case anesss before

23
3. LARINGEAL MASK AIRWAY Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya pengendalian jalan nafas dan refleks-refleks proteksi jalan nafas. LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring ( 2 ) Dibawah ini tabel 2 keuntungan dan kerugian pemakaian LMA jika dibandingkan dengan ventilasi facemask atau intubasi ET ( 3 ) : 3.1. Desain dan Fungsi Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam Tabel 2. Keuntungan dan kerugian LMA dibandingkan dengan ventilasi facemask

Upload: fiorenditahadi

Post on 19-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: Case Anesss BEFORE

3. LARINGEAL MASK AIRWAY

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya

pengendalian jalan nafas dan refleks-refleks proteksi jalan nafas. LMA telah digunakan secara

luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di insersi secara

blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk

laring ( 2 )

Dibawah ini tabel 2 keuntungan dan kerugian pemakaian LMA jika dibandingkan dengan

ventilasi facemask atau intubasi ET ( 3 ) :

3.1. Desain dan Fungsi

Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk

memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan

memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini

tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar ( 1 ). Gambar 1

Gambar 1. Berbagai macam ukuran LMA

Tabel 2. Keuntungan dan kerugian LMA dibandingkan dengan ventilasi facemask

atau intubasi trachea

Page 2: Case Anesss BEFORE

Dibawah ini tabel 3 dengan berbagai ukuran LMA dengan volume cuff yang berbeda yang

tersedia untuk pasien-pasien ukuran berbeda ( 3 )

Tabel 3. Berbagai ukuran LMA dengan volume cuff yang berbeda yang tersedia untuk pasien-pasien

ukuran berbeda

Page 3: Case Anesss BEFORE

3.2. Macam-macam LMA

LMA dapat dibagi menjadi 3 ( 4 ) :

1. Classic LMA : Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management

yang dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi

facemask maupun intubasi ET

2. Fastrach LMA : LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung

( diameter internal 13 mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff,

dan suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA

Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang pengangkat epiglottic ( 4 )

3. Proseal LMA : LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan

keuntungan lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif.

Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan rendahnya

tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara saluran

pernafasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube yang dapat

mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk

dekompresi lambung ( 4

4. Flexible LMA : Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway

tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang

memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan

pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT.

Page 4: Case Anesss BEFORE

)

3.2.2. LMA Fastrach ( Intubating LMA )

Page 5: Case Anesss BEFORE

Gambar 2. Intubating LMA ( 1 )

3.2.3. LMA Proseal

Gambar 3. Proseal LMA ( 1 )

Page 6: Case Anesss BEFORE

Pada suatu penelitian, ProSeal LMA juga dapat digunakan dalam jangka waktu panjang

( 40 jam ) tanpa menyebabkan tekanan yang berlebihan dan kerusakan mukosa hypopharing.

Laporan terakhir, satu kasus injury nervus lingual telah dilaporkan saat pemakaian ProSeal LMA ( 6 ). Sementara juga dilaporkan terjadi hypoglossal palsies oleh karena pemakaian clasic LMA ( 6,7 ). Meskipun begitu komplikasi tadi sangat jarang terjadi, frekwensi injury pada nervus

cranialis dapat dikurangi dengan cara menghindari trauma saat dilakukan insersi, menggunakan

ukuran yang sesuai dan meminimalisir volume cuff ( 6 ). Disarankan untuk membatasi tekanan

jalan nafas kurang dari 20 cmH2O selama inflasi paru dan untuk menggunakan volume tidal

yang kecil ( 6 – 10 ml/kgBB ).

Ketika ProSeal LMA digunakan untuk periode memanjang, fungsi respirasi harus

dimonitor secara ketat dan tekanan intracuff harus diperiksa secara periodik dan dipertahankan

lebih rendah dari 60 cmH2O. Akhirnya resiko terjadinya inflasi lambung harus secara aktif

disingkirkan dengan mendengarkan daerah leher dan abdomen dengan menggunakan stetoskop ( 8

)

Page 7: Case Anesss BEFORE

3.2.4. Flexible LMA

Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube terdapat

gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan posisi

proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada

pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang

baik terhadap laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk

pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomy. Airway tube fLMA lebih

panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work of breathing. Ukuran

fLMA : 2 – 5. Insersi fLMA dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airway tube. Mask

dapat ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah ke belakang. Harga

fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk digunakan 40 kali.

4. TEHNIK ANESTESI LMA

4.1. Indikasi ( 4 ) :

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management.

LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.

b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan.

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

4.2. Kontraindikasi ( 4 ) :

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada emergency adalah

pengecualian ).

b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal yang

bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi

tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanan inspirasi puncak harus dijaga

kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan

lambung.

c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.

Page 8: Case Anesss BEFORE

d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu

terjadinya laryngospasme.

4.3. Efek Samping ( 4 ) :

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi 10

% dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama adalah

aspirasi.

4.4. Tehnik Induksi dan Insersi

Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih besar.

Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan selama pergerakan

insersi cLMA dimana jika kurang dalam sering membuat posisi mask yang tidak sempurna ( 5 )

Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak ber respon dengan mandibula yang

relaksasi dan tidak ber-respon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi cLMA tidak

membutuhkan pelumpuh otot.

Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian pelumpuh otot. Meskipun

pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, dan pemakaian pelumpuh otot akan

mengurangi trauma oleh karena reflex proteksi yang di tumpulkan, atau mungkin malah akan

meningkatkan trauma yang berhubungan dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver

jaw thrust tidak dilakukan ( 9 )

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat menekan

refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya gerakan.

Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding pharing

akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah

insersi LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar propofol yang berpengaruh

pada tonus simpatis jantung ( 9 )

Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian induksi thiopental

yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan anestesi atau dengan penambahan anestesi

Page 9: Case Anesss BEFORE

lokal bersifat topikal ke oropharing. Untuk memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat

diberikan opioid beronset cepat ( seperti fentanyl atau alfentanyl ). Jika diperlukan, cLMA dapat

di insersi dibawah anestesi topikal.

Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy ( Sniffing Position )

dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff

cLMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan

lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan insersi.

Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih menyukai

insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik ini akan menurunkan resiko terjadinya

nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa pharing ( 9 )

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu tangan men-

stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain memegang cLMA. Tindakan ini

terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi

ringan pada tulang belakang leher bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil pada

perbatasan mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya makanan.

Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior sepanjang palatum durum kemudian

dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari jalan nafas. Saat cLMA ”berhenti” selama

insersi, ujungnya telah mencapai cricopharyngeus ( sfingter esofagus bagian atas ) dan harusnya

sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut

untuk meyakinkan ”titik akhir” ter-identifikasi ( 5 )

Gambar 4. Insersi LMA ( 1 )

Page 10: Case Anesss BEFORE

Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan. Lima tes sederhana

dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA ( 5 ):

1. ”End point” yang jelas dirasakan selama insersi.

2. Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di inflasi.

4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.

5. Cuff cLMA tidak tampak dimulut.

Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung dari pembuat LMA

yang bervariasi sesuai dengan ukuran cLMA. Penting untuk dicatat bahwa volume yang

direkomendasikan adalah volume yang maksimum.Biasanya tidak lebih dari setengah volume ini

yang dibutuhkan. Volume ini dibutuhkan untuk mencapai sekat bertekanan rendah dengan jalan

nafas. Tekanan didalam cuff tidak boleh melebihi 60 cmH2O. Inflasi yang berlebihan akan

meningkatkan resiko komplikasi pharyngolaryngeal, termasuk cedera syaraf ( glossopharyngeal,

hypoglossal, lingual dan laryngeal recuren ) dan biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas ( 5 )

Setelah cLMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat perbedaan kecil

terhadap posisi cLMA dan dapat menyebabkan perubahan pada tekanan intra cuff dan sekat jalan

Page 11: Case Anesss BEFORE

nafas. N2O jika digunakan akan berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff

sama dengan tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan

didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff yang berlebihan dapat

dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten pada pilot ballon ( 5 )

Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging dengan

lembut. Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat bertekanan rendah sekitar laryng dan

tekanan jalan nafas diatas sekat ini akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan nafas.

Dengan lembut, ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa adanya suara

ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi oksigen harus stabil.

Jika kantung reservoir tidak terisi ulang kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan adanya

kebocoran yang besar atau obstruksi jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi terjadi maka

cLMA harus dipindahkan dan di insersi ulang.

Pemakaian LMA sendiri dapat juga menimbulkan obstruksi ( 10 ). Untuk itu diperlukan

suatu algoritme untuk memfasilitasi diagnosis dan penatalaksanaan obstruksi jalan nafas dengan

LMA :

Gambar 5. Algoritma LMA

Page 12: Case Anesss BEFORE

cLMA harus diamankan dengan pita perekat untuk mencegah terjadinya migrasi keluar.

Saat dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan berat sirkuit tadi tidak menarik cLMA yang

dapat menyebabkan pergeseran.

Sebelum LMA difiksasi dengan plaster, sangat penting mengecek dengan capnograf,

auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa cuf telah pada posisi yang tepat dan tidak

menimbulkan obstruksi dari kesalahan tempat menurun pada epiglotis. Karena keterbatasan

kemampuan LMA untuk menutupi laring dan penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan

dengan beberapa kondisi dengan peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor

predisposisi, resiko regurgitasi faring rendah.

4.5. Maintenance ( Pemeliharaan )

Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang dewasa sedang

dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O. Tekanan diatas 20 cmH2O

harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan kebocoran gas dari cLMA tetapi juga melebihi

tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan jalan nafas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut,

tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan lambung yang akan

meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi ( 5 )

Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang lama

kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses ke jalan

nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea. Untungnya ventilasi kendali

pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana anak-anak secara umum mempunyai paru-paru

dengan compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum sedikit lebih

tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.

Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang bebas

dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika anestesi kurang

dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus tampak dan di monitoring

dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-

kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk melepas

Page 13: Case Anesss BEFORE

jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian posisi telah dilakukan, sambungkan kembali

ke sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan nafas ( 5 )

4.6. Tehnik Extubasi

Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan mampu

untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas telah normal pulih

kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak diperlukan dan malah dapat

men-stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme. Saat pasien dapat

membuka mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini

dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat cLMA ditarik jika pasien tidak dapat

menelan sekret tersebut. Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika

cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA ditarik dalam kondisi

masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia. Jika ditarik dalam

keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya laryngospasme ( 5 )

4.7. Komplikasi Pemakaian LMA

cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena regurgitasi isi

lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada pasien-pasien yang punya

resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus

simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese.

Pada penelitian Turan et all, LMA dibandingkan dengan beberapa alat yang juga

digunakan untuk menjaga patensi jalan nafas ( laryngeal tube dan perilaryngeal airway ) dan

dihasilkan ( Tabel 4 )

Tabel 4. Perbandingan efek samping antaraLMA, LT, PLA

Page 14: Case Anesss BEFORE

Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 % 13 dimana insidensi

ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu antara 21,4 % - 30 % ( Wakeling et al ),

28,5 % ( Dingley et al ) dan sampai 42 % ( 10 )

Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan nafas yang lebih

kecil dibandingkan dengan ET ( 10). Namun clasic LMA mempunyai kerugian. LMA jenis ini

hanya menyediakan sekat tekanan rendah ( rata-rata 18 – 20 cmH2O ) ( 11,12 ), sehingga jika

dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada

jalan nafas akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung ( 11 ).

Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak memberikan perlindungan pada kasus regurgitasi isi

lambung. Proseal LMA berhubungan dengan kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET

selama situasi emergensi pembiusan ( 12,13 )

ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama ventilasi

kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 % dibandingkan clasic LMA

sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi kebocoran dari jalan nafas ( 10 ). Sebagai

tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi lambung dan dapat menjadi

rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi ( 10 )

Kesimpulan :

Page 15: Case Anesss BEFORE

1. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan

nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat

diamankan.

2. Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk

memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan

memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif

3. LMA dapat dibagi menjadi 3 : Clasic LMA, Fastrach LMA, Proseal LMA, Flexible

LMA dengan spesifikasinya masing-masing.

4. Pemasangan LMA tetap membutuhkan pemilihan kasus yang selektif. Dengan

memperhatikan indikasi dan kontraindikasi.

5. Untuk insersi LMA membutuhkan kedalaman anestesi yang adekuat

6. Diperlukan suatu optimalisasi dalam hal ketepatan penempatan.

7. Digunakan ventilasi bertekanan rendah setelah dilakukan insersi dan pasien dapat di

ektubasi dalam keadaan sadar penuh.

- o O o -

Page 16: Case Anesss BEFORE

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas J Gal. Airway Management in Miller’s Anesthesia, Chapter 42, . Elsivier : 2005 :

page 1617.

2. Verghese C, Brimacombe JR. Survey of Laryngeal mask airway usage in 11910 patients :

safety and efficacy for conventional and nonconventional usage. Anesth Analg 1996 ; 82 :

129 – 133

3. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-Hill Companies.

2006 : 98.

4. Peter F Dunn. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital.

Lippincot Williams & Wilkins. 2007 : 213 -217

5. Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update in Anaesthesia : 32 -

42

6. Cook TM, Lee G, Nolan JP. The ProSeal laryngeal mask airway ; a review of the

literature. Can j Anesth 2005 ; 52 : 739 – 760

7. Brimacombe J, Clarke G, Keller C. Lingual nerve injury associated with the ProSeal

laryngeal mask airway : a case report and review of the literature. Br J Anaesth 2005 ;

95 : 420 – 423

8. Brimacombe J, Keller C, Kurian S, Myles J. Reliability of epigastric auscultation to

detect gastric insufflation. Br J Anaesth 2002 ; 88 ( 1 ) : 127 – 129

9. Turan et al. Comparison of the laryngeal mask ( LMA ) and laryngeal tube ( LT ) with the

new perilaryngeal airway ( CobraPLA ) in short surgical procedures. EJA 2006 ; 23 :

234 – 238

10. Brimacombe J. The advantage of the LMA over the tracheal tube or face mask : a meta

analysis. Can J Anaest 1995 ; 42 : 1017 – 1023

11. Devitt JH, Wenstone R, Noel AG, O’Donnell MP. The laryngeal mask airway and

positive-pressure ventilation. Anesthesiology 1994 ; 80 : 550 – 555

12. El-Ganzouri A, Avramov MN, Budac S, Moric M, Tuman KJ. Proseal laryngeal mask

airway versus endotracheal tube : ease of insertion, hemodynamic response and

emergence characteristic. Anesthesiology 2003 ; 99 : A571

Page 17: Case Anesss BEFORE

13. Laxton CH, Kipling R. Lingual nerve paralysis following the use of the laryngeal mask

airway. Anaesthesia 1996 ; 51 ( 9 ) : 869 – 870