case presentation rehab-medik neuro stroke non hemoragik ama
DESCRIPTION
CTRANSCRIPT
STATUS NEUROLOGIS
Pemeriksa : M. Ruchyat Amar Yasin
Tgl. Pemeriksaan : 16 April 2004
I. IDENTITAS PASIEN
NAMA : Ny. S
UMUR : 31 tahun
ALAMAT : SB VI Tanjung Harapan, RT 04/ RW 11 Seputih
Banyak
AGAMA : Islam
PEKERJAAN : Guru SD
STATUS : Menikah
SUKU BANGSA : Jawa
TANGGAL MASUK : 15 April 2004
DIRAWAT YANG KE : I (Pertama)
II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS
Keluhan utama : Tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan
Keluhan tambahan : Bicara tidak jelas, kepala pusing disertai nyeri
Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan tangan dan tungkai kanan tidak bisa
digerakkan, disertai bicara yang tidak jelas (pelo) sejak 5 hari yang lalu. Keluhan ini
dirasakan saat penderita sedang berjalan dari dapur ke ruang tengah sehabis makan,
lalu pasien tiba - tiba jatuh pingsan kurang lebih 10 menit, setelah sadar pasien
muntah 2 kali dan mengeluh pusing disertai nyeri kepala yang hebat. Serangan ini
merupakan yang pertama kali dirasakan. Kemudian pasien dibawa ke RS Mardi
Waluyo, setelah diukur tekanan darahnya 240/120 mmHg. Di RS Waluyo dirawat
1
selama 4 hari, lalu karena tidak ada perbaikan yang berarti pasien dirujuk ke RSAM.
Setiba di RSAM tensi pasien adalah 190/110 mmHg.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki penyakit darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu,
tapi hanya berobat ke Puskesmas, dan obat yang didapat dari Puskesmas hanya
diminum saat pasien mengeluh sakit kepala.
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada anggota keluarga yang memiliki riwayat darah tinggi, yaitu ibu kandung pasien.
Riwayat Sosial EkonomiPasien bekerja sebagai guru SD. Pasien mempunyai tiga orang anak yang masih
tinggal satu rumah dengan pasien. Biaya hidup sehari-hari ditanggung pasien dan
suami.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesent- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- GCS : E4 M6 V5 = 15
E4 : Dapat membuka mata secara spontan
M6: Mengikuti perintah
V5 : Waktu bicara orientasi baik dengan disatria
- Vital sign
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,5º C
- Gizi : cukup
2
Status Generalis
- Kepala
Rambut : Hitam, keriting dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil bulat
sentral, isokor
Telinga : liang lapang, membran timpani intak.
Hidung : Septum deviasi (-), konka tidak hipertropi.
Mulut : Bibir kering, lidah kotor, lidah deviasi ke kanan
- Leher
Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran tiroid : (-)
JVP : Tidak meningkat
Trachea : Di tengah
- Thorak
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V garis mid clavicula kiri
Perkusi : Batas kanan : Sela iga IV garis parasternal kanan
Batas kiri : sela iga V garis midclavicula kiri
Batas atas : sela iga II garis parasternal kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan nafas kanan-kiri simetris, retraksi sela iga
(-)
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler ( +/+ ), whezing ( -/- ), ronkhi (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Perut rata dan simetris
Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
3
- Ekstremitas : Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-),
turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-),
turgor kulit baik
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf cranialis Kanan / Kiri
N. olfaktorius ( N. I )
Daya penciuman hidung : ( N / N )
N. opticus ( N. II )
Tajam penglihatan : ( VOD = >2/60 / VOS = > 2/60 )
Lapang penglihatan : Sulit dinilai
Tes warna : ( Tidak buta warna / Tidak buta warna )
Fundus oculi : Tidak dilakukan
N. occulomotorius, N. trochlearis, N. abducen ( N.III-N.IV-N.VI )
Kelopak mata :
Ptosis : ( - / - )
Endophtalmus : ( - / - )
Exopthalmus : ( - / - )
Pupil :
Diameter : ( 3 mm / 3 mm )
Bentuk : ( Bulat / Bulat )
Isokor / anisokor : ( Isokor / Isokor )
Posisi : ( Sentral / Sentral )
Reflek cahaya langsung : ( + / + )
Reflek cahaya tidak langsung : ( + / + )
Gerakan bola mata
Medial : ( + / + )
Lateral : ( + / + )
Superior : ( + / + )
Inferior : ( + / + )
Obliqus, superior : ( + / + )
Obliqus, inferior : ( + / + )
4
Reflek pupil akomodasi : ( + / + )
Reflek pupil konvergensi : ( + / + )
N. trigeminus ( N. V )
Sensibilitas
Ramus oftalmikus : ( Normal / Normal )
Ramus maksilaris : ( Normal / Normal )
Ramus mandibularis : ( Normal / Normal )
Motorik
M. maseter : ( Baik / Baik )
M. temporalis : ( Baik / Baik )
M. pterigoideus : ( Baik / Baik )
Reflek
Reflek kornea ( sensoris N. V, motoris N. VII ) : ( + / + )
Reflek bersin : ( + )
N. fascialis ( N. VII )
Inspeksi wajah sewaktu :
Diam : Simetris
Tertawa : Asimetris, ke kiri
Meringis : Asimetris, ke kiri
Bersiul : Tidak bisa bersiul
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk :
Mengerutkan dahi : Simetris
Menutup mata kuat-kuat : Simetris
Menggembungkan pipi : Tidak bisa
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : ( + / + )
N. acusticus ( N. VIII )
N. cochlearis
Ketajaman pendengaran : ( + / + )
Tinitus : ( - / - )
5
N. vestibularis
Test vertigo : Tidak dilakukan
Nistagmus : ( - / - )
N. glossopharingeus dan N. vagus ( N. IX dan N. X )
Suara bindeng / nasal : ( - / - )
Posisi uvula : Sulit dinilai
Palatum mole : Istirahat : Sulit dinilai
Bersuara : Sulit dinilai
Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dinilai
Bersuara : Sulit dinilai
Arcus pharingeus : Istirahat : Sulit dinilai
Bersuara : Sulit dinilai
Reflek batuk : (+)
Reflek muntah : (+)
Peristaltik usus : Bising usus (+) normal
Bradikardi : (-)
Takikardi : (-)
N. accesorius ( N. XI )
M. sternocleidomastoideus : ( Normal / Normal )
M. trapezius : ( Normal / Normal )
N. hipoglossus ( N. XII )
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : Miring ke kanan (saat dijulurkan)
Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Kernig test : (-)
Lasseque test : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinky II : (-)
6
Sistem motorik Superior ka / ki Inferior ka / ki
- Gerak - / + - / +
- Kekuatan otot 0 / 5 0 / 5
- Tonus Normotonus / Normotonus Normotonus / Normotonus
- Klonus - / -
- Atrophi - / - - / -
- Reflek fisiologis Bicep ( + / + ) Pattela ( + / + )
Tricep ( + / + ) Achiles ( + / + )
- Reflek patologi Hoffman trommer ( - / - ) Babinsky ( + / - )
Chaddock ( - / - )
Oppenheim ( - / - )
Schaefer ( - / - )
Gordon ( - / - )
Gonda ( - / - )
Sensibilitas
- Eksteroseptif / rasa permukaan ( superior / Inferior )
Rasa raba : ( + / + )
Rasa nyeri : ( + / + )
Rasa suhu panas : (+ / + )
Rasa suhu dingin : (+ / + )
- Propioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : ( + / + )
Rasa getar : tidak dilakukan
Rasa nyeri dalam : ( + / + )
- Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Asteriognosis : ( + )
Agnosa taktil : ( + )
Two point discrimination : ( + / + )
Koordinasi
▪ Tes tunjuk hidung : ( - / + )
▪ Tes pronasi supinasi : ( tidak dapat dilakukan / + )
7
Susunan saraf otonom
▪ Miksi : Normal
▪ Defekasi : Normal
▪ Salivasi : Normal
Fungsi luhur
▪ Fungsi bahasa : Baik
▪ Fungsi orientasi : Baik
▪ Fungsi memori : Baik
▪ Fungsi emosi : Baik
Algoritma Gadjah Mada
◘ Penurunan kesadaran : (+)
◘ Nyeri kepala : (+)
◘ Refleks babinsky : (+)
Stroke hemoragik
Score Djoenaedi
1. TIA sebelum serangan : Tidak ada = 0
2. Permulaan serangan : Mendadak = 6,5
3. Waktu serangan : Aktivitas = 6,5
4. Sakit kepala : Hebat = 7,5
5. Muntah : Mendadak = 7,5
6. Kesadaran : Menurun sementara lalu sadar = 1
7. Tekanan darah sistole : Waktu MRS (> 200/110) = 7,5
8. Tanda rangsangan : Kaku kuduk tidak ada = 0
9. Pupil : Isokor = 0
10. Fundus oculi : Tidak dilakukan = -
Jumlah = 36,5
8
RESUME
Pasien seorang wanita berumur 31 tahun datang dalam keadaan sadar dengan
keluhan tangan dan kaki kanan terasa lemas sejak 5 hari yang lalu dan berbicara
pelo/cadel. Pasien tiba-tiba pingsan saat akan berjalan dari dapur menuju ruang
tengah. Setelah sadar pasien muntah 2 kali dan mengeluh sakit kepala. Pasien segera
dibawa ke RS Mardi Waluyo dan pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan
tekanan sistolik 240 mmHg kemudian pasien dirawat selama 4 hari, namun karena
tidak ada perbaikan pasien dirujuk ke RSAM. Pasien mempunyai riwayat penyakit
darah tinggi sejak 1tahun yang lalu dan tidak control .
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compos Mentis, GCS = 15, TD =
170/90 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu 36,50C. Pemeriksaan
neurologis ditemukan : parese N VII dan N XII dextra, hemiplegi dextra. Refleks
patologi : Babinsky ( + / - )
Algoritma stroke Gadjah Mada, penurunan kesadaran ( + ), nyeri kepala ( + ), refleks
Babinski ( + ).
Djunaidi Skor : 36,5
DIAGNOSIS
- Klinis = Hemiplegi dekstra dengan parese N. VII dan N. XII dextra
tipe sentral + disartria + hipertensi
- Topis = Hemisfer serebri sinistra
- Etiologi = Stroke Hemoragik intra cerebral
Faktor resiko : Hipertensi
Riwayat keluarga
DIAGNOSIS BANDING
Stroke non hemoragik
PENATALAKSANAAN
1. Umum
Tirah Baring
9
2. Dietetik : peroral
Makanan lunak rendah garam dan lemak
3. Medikamentosa
IVFD Ringer laktat gtt XX / menit
Captopril 25 mg 3 X 1 tab
Douer cateter
Neurocet inj 3gr / 8 jam
Neurobion 1 amp / hari
4. Rehabilitasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Laboratorium
- Darah Lengkap : Hb. Ht, Diff count, LED, Trombosit, CT, BT
- Biokimia : Fungsi ginjal (ureum, Creatinin, asam urat), lipid profil (kolesterol
total, HDL, LDL trigliserida), GDS, GDPP
2. EKG
3. Radiologi : Foto thorak
4. CT Scan
PROGNOSA
o Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
o Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam
o Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
10
FOLLOW UP
Tanggal 17 April 2003
K.U : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM GCS : E4M6V5 = 15
Keluhan : tangan kanan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan, pusing.
Tanda Vital : TD : 140/90 mmHg
N : 100 X/menit
RR : 24 X/menit
T : 36,5 C
Status Motorik : Superior Inferior
Gerak + lemah / + + lemah/ +
K. O 2 / 5 1 / 5
Tonus N / N N / N
klonus - / -
Ref. Fisiologis + / + + / +
Ref. Patologis - / - - / -
Hasil Lab :
Kimia Darah :
Kolesterol Total = 198 mg/dl
Kolesterol HDL = 30 mg/dl
Kolesterol LDL = 127 mg/dl
Trigliserida = 206 mg/dl
Natrium = 128 nmol/l
Kalium = 2,0/l
Kalsium = 8,1 mg/dl
Klorida = 99 meq/L
Penatalaksanaan:
11
IVFD Ringer laktat gtt XX / menit
Captopril 25 mg 3 X 1 tab
Douer cateter
Neurocet inj 3gr / 8 jam
Neurosanbe 1 ampul/hari
Neurocap
Tanggal 18 April 2004
K.U : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM GCS : E4M6V5 = 15
Keluhan : tangan dan tungkai kanan tidak bisa digerakan
Tanda Vital : TD : 130/110 mmHg
N : 80 X/menit
RR : 24 X/menit
T : 360C
Status Motorik : Superior Inferior
Gerak + / + + / +
K. O 3 / 5 2 / 5
Tonus N / N N / N
Klonus - / -
Ref. Fisiologis + / + + / +
Ref. Patologis - / - - / -
Penatalaksanaan:
Tirah baring
Neurobion 1 amp / hari
Ka-En 3B
Captopril 25 mg 3 x 1
Diazepam 3 x 2
Urotractin 3 x 1
Neurocet 3 gr / 8 jam
REHABILITASI PASIEN STROKE
12
Pendahuluan
Rehabilitasi adalah suatu proses dinamik yang membantu seseorang mencapai potensi
fisik, emosional, psikososial dan vokasional untuk mempertahankan harga diri dan
kualitas hidup yang setinggi mungkin. Tujuan utam rhabilitasi adalah memperbaiki
fungsi, mendorong kemandirian dan kepuasan hidup, serta memelihara kepercayaan
diri. Agar efektif, rehabilitasi harus menjadi suatu filosofi asuhan dan bagian integral
pemberian asuhan kesehatan. Rehabilitasi mengartikan suatu kesinambungan restorasi
fungsional. Padasituasi tertentu pemulihan lengkap dimungkinkan. Akan tetapi bila
pemulihan lengkap dari fungsi tidak dimungkinkan dan terjadi kecacatan permanent
maka pasien harus dibantu untuk menerima, menyesuaikan dan berkompensasi
terhadap kekurangan yang ada serta mencapai tingkat fungsi yang optimal. Untuk
penyakit kronis tanpa penyembuhan, suatu program rehabilitasi dapat
mengoptimalkan kualitas hidup melalui promosi kesehatan, mengatasi gejala,
mencegah komplikasi dan edukasi pasien untuk mendorong kemandirian selama
mungkin.
Program Rehabilitasi Medik Pada Stroke
Secara umum Program Rehabilitasi Medik pada pasien stroke dibagi dalam 3tahap,
yaitu:
I. Tahap 1: Stadium Akut
Pada stadium ini pasien masih dalam kondisi medis belum stabil. Kesadaran pasien
bervariasi dari kompos mentis sampai koma. Umumnya terdapat gangguan motorik
dalam bentuk kelemahan satu sisi anggota gerak disertai gangguan lainnya, seperti
gagguan bicara, gangguan berbahasa, gangguan menelan, dan sebagainya.
Pada kondisi ini rehabilitasi medik preventive menjadi inti aktifitas,artinya
dilakukan upaya agar tidak terjadi komplikasi akibat penyakit utama atau akibat
imobilisasi yang dilakukan pasien.
II. Tahap 2 : Stadium Pemulihan Neurologis
Pada keadaan ini pasien telah stabil. Pemulihan neurologist ditandai dengan
adanya peningkatan kekuatan otot, refleks dan tonus otot yangsemula hilang
mulai muncul bahkan timbul spastisitas. Upaya rehabilitasi medik pada stadium
ini adalah untuk mengendalikan dan mengontrol agar timbulnya refleks ataupun
tonus otot tidak berlebihan agar tidak mengganggu pemulihan fungsi
13
dikemudian hari. Sebaliknya , pada otot yang tonusnya kurang, perlu mendapat
stimulasi dan fasilitasi. Keseimbangan antara otot agonis dan antagonis harus
dipertahankan.
III. Tahap 3 : Stadium pemulihan Fungsional
Stadium ini bertumpang tindih dengan stadium pemulihan neurologis. Titik
berat program rehabilitasi pada stadium ini terletak padamelatih gerakan
fungsional yang bertujuan. Dimulai dari gerakan volunteer yang sudah ada.
Latihan bertahap dan intervensi untuk merawat diri sampai aktif dalam kegiatan
sehari-hari seoptimal mngkin, sejalan dengan pemulihan neurologist yang
terjadi. Suatu saat dicapai kondisi yang memungkinkan pasien tidak perlu
dirawat inap,tetapi melanjutkan program rehabilitasi sebagai pasien rawat jalan.
Fse ini dapat berlangsung lama,sampai mencapai tujuan yang ditetapkan.
Sejak awal, perawatan dengn wawasan rehabilitasi medis mulai diterapkan.
Meyakinkan pasien agar mulai aktif berpartisipasi bersamaan dengan kondisi medis
yang membaik, merupakan pemicu motivasi yang positif.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
Perubahan posisi berbaring setiap 1-2 jam untuk mencegah kerusakan kulit,
terutama pada area kulit yang mendapat tekanan.
Posisikan pasien pada posisi anti kontraktor, terutama pada area parese. Kenali
dengan baik dan cegah kecendrungan terjadinya pola kontraktur pada pasien
stroke, yaitu kontraktur fleksi pada jari – jari area pergelagan tangan, pada
siku dan pada bahu disertai spastisitas tungkai.
Latihan lingkup gerak sendi dilakukan secara hati – hati dan benar. Lathan ini
disertai sedikit peregangan otot akan mencegah kontraktur sendi dan
menstimulasi redukasi otot.
Bila kondisi medis cukup stabil, lanjutkan dengan mobilisasi lanjut. Biasanya
fase ini sudah dapat dilakukan 24 – 48 jam pasca stroke.
Perkenalkan cara transfer kepda pasien dan keluarganya. Lakukan aktifitas
transfer (berubah posisi berpindah tempat) dengan cara hemat energi dan
memanfaatkan gerak otot sendi secara efesien.
Pasien diajak untuk aktif berperan serta untuk kegiatan yang bertujuan, misalnya
kebersihan diri, berkomunikas, berinteraksi dengan staff medis/perawat serta pasien
lain.
14
Manfaat Mobilisasi
Mencegah deep vein thrombosis, dekubitus, kontraktur, konstipasi, dan
pneumonia.
Memperbaiki toleransi orthostatic
Secara cepat terjadi pengembalian fungsi mental, motorik dan kemampuan
untuk aktifitas sehari – hari.
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan pasien dan keluarga terhadap
proses pemulihan
Mobilisasi segera ditunda bila terjadi :
Keadaan dan atau Stroke berat
Gejala / tanda neurologist yang memburuk
Perdarahan sub-Arachnoid atau intra serebral
Hipotensi orthostatic
Miocardial infark akut
Deep vein Thrombosis akut,sampai dapat teratasi
Rehabilitasi Medik Pada Stroke :
Fase Awal
Pada fase ini keadaan pasien mungkin masih lemah. Dengan kesdaran yang rendah
dan belum dapat berpartispasi secara aktif selama pengobatan. Pada fase ini yang
utama adalah mencegah akibat yang timbul dari tirah baring yang lama dengan cra
merubah posisi pasien setiap 2 jam disiang hari dan setiap 4 jam di malam hari.
Ada 3 posisi yang dianjurkan :
1. Posisi dimana pasien berbaring terlentang – pada bagian yang lumpuh
disangga dengan bantal.
2. Posisi dimana pasien berbaring pada posisi yang lumpuh – dengan posisi
lengan yang lumpuh membentuk sudut 90o dari badan. Lengan yang sehat
diletakkan diatas badan/bantal, tungkai dan kaki yang sehat dalam posisi
melangkah, diganjal bantal, pergelangan paha dan lutut agak ditekuk.
3. Posisi dimana pasien berbaring pada sisi yang sehat dengan posisi lengan
dan tangan yang lumpuh diatas bantal dan membentuk sudut rentang
sekitar 100o dari badan, tungkai yang lumpuh – pergelangan paha dan lutut
agak ditekuk. Tungkai dan kaki diganjal dengan bantal.
15
Selain itu, pada fase ini pasien juga dilatih gerak pasif untuk mencegah konraktur
dan kekakuan. Pada fase ini juga dilakukan pencegahan timbulnya infeksi saluran
kemih. Pada pasien dengan inkontinensia urine dan kelemahan otot sfingter
sebaiknya dipasang kondom kateter pada laki – laki dan pada pada pasien wanita
digunakan indwelling catheter. Kondom kateter ini diganti setiap hari , sedangkan
indwelling kateter diganti setiap minggu. Jika terjadi retensio urine, maka
dilakukan metode intermitten kateter sebanyak 4 kali dalam sehari. Jika pasien
dirawat, maka dilakukan kultur urine setiap minggunya.
Pada kasus konstipasi, maka pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi diet tinggi
serat dan makanan lunak. Jika tidak berhasil,maka baru gunakan obat pencahar.
Pada fase ini juga diperhatikan kelabilan emosi pasien, sehingga hal tersebut tidak
mengganggu proses rehabilitasi.
Penggunaan elastic stocking juga dianjurkan untuk mencega terjadinya trombosiss
vena – vena profunda dan ekstremitas inferior selama aktivitas ambulasi. Pada
fase ini juga dilakukan evaluasi terhadap gangguan komunikasi dan yang tidak
kalah pentingnya adalah speech therapy pada pasien – pasien dengan afasia atau
disartria seperti pada kasus ini.
Fase Lanjut
Pada fse ini partisipasi pasien sangat besar dal setiap latihan. Fase ini diawali
dengan latihan motorik berupa turning,rolling,sitting,kneeling. Latihan ini harus
berdasar pada:
1. Aktivitas dilakukan pada sisi yang terkena.
2. Pasien harus diposisikan pada posisi yang mencegah timbulnya spatisitas.
3. Latihan aktif dan pasif pada sisi yang lumpuh sebaiknya dimulai sejak fase
awal dan berlanjut hingga fase lanjut.
4. Gerakan dimulai dari anggota geraktubuh terutam daerah sendi panggul
dan sendi bahu.
5. Jaga keseimbangan.
Selanjutnya dapat dilakukan Gait training (latihan berjalan) dengan tahapan :
1. Pasien belajar dengan berpegangan pada pararel bar atau penunjang lain
saat berjalan.
2. Bila keseimbangan mulai nyata, penderita belajar memindahkan beban
penuh pada ekstremitas yang lebih sakit.
16
3. Pasien mulai melakukan gerakan jalan ditempat (Gaid drilld) dengan
berdiri ditempat dan bergantian memindahkan berat badan pada kedua
tungkai.
4. Setelah jalan ditempat dengan keseimbangan mantap, pasien mulai jalan
maju di pararel bar untuk membantu pola respirokal yang baik.
5. Mulai memakai tongkat kaki empat yanglebih stabil.
6. Akhirnya memakai tongkat biasa.
7. Belajar menaiki tangga dan ramp (tanjakan)
Kontraktur sendi mengganggu fungsi sehingga segala upaya harus dilakukan sejak
hari pertama serangan stroke untuk mencegah terjadinya kontraktur. Tindakan
pencegahan termasuk :
Teknik pengaturan letak
Gerakan Pasif semua sendi, dilakukan 2x sehari
Bila memungkinkan, pasien diajarkan melakukan latihan gerak sendi
sendiri setelah fungsi motorik cukup pulih
Latihan dilanjutkan secara permanent baik aktif maupun pasif setiap hari.
Bila terjadi kontraktur harus dilakukantindakan koreksi, terutama kontraktur pda
panggul, lutut, dan kaki yang menambah kesulitan ambulasi. Modalitas terapi
yang paling sering dan sederhana adalah peregangan pasif selama 20 menit dan
diawali dari pemanasan dari ultrasound, diatermi untuk meningkatkan elastisitas
jaringan ikat. Apabila kontraktur menetap,dapat dicoba aplikasi serialcost yang
dirubah tiap 3 – 4 hari hingga gerakan sendi bertambah mencapai maksimum.
Apabila setelah beberapa minggu serialcost tidak berhasil, pembedahan
merupakan indikasi.
STROKE HEMORAGIK
Pendahuluan
17
Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau paralisis akibat
lesi vaskular yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, terantung dari jenis
penyakit yang menjadi kausanya.
Definisi
Stroke adalah tanda – tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (global), dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih, atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (WHO, 1986).
Etiologi
1. Trombosis
Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling
sering. Trombosis ditemukan pada 40 % dari semua kasus stroke yang telah
dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal
dinding pembuluh darah akibat ateroklerosis.
2. Embolisme
Embolisme serebri termasuk mutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke.
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit
jantung.
3. Perdarahan Serebri
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan / atau subarakhnoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan.
Klasifikasi
Stroke hemoragik dibagi atas :
1. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
2. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
18
Patofisiologi
Faktor resiko terbesar untuk terjadinya perdarahan otak adalah hipertensi.
Pecahnya mikroaneurisme dalam arteiola menyebabkan perdarahan di ganglia basal,
talamus, pons atau serebelum. Di daerah – daerah tersebut pembuluh darah arteri
pendek dan lurus dan hanya mempunyai sedikit cabang. Arteri – arteri tersebut keluar
dari arteri – arteri besar di batang otak dan secara fungsional merupakan arteri akhir
yang memberi darah kepada bagian basal dan mesial otak serta batang otak. Jarak
antara arteri dan kapiler relatif pendek sehingga arteriol – arteriol harus menahan
tekanan tinggi yang berasal dari arteri besar.
Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan serebral terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak di dalam
parechym otam. Pecahnya pembuluh darah disebabkan kerusakan dinding akibat
arteriosklerosis, peradangan (sifilis), trauma atau kelainan kongenital (aneurisme,
malformasi).
Hal ini dipermudah terjadinya bila terjadi peninggian tekanan darah secara tiba –
tiba. Perdarahan intra serebral sering timbul akibat pecahnya mikroaneurisme akibat
hipertensi lama dan paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum dan pons.
Perdarahan di daerah korteks sering akibat tumor yang berdarah atau malformasi
pembuluh darah yang pecah.
Perdarahan Subarachnoidalis (PSA)
Perdarahan terutama pada sirkulus Willisi dan berasal dari aneurisme kongenital
yang pecah. Biasa terjadi pada usia lebih muda. Perdarahan sering berulang dan
menimbulkan vasospasme hebat sehingga terjadi infark otak.
Gejala Klinik PIS PSA
1. Gejala defisit local Berat Ringan
2. SIS sebelumnya Amat jarang -
3. Permulaan (onset) Menit/jam 1 – 2 menit
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
5. Muntah pada awalnya Sering Sering
19
6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak
7. Kesadaran Biasa hilang Biasa hilang sebentar
8. Kaku kuduk Jarang Biasa ada
9. Hemiparesis Sering sejak Permulaan tidak ada
10. Deviasi mata - Tidak ada
11. Gangguan bicara Bisa ada Jarang
12. Likuor Sering Selalu
13. Perdarahan subarakhnoid Sering Berdarah
14. Paresis / gangguan N. III Berdarah tidak ada Bisa ada mungkin (+)
Apabila terjadi trombosis pada susunan vena serebral, maka darah dari otak
yang dialirkan kembali ke jantung tersumbat. Dan daerah yang membuang darah
venousnya ke vena yang tersumbat itu mengalami iskemia. Darah arterial yang
masuk ke daerah itu masih dapat menghantarkan oksigen dan glukosa untuk
metabolisme regional tersebut. Akan tetapi daerah itu tidak dapat menghanyutkan
katabolitnya karena aliran darah vena tersumbat. Maka dari itu manifestasi dini pada
trombosis vena ialah kejang fokal, akibat iskemia serebri regional.
Iskemia serebri regional akibat trombosis serebri berkembang menjadi infark
iskemia dan hemoragik. Pada tahap ini berkembanglah hemiparese yang tidak alam
akan menjadi hemiparalisis. Trombosis vena atau sinus, biasanya sekunder terhadap
infeksi di wilayah wajah, mastoid dan sinus paranasalis. Radang yang akut menjalar
ke vena – vena besar melalui osteomielitis setempat. Atau menyebabkan
tromboflebitis pada pembuluh – pembuluh diploika yang kecil, kemudian menjalar ke
vena – vena besar melalui vena emisaria. Sebab – sebab lain trombosis vena otak
ialah kakeksia terutama pada anak, keadaan postpartum (akibat hiperfibrinogenemia),
pemakaian obat anti hamil (belum diketahui mekanismenya), polisitemia, kelainan
jantung bawaan dan dekompensatio kordis.
Apa yang telah diuraikan hingga kini ialah patogenesis lesi vasular serebral
regional dan manifestasi klinik jenis CVD yang bersifat oklusif belaka, tidak peduli
apakah penyumbatan itu disebabkan spasmus, trombosis parsial atau total, embolisasi
atau kompresi terhadap arteri dari luar oleh suatu tumor. Faktor – faktor ekstrinsik
20
selalu merupakan faktor presipitasi bangkitnya manifestasi hilangnya fungsi serebral
regional itu.
Penanganan
Karena biasanya penderita berada dalam koma, maka pengobatan dibagi
dalam pengobatan umum dan pengobatan spesifik.
1. Pengobatan Umum
Perhatikan pedoman berikut ini :
Nafas, jalan nafas harus bebas untuk menjamin keperluan oksigen.
Darah, dijaga agar TD tetap cukup (tinggi) untuk mengalirkan darah
(perfusi) ke otak, dan menjaga komposisi darah (O2, Hb, glukosa) tetap
optimal untuk metabolisme otak.
Otak, mencegah terjadinya edem otak dan timbulnya kejang dengan
kortikosteroid, gliserol atau manitol untuk edema, dan valium i.v. pelan –
pelan terhadap kejang – kejang.
Ginjal, saluran kemih dan balans cairan diperhatikan.
Gastrointestinum, fungsi defekasi / percernaan dan nutrisi jangan
diabaikan.
2. Pengobatan Spesifik
Pengobatan kausal. Pengobatan terhadap perdarahan di otak dengan tujuan
hemostatis, misalnya asam traneksamat 1 gr / 4 jam i.v. pelan – pelan selama 3
minggu, kemudian dosis berangsur – angrus diturunkan. Khasiatnya adalah anti
fibrinolitik sehingga mencegah lisisnya bekuan darah, jadi mencegah perdarahan
berulang.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. PERDOSSI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, 3 – 7.
2. Prof. DR. Mahar Mardjono & Prof. DR. Priguna Sidharta : Neurologi
Klinis Dasar, Edisi VI, 1994, 270 – 290.
3. Mary Carter Lombardo : Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses
Penyakit, Edisi 4, 1995, 964 – 972.
4. Dr. Siti Amnisa Nuhonni, SpRM, Simposium Penatalaksanaan Stroke
Masa Kini, 101, Bandar Lampung,2000
22