business ethic

4
Rencana pembangunan pabrik dan kegiatan penambangan oleh PT Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah telah mendapatkan izin dari Gubernur Bibit Waluyo dengan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 660.1/17 Tahun 2012. Terbitnya Surat Keputusan Gubernur itu menimbulkan masalah karena mengizinkan adanya penambangan batu kapur, tanah liat, pembangunan pabrik, jalan produksi, dan jalan tambang di pegunungan Kendeng Utara, khususnya di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih. Pegunungan Kendeng Utara dikenal sebagai kawasan karst yang aquifer airnya masih berjalan dengan baik, serta sumber air ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Penolakan pembangunan pabrik dan kegiatan pertambangan di pegunungan Kendeng oleh masyarakat sekitar didasarkan pada dampak negatif pertambangan yang akan diterima oleh masyarakat terhadap pertanian dan peternakan yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat di daerah tersebut. Berdasarkan penelitian Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Tengah pada 1998 tentang air bawah tanah Gunung Watuputih memiliki beberapa sumber mata air abadi diantaranya mata air Sumber Semen, mata air Brubulan, mata air Sumber Kajar, dan mata air Sumberan dan beberapa mata air musiman, yang jika dijumlahkan ada sekitar 109 mata air. Selain mata air, terdapat 49 goa, 4 sungai, 4 sungai bawah tanah, dan fosil-fosil Watuputih yang terancam akan rusak dengan adanya kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia. PT Semen Indonesia sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki reputasi yang sangat baik tentu saja sudah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam proyek pembangunan

Upload: albert-kristian

Post on 12-Nov-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

etika bisnis

TRANSCRIPT

Rencana pembangunan pabrik dan kegiatan penambangan oleh PT Semen Indonesia di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah telah mendapatkan izin dari Gubernur Bibit Waluyo dengan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 660.1/17 Tahun 2012. Terbitnya Surat Keputusan Gubernur itu menimbulkan masalah karena mengizinkan adanya penambangan batu kapur, tanah liat, pembangunan pabrik, jalan produksi, dan jalan tambang di pegunungan Kendeng Utara, khususnya di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih. Pegunungan Kendeng Utara dikenal sebagai kawasan karst yang aquifer airnya masih berjalan dengan baik, serta sumber air ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan hidup sehari-hari.Penolakan pembangunan pabrik dan kegiatan pertambangan di pegunungan Kendeng oleh masyarakat sekitar didasarkan pada dampak negatif pertambangan yang akan diterima oleh masyarakat terhadap pertanian dan peternakan yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat di daerah tersebut. Berdasarkan penelitian Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Tengah pada 1998 tentang air bawah tanah Gunung Watuputih memiliki beberapa sumber mata air abadi diantaranya mata air Sumber Semen, mata air Brubulan, mata air Sumber Kajar, dan mata air Sumberan dan beberapa mata air musiman, yang jika dijumlahkan ada sekitar 109 mata air. Selain mata air, terdapat 49 goa, 4 sungai, 4 sungai bawah tanah, dan fosil-fosil Watuputih yang terancam akan rusak dengan adanya kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia. PT Semen Indonesia sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki reputasi yang sangat baik tentu saja sudah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam proyek pembangunan pabrik di Rembang. AMDAL yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia dinilai tidak sesuai dengan situasi dan fakta di lapangan. Menurut UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air jo Keppres No.26/2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah, kegiatan pertambangan di kawasan konservasi, yaitu di kawasan Cekungan Air Tanah Watuputih dan kawasan karst tidak boleh dilakukan. Berdasarkan RTRW Kabupaten Rembang kawasan Cekungan Air Putih Watuputih di Kecamatan Gunem merupakan kawasan lindung geologi, sehingga sangat aneh jika diperbolehkan adanya kegiatan penambangan di kawasan tersebut. Selain itu, penyusunan dokumen AMDAL PT Semen Indonesia tidak melibatkan masyarakat sekitar, padahal menurut salah satu pakar lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) partisipasi warga dalam penyusunan AMDAL adalah syarat mutlak yang tidak boleh diabaikan. Penolakan pembangunan pabrik semen tersebut dilakukan penduduk dengan cara melakukan demonstrasi di lokasi sekitar pabrik semen. Demonstrasi yang dilakukan warga memicu terjadinya konflik antara warga yang menolak dibangunnya pabrik semen dengan petugas kepolisian yang mengarah kepada kriminalisasi warga misalnya, beberapa warga desa ditangkap oleh aparat kepolisian Polres Rembang pada saat melakukan aksi demonstrasi. Warga desa juga terbelah menjadi dua kubu, yaitu warga yang menolak dibangunnya pabrik semen dan yang mendukung dibangunnya pabrik semen di kawasan tersebut. Sebagian masyarakat Rembang didampingi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melayangkan gugatan terhadap Gubernur Jawa Tengah terkait izin pendirian pabrik semen di Rembang. Mereka meminta agar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah tentang izin lingkungan kegiatan penambangan bagi PT Semen Indonesia di Rembang, karena SK Gubernur Jawa Tengah No 660.1/17/2012 dinilai bertentangan dengan sejumlah undang-undang. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan menolak secara keseluruhan gugatan WALHI dan masyarakat Rembang karena gugatan yang diajukan sudah melewati batas waktu atau kadaluwarsa. Berdasarkan peraturan yang ada, gugatan memiliki waktu 90 hari sejak kepentingan mereka terganggu atas perkara yang digugat tersebut. Izin lingkungan sudah keluar pada 22 Juni 2013, sementara pihak penggugat yaitu WALHI dan masyarakat Rembang baru melayangkan gugatannya ke PTUN Semarang pada 1 September 2014. Menurut Undang-Undang, hal itu sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan dan dinyatakan telah kadaluwarsa. Kelestarian sumber mata air yang menjadi masalah utama pada proyek pembangunan pabrik PT Semen Indonesia merupakan hak untuk generasi yang akan datang. Generasi akan datang memiliki hak untuk menikmati sumber daya alam yang ada, maka PT Semen Indonesia seharusnya harus mempertimbangkan kondisi Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang menjadi sumber daya alam yang diperkirakan akan hilang jika kegiatan penambangan dilakukan secara terus menerus. Jika dilihat dari sudut pandang keadilan maka sebaiknya seluruh umat manusia yang hidup di zaman sekarang memiliki kewajiban untuk tetap menjaga kondisi alam dan lingkungan sehingga generasi yang akan datang tetap dapat merasakan sumber daya yang sudah dinikmati oleh masyarakat saat ini, serta terus menjaga agar kondisi lingkungan tetap produktif. Konsep untuk menciptakan kehidupan yang berkesinambungan tidak hanya ditafsirkan dari sudut pandang lingkungan. Kegiatan penambangan PT Semen Indonesia dapat mengancam aktivitas ekonomi masyarakat sekitar. Mayoritas masyarakat di sekitar lokasi pertambangan bermata pencaharian sebagai petani dan peternak, jika mereka kehilangan sumber mata air maka akan berpengaruh pada lahan pertanian dan hewan ternak yang akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan warga sebagai petani dan peternak. Pada kasus pembangunan pabrik dan penambangan yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia, pemerintah yang seharusnya berperan sebagai regulator terkesan kurang teliti karena memberikan izin pertambangan pada lokasi yang seharusnya tidak boleh dilakukan kegiatan penambangan. Penolakan gugatan yang dilakukan oleh WALHI dan masyarakat Rembang oleh PTUN Semarang seharusnya mendorong pemerintah untuk segera melakukan second line enforcement, berupa pengawasan langsung terhadap PT Semen Indonesia, karena Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Rembang absen dalam menjalankan fungsinya menjaga ekosistem. Jika terbukti bersalah maka PT Semen Indonesia harus diberikan sanksi administratif dan pencabutan izin kegiatan penambangan.