan.Demikian pula tidak dilakukan abortus
provokatus. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma, biasanya
sikap konservatif dengan istirahat baring dan pengawasan yang ketat
memberi hasil yang cukup memuaskan.Antibiotika tidak banyak
gunanya karena proses peradangannya bersifat suci hama.Akan tetapi,
apabila dianggap perlu , dapat dilakukan laparotomi percobaan dan
tindakan selanjutnya disesuaikan dengan apa yang ditemukan waktu
perut dibuka.
Miomektomi selama kehamilan harus dibatasi pada mioma
yang jelas memiliki tangkai dan dapat djepit dan diikat dengan mudah
(Burton dkk, 1989).Mioma jangan dipotong dari uterus selama
kehamilan atau saat pelahiran, karena dapat terjadi perdarahan deras
dan kadang – kadang , terpaksa dilakukan histerektomi.Walaupun
20
Glavind dkk (1990) berkeras bahwa pendekatan agresif tidak akan
meningkatkan kematian janin dibandingkan dengan tindakan non
bedah, tetapi hal ini masih perlu dibuktikan.Biasanya mioma
mengalami involusi nyata setelah pelahiran ; karena itu , miomektomi
harus ditunda sampai terjadi involusi. Apabila mioma menghalang-
halangi lahirnya janin , harus dilakukan secsio sesarea segera.
Miomektomi Sebelum Kehamilan
Pengangkatan suatu leiomioma intramural sangat berbahaya
bagi kehamilan berikutnya.Setelah miomektomi , terjadi peningkatan
bermakna risiko ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.Selain itu,
ruptur dapat terjadi pada awal kehamilan dan jauh sebelum persalinan
(Golan dkk, 1990).Apabila miomektomi menyebabkan defek yang
mengenai atau dekat dengan endometrium, kehamilan berikutnya perlu
diakhiri sebelum terjadi persalinan aktif.Baru – baru ini dilakukan
embolisasi arteri pada mioma uteri wanita tidak hamil (Katsumori dkk
1999).Hasil dan penyulit pada kehamilan setelah tindakan ini tidak
diketahui.
Miomektomi Setelah Kehamilan
Dalam masa nifas mioma dibiarkan kecuali apabila timbul
gejala-gejala akut yang membahayakan.Pengangkatannya dilakukan
secepat-cepatnya setelah 3 bulan ; akan tetapi pada saat itu mioma
kadang-kadang sudah demikian mengecil sehingga tidak memerlukan
pembedahan.
Laparoskopik
Satu atau beberapa myoma diangkat menggunakan
tehnik laparaskopi atau endoskopi. Laparaskopi dilakukan
dengan membuat insisi kecil pada dinding abdomen dan
memasukkan laparaskop ke dalamnya. Keuntungannya adalah
pasien tidak perlu rawat inap dan penyembuhannya lebih cepat
21
daripada laparatomi. Kerugiaannya adalah dibutuhkan waktu
yang lama untuk mengangkat myoma yang besar dari abdomen.
Tampilan dari laparoskopik pelvis yang menunjukkan
adanya mioma uteri
Penghancuran mioma
22
Yaitu dengan menghambat suplai darah mioma :
miolisis yaitu dengan laparaskop, laser fiber / alat elektrik
diletakkan pada fibroma, kemudian pembuluh darah yang
memberi makan mioma dibekukan atau digumpalkan, sehingga
jaringan myoma yang akan mati dan berangsur-angsur
digantikan dengan jaringan parut. Ini lebih mudah dilakukan
daripada myomektomi dan penyembuhannya lebih cepat.
Uterine Artery Embolization (UAE)
Arteri uterina diinjeksi dengan butiran polyvinyl
alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran
darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Penting untuk
diketahui, setelah dilakukan UAE, kehamilan tidak
diperkenankan karena terjadi distorsi signifikan dari lapisan
uterus yang dapat menyebabkan implantasi abnormal dan
keguguran serta infertilitas dalam waktu yang lama. Nyeri
setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan myoma.
Keuntungannya adalah tidak ada insisi dan waktu
penyembuhannya yang cepat.
Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi
kelangsungan fertilitas.Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan
masih menjadi pilihan terbaik.Enukleasi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadi karsinoma
endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa
kehamilan.Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan
diikat.Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus
atau sangat berdekatan dengan endometrium , kehamilan
berikutnya harus dilahirkan dengan sectio caesarea.
Kriteria preopersi menurut American College of Obstericians
Gynecologist (ACOG) adalah sebagai berikut :
23
Kegagalan untuk hamil atau keguguran
berulang.
Terdapat leiomioma dalam ukuran yang
kecil dan berbatas tegas.
Apabila tidak ditemukan alasan yang
jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang.
Histerektomi
Perlu disadari bahwa 25 – 35% dari penderita mioma
masih memerlukan histerektomi.Histerektomi adalah
pengangkatan uterus , yang umunya merupakan tindakan
terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau
per vaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus
harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlekatan
dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah
prosedur pembedahan. Histerektomi total umunya dilakukan
dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma sevisis
uteri.Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila
terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya.
Histerektomi dilakukan bila pasien tidak menginginkan
anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang
simptomatik atau yang sudah bergejala.Kriteria ACOG untuk
histerektomi adalah sebagai berikut :
a) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau
yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
b) Perdarahan uterus berlebihan :
Perdarahan yang banyak bergumpal – gumpal atau
terjadi berulang – ulang selama lebih dari 8 hari.
Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
c) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
Nyeri hebat dan akut.
24
Rasa tertekan pada punggung bawah atau perut bagian
bawah yang kronis.
Penekanan buli – buli dan frekuensi urine yang berulang
– ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
Penangganan Radioterapi
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi
(bad risk patient).
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi
sehingga penderita mengalami menopause.Karena itu
tindakan ini tidak dilakukan pada wanita muda.
Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau
terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif.
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
Bukan jenis submukosa.
Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak
ada keganasan pada uterus.
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada
rektum.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan
BAB IV
ANALISA KASUS
Bagaimana mendiagnosa Mioma Uteri?
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, diagnosa pasien ini adalah Mioma Uteri.
25
Anamnesa
Pasien datang ke IGD RSUD Ryacudu dengan rujukan dari klinik Prima
Medika dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak 2 bulan yang lalu. Darah yang
keluar dirasakan pasien banyak. Pasien mengaku mengganti pampers sehari lebih dari
6 kali. Pasien merasakan ada nya massa di bagian perut bagian bawah yang sudah
lama. Pasien mengaku riwayat menstruasi ± 7 hari teratur. Pasien pernah berobat ke
dokter dan sudah dilakukan USG dan sudah didiagnosis oleh dokter spesialis
kandungan menderita mioma uteri. Pasien mengaku lemas dan nyeri perut serta
merasakan adanya benjolan di dalam perut. BAB dan BAK dalam batas normal.
Keluhan pasien sesuai dengan teori bahwa mioma uteri menyebabkan
perdarahan pervaginam yang banyak pada pasien hingga mengganti pampers lebih
dari 6 kali sehingga menyebabkan anemia dimana gejala anemia yaitu lemas. Pasien
juga merasakan adanya massa di bagian perut bagian bawah dan terasa nyeri.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien yang lemas dan terlihat
pucat. Pemeriksaan conjungtiva didapatkan conjungtiva anemis dan pada pemeriksaan
abdomen didapatkan adanya massa di regio suprapubic dan dirasakan nyeri tekan,
massa berukuran ±7x8 cm. Pada pemeriksaan dalam didapatkan tidak adanya
pembukaan dan tidak nyeri goyang porsio.
Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa mioma uteri pada pemeriksaan fisik,
sering menyebabkan komplikasi berupa anemia yang diakibatkan adnya darah yang
mengalir pervaginam dalam jumlah yang banyak. Adanya perabaan massa di
abdomen yang mengarahkan ke arah mioma uteri.
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap :
Hb : 5,4 gr/dl
Leukosit : 6.990/uL
Trombosit : 417.000/uL
Hematokrit : 18%
26
USG Abdomen
Dari hasil laboratorium pasien diatas ditemukan tanda anemia dimana Hb
pasien hanya 5,4 mg/dl. Sedangkan dari pemeriksaan penunjang berupa USG
abdomen didapatan adanya massa.
Bagaimana penatalaksanaan dari mioma uteri?
Penatalaksanaan mioma uteri di bagi menjadi 2 yaitu penanganan konservatif
dan operatif. Penatalaksanaan mioma uteri tergantung kondisi pasien dan gejala dari
mioma uteri itu sendri.
Pada pasien ini diberikan penanganan konservatif yaitu dengan pemberian
tranfusi darah PRC sebanyak 5 kolf di karenakan HB pasien <8 mg/dl. Antibiotic
spectrum luas yaitu Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam dan anti analgesik yaitu Injeksi
Ketorolax 1 Amp/8 jam dan Injeksi Asam Tranexamat 1 Amp/8 jam untuk penghenti
perdarahan. Setelah Hb > 10 mg/dl maka akan dilakukan Histerectomy total.
27
BAB V
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari isi laporan – laporan yang ada. Yaitu :
1. Sampai saat ini penyebab pasti mioma uteri belum diketahui.
2. Mioma uteri sangat erat hubungannya dengan infertilitas dari seorang
wanita.
28
3. Mioma uteri sering tidak memberikan gejala klinik yang bermakna,
karena itu tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan.
4. Mioma uteri sering ditemukan pada masa reproduksi akhir dan sekitar
masa menopause.
5. Faktor predisposisi terjadinya mioma uteri adalah : umur, paritas, ras,
genetik, fungsi ovarium.
6. Pertumbuhan mioma selama kehamilan tidak dapat diperkirakan.
7. Implantasi plasenta yang menutupi atau berkontak dengan mioma
meningkatkan kemungkinan solusio plasenta, abortus, persalinan
preterm, dan perdarahan pasca partum.
8. Mioma multipel meningkatkan insiden malposisi janin dan persalinan
preterm.
9. Degenerasi mioma mungkin menimbulkan gambaran sonografik khas.
10. Insiden sectio sesarea dapat meningkat (Vergani dkk, 1994).
11. Lakukan pengobatan secara konservatif dan operatif bila mioma
tersebut menimbulkan gejala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Joedosepoetra MS, Tumor jinak pada alat genital. Dalam : Wiknjosastro H.,
Syaifuddin A.B., Rachimhadhi, editors. Ilmu Kandungan. Edisi ke – 2
Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka; 2005: 338 – 45.
2. Cunningham F.Gary, F Gant Norman, J Leveno Kenneth, C Gilstrap III
Larry,C Hauth John,D Wenstrom Katharine: Obstetri Williams. Edisi ke-21
29
Vol 2: Tentang Kelainan Saluran Reproduksi. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006: 1031-1035
3. Karim A, Murah Manoe IMS. Miooma Uteri. Dalam: Djuanna AA, et al,
editors. Pedoman diagnosis dan terapi. Edisi Pertama. Ujung Pandang; Bagian
SMF Obstetri dan Ginekologi FKUH RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo; 1999:
282 – 297.
4. Manuaba IBG. Tumor jinak rahim. Dalam: Setiawan, Manuaba IBG, editors.
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Jakarta;
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998: 409 – 412.
5. Manuaba IBG. Mioma Uteri. Dalam : Manuaba IBG, editor. Kapita selekta
penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan KB. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998: 600 – 603.
6. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Mioma
uterus. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta;
POGIU; 1991: 21 – 22.
30