case dr.hot disentri
DESCRIPTION
disentri referatTRANSCRIPT
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS II
Nama Mahasiswa : Audra Firthi Dea Pembimbing : dr.Hot SH, SpA
NIM : 030.08.046 Tanda tangan:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 22 bulan Suku Bangsa : Jawa
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 31 Juli 2011 Agama : Islam
Alamat : Jl. Pondok kelapa no.3 RT 09/12
kel. Pondok kelapa kec. Duren sawit
Pendidikan : Belum sekolah
Orang tua / Wali
Ayah : Ibu :
Nama : Tn.A Nama : Ny. M
Umur : 29 th Umur : 25 th
Alamat : Jl. Pondok kelapa no.3 Alamat : Jl. Pondok kelapa no.3
RT 09/12 kel. Pondok kelapa RT9/12 kel. Pd. Kelapa
kec. Duren sawit kec. Duren sawit
Pekerjaan : Supir Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : Rp 2.000.000 / bulan Penghasilan : -
Suku bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu kandung pasien
Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 612
Tanggal / waktu : 22 April 2013 pk. 08.00 WIB
Tanggal masuk : 21 April 2013
1
B. KELUHAN UTAMA
BAB mencret disertai gumpalan darah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit
C. KELUHAN TAMBAHAN
Muntah dan demam
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dibawa oleh orang tuanya karena BAB
mencret disertai dengan gumpalan darah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, BAB
frekuensinya 4x selama 8 jam tersebut, dengan banyak kurang lebih ½ gelas aqua setiap
satu kali mencret, BAB disertai lendir dan sedikit ampas, konsistensinya lebih banyak
cair daripada ampas, warnanya coklat kemerahan, tidak berbusa dan tercium bau amis,
terdapat darah yang bercampur dengan tinja awalnya BAB disertai dengan darah yang
tidak terlalu banyak, namun lama kelamaan darah yang bercampur dengan tinja semakin
banyak. Pasien terlihat seperti nyeri perut dan perutnya terlihat kembung. Pasien juga
terlihat kesakitan saat BAB. 12 jam sebelum masuk rumah sakit pasien muntah-muntah
sekitar 5x selama 12 jam tersebut, dengan isi makanan atau minuman yang masuk,
dengan banyak kurang lebih ¼ gelas aqua setiap sekali muntah. Pasien menjadi sulit
makan selama sakit, tetapi terlihat lebih rakus dan banyak saat minum. Pada saat
menangis, air mata masih keluar banyak. Pasien juga terlihat lemas. Batuk dan pilek
disangkal. BAK cukup banyak dalam 6 jam terakhir pasien sudah BAK 3x dan tidak
nyeri saat BAK.
4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien tiba-tiba demam tinggi dengan
perabaan suhu oleh tangan ibunya, demam terus menerus sampai akhirnya dibawa ke
rumah sakit pasien masih demam. Pada saat demam disangkal adanya kejang. Menurut
pengakuan ibunya, tidak ada yang menderita gejala yang sama dirumah maupun
lingkungan sekitar. Diakui kebersihan makan kurang terjaga karena pasien sering diberi
makanan yang dibeli diluar yang belum tentu bersih atau tidak, serta botol susu juga
dicuci hanya menggunakan air kran tidak pernah direbus air panas.
E. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare 17 bulan Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
2
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien pernah menderita
diare tapi tanpa disertai darah pada saat usia 17 bulan, lalu dirawat di klinik 24 jam dan
sembuh.
F. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Preeklamsia (-), eklamsia (-), diabetes
mellitus (-), penyakit jantung (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke puskesmas 1 bulan
sekali dan sudah mendapat imunisasi
vaksin TT 2 kali
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah sakit
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinanSpontan
Penyulit : -
Masa gestasi Cukup bulan
Keadaan bayi
Berat lahir : 3200 gr
Panjang lahir : 49 cm
Lingkar kepala : (tidak ingat)
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Nilai APGAR: tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Baik
G. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
3
Berjalan : Umur 13 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 13 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : belum
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)
H. RIWAYAT MAKANAN
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / pengganti 3 x / hari 1 mangkok kecil
Sayur Jarang
Daging 1 x / seminggu
Telur Telur ayam, 3 x / minggu
Ikan Jarang
Tahu 4x/minggu
Tempe 3x/minggu
Susu (merk / takaran) SGM
Lain – lain -
Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, tidak sulit makan
Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan cukup baik
I. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 1 bulan - - -
4
Umur
(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 ASI - - -
6 – 8 ASI + PASI + + -
8 – 10 ASI+PASI + + -
10 -12 ASI+PASI + + +
DPT / PT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak - - 9bulan
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.
Imunisasi ulangan belum dilakukan
J. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
NoTanggal lahir
(umur)
Jenis
kelaminHidup
Lahir
matiAbortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1. 5 Maret 2009 Laki-laki + - - - Sehat
2. 30 Juli 2011 Laki-laki + - - - Pasien
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. A Ny. M
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 24 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SMP SD
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit, bila ada - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Ibu
dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, penyakit jantung ataupun paru-paru
kencing manis, alergi makanan ataupun obat disangkal.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : pasien anak kedua dari dua bersaudara.
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan OS.
5
K. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya di sebuah rumah susun dengan satu kamar
tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok.
Pencahayaan dan ventilasi baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah
tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh
petugas kebersihan. Tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan yang diderita
pasien disekitar lingkungannya.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik
L. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai supir dengan penghasilan Rp.2.000.000,- /bulan.
Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan
tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh
oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 10 April 2013 jam 07.30 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : baik
Keadaan lain : anemis (+), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang : 10,6 kg Lingkar kepala : 49 cm
BB sebelum sakit : 10,6 kg
Tinggi Badan : 92 cm
Status Gizi
- BB / TB = 10,6/11,6 x 100 % = 91,37 % (Gizi baik)
- TB / U = 92/83 x 100 % = 110,1 % (Tinggi normal)
- BB / U = 10,6/13,2 x 100 % = 80,3 % (Gizi baik)
Tanda Vital
Nadi : 96 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
6
Nafas : 24 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu : 37O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup dan cekung
RAMBUT : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
WAJAH : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA :
Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjunctiva anemis : +/+ Cekung : +/+
Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+
Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : intak +/+
Serumen : -/- Refleks cahaya : +/+
Cairan : -/-
HIDUNG :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -
Sekret : -/- Deviasi septum : -
Mukosa hiperemis : -/-
BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)
MULUT : OH baik, caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi merah muda,
hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-)
LIDAH : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
TENGGOROK: tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak
hiperemis, ulkus (-) massa (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun
KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun
KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS :
1. Paru
7
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernafasan yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak
terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi
pada kulit dinding dada
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan
kiri, vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, suara nafas tambahan -/-
2. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat terlihat, pulsasi abnormal (-)
Palpasi : teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm
linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)
Palpasi : supel dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran organ, nyeri tekan
(+) pada sekitar regio umbilicus, turgor kulit baik
Perkusi : timpani, nyeri ketok abdomen (-)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat, frekuensi 4x / menit
ANOGENITALIA : jenis kelamin laki-laki, radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-)
KGB :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
EKSTREMITAS :
Ekstremitas : akral hangat ++/++
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
8
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
Petekie (-) Petekie (-)
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot normotonus normotonus
Sendi aktif aktif
Refleks fisiologis (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain oedem (-) oedem (-)
KULIT : warna sawo matang merata, anemis (+), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
MAURICE KING SCORE :
UUB : sedikit cekung (1)
Mata : sedikit cekung (1)
Mulut : kering (1)
Turgor : baik (0)
Nadi : kuat (0)
KU : sehat (0)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Tanggal 21 April 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
Basofil
17.6 ribu/μL
5.1 juta/ μL
9,9 g/dL
33 %
499 ribu/ μL
13 mm/jam
1%
5,5-15,5
4.4-5.9
10,8-12,8
35-43
229-553
0-10
0-1
9
Total = 3 (dehidrasi sedang)
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
GDS
Natrium
Kalium
Klorida
2 %
3 %
61 %
29 %
4 %
184 mg/dL
144 mmol/L
3,7 mmol/L
106 mmol/L
1-5
3-6
25-60
25-50
1-6
60-100
135-155
3,6-5,5
98-109
Urinalisis dan feses
Tanggal 21 April 2013
Urine lengkap Hasil Nilai normal
Warna Kuning kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Glukosa - -
Bilirubin - -
Keton +3 -
pH 6,5 4,5-8
Berat jenis 1.020 1.003-1.030
Albumine urin - -
Urobilinogen 0,2 0,1-1
Nitrit - -
Darah - -
Esterase leukosit - -
Sedimen urine:
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur
1-2/LPB
0-1/LPB
+
-
-
-
-
<5
<2
+
-
-
-
-
10
Feses rutin
Makroskopik:
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Coklat
Cair
+
-
Coklat
Lunak
-
-
Mikroskopik :
Leukosit
Eritrosit
Amoeba coli
Amoeba hystolitica
Telur cacing
++
++
-
-
-
-
-
-
-
-
Pencernaan:
Lemak
Amilum
Sel ragi
-
-
-
-
-
-
Darah samar + -
Sediaan apus darah tepi :
Eritrosit : mikrositik hipokrom (anisositosis, poikilositosis, fragmentosis, sel pensil)
Leukosit : jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit : jumlah meningkat, morfologi normal
Kesimpulan : anemia mikrositik hipokrom, trombositosis ringan
IV. RESUME
Pasien anak laki-laki, usia 22 bulan, keluhan BAB mencret disertai gumpalan
darah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensinya 4x/8 jam, dengan banyak
kurang lebih ½ gelas aqua/mencret, lendir (+) dan sedikit ampas, konsistensinya lebih
banyak cair daripada ampas, warnanya coklat kemerahan, tidak berbusa dan tercium bau
amis, darah lama kelamaan semakin banyak. Pasien terlihat nyeri perut, kembung dan
kesakitan saat BAB. 12 jam sebelum masuk rumah sakit pasien muntah sekitar 5x/12
jam, dengan isi makanan atau minuman yang masuk, banyak kurang lebih ¼ gelas aqua
setiap sekali muntah. Pasien menjadi sulit makan selama sakit, tetapi terlihat lebih rakus
dan banyak saat minum. Pada saat menangis, air mata masih keluar banyak. Pasien juga
11
terlihat lemas. 4 jam sebelum masuk rumah sakit demam tinggi dan terus menerus.
Menurut pengakuan ibunya kebersihan makan kurang terjaga karena pasien sering diberi
makanan yang dibeli diluar yang belum tentu bersih atau tidak, serta botol susu juga
dicuci hanya menggunakan air kran tidak pernah direbus air panas. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan tanda vital baik, UUB cekung, CA+/+, bibir kering, nyeri tekan (+) pada
daerah umbilicus, bising usus meningkat, dan kulit terlihat pucat. Pada pemeriksaan
darah tepi ditemukan leukositosis, Hb dan Ht menurun, LED meningkat, GDS
meningkat. Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan urin agak keruh, keton +3. Pada
pemeriksaan feses ditemukan konsistensi cair, lendir (+), leukosit (+), eritrosit (+), darah
samar (+). Pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi ditemukan anemia mikrositik
hipokrom dan trombositosis ringan.
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Diare disentriformis
Disentri basiler
Amoebiasis
Eschericia coli enteroinvasive
Eschericia coli enterohemoragik
2. Dehidrasi sedang
3. Anemia mikrositik hipokrom ec defesiensi besi
Anemia mikrositik hipokrom ec penyakit kronik
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diare disentriformis disertai dehidrasi ringan dan anemia mikrositik hipokrom ec
defisiensi besi
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Biakan tinja
- Sigmoidoskopi / kolonoskopi
- Pemeriksaan serum iron dan total iron binding capacity
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Tirah baring
2. Diet makan lunak
12
3. Banyak minum (oralit, jus buah, sirup)
4. Susu rendah laktosa
5. Menjaga higienitas makanan dan kebersihan diri
Medikamentosa
1. IVFD kaen 1B 3 cc/kgbb/jam
2. Zink tablet 1x20 mg (puyer)
3. Cotrimoxazole syrup 2x1 cth
4. Paracetamol 3x10 mg/kgbb (bila suhu >38)
5. Domperidone 3x0,2 mg/kgbb P.C
6. Lacto B 2x1 sachet
7. Oralit 100 cc/ diare
8. Ferizz syrup 2x1 cth
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam
Ad Fungtionam : ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
22/4/13
Perawatan
hari 1
BB = 10,4
kg
Mencret 10x
semenjak
kemarin masuk
RS, banyaknya
¼ gelas aqua
sekali mencret,
lendir (-),
ampas (+),
warna kuning
kemerahan.
Muntah 3x
sejak kemarin
masuk RS, isi
makanan yang
KU : Tampak sakit
sedang
KS : CM
N =120x/mnt
R = 40x/mnt
S = 36,70C
Kepala : UUB
cekung
Mata : CA +/+, SI
-/-, air mata +/+
Mulut : kering
Tho : SN vesikuler
melemah +/+, Suara
nafas tambahan -/-,
Diare
disentriformis
disertai
dehidrasi
ringan dan
anemia
mikrositik
hipokrom ec
defisiensi besi
IVFD kaen 1B 3
cc/kgbb/jam
Zink tablet 1x20 mg
(puyer)
Cotrimoxazole syrup
2x1 cth
Paracetamol 3x15
mg/kgbb (bila suhu
>38)
Domperidone 3x0,2
mg/kgbb P.C
Lacto B 2x1 sachet
Oralit 100 cc/ diare
13
dimakan,
banayaknya ¼
gelas aqua.
Demam (+)
tidak terlalu
tinggi, lemas
(+)
BJ I-II reguler, m (-),
g (-)
Abd : BU (+)
3x/menit, NT (+) di
umbilicus, turgor
baik
Ext : akral hangat +
+/++
Ferizz syrup 2x1 cth
23/4/2013
Perawatan
hari 2
BB =
10,6kg
Mencret 4x
sejak kemarin
pagi,
banyaknya ¼
gelas aqua,
masih
bercampur
darah, ampas
(+), lendir (-),
warna kuning
kemerahan,
muntah (-),
demam (-),
sudah mulai
aktif
KU : Tampak sakit
sedang
KS : CM
N =120x/mnt
R = 36x/mnt
S = 36,50C
Kepala : UUB datar
Mata : CA +/+, SI -/-
THT : sekret (-),
NCH (-)
Mulut : kering (-)
Leher : KGB ttm
Tho : SN vesikuler
+/+, Suara nafas
tambahan -/-, BJ I-II
reguler, m (-), g (-)
Abd : BU (+)
2x/menit
Ext : akral hangat +
+/++
Laboratorium
Leukosit =
10.400/μL
Hb = 10,2 g/dL
Ht = 32%
Diare
disentriformis
tanpa dehidrasi
dan anemia
mikrositik
hipokrom ec
defisiensi besi
IVFD kaen 1B 3
cc/kgbb/jam
Zink tablet 1x20 mg
(puyer)
Cotrimoxazole syrup
2x1 cth
Lacto B 2x1 sachet
Oralit 100 cc/ diare
Ferizz syrup 2x1 cth
14
Trombosit =
504.000/μL
24/4/13
Perawatan
hari-3
BB = 10,6
kg
BAB mulai
kental sejak
kemarin pagi
hanya BAB
1x, darah (-),
lendir (-),
ampas (-)
KU : Tampak sakit
ringan
KS : CM
N =120x/mnt
R = 32x/mnt
S = 36,40C
Kepala : UUB datar
Mata : CA -/-, SI -/-
THT : sekret (-),
NCH (-)
Leher : KGB ttm
Tho : SN vesikuler
+/+, Suara nafas
tambahan -/-, BJ I-II
reguler, m (-), g (-)
Abd : BU (+)
2x/menit
Ext : akral hangat +
+/++
Diare
disentriformis
dengan
perbaikan
tanpa dehidrasi
dan anemia
mikrositik
hipokrom ec
defisiensi besi
dengan
perbaikan
Zink tablet 1x20 mg
(puyer)
Cotrimoxazole syrup
2x1 cth
Lacto B 2x1 sachet
Oralit 100 cc/ diare
Ferizz syrup 2x1 cth
Boleh pulang
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut
dan buang air besar yang encer secara terus-menerus (diare) yang bercampur lendir dan
darah. (J. Kopecko, 2005). Disentri basiler yaitu gangguan pada radang usus yang
15
menimbulkan gejala meluas, tinja, lendir bercampur darah. (R. Linggappa, 1997). Disentri
basiler adalah infeksi usus yang menyebabkan diare hebat. Infeksi melalui tinja orang
terinfeksi,juga bisa ditularkan melalui kontak mulut ke dubur atau dari makanan,benda-benda
atau alat lain. (R.Butterton, 2005)
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba). Di Amerika Serikat, insiden disentri
amoeba mencapai 1-5% sedangkan disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap
tahunnya. Sedangkan angka kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih
belum ada, akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare
berat menderita disentri basiler.
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri
basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler
ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri
amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang
berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu,
sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini
biasanya menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun.(1)
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi
mencapai 50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada shigella di
Ameriksa Serikat menyerang 15.000 kasus, di negara-negara berkembang Shigella flexeneri
dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun. (2)
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari
500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian Penyakit
Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di catatan medis, dari 748
kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh disentri basiler.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni
1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5%
shigella. Infeksi dengan shigella terjadi paling sering selama bulan-bulan panas di daerah
beriklim sedang dan selama musim hujan di iklim tropis. Jenis kelamin yang terkena sama.
Infeksi dapat terjadi pada semua umur tapi paling sering tahun ke-2 atau ke-3.
16
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi.
Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host dan reservoir utama.
Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat,
kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan
yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah
penularannya. Di dunia setidaknya ditemukan kasus E.histolytica sebanyak 50 juta kasus
setiap tahunnya dan ditemukan sekitar 100,000 kematian, hal ini menunjukkan bahwa hanya
10-20% individual yang menimbulkan gejala sehingga sering sekali tidak terdiagnosis.
Insidensi kasus amoebiasis lebih banyak ditemukan di Negara berkembang terutama sekitar
India, Afrika bagian selatan, Amerika Selatan dan daerah asia timur. Berkunjung ke tempat
endemis dapat menimbulkan resiko terinfeksi amoebiasis tetapi amoebiasis jarang
menyebabkan travelers diarrhea karena pada umumnya timbul jika tinggal di daerah endemis
tersebut lebih lama dari 1 bulan. Amoebiasis dapat terjadi pada segala umur tetapi komplikasi
seperti abses hepar karena amoebiasis 10 kali lebih sering ditemukan di orang dewasa
dibandingkan anak-anak.(2)
ETIOLOGI
Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan penyebabnya yaitu
bakteri dan amoeba.
- Disentri basiler
Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, s.p.. Shigella sendiri adalah
basil non motil gram negatif dalam family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies dari
Shigella yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii dan S. sonnei. Karena kekebalan tubuh
kita bersifat serotype spesifik maka seseorang dapat terinfeksi lebih dari 1 kali dengan
tipe yang berbeda-beda. Genus ini dapat menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi yang dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat. (1)
- Disentri amoeba
Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut amoebiasis.
Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang merupakan protozoa usus
yang sering hidup menjadi mikroorganisme apatogen di usus besar manusia. Apabila
kondisi seperti sistem imun yang rendah timbul, protozoa ini dapat menjadi pathogen
dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menyebabkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ini ada 2 bentuk yaitu bentuk trofozoit dan
bentuk kista. Infeksi terjadi melalui penelanan kista parasit. (1)
17
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Ukuran kista
10-18 μm, berisi empat inti, resisten terhadap kondisi lingkungan seperti temperatur yang
rendah dan konsentrasi klor yang biasa digunakan untuk penjernihan air, termasuk
resisten terhadap asam lambung dan enzim-enzim pencernaan.Bentuk kista hanya
dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan
penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia. Diduga kekeringan akibat
penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
Setelah kista tertelan dan masuk ke dalam usus kecil, ia akan berkembang menjadi 8
trofozoit yang bergerak aktif, membentuk koloni dalam lumen usus besar dan selanjutnya
menginvasi mukosa.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm)
dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm), sitopasmanya mengandung zona yang jernih
di sebelah dalam, yang berisi inti berbentuk sferis dengan sentral kariosom yng kecil dan
bahan kromatin granular yang halus, endoplasma juga mengandung vakuola tempat
eritosit dapat terlihat pada kasus amuba yang invasif. Trofozoit komensal dapat dijumpai
di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka
trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di
lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat
mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat
sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan
trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk
trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati
apabila berada di luar tubuh manusia. (3)
Siklus hidup dari E.histolytica adalah kista matur yang masuk secara oral akan
melalui proses excystation, proses ini tidak dapat terjadi secara in vitro. Begitu kista
masuk sampai usus kecil, akibat pengaruh asam lambung, dinding kista menjadi lemah
dan amuba dengan banyak inti segera keluar, tahap ini disebut metakista. Selanjutnya
sitoplasma akan terpecah-pecah sesuai jumlah inti yang ada, sehingga inti menjadi pusat
18
metakista trofozoit. Kista akan dibawa ke usus besar dan dikeluarkan bersama tinja tanpa
ekskistasi atau berkembang biak di sekum menjadi aktif lalu menempel pada mukosa
usus atau tersangkut didalam kelenjar yang terdapat di dalam kripta usus. Lalu akan
berkembang menjadi trofozoit dan menyebabkan ulserasi. Pada Beberapa trofozoit dapat
menyebar ke ekstraintestinal dan menyebabkan abses di daerah lain seperti hepar dan
otak. Beberapa akan mengalami proses enkistasi dan berkembang menjadi kista kembali
dan keluar melalui feses dan dapat menginfeksi orang lain kembali yang terpapar. (3)
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
Disentri basiler
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat
melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat
yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini
menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya.
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada
ilium hanya hiperemik saja. Secara umum dapat ditemukan edema mukosa, ulserasi,
mukosa rapuh, perdarahan, dan eksudat. Secara mikroskopik, ulserasi, pseudomembran,
kematian sel epitel, infiltrasi sel PMN, edema submukosa. Pada keadaan akut dan fatal
ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya
tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada
selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus
menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.
19
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,
ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan
neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman
lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada
selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas dan menyebabkan fase diare
berair. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm
sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi
perlekatan dengan peritoneum.
Shigella memerlukan amat sedikit inoculum agar menimbulkan sakit. Penelanan
sebanyak 10 organisme S.dysenteriae serotype 1 dapat menyebabkan disentri pada
beberapa individu yang rentan. (1)
Disentri Amuba
Amoebiasis didapat dari rute fekal-oral melalui konsumsi dari makanan atau air
yang sudah terkontaminasi oleh amoeba. Setelah masuk ke saluran cerna E.histolytica
dalam bentuk kistanya akan melalui proses ekskistasi di usus halus dan menginvasi usus
besar dalam bentuk trofozoit. Masa inkubasi nya dapat bermacam-macam dari 2 hari
hingga 4 bulan.
Patogenesis E. Hystolitica tergantung pada kontak sel dan pemajanan toksin.
Kematian tergantung-kontak oleh trofozoit meliputi perlekatan, sitolisis ekstraseluler,
dan fagositosis. Trofozoit akan melisiskan sel target dengan menggunakan lectin untuk
menempel dan protein parasitic untuk menimbulkan kebocoran ion dari sitoplasma sel.
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat
berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan
ulkus dengan sedikit respon radang local karena kapasitas sitolitik organisme. Akan
tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba,
maupun lingkungannya mempunyai peran. Organisme akan memperbanyak diri dan
menyebar ke lateral di bawah epitel usus untuk menimbulkan ulkus bergaung yang khas.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Lesi pertama
biasanya berupa ulkus kecil berdiameter 1mm, yang meluas hanya pada mukosa
muskularis. Stadium berikutnya berupa pembentukan ulkus yang lebih dalam,
berdiameter 1 cm dan meluas ke submukosa. Kadang terjadi perforasi melalui lapisan
serosa dan terjadilah peritonitis. Nekrosis dapat meluas dengan peradangan minimal.
20
Edema lebih intensif, mukosa diantara ulkus relative normal. Jika ulkus lebih ekstensif,
maka edema disekeliling ulkus bersatu dan mukosa menyerupai gelatin. Bila respon
peradangan berbentuk jaringan granulasi tanpa disertai fibrosis, maka hal ini disebut
ameboma. Kadang ameboma akan mengisi lumen dan menimbulkan striktura atau
obstruksi. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi
dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan
ileum terminalis.
Penyebaran ekstra intestinal bisa ke hati, paru, otak. Jika penyebaran terjadi di
hati akan terjadi amoebiasis ke hepar terjadi melalui darah. Trofozoit masuk ke
pembuluh darah dan naik ke daerah hepar melalui vena porta dan dapat memproduksi
abses hepar yang dipenuhi oleh debris aselular. Trofozoit ini juga dapat melisiskan
hepatosit serta neutrofil sehingga dapat timbul nekrosis dan dapat timbul daerah iskemik
yang disebabkan oleh obstruksi vena porta. (3)
MANIFESTASI KLINIS (1,3,5)
Disentri Basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari
sampai 4 minggu. Pasein mengeluh BAB seperti air dengan lendir dan darah, muntah-
muntah, dehidrasi, nyeri perut bawah, mendadak ingin BAB, kembung, diare disertai
demam yang mencapai 400C, tenesmus ani dan bisisng usus meningkat. Timbul rasa
21
haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Selanjutnya diare
berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan
menurun. (6) Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang
berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja
sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases)
biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat,
berjangkitnya cepat. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja
biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan
pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan
kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun. Kejadian ini
jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.
Disentri Amuba
Manifestasi klinis pada disentri amoeba dapat berbeda-beda tergantung atas
proses invasi yang timbul serta penyebaran yang terjadi.
1. Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan
karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke
dinding usus besar. Meskipun begitu seseorang dengan kondisi seperti ini masih
dapat menularkan ke orang lain melalui feses yang mengandung kista dari
E.histolytica.
2. Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja
bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,
jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi
ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan
(subfebris). Bising usus meningkat da nada tenesmus ani.
3. Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi
pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa gangguan. Tinja
biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh nyeri perut, demam dan
lemas.
4. Disentri amoeba berat
22
Keluhan yang timbul akan lebih berat dimana akan timbul diare yang lebih
banyak dengan darah yang lebih banyak juga. Dapat timbul demam tinggi serta
rasa mual. Pada kondisi ini juga sering ditemukan gejala anemia yang disebabkan
oleh hilangnya darah melalui saluran cerna.
5. Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan disertai penurunan berat
badan, serangan-serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa
gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien
biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya
dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Disentri amoeba
Pemeriksaan tinja
Pada umumnya tinja pada penderita disentri amoeba akan berbau busuk serta
didapatkan darah serta lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang
segar, terkadang perlu dilakukan pemeriksaan tinja berulang hingga 3 kali dalam
seminggu, sebaiknya dilakukan sebelum dilakukan pengobatan dan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan kurang dari 1 jam setelah feses keluar. Jika dilakukan
pemeriksaan tinja yang sudah berbentuk akan sulit ditemukan stadium trofozoit
sehingga perlu dicari stadium kista. Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk
bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang
berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk melihat
inti dalam kista dapat menggunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol
ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit dapat
menggunakan larutan seng sulfat yang menyebabkan kista terapung, serta
eterformalin yang akan mengendapkan kista yang ada.Untuk menemukan stadium
trofozoit diperlukan tinja yang segar dan mengandung darah serta lendir. Jika tinja
berdarah dapat ditemukan juga trofozoit dengan sel eritrosit didalamnya. Bintik inti
akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.
Pemeriksaan serologis
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati dan ekstra
intestinal. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena
23
itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada
carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila
negatif pasti bukan amebiasis.
o Serum antibody dapat ditemukan pada 70 – 90% dari penderita amoebiasis dan
lebih banyak ditemukan pada penderita abses hepar yang disebabkan oleh
E.histolytica. Jika ditemukan hasil yang negatif perlu dilakukan pemeriksaan
ulang 1 minggu setelahnya. Meskipun begitu pemeriksaan antibodi ini tidak
dapat membedakan infeksi sekarang atau dahulu karena dapat ditemukan hasil
positif hingga bertahun-tahun setelah infeksi akut.
o Pemeriksaan yang dilakukan adalah tes IHA (Indirect Hemagglutination
antibody) yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap E.histolytica dan titer
lebih dari 1:128 ditemukan pada penderita amoebiasis ekstraintestinal yang
berarti lebih berat.
o Complemet-fixation test posistif pada 85% kasus amoebiasis berat, 56% kasus
amubiasis simtomatik, dan 58% kasus asimtomatik.
o Agar gel diffusion (AGD) test positif pada 86% amubiasis berat, 52% pada
kasus asimtomatik, 54% pada kasus simtomatik.
o Indirect fluorescent antobody (IFA) test mengukur antibodi dan positif hanya
untuk 2-6 bulan sesudah terkena penyakit. (3)
Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen kolon Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena
seringkali ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen
kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma
nampak filling defect yang mirip karsinoma. Tetapi barium enema tidak dilakukan
secara rutin karena bisa terjadi perforasi. (1)
Pemeriksaan yang diunggulkan adalah USG untuk menilai jika diduga sudah
timbul abses hepar dengan cepat, efek samping yang sedikit serta lebih murah. Jika
memiliki sarana seperti CT scan dapat ditemukan lesi yang ireguler tanpa kapsul yang
mengelilinginya. (5)
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis tanpa eosinophilia pada 80%
kasus. Anemia ringan dapat ditemukan juga. Jika sudah menyebar ke daerah hepar
24
maka akan ditemukan serum transaminase yang meningkat dengan alkalin
phosphatase yang meningkat sehingga ada peningkatan serum bilirubin ringan. Sering
ditemukan juga laju endap darah yang meningkat. (1)
Pemeriksaan biopsi (rektosigmoidoskopi/ kolonoskopi)
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala
disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan
tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan
didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan,
mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal atau mukosa hemoragik yang terlepas
dan ulserasi. Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara progresif
berkurang di segmen proksimal usus besar.
Prosedur ini dilakukan jika ditemukan ulkus pada usus besar jika dicurigai
penyebabnya adalah amoeba. Indikasi prosedur ini adalah seperti berikut.
Pemeriksaan tinja negatif dengan serum antibodi yang positif
Pemeriksaan tinja negatif, tetapi diperlukan diagnosis secepatnya
Pemeriksaan tinja dan serum negatif, tetapi dugaan kuat amoebiasis
Evaluasi gejala intestinal kronik atau lesi masa(5)
Disentri basiler
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan hapusan
(rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang
seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang
baru. Media biakan menggunakan agar MacConkey serta media selektif seperti xilase
lisin deoksikolat (XLD) dan agar SS.
Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis dn shift to the left.
Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum
dipakai secara luas.
Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar
penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.
Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah
sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada
hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan
25
pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak
strain maka jarang dipakai. (1)
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Disentri amuba
Dapat menyerupai Colitis amuba invasive dapat menyerupai colitis ulserativa,
crohn disease of the colon, disentri basiler, atau colitis tuberkulosa.
Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak ada/jarang.
Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit berbatas. Tinja biasanya terus
menerus, asam, berdarah, bila berbentuk biasanya tercampur lendir. Lokasi tersering
daerah sekum dan kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus yang ditimbulkan
dengan gaung yang khas seperti botol. Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja
penderita amebiasis tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung
bakteri. Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan
tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan kemungkinan penyakit lain
karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila
penderita amebiasis yang telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh
nyeri perut, perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan
barium enema atau biakan tinja.
Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan neoplasma.
26
Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan neoplasma, sedang
ditemukannya echinococcus dapat membedakannya dengan abses piogenik. Salah satu
caranya yaitu dengan dilakukannya pungsi abses.
Disentri basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya nyeri abdomen
bawah, toksemia, tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya
kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja
berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat juga
menyerang ileum. Biasanya daerah yang terserang akan mengalami hiperemia
superfisial ulseratif dan selaput lendir akan menebal. Pemeriksaan mikroskopik tinja
menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis
dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut infeksi
Shigella, tes serologi tidak bermanfaat. Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa
dengan kolitis ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif
danperbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotic yang adekuat.
Eschericiae coli
Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus
sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis dikenal
sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller, ulserasi
atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan khas edem
mukosa dan submukosa. Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas sistemik,
nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan diare sendiri atau dengan
nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah
(kolitis hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis yang
membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan manifestasi yang tidak
lazim.
KOMPLIKASI
Disentri amoeba
Komplikasi intestinal
27
- Perdarahan usus.
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak
pembuluh darah.
- Perforasi usus.
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar.
Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat
disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.
- Ameboma.
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya
massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid.
Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.
- Intususepsi.
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi
segera.
- Penyempitan usus (striktura).
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat
ameboma.
Komplikasi ekstraintestinal
- Amebiasis hati.
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering
terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah
infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan
dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. Mula-
mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati kemudian
timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi
satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta,
maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi
nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste)
yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang
dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu. (7)
- Abses pleuropulmonal.
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20%
abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi
akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi
28
hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk- batuk dengan sputum
berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.
- Abses otak, limpa dan organ lain.
Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus
besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.
- Amebiasis kulit.
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk
hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula
terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari anus.
Disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di
negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi
S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain
akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU diduga
akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini
timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai
membaik.
Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24
jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal
jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter),
trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan
gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa
penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus
yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear.
Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama
berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis.
Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus menyembuh, bahkan dapat pula
terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi.
Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini
jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat
muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya
29
pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas
mungkin pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi.
Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.
TATALAKSANA
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan tata laksana pengobatan
diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk
pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit.
Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki
kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare
yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Rehidrasi denga oralit baru,
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama
disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh,
terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat
sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik
adalah disebakan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebakan
kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan
formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru
lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya
hipernatremia.
30
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada
oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta
mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
Komposisi Oralit Baru Mmol/liter
Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total Osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan:
o Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
o Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus
dibuang.
Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu
makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memilik
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien
anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
31
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan
tubuh dan meripakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan
absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di
negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya
kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas
yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air
besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak-anak
Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg (½ tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit, Untuk anak-anak
yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan tetap diteruskan
Asi dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang
hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan.
Antibiotik
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena
akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotic yang tidak rasional
32
akan mempercepat resistensi kuman terhdao antibiotic, serta menambah biaya pengobatan
yang tidak perlu. Pada penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap antibiotic yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol,
dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi
melalui mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri,
perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas
membran terhadap antibiotic.
Nasihat pada ibu atau pengasuh
Nasihat yang diberikan: kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan
atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu
penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit
dan memberantas organism penyebabnya.
Menurut panduan WHO, pengobatan diare dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu:
1. Terapi cairan
Rehidrasi
Waktu
Cairan Pencegahan
Dehidrasi
Makan Minum
Tanpa dehidrasi - - 10-20
cc/kgBB /
tiap BAB,
Oralit
ASI diteruskan.
Susu formula
diteruskan dengan
mengurangi
makanan berserat,
ekstra 1 porsi
Ringan-sedang 3 jam 75 cc (½ gelas)
oralit/kgBB atau ad
libitum sampai
tanda-tanda
dehidrasi hilang
Idem Dapat
ditangguhkan
sampai anak
menjadi segar
33
Dehidrasi Berat(4)
UMUR Pemberian pertama
30 ml/kg selama :
Pemberian berikut
70 ml/kg selama:
Bayi (<12 bulan) 1 jam 5 jam
Anak (12 bulan – 5 tahun) 30 menit 2,5 jam
- Beri cairan IV secepatnya. Bila dapat minum, beri oralit melalui mulut, sementara infus
disiapkan. Beri 100 ml/kgBB cairan RL atau Ringer Asetat yang dibagi menjadi sebagai
berikut :
- Periksa kembali anak setiap 15 – 30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri
tetesn IV lebih cepat.
- Beri oralit (kira kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum biasanya dalam waktu
3-4 jam utuk bayi atau 1-2 jam pada anak.
- Beri tablet Zinc sesuai dengan dosis.
- Periksa kembali status dehidrasi bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
- Bila tidak dapat akses IV, dapat dilakukan rehidrasi melalui NGT (pipa nasogastrik) atau
mulut : beri 20mlkgbb/jam selama 6 jam (total 120ml/kg). Kemudian periksa setiap 1-2
jam. Sesudah 6 jam periksa status dehidrasi anak kembali
Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah:
- Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung
- Tidak ada meteorismus
- Tidak ada penyulit yang mengharuskan kita memakai cairan IV
- Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu banyak atau syok
bertambah berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi (4)
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran, dan
sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan
34
yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun
adalah 100-200ml, 5-12 tahun adalah 200-300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1
sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih
besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi
muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1
sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan.
Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta
rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas,
asam, terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare
bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi
ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang (4)
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan dan
segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam
pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat,
perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu
untuk umur < 1 tahun adalah 300ml, 1-5 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan
dewasa adalah 2400ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang
sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-
tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila
dengan volume di atas kelopak nata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan
sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah
hilang dapat diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-
oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan
20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat
dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada
pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan
35
dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik
adalah pemberian cairan parenteral.
Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi
yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang
penting antara lain untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya
dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng
dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih
sama dengan hasil yang dicapai upaya preventive yang lain seperti perbaikan hygiene sanitasi
dan pemberian ASI. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan
seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi <
6 bulan dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.
Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima.
Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi
teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang
normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi.
Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan
sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan
yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai, dan pola
makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya, makanan yang tepat untuk anak
diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi
susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu
rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau
bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare
timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan
pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam
36
tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian
coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari makanan
dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan.
Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti sereal pada umumnya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat misalnya nasi, kentang,
gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5-
10ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus
dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan
dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau
pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan,
sebaiknya dihindari.
Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia hebat. Oleh karena itu,
perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh
untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan
normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini
biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum, dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare
akut.
Antibiotik
37
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan
antibiotika kotrimoksazol. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang
lain. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam
uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan
dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim- sulfametoksazol,
dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Pemakaian jangka pendek dengan
dosis tunggal fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata
berhasil baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah
2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal
dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Di negara-negara berkembang di
mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat,
diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada
antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
Untuk kondisi disentri amoeba ini perlu dilakukan pengobatan yang dapat
membunuh stadium trofozoit serta mengeradikasi stadium kista yang dapat menularkan
serta dapat menimbulkan infeksi berulang. Untuk pengobatan terhadap stadium trofozoit
digunakan golongan antibiotic serta antiprotozoa, Metronidazole sedangkan untuk
mengeradikasi kista yang berada di intraluminal adalah obat-obatan seperti
Paramomycin. Untuk kondisi amoebiasis ekstraintestinal seperti abses hepar dapat
digunakan obat-obatan seperti Dehydroemetine yang hanya dapat memiliki efek di luar
lumen usus, jadi masih perlu diberikan obat-obatan yang dapat mengeradikasi infeksi
amoeba intraluminal. Dosis yang diberikan untuk penggunaan metronidazole adalah 50
mg/kg/hari yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral yang diberikan selama 5
hari. Sedangkan paramomycin diberikan dengan dosis 25 -35 mg/kg/ hari yang dibagi
menjadi 3 dosis dan diberikan selama 7 hari. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol
(diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20 hari. Amebiasis intestinal ringan
atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari. Amebiasis intestinal berat,
menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin
500 mg empat kali selama 5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga kali sehari
selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari
selama 4 minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
38
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan
tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini
berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine. Obat-obat
ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat
dan menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian,
tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin
diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh: loperamide, hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opii,
paregoric, codein. Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang
dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat
menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang
infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organism penyebab. Dapat terjadi efek
sedative pada dosis normal. Tidak satu pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada
bayi dan anak dengan diare.
Bismuth Subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak
dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
PENCEGAHAN
Disentri amoeba
Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat kesehatan
merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya dimasak
dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5 menit. Penting sekali
adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier.
Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan
dengan makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian
kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah endemis tidak dianjurkan.
Disentri basiler
39
Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri basiler
dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti
membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan
jamban yang bersih.
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis pasien dengan amoebiasis baik jika didiagnosis dengan
tepat dan diberikan terapi terhadap semua stadium secara cepat untuk mencegah komplikasi
yang dapat timbul. Prognosis lebih buruk pada neonatus, ibu hamil, pengguna steroid,
penderita keganasan dan malnutrisi.
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Prognosis yang kurang baik
adalah abses otak ameba.
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan
dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae
biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk
flexneri mempunyai angka kematian yang rendah.
Daftar Pustaka
1. Bass DM. Rotaviruses, caliciviruses, and astroviruses. In: Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th
ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2011: hal.974-976 dan 1186-1190
2. Acuna-Soto R, Maguire JH, Wirth DF. Gender distribution in asymptomatic and
invasive amebiasis. Am J Gastroenterol. May 2000;95(5):1277-83.
3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. 2012. Amebiasis. Buku Ajar
Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Badan Penerbit IDAI: Jakarta.
4. Tim Adaptasi Indonesia. Diare. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: World Health Organization, 2008; 132-155.
40
5. Pritt BS, Clark CG. Amebiasis. Mayo Clin Proc. Oct 2008;83(10):1154-9; quiz
1159-60.
6. Rao S, Solaymani-Mohammadi S, Petri WA Jr, Parker SK. Hepatic amebiasis: a
reminder of the complications. Curr Opin Pediatr. Feb 2009;21(1):145-9.
41