chapter ii

7
BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM) 2.1 Definisi Floating System Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma (Chawla, et.al). Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan- lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodynamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang di permukaan luar. Bentuk- bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003). Isi lambung minimal diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengapungan, tingkat minimal gaya apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sediaan mengapung pada permukaan makanan. Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah penghalang gel kohesif. Universitas Sumatera Utara

Upload: armyta-agustina

Post on 02-Feb-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

floating system

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II

 

 

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

2.1 Definisi Floating System

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968,

merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan

mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat

dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh

adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam

plasma (Chawla, et.al).

Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-

lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery

System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodynamically Balanced System (HBS).

FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan lambung.

FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempengaruhi motilitas dan

keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada kecepatan yang

diinginkan dari suatu sistem

Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks

matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system

(HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya

mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang di permukaan luar. Bentuk-

bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat

jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena

densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang

direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer,

khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003).

Isi lambung minimal diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengapungan,

tingkat minimal gaya apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sediaan

mengapung pada permukaan makanan.

Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah penghalang gel kohesif.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

 

 

2. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung

(1,004-1,010).

3. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat.

2.2 Formulasi Sediaan FDDS

Untuk merancang sediaan mengapung ada dua pendekatan yang dapat

digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal

(seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem

bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikrosfer).

2.2.1 Bentuk Sediaan Tunggal

Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balance

Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk

memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di

lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20-

75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul.

Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari

bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya

proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul

dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.

Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau

kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena

jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat

jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem

tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung sistem

tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus

dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang

yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak

dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari

system terapung itu ke dalam cairan lambung.

Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan

yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki tempat absorpsi

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

 

 

khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk

waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang

dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya

terjaga dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan.

Sistem HBS ini telah berhasil dikembangkan pada klordiazepoksid

hidroklorida. Obat ini merupakan contoh klasik obat yang memiliki masalah

kelarutan. Pada pH 3 kelarutannya 4000 kali lebih besar dibandingkan pada pH 6.

Kapsul klordiazepoksid hidroklorida yang dibuat dengan sistem HBS memiliki

kadar dalam darah yang setara dengan kadar dalam darah dari 3x10 mg kapsul

klordiazepoksid hidroklorida komersial biasa.

Beberapa polimer dan kombinasi polimer dengan teknik pembuatan

granulasi basah telah digunakan untuk menghasilkan tablet yang dapat

mengapung. Pada HBS dapat ditambahkan komponen pembentuk gas, seperti

golongan garam karbonat. Garam karbonat bila berkontak dengan cairan lambung

yang asam akan melepaskan gas karbondioksida yang akan terperangkap dalam

hidrokoloid yang mengembang. Hal ini akan mempercepat waktu mulai

mengapung. Pada HBS yang ditambahkan komponen pembentuk gas maka

komposisi hidrokoloidnya dapat dikurangi hingga tinggal 10-20%.

Sistem HBS ini dapat dikembangkan dalam bentuk tablet lapis tunggal ,

tablet lapis dua atau tiga. Yang et. al., telah mengembangkan tablet tiga lapis tidak

simetris yang memiliki kemampuan mengapung untuk memperpanjang waktu

tinggal di dalam lambung dari tiga jenis obat yaitu tetrasiklin, metronidazol dan

garam bismut untuk menangani tukak lambung yang disebabkan oleh

Helicobacter pylori. Sebagai polimer yang mengatur kecepatan pelepasan obat

digunakan HPMC dan polietilenoksid.

Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang

dari tablet tiga lapis itu. Sistem ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tablet dibuat

menjadi 3 lapis (seperti tablet Decolgen yang ada di pasaran). Lapis pertama berisi

garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Tetrasiklin dan

metronidazol berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

 

 

yang pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen

pembentuk gas. Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang

terdiri dari natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2). Saat berkontak dengan

cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas bereaksi dengan asam

lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan

segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera

terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan

mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang

mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang

mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan tetrasiklin dan

metronidazol ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya dikatakan

diperlambat.

Hasil pengujian in vitro menunjukkan pelepasan diperlambat dari

tetrasiklin dan metronidazol dapat dicapai dalam 6-8 jam dan selama itu tablet

tetap berada dalam keadaan terapung. Kemampuan memperpanjang waktu tinggal

di dalam lambung ini meningkatkan efektivitas tetrasiklin dan metronidazol.

   Formulasi sediaan tunggal mengalami masalah seperti saling menempel

atau terhambat dalam saluran cerna yang mungkin memiliki potensi bahaya yang

dapat mengiritasi saluran cerna. Sistem ini tidak layak dan irreproducible dan

memperlambat waktu tinggal dalam lambung jika diberikan secara oral.

 

2.2.2 Bentuk Sediaan Jamak

Adapun tujuan merancang bentuk sediaan jamak adalah untuk

mengembangkan suatu formulasi yang handal yang memiliki semua keuntungan

dan mengurangi kerugian dari bentuk sediaan tunggal

Sediaan jamak ini dapat berupa granul atau mikrosfer yang mengandung

komponen polimer yang dapat mengembang saat berkontak dengan cairan

lambung sehingga membentuk koloid penghalang yang mengendalikan kecepatan

penetrasi cairan ke dalam sistem dan kecepatan pelepasan obat dari sistem

sediaan. Adanya udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang akan

menurunkan bobot jenis sehingga mikrosfer dapat mengapung.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

 

 

Bentuk sediaan jamak yang sudah dikembangkan saat ini adalah mikrosfer

yang menggunakan resin akrilat, Eudragit, polietilenoksid, dan selulosa asetat.

Selain itu juga sudah dikembangkan cangkang polistiren, balon polikarbonat dan

granul menggunakan Gelucire

Sistem ini prospektif diterapkan, tetapi belum adanya industri yang

membuatnya (bahkan di luar negeri). Salah satu kemungkinan yang besar adalah

karena penelitian ini pada umumnya dipatenkan. Dan masa paten itu umumnya

15-20 tahun. Jadi sebelum masa paten itu kadaluarsa, sistem yang dipatentkan itu

tidak boleh ditiru.

Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi

variabilitas pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping

(konsentrasi obat meningkat sehingga menghasilkan toksisitas obat).

2.2.3 Bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi FDDS

Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi FDDS

adalah sebagai berikut:

1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau non-ionik

seperti gom hidrofilik, modifikasi derivat selulosa.

Misalnya : Akasia, pektin, kitosan, agar, kasein, bentonit, veegum, HPMC

(K4M, K100M dan K15M), gom gellan (Gelrite®), Na CMC, MC, HPC

Bahan matriks yang sering digunakan adalah hydroxypropyl methylcellulose

(HPMC) adalah turunan selulosa yang bersifat hidrofilik yang dapat

mengendalikan pelepasan kandungan obat didalamnya ke dalam medium pelarut.

HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang kental di sekeliling sediaan

setelah kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik

lepasnya obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang dapat

terjadi dengan mekanisme erosi dan difusi.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

 

 

2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert memiliki berat

jenis kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi sifat hidrofilik dari

formulasi dan sebaliknya dapat meningkatkan keterapungan.

Misalnya : Beeswax (Cera), asam lemak, lemak alkohol rantai panjang,

Gelucires® 39/01 dan 43/01.

3. Bahan effervescent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, diNatrium Glisin

Karbonat, Sitroglisin.

4. Meningkatkan kecepatan pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol

5. Memperlambat kecepatan pelepasan (5% - 60%)

Misalnya : Dikalsium phospat, talk, magnesium stearat

6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya etil selulosa

7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen (Accurel MP 1000®)

2.2.4 Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating

Banyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan FDDS

karena adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi rasio HPMC /

carbopol dan penambahan Mg Stearat menentukan sifat floating. Penambahan Mg

Stearat dapat meningkatkan sifat floating secara signfikan. Namun jumlah

hidroksi propil metilselulosa yang tinggi tidak mempengaruhi kemampuan

mengapung secara signifikan. Rasio HPMC : Carbopol lebih tinggi menunjukkan

sifat floating lebih baik.

Formulasi floating menggunakan polimer yang mengembang seperti

HPMC dan HPC tidak menunjukkan reprodusibiltas pada pelepasan dan waktu

tinggal karena pembengkakan sangat bergantung pada isi lambung dan

osmolaritas medium dan formulasi tertentu diamati akan tenggelam pada medium

disolusi setelah waktu tertentu. Lag time floating pada formulasi tersebut = 9 – 30

menit. Kemampuan pembentukan gel dan kekuatan gel polisakarida bervariasi

dari batch ke batch karena variasi pada panjang rantai dan tingkat substitusi dan

situasi ini diperburuk pada formulasi effervescent dengan gangguan dari struktur

gel melalui evolusi CO2. Pembentuk gel bereaksi sangat sensitif terhadap

perbedaan osmolaritas media pelepasan, dengan peningkatan pelepasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

 

 

Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokristalin

selulosa (MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari tablet

bersalut. Tablet yang mengandung laktosa mengapung lebih cepat daripada tablet

yang mengandung kalsium pospat (pengisi anorganik). Hal ini dapat dijelaskan

karena tablet yang mengandung laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm3

pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet yang mengandung dikalsium pospat

memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm3 pada kekerasan 30 N)

Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan

aktivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama

penyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi

dan kemampuan desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan dan

desintegrasi tablet, CO2 tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui

lapisan film yang robek, sehingga floating tidak terjadi.

Universitas Sumatera Utara