cbd kelompok aspirasi fix

Upload: bayu-permana

Post on 07-Feb-2018

260 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    1/45

    CBD KELOMPOK

    NEONATUS PRETERM DENGAN PNEUMONIA ASPIRASI, HIPERKALEMI, DAN

    HIPERBILIRUBINEMIA

    Pembimbing:

    dr. Slamet Widi, Sp.A

    dr. Hartono, Sp.A

    dr. Z. Hidayati, Sp.A

    dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A

    Disusun Oleh :

    Afrina Lusia (01.210.6070)

    Dewi Intisari (01.210.6123)

    Aprilia Sri Haryati (01.207.5445)

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

    SEMARANG

    2014

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    2/45

    LAPORAN KASUS

    A. IDENTITAS PASIEN

    Nama : An. MAM

    Umur : 28 hari

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama : Islam

    Suku : Jawa

    Alamat : Genting, Tembalang

    Nama Ayah : Tn. F

    Umur : 38 tahun

    Pekerjaan : Swasta

    Pendidikan : SMA

    Nama Ibu : Ny. M

    Umur : 34 tahun

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Pendidikan : SMP

    Bangsal : Perinatologi

    No. CM : 288700

    Masuk RS : 16 Juni 2014, Jam 22:33 WIB

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    3/45

    B. DATA DASAR

    1. Anamnesis

    Dilakukan anamnesis secara alloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal 17 Juni, pukul

    10.30 WIB di ruang Perinatologi dan didukung dengan catatan medis.

    Keluhan Utama :bayi tidak mau menangis

    Keluhan Tambahan :bayi tidak mau minum susu, sesak, dan lemah

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Bayi datang dibawa ibunya, ke UGD RSUD Kota Semarang pukul 22.33 WIB. Lahir 20

    Mei 2014 dari ibu G2P1A0, 34 tahun, hamil 36 minggu, jenis kelamin laki-laki, pukul 4.10

    pagi, letak sungsang, lahir spontan di RSUD Kota Semarang dengan ketuban jernih yang

    pecah 3 jam sebelumnya. Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 48 cm, bayi lahir

    langsung menangis.

    Sebelum masuk rumah sakit:

    28 hari yang lalu, (20 Mei 2014), Ibu G2P1A0, 34 tahun, hamil 36 minggu, riwayat

    haid teratur, siklus 28 hari, lama haid 5-7 hari. Selama kehamilan ibu

    memeriksakan kehamilannya ke bidan di puskesmas terdekat secara rutin 1 bulan

    sekali. Mendapatkan imuninasi TT 2 kali saat usia kehamilan 4 dan 5 bulan.

    Tidak pernah memeriksakan kehamilannya di dokter spesialis kandungan dantidak pernah melakukan USG. Riwayat trauma saat hamil disangkal, riwayat

    penyakit darah tinggi disangkal, riwayat penyakit kencing manis disangkal, ibu

    tidak pernah demam atau sakit selama hamil. Riwayat dipijat saat hamil disangkal

    ibu, riwayat minum jamu-jamuan disangkal ibu, riwayat minum obat tanpa resep

    dokter disangkal. Ibu mendapat multivitamin dan obat penambah darah dari bidan

    puskesmas.

    5 jam sebelum melahirkan, Ibu merasakan perutnya mules seperti mau BAB. Lalu

    ibu meminta suaminya menemaninya ke toilet untuk BAB. Namun setelah BAB

    ibu masih merasa ingin BAB, tidak lama ibu pergi ke toilet lagi dan keluar lendir

    bercampur darah dari jalan lahirnya. Ibu langsung dibawa ke puskesmas terdekat

    untuk ditangani bidan. Dilakukan pemeriksaan oleh bidan dan diberitahu

    pembukaannya 8 cm, namun letak bayi sungsang, teraba jari-jari kaki, sehingga

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    4/45

    bidan menyarankan untuk ke rumah sakit. Ibu pergi ke RSUD Kota Semarang.

    Sesampainya di RS, kaki bayi sudah keluar sehingga langsung dipimpin mengejan

    dan bayi dapat lahir dengan lancar.

    3 jam sebelum melahirkan ketuban pecah, bewarna kuning dan jernih.

    Lahir bayi laki-laki pada pukul 4.10, ditolong oleh dokter spesialis obsgyn di

    rumah sakit secara spontan dengan kaki bayi keluar terlebih dahulu. Dan disusul

    keluarnya badan dan kepala bayi. Bayi langsung menangis ketika dikeluarkan dan

    diletakkan di perut ibu. Dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan

    48 cm.

    Plasenta lahir secara spontan

    Setelah persalinan, bayi segera dibersihkan dan disarankan untuk dirawat di

    rumah sakit karena masih kurang bulan, sehingga memerlukan perawatan yang

    lebih intensif.

    Bayi di rawat di ruang perinatology RSUD Kota Semarang selama kurang lebih 2

    hari, dan diperbolehkan pulang pada tanggal 22 Mei 2014. Dirawat didalam

    incubator dan dilakukan fototerapi. Ibu mengaku bayi kuning dari hari pertama

    lahir, dan kuning berkurang ketika anak diberikan ASI dan di fototerapi. Hingga

    saat ini bayi masih terlihat sedikit kuning dari kepala sampai badan. Setelah

    pulang dari rumah sakit, bayi dirawat di rumah, diberikan ASI.

    Tanggal 14 Juni, 2 hari SMRS bayi menderita batuk berdahak dan pilek, oleh ibu

    bayi dibawa berobat ke bidan setempat. Namun tidak ada perubahan.

    1 hari SMRS (15 Juni), bayi menjadi malas minum ASI dan oleh ibu diberikan

    susu formula. 6 jam SMRS bayi diberi susu formula oleh sang nenek, dan setelah

    selesai minum bayi menjadi merintih, lemah, sesak, dan tidak mau minum susu

    lagi. Sehingga pada pukul 22.33 orang tua membawa pasien ke UGD RSUD Kota

    Semarang. Ibu datang ke UGD RSUD, lalu sesampainya di UGD bayi tampak

    biru, diberikan oksigen melalui head box dan disuction, dari suction didapatkan

    cairan berupa susu, kemudian pasien dibawa ke ruang perinatologi pukul 23.30

    WIB.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    5/45

    Setelah masuk rumah sakit:

    Hari pertama (16 Juni 2014) pasien masuk rumah sakit, pasien dirawat diruang

    perinatologi pukul 23.46 WIB, pasien diberi infuse dextrose 10 % 10 tpm, injeksi

    ampisulbactam, Ca Glukonas, dexamethason, dan dipasang selang OGT. Pada

    pukul 24.00 pasien dipasang ET dan mulai dipasang ventilator, kemudian pukul

    1.15 WIB diberikan dopamine 3 meq. Pukul 1.30 WIB pasien banya tidur,

    dilakukan suction keluar lendir kental dari mulut dan hidung, anemis (+), dan

    masih mengalami sianosis.

    Hari kedua (17 Juni 2014) pasien masuk rumah sakit, pasien tampak sakit berat,

    ikterik Kramer 3-4, pemeriksaan auskultasi paru didapatkan rhonki +/+, tanda-

    tanda vital HR 165x/menit, RR 40x/menit, suhu 37,10C. Pasien mendapatkan

    infuse D10% 10 tpm, inj. Dopamine, inj. Ampisulbactam, inj. Ca Glukonas. Pukul

    8.15 pasien masih terpasang ventilator, ET no 3 dengan saturasi O2 82-88% dan

    akan dilakukan cek darah rutin, BGA, kadar bilirubin, dan GDS.

    Jam 9.30 dilakukan reintubasi dengan ET no. 4. Saturasi O2 98% dan HR

    180x/menit. Infus D10% diturunkan menjadi 8 tpm, fluid challenge NaCl 0,9% 30

    cc dalam 30 menit, inj. Ampisulbactam, inj. Gentamisin, inj. Ca Glukonas, inj.

    Dopamine, diet tunda.

    Jam 10.00 RR 52x/menit.Jam 12.00 pasien kejang selama 1-2 menit, GDS: 153 mg/dl, HR 80-140x/menit.

    Pasien diberi sibital, dopamine dihentikan dan diganti dengan dobutamin, fluid

    challenge NaCl 0,9% 30 cc dalam 30 menit

    Hari ketiga (18 Juni 2014) pasien masuk rumah sakit, jam 05.00 didapatkan

    tanda-tada vital HR 156-178x/menit, SpO2 86-96%, RR spontan 10-30x/menit,

    suhu 36-370C.

    Pukul 07.00 pasien tampak sakit berat, ikterik (+) Kramer 3-4, RR 40x/menit, HR

    160x/menit, suhu 380C, bed side monitor HR 173x/menit, RR 60x/menit, SpO2

    97%, pemeriksaan auskultasi thorax rhonki (+/+). Terapi yang diberikan

    ventilator, infuse D10% 8 tpm, inj ampicilin sulbactam, inj gentamisin, inj Ca

    glukonas, inj dobutamin, fluid challenge NaCl 0,9 % 30 cc/30 menit, sudah

    dimulai diet ASI 6x 5-10cc, dan dilakukan suction berkala.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    6/45

    Hari keempat (19 Juni 2014) pasien masuk rumah sakit, pasien tampak sakit berat,

    ikterik (+) Kramer 3-4, tanda-tanda vital HR 198x/menit, RR 37x/menit, suhu

    37,30C, bed side monitor HR 161x/menit, RR 41x/menit, SpO2 98%, pemeriksaan

    auskultasi paru didapatkan rhonki +/+. Terapi yang diberikan ventilator, infuse

    D10% 8 tpm, inj ampicilin sulbactam, inj gentamisin, inj Ca glukonas, inj

    dobutamin, fluid challenge NaCl 0,9 % 30 cc/30 menit dihentikan, diet ASI 6x20

    cc.

    Jam 10.00 SpO2 100%, HR 126x/menit, RR 35x/menit, dan dilakukan program

    fototerapi.

    Hari kelima (20 Juni 2014) pasien masuk rumah sakit, pasien tampak sakit

    sedang, ikterik (-), tanda-tanda vital HR 150x/menit, RR 35x/menit, suhu 36,40C,

    bed side monitor HR 150x/menit, RR 35x/menit, SpO2 99 %, pemeriksaan

    auskultasi paru didapatkan rhonki +/+. Terapi yang diberikan ventilator, infuse

    D10% 8 tpm, inj ampicilin sulbactam, inj gentamisin, inj Ca glukonas, inj

    dobutamin, diet ASI 6x20 cc, fototerapi dihentikan.

    Hari keenam (21 Juni 2014) pasien masuk rumah sakit, pasien tampak sakit

    sedang, ikterik (-), tanda-tanda vital HR 138x/menit, RR 52x/menit, suhu 37,10C,

    bed side monitor HR 123x/menit, RR (-), SpO2 99 %, pemeriksaan auskultasi

    paru didapatkan rhonki +/+. Pasien dilakukan program ekstubasi kemudian terapibantuan nafas yang diberikan mulai menggunakan O2 head box 8L/menit serta

    infuse D10% 8 tpm, inj ampicilin sulbactam, inj gentamisin, inj Ca glukonas, diet

    ASI 6x20 cc.

    Pasca ekstubasi, SaO2 92-95%, HR 126x/menit.

    Hari ketujuh (22 Juni 2014) pasien masuk rumah sakit, pasien tampak sakit

    sedang, ikterik (-), tanda-tanda vital HR 110x/menit, RR 46x/menit, suhu 36,90C,

    pemeriksaan auskultasi paru didapatkan rhonki +/+. Terapi yang diberikan O2

    head box 8L/menit, infuse D10% 8 tpm, inj ampicilin sulbactam, inj gentamisin,

    inj Ca glukonas, diet ASI 6x20 cc.

    Hari kedelapan (23 Juni) pasien masuk rumah sakit, pasien tampak sakit sedang,

    ikterik (-), tanda-tanda vital HR 120x/menit, RR 44x/menit, suhu 37,50C,

    pemeriksaan auskultasi paru didapatkan rhonki +/+. Terapi bantuan nafas O2 head

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    7/45

    box 8L/menit sudah dilepas dan diganti dengan O2 nasal 2L/menit. infuse D10%

    8 tpm, inj ampicilin sulbactam, inj gentamisin, inj Ca glukonas, diet ASI 6x20 cc.

    DIlakukan X photo thorax AP dan fisioterapi.

    Hari kesembilan 24 Juni (2014) pasien masuk rumah sakit, pasien tampak sakit

    sedang, merintih, ikterik (-), berat badan 3300 gram, tanda-tanda vital HR

    140x/menit, RR 80x/menit, suhu 37,40C, ditemukan napas cuping hidung, mulut

    kering, retraksi (+), pemeriksaan auskultasi paru didapatkan rhonki +/+. Terapi

    yang diberikan O2 nasal 2 L/menit, infuse D10% 8 tpm, inj meropenem, inj

    gentamisin, inj Ca glukonas, inj amikasin, ambroxol per oral, vitamin B1, B6,

    B12, diet ASI 6x20 cc.

    Hasil fisioterapi : vibrasi dada, suction ditemukan sputum kental, berwarna uning,

    dan banyak.

    Pukul 10.10 keadaan umum pasien sianosis, RR 64x/menit, HR 1 x/menit, retraksi

    (+), napas cuping hidung (+). Kemudian dipasang CPAP dan akan dirujuk ke RS

    lain.

    Pukul 16.00 dilakukan pemasangan ET no.4 dengan kedalaman 12 cm oleh

    bagian anestesi. Keluar perdarahan dari mulut dan ujung ET, dilakukan ekstubasi,

    diberi VTP sampai KU pasien stabil. HR 160x/menit, RR 0 x/menit, SaO2 80%.

    Pukul 16.30 dilakukan reintubasi dengan kedalaman 11 cm dan berhasil, HR100x/menit65x/menit, RR 0 x/menit, SaO2 60%.

    Pukul 17.30 dilakukan VTP sampai KU stabil.

    Pukul 18.00 HR 0 x/menit, RR 0 x/menit, pupil midriasis maksimal, dan pasien

    dinyatakan meninggal.

    Riwayat Penyakit dahulu

    Riwayat ibu menderita diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung

    sebelum hamil disangkal

    Riwayat Ibu menderita penyakit menular seksual selama kehamilan atau pada saat

    proses persalinan seperti gonorea, klamidia, trikomoniasis, kandidiasis vaginalis

    disangkal.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    8/45

    Riwayat Ayah menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama istrinya

    hamil disangkal.

    Riwayat ibu menderita demam tinggi selama proses kehamilan disangkal

    Riwayat ibu mendapat transfuse darah selama kehamilan disangkal

    Riwayat ibu dan anggota keluarga lain mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3

    minggu, mendapat pengobatan paru selama 6 bulan dan membuat kencing

    bewarna merah disangkal.

    Riwayat Ibu mengidap HbsAg disangkal

    Riwayat Pemeliharaan Prenatal

    Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan di puskesmas

    terdekat. Mulai saat mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 8 bulan,

    pemeriksaan dilakukan 1x/ bulan. Ibu mendapatkan suntikan TT sebanyak 2x,

    pada bulan ke 4 dan 5. Tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.

    Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat lahir disangkal.

    Riwayat minum obat tanpa resep dokter disangkal, Minum jamu-jamu selama

    kehamilan disangkal ibu. Obat-obat yang diminum selama kehamilan ada;an

    vitamin dan tablet penambah darah. Riwat hipertensi dan kencing manis selama

    kehamilan disangkal.

    Kesan : pemeliharaan prenatal baik

    Riwayat Persalinan dan Kehamilan

    Anak laki-laki dari ibu G2P1A0 hamil 36 minggu, letak sungsang, lahir secara

    spontan ditolong oleh dokter spesialis obgyn, anak lahir langsung menangis, berat

    badan lahir 3.000 gram, tidak ada kelainan bawaan.

    Kesan : Lahir spontan, neonatus preterm, letak sungsang

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    9/45

    No. Kehamilan dan Kelahiran Usia saat ini

    1. Laki-laki, aterm, spontan, BBL 3000 gram. 10 tahun

    2. Laki-laki, preterm, spontan, letak sungsang,

    BBL 3400 gram

    28 hari

    Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak

    Pertumbuhan :

    Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala dan lingkar

    dada ibu juga tidak tahu. Berat badan sekarang 28 hari, 3400 gram, panjang badan

    53 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar dada 32 cm.

    Perkembangan:

    Perkembangan anak belum dapat dinilai dan dievaluasi

    Riwayat Makan dan Minum Anak

    Pemberian ASI eksklusif diberikan dari mulai umur 0 hari sampai sekarang. ASIdiberikan kurang lebih setiap 2-3 jam sekali dalam sehari.

    Riwayat Imunisasi

    Hepatitis B : 1x (0 bulan)

    BCG : -

    Polio : 1x (0 bulan)

    Hepatitis B : 1x (0 bulan)

    Kesan : Anak sudah mendapatkan imunisasi sesuai KMS

    Riwayat Keluarga Berencana

    Ibu Penderita sebelum mengandung penderita, menggunakan KB suntik setiap 3

    bulan sekali di bidan.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    10/45

    Riwayat Sosial Ekonomi

    Ayah penderita bekerja sebagai karyawan swasta, Ibu tidak bekerja, hanya

    sebagai ibu rumah tangga. Menanggung 2 orang anak. Penghasilan per bulan +

    Rp 1.500.000,-

    Biaya pengobatan ditanggung BPJS non PBI

    Kesan : Sosial ekonomi kurang

    Data Keluarga

    Ayah Ibu

    Perkawinan ke- 1 1

    Umur 38 tahun 34 tahun

    Keadaan Kesehatan Sehat Sehat

    Data Perumahan

    Kepemilikan rumah : Rumah sendiri Keadaan rumah : Dinding rumah terbuat dari tembok, 1 kamar tidur,

    kamar mandi di dalam rumah, dapur, dan ruang tamu

    Sumber air bersih : Air PAM, terdapat jamban keluarga, sumber air

    minum dari air gallon isi ulang

    Keadaan Lingkungan : Jarak antara rumah berdekatan, padat

    2. PEMERIKSAAN FISIK

    Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 17 Juni 2014 Pk. 10.30 WIB

    Anak laki-laki usia 28 hari, Berat badan 3400 gram, panjang badan 53 cm, lingkar kepala

    30 cm, lingkar dada 32cm.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    11/45

    Kesan Umum

    Tampak sakit berat, composmentis, neonates preterm, merintih, ikterik kramer 3

    dan 4

    Tanda- Tanda Vital

    Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan

    Nadi : 165 x/menit, Isi dan tegangan cukup

    Laju nafas : 40 x/menit

    Suhu : 37,10C

    Status Internus

    Kepala : Mesocephale, ukuran lingkar kepala 30 cm, ubun-ubun besar datar, caput

    succadenum (-), cephal hematome (-), sutura tidak melebar, rambut hitam

    terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.

    Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor 2 mm,

    reflex cahaya (+/+), kornea jernih.

    Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, secret (-/-), nafas cuping

    hidung (-)

    Telinga : Bentuk normal, membalik segera ketika dilipat, tulang rawan tebal

    teraba sampai ke tepi, liang telinga lapang, discharge (-)

    Mulut : Kering (-), Trismus (-), Sianosis (+), stomatitis (-), palatoschizis (-)

    Thorax :

    Paru

    o Inspeksi : Normothorax, simetris dalam diam dan pergerakan

    nafas, retraksi suprasternal (-)

    o Palpasi : Stem fremitus tidak dilakukan, Papilla mammae (+/+),

    aerola mamae teraba datar

    o Perkusi : Sulit dinilai

    o Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-/-), rhonki

    (+/+), wheezing (-/-)

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    12/45

    Jantung

    o Inspeksi : Pulsasi ictus cortis tidak sama

    o Palpasi : Tidak teraba pulsasi ictus chordis

    o Perkusi : Sulit dinilai batas jantung

    o Auskultasi : BJ I-II regular, Gallop (-), Thrill (-), bising (-)

    Abdomen

    o Inspeksi : Cembung, tidak ada retraksi episgastrium, tali pusat sudah

    lepas dan kering,

    o Auskultasi : Bising usus (+) normal

    o Perkusi : Sulit dinilai

    o Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.

    Genitalia

    Laki-laki, kedua testis sudah turun, dalam batas normal

    Anorektal

    Tidak terdapat atresia ani

    Ekstremitas

    Superior Inferior

    Deformitas -/- -/-

    Akral dingin -/- -/-

    Akral sianosis -/- -/-

    Oedem -/- -/-

    Capillary refill

    time

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    13/45

    Kulit

    Kulit coklat kehitaman, dengan warna ikterik dada, perut, paha, lengan, dan

    tungkai (Kramer 3 dan 4), Sklerema (-)

    Refleks Primitif

    Refleks Oral:

    o Refleks rooting (+)

    o Refleks hisap (+)

    Refleks Moro (+)

    Refleks Tonic Neck (+)

    Refleks Palmar Grasp (+)

    Refleks Plantar Grasp (+)

    3. Pemeriksaan Khusus

    Skoring faktor resiko sepsis neonatorum

    FAKTOR SCORE

    Prematuritas 3

    Riwayat ketuban keruh, purulen, atau bercambur mekonium -

    Riwayat demam pada saat ibu hamil -

    Asfiksia -

    Partus lama -

    Riwayat vagina tidak bersih -

    Ketuban pecah dini -

    TOTAL SCORE 3

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    14/45

    Sumber: Gupte S, Chowdhry J 2003

    Kesimpulan: Total score 3Skrining Neonatal Infeksi

    New Ballard Score

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    15/45

    Maturitas Neuromuskuler Poin Maturitas Fisik Poin

    Sikap tubuh 2 Kulit 2

    Jendela siku-siku 3 Lanugo 2

    Rekoil Lengan 2 Lipatan Telapak Kaki 3

    Sudut popliteal 2 Payudara 2

    Tanda Selempang 2 Bentuk Telinga 2

    Tumit ke kuping 3 Genitalia (Laki-laki) 2

    TOTAL 13 TOTAL 12

    New Ballard Score = Maturitas neuromuscular + Maturitas fisik

    = 14 + 13 = 27 = 36 minggu

    4. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan laboratorium darah

    Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai normal

    16/06/14 Hematologi rutin

    Hb

    Ht

    Leukosit

    Trombosit

    Kimia Klinik

    GDS

    Natrium

    Kalium

    Kalsium

    11,8 g/dL

    38 %

    17.700 /l

    528.000 /l

    105 mg/dL

    134

    6,70 ()

    1,30

    14,0-18,0

    42-52

    4,8-10,8

    150-400

    70-115

    134,0-147,0

    3,50-5,20

    1,12-1,32

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    16/45

    17/06/14 Bilirubin direk

    Bilirubin total

    Biliubin indirek

    0,89 mg/dl ()

    7,64 mg/dl ()

    -

    0,0-0,35

    0,0-1,00

    0,0-0,65

    18/06/14 Bilirubin direkBilirubin total

    Bilirubin indirek

    1,02 mg/dl ()

    7,61 mg/dl ()

    -

    0,0-0,350,0-1,00

    0,0-0,65

    Hasil Tes BGA (Blood Gas Analisys)

    Tanggal 17-6-2014 Tanggal 18-6-2014 Tanggal 24 -6-2014

    Corrected 37,4 C Corrected 36,6 C Corrected 37,4 C

    pH 7,171 7,454 7,158

    PCO2 93,2 46.9 83,5

    PO2 22,8 128,9 37,7

    Measured 37 C

    pH - 7,44 7,163

    PCO2 79,176 47,7 82,0

    PO2 22,2 131,4 36.7

    Calculated data

    HCO2 act 33,1 mmol/L 32.3 mmol/L 28,8 mmol

    HCO2 std 25,1 mmol/L 31,1 mmol/L 22,5 mmol/L

    BE (ecf) 4,7 mmol/L 8,3 mmol/L 0,1 mmol/L

    BE (B) 2,4 mmol/L 7,2 mmol/L -1,4 mmol/L

    CtCO2 36,0 mmol/L 33,8 mmol/L 31,3 mmol/L

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    17/45

    Ca2+ 7,4 7,4 7,4

    O2 sat 25,2 % 98,7 % 53,4 %

    O2 CT 4,2 ml/dl 16,6 ml/dl 8,4 ml/dl

    pO2 /FiO2 0,56 2.63 0,43

    pO2 (A-a) (T) 151,7 mmHg 171,3 mmHg 480,5 mmHg

    pO2 (a-A) (T) 0,13 0,43 0,07

    Entered Data

    Temp 37,4C 36,6C 37,4C

    Ct Hb 11,8 g/dL 11,8 g/dL 11,2 g/dL

    FIO2 40,0% 50,8 % 96,8 %

    Foto thorax Babygram, 23 Juni 2014

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    18/45

    oCOR : Ukuran normal, bentuk dan letak normal

    oPulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat, Tampak bercak-bercak di

    paru

    oDiafragma dan sinus costophrenicus kanan kiri normal

    o

    BNO : Distribusi udara usus normal, dilatasi (-), fekal maternal (-) tak

    tampak AFL ataupun Free air, tak tampak gambaran massa zolid

    intraabdomen

    KESAN : Cor : normal

    Pulmo : Bronkopneumonia

    C. DIAGNOSIS BANDING

    Neonatus Preterm

    Janin

    Gawat janin

    Kehamilan kembar

    Eritroblastosis

    Hydrops non imun

    Plasenta

    Plasenta previa

    Abruptio plasenta

    Uterus

    Uterus bikornat

    Serviks tidak kompeten

    Ibu

    Pre eklamsia

    Penyakit medis kronis (mis. Penyakit jantung)

    Infeksi (mis. Infeksi saluran kemih)

    Penyalahgunaan obat

    Lain-lain

    Polihidramnion

    Iatrogenik

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    19/45

    Ketuban pecah sebelum waktunya

    Hiperbilirubinemia

    Ikterus Fisiologis

    Peningkatan bilirubin yang tersedia

    - Peningkatan produksi bilirubin

    oPeningkatan SDM

    oUmur SDM yang pendek

    oPeningkatan early bilirubin

    - Peningkatan resirkulasi enterohepatik shunt

    oPeningkatan aktifitasglukoronidase

    oTidak adanya flora bakteri

    o

    Pengeluaran mekonium yang terlambat

    Penurunan bilirubin clearance

    - Penurunan clearance dari plasma

    oDefisiensi protein carier

    - Penurunan metabolism hepatic

    oPenurunan aktifitas UDPGT

    Ikterus Patologis

    Peningkatan produksi bilirubin

    o Incompatibilitas darah fetomaternal (Rh, ABO)

    Peningkatan penghancuran hemoglobin

    o Defisiensi enzim congenital (G6PD, Galaktosemia)

    o Perdarahan tertutup (Sefalhematom, memar)

    o Sepsis

    Peningkatan jumlah hemoglobin

    o Polisitemia

    Peningkatan sirkulasi enterohepatik

    o Keterlambatan pasase mekonium, ileus mekonium

    o Puasa atau keterlambatan minum

    o Atresia adat stenosis intestinal

    Perubahan clearance bilirubin hati

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    20/45

    o Imaturitas

    Perubahan produksi atau aktivitas Uridine Diphosphoglucoronyl

    transferase

    o Gangguan metabolic / endokrin ( Criglar-Najjar disease)

    Perubahan dungsi dan perfusi hati

    o Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi

    o Sepsis

    o Obat-obatan dan hormone

    Obstruksi hepatic

    o Anomali congenital (atresia biliaris, fibrosis kistik)

    o Stasis biliaris (Hepatitis, sepsis)

    o

    Bilirubin load berlebihan (Sering pada hemolisis berat

    Aspirasi susu

    Kelainan Kongenital

    Labiopalatoskizis

    Atresia esophagus

    Atresia pilorus

    Asupan berlebih

    Refleks gag lemah

    D. DIAGNOSA SEMENTARA

    Bayi Preterm

    Aspirasi susu

    Hiperbilirubinemia

    Lahir spontan dengan letak sungsang

    E. TERAPI (MEDIKAMENTOSA dan DIETETIK)

    Terapi :

    Th : - O2 headbox, 5-6 l/m

    - Inf. D5% 8 tpm mikro

    - Inj. Ampisulbactam 2 x 250 mg

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    21/45

    - Inj. Gentamicin 1 x 20 mg

    - Inj. Ca Glukonas 3x 1,5 cc aqua pelan

    p.o : - Ambroxol 3x cc

    Diet : ASI ad libitum ( 8 x 20-25 cc )

    Program : -Evaluasi keadaan umum dan tanda-tanda vital

    - Jaga kehangatan bayi

    - Periksa kadar bilirubin darah 2-3 hari sekali

    F. PROGNOSA

    Quo ad vitam : dubia ad bonam

    Quo ad sanationam : dubia ad bonam

    Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

    G. USULAN

    Test Golongan darah dan rhesus Ibu

    Hapus darah tepi

    Test Fungsi hati

    Kadar albumin

    Coomb test

    H. NASEHAT DI RUMAH

    1. Jaga kehangatan bayi.

    2. Beri ASI tiap 2-3 jam sekali dan berikan ASI eksklusif selama 6 bulan.

    3. Kebanyakan bayi cenderung menghisap udara yg berlebihan sewaktu menyusui.

    Karena itu setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak

    lurus di pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai ia mengeluarkan

    udara.4. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dan dot selalu dalam keadaan

    bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan. Ibu harus selalu

    membersihkan puting susu sebelum menyusui bayinya. Bila menggunakan susu

    formula, ikutilah petunjuk yang terdapat dalam kemasan tentang cara membuat susu

    formula serta selalu mencuci tangan sebelum membuat susu.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    22/45

    5. Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis membersihkan

    tinja anak.

    6. Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke Pusat Pelayanan Kesehatan

    terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan serta pemberian

    imunisasi dasar pada bayi.

    7. Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap

    infeksi pernafasan.

    8. Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya :

    - Mempunyai masalah bernafas.

    - Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau mengerang

    kesakitan.

    - Suhu tubuh 380C.

    - Muntah atau buang air besar berlebihan lebih dari 2-3 x/hari.

    - Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya.

    - Mengalami gemetar pada kaki dan tangan.

    - Kejang

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    23/45

    PNEUMONIA

    Pendahuluan

    Di Amerika Serikat. Sedikit studi yang telah dilakukan untuk mengetahui

    perbedaan antara pneumonia aspirasi dan pneumonitis aspirasi. Beberapa studi

    menyatakan bahwa 5-15% dari 4.5 juta kasus community-acquired pneumonia

    diakibatkan oleh pneumonia aspirasi. Kira-kira 10% pasien yang diopname pasca

    intoksikasi atau overdosis obat/racun akan menjadi pneumonitis aspirasi.

    Tingkat kematian akibat pneumonitis aspirasi (Mendelson sindrom) bisa

    mencapai 70%. Pneumonia aspirasi tanpa perawatan, dihubungkan dengan tingginya

    insidens timbulnya kavitas dan abses bila dibandingkan dengan community-acquired.

    Pneumonia. Walaupun demikian, ternyata keduanya bisa menyebabkan komplikasi

    berupa empyema, sindrom distress pernapasan akut, dan kegagalan pernapasan.

    Pneumonitis aspirasi dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dengan cepat.

    Pneumonia aspirasi lebih umum pada pria dibanding wanita. Dan lebih sering

    terjadi pada orang tua atau maupun muda. Tidak ada bukti bahwa ras tertentu memiliki

    faktor risiko untuk menderita pneumonia aspirasi.

    Landasan TeoriDefinisi

    Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masaanak-anak dan

    sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakitprimer dan dapat juga

    akibat penyakit komplikasi. (A. Aziz Alimul : 2006).Sedangkan menurut Elizabeth J. Corwin,

    Pneumonia adalah infeksi saluran nafasbagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru

    oleh mikroorganisme.Selain itu, menurut wikipedia.com pneumonia adalah sebuah penyakit

    pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab

    menyerapoksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan.

    Pneumonia aspirasi adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh terhirupnya bahan-bahan,

    seperti makanan, minuman, muntahan atau ludah, ke dalam saluran pernafasan dan paru-paru.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    24/45

    Etiologi

    Daftar Mikroorganisme yang menyebabkan Pneumonia

    Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu

    bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita

    oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan

    pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan

    pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari

    beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari

    pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

    Sindrom ini paling umum terjadi pada individu dengan mekanisme pertahanan

    jalan napas yang lemah. Ini meliputi gag refleks, batuk, pergerakan silia, dan mekanisme

    kekebalan imun, yang kemudian memudahkan pemindahan bahan material (hasil

    kolonisasi bakteri) dengan cepat ke jalan napas bawah. Resiko lain berupa faktor meliputi

    higienitas gigi dan mulut yang kurang baik. yang mana kedua-duanya dapat

    menyebabkan peningkatan sekresi oropharyngeal yang disertai oleh overload bakteri.

    Ada beberapa tipe aspirat yang bisa masuk ke dalam paru-paru yakni :

    1. Aspirasi benda asing (corpus alienum)

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    25/45

    Aspirasi benda asing atau corpus alienum, merupakan penyebab yang paling

    umum obstruksi intraluminal jalan napas pada anak-anak. Corpus alienum yang paling

    sering adalah makanan dan fragmen gigi yang rusak, keduanya paling sering ditemukan

    pada daerah bronkus utama atau bronkus lobar. Kebanyakan pasien datang dengan

    manifestasi klinis yang bervariasi tergantung besar dan dimana level/lokasi korpus

    alienum tersebut berada. Dalam banyak kasus, pencitraan radiologis menunjukkan

    obstruksi lobar, segmental atau atelektasis. Diagnosis memerlukan pengintegrasian antara

    gejala klinis dan penemuan radiologis, walaupun hasil diagnosa pasti pada umumnya

    dibuat dengan radiografi dada/foto konvensional. Namun demikian CT Scan jauh lebih

    sensitif dibanding radiografi dada dalam menunjukkan badan asing yang radiolusen.

    Aspirasi cairan

    Aspirasi yang berhubungan dengan asam lambung ( Mendelson Sindrom)

    Muntah dengan aspirasi masif bahan-bahan material yang berasal dari lambung

    merupakan peristiwa yang sangat sering terjadi dan mungkin salah satu penyebab paling

    umum penyakit aspirasi. Karakteristik lesi tergantung pada ukuran dan sifat aspirat.

    Asam lambung dengan pH kurang dari 2.5 dapat menyebabkan reaksi patologis yang

    bermacam-macam mulai dari bronchiolitis ringan hingga edema paru-paru hemorrhagic.

    Segmen posterior dari lobus superior dan segmen superior dari lobus inferior merupakan

    tempat yang paling sering terkena ketika pasien berbaring pada posisi telentang. Cairan

    asam dengan cepat masuk kedalam percabangan bronchial dan parenkim paru-paru,

    menyebabkan pneumonitis kimia dalam beberapa menit. Derajat kerusakan jaringan

    secara langsung dihubungkan dengan pH dan volume dari aspirat. Tingkat kematian

    yang terjadi pada pasien dengan aspirasi asam lambung adalah kira-kira 30% dan lebih

    dari 50% diantaranya mengalami syok atau apnea, radang paru paru sekunder, dan

    distress pernapasan akut.

    Near drowning

    Aspirasi akut sejumlah air dalam jumlah masif pada kasus near drowning akan

    menghasilkan suatu edema paru-paru yang secara radiologis tak dapat dibedakan dengan

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    26/45

    edema paru-paru dari penyebab lainnya. Kepentingan klinis pada pasien tergantung pada

    volume air yang diaspirasi, juga apakah aspirat adalah air bersih atau laut.

    Aspirasi barium

    Aspirasi barium merupakan komplikasi yang terjadi selama pencitraan

    gastrointestinal (mag duodenum). Beberapa faktor predisposisi kejadian aspirasi barium,

    yakni gangguan menelan dan pasca operasi esofagus. Tingkat kematian kira-kira 30%

    dan lebih dari 50% diantaranya juga mengalami syok atau apnea, radang paru paru

    sekunder, dan distress pernapasan akut seperti Mendelson Syndrome. Bahan kontras

    nonionik yang larut air mungkin menyebabkan morbiditas yang berarti, namun tidak

    menyebabkan pneumonitis kimiawi seperti halnya bahan kontras ionik yang larut dalam

    air.

    Klasifikasi pneumonia

    Berdasarkan klinis dan epideologis :

    a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

    b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)

    c. Pneumonia aspirasi

    d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised

    Berdasarkan bakteri penyebab

    a. Pneumonia bakterial/tipikal.

    Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang

    sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada

    penderita pasca infeksi influenza.

    b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    27/45

    c. Pneumonia virus

    d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada

    penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

    Berdasarkan predileksi infeksi

    a. Pneumonia lobaris.

    Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia

    yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh

    obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan

    b. Bronkopneumonia.

    Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan

    oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan

    obstruksi bronkus

    c. Pneumonia interstisial

    Patofisiologi

    Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme.

    Terdapatnya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan

    tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang

    biak dan berakibat timbulnya sakit. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru

    dapat melalui berbagai cara:

    a. Inhalasi langsung dari udara

    b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

    c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

    d. Penyebaran secara hematogen

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    28/45

    Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang.Di sini terdapat

    peranan aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang

    teraspirasi. Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu

    sifat material yang teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.

    Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan

    antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada

    parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi

    kerusakan epitel, pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus.

    Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi

    baik pada jaringan interstisial, duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula

    disertai pembentukan membran hialin dan perdarahan intra alveolar. Gangguan paru

    dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.

    Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi

    radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis

    eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel

    PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain

    melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada

    waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah

    parasitik terset yaitu :

    1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

    2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel

    darah merah.

    3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif

    dengan jumlah PMN yang banyak.

    4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang

    mati, leukosit dan alveolar makrofag.

    Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray

    hepatization' ialah

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    29/45

    konsolodasi yang luas.

    Gejala Klinis

    Gejala pneumonia belum muncul setidaknya dalam waktu 1-2 hari. Gejala yang

    muncul bisa berupa :

    a. Anamnesis

    - Batuk dengan dahak purulen, bisa berwarna hijau atau disertai dengan

    nanah

    - Demam atau menggigil

    - Sesak nafas

    - Nyeri dada

    - Mual/muntah

    - Penurunan berat badan

    - Gangguan menelan

    - Kulit berwarna kebiruan akibat kekurangan oksigen

    - Kelelahan

    - Suara nafas mengi

    Diagnosis

    Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, tenaga kesehatan harus melihat

    gejala pasien dan temuan dari pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada,

    pemeriksaan darah dan kultur sputum mungkin juga bermanfaat. Foto torak

    biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah sakit dan beberapa

    klinik yang ada fasilitas foto polosnya. Namun, pada masyarakat (praktek umum),

    pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja.Mendiagnosis pneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya

    mereka dengan penyakit penyerta lainnya. Adakalanya CT scan dada atau

    pemeriksaan lain diperlukan untuk membedakan pneumonia dari penyakit lain.

    Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis.

    Pemeriksaan fisik oleh tenaga kesehatan mungkin menunjukkan adanya

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    30/45

    peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan, penurunan tekanan darah ,

    denyut jantung yang cepat dan rendahnya saturasi oksigen, yang merupakan

    jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri atau analisis gas

    darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau memiliki sianosis

    memerlukan perhatian segera.

    Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan

    terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat

    disisi yang sakit. Pada perkusi ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah

    halus, egofoni, bronkofoni, whispered pectoriloquy. Kadang- kadang terdengar

    bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensi abdomen terutama pada

    konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengan kolesistitis dan

    peritonitis akut akibat perforasi.

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan radiologi

    Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air

    bronchogram misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia, dan

    pneumonia interstisial. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior

    lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Bentuk lesi berupa kavitas dengan air fluid level

    sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, gram negatif atau amiloidosis. Pembentukan

    kista terdapat pada pneumonia nekrotikans/supurativa, abses, dan fibrosis akibat

    terjadinya nekrosis jaringan paru.

    b. Pemeriksaan laboratorium Pneumonia Aspirasi

    Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri ; leukosit normal/rendah

    dapat disebabkan oleh infeksi virus/micoplasma atau pada infeksi berat. Leukopenia

    menunjukkan depresi imunitas.

    c. Pemeriksaan bakteriologis

    Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, aspirasi jarum transtorakal.

    Torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    31/45

    d. Pemeriksaan khusus

    Titer antibodi terhadap infeksi virus, legionella, dan mikoplasma. Analisis gas

    darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Riwayat klinis

    penting dalam mendiagnosis pneumonia aspirasi. Sifat alami material yang teraspirasi,

    kuantitas, dan interval waktu sejak peristiwa aspirasi pertama kali terjadi akan

    mempengaruhi distribusi dan ukuran kelainan yang terjadi pada parenkim paru-paru.

    Penatalaksanaan

    Penanganan yang diberikan tergantung dan seberapa berat pneumonia yang terjadi

    beberapa penderita mungkin perlu di rawat inap, dan terkadang diperlukan alat bantu

    nafas (ventilator).

    Pemberian untuk pneumonia aapirasi bisa berupa pemberian oksigen dan

    bronkoskopi untuk membersihkan saluran nafas akibat tertutupnya partikel.

    Berdasarkan kesepakatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), kriteria

    yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah:

    1. Skor PORT >70

    2. Bila Skor PORT kurang 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah

    satu dari kriteria di bawah ini.a. frekuensi napas >30/menit

    b. PaO2/FiO2kurang dari 250 mmHg

    c. Foto toraks paru menunjukan kelainan bilateral

    d. Foto toraks paru melibatkan >2 lobus

    e. Tekanan sistolik

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    32/45

    toraks paru menunjukan kelainan paru bilateral, PaO2 < 250mmHg). Kriteria mayor dan

    minor bukan merupakan indikasi untuk perawatan ruang intensif.

    Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi 3, yaitu:

    1.

    Penderita rawat jalana. pengobatan suportif / simptomatik

    i. istirahat di tempat tidur

    ii. minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

    iii. bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

    iv. bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

    b. pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai dengan bagan) kurang dari 8 jam

    2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

    a. pengobatan suportif / simptomatik

    i. pemberian terapi oksigen

    ii. pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

    iii. pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik dan mukolitik

    b. pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai dengan bagan) kurang dari 8 jam

    3. Penderita rawat inap di ruang rawat intensif

    a. pengobatan suportif / simptomatik

    i. pemberian terapi oksigen

    ii. pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

    iii. pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik dan mukolitik

    b. pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai dengan bagan) kurang dari 8 jam

    c. bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

    Penderita pneumonia berat yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD)

    diobservasi tingkat kegawatannya. Bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap di

    ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distressmaka penderita dirawat di ruang rawat

    intensif.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    33/45

    1. Terapi suportif umum

    a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 100 mmHg atau saturasi 95 96%

    berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

    b. Humidifikasi dengan netribulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

    disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme

    c. Pengaturan cairan.

    d. Ventilasi mekanis.

    2. Antibiotik

    Dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.

    - Penisilin G dosis tinggi 612 juta unit/hari

    - Ampicilin/Amoxicilin 34 x (5001000) mg/hari

    - Eritromicin 34 x 500 mg/hari

    - Sefalosporin dosis sesuai jenis preparat

    - Cotrimoxazol 2 x (12) tablet

    - Dapat pula diberi klindamycin selama 1 hingga 2 minggu.

    Prognosis

    Prognosis sangat ditentukan oleh tingkat keparahan pneumonia, jenis organisme

    yang menginvasi, dan luas area paru yang terlibat. Jika terus dibiarkan maka akan

    berkembang pada kegagalan respirasi yang akut dan fatal yang bisa menyebabkan

    kematian.

    Komplikasi

    - Penyebaran infeksi secara hematogen (bacteremia)

    - Penurunan tekanan darah

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    34/45

    - Syok

    - Acute Respiratory Distress Syndrome

    - Pneumonia dengan abses paru

    - Sepsis

    - Efusi pleura

    - Empyema

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    35/45

    HIPERBILIRUBINEMIA

    1. Definisi Hiperbilirubinemia

    Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah

    terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak

    dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar,

    tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excess Physiological Jaundice. Digolongkan

    sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum

    bilirubin terhadap usia neonates >95% menurut Normogram Bhutani (Etika et al, 2006).

    Gambar 2.1

    Kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95% menurut Normogram Bhutani

    Sumber :http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-jaundice/bhutanis-

    nomogram

    http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-jaundice/bhutanis-nomogram
  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    36/45

    Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis

    pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin

    tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila

    serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum

    bilirubin >5mg/dl(86mol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis

    berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada

    gambaran kadar bilirubin serum total.

    2. Klasifikasi

    Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

    I kterus fisiologi

    Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak

    mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-

    tanda sebagai berikut :

    1. Timbul pada hari kedua dan ketiga

    2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.

    3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

    4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

    5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

    6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

    I kterus Patologi

    Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai

    suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :

    1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

    2.

    Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada

    neonatus kurang bulan.

    3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.

    4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

    5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    37/45

    6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)

    3. Etiologi

    Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh

    beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:

    a) Produksi yang berlebihan

    Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang

    meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat

    kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

    b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

    Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi

    bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya

    enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein

    Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptakebilirubin ke sel hepar.

    c) Gangguan transportasi

    Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan

    albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin

    menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

    melekat ke sel otak.

    d) Gangguan dalam ekskresi

    Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar

    hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi

    atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

    (Hassan et al.2005)

    4. Patofisiologi

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    38/45

    Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari penguraian

    hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel

    retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari

    sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk

    sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang

    disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena

    ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.

    Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari

    albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin

    terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).

    Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem

    empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon

    menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai

    feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta

    membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam

    empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal,

    tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).

    Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7 mg/dl

    (Cloherty et al, 2008).

    Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan

    hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk

    mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati,

    obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan

    ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-

    2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.

    Keadaan ini disebut ikterus ataujaundice(Murray et al,2009).

    5. Manifestasi klinis

    Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl

    (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    39/45

    mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus

    obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan

    ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).

    Gambaran klinis ikterus fisiologis:

    a) Tampak pada hari 3,4

    b) Bayi tampak sehat (normal)

    c) Kadar bilirubin total

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    40/45

    dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada

    neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang

    mendapatkan terapi sinar (Etika et al, 2006).

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    41/45

    Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana

    adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada

    tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat

    yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing

    tempat tersebut disesuaikan dengan table yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et

    al, 2007).

    Derajat Ikterus pada Neonatus menurutKramer

    Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurutKramer

    Sumber: Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi Media Aesculapius FK

    UI.2007:504

    Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan

    penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab

    ikterus tersebut (Etika et al, 2006).

    Pemeriksaan laboratorium

    Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami

    ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi

    terserang hiperbilirubinemia berat.

    Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus

    antara lain adalah golongan darah dan Coombs test, darah lengkap dan hapusan darah, hitung

    retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    42/45

    setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga

    harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar (Etika et al, 2006).

    Penegakan diagnosis ikterus

    neonatarum berdasarkan

    waktu kejadiannya: Waktu

    Diagnosis banding Anjuran Pemeriksaan

    Hari ke-1 *Penyakit hemolitik

    Inkompatibilitas

    darah(Rh,ABO)

    Sferositosis. Anemia

    hemolitik

    nonsferositosis(defisiensi

    G6PD)

    Kadar bilirubin serum berkala

    Hb, Ht, retikulosit,sediaan

    hapus darah golongan darah

    ibu/bayi, uji Coomb

    Hari ke-2 s.d ke-5 Kuning pada bayi prematur

    Kuning fisiologik, Sepsis

    Darah ekstravaskular,

    Polisitemia

    Sferositosis kongenital

    Hitung jenis darah lengkap

    Urin mikroskopik dan biakan

    urin, Pemeriksaan terhadap

    infeksi bakteri, golongan

    darah ibu/bayi, uji Coomb

    Hari ke-5 s.d ke-10 Sepsis, Kuning karena ASI

    Def G6PD, Hipotiroidisme

    Galaktosemia, Obat-obatan

    Uji fingsi tiroid, Uji tapis

    enzim G6PD, Gula dalam

    urin

    Pemeriksaan terhadap sepsis

    Hari ke-10 atau lebih Atresia biliaris, Hepatitis

    neonatal

    Kista koledokusm,

    Sepsis(terutama

    infeksi saluran kemih),

    Stenosis pilorik

    Urin mikroskopik dan biakan

    Uji serologi TORCH, Alfa

    fetoprotein, alfa1antitripsin,

    Kolesistografi, Uji Rose-

    Bengal

    Sumber: Levine Ml,Tudehope D.Thearle J.Essentials of Neonatal Medicine Brookes:Waterloo

    1990:165

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    43/45

    Tabel 2.2 Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya

    Sumber: Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi Media Aesculapius FK

    UI.2007:505

    7. Penatalaksanaan

    Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:

    a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya lambat,

    sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan

    disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.

    b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya

    menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk memperbaiki

    transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.

    Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam

    plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena

    bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak

    melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.

    c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini

    d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan

    mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.

    e)Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al, 2007).

    Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:

    1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%

    2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam

    3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

    4) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat 2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    44/45

    dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori

    immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat

    mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).

    Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.

    Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

    1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka

    pakaian bayi.

    2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya

    agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

    3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk

    mendapatkan energi yang optimal.

    4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya

    dapat menyeluruh.

    5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

    6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.

    7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

    8.Komplikasi

    Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada

    kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap,

    letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu,

    kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya

    menderita gejala sisa berupaparalysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,paralysis

    sebagian otot mata dan dysplasia dentalis

  • 7/21/2019 CBD Kelompok Aspirasi Fix

    45/45

    Daftar Pustaka

    1. Haryadi, Wahyu Rahmat, 2014, Pneumonia Aspirasi, Avaliable at

    http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/pneumonia-aspirasi.html

    2.

    Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Pneumonia Komuniti, PDPI, Avaliable at

    http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf

    3. http://metiska.co.id/home/newsDetail/id/47/PNEUMONIA

    4. H, Denis, 2013, Aspiration Pneumonia. MedlinePlus

    http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000121.htm

    5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdf

    6. Sumber:http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal

    jaundice/bhutanis-nomogram

    7. Sumber: Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi Media Aesculapius FK

    UI.2007:504

    http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/pneumonia-aspirasi.htmlhttp://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/pneumonia-aspirasi.htmlhttp://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdfhttp://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdfhttp://metiska.co.id/home/newsDetail/id/47/PNEUMONIAhttp://metiska.co.id/home/newsDetail/id/47/PNEUMONIAhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000121.htmhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000121.htmhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdfhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal%20jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal%20jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal%20jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal%20jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal%20jaundice/bhutanis-nomogramhttp://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal%20jaundice/bhutanis-nomogramhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdfhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000121.htmhttp://metiska.co.id/home/newsDetail/id/47/PNEUMONIAhttp://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdfhttp://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/pneumonia-aspirasi.html