case ujian

60
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah kumpulan gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak baik fokal atau global secara tiba-tiba, disertai gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain gangguan vaskuler. 1-3 Stroke termasuk penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak terganggu atau sangat berkurang, sehingga kurangnya oksigen dan makanan untuk jaringan otak. Dalam waktu beberapa menit, sel-sel otak mulai mati. 1-3 Definisi afasia pula adalah Afasia adalah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak. 1-3 2.2. Anatomi dan fisiologi susunan saraf pusat

Upload: syahidah-zaki

Post on 25-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

stroke

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah kumpulan gejala

klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak baik fokal atau global secara tiba-tiba, disertai

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain selain gangguan vaskuler.1-3

Stroke termasuk penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan

kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan

oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan,

penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak

terganggu atau sangat berkurang, sehingga kurangnya oksigen dan makanan untuk jaringan

otak. Dalam waktu beberapa menit, sel-sel otak mulai mati.1-3

Definisi afasia pula adalah Afasia adalah kesulitan dalam memahami dan/atau

memproduksi bahasa yang disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan

hemisfer otak.1-3

2.2.Anatomi dan fisiologi susunan saraf pusat

Gambar 1: anatomi otak

Susunan saraf pusat meliputi otak dan medulla spinalis. Otak dan medulla spinalis masing-

masing dilindungi oleh struktur yang keras seperti tulang tengkorak kepala dan vertebral atau

tulang belakang serta struktur yang lunak seperti kulit, selaput otak atau duramater sampai ke

cairan otak.

Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan

pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh 3 selaput otak yang disebut meningen (duramater,

arachnoid, dan piamater) dan berada di dalam rongga tengkorak.

1. Cerebrum

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral

Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan

manusia dengan binatang.Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,

logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.Kecerdasan intelektual

atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat)

bagian yang disebut Lobus.Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang

menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal,

Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

Bagian-bagian serebri yang utama:

Lobus Frontalis : sangat banyak berhubungan dengan fungsi luhur dan kognitif serta

pusat bicara motorik. Pada keadaan stroke, daerah yang sering terkena adalah pusat

bicara motorik (girus frontalis inferior) maka gejala yang didapat berupa gangguan bicara

motorik (afasi motorik/afasi broca).

Lobus Parietalis : merupakan pusat sensorik tubuh, pada stroke gejala yang terkena

adalah gangguan sensoris dan dapat timbul rasa nyeri (central pain).

Lobus Occipitalis : pusat penglihatan, bila daerah ini terkena pasien mengalami buta

sentral (central blindness).

Lobus Temporalis : berhubungan dengan pusat bicara sensorik (girus temporalis

superior/wernicke), gejala yang didapat adalah afasia sensorik.2

2. Diensefalon

Bagian ini mencakup talamus dengan korpus genikulatum, epitalamus, subtalamus dan

hipotalamus.Talamus merupakan struktur penentu bagi persepsi beberapa tipe

sensasi.Hipotalamus yang terletak di sebelah ventral talamus dan membentuk lantai serta dinding

inferior lateral dari ventrikel III.Kerusakan pada regio hipotalamus dapat menghasilkan berbagai

macam gejala termasuk diabetes insipidus, obesitas, distrofi seksual, somnolen, kehilangan nafsu

seks dan kehilangan pengendalian temperatur.

Batang Otak

Mesensefalon

Merupakan bagian otak yang pendek dan terletak diantara pons dan hemisfer serebri.di

sisi terletak nukleus saraf kranialis okulomotorius (N.III) dan troklearis (N.IV) yang berperan

dalam gerakan bola mata.

Pons

Terletak di sebelah ventral serebelum dan anterior medula.Pada pons ini terletak inti dari

saraf kranialis trigeminus (N.V), abdusens (N.VI), fasialis (N.VII), dan vestibularis-koklearis

(N.VIII).Lesi di daerah batang otak dapat menyebabkan gejala yang dapat dihubungkan dengan

terlibatnya lintasan motorik dan sensorik yang melewati lesi tersebut, terutama dengan terlibatnya nuklei

saraf kranialis yang berada dalam daerah lesi.

Medula Oblongata

Merupakan bagian batang otak yang berbentuk piramid di antara medula spinalis dan pons.Pada

medula oblongata terletak nukleus saraf kranialis glossofaringeus (N.IX), vagus (N.X), assesorius (N.XI),

dan hipoglossus (N.XII).

Serebelum

Terletak pada fossa posterior tengkorak di belakang pons dan medulla, dipisahkan dengan

serebrum yang berada dibagian superior oleh perluasan duramater yaitu tentorium serebeli. Fungsi

serebelum ini antara lain mempertahankan posisi tubuh, mengendalikan otot-otot anti gravitasi dari tubuh,

dan mengerem pada gerakan di bawah kemauan, terutama gerakan yang memerlukan pengawasan dan

penghentian serta gerakan halus dari tangan.2

Sistem Peredaran Darah Otak

Gambar 2: Sistem Peredaran darah otak

Hemisfer otak diperdarahan oleh 3 pasang arteri utama yaitu a. cerebri anterior, a.

cerebri media, dan a. cerebri posterior. Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem

karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna masuk ke

rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mensuplai arteri

oftalmika untuk nervus optikus dan retina, dan bercabang dua menjadi arteri serebri anterior dan

arteri serebri media.3

Anterior Cerebral Artery (ACA) memperdarahi bagian medial lobus frontal dan parietal

dan bagian anterior dari ganglia basal dan kapsula interna anterior.

Middle Cerebral artery (MCA) memperdarahi bagian lateral lobus frontal dan parietal,

serta bagian anterior dan lateral lobus temporal, dan menimbulkan perforantes cabang ke

globus pallidus, putamen dan kapsula interna.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri

subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal,

masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing

sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri

basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri

basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:3

Posterior Cerebral Artery (PCA) memperdarahi talamus dan batang otak dan cabang-

cabang kortikal ke lobus temporal medial dan posterior dan lobus oksipital. Cerebellum

diperdarahi Posterior Inferior Cerebellar Artery (PICA) cabang dari arteri vertebralis, dan bagian

superior oleh arteri cerebellaris superior, dan anterolateral oleh Anterior Inferior Cerebllar Artery

(AICA) dari basilar Artery.

Gambar 3. Gambaran Suplai Pendarahan Otak3. MCA(merah) memasok aspek lateral dari

belahan otak, termasuk parietal frontal lateral, dan lobus temporal anterior, insula dan ganglia

basal. ACA(biru) memasok lobus frontal dan parietal medial. PCA(hijau) memasok lobus

temporal dan oksipital talamus dan inferior. Arteri Choroidal anterior (kuning) memasok

tungkai posterior kapsul internal dan bagian dari hippocampus memperluas ke permukaan

anterior dan superior dari tanduk oksipital ventrikel lateral.

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak

dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus

basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.3

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama

memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak

(ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor.3

tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena

tahanan (perifer) pembuluh darah otak.

viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).

2.3 Klasifikasi Stroke

Banyak aspek yang dipertimbangkan dalam menetapkan pembagian stroke. Berdasarkan

kausanya, stroke terbagi dua yaitu hemoragik dan iskemik:2-5

1. Jenis perdarahan (stroke hemoragik)

Disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subaraknoid. Pada

perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat terjadi karena berry

aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau

pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah otak

tersebut. Perdarahan subaraknoid dapat disebabkan pecahnya aneurisma kongenital

pembuluh darah arteri otak di ruang subaraknoidal.

2. Jenis oklusif (stroke iskemik)

Dapat terjadi karena emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya berasal dari jantung atau

pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun ekstrakranial atau trombotik/arteriosklerotik fokal

pada pembuluh arteri otak yang berangsur-angsur menyempit dan akhirnya tersumbat.

Berdasarkan kelainan patologis :

1. Stroke hemoragik

Perdarahan intra serebral

Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

2. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

Aterosklerosis (hipoperfusi, emboli arteriogenik)

Penetrating artery disease (Lacunes)

Emboli kardiogenik (fibrilasi atrial, penyakit katup jantung, trombus ventrikal)

Cryptogenic stroke

Lain-lain (kadar protrombin, dissections, arteritis, migrain/vasospasm,

ketergantungan obat)

Berdasarkan waktu terjadinya :

1. Transient Ischemic Attack (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul

mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai kurang 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke : perjalanan stroke berlangsung perlahan

meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya terus bertambah berat.

4. Completed stroke / serangan stroke iskemik irreversible : gangguan neurologis maksimal

sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke di mana defisit

neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan kemudiannya dapat membaik/menetap.2-5

Berdasarkan lokasi lesi vaskuler :

1. Sistem karotis

Motorik : hemiparese kontralateral, hiperrefleks fisiologis, disartria

Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2. Sistem vertebrobasiler

Motorik : hemiparese alternans, disartria, hiporefleks fisiologis

Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia, disfagia

2.4 Etiologi Stroke Iskemik

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli

ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan

oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran

darah menuju ke otak akan menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada

terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2-5

1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di

jantung dan sistem vaskuler sistemik.

a. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat berasal dari

“plaque atherosclerotic” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada

intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.

b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada :

Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan

bagian kiri atrium atau ventrikel

Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan

pada katup mitralis

Fibrilasi atrium

Infarksio kordis akut

Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endokardial, jantung miksomatosus

sistemik

c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai :

Emboli septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru

Embolisasi lemak dan udara atau gas

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right sided circulation

(emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti

pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan, trombi mural (seperti infark miokard, atrial

fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke

emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah

terjadinya infark miokard.

2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem

arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).

Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral

utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat

menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan

trombus aterosklerosis atau ulserasi plak, dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisitemia, anemia sickle cell, defisiensi protein

C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat

gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat

menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contoh: trauma, diseksi aorta torasik, arteritis).2-5

2.5 Faktor Resiko

Faktor risiko untuk terjadinya stroke yang dapat dirubah atau dikendalikan :2-6

1. Tekanan darah tinggi

2. Diabetes mellitus

3. Kadar lemak (kolesterol) darah yang tinggi

4. Kegemukan (obesitas)

5. Kadar asam urat yang tinggi

6. Stress

7. Merokok

8. Alkohol

9. Pola hidup tidak sehat

Faktor risiko tidak bisa dirubah / dikendalikan :

1. Usia tua

2. Jenis kelamin

3. Ras

4. Pernah menderita stroke

5. Kecenderungan stroke pada keluarga (faktor keturunan/ genetik)

6. Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh darah otak dimana

stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak-anak dan atau remaja)

2.6 Manifestasi Klinis Stroke

Gejala defisit neurologik yang timbul tergantung pada daerah pembuluh darah yang

terkena. Terdapat beberapa sindroma sesuai dengan arteri yang terkena.

Sistem pembuluh darah karotis:

1. Sindroma arteri serebri media

Hemiparese kontralateral. Kadang-kadang hanya mengenai otot wajah dan lengan,

tungkai tidak terkena atau lebih ringan

Hemihipestesia kontralateral

Afasia motorik, sensorik atau global bila mengenai hemisfer dominan

Gangguan penglihatan pada 1 mata (amaurosis fugaks) atau pada 2 belahan mata

(hemianopsia homonim)

Bila mengenai daerah subkortikal, gejala hanya gangguan motorik murni

2. Sindroma arteri serebri anterior

Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian proksimal dapat

terkena

Inkontinensia urin

Grasp refleks (+)

Apraksia dan gangguan kognitif lainnya.

Sistem pembuluh darah vertebrobasiler:

1. Sindroma arteri serebri posterior

Gangguan penglihatan pada satu atau dua mata berupa sukar mengenal objek, wajah,

warna, simbol

Hemihipestesia, kadang-kadang disestesia atau nyeri spontan

2. Sindroma arteri vertebrobasiler

Hemiparese kontralateral

Kelumpuhan saraf otak ipsilateral

3. Gangguan fungsi serebellum (ataksia, hipotoni, vertigo, nistagmus, muntah)

Hemihipestesia

Gejala Awal Stroke Yang Harus Diwaspadai

Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive, Speech,

dan Three of signs):

F = Face (Wajah)

Wajah tampak mencong sebelah tidak simetris. Sebelah sudur mulut tertarik ke bawah dan

lekukan antara hidung ke sudut mulut atas tampak mendatar.

A = Arms Drive (Gerakan Lengan)

Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke atas selama

30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak disadari penderita, maka

lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada kelumpuhan yang

berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa

digerakkan sama sekali.

S = Speech (Bicara)

Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak bisa berkata-kata (gagu) atau bisa bicara

akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang sehingga komunikasi verbal tidak nyambung.

T = Three of signs (ketiga tanda diatas)

Ada tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.

Terdapat gejala atau tanda lain stroke yaitu:

Orang tiba-tiba terlihat mengantuk berat atau kehilangan kesadaran atau pingsan

Pusing berputar

Rasa baal atau kesemutan separuh badan

Gangguan penglihatan secara tiba-tiba pada satu atau dua mata

2.7 Diagnosis Stroke

Untuk menegakkan diagnosis stroke pencitraan CT scan (Computerised Tomography

Scanning) yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard). Mengingat bahwa alat

tersebut saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan

kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah

benar kasus tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala,

juga dapat memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang

dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan. Untuk

membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik atau keduanya, dapat

ditentukan berdasarkan pemeriksaan berikut:7

1. Anamnesis

Langkah ini tidak sulit karena, sekiranya memang stroke sebagai penyebab, maka sesuai

dengan definisinya, di mana kelainan saraf yang timbul adalah secara mendadak. Bila sudah

ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan

stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke non hemoragik.2

Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.

Stroke haemorhagik :

- Penderita rata-rata lebih muda

- Ada hipertensi

- Terjadi dalam keadaan aktif

- Didahului nyeri kepala

- Kesadaran menurun (tidak selalu)

- Ada meningismus (tidak selalu kecuali pada perdarahan subaraknoid)

Stroke iskemik :

- Penderita rata-rata lebih tua

- Terjadi dalam keadaan istirahat

- Ada dislipidemia(LDL tinggi), DM, disaritmia jantung

- Nyeri kepala

- Gangguan kesadaran jarang.

Tabel 1. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infark

ANAMNESA PERDARAHAN EMBOLI TROMBOSIS

Gejala terjadi akut akut subakut

Waktu aktif aktif bangun pagi

Peringatan (TIA) - + +

Nyeri kepala + - -

Muntah + - -

Kejang + - -

Diabetes - + +

Gangguan katup - + -

Tabel 2. Perbedaan klinis antara perdarahan dan infark

KLINIS PERDARAHAN EMBOLI TROMBOSIS

Glasgow Coma Scale rendah sedikit sedikit

Hemi plegi parese parese

Kaku kuduk + - -

Deviation conjugree + - -

Gangguan N. III, IV, VI + - -

Bradikardi + - hari ke-4

Papiledema + - -

Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis2

Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Onset atau awitan Mendadak Mendadak

Saat onset sedang aktif Istirahat

Peringatan (warning) - +

Nyeri kepala +++ ±

Kejang ± -

Muntah ± -

Penurunan kesadaran ±±± ±

1. Pemeriksaan klinis neurologis

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara

keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:8

Tabel 4. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tandanya:8

Tanda (Sign) Stroke Hemoragik Stroke Infark

Bradikardi ±± (dari awal) ± (hari ke-4)

Edema papil sering + -

Kaku kuduk + -

Tanda Kernig, Brudzinski ++ -

2. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain :

a. Siriraj Stroke Score

Bila tidak memungkin untuk dilaksanakan pemeriksaan CT Scan, maka dapat dipakai Siriraj

Stroke Score. 2

SSS (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) - (3

x petanda ateroma) - 12

Tabel 5: Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score. 8

No Gejala / Tanda Penilaian Indeks Skor

.

1. Kesadaran (0) Kompos mentis

(1) Mengantuk

(2) Semi koma / koma

X 2,5 +

2. Muntah (0) Tidak

(1) Ya

X 2 +

3. Nyeri kepala (0) Tidak

(1) Ya

X 2 +

4. Tekanan darah Diastolik X 10% +

5. Ateroma

a. DM

b. Angina pectoris

c. Penyakit pembuluh

darah

(0) Tidak

(1) Salah satu atau lebih

X (-3) -

6. Konstanta -12 -12

SSS > 1 = Stroke hemoragik

SSS < -1 = Stroke non hemoragik

b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada Algoritma

dengan atau tanpa

Penderita Stroke Akut

Penurunan Kesadaran

Nyeri Kepala

Refleks Babinski

4. Pemeriksaan dengan

menggunakan alat bantu

Tabel 6. Perbedaan jenis

stroke dengan menggunakan alat bantu

Pemeriksaan Stroke Hemoragik Stroke non hemoragik

a. Funduskopi Perdarahan retina dan korpus

vitreum

Crossing phenomen

Silver wire artries

b. Pungsi lumbal

Tekanan

Warna

Meningkat

Merah

Normal

Jernih

Ketiganya atau 2 dari ya Stroke perdarahan

ketiganya ada (+) intraserebral

Tidak

Penurunan kesadaran (+) ya Stroke perdarahan

Nyeri kepala (-) intraserebral

Refleks babinski (-)

Penurunan kesadaran (-) ya Stroke perdarahan

Nyeri kepala (+) intraserebral

Refleks Babinski (-)

Tidak

Penurunan kesadaran (-) ya Stroke iskemik akut

Nyeri kepala (-) atau stroke infark

Refleks Babinski (+)

tidak

Penurunan kesadaran (-) ya Stroke iskemik akut

Nyeri kepala (-) atau stroke infark

Refleks Babinski (-)

c. Arteriografi Ada shift Oklusi

d. CT Scan *

e. MRI **

Tabel 7. Gambaran CT Scan stroke infark dan stroke hemoragik

Jenis Stroke Interval antara onset dan pemeriksaan CT Scan

Temuan pada CT Scan

Infark <24 jam

24-48 jam

3-5 hari

6-13 hari

14-21 hari

>21 hari

- Efek masa dengan pendataran girus yang

ringan atau penurunan ringan densitas

substansia alba dan substansia grisea

- Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai

berat)

- Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan

adanya cytotoxic edema dan mungkin

didapatkannya efek massa

- Daerah hipoden lebih homogen dengan batas

yang tegas dan didapatkan penyangatan pada

pemberian kontras

- Didapatkan fogging effect (daerah infark

menjadi isoden seperti daerah sekelilingnya

tetapi dengan pemberian kontras didapatkan

penyangatan).

- Area hipodens lebih mengecil dengan batas

yang jelas dan mungkin pelebaran ventrikel

ipsilateral.

Hemoragik 7-10 hari pertama

11 hari – 2 bulan

- Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi

oleh area hipodens (edema)

- Menjadi hipodens dengan penyangatan

disekelilingnya (peripheral ring enhancement)

merupakan deposisi hemosiderin dan

>2 bulan

pembesaran homolateral ventrikel

- Daerah isodens (hematoma yang besar dengan

defect hipodens)

Tabel 8. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

Tipe stroke infark / hemoragik MRI Signal Characteristic

T 1 weighted image T 2 weighted image

Stroke infark hipointens (hitam) hiperintens (putih)

Stroke hemoragik (hari antara onset dan

pemeriksaan MRI)

1-3 (akut), deoxyhemoglobine

3-7 intracellular methemoglobin

7-14 free methemoglobine

> 21 (kronis) hemosiderin

Isointens Hipointens

Hiperintens Isointens

Hiperintens Hiperintens

Hiperintens Sangat hipointens

Bamford Classification digunakan untuk tipe infark2

1. PACI : Partial Anterior Circulation Infarct, gejala lebih terbatas pada daerah yanglebih

kecil dari sirkulasi serebral pada sistem karotis.

Gejala klinisnya :

Defisit motorik/sensorik + hemianopia

Defisit motorik/sensorik + gejala fungsi luhur

Gejala fungsi luhur + hemianopia

Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif dibandingkan infark lakunar

(hanya monoparesis – monosensorik)

Gangguan fungsi luhur saja

2. TACI : Total Anterior Circulation Infarct, pada sistem sirkulasi karotis, dengan gambaran :

Hemiparesis dengan gangguan sensorik kontralateral sisi lesi

Hemianopia kontralateral sisi lesi

Gangguan fungsi luhur : misal afasia, gangguan visuospasial, hemineglect,

agnosia, apraxia.

3. LACI : Lacunar Infarct, disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep

infarct). Tanda-tanda klinisnya :

Tidak ada deficit visual

Tidak ada gangguan fungsi luhur

Tidak ada gangguan fungsi batang otak

Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil

Gambaran klinik dari LACI :

- Pure Motor Stroke (PMS)

- Pure Sensory Stroke (PSS)

- Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan dysarthria-clumsy-hand syndrome)

4. POCI : Posterior Circulation Infarct. Oklusi pada batang otak atau lobus posterior. Gejala

klinisnya:

Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan motorik / sensorik

kontralateral.

Gangguan motorik dan sensorik bilateral

Gangguan pergerakan konjugat mata (horizontal et vertical)

Disfungsi serebelar tanpa gangguan long tract ipsilateral

Isolated hemianopia atau buta kortikal

Penurunan kesadaran yang cukup berat karena gangguan pada traktus retikularis.

STROKE ISKEMIK

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke

otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% dari stroke adalah stroke iskemik.

Gambar : Penyumbatan pembuluh darah

Patofisiologi

Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :8-10

1. Stroke trombotik/ateriosklerotik fokal

Jenis stroke ini terjadi ketika gumpalan darah (trombus) terbentuk di salah satu arteri

yang memasok darah ke otak yang berangsur-angsur menyempit dan akhirnya

tersumbat. Bekuan biasanya terbentuk di kawasan yang rusak oleh aterosklerosis yaitu

penyakit di mana arteri tersumbat oleh timbunan lemak (plak). Proses ini dapat terjadi dalam

satu dari dua arteri karotis leher yang membawa darah ke otak, serta di arteri lain dari leher

atau otak. Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling

sering. Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama

trombosis serebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan

yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan

beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-

tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat

mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteri besar.

Bagian intima arteri sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel ototnya

menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh

sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan

atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus

tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin

jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris

bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada

permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.

Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme

koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap

tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2. Stroke embolik

Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis.

Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang

dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat

mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian

yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi

media, terutama bagian atas.

3. Hipoperfusi sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya

gangguan denyut jantung.

Patofisiologi stroke iskemik akut

a) Masalah vaskular, hematologi, dan jantung akibat berkurang atau berhentinya aliran

darah.

b) Masalah perubahan biokimia akibat iskemik, dapat terjadi dekrosis jaringan otak: neuron,

sel glia, dan lain-lain.

Jika terjadi oklusi atau hipoperfusi otak yang aliran darah otak normal 15-20 % dari

cardiac output, jika CBF atau aliran darah otak 20 ml/menit/100gr otak maka otak akan berada

dalam keadaan iskemik, sehingga terjadi gangguan fungsi otak dan pada EEG akan timbul

perlambatan, namun bila CBF kembali normal, maka gangguan fungsi akan pulih kembali.8-10

Bila CBF 8-10 ml/menit/100gr otak, sel otak dalam keadaan infark dan bila tidak segera

diatasi akan timbul defisit neurologis sehingga timbul kecacatan dan kematian. Daerah sekeliling

yang terancam disebut daerah penumbra, di mana sel belum mati tapi fungsi berkurang dan

mengakibatkan defisit neurologik. Maka dari itu, sasaran terapi stroke iskemik akut agar daerah

penumbra dapat direperfusi dan sel otak dapat berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung

faktor waktu. Disekeliling daerah penumbra terdapat area hyperemik karena aliran darah

kolateral/luxury perfusion area.

Gambar 5 : Patofisiologi stroke sehingga meningkatkan tekanan intrakranial

Mekanisme kematian sel otak

1. Proses nekrosis, ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton sel, reaksi inflamasi

dan proses fagositosis debris nekrotik. Berhubungan dengan exitotoxic injury dan free

radical injury.

2. Proses apoptosis atau silent death, sitoskeleton neuron menciut tanpa reaksi inflamasi

seluler. Kaskade iskemik, lambat, dan berhubungan proses pompa ion natrium dan

kalium.

Gejala klinis stroke iskemik tergantung oleh lokasi

Gejala-gejala penyumbatan arteri karotis interna

1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna:

- Buta mendadak (amaurosis fugaks)

- Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan

- Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom Horner

2. Gejala sumbatan arteri serebri anterior:

- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih dominan

- Hemihipestesi dapat ada atau tidak

- Inkontinensia urin

- Gangguan mental

- Bisa kejang-kejang

3. Gejala sumbatan arteri serebri media:

- Hemiplegia kontralateral lengan lebih menonjol

- Hemihipestesi

- Afasia

Gejala-gejala gangguan sistem vertebrobasilar

1. Gejala sumbatan di arteri serebri posterior:

- Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi

- Hemiparesis kontralateral

- Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral

Bila salah satu cabang ke talamus tersumbat, timbullah sindrom talamikus:

- Nyeri talamik, suatu rasa nyeri yang terus menerus dan sukar dihilangkan.

- Terdapat rasa anastesi, tetapi pada tes tusukan timbul nyeri (anastesi dolorosa)

- Hemikhorea, disertaihemiparesis, disebut sindrom Dejerine Marie.

2. Gangguan sumbatan pada arteri vetebralis:

- Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg.

- Sumbatan pada sisi yang tidak dominan sering tidak menimbulkan gejala.

3. Sumbatan / gangguan pada arteri serebeli posterior inferior

- Sindroma Wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai di sisi yang

sama, gangguan N.II dan refleks kornea hilang pada sisi yang sama

- Sindroma Horner sesisi dengan lesi

- Disfagia, bila mengenai nucleus ambigus ipsilateral

- Nistagmus, bila mengenai nukleus vestibular

- Hemihipestesi alternans

4. Sumbatan / gangguan pada cabang kecil arteri basilaris adalah paresis nervi kranialis yang

nukleusnya terletakdi tengah-tengah N.III, VI, XII, disertai hemiparesis kontralateral

Gejala lesi di korteks:

1. Hemiplegia kontralateral

2. Afasia

3. Ada fase syok/fase akut yaitu dimana gejala kelumpuhan UMN belum menunjukkan

gangguan kelumpuhan tipe UMN

Gejala lesi di subkorteks:

1. Hemiplegia kontralateral

2. Afasia

Gejala lesi di kapsula interna:

1. Hemiplegia

2. Tidak ada afasia

3. Disertai gangguan ekstrapiramidal berupa rigiditas atau hiperefleksi- untuk membedakan

dengan lesi di cortex.

4. Gejala kelumpuhan tipe UMN sudah tampak pada fase akut.

Gejala lesi di batang otak

1. Hemiplegia alternans:

- Parese nn cranialis setinggi lesi, sesisi dengan lesi LMN

- Parese nn cranialis dibawah lesi, kontralateral lesi UMN

2. Hemiplegia kontralateral:

- Sindroma Weber – lesi di mesensefalon

- Sindroma Millard – Gubler – lesi di pons

- Sindroma Wallenberg – lesi di medula oblongata

TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA) 

Serangan iskemik sesaat (TIA) adalah gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari

berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. TIA lebih banyak terjadi pada usia

setengah baya dan resikonya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Kadang-kadang

TIA terjadi pada anak-anak atau dewasa muda yang memiliki penyakit jantung atau kelainan

darah. Banyak TIA berlangsung kurang dari lima menit. TIA terjadi akibat adanya serpihan kecil

dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah (ateroma) dapat lepas, mengikuti

aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju ke otak, sehingga untuk

sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA.10,11

Resiko terjadinya TIA meningkat pada:

tekanan darah tinggi

aterosklerosis

penyakit jantung (terutama pada kelainan katup atau irama jantung)

diabetes

kelebihan sel darah merah (polisitemia)

TIA terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai

lebih dari 1-2 jam. Gejala-gejala yang sama akan ditemukan pada stroke, tetapi pada TIA gejala

ini bersifat sementara dan reversibel. Tetapi TIA cenderung kambuh; penderita bisa mengalami

beberapa kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Sekitar sepertiga

kasus TIA berakhir menjadi stroke dan secara kasar separuh dari stroke ini terjadi dalam waktu 1

tahun setelah TIA.

Gejalanya tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekurangan darah:

Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka yang paling sering ditemukan

adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan

Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing,

penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh.

Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah:

Hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh

Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh

Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

Penglihatan ganda, pusing

Bicara tidak jelas

Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat

Tidak mampu mengenali bagian tubuh

Gerakan yang tidak biasa

Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih

Ketidakseimbangan dan terjatuh

Pingsan

2.8 Tatalaksana Stroke Akut secara Umum

2.8.1 Prinsip manajemen stroke akut

1. Diagnosis cepat dan tepat terhadap stroke

2. Mengurangi meluasnya lesi di otak

3. Mencegah dan mengobati komplikasi stroke akut

4. Mencegah berulangnya serangan stroke

5. Memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi neurologik

2.8.2 Pemeriksaan fisik 

Pemeriksaan fisik neurologi penting untuk membuktikan gangguan fungsi motorik,

gangguan saraf otak, dan penurunan kesadaran atau koma. Tanda dan gejala klinis sesuai definisi

stroke menurut WHO yaitu hilangnya fungsi otak sebagian atau defisit neurologi fokal

misalnya:7-12

1. Hemiparese/hemiplegi, dilakukan pemeriksaan dengan memerintah pasien mengangkat

kedua tangan dan tungkai

2. Mulut mencong (parese saraf fasialis atau nervus kranial VII)

3. Bicara pelo/disartria (gangguan nervus kranial XII)

4. Gangguan meneln/ disfagia (nervus kranial IX dan X)

5. Hemihipestesi atau kehilangan rasa peka tubuh sesisi

6. Gangguan defekasi dan miksi

7. Gangguan bicara

8. Gangguan mengontrol emosi

9. Gangguan daya ingat.

Sedangkan gangguan fungsi otak menyeluruh adalah pasien akan mengalami penurunan

kesadaran. Dinilai dengan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif GCS. Jika tanda-tanda dan

gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA),

dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

2.8.3 Pemeriksaan penunjang

Computerized tomography (CT)

Pencitraan otak memainkan peran kunci dalam menentukan stroke dan jenis stroke.

Computerisasi tomografi angiography (CTA) adalah ujian CT khusus di mana dye

disuntikkan ke pembuluh darah dan X-ray balok menciptakan gambar 3-D dari pembuluh

darah di leher dan otak. CTA digunakan untuk mencari aneurisma atau malformasi

arteriovenosa dan untuk mengevaluasi arteri untuk penyempitan. CT scan, yang dilakukan

tanpa pewarna, dapat menyediakan gambar otak dan pendarahan menunjukkan, tetapi

memberikan sedikit informasi rinci tentang pembuluh darah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dalam tipe pencitraan, medan magnet kuat dan gelombang radio menghasilkan tampilan 3-

D otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak yang rusak oleh stroke iskemik. Magnetic

resonance angiography (MRA) menggunakan medan magnet, gelombang radio dan pewarna

disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mengevaluasi arteri di leher dan otak.

USG karotis

Prosedur ini dapat menunjukkan adanya penyempitan atau penyumbatan dalam arteri

karotis. Perangkat seperti tongkat (transduser) tanpa rasa sakit mengirimkan frekuensi tinggi

gelombang suara menjadi leher. Gelombang suara melewati jaringan dan kemudian kembali,

menciptakan pada layar gambar.

Arteriografi

Prosedur ini memberikan pandangan, arteri di dalam otak tidak biasanya terlihat dalam

sinar-X. Tabung tipis dan fleksibel (kateter) dimasukkan melalui sayatan kecil, biasanya di

pangkal paha. Kateter dimanipulasi melalui arteri utama dan ke dalam arteri karotis atau

vertebralis. Kemudian suntikkan pewarna melalui kateter untuk menyediakan X-ray dari

arteri.

Echocardiography

Teknologi USG ini menciptakan gambar jantung, memungkinkan dokter untuk melihat

apakah bekuan (embolus) dari jantung meuju ke otak dan menyebabkan stroke.  Prosedur

tambahan dengan menggunakan transesophageal echocardiography (TEE) untuk melihat

jantung dengan jelas dan memungkinkan pandangan yang lebih baik dari bekuan darah yang

mungkin tidak terlihat jelas dalam ujian ekokardiografi tradisional.

2.8.4 Penanganan stroke prahospital

‘Time is brain, golden hour’. Keberhasilan penanganan stroke akut terdapat pada waktu,

dengan penanganan yang tepat pada jam-jam pertama, angka kecatatan stroke dapat berkurang

30%. Stroke dan TIA merupakan medical emergency, menyelamatkan nyawa dan mencegah

kecacatan jangka panjang.

1. Deteksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA terutama pasien dengan faktor resiko tinggi

seperti hipertensi, fibrilasi atrial, diabetes, dan penyakit vaskuler lain. Tanda-tanda awal

antaranya hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,

diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang, dan penurunan kesadaran secara

mendadak. Dapat juga digunakan kriteria ‘FAST’:

- Facial movement

- Arm movement

- Speech

- Test all three

2. Pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat menangani stroke: amulans

3. Transportasi/ambulans (fasilitas SDM, alat-alat gawat darurat, EKG, resusitasi, obat

neuroprotektan, telemedisin)

4. Pelayanan stroke komprehensif: ICU, stroke unit

2.8.5 Penatalaksanaan di ruang gawat darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus

cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan neurologik dan skala stroke

Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes

fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi

oksigen.

2. Terapi umum

a) Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan

Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen

Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT, bila > dua minggu

dianjurkan trakeostomi

Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 95%, diberi suplai oksigen

Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2

b) Stabilisasi hemodinamik

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

Optimalisasi tekanan darah

Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat

diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi

c) Pemeriksaan awal fisik umum

Tekanan darah

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan neurologi umum awal:

1. Derajat kesadaran

2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

3. Keparahan hemiparesis

d) Pengendalian peninggian TIK

Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan

memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang

mengalami penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg

Elevasi kepala 20-30º

Hindari penekanan vena jugulare

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

Jaga normovolemia

Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit, diulangi

setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik

serebelar

e) Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti fenitoin loading

dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Pada stroke

perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan

dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

f) Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan

diatasi penyebabnya. Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC.

g) Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,

analisa urin, AGDA dan elektrolit

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal

Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

2.8.6 Penatalaksanaan umum di ruang rawat inap

1. Cairan

Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin, CVP pertahankan antara 5-12 mmHg

Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB

Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah

pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekurangan

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.

Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam

Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran

menurun

Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,

malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan

fraktur)

Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman

Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain

Hiperglikemia GD > 180 mg/dL pada stroke akut harus diobati, titrasi insulin, dan

terjaga normoglikemia. Hipoglikemia berat GD < 50 mg/dL, berikan dekstrosa 40 %

iv atau infus glukosa 10-20 %

Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya

Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi

Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi

Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil

Rehabilitasi

Edukasi keluarga

Discharge planning

2.9 Tatalaksana Stroke Akut secara Khusus

2.9.1 Penatalaksanaan khusus stroke iskemik

1. Pengobatan hipertensi pada stroke akut

2. Pengobatan hiper/hipoglikemia

3. Trombolisis pada stroke akut

4. Antikoagulan:

Antikoagulan penting untuk mencegah serangan stroke ulang, menghentikan

perburukan defisit neurologi, memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut

(tidak direkomendasikan untuk stroke hemoragik akut)

Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat, karena resiko

komplikasi perdarahan intrakranial mengingkat

Heparin, LMWH, heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah

reembolisasi, diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.

KI heparin: infark besar > 50%, hipertensi tak terkontrol, dan perubahan

mikrovaskuler otak yang luas

5. Antiplatelet Clopidrogel

Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke iskemik akut

Aspirin jangan diberikan bila akan diberikan trombolitik

Tidak boleh diganti sebagai pengganti tindakan intervensi akut, yaitu rtPA intravena.

Clopidogrel sahaja atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan kecuali pada

pasien dengan indikasi spesifik seperti non-Q-wave MI, recent stenting, pengobatan

harus diberikan sampai 9 bulan pengobatan.

Pemberian antiplatlet intravena yang menghambar reseptor glikoprotein IIb/IIa tidak

dianjurkan.

6. Citicoline 2x1000 mg 3 hari iv lanjut dengan 2x1000 mg 3 minggu oral. Pemakaian obat-

obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif sehingga sampai saat ini

belum dianjurkan. Namun sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.

7. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut

Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik maupun

diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS)

> 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut,

akan diberi terapi trombolitik (rtPA), supaya tekanan darah diturunkan sehingga

TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus

dipantau sehingga TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah

pemberian rtPA. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah labutalol, nitropaste,

nitropusid, nikardipun, atau ditialzem intravena.

Apabilan TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg, disertai dengan gejala dan tanda

peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial.

Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara

kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60mmHg.

Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda

peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan

menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan

pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP < 110 mmHg atau tekanan

darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah

hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.

Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan darah pasien.

Pemakaian obat antihipertensi perenteral golongan beta blocker (labetolol dan

esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan ditialzem) intravena dipakai dalam

upaya di atas.

Hidralasin dan nitropusid sebaiknya tidak dipakai karena menyebabkan peningkatan

tekanan intrakranial meskipun bukan kontraindikasi mutlak.

Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan

diberikan pada kebanyakan stroke iskemik.

8. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia

Hiperglikemia terjadi hampir 60 % patient stroke akut non diabetes. Hiperglikemia

yang terjadi berhubungan dengan luasnya volume infark dan gangguan kortikal dan

berhubungan dengan buruknya keluaran. Tidak banyak data penelitian yang

menyebutkan bahwa dengan menurunkan kadar gula darah secara aktif akan

memperbaiki keluaran.

Hindari gula darah lebih 180 mg/dL, disarankan dengan infuse saline dan

menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke.

Hipoglikemia (<50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip dengan

stroke infark, dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dekstrosa atau infus glukosa

10-20% sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL

Syarat-syarat pemberian insulin adalah stroke hemoragik dan non hemoragik dengan

IDDM atau NIDDM. Bukan stroke lakunar dengan diabetes mellitus.

Kontrol gula darah selama fase akut stroke dengan pemberian insulin subkutan

mengikut sliding scale. Sasaran gula darah 80-180 mg/dL (80-110 untuk ICU).

Standard drip insulin 100 U/100mL 0.9% NaCl via infuse (1 U/mL). Infus insulin

harus dihentikan apabila penderita makan dan menerima dosis pertama dari insulin

subkutan.

Memantau gula darah dengan memeriksa gula darah kapiler tiap jam sampai pada

target gula darah selama 4 jam, kemudian diturunkan tiap 2 jam. Bila gula darah

tetap stabil, infuse insulin dapat dikurangi tiap 4 jam. Pemantauan tiap jam untuk

penderita sakit kritis walaupun gula darah stabil.

9. Hemodiluasi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam

terapi stroke iskemik akut.

10. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi iskemik akut.

11. Dalam keadaan tertentu vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki aliran

darah ke otak. Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus

dilakukan secara ketat.

12. Tindakan endarterektomi carotid pada stroke iskemik akut dapat mengakibatkan risiko

serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovascular belum

menunjukkan hasilyang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan.6-12

2.10 Komplikasi Stroke

a) Komplikasi neurologik : Edema otak, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, infark

berdarah, stroke iskemik berulang, delirium akut, depresi

b) Komplikasi paru-paru : Obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, aspirasi, pneumonia

c) Komplikasi kardiovaskular : Aritmia, dekompensasio kordis, hipertensi, DVT,

d) Komplikasi nutrisi/GIT : Ulkus, perdarahan lambung, konstipasi, dehidrasi, gangguan

elektrolit, malnutrisi, hiperglikemia

e) Komplikasi traktus urinarius : Inkontinensia, infeksi

f) Komplikasi Ortopedi-Kulit : Dekubitus, kontraktur, nyeri sendi bahu, jatuh-fraktur

2.11 Manajemen Faktor Resiko Stroke

Stroke dapat dicegah dengan merubah gaya hidup dan mengendalikan / mengontrol /

mengobati faktor-faktor risiko. Pencegahan stroke dibagi dua, yaitu :

1. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan (yang sangat dianjurkan) sebelum terkena

stroke. Caranya adalah dengan mempertahankan tujuh gaya hidup sehat, yaitu :

Hentikan kebiasaan merokok

Berat badan diturunkan atau dipertahankan sesuai berat badan ideal:

- Basal Metabolik Indeks (BMI) < 25 kg/m2

- Garis lingkar pinggang < 80 cm untuk wanita

- Garis lingkar pinggang < 90 cm untuk laki-laki

Makan makanan sehat:

- Rendah lemak jenuh dan kolesterol

- Menambah asupan kalium dan mengurangi natrium

- Buah-buahan dan sayur-sayuran

Olahraga yang cukup dan teratur dengan melakukan aktivitas fisik yang punya nilai

aerobik (jalan cepat, bersepeda, berenang, dan lain-lain) secara teratur minimal 30

menit dan minimal 3 kali per minggu.

Kadar lemak (kolesterol) dalam darah kurang dari 200 mg% (hasil laboratorium)

Kadar gula darah puasa kurang dari 100 mg/dl (hasil laboratorium)

Tekanan darah dipertahankan 120/80 mmHg

2. Pencegahan sekunder

Adalah upaya pencegahan agar tidak terkena stroke berulang caranya adalah dengan:

Mengendalikan faktor resiko yang telah ada seperti mengontrol darah tinggi, kadar

kolesterol, gula darah, asam urat

Merubah gaya hidup

Minum obat sesuai anjuran dokter secara teratur

Kontrol ke dokter secara teratur

2.12 Prognosis

1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan

2. Semakin rendah nilai GCS maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya

tinggi

3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk, dan adanya darah di

dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi

4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat

(Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek

massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana

berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga

mengganggu fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal.

5. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul, sementara

prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity Daily Living (Barthel

Index) dan NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko kecacatan dan ketergantungan

fisik/kognitif setelah 1 tahun adalah 20 – 30%.

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Diagnosis stroke hemoragik pada pasien ini, ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien.

Dari anamnesis pesien ini didapatkan adanya faktor resiko yaitu mempunyai riwayat

stroke, hipertensi dan juga diabetes mellitus.. Usia juga merupakan salah satu faktor terjadinya

stroke, pasien sudah berusia 59 tahun, dimana terdapat banyak pembuluh darah yang sudah

rapuh sehingga memicu timbulnya arteriosklerosis ( merupakan salah satu penyebab terjadinya

stroke iskemik ).

Pada pasien ini, saya mendiagnosis stroke iskemik karena sesuai dengan gambaran

riwayat perjalanan penyakitnya. Stroke iskemik disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah

satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah otak baik sebagian

atau seluruh lumen pembuluh darah otak. Di daerah iskemik akan ditemukan tekanan perfusi

yang rendah, PO2 turun, CO2 dan asam laktat tertimbun sehingga mengakibatkan infark atau

kematian sel pada lesi yang terkena. Hal ini sesuai dengan gambaran CT Scan pada pasien ini, di

mana pada hasil CT scan ditemukan ada gambaran infark cerebri pada cauda nucleus caudatus

kiri pada serangan pertama dan sesuai gambaran infark di region fossa anterior sinistra (area

a.cerebri anterior sinistra) pada serangan yang kedua.

Pada pasien ini didapatkan adanya lemas di anggota gerak sebelah kanan, sulit bicara

tetapi masih mengerti apa yang dibicarakan dan masih berespon, yang sesuai dengan hasil

pemeriksaan fisik neurologi didapatkan kekuatan motorik ektremitas atas dan bawah bagian

kanan yang menurun, serta terdapat kelumpuhan dari NVII sentral.

Pengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras kortikospinalis lateralis (traktus

piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decussatio piramidalis di medulla

oblongata sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya.

Pada pasien ini ditemukan, hemiparesis dextra dimana lesi hanya terdapat pada salah satu

sisi korteks piramidalis, yaitu sisi kiri sehingga menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh

kontralateral atau hemiparesis sisi kanan.

Pada pasien ini, terdapat gangguan berbahasa yaitu afasia, hal ini dikarenakan jaras UMN

dimulai dari area 4a Brodman (area motorik primer) lobus frontalis, berupa homunculus motorik

(cerminan seluruh motorik tubuh), dari medial hemisfer sampai lateral, kemudian jaras turun

melalui subkorteks ke kapsula interna untuk wilayah tangan dan kaki. Pada pasien ini bicaranya

kurang lancar karena sukar mengerti apa yang pasien mau bicara. Namun pemahamannya baik

karena pasien mengerti apa yang katakan padanya seperti menurut arahan mengangkat kedua

tangan dan sebagainya. Pasien juga dapat mengulang perkataan yang dikatakan padanya.

Berdasarkan kriteria ini, afasia pada pasien ini adalah afasia transkortikal motorik.

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari

korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan

dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron

dari N VII (lesi pada traktus kortikobulbar) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot

wajah bagian bawah, sedangkan bagian atas wajah tidak lumpuh. Hal ini dapat dijumpai pada

stroke yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, thalamus, mesensefalon, dan pons di atas

inti N VII.

Dari pemeriksaan laboratorium darah terdapat adanya faktor resiko untuk terjadi stroke

pada pasien yaitu adanya berkurangnya HDL cholesterol (32 mg/dl). Tingkat kolesterol HDL

yang rendah diperkirakan dapat mempercepat perkembangan aterosklerosis karena gangguan

transportasi kolesterol dan mungkin karena berkurangnya efek pelindung dari HDL, seperti

penurunan oksidasi lipoprotein lainnya.

Defisit neurologis pada pasien ini disebabkan infark serebri karena berdasarkan klinis

pasien didapatkan kesadaran tidak menurun, tidak ada nyeri kepala, muntah dan kejang serta

pada pemeriksaan fisik tidak ada gangguan N. III, IV, VI, tanda rangsang meningeal (-),

bradikardi (-). Ini dapat menyingkirkan adanya perdarahan intraserebral maupun subarachnoid.

Selain itu hasil Siriraj Stroke Score (-2.5) mendukung kearah stroke iskemik.

Pada pasien diberikan antihipertensi amlodipin 1 x 5 mg, valsartan 1x1/2. Ini bertujuan

untuk mencegah perluasan infark dengan mempertahankan perfusi darah ke otak tetap tinggi

pada kasus stroke iskemik akut. Pasien juga diberikan citicholine (Neulin 3 x 250 mg iv) sebagai

neuroprotektan yang terbukti efektif pada fase akut stroke iskemik. Neulin dapat memperbaiki

aliran serebral termasuk stroke iskemik. Pemberian manitol 4x125cc dapat menurunkan edema

serebri dan memulihkan fungsi serebral. Pemberian aspilet 1x1, Jika berdasarkan protap

penatalaksanaan stroke iskemik sebenarnya antikoagulan tidak direkomendasikan dalam

pengobatan stroke iskemik akut. Namun jika menurut AHA/ASA, merekomendasikan pemberian

aspirin 325 mg per oral dalam waktu 24-48jam dari onset stroke non hemoragik untuk

menurunkan terjadinya stroke berulang. Trombolisis menggunakan trombolitik rt-PA intravena

merupakan pengobatan pilihan pada stroke iskemik akut yang harus diberikan dalam waktu 3

jam setelah onset. Pasien mempunyai riwayat DM yang terkontrol, oleh itu diberikan

glimeperide 1x1/2. Untuk bronchopneumonia diberikan ceftriaxon 2x1g, salbutamol syrup 3x5cc

dan nebulizer ventolin per 8jam.

Prognosis pada pasien ini, secara keseluruhan prognosis vitamnya adalah bonam, karena

faktor resiko yang ada ( DM, Hipertensi ) masih bisa di modifikasi atau di ubah, namun faktor

usia merupakan faktor resiko stroke yang tidak bisa di modifikasi sehinggan untuk fungsionam

dan sanasionamnya prognosisnya adalah dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Feigin, Valery. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT.

Bhuana Ilmu Populer: Jakarta; 2006

2. Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.

3. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf: Neurologi

Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. 2009;267–292.

4. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi.

Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;18–34.

5. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline

Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.

6. Baehr M, Frotscher M. Suplai darah dan gangguan vaskular sistem darah pusat. Dalam:

Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, fisiologi, Tanda, Gejala). Edisi 4. EGC,

Jakarta. 2005;371–438.

7. Sidiarto L, kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran no.34. Afasia sebagai gangguan

komunikasi pada kelainan otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

8. Sutrisno, Alfred. Stroke. You Must Know Before you Get It. PT. Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta; 2007.hal.1-13.

9. Price SA, Wilson LM. Bagian IX : Penyakit Neurologi, Pemeriksaan Neurologis,

Evaluasi Penderita Neurologis. Patofisologi : Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4.

Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.1995.

10. Suwono WJ. Afasia Sensorik atau Wernicke. Diagnosis Topik Neurologis : Anatomi,

Fisiologis, Tanda,Gejala Edisi II. Penerbit Buku kedokteran EGC,Jakarta. 1995.

11. Lumbantobing SM. Neurologi Klinis. Pemeriksaan Fisik dan Mental. Bab XI :

Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.

12. Singh V.N., Griffing G.T. Low HDL Cholesterol (hypoalphalipoproteinemia). 19 June

2013. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/127943-overview.