case isi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yang dimulai dengan sebuah lesi primer yang dikarakteristikkan dengan gambaran
herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan
lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.2
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan
pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
( rosea ).3
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun1. Wanita lebih sering
terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.3
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak
nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul
gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti
Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya2
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh
karena itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang
diberikan dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk
mengurangi pruritus.
Pitiriasis alba merupakan suatu penyakit kulit yang asimptomatik dengan
ciri khas berupa lesi kulit yang hipopigmentasi, penebalan, dan skuama dengan
batas yang kurang tegas. Kondisi seperti ini biasanya terletak pada daerah wajah,
lengan atas bagian lateral, dan paha. Jika terkena pada anak-anak biasanya lesinya
menghilang setelah dewasa. Pitiriasis alba umumnya ditemukan pada anak-anak
dan dewasa muda dan sering didapatkan pada wajah, leher, dan bahu. Lesi
1
menjadi jelas pada saat setelah musim panas dimana hanya pada bagian lesi, kulit
tidak menjadi gelap. Ukuran lesinya bervariasi namun biasanya rata-rata
berdiameter 2 – 4cm. 10,11,12
Pitiriasis alba pertama kali ditemukan oleh Gilbert tahun 1860 dan
digolongkan sebagai penyakit bersisik pada saat ini pitiriasis alba digolongkan
sebagai bentuk inflamasi dermatosis dan mempunyai beberapa nama yang berbeda
dengan melihat aspek klinis pada lesi. Nama-nama yang sering digunakan adalah
seperti pityriasis alba faciei dan pityriasis alba simplex. 10,11,12
Meskipun pitiriasis alba bukan kasus serius, tapi penting dalam aspek
kosmetik karena sering mengenai pada wajah terutama pada mulut, dagu, pipi,
serta dahi. 10,11,12
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PITIRIASIS ROSEA
2.1. Definisi
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan
rosea yang berarti berwarna merah muda4.
Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak
berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus ( herald patch ) dan
umumnya asimptomatik.3 Menurut Andrew ( 2006 ), Pitiriasis Rosea adalah
peradangan kulit berupa eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula
berwarna kemerahan ( salmon colored ) berbentuk oval, circinate tertutup skuama
collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen.2 Ketika lesi digosok
menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati garis gosokan (
hanging curtain sign ).2
2.2. Epidemiologi
Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi
Pitiriasis Rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total
penduduk dunia dengan usia antara 10-34 tahun.1
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda
dengan rentang usia antara 15-40 tahun. 50% kasus mengenai usia di bawah 20
tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.2
2.3. Etiologi
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis
Rosea disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus
( HHV )-6 dan -7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi,
kemudian mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita.3 Jadi, Pitiriasis
3
Rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus yang didapatkan pada
masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel mononuklear.1 Pitiriasis
Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam, misalnya arsenik,
bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat, klonidin, kaptopril dan
ketotifen.1,3 Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun, atopi dan predisposisi
genetik dalam kejadian Pitiriasis Rosea.7
2.4. Gambaran Histopatologik
Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga
penderita dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk
menengakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan
epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal,
eksositosis limfosit, akantosis ringan dan menghilang atau menipisnya lapisan
granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya ekstravasasi eritrosit serta
beberapa monosit.2,4
Gambar1. Gambar histologik non spesifik tipikal dari Pitiriasis Rosea,
menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan,
spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial2
2.5. Gambaran Klinis
4
Akantosis
Infiltrat limfohistiosit
Spongiosis
Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal
dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang.2 Sinar
matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah
yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari
melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal
didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.1
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai
dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau
anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah
ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang
ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang
juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal
dengan nama herald patch.1,2,3
Gambar 2. herald patch3
5
Herald Patch
Gambar 3. plak primer tipikal ( herald patch )
menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak4
Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa
malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan
pembengkakan kelenjar limfe.4 Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu
kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan
ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama
dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm )
dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan
kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa
paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan
garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan
tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2
6
skuama
Gambar 4. Gambaran menyerupai pine tree
(http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515 )
7
2. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak
sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak
ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi
lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan
vesikuler.3 Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal,
wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat
diagnosis dari Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan
sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan.
Gambar 5. Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak
sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree3
8
2.6. Diagnosa Banding
a. Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan
timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa.
Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau kombinasi,
walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula
sifilitika.2 Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki
riwayat primary chancre ( makula eritem yang berkembang menjadi
papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah ) berupa tidak
ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan
telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).10
Gambar 6. Sifilis Sekunder
b. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton
rubrum pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala
klinisnya adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir
berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan
Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak
tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa
panjang pada pemeriksaan KOH 10%.10
9
Gambar 7. Tinea Corporis
c. Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang
ditandai dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan
dapat ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di
ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis
Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan
didominasi vesikel serta tidak berskuama.2
Gambar 8. Dermatitis Numuler
d. Psoriasis gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus
bagian superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan
10
Pitiriasis Rosea adalah pada Psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak
sejajar dengan garis kulit, skuama tebal.2
Gambar 9. Psoariasis Gutata
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya untuk menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea tidak dibutuhkan
pemeriksaan penunjang. Namun dalan hal diagnosis susah ditegakkan, kita
membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding
lain.
Dapat dilakukan pemeriksaan serologis RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan
FTA-Abs ( Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ) untuk skrining sifilis.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% untuk
membedakan dengan Tinea Corporis. 8
2.8. Terapi
1. Umum
Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh
sendiri ), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi
yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
11
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap
selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2
minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea
berlangsung hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan
mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang
mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi
menjadi bertambah berat.
2. Khusus
- Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin
losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi
yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal
kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali
sehari ).2,9
- Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa
gatal.4 Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan
kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau
asetonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.
Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral
pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang
diberikan selama 2 minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa
73% dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral
mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga
mempunyai efek sebagai anti inflamasi5,6. Namun dari penelitian di
Tehran, Iran yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al menunjukkan tidak
ada perbedaan perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan
eritromisin oral dengan pemberian plasebo.7
12
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang
dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar radiasi ultraviolet B
atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan menguranngu lesi.2
Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada penderita dengan lesi yang luas, karena
radiasi sinar ultraviolet B ( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post
inflamasi.2
2.9. Prognosis
Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini
bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8
minggu.
II. PITIRIASIS ALBA
II.1. Definisi
Bentuk dermatititis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya,
ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan
menghilang serta meninggalkan area yang depigmentasi. 10,11,12
II.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, pitiriasis alba umumnya terjadi sampai 5 % pada anak-
anak, tetapi epidemiologi yang pasti belum dapat dijelaskan. Pitiriasis alba
umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia 3-16 tahun. Sembilan puluh persen
kasus terjadi pada anak yang berusia lebih muda dari 12 tahun. Sering juga terjadi
pada orang dewasa.
Pitiriasis alba dapat terjadi pada semua ras, tetapi memiliki prevalensi yang
tinggi pada orang-orang yang memiliki kulit yang berwarna. Wanita dan pria
sama banyak. 10,11,12
II.3. Etiologi
13
Sampai saat ini belum ditemukan adanya etiologi yang definitif walaupun
beberapa usaha telah dilakukan untuk menemukan adanya mikroorganisme pada
lesi kulit. Namun dikatakan juga biasanya pitiriasis alba seringkali didapat pada
kulit yang sangat kering yang dipicu oleh lingkungan yang dingin.
Pitriasis alba juga telah diketahui sebagai suatu manifestasi dari dermatitis
atopik. Penelitian terakhir mengenai etiologi pitriasis alba yang dilakukan pada
tahun 1992, dimana Abdallah menyimpulkan Staphylococcus aureus merupakan
elemen penting dalam menimbulkan manifestasi klinis penyakit ini. Dia
menemukan bakteri ini ada pada 34% dalam plak pitriasis alba dan 64% pada
rongga hidung pasien yang sama dan pada kelompok kontrol presentasinya secara
berurutan 4% dan 10%. Faktor lingkungan sepertinya sangat berpengaruh
walaupun mungkin bukan berupa agen etiologis langsung, paling tidak dapat
memperburuk atau memperbaiki lesi. 10,11,12
II.4. Patogenesis
Dalam penelitian pada 9 pasien dengan pitiriasis alba yang luas, ditemukan
densitas dari melanosit yang normal berkurang pada daerah lesi tanpa adanya
aktivitas sitoplasmik. Melanosom cenderung lebih sedikit dan lebih kecil namun
pola distribusi dalam keratinosit normal. Hipopigmentasi utamanya diakibatkan
oleh berkurangnya jumlah melanosit aktif dan penurunan jumlah dan ukuran dari
melanosomes pada daerah lesi kulit. Transfer melanosom di keratinosit secara
umum tidak terganggu. Gambaran histologis kurang spesifik. Hiperkeratosis dan
parakeratosis tidak selalu ada dan sepertinya tidak berperan penting dalam
patogenesis dari hipomelanosis. Beragam derajat jumlah edema dan sekret lemak
intrasitoplasmik dapat terlihat. 10,11,12
II.5. Gambaran Klinis
Pitiriasis alba umumnya bersifat asimtomatis tetapi bisa juga didapatkan
rasa terbakar dan gatal. Secara klinis, pitiriasis alba ditandai oleh makula
berbentuk bulat atau oval kadang irregular yang pada awalnya berwarna merah
muda atau coklat muda ditutupi dengan skuama halus, yang kemudian menjadi
hipopigmentasi. Lesi biasanya multipel dengan diameter bervariasi antara 0,5-2
cm dan dapat tersebar secara simetris. Lesi pada umumnya didapatkan pada
daerah wajah ( sekitar 50-60 % kasus ) terutama pada daerah dahi, sekitar mata
14
dan mulut. Tetapi dapat juga ditemukan pada daerah yang lain seperti pada leher,
bahu, ekstremitas atas serta pada ekstremitas bawah. 10,11,12
Secara klinis, pitiriasis alba bisa dibagi menjadi dua, yaitu : 10,11,12
1. Bentuk lokal.
Bentuk yang sering ditemukan dan sering pada anak. Umumnya lesi
didapatkan pada daerah wajah.. Bentuk ini memberikan respon yang baik
dengan pengobatan.
2. Bentuk umum.
Jarang ditemukan dan sering pada usia remaja. Secara klinis bisa dibagi
menjadi 2 varian, yaitu :
- Idiopatik :
ditandai oleh lesi nonsquamous yang simetris berbatas tegas dan
berwarna putih di mana cenderung untuk merusak permukaan kulit
pada daerah tungkai dan lengan secara ekstensif. Varian ini
memberikan respon yang jelek dengan pengobatan.
- Dengan riwayat dermatitis atopik :
varian ini juga dikenali sebagai extensive pityriasis alba yang ditandai
dengan rasa gatal pada daerah lesi dan sering didapatkan pada
daerah antecubital, popliteal dan bisa mengenai seluruh badan. Varian
ini memberikan respon yang baik dengan pengobatan kortikosteroid.
II.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan potassium hidroksida (KOH)
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan pitiriasis versikolor, tinea fasialis
atau tinea korporis
2. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit
15
Pemeriksaan histopatologis dari biopsi kulit tidak banyak membantu
karena tidak patognomonik untuk menegakkan diagnosis. Pada
pemeriksaan histopatologis didapatkan : adanya akantosis ringan,
spongiosis dengan hiperkeratosis dan parakeratosis setempat,
pigmentasi melanin yang irreguler pada lapisan basal kulit. Kadang
ditemukan pula kelenjar sebum yang atrofi.
3. Pemeriksaan mikroskop elektron
Terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanosom.
II.7. Diagnosis
Diagnosis pitiriasis alba dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Biasanya terjadi pada anak-anak
yang berusia 3-16 tahun.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan lesi berbentuk bulat, oval atau plakat
tidak teratur. Warna merah muda atau sesuai dengan warna kulit dengan skuama
halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya depigmentasi
dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter
antara ½ - 2 cm. Dengan distribusi lesi pada wajah yaitu paling banyak di sekitar
mulut, dagu dan pipi.
Pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis
pitiriasis alba, seperti pemeriksaan potassium hidroksida (KOH), pemeriksaan
histopatologi dari biopsi kulit, pemeriksaan lampu wood,dan mikroskop elektron.
Pada pemeriksaan potassium hidroksida (KOH) tidak didapatkan hifa dan spora
yang merupakan indikasi dari penyakit akibat jamur. Pada pemeriksaan
histopatologis hanya dijumpai adanya akantosis ringan, spongiosis dengan
hiperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat. Pada pemeriksaan mikroskop
elektron terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanosom. 10,11,12
II.8. Diagnosis Banding
Pitiriasis alba merupakan penyakit kulit yang bisa didiagnosis dengan
gambaran klinis dan jarang memerlukan konfirmasi tes laboratorium.Walaupun
demikian, pitiriasis alba dapat didiagnosis banding dengan :
16
1. Pitiriasis versikolor
Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial pada stratum korneum
yang disebabkan oleh jamur malassezia furfur. 11,12
Gambar 10 . Tampak makula hipopigmentasi pada daerah punggung.
Makula secara tipikal sering terjadi pada punggung bagian atas dan dada
tetapi juga dapat terjadi pada lengan atas, leher dan wajah. . Pemeriksaan
dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya fluoresensi berwarna
kuning keemasan pada daerah yang berskuama. Pemeriksaan KOH dari
skuama penderita ini mengandung hifa dan bentuk jamur dari malassezia
furfur. 10,11,12
2. Vitiligo
Vitiligo adalah gangguan autoimun progresif dapatan dengan gambaran
klinis makula berwarna putih. Penyakit ini memiliki lokasi lesi pada
tempat-tempat yang tidak biasa pada pitiriasis alba. Wajah adalah lokasi
yang sangat umum untuk vitiligo tetapi distribusinya biasanya paling
sering di sekitar mata atau mulut. 10,11,12
Pada pemeriksaan lampu wood dan histopatologis didapatkan kehilangan
pigmen kulit yang menyeluruh dimana tidak didapatkan pada pitiriasis
alba. 11,12
17
Gambar 11. Vitiligo
3. Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya disertai fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner. 10,11,12
Gambar 12 . Tampak daerah berskuama dengan papul di daerah punggung.
4. Depigmentasi postinflamasi, yang didiagnosis dengan riwayat klinis dari
lesi inflamasi pada tempat yang hipokromik. 11,12
II.9. Terapi
Tujuan penatalaksanaan yaitu mengeliminasi inflamasi dan infeksi,
mengembalikan barier stratum korneum dengan menggunakan emolient
dan penggunaan bahan antipruritus untuk mengurangi kerusakan pada kulit dan
mengontrol faktor –faktor eksaserbasi. 10,11,12
18
Dengan penggunaan hidrokortison dan krim emolien dapat mengurangi
eritema, skuama dan gatal. 10,11,12
Antibiotik juga dapat diberikan untuk mengatasi infeksi oleh
staphylococcus aureus seperti cephalexin, cefadroxil, dan dicloxacillin.
II.10.Prognosis
Pitiriasis alba memiliki prognosis yang baik. Depigmentasi yang terjadi
tidak permanen dan biasanya sembuh spontan dalam beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Durasi gejala berbeda pada setiap individu. Pengobatan dapat
mempersingkat durasi lesi sampai beberapa minggu. 10,11,12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identifikasi
Nama : I
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun
Alamat : Kertapati, Palembang
19
Tanggal kunjungan / jam : 05 Februari 2013 / 11.00 WIB
3.2. Anamnesis
Keluhan utama :
Terdapat bercak-bercak merah dan gatal di dada, perut, punggung, dan paha
atas, serta terdapat bercak-bercak putih di pipi dan leher bagian belakang
sejak 3 bulan yang lalu.
Keluhan tambahan :
-
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Kisaran 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh terdapat bercak merah
disertai gatal di dada dan perut. Bercak diawali oleh bercak kemerahan,
gatal yang berukuran 3 x 2 cm, berbentuk oval dengan warna merah di
pinggir lebih tua dari warna di tengah. Karena mengeluh gatal maka pasien
juga menggaruknya pada saat malam hari. Selain itu pasien juga mengeluh
terdapat bercak-bercak putih yang gatal di pipi dan leher bagian belakang.
Bercak putih semakin membesar. Pada awal muncul bercak putih sebesar
biji jagung. Penderita mengaku bercak putih sudah diobati sendiri dengan
memberi salap (Pagoda) yang di jual di pasar.
Kisaran 1 bulan yang lalu, bercak kemerahan bertambah pada dada,
perut, punggung namun berukuran kecil. Bercak putih pada wajah dan leher
juga bertambah banyak dan gatal. Namun penderita tidak berobat.
Kisaran 1 minggu yang lalu, bercak kemerahan semakin bertambah
dan menyebar hingga ke lengan dan paha bagian atas penderita, ukuran
bercak merah kecil-kecil dan gatal. Bercak putih di wajah dan leher juga
tidak menghilang dan gatal.
Penderita datang ke Poli Kulit RSUD Palembang Bari untuk
mendapatkan pengobatan.
Riwayat penyakit dahulu :
20
Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh penderita.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama
Riwayat Alergi :
Penderita alergi makan ikan laut
3.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tanda Vital
- Kesadaran : kompos mentis
- Nadi : 89 x/menit
- Suhu : 36,8 0C
- Pernapasan : 23 x/menit
Status Generalisata
a. Kepala
- Wajah : mongoloid
- Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
- Hidung : sekret (-)/(-)
- Telinga : sekret (-)/(-)
b. Leher
- JVP 5-2 cmH2O
- Pembesaran tiroid (-)
- Pembesaran KGB (-)
c. Thorax
- Pulmo
Inspeksi : simetris, interkosta tidak melebar, retraksi tidak ada
Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra
Perkusi : sonor pada semua lapang paru
21
Auskultasi : vesikuler (+)/(+) normal, wheezing (-)/(-), ronki (-)/(-)
- Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : teraba iktus kordis pada ICS IV linea aksilaris anterior
sinistra
Perkusi :
batas atas : ICS II linea mid klavicularis sinistra
batas kanan: ICS IV linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS IV-V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : S1/S2 normal, gallop (-), murmur (-)
d. Abdomen
- Inspeksi : datar, lemas
- Palpasi : teraba massa (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar
lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : BU (+) normal
e. Ekstremitas
- Superior : tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun deformitas
- Inferior : tidak ada kelainan fungsi pergerakan maupun deformitas
Status Dermatologis :
1. Regio abdominal dan trunkus posterior, terdapat plaque eritem, lonjong,
multiple, ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama
berwarna putih halus.
2. Regio thorakoabdominal, trunkus posterior, ekstremitas superior,
femoralis superior, terdapat patch eritem multiple, dengan ukuran miliar
sampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna
putih halus.
22
3. Regio fasialis dan koli posterior,
- terdapat patch hipopigmentasi, multiple, ukuran lentikuler sampai
dengan numular, tersebar diskret, ditutupi skuama berwarna putih
halus.
- Terdapat plaque hipopigmentasi, soliter, ukuran numular, yang
ditutupi skuama berwarna putih halus.
3.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%.
23
patch hipopigmentasi, multiple, ukuran lentikuler sampai dengan numular, tersebar diskret, ditutupi skuama
berwarna putih halus
plaque hipopigmentasi, soliter, ukuran numular, yang ditutupi skuama berwarna putih halus
patch eritem multiple, dengan
ukuran miliar sampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna
putih halus
plaque eritem, lonjong, multiple, ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna
putih halus
2. Pemeriksaan serologis RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan FTA-Abs (
Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ).
3. Pemeriksaan Histopatologi
3.5. Resume
I, 14 tahun, datang dengan keluhan sejak kisaran 3 bulan yang lalu,
pasien mengeluh terdapat bercak merah disertai gatal di dada dan perut.
Bercak diawali oleh bercak kemerahan, gatal yang berukuran 3 x 2 cm,
berbentuk oval dengan warna merah di pinggir lebih tua dari warna di
tengah. Karena mengeluh gatal maka pasien juga menggaruknya pada saat
malam hari. Selain itu pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak putih
yang gatal di pipi dan leher bagian belakang. Bercak putih semakin
membesar. Pada awal muncul bercak putih sebesar biji jagung. Penderita
mengaku bercak putih sudah diobati sendiri dengan memberi salap (Pagoda)
yang di jual di pasar.
Kisaran 1 bulan yang lalu, bercak kemerahan bertambah pada dada,
perut, punggung namun berukuran kecil. Bercak putih pada wajah dan leher
juga bertambah banyak dan gatal. Namun penderita tidak berobat.
Kisaran 1 minggu yang lalu, bercak kemerahan semakin bertambah
dan menyebar hingga ke lengan dan paha bagian atas penderita, ukuran
bercak merah kecil-kecil dan gatal. Bercak putih di wajah dan leher juga
tidak menghilang dan gatal.
Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh penderita.
Penderita memiliki riwayat alergi makan ikan laut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas
normal. Untuk pemeriksaan dermatologis didapatkan Regio abdominal dan
trunkus posterior, terdapat plaque hiperpigmentasi, lonjong, multiple,
ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna putih
halus sampai sedang. Regio thorakoabdominal, trunkus posterior,
ekstremitas superior, femoralis superior, terdapat papul eritem multiple,
dengan ukuran miliar sampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi
skuama berwarna putih halus. Regio fasialis dan koli posterior, terdapat
24
makula hipopigmentasi, multiple, ukuran lentikuler sampai dengan numular,
tersebar diskret, ditutupi skuama berwarna putih halus, dan terdapat plaque
hipopigmentasi, soliter, ukuran numular, yang ditutupi skuama berwarna
putih halus sampai sedang.
3.6. Diagnosis Banding
a. Pitiriasis Rosea
1. Tinea Korporis
2. Sifilis Tipe II
3. Dermatitis numular
b. Pitiriasis Alba
1. Tinea versikolor
2. Vitiligo
3. Psoariasis
3.7. Diagnosis Kerja
Pitiriasis Rosea dan Pitiriasis Alba
3.8. Penatalaksanaan
I. Pitiriasis Rosea
a. Non medikamentosa
1. Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa Pitiriasis Rosea bersifat
self limited disease ( dapat sembuh sendiri ), pasien dapat terganggu
dengan lesi yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada
pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian
menetap selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang
sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis
Rosea berlangsung hingga 3-4 bulan
25
2. Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan
mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang
mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi
menjadi bertambah berat.
b. Medikamentosa
1. Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida,
kalamin losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat
dengan lesi yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan
glukokortikoid topikal kerja menengah ( bethametasone dipropionate
0,025% ointment 2 kali sehari ).
2. Sistemik
- antihistamin : clorfeniramin maleat 3 x 2 mg tab
- antivirus : asiklovir 5 x 800 mg tab (1 minggu)
- vitamin : b comp 3 x 1 tab
II. Pitiriasis Alba
1. Nonmedikamentosa :
- Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa Pitiriasis Alba bukan
merupakan penyakit yang berbahaya dan menular, tetapi dapat
mengganggu penampilan wajah, terutama bila berkulit gelap,
sehingga pengobatan teratur diperlukan. Walaupun berlangsung
lama, namun dapat menghilang, dan dapat muncul kembali setelah
beberapa tahun.
2. Medikamentosa :
- Emolient dan penggunaan bahan antipruritus untuk mengurangi
kerusakan pada kulit dan mengontrol faktor –faktor eksaserbasi :
Krim atau salep Liquor Carbons Detergen 3-5%
26
3.9. Prognosis
a. quo ad vitam: bonam
b. quo ad functionam: bonam
c. quo ad sanationam: dubia ad bonam
d. quo ad cosmetica: dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yang dimulai dengan sebuah lesi primer yang dikarakteristikkan dengan gambaran
herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan
lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.2
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda
dengan rentang usia antara 15-40 tahun. 50% kasus mengenai usia di bawah 20
tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.2
Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual,
tidak nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu
muncul gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran
seperti Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan
sebagainya2.
Pitiriasis alba merupakan suatu penyakit kulit yang asimptomatik dengan
ciri khas berupa lesi kulit yang hipopigmentasi, penebalan, dan skuama dengan
batas yang kurang tegas. Kondisi seperti ini biasanya terletak pada daerah wajah,
lengan atas bagian lateral, dan paha. Jika terkena pada anak-anak biasanya lesinya
menghilang setelah dewasa. Pitiriasis alba umumnya ditemukan pada anak-anak
dan dewasa muda dan sering didapatkan pada wajah, leher, dan bahu. Lesi
menjadi jelas pada saat setelah musim panas dimana hanya pada bagian lesi, kulit
tidak menjadi gelap. Ukuran lesinya bervariasi namun biasanya rata-rata
berdiameter 2 – 4cm. 10,11,12
27
Pada kasus ini, didapatkan I, 14 tahun, datang dengan keluhan kisaran 3
bulan yang lalu, pasien mengeluh terdapat bercak merah disertai gatal di dada dan
perut. Bercak diawali oleh bercak kemerahan, gatal yang berukuran 3 x 2 cm,
berbentuk oval dengan warna merah di pinggir lebih tua dari warna di tengah.
Karena mengeluh gatal maka pasien juga menggaruknya pada saat malam hari.
Selain itu pasien juga mengeluh terdapat bercak-bercak putih yang gatal di pipi
dan leher bagian belakang. Bercak putih semakin membesar. Pada awal muncul
bercak putih sebesar biji jagung. Penderita mengaku bercak putih sudah diobati
sendiri dengan memberi salap (Pagoda) yang di jual di pasar.
Kisaran 1 bulan yang lalu, bercak kemerahan bertambah pada dada, perut,
punggung namun berukuran kecil. Bercak putih pada wajah dan leher juga
bertambah banyak dan gatal. Namun penderita tidak berobat.
Kisaran 1 minggu yang lalu, bercak kemerahan semakin bertambah dan
menyebar hingga ke lengan dan paha bagian atas penderita, ukuran bercak merah
kecil-kecil dan gatal. Bercak putih di wajah dan leher juga tidak menghilang dan
gatal. Diagnosis pasien ini adalah pitiriasis rosea dan pitiriasis alba berdasarkan
anamnesis dan status dermatologis.
Tabel 4.1. Anamnesis secara teori dan kasus.
AnamnesisTeori Kasus
- 50% kasus mengenai usia di bawah 20 tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.
- Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.
- Gejala prodormal seperti sakit kepala, demam ringan, malaise, hilang nafsu makan, faringitis, dan limfadenopati. Mengeluh gatal, terutama pada malam hari.
- Adanya herlad patch disusul dengan ditemukan lesi khas oval berskuama halus, ukuran lebih kecil, jumlah banyak, dengan bagian tepi tersusun papul-paqpul
- Anak-anak
- Pria
- Mengeluh gatal, terutama pada malam hari
- Pada pasien ditemukan
28
milier sehingga lesi tampak lebih meninggi, aksis panjang lesi sejajar garis kulit sehingga kalau di punggung menyerupai “christmas tree”
- Tempat predileksi: badan bagian atas, abdomen, punggung, lengan atas, leher, atau pada paha.
- Pada pasien ditemukan di badan bagian atas, abdomen, punggung, lengan atas, leher, atau pada paha.
AnamnesisTeori Kasus
- Pitiriasis alba umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia 3-16 tahun. Sembilan puluh persen kasus terjadi pada anak yang berusia lebih muda dari 12 tahun.
- Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.
- Pitiriasis alba umumnya bersifat asimtomatis tetapi bisa juga didapatkan rasa terbakar dan gatal.
- ditandai oleh makula berbentuk bulat atau oval kadang irregular yang pada awalnya berwarna merah muda atau coklat muda ditutupi dengan skuama halus, yang kemudian menjadi hipopigmentasi. Lesi biasanya multipel dengan diameter bervariasi antara 1-2 cm dan dapat tersebar secara simetris.
- Tempat predileksi: pada daerah wajah ( sekitar 50-60 % kasus ) terutama pada daerah dahi, sekitar mata dan mulut. Tetapi dapat juga ditemukan pada daerah yang lain seperti pada leher, bahu, ekstremitas atas serta pada ekstremitas bawah.
- Anak-anak 14 tahun
- Pria
- Mengeluh gatal
- Pada pasien ditemukan
- Pada pasien ditemukan di wajah dan leher.
29
Berdasarkan kedua data tersebut, maka mengarah ke pitiriasis rosea dan
pitiriasis alba. Kemudian dilakukan pengkajian lebih lanjut berdasarkan status
dermatologis.
Tabel 4.2. Status dermatologis berdasarkan teori dan kasus.
Status DermatologisTeori Kasus
- Tempat predileksi: badan bagian atas, abdomen, punggung, lengan atas, leher, atau pada paha.
- Efloresensi :
- lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal dengan nama herald patch.
- timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.
- Regio abdominal dan trunkus posterior, terdapat plaque hiperpigmentasi, lonjong, multiple, ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna putih halus sampai sedang.
- Regio thorakoabdominal, trunkus posterior, ekstremitas superior, femoralis superior, terdapat papul eritem multiple, dengan ukuran miliar sampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna putih halus.
Status DermatologisTeori Kasus
- Tempat predileksi : Tempat predileksi: pada daerah wajah ( sekitar 50-60 % kasus ) terutama
- Regio fasialis dan koli posterior, - terdapat makula hipopigmentasi, multiple,
30
pada daerah dahi, sekitar mata dan mulut. Tetapi dapat juga ditemukan pada daerah yang lain seperti pada leher, bahu, ekstremitas atas serta pada ekstremitas bawah.
- Efloresensi : makula berbentuk bulat atau oval kadang irregular yang pada awalnya berwarna merah muda atau coklat muda ditutupi dengan skuama halus, yang kemudian menjadi hipopigmentasi.6,13Lesi biasanya multipel dengan diameter bervariasi antara 0,5-2 cm dan dapat tersebar secara simetris.
ukuran lentikuler sampai dengan numular, tersebar diskret, ditutupi skuama berwarna putih halus.
- Terdapat plaque hipopigmentasi, soliter, ukuran numular, yang ditutupi skuama berwarna putih halus sampai sedang.
Pada status dermatologis di atas sesuai dengan teori yang ada, bahkan
telah mengarah kepada pitiriasis rosea dan pitiriasis alba sehingga diagnosis
pada pasien ini menjadi lebih kuat.
4.3. Diagnosis Banding.
I. Pitiriasis Rosea
a. Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan
timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa.
Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau kombinasi,
walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula
sifilitika.2 Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki
riwayat primary chancre ( makula eritem yang berkembang menjadi
papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah ) berupa tidak
ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan
telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).10
b. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton
rubrum pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala
klinisnya adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir
berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan
31
Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak
tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa
panjang pada pemeriksaan KOH 10%.10
c. Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang
ditandai dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan
dapat ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di
ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis
Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan
didominasi vesikel serta tidak berskuama.2
II. Pitiriasis Alba
1. Pitiriasis versikolor
Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial pada stratum
korneum yang disebabkan oleh jamur malassezia furfur.11,12
Makula secara tipikal sering terjadi pada punggung bagian atas dan dada
tetapi juga dapat terjadi pada lengan atas, leher dan wajah. Pemeriksaan
dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya fluoresensi berwarna
kuning keemasan pada daerah yang berskuama.3 Pemeriksaan KOH dari
skuama penderita ini mengandung hifa dan bentuk jamur dari malassezia
furfur. 11,12
2. Vitiligo
Vitiligo adalah gangguan autoimun progresif dapatan dengan gambaran
klinis makula berwarna putih. Penyakit ini memiliki lokasi lesi pada
tempat-tempat yang tidak biasa pada pitiriasis alba. Wajah adalah lokasi
yang sangat umum untuk vitiligo tetapi distribusinya biasanya paling
sering di sekitar mata atau mulut.11,12
Pada pemeriksaan lampu wood dan histopatologis didapatkan kehilangan
pigmen kulit yang menyeluruh dimana tidak didapatkan pada pitiriasis
alba.11,12
32
3. Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya disertai fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner.
4. Depigmentasi postinflamasi, yang didiagnosis dengan riwayat klinis dari
lesi inflamasi pada tempat yang hipokromik.3
Berdasarkan diagnosis banding, maka pada pasien ini menunjukkan
Pitiriasis Rosea dan Pitiriasis Alba.
Tabel 4.3. Penatalaksanaan berdasarkan teori dan kasus.
PenatalaksanaanTeori Kasus
1. Umum
- Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh sendiri ), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien.
2. Khusus
- TopikalUntuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari ).2,9
- SistemikPemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal.4 Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan
Non medikamentosa- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang
lama- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu,
kemudian menetap selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea berlangsung hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.
1.Medikamentosa1. Topikal
kalamin losion atau 0,25% mentol.2. Sistemik
- antihistamin : clorfeniramin maleat 3 x 2 mg tab- asiklovir : 8 x 500 mg tab (1 minggu)- vitamin : b comp 3 x 1 tab
33
kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau asetonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang diberikan selama 2 minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti inflamasi5,6. Namun dari penelitian di Tehran, Iran yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al menunjukkan tidak ada perbedaan perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan eritromisin oral dengan pemberian plasebo.7
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2
Pemakaian sinar radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan menguranngu lesi.2
Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B ( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.2
PenatalaksanaanTeori Kasus
Tujuan penatalaksanaan yaitu mengeliminasi inflamasi dan infeksi, mengembalikan barier stratum korneum dengan menggunakan emolient dan penggunaan bahan
Preparat ter, yaitu Krim atau salep Liquor Carbons Detergen 3-5%
34
antipruritus untuk mengurangi kerusakan pada kulit dan mengontrol faktor –faktor eksaserbasi.
Pengobatan untuk pitiriasis rosea pada kasus ini bersifat simptomatik dan
mempercepat penyembhan. Pengobatan topikal untuk mengembalikan kulit yang
sakit dan jaringan sekitarnya dalam keadaan fisiologis stabil secepatnya.
Sedangkan pengobatan Pitiriasis Alba pada kasus ini yaitu bertujuan untuk
mengeliminasi inflamasi dan infeksi, mengembalikan barier stratum korneum
dengan menggunakan emolient dan penggunaan bahan
antipruritus untuk mengurangi kerusakan pada kulit dan mengontrol faktor-
faktor eksaserbasi.
Prognosis pada pasien ini bonam. Prognosis akan baik selama pengobatan
sesuai dan teratur dengan anjuran.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.
2. Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rook’s textbook of dermatology.—7th ed. 2004. 25.79-82.
3. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada tanggal 15 Agustus 2010.
4. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis rosea is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest Dermatol. 2005; 124:1234-1240.
5. Stulberg, D. L., Jeff W. Pityriasis Rosea. Am Fam Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91. Diunduh dari www.aafp.org/20040101/p47.html pada tanggal 15 Agustus 2010.
6. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infectious disease. Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.
7. Galvan, S V et al. 2009. Atypical Pityriasis Rosea in a black child : a case report. Cases Journal Vol 2 : 6796.
8. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology. Aprl-Jun; 55(2): 192–194.
9. McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment forty eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.
10. Handoko RP. 2011. Skabies. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-6. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, hal. 122-125.
11. Ortonne JP, Bahadoran P, dkk. Hypomelanosis dan Hypermelanosis. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003:836-862.
36
12. Achyar RY. Kelainan-kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalam: Simposium Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI Cabang Jakarta Raya 1988: 46-59.
37