case
DESCRIPTION
LNHTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Masuk RSAL : 04 Oktober 2012
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 5 Oktober 2012 pukul 21.00
a. Keluhan Utama
Terdapat Benjolan di leher kiri ± sejak 3 tahun SMRS
b. Keluhan Tambahan
(-)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan keluhan timbul benjolan pada leher sebelah kiri ± sejak 3 tahun
SMRS. Benjolan awalnya hanya kecil saja sebesar kelereng, namun makin lama semakin
membesar dengan ukuran ± 17 x 9 cm. Os mengaku terkadang benjolan tersebut
mengganggu proses menelan dan akibatnya nafsu makan os juga menurun, dan os juga
mengaku terkadang benjolan tersebut terasa nyeri. Os menyangkal adanya suara serak, os
juga menyangkal adanya sesak, demam, serta mual dan muntah.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Os sebelumnya sudah pernah dilakukan pengobatan serta dilakukan diagnosis PA
di RSUD belitung pada bulan oktober tahun 2011. Dan Os sebelumnya pernah datang ke
RSAL dengan rujukan dari RSUD belitung dan dirawat serta dilakukan pengobatan pada
1
bulan mei tahun 2012, namun os tidak menyelesaikan pengobatannya dengan alasan
biaya. Os menyangkal adanya penyakit paru, os juga menyangkal adanya penyakit
hipertensi ataupun DM.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang serupa dengan os dan juga tidak
ada yang memiliki penyakit hipertensi, DM, alergi, dan asma pada keluarga pasien.
f. Riwayat Kebiasaan
Os mengaku merokok, tetapi saat ini sudah berhenti. Os tidak suka
mengkonsumsi alcohol dan tidak pernah mengkonsumsi narkoba.
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 70 x/ menit
Pernapasan : 22x/ menit
Suhu : 36,6 ˚ C
KULIT
Warna : Sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi
maupun hiperpigmentasi.
Lesi : Tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul vesicular, pustule,
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian tubuh
yang lain.
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit.
Turgor : Baik
Suhu raba : Hangat
KEPALA
2
Ekspresi : ekspresif
Simetri wajah : simetris
Nyeri tekan sinus : tidak terdapat nyeri tekan sinus
Pertumbuhan rambut : distribusi merata, warna hitam bercampur putih
Pembuluh darah : tidak terdapat pelebaran pembuluh darah
Deformitas : tidak terdapat deformitas
MATA
Bentuk : normal kanan, kedudukan bola mata simetris, mata kiri tampak sedikit
mengecil akibat dorongan dari tumor.
Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, edema, perdarahan, blefaritis,
xantelasma
Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus, mata kiri tidak dapat
diperiksa
Konjungtiva : kanan : anemis (-)
: Kiri : tidak dapat diperiksa
Sclera : tidak ikterik
Pupil : Kanan : bulat, diameter 3mm, reflex cahaya langsung (+) dan tidak
langsung (+),
Kiri : tidak dapat diperiksa
Eksoftalmus : -/-
Endoftalmus : -/-
TELINGA
Bentuk : normal
Liang telinga : lapang
Serumen : -/-
Nyeri tarik auricular : -/-
Nyeri tarik tragus : -/-
HIDUNG
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
3
Cavum nasi : perdarahan (-)
MULUT DAN TENGGOROKAN
Bibir : normal, tidak pucat,tidak sianosis
Gigi-geligi : tidak dapat diperiksa
Mukosa mulut : tidak dapat diperiksa
Lidah : tidak dapat diperiksa
Tonsil : tidak dapat diperiksa
Faring : tidak dapat diperiksa
LEHER
Status Lokalis
KELENJAR GETAH BENING
Leher : Status Lokalis
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB di aksila
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB di inguinal
THORAX
PARU
Inspeksi : simetris tidak ada hemithorax yang tertinggal, saat statis maupun
dinamis.
Palpasi : gerak simetris pada kedua hemithorax vocal fremitus +/+ suara kuat
Perkusi : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga IV pada line
midclavicularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-lambung pada sela
iga ke VIII pada linea axillaris anterior
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
JANTUNG
Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan jantung : ICS III,IV,V linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V, 1 cm di lateral linea midclavicularis sinistra
Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
4
ABDOMEN
Inspeksi : datar, tidak terdapat striae dan kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran
vena.
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus 3x/ menit
PUNGGUNG DAN PINGGANG
Skoliosis (-), Lordosis (-), Kifosis (-)
GENITALIA
Tidak tampak kelainan dari luar
EKSTREMITAS
Ekstremitas atas :
Kanan : tidak terdapat kelainan, akral hangat, oedem (-)
Kiri : tidak terdapat kelainan, akral hangat, oedem (-)
Ekstremitas bawah :
Kanan : akral hangat, oedem (-)
Kiri : akral hangat, oedem (-)
STATUS LOKALIS
(Regio Colli Sinistra )
Inspeksi : tampak benjolan dari kelenjar submental ke arah submandibula kiri
sampai kelenjar parotis kiri dengan ukuran ± 17 x 9 cm, kulit disekitar benjolan
tidak tampak hiperemis, tiroid dan trakea tidak dapat dinilai.
Palpasi : - teraba benjolan dengan ukuran ± 17 x 9 cm , dengan konsistensi keras,
berbatas tegas, permukaan tidak rata, dan tidak dapat digerakan, nyeri tekan pada
benjolan (-)
(Regio Colli Dextra)
Inspeksi : tampak benjolan di bagian submandibula kanan dengan ukuran ± 3 x 4
cm, kulit disekitar benjolan tidak tampak hiperemis, tiroid dan trakea tidak dapat
dinilai.
5
Palpasi : - teraba benjolan dengan ukuran ± 3 x 4 cm , dengan konsistensi keras,
berbatas tegas, permukaan rata, dan tidak dapat digerakan, nyeri tekan pada
benjolan (-).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 04 Oktober 2012
Pemeriksaan Darah Lengkap :
Leukosit : 6.600/ul (normal 5.000-10.000/ul)
Eritrosit : 4,93 juta/mm3 (normal 4,5-5,5 juta/mm3)
Hemoglobin : 13,5 gr/dl (normal 14-18 gr/dl)
Hematokrit : 41% (normal 43-51%)
Trombosit : 174.000/mm3 (normal 150-400ribu/mm3)
LED : 15 (<20)
Hitung Jenis Leukosit
- Basofil : - (0-1%)
- Eosinofil : 2 (1-3%)
- Batang : 2 (2-6%)
- Segmen : 73 (40-70%)
- Limfosit : 16 (20-40%)
- Monosit : 7 (2-8%)
Pemeriksaan Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu : 91 mg% ( normal 80-125 mg%)
Pemeriksaan Kimia Darah
SGOT : 18 u/L (normal <35 u/L)
SGPT : 11 u/L (normal <41 u/L)
Ureum : 16 mg/dl (17-43 mg/dl)
Kreatinin : 0,9 mg/dl (0,9-1,3 mg/dl)
6
Pemeriksaan Hematologi
Masa perdarahan/Bleeding time : 2,30’’ menit (normal 1-6 menit)
Masa pembekuan/Clotting time : 13,00’’ menit (normal 10-16 menit)
PATALOGI ANATOMI
RSUD Belitung (24 Oktober 2011)
Makro : tiga buah jaringan terbesar ukuran 1,5x1x0,5 cm, terkecil diameter 0,3 cm,
outih kecoklaatan, kenyal
Mikro : sediaan sebagian dilapisi kapsul jaringan ikat, subkapsuler tampak massa
tumor yang terdiri dari sel-sel bentuk bulat oval yang hiperplastis memadat diffuse
berbagai ukuran, inti sel polimorfi, hiperkromatis, mitosis ditemukan. Diantaranya
tampak stroma jarigan ikat fibrokolagen disertai dilatasi dan pembendungan
pembuluh darah
Kesimpulan : Non-Hodgkin Malignant lymphoma mixed type intermediate grade
u/r colli sinistra
CT-SCAN CERVICAL
RSAL (03 Mei 2012)
Tampak lessi massa di leher bagian kiri mulai cervical atas sampai bawah (ukuran
± 18 x 15 x 10 cm) densistas homogen, berbatas tegas, lobulated pasca kontras
menyangat homogen. Massa tersebut mendesak parotis kiri ke anterosperior,
mendesak dan tidak menyempitkan trake ke kanan.
Tampak pembesaran kelenjar getah bening cervical kanan dan subclavicula kiri
Tiroid kanan dan kiri : bentuk, ukuran dan densitas dalam batas normal. Posisi
terdesak ke kanan
Kelenjar ludah parotis kanan, submandibula kanan normal
Nasopharynx, larynx yang terscan : baik, tidak tampak kecurigaan massa di fossa
rossenmuller maupun larynx.
7
Pembuluh darah cervical yang tervisualisasi : terlihat arteri communis dan
percabangannya terdesak ke kanan, namun caliber masih baik. Vena jugularis kiri
terkesan kompresi, tida tervisualisasi dengan baik
Otak yang terscan baik
Penembalan mukosa maksillaris kiri dan kanan, ethmoidalis kiri. Sinus paranasalis
lainnya dan mastoid yang terscan baik
Tulang mandibila, cervical dan clavicula terscan intak
KESAN :
Massa di leher kiri mulai dari cervical atas sampai bawah (ukuran ± 18 x 15
x 10 cm) densistas homogen, berbatas tegas lobulated pasca kontras
menyangat homogen. Massa tersebut mendesak parotis kiri ke anterosperior,
mendesak dan tidak menyempitkan trake ke kanan.
sugestif Lymphoma
Sinusitis maksillaris bilateral, ethmoidalis kiri
V. DIAGNOSIS KERJA
Limfoma Maligna Non-Hodgkin
VI. DIAGNOSIS BANDING
- Limfoma Maligna Hodgkin
VII. PENATALAKSANAAN
Konservatif :
- Pro kemoterapi (CHOP)
o Cyclophosphamide
o Hydroxydouhomycin
o Oncovin
o Prednison
- Diet tinggi kalori tinggi protein
- Nutra cell
8
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP 1 SEPTEMBER 2012
S : Terdapat Benjolan di leher kiri dan kanan (di submandibula), mual (-), muntah (-),
demam (-), pusing (-)
O : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 60x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,5˚ C
Status lokaslis :
regio colli sinistra
Inspeksi : tampak benjolan dari kelenjar submental ke arah submandibula kiri
sampai kelenjar parotis kiri dengan ukuran ± 17 x 9 cm, kulit disekitar benjolan
tidak tampak hiperemis, tiroid dan trakea tidak dapat dinilai.
Palpasi : - teraba benjolan dengan ukuran ± 17 x 9 cm , dengan konsistensi keras,
berbatas tegas, permukaan tidak rata, dan tidak dapat digerakan, nyeri tekan pada
benjolan (-)
Regio colli dextra
Inspeksi : tampak benjolan di bagian submandibula kanan dengan ukuran ± 3 x 4
cm, kulit disekitar benjolan tidak tampak hiperemis, tiroid dan trakea tidak dapat
dinilai.
Palpasi : - teraba benjolan dengan ukuran ± 3 x 4 cm , dengan konsistensi keras,
berbatas tegas, permukaan rata, dan tidak dapat digerakan, nyeri tekan pada
benjolan (-).
A : Limfoma Malignant Non - Hodgkin
P : Lanjutkan Pengobatan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan
Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat.2,3
Limfoma non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal
dari limfosit B, limfosit T dan kadang berasal dari sel NK (Natural Killer) yang berada dalam
sistem limfe yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, penjalaran klinis, respon
terhadap pengobatan maupun prognosis. LNH merupakan kumpulan penyakit keganasan
heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang lain dari sel T.
Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan
terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam
tumor pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya. Insiden
Limfoma Non Hodgkin ± 8 kali lipat Limfoma Hodgkin, insiden baru tahun 2004 di amerika
serikat 50.000 kasus lebih, di china di perkirakan lebih dari 40.000 kasus. Insiden NHL
meningkat sangat pesat. Ras orang kulit putih memiliki risiko lebih tinggi daripada orang kulit
hitam di Amerika dan Asia. Jenis kelamin rasio laki dan perempuan sekitar 1.4:1.
II.2. Anatomi
Sistem Limfatik
Merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang dimana memainkan peranan
penting dalam pertahanan tubuh yang berfungsi melawan infeksi dan sejumlah penyakit
lainnya, termasuk kanker. Sistem limfatik termasuk sistem sirkulasi (cairannya = getah
bening) dimana membantu transportasi zat seperti : sel, protein, nutrien, produk
sisa/buangan di seluruh tubuh.
Organ-organ limfatik meliputi :
Limfe nodus
Thymus
Lien=limpa
Tonsil
Sumsum tulang
10
Lymphnodes = kelenjar getah bening
Makroskopik:
- Kacang/ginjal
- Ovoid
- Hillus bagian cekung tempat keluar/masuk pembuluh darah
- Terdapat pada:
Regio Axilaris
Regio Inguinalis
Sepanjang perjalanan pembuluh besar dari leher, dalam rongga dada, perut
Regio Mesenterium
Mikroskopik
- Parenkhim
terdiri dari jaringan Limfoid yang ditembus oleh pembuluh getah bening khusus sinus-
sinus getah bening
- Stroma
a. Kerangka Retikuler
Terdiri dari : - Sabut Retikuler (anyaman)
- Sel Retikuler (mata anyaman)
- Sel bebas (terletak dalam anyaman)
b. Kerangka Kollagen
membentuk: - Kapsul
- Trabekule
11
Gambar 1. Nodus limfa
Fungsi Kelenjar Getah Bening:
1. Pertahanan tubuh Limfosit & Plasma Cell
2. Penyaringan Cairan Limfe
3. Produksi Limfosit
4. Pembentukan Antibodi
Thymus
Lokasi:
Bagian proximal mediastinum dan sebelah ventral dari pembuluh besar yang
meninggalkan jantung
Makroskopik:
- Merupakan masa pipih, warna abu-abu
- Terdiri dari 2 Lobus yang masing-masing dihubungkan dengan jaringan ikat
Mikroskopik:
- Tiap lobus dilapisi kapsul tipis yang terdiri dari jaringan ikat longgar
- Tiap lobus terdiri dari lobulus-lobulus dan sekat-sekat jaringan ikat
Fungsi Thymus
Membentuk Limfosit
Lien
Merupakan organ Limfatik terbesar yang terletak pada Hypochondrium kiri
dibawah diafragma.
- Fungsi:
Membentuk sel darah
Merusak sel darah merah
Menyaring darah
Cadangan darah
12
- Mempunyai kapsul jaringan ikat padat yang terdiri dari sabut kollagen, elastis
dan otot polos
- Hillus bagian Cekung tempat keluar masuknya : pembuluh darah dan
pembuluh limfe.
Tonsil
Gambar.2 Organ Limfoid
II.3. Definisi
Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah bening/sistem
limfatis, dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkena. Dapat dibedakan
menjadi dua, limfoma Hodgkin dan limfoma Non Hodgkin.
Dapat dibedakan menjadi dua yaitu Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non Hodgkin.
Limfoma non-hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar
getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini berkembang
sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam
beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat
padat.2,3 Limfoma non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat
berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang berasal dari sel NK (Natural Killer) yang berada
dalam sistem limfe yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, penjalaran klinis, respon
13
terhadap pengobatan maupun prognosis. LNH merupakan kumpulan penyakit keganasan
heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang lain dari sel T.
Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan
terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam
tumor pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya.1
II.4. Epidemiologi
Pada tahun 2004 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 50.000 kasus lebih dan 26.100
meninggal karena LNH, dan di China diperkirakan lebih dari 40.000 kasus. Insidensi LNH
meningkat sangat pesat seiring bertambahnya usia dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-
84 tahun.1
LNH secara umum lebih sering terjadi pada pria. Di Amerika serikat, 5% kasus LNH
baru terjadi pada pria dan 4% pada wanita per tahunnya. Pada tahun 2002, LNH dilaporkan
sebagai penyebab kematian akibat kanker utama pada pria usia 20-40 tahun.1,4
Saat ini angka pasien LNH di Amerika Serikat semakin meningkat dengan pertambahan
5-10% pertahunnya, menjadikannya urutan kelima tersering dengan angka kejadian 12-15 per
100.000 penduduk. Di indonesia sendiri LNH bersama-sama dengan penyakit Hodgkin dan
leukemia menduduki urutan ke enam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya
mengapa angka kejadian LNH terus meningkat. Adanya hubungan erat antara penyakit LNH dan
AIDS memperkuat dugaan adanya hubungan antara LNH dengan infeksi.4
II.5. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya hubungan dengan
virus yang masih belum dapat dikenali. Sejenis limfoma non-Hodgkin yang berkembang dengan
cepat berhubungan dengan infeksi karena EBV, HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type
I), yaitu suatu retrovirus yang fungsinya menyerupai HIV penyebab AIDS.5
Abnormalitas sitogenetik, seperti translokasi kromosom. Seperti pada limfoma Burkitt
yang merupaka limfoma sel B dan mempunyai ciri abnormalitas kromosom, yaitu translokasi
lengan panjang kromosom nomor 8 (8q) biasanya ke lengan panjang kromosom nomor 14 (14q).
II.6. Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko terjadinya LNH, antara lain :1,3,4,6
14
1. Imunodefisiensi
25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara
lain adalah: severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common
variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-telangiectasia.
Limfoma yang berhubungan dengan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali
dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari
hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal
2. Agen Infeksius
EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan lebih jarang
ditemukan pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma
Burkitt ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma
Burkitt belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan
faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan
meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga dihubungkan dengan
posttransplant lymphoproliferative disorders (PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
3. Paparan Lingkungan dan Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah
peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida
dan pelarut organik.
4. Diet dan Paparan Lainnya
Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak
hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet
II.7. Patogenesis
Pada sebuah penelitian Lukes mengeluarkan kelenjar getah bening regional beberapa hari
setelah vaksinasi cacar. Temyata folikel-folikel dalam kelenjar getah bening regional akan
membesar. Di samping itu jumlah sel besar ("blast — like" cells) dalam centrum germinativum
akan amat meningkat hingga sebagian dari folikel-folikel ini penuh berisi sel-sel limfoblast yang
besar tadi.Juga dalam daerah paracortex akan ditemukan. kenaikan jumlah sel-sel yang
15
bentuknya menyerupai limfoblast tadi. Berdasarkan data di atas Lukes membuat suatu teori
mengenai urutan transformasi limfosit bila ada rangsangan antigen .
Bila ada rangsangan antigen maka imfosit-limfosit B dalam kelenjar getah bening akan
bertransformasi menjadi sel yang intinya melekuk ( "cleaved cells"). Sel "cleaved" yang kecil ini
kemudian akan membesar dan memiliki sejumlah sitoplasma yang berwarna biru. Lukes
menamakannya "large cleaved cells " dan menganggap kejadian ini sebagai stadium ke—2 dari
proses transformasi limfosit B. Pada stadium ke—3 lekukan pada inti sel tadi akan meng hilang,
inti sel berubah menjadi bulat dan tampak adanya anak inti. Sel yang dinamakannya "small non
cleaved cells' ini mempunyai sitoplasma lebih besar dari sel pada stadium 2 "Small non—cleaved
cells" ini akan membesar lagi hingga; diameternya mencapai 4—5 kali semula. Sel yang
dinamakan "large non—cleaved cells " ini mempunyai inti yang jelas dan sitoplasma yang besar
serta berwarna biru tua.
Stadium 1 sampai dengan 4 ini terjadi dalam centrun germinativum sel folikel. Sel-sel
pada stadium 1 s/d 3 tak banyak mengalami mitosis sedangkan sel-sel "large non—cleaved "
aktif bermitosis. Sel "large non—cleaved" ini kemudian akan keluar dai folikel dan masuk ke
dalam daerah paracortex. Di sini sel tersebut akan bertransformasi menjadi sel yang mempunyai
sitoplasma besar, biru tua dan beranak inti besar biasanya hanya sebuah. Sel yang tersebut
terakhir ini dinamakan imunoblast. Imunoblast kemudian akan berubah menjadi "plasmablast"
yang selanjutnya berubah menjadi sel plasma. Sel plasmalah yang kemudian membuat
imunoglobulin (antibodi). Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh kita maka limfosit T juga
akan bertransformasi menjadi imunoblast. Secara morfologik amat sukar untuk membedakan
imunoblast T dan imunoblast B.
Perbedaan antara proses transformasi pada limfosit T dan B adalah bahwa, pada limfosit
T proses ini tidak melampaui ke—4 stadium diatas, serta imunoblast T tidak bertransformasi
lebih lanjut menjadi sel plasma. Sedangkan pada limfosit B, rangsangan antigen menyebabkan
transformasi sel yang akhirnya menghasilkan sel-sel plasma. Sel plasma inilah yang membentuk
antibodi ("reaksi immunitas humoral"). Penerapan pemeriksaan imunologik pada kelenjar-
kelenjar getah bening menunjukkan bahwa sel besar yang terdapat pada centrum germinativum
adalah limfosit B semata-mata.
Di samping itu limfosit-limfosit B dari centrum germinativum mempunyai kekhususan
yakni memiliki reseptor yang kuat terhadap komplemen, di samping memiliki imunoglobulin
16
pada permukaan sel (surface immunoglobulin). Sel plasma yang merupakan produk akhir dari
limfosit B tidak lagi memiliki imunoglobulin pada permukaan selnya. Sel sel ini juga tidak
memiliki reseptor terhadap komplemen, namun sebaliknya ia memiliki imunoglobulin
intraseluler (intracytoplasmic immunoglobulin). Di antara kedua stadium ini terdapat stadium
pro—sel plasma yang hanya memiliki imunoglobulin pada permukaan sel tanpa memiliki
reseptor pada komplemen. Di antarastadium pro—sel plasma dan limfosit (B) dari centrum
germinativum ada lagi suatu stadium dengan sifat imunologik tertentu pula. Sebelum limfosit B
menjadi limfosit centrum germinativum, ia harus melalui beberapa stadium, antara lain stadium
pro—limfosit B (pre—B limphocyte)dsb. Semua stadium ini telah diketahui sifat-sifat
imunologiknya.
Para ahli hematologi di pusat-pusat penelitian ' yang besar, kemudian melakukan
pemeriksaan sitologik (cleaved cells, dsb) dan imunologik (ada tidaknya imunoglobulin pada
permukaan selnya, dsb) dari sel kanker kelenjar getah bening. Salah seorang yang mempunyai
pengalaman cukup banyak adalah Habishaw dari Inggris yang telah melakukan pemeriksaan
yang cermat pada 157 penderita kanker kelenjar getah bening jenis non—Hodgkin. Dari
penelitiannya Habeshaw melihat bahwa sel-sel (imfoma malignum ini ternyata pada umumnya
dapat dibagi dalam 3 golongan besar : Golongan yang sel-selnya mempunyai sifat morfologik
maupun imunologik dari salah satu atau beberapa stadium sel centrum germinativum (small
cleaved,large cleaved,dsb) Golongan yang sel-selnya mempunyai sifat morfologik maupun
imunologik dari salah satu atau beberapa stadium "post follicular" (immunoblast, proplasma
cells, plasma cells,memory B cells).
Golongan yang sel-selnya mempunyai sifat morfologik maupun imunologik dari salah
satu atau beberapa stadium "pre—follicular" (pre—B limphocyte, dsb). Pemeriksaan semacam di
atas juga menunjukkan bahwa semua sel kanker limfoma malignum yang berasal dari limfosit B
selalu mempunyai sifat monoklonal. Maksudnya, ada limfoma malignum yang terdiri dari
limfosit B pembentuk imunoglobulin M—kappa, ada yang terdiri dari limfosit B pembentuk
imunoglobulin M—lamda, G—kappa, G—lamda dan seterusnya. ara peneliti lain kemudian
dapat menunjukkan bahwa frekuensi limfoma malignum pada penderita-penderita pe-nyakit
imunologik jauh lebih tinggi dari pada mereka yang tidak menderita penyakit ini, bahkan ada
17
yang cenderung untuk mengatakan bahwa sebagian besar penderita-penderita penyakit Syorgen
akan berubah menjadi penderita limfoma malignum.
Kelainan kromosom (terutama kromosom 14) yang didapat pada penyakit defisiensi
imunologik ternyata juga ditemukan pada sel-sel limfoma malignum. Data-data di atas
menyebabkan sebagian besar peneliti beranggapan bahwa penyakit limfoma malignum (non—
Hodgkin) sebenarnya hanyalah suatu reaksi imunologik yang abnormal semata-mata. Jauh
sebelum adanya hasil-hasil penelitian di atas sebenarnya Salmon dan Saligman (1974) telah
mengajukan hipotesa di atas. Hasil penelitian lebih lanjut ternyata banyak menyokong hipotesa
kedua ahli ini. Salmon dan Saligman berpendapat bahwa penyakit limfoma malignum ini
diaklbatkan oleh suatu "oncogenic event" terhadap sekelompok limfosit B yang bereaksi
terhadap suatu antigen asing. Oncogenic event ini menyebabkan terjadinya hambatan
transformation pada salah satu stadium transformasi sel limfosit B.
Karena stimulasi antigen ini tetap ada, sedangkan limfositlimfosit B tadi tak dapat
membentuk antibodi yang diperlukan karena transformasinya terhenti sebelum menjadi sel
plasma: reaksi imunologik ini akan terus menerus berlangsung. Akibatnya terjadilah penimbunan
sel-sel limfosit B pada salah satu (atau beberapa) stadium transformasinya. Karena proliferasi sel
ini disebabkan stimulasi suatu antigen "tertentu" maka limfosit B yang bertransformasi hanya
limfosit B yang "bersangkutan" pula. Oleh karena itu pada penyakit limfoma malignum selalu
didapat sel B yang monoklonal (immunoglobulin M—kappa, M—lamda, G—kappa dst.)
II.8. Klasifikasi
Penggolongan histologis LNH merupakan masalah yang rumit dan sukar, yang sering
menggunakan istilah-istilah yang dimaksudkan untuk tujuan yang berbeda-beda sehingga tidak
memungkinkan diadakannya perbandingan yang bermakna antara hasil dari berbagai pusat
penelitian. Terdapat lebih dari 20 klasifikasi yang berbeda untuk NHL.1
Perkembangan terakhir klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima di banyak pusat
kesehatan adalah formulasi praktis (“Working Formulation”/WF) dan REAL/WHO (Revised
European-American Classification of Lymphoid Neoplasms). WF menjabarkan karakteristik
klinis dengan deskriptif histopatologis, namun belum menginformasikan jenis sel limfosit B atau
T, maupun berbagai patologis klinis yang baru. WF membagi LNH atas derajat keganasan
rendah, menengah dan tinggi yang mencerminkan sifat agresifitas mereka. Klasifikasi
18
WHO/REAL beranjak dari karakter imunofenotif (sel B, sel T dan sel NK) dan analisa “lineage”
sel limfoma. Klasifikasi terakhir ini diharapkan menjadi patokan baku cara berkomunikasi di
antara ahli hematologi-onkologi medik.1
Tabel II.1.
Klasifikasi LNH menurut Working Formulation/WF1
19
Tabel II. 2. Klasifikasi LNH menurut REAL/WHO1
20
Hal yang perlu dicatat adalah 25 % penderita LNH menunjukkan gambaran sel
limfoma yang bermacam-macam pada satu lokasi yang sama; maka dalam hal ini
pengobatannya harus berdasarkan gambaran histologis yang paling dominant. Oleh
karena itu diagnosis klasifikasi LNH harus selalu berdasarkan biopsi KGB dan bukan
semata evaluasi sitologi atau biopsi sumsum tulang.1
II.9. Gejala
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan
dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil
(amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam
dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan : Gangguan pernafasan,
berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai.5
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia
memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang,
saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma
ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran
kelenjar getah bening. Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala
neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar adalah
kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan : pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
sehingga timbul sesak nafas, penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau
muntah, penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.5
21
Gejala Penyebab
Kemungkinan
timbulnya gejala
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening
di dada
20-30%
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut
kembung
Pembesaran kelenjar getah bening
di perut
30-40%
Pembengkakan tungkai Penyumbatan pembuluh getah
bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badan
Diare malabsorbsi Penyebaran limfoma ke usus halus 10%
Pengumpulan cairan di
sekitar paru-paru (efusi
pleura)
Penyumbatan pembuluh getah
bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan
menebal di kulit yang
terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
Penurunan berat badan
Demam
Keringat di malam hari
Penyebaran limfoma ke seluruh
tubuh 50-60%
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh
limpa yang membesar & terlalu
22
Anemia (berkurangnya
jumlah sel darah merah)
aktif
Penghancuran sel darah merah oleh
antibodi abnormal (anemia
hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau terapi
penyinaran
30%
Pada akhirnya
bisa mencapai
100%
Mudah terinfeksi oleh
bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening,
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi
20-30%
Tabel II.3. Gejala Limfoma Non-Hodgkin 5,9
Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma nonHodgkin (NHL)
Limfoma Hodgkin (HL) Limfoma nonHodgkin (NHL)
Keluhan pertama berupa limfadenopati
superficial terutama pada leher
Sekitar 40% timbul pertama di jaringan
limfatik ekstranodi
Pembesaran 1 kelompok kelenjar limfe,
dapat dalam jangka waktu sangat panjang
Perkembangannya tidak beraturan
23
tetap stabil atau kadang membesar dan
kadang mengecil
Limfadenopati lebih lunak, lebih mobile Berderajat keganasan tinggi. Sering
menginvasi kulit (merah, udem, nyeri),
membentuk satu massa relatif keras
terfiksir.
Berkembang relatif lebih lambat,
perjalanan penyakit lebih panjang, reaksi
terapi lebih baik
Progresi lebih cepat, perjalanan penyakit
lebih pendek, mudah kambuh, prognosis
lebih buruk
II. 10. Pendekatan Diagnostik
A. Anamnesis
1. Umum :
Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum
Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan
Demam tinggi 38 °C 1 minggu tanpa sebab
Keringat malam
Keluhan anemia
Keluhan organ (mis lambung, nasofaring)
Penggunaan obat
2. Khusus :
Penyakit autoimun (SLE, Sjogren, Rheuma)
Kelainan darah
Penyakit infeksi (Toksoplasma, Mononukleosis, TBC, Sifilis,)
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pembesaran KGB
2. Kelainan/pembesaran organ
3. Performance Status : ECOG atau WHO / Karnofsky
24
C. Pemeriksaan Penunjang :
a. Laboratorium
1) Rutin/standar
Hematologi :
- Darah perifer lengkap (DPL) : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, LED,
Hitung jenis
- Gambaran darah tepi (GDT) : Morfologi sel darah
Analis urin :
- Urine lengkap
Kimia Klinik
- SGOT/SGPT, LDH, protein total, albumin/globulin
- Asam Urat dan Fosfatase Alkali
- Gula darah puasa dan 2 jam pp
- Elektrolit : Na, K, Cl, Ca, P
2) Khusus (Atas indikasi) :
- Gamma GT
- Cholinesterase
- LDH/fraksi
- Serum Protein Elektroforesis (SPE)
- Imuno Elektroforese (IEP)
- Tes Coomb
- B2 Mikroglobulin
b. Biopsi
1) Biopsi KGB dilakukan cukup 2 kelenjar yang paling representatif, superficial,
dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer/superfisial yang representatif, maka tidak
perlu biopsi intra abdominal atau intra torakal. Spesimen kelenjar diperiksa:
- Rutin/Standar
Histopatologi : REAL-WHO dan Working Formulation
- Khusus
Imunoglobulin permukaan
Imunohistokimia
25
2) Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi dan sitologi. FNAB dilakukan
atas indikasi tertentu.
3) Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparatomi.
c. BMP (aspirasi sumsum tulang) dan biopsi sumsum tulang
Dari 2 sisi spina iliaca dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm
d. Radiologi
1) Rutin/Standar :
- Foto thorax PA dan lateral
Bila rasio mediastinum : toraks > 0,35 maka pertimbangkan CT Scan toraks
- USG seluruh abdomen
Bila USG abdomen ada kelainan, pertimbangkan CT Scan seluruh abdomen
(atas dan bawah)
2) Khusus
- CT Scan Thorax
- CT Scan Andomen
g. Immunophenotyping :
Parafin panel : Sel B, Sel T, Sel NK dan CD20
II.11. Stadium
Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi
jangkitan harus didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata tidak hanya jumlah
namun juga ukurannya.
Hal ini sangat penting
dalam menilai hasil
pengobatan. Disepakati
menggunakan sistem
staging menurut Ann Arbor 1,6,7,8
26
Tabel II.4. Stadium Ann Arbor1
Gambar.II.1. LNH stadium 110 Gambar II.2. LNH stadium II 10
27
Gambar 3. LNH stadium IIE 10 Gambar 4. LNH stadium III10
Gambar 5. LNH stadium IV10
II.12. Diagnosis Banding
Limfoma Hodgkin
Penyakit Hodgkin adalah suatu jenis keganasan sistem kelenjar getah
bening dengan gambaran histologis yang khas. Ciri histologis yang dianggap khas
adalah adanya sel Reed-Sternberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan
gambaran selular getah bening yang khas.
Gejala utama adalah pembesaran kelenjar yang paling sering dan mudah
dideteksi adalah pembesaran kelenjar di daerah leher. Pada jenis-jenis tipe ganas
(prognosis jelek) dan pada penyakit yang sudah dalam stadium lanjut sering
disertai gejala-gejala sistemik yaitu: panas yang tidak jelas sebabnya, berkeringat
malam dan penurunan berat badan sebesar 10% selama 6 bulan. Kadang-kadang
28
kelenjar terasa nyeri kalau penderita minum alkohol. Hampir semua sistem dapat
diserang penyakit ini, seperti traktus gastrointestinal, traktus respiratorius, sistem
saraf, sistem darah, dan lain-lain.2
Limfadenitis Tuberkulosa
Merupakan salah satu sebab pembesaran kelenjar limfe yang paling sering
ditemukan. Biasanya mengenai kelenjar limfe leher, berasal dari mulut dan
tenggorok (tonsil). Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe bronchus disebabkan oleh
tuberkulosis paru-paru, sedangkan pembesaran kelenjar limfe mesenterium
disebabkan oleh tuberkulosis usus. Apabila kelenjar ileocecal terkena pada anak-
anak sering timbul gejala-gejala appendicitis acuta, yaitu nyeri tekan pada perut
kanan bawah, ketegangan otot-otot perut, demam, muntah- muntah dan lekositosis
ringan. Mula-mula kelenjar-kelenjar keras dan tidak saling melekat, tetapi
kemudian karena terdapat periadenitis, terjadi perlekatan-perlekatan.2
II.13. Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang
dapat dilakukan adalah : 2
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
- Kemoterapi : obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide,Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi : LNH sangat radiosensitif.
Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif.
Radioterapi : Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja
2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
- Stadium I : Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
- Stadium II – IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi.
29
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
1. setelah siklus kemoterapi ke-empat
2. setelah siklus pengobatan lengkap
Sediaan Obat Keterangan
Obat tunggal Klorambusil
Siklofosfamid
Digunakan pada limfoma tingkat rendah
untuk mengurangi ukuran kelenjar getah
bening dan untuk mengurangi gejala
CVP (COP) Siklofosfamid
Vinkristin
(onkovin)
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat rendah
dan beberapa limfoma tingkat menengah
untuk mengurangi ukuran kelenjar getah
bening dan untuk mengurangi gejala
Memberikan respon yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat tunggal
CHOP Siklofosfamid
Doksorubisin
(adriamisin)
Vinkristin
(onkovin)
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat
menengah & beberapa limfoma tingkat
tinggi
C-MOPP Siklofosfamid
Vinkristin
(onkovin)
Digunakan pada limfoma tingkat
menengah & beberapa limfoma tingkat
tinggi dan juga digunakan pada penderita
30
Prokarzibon
Prednison
yang memiliki kelainan jantung & tidak
dapat mentolerans doksorubisin
M-BACOD Metotreksat
Bleomisin
Doksorubisin
(adriamisin)
Siklofosfamid
Vinkristin
(onkovin)
Deksametason
Memiliki efek racun yg lebih besar dari
CHOP & memerlukan pemantauan ketat
terhadap fungsi paru-paru & ginjal
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
ProMACE/
CytaBOM
Prokarbazin
Metotreksat
Doksorubisin
(adriamisin)
Siklofosfamid
Etoposid
bergantian
dengan Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin
(onkovin)
Metotreksat
Sediaan ProMACE bergantian dengan
CytaBOM
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
MACOP-B Metotreksat
doksorubisin
(adriamisin)
siklofosfamid
vinkristin
(onkovin)
prednison
Kelebihan utama adalah waktu
pengobatan (hanya 12 minggu)
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
31
Bleomisin
Tabel 5. Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin 5,9
II.14. Prognosis
LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok : Limfoma Non Hodgkin Indolen dan
Limfoma Non Hodgkin Agresif. LNH Indolen memiliki prognosis yang relatif baik,
dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium
lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe Limfoma Non
Hodgkin Agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat
disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif.1
Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologi “divergen” baik
pada kelompok Indolen maupun Agresif. International Prognostic Index (IPI) dugunakan
untuk memprediksi outcome pasien dengan LNH Agresif Difus yang mendapatkan
kemoterapi regimen kombinasi yang mengandung Anthracycline, namun dapat pula
digunakan pada hampir semua subtype LNH.9,10
Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis, yaitu :
1. usia,
2. serum,
3. status performance
4. stadium anatomis
5. jumlah lokasi ekstra nodal yang terkena
Derajat keganasan rendah : tidak dapat sembuh namun dapat hidup lama, derajat
keganasan menengah : sebagian dapat disembuhkan, derajat keganasan tinggi : dapat
disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati.10
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting oleh
Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007. P.717-23.
2. Santoso M, Krisifu C. Diagnosis dan Penatalaksanaan Limfoma Non Hodgkin.
DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober – Desember 2004. P. 143-6
3. Davey P. Limfoma. At a Glance Medicine. Alih bahasa : Rahmalia A. Editos :
Safitri A. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006. p.318-9
4. Vinjamaram, S. Lymphoma, Non-Hodgkin. 2010
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [diakses 04 oktober
2012].
5. Anonim. Limfoma Non Hodgkin. http//:medicastore.com/penyakit/Limfoma
Non Hodgkin.html [diakses 04 oktober 2012]
6. Yuen AF, Jacobs C. Lhymphomas of the Head and Neck. Byron J et al. Head
and Neck Surgery-Otolaryngology. 3th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
2001. p.121-32.
7. Adams GL. Tumor-tumor Ganas Kepala dan Leher. BOIES Buku Ajar Ilmu
Penyakit THT. Alih bahasa : Wijaya C. Editor : Effendi H, Santoso K.
Jakarta : EGC, 1997. p.429-50
8. American cancer society. How Is Non Hodgkin Lymphoma Staged. 2009.
http//:oncologychannel.com/nonhodgkins/staging.shtml [diakses 04 oktober
mei 2012]
9. Anonim. Limfoma Non Hodgkin. http//:dharmais.co.id/new/content.php?
page=article [diakses 11 mei 2012]
10. Quade G. Adult Non-Hodgkin Lymphoma Treatment. Juni
2009.http://meb.uni-bonn.de/cancer.gov/CDR0000062958.html [diakses 05
oktober 2012]
33