chapter iii v

91
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal pengesahan usulan oleh pengelola program sampai dinyatakan selesai yang direncanakan berlangsung selama ± 3 bulan yaitu pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009. Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di Laboratorium Noise and Vibration Teknik Mesin Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 3.2. Bahan, Peralatan dan Metode 3.2.1. Bahan Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah backward inclined curve centrifugal fan 2 SWSI, dengan poros yang ditumpu pada dua buah bantalan, dan terhubung dengan motor listrik melalui sabuk-V serta puli pada Gambar 3.1. Frekuensi pribadi dari sistem yang dibangun sesuai perhitungan pada Lampiran 11 adalah 5.83 Hz. Dengan spesifikasi bahan penelitian sebagai berikut: Daya Motor : 1 HP Voltage : 380 Volt/50 Hz/3 Phase Putaran : 1500 rpm Frekuensi : 50 hz 67 Universitas Sumatera Utara

Upload: baroez-thesa

Post on 14-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bnvfcgfgh

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter III V

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal pengesahan usulan oleh pengelola

program sampai dinyatakan selesai yang direncanakan berlangsung selama ± 3 bulan

yaitu pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009. Tempat pelaksanaan penelitian

yaitu di Laboratorium Noise and Vibration Teknik Mesin Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2. Bahan, Peralatan dan Metode

3.2.1. Bahan

Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah backward inclined curve

centrifugal fan 2 SWSI, dengan poros yang ditumpu pada dua buah bantalan, dan

terhubung dengan motor listrik melalui sabuk-V serta puli pada Gambar 3.1.

Frekuensi pribadi dari sistem yang dibangun sesuai perhitungan pada Lampiran 11

adalah 5.83 Hz. Dengan spesifikasi bahan penelitian sebagai berikut:

• Daya Motor : 1 HP

• Voltage : 380 Volt/50 Hz/3 Phase

• Putaran : 1500 rpm

• Frekuensi : 50 hz

67

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter III V

68

• Diameter Pulley : 4” di poros elektro motor dan poros centrifugal fan

• Diameter Poros : 25 mm

• Bantalan Poros Fan : UKF 206 J (FYH)

• Sabuk-V : A-37 (Mitsuboshi)

2

4

1

56

3

78

Gambar 3.1. Skematik bahan uji backward inclined curve centrifugal fan 2 SWSI ; (1) Fan casing, (2) Fan impeller, (3) bantalan, (4) poros fan (5) Puli Fan, (6) Sabuk-V, (7) Puli Motor, dan (8) Motor penggerak.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter III V

69

Bahan impeler terbuat dari pelat ferritic stainless steel buatan Durinox grade

F12N [18], seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.2. Komposisi kimia material

stell plate Durinox F12N antara lain: carbon : 0.01 %, chromium : 11.5 %, nickel: 0.4

%, dan PRE: 11,5 %.

Gambar 3.2. Impeler centrifugal fan

Stainless steel grade PRE (pitting resistance equivalent) adalah petunjuk

tingkat ketahanan stainless steel terhadap korosi, semakin tinggi nilainya maka

semakin baik ketahanannya terhadap korosi.

Sesuai katalog produk, sifat mekanis Durinox F12N, yaitu:

a. Tensile strength : 455 MPa

b. Yield strength : 275 Mpa

c. Elongation : 18 % pada 50 mm

d. Hardness : HRC20 (Rockwell B), 224 (Brinell)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter III V

70

Sedangkan sifat fisik dari pelat ini adalah sebagai berikut:

a. Density : 7700 kg/m3

b. Elastic Modulus : 220 Gpa

c. Thermal Expantion : 10,8 µm/m/oC

d. Thermal Conductivity :23 W/m.K

e. Specific heat : 460 J/kg.K

f. Electrical Resistivity : 580 (nΩ.m)

Bantalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bantalan bola unit

terpadu (ball bearing units) model square four bolt flanged UKF 206 J merk FYH,

dengan dimensi dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel.3.1. Dimensi bantalan bola unit terpadu model square four bolt flanged

(UKF 206 J)

Dia. Poros Dimensi

Mm Inci mm inci

d1 L A J N A1 A2 A01) B1

1) de (min)

25 1 108

32114

31

3271

83

64173

12

3215

13

21

18

6445

37.5(39.5)

32151 ( )16

91

31(38)

3271 ( )2

11 36

3271

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter III V

71

Bantalan ini memiliki fitur standar:

a. Nomenklatur housing : F 206

b. Nomenklatur bantalan : UK 206

c. Adapter : H306X(H2306X) atau HE306X(HE2306X)

d. Ukuran Baut : M10

e. Berat : 1.3 kg

f. Basic road rating : Cr = 19.5 kN dan C0r = 11.3 kN

g. Faktor (fo) : 13.9

Bantalan bola unit terpadu FYH dibuat dengan bentuk yang bervariasi untuk

memenuhi standar bantalan bola deep groove dan housing yang lubrikasinya

terlindungi. Bantalan ini memiliki keunggulan self-aligning hingga 3o untuk yang tipe

standar dan 1o untuk yang dilengkapi dengan penutup (cover), yang memudahkan

dalam pemasangan (Gambar 3.3) serta dilengkapi dengan nipples lubrikasi (gemuk)

agar memudahkan dalam pelaksanaan lubrikasi kembali [20].

Gambar 3.3. Sumbu toleransi sudut penyimpangan yang diizinkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter III V

72

Bantalan bola unit terpadu FYH dibuat dari bantalan baja high carbon

chromium dan memiliki jalur bola yang presisi serta dipegang dengan baja yang

dipaku klim (rivet), lihat Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Struktur umum bantalan bola unit terpadu.

Bantalan bola terpadu FYH dapat menahan beban yang sangat tinggi, karena

dirancang dan menggunakan bahan dengan mutu tinggi. Namun apabila akan

mengalami beban statik atau impak yang tinggi, maka kapasitas beban bantalan harus

diperhitungkan.

a) Housing

Bahan housing bantalan bola unit terpadu terbuat dari cast iron abu-abu FC

200, yang merupakan pilihan yang populer sebagai bahan pengikat karena memiliki

karakteristik dapat menyerap getaran, kekuatan yang tinggi, dan dapat mendisipasi

panas. Sifat mekanis dari bahan ini dapat menahan tensile lebih dari 200 N/mm2,

hardness kurang dari 223 HB, dan kuat patah statis dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter III V

73

Gambar 3.5. Kekuatan bahan housing bantalan model square four bolt flanged

Meskipun bahan cast iron abu-abu memiliki karakteristik yang superior

namun bisa gagal pada saat dikenai beban impak, terutama pada lingkungan bersuhu

rendah.

Untuk kebutuhan desain, maka faktor keamanan dipersyaratkan adalah:

a. Beban statis : 4

b. Beban getaran : 10

c. Impak : 14

b) Komponen Bantalan

Bahan komponen bantalan yang terdiri dari, inner ring, outer ring, bola, dan

sangkar, dibuat dari baja mutu tinggi high carbon chrome yang disyaratkan oleh JIS.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter III V

74

Sedangkan unsur pembentuk sangkar (housing) bantalan sesuai standar JIS G3141,

menggunakan cold rolled steel dan steel strip Unsur kimiawi yang digunakan untuk

komponen bantalan serta sangkar bantalan serta dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Unsur kimiawi pembentuk bantalan dan rumah bantalan

Unsur Bantalan Sangkar Bantalan

Carbon (C)

Silica (Si)

Mangan (Mn)

Phospat (P)

Sulfur (S)

Chrom (Cr)

Molybdenum (Mo)

Nickel (Ni)

0,95 – 1,1 %

0,15 – 0,35 %

≤ 0,50 %

≤ 0,025 %

≤ 0,025 %

1,30 – 1,60 %

≤ 0,08 %

-

≤ 0,12 %

-

≤ 0,50 %

-

≤ 0,040 %

≤ 0,045 %

-

-

(Sumber: Katalog Produk Bantalan FYH)

Dalam penelitian ini sabuk-V yang digunakan adalah merk Mitsuboshi tipe

conventional/classic yaitu A-37. A menyatakan tipe sabuk, sedangkan 37 menyatakan

kode sabuk dalam satuan inci yang merupakan panjang efektif dari sabuk. Sesuai

katalog produk [22] maka spesifikasi sabuk-V adalah sebagai berikut:

a. Nomenklatur sabuk-V : A - 37

b. Material : Rubber

c. Penampang : 12,5 mm x 9 mm x 40o

d. Diameter minimum puli : 95 mm

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter III V

75

e. Kecepatan maksimum : 30 m/detik

f. Panjang bagian dalam : 865 mm

g. Panjang pitch : 908 mm

3.2.2. Peralatan

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. X-Viber Analyzer

Sesuai Standar Internasional ISO 10816-3 untuk pengukuran getaran yang

dilakukan langsung ditempat (in situ), maka pengukuran terhadap getaran yang terjadi

pada centrifugal fan, menggunakan alat yang dapat mengukur getaran dalam rms

(root mean square), yaitu X-Viber Analyzer seperti Gambar 3.6.

Selain mengukur getaran, alat tersebut juga akan digunakan untuk mengukur

putaran poros [25]. Pengaturan instrumen ini dilakukan pada saat akan melakukan

pengukuran sinyal vibrasi dan berpedoman pada buku manual pengoperasian alat.

Spesifikasi alat pengukur getaran:

a. Nama : X-Viber Analyser

b. Nomor seri instrumen : 367

c. Frequency range : 1 – 10.000 Hz

d. Speed Range : 30 – 120.000 rpm

e. Temperature Range : (-) 33 oC – 220 oC

f. Memory : 999 measurement pts

g. Power supply : 4 x NiMH batteries

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter III V

76

h. Ukuran : 180 x 80 x 40 mm

i. Berat : 400 gram

j. Accelerometer : ACC199-28

k. Nomor seri Accelerometer : 1313

l. Input sensitivity : 100mV/g

m. Kabel accelerometer : 1 meter

2. V-belt tensiometer

Alat ini digunakan untuk mengukur jarak defleksi dan gaya defleksi pada

sabuk V, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Buku manual dan setup CD

Adaptor

Kabel dan magnetic transducer

Refective tape

Tas dilengkapi busa

X-Viber

Hand held transducer

Gambar 3.6. Alat pengukur getaran X-Viber Analyzer

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter III V

77

Gambar 3.7. Alat V-belt tensiometer

Spesifikasi dari alat V-belt tensiometer adalah sebagai berikut:

a. Nama alat : Single Stem V-belt tensiometer

b. Tipe : Mechanical Spring Loaded

c. Part number : 102761 AWI 1

d. Rentang defleksi : 0 – 6,4 cm / 0 – 2,75 inci

e. Rentang gaya defleksi : 0 -16 kg / 0 -35 lb

3. Multimeter Datalogger

Alat ini digunakan untuk mengukur arus listrik pada saat motor listrik

menggerakkan centrifugal fan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter III V

78

Gambar 3.8. Alat Multimeter Datalogger

Spesifikasi dari alat Multimeter Datalogger adalah sebagai berikut:

a. Nama alat : Dual Channel Data Logging

b. Tipe : 380900

c. DC Volt : 60 mV - 1000 V

d. AC Volt : 60 mV – 1000 V

e. DC/AC Current: 600 µA – 10 A

f. Frekuensi : 1 Hz – 2 MHz

g. Dimensi : 207 x 101 x 47 mm

h. Berat : 430 gram

3.2.3. Metode

Penelitian terhadap getaran model skala backward inclined centrifugal fan

tipe 2SWSI dilakukan secara eksperimental dengan tahapan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter III V

79

1) Perhitungan jarak span (Ls) dan jarak defleksi sabuk (q):

a. Jarak poros (Ls) dihitung dengan rumus pada persamaan (2.51) yaitu:

22

2

−=dDCLs

Jarak antar poros C merupakan resultan dari jarak poros pada sumbu

horisontal Cx dan sumbu vertikal Cy, seperti yang dapat dilihat pada

Gambar 3.9., sehingga berlaku :

22yx CCC += (3.1)

Cy merupakan jarak konstan yaitu: 77 mm sedangkan Cx merupakan

variabel untuk mendapatkan perbedaan tarikan pada sabuk-V A-37, yaitu

masing-masing 325 mm, 320 mm, 315 mm, 310mm dan 305 mm. Dengan

hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.3.

rotasiCx

C

77mm

Poros Centrifugal Fan

Poros Motor Listrik

Gambar 3.9. Penentuan jarak poros C

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter III V

80

Tabel 3.3. Jarak antar poros C

Sesuai diameter puli D = d = 100 mm, maka jarak span (Ls) untuk C = 334

mm dapat dihitung sebagai berikut:

3342

1001003342

2 =

−=sL mm

b. Penentuan jarak defleksi sabuk q, dihitung dengan rumus pada persamaan

(2.51), untuk Ls = 334 mm, maka defleksi sabuk-V yang disyaratkan

sebesar:

205,064

4,25334

64=

== sLq inci ≈ 5,2 mm

Dengan cara yang sama, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan

defleksi sabuk pada berturut-turut untuk: C = 329, 324, 319 dan 315,

maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter III V

81

Tabel 3.4. Daftar titik tengah span (1/2 Ls) dan defleksi sabuk (q)

No. Set-up Ls mm

½ Ls mm

q mm

Tes – I 334 167 5

Tes – II 329 164.5 5

Tes – III 324 162 5

Tes – IV 319 159.5 5

Tes – V 315 157.5 5

2) Set-up jarak span (Ls) dan jarak defleksi sabuk-V (q)

Sebelum dilakukan pengukuran terhadap getaran bantalan, maka terlebih

dahulu dilakukan set-up tarikan sabuk-V dengan cara mengatur jarak span (Ls) dan

menentukan deleksi sabuk-V (q), pada model centrifugal fan dengan langkah sebagai

berikut:

1. Persiapkan alat pengukur antara lain:

a. Mistar pengukur 60 cm,

b. 2 buah besi pemberat (5 gram) yang dihubungkan dengan benang

nylon

c. V-belt tensiometer

2. Pastikan sabuk-V belum terpasang pada puli dan keempat buah baut pengikat

motor listrik dalam keadaan longgar.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter III V

82

3. Pasang benang nilon sehingga menghubungkan kedua puli seperti yang

terlihat pada Gambar 3.10., kemudian arahkan mistar kearah benang yang

telah diberi pemberat.

Gambar 3.10. Pengaturan dan pengukuran jarak antar poros

4. Lakukan pembacaan pada mistar setelah benang tidak bergerak dan hitung

jarak antara kedua benang atau Cx. Jarak kedua benang untuk tiap kondisi

tarikan sabuk-V yaitu:

a. Tes-I : 325 mm

b. Tes-II : 320 mm

c. Tes-III : 315 mm

d. Test-IV: 310 mm

e. Test-V : 305 mm

Apabila jarak kedua benang tidak sesuai, maka posisikan motor listrik

sehingga jarak benang sesuai dengan yang disyaratkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter III V

83

5. Setelah jarak span sudah sesuai, maka lakukan pemeriksaan terhadap

misalignment puli dengan menempatkan mistar menyentuh kedua sisi puli,

seperti Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Pemeriksaan misalignmet pada puli

6. Setelah jarak poros ditentukan, maka ketatkan baut pengikat motor listrik dan

kemudian pasang sabuk-V A-37 seperti pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12. Pemasangan sabuk-V pada kedua puli

7. Setelah sabuk-V terpasang, pastikan sabuk-V telah menempati seluruh bagian

dari puli dengan mengoperasikan model skala selama 1 jam.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter III V

84

8. Setelah 1 jam, hentikan pengoperasian model skala, selanjutnya tempatkan

mistar pada bagian sabuk-V yang berada di atas, dan tentukan titik tengah

span (1/2 Ls) dari sabuk-V.

9. Arahkan o-ring pada v-belt tensiometer pada titik 0 kg, kemudian tempatkan

alat tersebut pada jarak 1/2 Ls .dengan posisi tegak lurus terhadap sabuk-V

seperti pada Gambar 3.13. Tekan bagian atas V-belt tensiometer dengan

memutar sekrup sampai jarak defleksi sabuk-V q menunjukkan angka yang

ditentukan sesuai Tabel 3.4. Pada saat ditekan maka o-ring akan bergeser dari

posisi awal.

Gambar 3.13. Penempatan V-belt Tensiometer

10. Setelah jarak defleksi tercapai, lepaskan v-belt tensiometer dari bagian tengah

sabuk-V dan lakukan pembacaan o-ring. Letak o-ring akan menunjukkan

gaya defleksi Pactual pada sabuk-V, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter III V

85

Gambar 3.14. Pembacaan Pactual pada V-belt Tensiometer

3) Pengukuran getaran bantalan model skala centrifugal fan

Dalam pengukuran getaran bantalan model skala centrifugal fan dengan X-Viber

Analyzer ada tiga jenis pengukuran yang akan diukur secara route pada saat mesin

dioperasikan, antara lain: (a) pengukuran putaran poros, (b) pengukuran getaran

bantalan dan (c) pengukuran arus listrik.

A. Pengukuran putaran poros

Pengukuran putaran poros dilakukan untuk poros motor listrik dan poros

centrifugal fan, yang dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:

1. Persiapkan dua keping refletive tape yang dipotong.

2. Lekatkan refletive tape pada poros motor listrik dan poros model skala fan,

seperti yang terlihat pada Gambar 3.15.

3. Untuk mengukur putaran poros maka:

a. Operasikan model skala sampai mencapai putaran normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter III V

86

b. Aktifkan alat ukur getaran X-Viber kemudian pilih menu Route, dan

cari pilihan poros motor atau poros fan dan sinar laser akan menyala.

c. Tempatkan sensor X-Viber pada posisi tegak lurus terhadap

reflective tape pada poros motor pada jarak ± 200 mm.

d. Setelah nilai putaran poros ditampilkan pada layar X-Viber Analyzer

maka lakukan penyimpanan data.

(a) (b)

Gambar 3.15. Posisi reflective tape pada: (a) poros motor listrik dan (b) poros model skala centrifugal fan

B. Pengukuran getaran bantalan poros centrifugal fan.

Pengukuran getaran bantalan dilakukan untuk kedua bantalan pada poros

centrifugal fan, yang dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:

1. Tentukan lokasi penempatan transducer seperti tampak pada Gambar 3.16.

2. Identifikasi lokasi dan arah pengukuran dengan notasi:

a. Bantalan A:

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter III V

87

i. Arah radial (vertikal) : VA

ii. Arah radial (horisontal) : HA

iii. Arah aksial : AA

b. Bantalan B:

i. Arah radial (vertikal) : VB

ii. Arah radial (horisontal) : HB

iii. Arah radial (horisontal) : AB

Gambar 3.16. Lokasi penempatan transducer pada bantalan

3. Untuk mengukur getaran bantalan maka:

a. Operasikan model skala sampai mencapai putaran normal.

b. Aktifkan alat ukur getaran X-Viber Analyzer kemudian pilih menu

Route, dan cari pilihan titik dan arah yang akan diukur.

c. Tempatkan transducer pada lokasi yang telah ditentukan.

A

A

H

HV

V

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter III V

88

d. Setelah nilai getaran bantalan ditampilkan pada layar X-Viber

Analyzer, maka tunggu sesaat sampai indikator batang pada layar

kosong, kemudian tekan tombol ditengah untuk menyimpan data.

e. Lakukan hal yang sama untuk lokasi berikutnya.

C. Pengukuran arus listrik motor listrik centrifugal fan.

Pengukuran arus listrik bantalan dilakukan pada kabel arus yang terdapat pada

panel listrik (Gambar 3.17) pada saat centrifugal fan dioperasikan, yang

dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:

a. Pasang tang ampere pada satu dari tiga kabel listrik (3 fasa) yang

menghubungkan panel dan motor listrik, dengan connector telah

terhubung dengan alat datalogger pada posisi channel 1.

b. Operasikan model skala sampai mencapai putaran normal.

c. Aktifkan alat ukur arus listrik Multimeter Datalogger

d. Putar tuas pengatur untuk channel 1 pada label yang bertuliskan

satuan arus listrik bolak balik (µAAC, mAAC, AAC), sampai layar

menampilkan nilai arus listrik.

e. Tekan tombol ”max” untuk mendapatkan nilai arus listrik

maksimum pada saat mesin dioperasikan, dan lakukan pencatatan

kedalam formulir.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter III V

89

f. Setelah nilai maksimum diperoleh, maka alat dinon-aktifkan dan

penjepit dapat dilepaskan dari kabel arus.

Gambar 3.17. Lokasi pengukuran arus listrik

4) Pengumpulan data

Pelaksanaan pengukuran dilakukan minimal 5 (lima) kali pengukuran untuk

tiap tarikan sabuk-V yang berbeda untuk mendapatkan data primer. Hal ini bertujuan

mendapatkan data yang representatif dan menjamin validitas data yang diperoleh.

Data dicatatkan kembali pada formulir sesuai Lampiran 12.

5) Analisa data

Pengolahan data getaran fan akan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama

dilakukan oleh alat instrumen, sedangkan tahap kedua adalah untuk kebutuhan

pelaporan yang nantinya digunakan sebagai bahan analisa terhadap getaran.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter III V

90

Pada tahap pertama pengolahan data dilakukan secara otomatis oleh alat X-

Viber Analyzer. Setelah selesai dilakukan pengukuran, maka data di transfer ke

komputer untuk diolah lanjut dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

Hasil pengolahan data berupa laporan akan dianalisa setelah seluruh data

(minimal 5 kali pengambilan) dengan:

• Analisa trend getaran akibat perbedaan tarikan pada sabuk-V.

• Analisa spektrum frekuensi untuk menentukan faktor penyebab

perubahan getaran serta membandingkannya dengan norma spektrum

frekuensi domain.

• Analisa rotor orbit trajectories respon getaran dalam arah radial dan

dimensi ruang.

3.3.Variabel yang Diamati

Variabel utama yang diamati sesuai tujuan penelitian dibagi terhadap dua

jenis yaitu:

a. Variabel bebas yaitu tarikan yang diberikan pada sabuk-V

b. Variabel terikat yaitu akar purata kecepatan getaran keseluruhan (rms)

yang diukur pada bantalan (mm/s) pada tiap kondisi tarikan sabuk-V.

Untuk memeriksa pengaruh tarikan sabuk-V terhadap getaran pada kedua

bantalan, maka akan dilakukan uji korelasi serta menentukan persamaan regresi.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter III V

91

Persamaan regresi adalah: Persamaan matematik yang memungkinkan peramalan

nilai variabel terikat (dependent variable) dari nilai variabel bebas (independent

variable). Untuk mendapatkan persamaan regresi, maka akan digunakan scatter

diagram untuk menggambarkan nilai hasil observasi yaitu variabel bebas dituliskan

pada sumbu-x (horisontal) dan variabel terikat ditulis pada sumbu-y (vertikal)

Uji korelasi dilakukan secara bertahap, yaitu:

a. Menentukan koefisien korelasi (r), hal ini bertujuan untuk mengukur

hubungan linier antara variabel bebas dan variabel terikat.

Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan rumus:

=

∑ ∑∑∑

∑∑∑

= ===

===

n

i

n

iii

n

ii

n

ii

n

ii

n

iii

n

ii

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

22

11

2

111

dengan ketentuan:

i. Nilai r berkisar antara (+1) sampai (-1)

ii. Nilai r yang bertanda (+) ditandai oleh nilai b yang positif

iii. Nilai r yang bertanda (-) ditandai oleh nilai b yang negatif

iv. Jika nilai r mendekati (+1) atau r mendekati (-1), maka X dan Y

memiliki korelasi linier yang tinggi

v. Jika nilai r = 0, maka X dan Y tidak memiliki relasi (hubungan) linier

vi. Jila nilai r mendekati 0, maka analisis dilanjutkan ke regresi non linear

seperti: regresi eksponensial, polinomial atau logaritma.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter III V

92

b. Menentukan koefisien determinasi sampel yaitu R = r2, hal ini bertujuan

untuk mengukur proporsi keragaman total nilai variabel terikat yang dapat

dijelaskan oleh nilai variabel bebas yaitu tingkat kekuatan korelasi antar

variabel.

Untuk mendapatkan persamaan regresi serta koefisien determinasi sampel, maka akan

digunakan fitur trendline yang tersedia pada software Microsoft Excel.

Data pendukung lainnya yang akan diamati adalah, putaran poros, dan arus listrik

3.4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian getaran ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis,

seperti ditunjukkan Lampiran 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter III V

BAB 4

ANALISA TARIKAN SABUK-V DAN GETARAN BANTALAN

4.1. Gaya Yang Bekerja Akibat Tarikan (Tension) Sabuk-V

4.1.1. Tarikan statis sabuk-V dan beban statis pada poros

Tarikan statis yang terjadi sabuk-V A-37 berbeda menurut set-up pengaturan

jarak span Ls. Sesuai desain yaitu jarak poros C terhadap sumbu horizontal Cx = 315

mm dan jarak poros terhadap sumbu vertikal Cy = 77 mm maka Ls = 324 mm.

Perbedaan tarikan diperoleh dengan mengubah Ls, yang diilustrasikan Gambar 4.1.

Pengukuran gaya defleksi nyata Pa dengan V-belt Tensiometer pada defleksi q = 5

mm dilakukan setelah set-up sabuk dilakukan dan mesin dalam keadaan tidak

beroperasi. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 4.1.

Gambar 4.1. Pengaturan jarak span (Ls) serta pengukuran q dan Pa

93

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter III V

94

Tabel 4.1 Hasil pengukuran Pactual pada tiap kondisi set-up

Berdasarkan data pada Tabel 4.1, maka tarikan statis Tst pada sabuk dapat

dihitung dengan rumus sesuai persamaan (2.54):

yp

sast K

LLPT

−=16

Untuk Tes-I dimana jarak poros C = 334 mm, dan diameter masing-masing puli poros

fan (D) dan motor (d) adalah sama yaitu 100 mm, maka panjang pitch sabuk-V (Lp)

dapat dihitung dengan rumus sesuai persamaan (2.50):

( ) ( )CdDdDCLp 42

22−

++

+= π

( ) ( ) ( )( ) =

×−

+

+

×+×=3344100100

210010014,33342

2

pL 981,99 mm ≈ 38,66 inci

Dengan faktor modulus sabuk Ky untuk sabuk-V jenis A, berdasarkan Tabel 2.13

diperoleh sebesar 6, maka tarikan statis sabuk Tst dimana Pa = 9,92 lb dan Ls = 13,15

inci dapat diperoleh sebesar:

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter III V

95

( ) =

×

−×= 666,3815,1392,916stT 156,692 lb atau 71,074 kg

Dengan demikian maka pada Tes-I, tarikan statis yang diberikan pada sabuk adalah

sebesar 156, 692 lb atau 71,074 kg.

Dengan cara yang sama maka dapat ditentukan tarikan statis yang diberikan pada tiap

set-up tarikan sabuk berikutnya yaitu Tes-II sampai dengan Tes-V, yang hasilnya

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel. 4.2. Hasil perhitungan tarikan statis sabuk (Tst)

Secara khusus bila diperhatikan pada tes-V, dapat dilihat bahwa nilai Pa = 0

lb, berdasarkan perhitungan terhadap tarikan statis sabuk diperoleh nilai negatif yaitu

-2,001 lb, hal ini menandakan bahwa pada tes-V, sabuk yang terpasang tidak

mengalami tarikan. Sedangkan untuk menentukan beban statis akibat tarikan sabuk

pada poros dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.55) yaitu:

=

2sin2 θ

stbst TNF

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter III V

96

Dengan besar sudut kontak θ, dapat dihitung dengan rumus sesuai persamaan (2.52.c)

yaitu:

= −

CdD

2cos2 1θ

Untuk tes-I dengan jarak poros C = 334 mm, dan diameter puli D = d = 100 mm,

maka:

=

×−

= −

3342100100cos2 1θ 180o

Untuk menentukan beban statis pada poros, dengan jumlah sabuk (Nb) =1,

tarikan statis Tst = 71,074 kg dan sudut kontak θ = 180o, maka beban statis yang

ditimbulkan pada poros adalah sebesar:

=

××=

2180sin074,7112stF 142.149 kg

Dengan cara yang sama, beban statis pada tiap kondisi dapat dihitung dan disajikan

pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Beban statis pada poros akibat perubahan

tarikan sabuk-V

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter III V

97

4.1.2. Tarikan dinamis sabuk-V dan beban dinamis pada poros.

Untuk menentukan tarikan dinamis sabuk-V seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 4.2, terlebih dahulu harus ditentukan tarikan efektif dan tarikan operasi

sabuk-V dengan menggunakan rumus sesuai persamaan (2.56), yaitu:

( )b

rSTe VN

PdQTTT 330002==−=

TT

TS

Fdy

180o

Gambar 4.2. Vektor tarikan operasi dan beban dinamis poros sabuk-V A-37

Tarikan efektif Te dapat dihitung berdasarkan pengukuran kuat arus listrik i = 71,1

µA pada tes-I saat fan dioperasikan, dengan beda potensial elektris = 380 volt.

Maka daya nyata yang ditransmisikan Pr dapat dihitung:

××= 610746

3801,713 VAPrµ 5.01×10-5 hp

Kecepatan sabuk-V dapat dihitung dengan rumus pada persamaan (2.52.e), dengan

diameter puli D = 4 inci, dan putaran poros n = 1500 rpm, diperoleh kecepatan sabuk

sebesar:

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter III V

98

=××

==12

1500414,312DnV π 1570,8 fpm

Sehingga tarikan efektif Te yang terjadi pada tes-I dapat dihitung, sebagai berikut:

( )=

××

=−

18,15701001,533000 5

eT 0,0011 lb atau 0,0005 kg

Dengan cara yang sama tarikan efektif Te dapat dihitung dengan hasil perhitungan

dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel. 4.4 Hasil perhitungan tarikan efektif operasional (Te)

Kemudian tarikan pada tight side tension TT sesuai Gambar 4.2 dapat dihitung

dengan rumus pada persamaan (2.57), dimana gc = 32,2 ft/sec2, W = 0,07 sehingga

dapat diperoleh: 2

160

9.09.0

2e

c

stT

Tg

VWTT +

−=

( )2

0011,02,32

160

8.152007.09.09.0692,156 2

+

×−=TT

= 172,762 lb atau 78,363 kg

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter III V

99

Dan tarikan slack side tension TS pada sabuk-V sesuai Gambar 4.2 dapat

dihitung melalui rumus sesuai persamaan (2.58), dan diperoleh,

=−=−= 0011,0762,172eTS TTT 172,761 lb atau 78,363 kg

Dengan cara yang sama, masing-masing tarikan operasi sabuk-V dapat dihitung untuk

tiap set-up, dengan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil perhitungan tarikan operasi sabuk-V

Untuk menentukan beban dinamis pada poros dengan jumlah sabuk (Nb) =1,

dan θ = 180o, maka beban dinamis pada tes-I dapat dihitung dengan menggunakan

rumus pada persamaan (2.59) yaitu:

( )θcos222STSTbdy TTTTNF −+=

( )odyF 180cos761,172762,1722761,172762,1721 22 ××−+=

= 345,523 lb atau 156,726 kg

Dengan cara yang sama, maka beban dinamis pada poros untuk tiap set-up

dapat dihitung dengan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter III V

100

Tabel 4.6. Hasil perhitungan beban dinamis poros (Fdy)

Gambar 4.3. Gerak harmonik beban dinamis pada poros model centrifugal fan

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter III V

101

Sedangkan frekuensi gaya dinamis (fi) diperoleh dari pengukuran kecepatan

ekstitasi poros centrifugal fan yang ditumpu bantalan A dan B pada Tabel 4.6 dengan

persamaan gerak sistem dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat pengaruh dari perubahan tarikan sabuk-

V pada beban dinamis poros, sedangkan terhadap frekuensi eksitasi walaupun ada

perbedaan namun secara umum tidak signifikan.

4.1.3. Gaya reaksi pada bantalan akibat beban dinamis sabuk-V pada poros

Gaya reaksi pada bantalan A dan bantalan B berbeda untuk tiap kondisi

tarikan sabuk-V yang diberikan. Masing-masing tarikan sabuk-V akan memberikan

beban pada poros, dan dapat dibedakan akibat beban statis dan beban dinamis, seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Rekapitulasi gaya defleksi (Pa), Beban Statis (Fst) dan Beban Dinamis (Fdy)

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter III V

102

Pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa perbedaan tarikan sabuk berasal dari

perubahan jarak antar poros (C) terhadap jarak antar poros desain (Cdesain) yaitu: 324

mm. Perubahan jarak tersebut mempengaruhi kondisi tarikan sabuk, yaitu:

1. Kondisi C > Cdesain, sabuk-V A-37 mengalami tarikan berlebih (Tes-I dan Tes-

II) dengan mengatur jarak antar poros nyata lebih besar dari jarak desain.

2. Kondisi C = Cdesain, tarikan sabuk-V A-37 sesuai desain (Tes-III) dengan cara

mengatur jarak antar poros sama dengan jarak desain.

3. Kondisi C < Cdesain, sabuk-V A-37 mengalami kekurangan tarikan (Tes-I dan

Tes-II) dengan mengatur jarak antar poros nyata lebih kecil dari jarak desain.

Dengan menampilkan gaya defleksi sabuk (Pa) , beban statis pada poros (Fst)

dan beban dinamis pada poros (Fst) terhadap selisih antara jarak pengaturan antar

poros dengan jarak poros sesuai desain pada sebuah grafik, seperti yang ditampilkan

pada Gambar 4.4, maka akan diperoleh grafik pengaruh perubahan jarak antar poros

terhadap tarikan sabuk-V.

Dapat dilihat bahwa perubahan beban statis dan dinamis ini merupakan pembesaran ±

16 kali dari gaya defleksi yang diukur ditengah span, yang merupakan hasil variasi

jarak antar poros untuk mendapatkan tarikan yang berbeda dari sabuk-V yang sama

yaitu A-37. Perbedaan antara beban statis dan beban dinamis yang timbul pada poros

dipengaruhi oleh faktor torsi dan kecepatan putar sabuk-V.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter III V

103

Gambar 4.4 Perbandingan gaya defleksi, beban statis dan beban dinamis

Hubungan antara tegangan efektif terhadap tarikan statis sabuk-V pada poros

memiliki korelasi non linier seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Hubungan antara tarikan efektif operasi terhadap tarikan statis sabuk-V

(50)

-

50

100

150

200

250

300

-15 -10 -5 0 5 10 15

C-C d (mm)

Gaya (kg)

Pa Fst Fdy

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter III V

104

Selanjutnya untuk menentukan gaya reaksi pada bantalan A dan bantalan B

pada saat bahan uji dioperasikan, maka gaya reaksi pada kedua bantalan tersebut

dapat diperoleh berdasarkan Gambar 4.6.

97 mm

140 mm

80 mm

Gambar 4.6. Beban dinamis pada poros yang ditumpu bantalan A dan B

Dengan cara free body diagram, maka gaya reaksi pada kedua bantalan dihitung

secara analitis, antara lain:

Pada arah sumbu-z:

0=ΣFz , 0sin =−−+ FandyBA FFRzRz α

αsin72.2 dyBA FNRzRz +=+

AdyB RzFNRz −+= αsin72.2

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter III V

105

0=Σ BMz , 0)22,0(sin)097,0(72.2)14.0( =−+ αdyA FRz

14,0)097,0(72.2)22,0(sin −

=αdy

A

FRz

Pada arah sumbu-x:

0=ΣFx 0cos =−+ αdyBA FRxRx

αcosdyBA FRxRx =+

AdyB RxFRx −= αcos

0=Σ BMx 0)22,0(cos)14.0( =− αdyA FRx

14,0

)22,0(cosαdyA

FRx =

Pada arah sumbu-y:

0=ΣFy 0=+ BA RyRy

Dimana tidak ada beban pada arah sumbu-y maka diasumsikan 0== BA RyRy .

Pada kondisi tarikan sabuk-V (Tes-I) dimana Fdy = 156,726 kg, dan α =

13,33o, maka:

Pada arah sumbu-z:

14,0)097,0(72.2)22,0(33,13sin726,156 −

=o

ARz = 54,894 kg

=−+= NNRz oB 894,5433,13sin726,15672,2 - 16,042 kg

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter III V

106

Pada arah sumbu-x:

14,0)22,0(33,13cos726,156 o

ARx = = 239,650 kg

650,23933,13cos726,156 −= oBRx = -87,146 kg

Dengan cara yang sama, dimana nilai Fdy untuk tiap kondisi tarikan, maka

diperoleh gaya reaksi bantalan, yang ditampilkan pada Tabel 4.8. dan Gambar 4.7.

Pada Gambar 4.7. ditunjukkan pengaruh tarikan sabuk-V terhadap bantalan A dan B

yang merupakan tumpuan poros impeller centrifugal fan, ditemukan bahwa gaya

reaksi pada bantalan A dan B berbanding lurus dengan arah gaya reaksi berbeda,

dimana kenaikan beban dinamis poros akan diikuti dengan peningkatan gaya reaksi

bantalan yang non linier.

Tabel 4.8. Pengaruh beban dinamis terhadap gaya reaksi bantalan A dan B

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter III V

107

Pengaruh Beban Dinamis Pada Poros terhadap Gaya Reaksi Bantalan A dan B

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

-15 -10 -5 0 5 10 15

C-C d (mm)

Gaya (kg)

Fdy (kg) RzA RzB RxA RxB

Gambar 4.7. Perbandingan beban dinamis terhadap gaya reaksi bantalan

4.2. Analisa Getaran Bantalan Centrifugal Fan

Berdasarkan hasil pengukuran getaran pada kedua bantalan centrifugal fan

untuk tiap kondisi beban dinamis sabuk-V pada Tabel 4.5, maka hasil download data

dari alat X-Viber Analyzer ke dalam komputer diperoleh:

1. Nilai kecepatan getaran keseluruhan (mm/s - rms)

2. Nilai kecepatan getaran (mm/s – rms) serta spektrum frekuensinya.

3. Putaran poros centrifugal fan (rpm)

Data tersebut dapat dilihat pada kumpulan data getaran untuk tiap pengujian dan tiap

waktu pengukuran pada lampiran 14.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter III V

108

4.2.1. Analisa Trend Getaran

4.2.1.1. Pengolahan data getaran dan uji korelasi

Data yang digunakan pada analisa trend adalah rekapitulasi kecepatan getaran

keseluruhan (overall velocity vibration). Kecepatan getaran pada tiap bantalan

diperoleh melalui pengukuran getaran terhadap tiga sumbu yaitu: bantalan A (xA, yA,

zA) dan bantalan B (xA, yA, zA) sesuai pemodelan struktur poros pada Gambar 4.8.

Fdy

z

y

x

mFu

xB A

B

Fdy cos

Fdy sin

zB

yB zA

yAxA

Poros

Gambar 4.8. Arah pengukuran getaran bantalan centrifugal fan 2SWSI

Oleh karena getaran yang sebenarnya merupakan resultan dari seluruh arah

pengukuran maka dapat ditentukan resultan root mean square dari kecepatan getaran

yaitu pada bidang radial dan ruang dengan cara superposisi untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 4.9.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter III V

109

z

yx

Ax&Ay&

Az&rδsδ

Ar&Ar '&

Gambar 4.9. Superposisi kecepatan getaran bantalan centrifugal fan 2SWSI

Untuk menentukan kecepatan getaran pada bidang radial, maka resultan

kecepatan getaran dapat dihitung dengan cara:

1. Tentukan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horisontal, sebagai

contoh pengaruh tarikan sabuk yaitu beban dinamis pada poros : 156,726 N

(Tes-I) pada bantalan A,

arah vertikal, ( )zAA tZz φωω += cos&

( )zA tZ φωω += cos93.2 (mm/s-rms)

arah horizontal, ( )xAA tXx φωω += cos&

( )xA tZ φωω += cos75.6 (mm/s-rms)

2. Tentukan resultan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horizontal,

dengan 2πδφφ ==− rzx , maka:

rAAAAA xzxzr δcos2' 22 &&&&& −+=

( )2cos75,693,2275,693,2 22 π××−+=

= 7,25 mm/s – rms

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Chapter III V

110

Sehingga resultan persamaan gerak getaran arah radial,

( )'cos'' rAA tRr φωω +=&

( )'cos'36,7 rA tR φωω += (mm/s-rms)

Untuk menentukan superposisi (orbit) kecepatan getaran, maka resultan

kecepatan getaran dapat dihitung dengan cara:

1. Tentukan persamaan gerak getaran arah radial dan aksial, sebagai contoh

pengaruh tarikan sabuk yaitu beban dinamis pada poros : 156,726 N (Tes-I)

pada bantalan A,

arah radial, ( )'cos'36,7 rA tR φωω += (mm/s-rms)

arah aksial, ( )yAA tYy φωω += cos&

( )yA tY φωω += cos22,2 (mm/s-rms)

2. Tentukan resultan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horizontal,

dengan 2' πδφφ ==− rry , maka:

rAAAAA yryrr δcos'2' 22 &&&&& −+=

( )2cos22,236,7222,236,7 22 π××−+=

= 7,67 mm/s - rms

Sehingga resultan persamaan gerak getaran,

( )rAA tRr φωω += cos&

( )rA tR φωω += cos68,7 (mm/s-rms)

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Chapter III V

111

Dengan cara yang sama, maka seluruh resultan bidang radial dan superposisi

tiga arah dari kecepatan getaran bantalan A dan bantalan B dapat dihitung, dengan

data hasil dapat dilihat pada Tabel. 4.9. yang digambarkan pada Gambar 4.12.

Tabel 4.9. Rekapitulasi data kecepatan getaran keseluruhan dan uji korelasi

Untuk menguji pengaruh tarikan sabuk-V terhadap getaran pada bantalan maka perlu

dilakukan uji korelasi antara keduanya, yaitu:

1. Koefisien korelasi (r)

=

∑ ∑∑∑

∑∑∑

= ===

===

n

i

n

iii

n

ii

n

ii

n

ii

n

iii

n

ii

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

22

11

2

111

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Chapter III V

112

Koefisien korelasi r untuk bantalan A dan bantalan B, dapat dihitung sebagai

berikut:

a. Bantalan A :

i. xi = tarikan statis sabuk-V, Tst

ii. yi = kecepatan getaran superposisi bantalan A (mm/det-RMS)

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 15, maka diperoleh:

n = 25 ;

∑=

n

iix

1

= 697,08 ; ∑=

n

iiy

1

= 194,82 ;

i

n

ii yx∑

=1

= 5.520,49 ;

∑=

n

iix

1

2 = 36.612,80 ; ∑=

n

iiy

1

2 = 1.542,98

sehingga,

( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 82,19498,542.125697,0836.612,8025

82,194697,085.520,4925

−×−×

−×=r

= 0,1353 → nilai r mendekati 0, maka hubungan xi dan yi : non linier

b. Bantalan B :

i. xi = tarikan statis sabuk-V, Tst

ii. yi = kecepatan getaran superposisi bantalan B (mm/det-RMS)

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16, maka diperoleh:

n = 25 ;

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Chapter III V

113

∑=

n

iix

1 = 697,08 ; ∑

=

n

iiy

1 = 179,51 ;

i

n

ii yx∑

=1

= 4.876,79 ;

∑=

n

iix

1

2 = 36.612,80 ; ∑=

n

iiy

1

2 = 1.332,06

sehingga,

( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 51,17906,332.12508,69780,612.3625

51,17908,69779,876.425

−×−×

−×=r

= - 0,0011→ nilai r mendekati 0, maka hubungan xi dan yi: non linier

Berdasarkan uji korelasi terhadap kedua getaran bantalan A dan B

diketahui bahwa getaran pada bantalan dipengaruhi oleh tarikan sabuk-V

dengan korelasi yang bersifat non-linier.

2. Koefisien determinasi sampel (R)

Untuk menentukan koefisien determinasi sampel (R), maka nilai xi dan yi

pada Lampiran 15 dan 16 diplot dengan scatter diagram. Berdasarkan bentuk

scatter diagram diestimasi jenis trendline adalah polinomial ordo 4. Untuk

menampilkan persamaan kurva non linear dan kofisien determinasi, maka

pada subtab Option (Format Trendline) beri tanda pada ”Display equation on

chart” dan ”Display R-squared value on chart”, hasil pengerjaan dapat dilihat

pada Gambar 4.10. Berdasarkan Gambar dapat dilihat bahwa amplitudo

getaran Bantalan B mendahului Bantalan A dan berangsur memiliki fase yang

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Chapter III V

114

sama, hal ini terjadi karena pada saat mengalami kelonggaran lendutan pada

poros lebih dipengaruhi oleh massa fan .

Gambar 4.10. Grafik korelasi kecepatan getaran bantalan A dan B terhadap tarikan statis sabuk-V

Hubungan antara perpindahan, kecepatan dan percepatan getaran untuk tiap

kondisi set-up dapat dilihat pada Gambar 4.11, 4.12, 4.13, 4.14, dan 4.15, sesuai

Lampiran 17.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Chapter III V

115

(a) Bantalan A (b) Bantalan B

Gambar 4.11. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-I

(a) Bantalan A (b) Bantalan B

Gambar 4.11. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-II

(a) Bantalan A (b) Bantalan B

Gambar 4.12. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-III

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Chapter III V

116

(a) Bantalan A (b) Bantalan B

Gambar 4.13. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-IV

(a) Bantalan A (b) Bantalan B

Gambar 4.14. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-IV

4.2.1.2. Analisa trend getaran bantalan terhadap baseline

Baseline umumnya digunakan apabila standar getaran suatu mesin spesifik

tidak tersedia sehingga didasarkan pada pengalaman. Sesuai dengan maksud dan

tujuan penelitian yang dilakukan maka sebagai baseline digunakan nilai resultan

superposisi kecepatan getaran pertama akibat tarikan sabuk-V setelah kondisi desain,

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Chapter III V

117

lihat Tabel 4.5. yaitu C = Cd. Berdasarkan ketentuan tersebut maka baseline yang

akan digunakan adalah:

1. Untuk bantalan A nilai baseline sebesar 8,26 mm/s – RMS

2. Untuk bantalan B, nilai baseline sebesar 7,83 mm/s – RMS

Dengan membandingkan resultan kecepatan getaran pada saat pada tiap kondisi

terhadap kondisi baseline maka dapat didiagnosa tingkat keparahan suatu getaran

yang dipengaruhi oleh tarikan sabuk, seperti yang ditampilkan dalam data pada Tabel

4.10.dan grafik pada Gambar 4.16.

Tabel 4.10. Analisa trend resultan kecepatan getaran bantalan A dan B terhadap

baseline.

(a) (b)

Gambar 4.16. Grafik trend resultan kecepatan getaran terhadap baseline: (a) bantalan A, dan (b) bantalan B

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Chapter III V

118

Dapat dilihat pada Tabel 4.10, bahwa pemilihan baseline untuk masing-

masing bantalan adalah berbeda. Karena pada baseline yang perlu dibandingkan

adalah perubahan masing-masing bantalan terhadap kondisi awalnya, yaitu kondisi

pada saat C = Cd.

Berdasarkan kedua grafik pada Gambar 4.16, dapat diketahui bahwa

perubahan tarikan dari kondisi awal akan meningkatkan kecepatan getaran yang

diterima pada bantalan. Secara umum kecepatan getaran bantalan A lebih besar dari

bantalan B, hal ini sesuai dengan grafik gaya reaksi bantalan pada Gambar 4.7.

Perbedaan yang cukup signifikan terjadi pada saat tarikan sabuk mendekati

nol dimana kecepatan getaran pada bantalan A lebih kecil dari kondisi awalnya dan

bantalan B. Hal ini disebabkan pada saat sabuk-V longgar, bantalan B lebih dominan

mengalami pembebanan dari adanya unbalance pada impeller fan, yang akan dibahas

lebih lanjut pada analisa spektrum frekuensi.

4.2.1.3. Analisa trend getaran bantalan terhadap standar ISO

Dengan membandingkan kecepatan getaran di setiap arah pengukuran

terhadap acuan standar pada Tabel 2.5, maka diketahui tingkat keparahan dan arah

getaran yang paling besar yang diakibatkan oleh pengaruh tarikan sabuk-V. Untuk

menganalisa tingkat keparahan ini maka pada grafik akan ditampilkan nilai batas

getaran, yaitu batas alarms dan batas trips.

Batas alarms dihitung dengan rumus:

Alarms = 1,25 x batas Zona B = 1,25 x 1,8 mm/s-rms = 2,25 mm/s-rms

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Chapter III V

119

Sedangkan batas trips dihitung dengan rumus:

Trips = 1,25 x batas Zona C = 1,25 x 4,5 mm/s-rms = 5,63 mm/s-rms

Dari kedua nilai di atas ditampilkan maka dapat ditentukan batasan yang akan

menunjukkan tingkat keadaan getaran yang di plot kedalam grafik untuk tiap arah

pengukuran getaran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.17.

Pada Gambar 4.17 (a) dan (b) ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah

vertikal pada bantalan A berada diantara batas alarms dan trips serta terjadi

peningkatan getaran ketika sabuk-V semakin longgar. Sedangkan pada bantalan B

sebagian besar masih dibawah batas alarm, kecuali pada saat tarikan sabuk-V

ditingkatkan namun semakin ketat sabuk-V maka getaran turun kembali.

Pada Gambar 4.17 (c) dan (d) ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah

horizontal pada bantalan A secara umum berada diantara batas trips. Terutama ketika

sabuk-V semakin longgar dan semakin ketat pada jarak ± 5mm. Sedangkan kecepatan

getaran bantalan B berada diantara batas alarms dan trips.

Pada Gambar 4.17 (e) dan (f) ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah

aksial pada bantalan A dan B berada diantara batas alarms dan trips walaupun lebih

rendah responnya terhadap bantalan B. Sedangkan pada bantalan B sebagian besar

masih dibawah batas alarms, kecuali pada saat tarikan sabuk-V ditingkatkan sejauh 5

mm, namun kenaikan tarikan pada sabuk-V berikutnya mengakibatkan tingkat

keparahan getaran mengalami penurunan kembali.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Chapter III V

120

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 4.17. Analisa trend kecepatan getaran bantalan terhadap standar ISO

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Chapter III V

121

4.2.2. Analisa Spektrum Frekuensi

Kecepatan getaran yang ditunjukkan pada grafik trend kecepatan pada bagian

sebelumnya merupakan nilai kecepatan getaran keseluruhan. Nilai kecepatan getaran

tersebut merupakan resultan dari berbagai amplitudo dan frekuensi yang bersumber

dari gerak periodik berbagai elemen mesin centrifugal fan, antara lain:

a. Amplitudo dari frekuensi harmonik poros

b. Amplitudo dari frekuensi bantalan dan harmoniknya

c. Amplitudo dari frekuensi sabuk-V dan harmoniknya

d. Amplitudo dari frekuensi blade

4.2.2.1. Pengolahan data spektrum frekuensi

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan X-Viber Analyzer pada

Lampiran 14, memberikan lima urutan kecepatan getaran yang paling dominan

penyebab getaran. Berbagai frekuensi diperoleh dan hal ini perlu diolah agar dapat

dievaluasi dengan baik. Data tersebut diolah dengan cara:

1. Seluruh data amplitudo dan spektrum frekuensi hasil pengukuran diurutkan

berdasarkan frekuensi dan arah pengukuran kedalam sebuah tabel.

Berdasarkan hasil pengurutan diketahui bahwa selang frekuensi kecepatan

getaran dominan berada diantara : 3 – 158 Hz.

2. Tentukan nilai mean kecepatan getaran dari kelima pengukuran dalam setiap

arah pengukuran dan kondisi tarikan sabuk-V, sebagai contoh yaitu Tes-I,

arah vertikal, bantalan A pada frekuensi 24 Hz, dengan perhitungan:

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Chapter III V

122

n

xHzmean

n

ii∑

== 1)24( = 5

029.014.101.117.1 ++++ = 1.17

Seluruh mean amplitudo dari masing-masing frekuensi dapat dihitung dengan

cara yang sama.

3. Tentukan resultan dari ketiga arah kecepatan getaran maksimum, sebagai

contoh yaitu Tes-I, arah vertikal, bantalan A pada frekuensi 24 Hz:

a. Nilai mean arah vertikal : 1,17 Hz

b. Nilai mean arah horisontal : 5,51 Hz

c. Nilai mean arah aksial : 2,11 Hz

Maka resultan amplitudo kecepatan getaran dapat dihitung:

222 11,251,517,1)24( ++=HzrA = 6,01 mm/s-RMS

Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 18 dan data tersebut diplot

kedalam bentuk grafik dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Excel 2003

yang dapat dilihat pada Gambar 4.18. dan 4.19. Berdasarkan gambar tersebut serta

dibandingkan dengan tabel identifikasi sumber utama penyebab getaran pada

Lampiran 3, ditemukan bahwa amplitudo terbesar pada semua kondisi tarikan sabuk

terdapat pada 1 x rpm, hal ini diidentifikasi bahwa terdapat kondisi unbalance. Untuk

melihat hal ini maka perlu dilakukan identifikasi spektrum elemen mesin khususnya

terhadap pengaruh getaran pada bantalan model centrifugal fan 2SWSI.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Chapter III V

123

Gambar 4.18. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran bantalan A

Gambar 4.19. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran bantalan B

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Chapter III V

124

4.2.2.2. Identifikasi spektrum frekuensi elemen mesin

Berdasarkan selang frekuensi dan data geometris elemen mesin centrifugal

fan, maka frekuensi setiap elemen yang menjadi sumber getaran dapat diidentifikasi

dengan rumus yang terdapat pada Lampiran 3, antara lain:

1. Frekuensi harmonik

Untuk mengindentifikasi sumber getaran dominan yang diakibatkan oleh

adanya kondisi unbalance, misalignment dan kelonggaran mekanis dapat

dihitung dengan rumus:

nrpmnfharmonic ×=60

)(

Berdasarkan data hasil pengukuran putaran poros centrifugal fan pada tes-I

terlampir, dapat dihitung frekuensi putaran poros rata-rata,

++++

==∑

5150015041503150014871

i

ff

i

i

14995

7494=

= rpm

atau dalam satuan cycle/sekon (Hertz),

601499

60==

rpmf = 24,98 Hz

Maka frekuensi harmonik pada selang 3 – 158 Hz untuk Tes-I, dapat dihitung:

n = 1, 160

1499)1( ×=harmonicf = 24,98 Hz

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Chapter III V

125

n = 2, 260

1499)2( ×=harmonicf = 49,96 Hz

n = i, iifharmonic ×=60

1499)( = 24,98 i Hz

Dengan cara yang sama maka frekuensi harmonik masing-masing dapat

dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.11.

Tabel 4.11. Identifikasi frekuensi harmonik poros

2. Frekuensi sabuk-V

Untuk mengidentifikasi getaran yang disebabkan sabuk-V dihitung dengan

rumus,

b

pbeltv L

Dnrpmnf

×××=−

π60

)(

Dalam menentukan frekuensi sabuk-V data pendukung yang dibutuhkan,

antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Chapter III V

126

a. Frekuensi poros: 1499 rpm (sesuai frekuensi harmonik)

b. Diameter puli poros (Pd), yaitu: 4 inci

c. Panjang lingkaran efektif sabuk-V A-37 (Lb), yaitu: 37 inci

Frekuensi sabuk-V serta harmoniknya pada selang frekuensi 3 – 158 Hz,

dapat dihitung:

n = 1, 37

4160

1499)1( ×××=−π

beltvf = 8,49 Hz

n = 2, 37

4260

1499)2( ×××=−π

beltvf = 16,97 Hz

n = i, 37

460

1499)( ×××=−πiif beltv = 8,49 i Hz

Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya masing-

masing dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.12.

3. Frekuensi bantalan

Untuk mengidentifikasi adanya cacat/kerusakan pada elemen bantalan maka

dibutuhkan data frekuensi poros dan data geometrik bantalan, yaitu:

i. Frekuensi poros: 1499 rpm (sesuai frekuensi harmonik)

ii. Jumlah bola bantalan (Nb), yaitu: 8 buah

iii. Diameter bola (Bd), yaitu: 18 mm

iv. Diameter pitch (Bd), yaitu: 51 mm

v. Sudut kontak (θ), yaitu: 0o

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Chapter III V

127

Tabel 4.12. Identifikasi frekuensi harmonik sabuk-V

Berdasarkan keempat elemen bantalan (outer ring, inner ring, ball dan

housing), maka frekuensi bantalan juga terdiri dari empat, yang masing-

masing dapat dihitung, sebagai berikut:

a. Frekuensi BPFO (Ball Pass Frequency Outer), atau frekuensi cincin

luar bantalan dapat dihitung dengan rumus:

nPBNrpmnf

d

dbBPFO ×

−×= θcos1

260)(

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Chapter III V

128

Maka frekuensi BPFO berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -

158 Hz, dapat dihitung:

n = 1, 10cos51181

28

601499)1( ×

−×= o

BPFOf = 64,65 Hz

n = 2, 20cos51181

28

601499)2( ×

−×= o

BPFOf = 129,31 Hz

n = i, iif oBPFO ×

−×= 0cos

51181

28

601499)( = 64,65 i Hz

Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya

pada tiap kondisi dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel.

4.13.

Tabel 4.13. Identifikasi frekuensi harmonik cincin luar bantalan (BPFO)

b. Frekuensi BPFI (Ball Pass Frequency Inner), atau frekuensi cincin

dalam bantalan dapat dihitung dengan rumus:

nPBNrpmnf

d

dbBPFI ×

+×= θcos1

260)(

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Chapter III V

129

Maka frekuensi BPFI berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -

158 Hz, dapat dihitung:

n = 1, 10cos51181

28

601499)1( ×

+×= o

BPFIf = 64,65 Hz

n = 2, 20cos51181

28

601499)2( ×

−×= o

BPFIf = 129,31 Hz

n = i, iif oBPFI ×

−×= 0cos

51181

28

601499)( = 64,65 i Hz

Dengan cara yang sama, frekuensi cincin dalam bantalan serta

harmoniknya dapat dihitung, hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.14.

Tabel 4.14. Identifikasi frekuensi harmonik cincin dalam bantalan

(BPFI)

c. Frekuensi BSF (Ball Spin pass Frequency), atau frekuensi putaran

bola bantalan dapat dihitung dengan rumus:

( )

−××= 2

2

cos1260

)( θd

d

d

dBSF P

BBPrpmnnf

Maka frekuensi BSF berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -

158 Hz, dapat dihitung:

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Chapter III V

130

n = 1, ( )

×××=

22

0cos51181

18251

6014991)1( o

BSFf

= 30,98 Hz

n = 2, ( )

×××=

22

0cos51181

18251

6014992)2( o

BSFf

= 61,96 Hz

n = i, ( )

×××=

22

0cos51181

18251

601499)( o

BSF iif

= 30,98 i Hz

Dengan cara yang sama, frekuensi bola bantalan serta harmoniknya

dapat dihitung, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.15.

Tabel 4.15. Identifikasi frekuensi harmonik sangkar bantalan (BSF)

d. Frekuensi FTF (Fundamental Train Frequency), atau frekuensi

sangkar bantalan dapat dihitung dengan rumus:

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Chapter III V

131

−××= θcos1

21

60)(

d

dFTF P

Brpmnnf

Maka frekuensi FTF berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -

158 Hz, dapat dihitung sebagai berikut:

n = 1,

−××= o

FTFf 0cos51181

21

6014991)1( = 8,08 Hz

n = 2,

−××= o

FTFf 0cos51181

21

6014992)2( = 16,16 Hz

n = i,

−××= o

FTF iif 0cos51181

21

601499)( = 8,08 i Hz

Dengan cara yang sama maka frekuensi sangkar bantalan serta

harmoniknya pada tiap kondisi dapat dihitung dan hasilnya dapat

dilihat pada Tabel. 4.16.

4. Frekuensi fan blade

Untuk mengidentifikasi getaran yang disebabkan cacat impeller centrifugal

fan dapat dihitung dengan rumus,

nbrpmnfbladepass ××

=60

)(

Dalam menentukan frekuensi fan blande data pendukung yang dibutuhkan,

antara lain:

a. Frekuensi poros: 1499 rpm (sesuai frekuensi harmonik)

b. Jumlah blade/impeller (b), yaitu: 12 buah

Universitas Sumatera Utara

Page 66: Chapter III V

132

Tabel 4.16. Identifikasi frekuensi harmonik sangkar bantalan (FTF)

Maka frekuensi impeler serta harmoniknya, untuk Tes-I, dapat dihitung:

n = 1, 160

121499)1( ××

=bladepassf = 299,76 Hz

n = 2, 260

121499)2( ××

=bladepassf = 599,52 Hz

Universitas Sumatera Utara

Page 67: Chapter III V

133

Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya masing-

masing dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.17.

Tabel 4.17. Identifikasi frekuensi harmonik blade

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa frekuensi impeler

terdapat diluar pada selang frekuensi 3 – 158 Hz. Berdasarkan identifikasi ini

dapat diketahui bahwa getaran yang diakibatkan oleh impeler bukan

merupakan hal yang signifikan mengakibatkan getaran.

4.2.2.3. Evaluasi spektrum frekuensi bantalan

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap frekuensi elemen mesin pada Tabel

4.11, 4.12, 4.13, 4.14,.4.15 dan 4.16, maka spektrum frekuensi getaran pada sabuk-V

serta pengaruhnya terhadap cacat bantalan diidentifikasi dengan cara menyaring

spektrum frekuensi sehingga yang amplitudo yang diinginkan dapat diperoleh, yaitu

yang terkait getaran sabuk-V dan getaran akibat adanya cacat pada bantalan yaitu:

BPFOf , BPFIf , BSFf , dan FTFf . Hasil penyaringan untuk tiap frekuensi bantalan pada

tiap kondisi tarikan sabuk-V dapat dilihat pada grafik pada Gambar 4.20 dan 4.21.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: Chapter III V

134

(a) Bantalan A

(b) Bantalan B

Gambar 4.20. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran akibat getaran sabuk-V

a) BPFO Bantalan A b) BPFO Bantalan B

Universitas Sumatera Utara

Page 69: Chapter III V

135

Gambar 4.21. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran komponen bantalan

Universitas Sumatera Utara

Page 70: Chapter III V

136

Pada Gambar 4.18 (a) dan (b) dapat dilihat bahwa meskipun bantalan yang

dipasang pada alat masih baru namun pada hasil penyaringan frekuensi cacat pada

cincin luar bantalan menunjukkan bahwa:

a. Cacat cincin luar bantalan A dan B secara bersamaan terdeteksi pada

kondisi dimana beban dinamis pada poros sebesar 156,726 kg (tes-I),

dan 14,534 kg (tes IV).

b. Cacat cincin luar bantalan A dan B tidak terdeteksi pada kondisi beban

dinamis pada poros sebesar 94,514 kg (tes-II) dan 1,217 kg (tes-V).

Pada Gambar 4.18 (c) dan (d) dapat dilihat bahwa kedua bantalan yang

digunakan belum mengalami cacat pada cincin bagian dalam, sehingga pada saat

tarikan sabuk diubah, tidak terdeteksi adanya getaran pada frekuensi cincin dalam.

Pada Gambar 4.18. (e) dan (f), dapat dilihat bahwa pengaruh perubahan

tarikan sabuk terhadap cacat pada bola kedua bantalan, yang mana peningkatan pada

tarikan sabuk-V akan meningkatkan pula amplitudo getaran. Hal ini terlihat jelas

pada tarikan sabuk-V yang mengakibatkan gaya dinamis pada poros sebesar 94,514

kg (tes-II) dan 156,726 kg (tes-I), yang berpotensi terhadap semakin parahnya kondisi

cacat pada bola bantalan.

Pada Gambar 4.16. (g) dan (h), cacat pada sangkar bantalan sangat jelas

terlihat dan apabila diperhatikan maka diketahui, bahwa :

a. Sebaran amplitudo pada kedua bantalan terjadi pada harmonik dan yang

paling signifikan terjadi pada frekuensi 24 hz. Frekuensi ini juga merupakan

Universitas Sumatera Utara

Page 71: Chapter III V

137

frekuensi harmonik poros, yang mana berdasarkan tabel indentifikasi pada

Lampiran 3, maka hal ini disebabkan oleh adanya unbalance.

b. Berdasarkan hasil pengolahan data pada Lampiran 17, diketahui juga bahwa

terdapat frekuensi yang berpotensi untuk timbulnya resonansi amplitudo,

beberapa frekuensi tersebut dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel. 4.18.

Tabel 4.18. Sumber getaran yang berpotensi terjadinya resonansi

Sumber getaran Frekuensi (hz) Harmonik Poros Sabuk-V FTF

8 – 9 - fsabuk-V (1) fFTF(1)

16-17 - fv-belt (2) fFTF(2)

24-25 fH (1) fv-belt (3) fFTF(3)

Pengaruh tarikan sabuk-V pada getaran bantalan model centrifugal fan

2SWSI akan dievaluasi hubungannya dengan uji korelasi antara variabel bebas

getaran overall yang diakibatkan tarikan sabuk-V terhadap variabel terikat getaran

bantalan. Data getaran overall (xi) dapat dilihat pada Tabel 4.7 sedangkan data

getaran bantalan (yi) merupakan resultan dari seluruh amplitudo getaran bantalan.

1. Koefisien korelasi (r)

=

∑ ∑∑∑

∑∑∑

= ===

===

n

i

n

iii

n

ii

n

ii

n

ii

n

iii

n

ii

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

22

11

2

111

Universitas Sumatera Utara

Page 72: Chapter III V

138

Koefisien korelasi r untuk bantalan A dan bantalan B, dapat dihitung sebagai

berikut:

a. Bantalan A :

i. xi = orbit kecepatan getaran keseluruhan (mm/det-RMS)

ii. yi = orbit kecepatan getaran bantalan A (mm/det-RMS)

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18, maka diperoleh:

n = 25 ;

∑=

n

iix

1

= 194,82 ; ∑=

n

iiy

1

= 68,08 ;

i

n

ii yx∑

=1

= 546,58 ;

∑=

n

iix

1

2 = 1.542,98 ; ∑=

n

iiy

1

2 = 202,59

sehingga,

( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 08,6859,2022582,19498,542.125

08,6882,19458,54625

−×−×

−×=r

= 0,777 → nilai r mendekati (+) 1, maka hubungan xi dan yi : linier

b. Bantalan B :

i. xi = orbit kecepatan getaran keseluruhan (mm/det-RMS)

ii. yi = orbit kecepatan getaran bantalan B (mm/det-RMS)

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran.19, maka diperoleh:

Universitas Sumatera Utara

Page 73: Chapter III V

139

n = 25 ;

∑=

n

iix

1 = 194,82 ; ∑

=

n

iiy

1 = 42,82 ;

i

n

ii yx∑

=1

= 358,95 ;

∑=

n

iix

1

2 = 1542,98 ; ∑=

n

iiy

1

2 = 96,71

sehingga,

( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 82,4271,962582,19498,154225

82,4282,19495,35825

−×−×

−×=r

= 0,7883 → nilai r mendekati (+)1, maka hubungan xi dan yi : linier

Berdasarkan uji korelasi terhadap kedua getaran bantalan A dan B

diketahui bahwa getaran pada bantalan dipengaruhi oleh getaran keseluruhan

dengan korelasi yang bersifat linier.

2. Koefisien determinasi sampel (R)

Untuk menentukan koefisien determinasi sampel (R), maka nilai xi dan yi

pada Lampiran 19 dan 20 diplot dengan scatter diagram. Berdasarkan bentuk

scatter diagram diestimasi jenis trendline adalah polinomial ordo 4. Untuk

menampilkan persamaan kurva non linear dan kofisien determinasi, maka

pada subtab Option (Format Trendline) beri tanda pada ”Display equation on

chart”, hasil pengerjaan dapat dilihat pada Gambar 4.22. dan 4.23.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: Chapter III V

140

a. Koefisien determinasi sampel (R) bantalan A:

=== 22 7777,0AA rR 0,6048

b. Koefisien determinasi sampel (R) bantalan A:

=== 22 7883,0BB rR 0,6213

Gambar 4.22. Grafik korelasi orbit kecepatan getaran bantalan A terhadap orbit kecepatan keseluruhan

Gambar 4.23. Grafik korelasi orbit kecepatan getaran bantalan B terhadap resultan kecepatan keseluruhan

Universitas Sumatera Utara

Page 75: Chapter III V

141

4.2.3. Analisa Orbit Trajectories

4.2.3.1. Persamaan karakteristik getaran

Nilai kecepatan getaran keseluruhan yang diperoleh berdasarkan pengukuran

adalah amplitudo getaran dalam rms, nilai sebenarnya untuk tiap arah pengukuran

pada Tes-I dan persamaan karakteristiknya dapat dilihat pada perhitungan berikut ini:

1. Nilai rata-rata pengukuran arah vertikal ( )Az& : 2,61 mm/s – RMS, maka

persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah:

( )zAA tZz φωω += cos& → ( )zA tZ φωω += cos707,061.2 (mm/s)

( )zA tZ φωω += cos6970,3 (mm/s)

Kondisi maks tercapai pada saat, ( ) 1cos =+ zt φω ,

dimana, 98,2422 ×== ππω f

= 156,95 rad/sec

Maka: AZω=6970,3

AZ×= 95,1566970,3

95,1566970,3

=AZ = 0,0236 mm

Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh:

a. Perpindahan rata-rata:

( )zAA tZz φω += sin = ( )zt φ+95,156sin0236,0 (mm)

Universitas Sumatera Utara

Page 76: Chapter III V

142

b. Kecepatan rata-rata:

( )zAA tZz φωω += cos& = ( )zt φ+95,156cos6970,3 (mm/s)

c. Percepatan:

( )zAA tZz φωω +−= sin2&& = ( )zt φ+− 95,156sin26,580 (mm/s2)

Persamaan umum getaran paksa arah vertikal akibat sabuk-V berdasarkan

persamaan (2.2):

( ) tRkzzczm A ωα cossin=++ &&&

mA(-580,26 sin(156,95t+φz))+ c(3,697 cos(156,95t+φz))+...

...k(0,236 sin(156,95t+φz)) = 0,361R1A cos ωt.........(4.1)

Dan perpindahan getaran arah vertikal pada tes-I:

( )ztz φ+= 95,156sin0236,0

2. Nilai rata-rata pengukuran arah horizontal ( )Ax& : 6,76 mm/s – RMS, maka

persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah:

( )xAA tXx φωω += cos& → ( )zA tX φωω += cos707,076,6 (mm/s)

( )zA tX φωω += cos5587.9 (mm/s)

Kondisi maks tercapai pada saat, ( ) 1cos =+ zt φω ,

dimana, 98,2422 ×== ππω f

= 156,95 rad/sec

Maka: AXω=5587,9

Universitas Sumatera Utara

Page 77: Chapter III V

143

AX×= 95,1565587,9

95,1565587,9

=AX = 0,0609 mm

Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh:

a. Perpindahan rata-rata:

( )xAA tXx φω += sin = ( )xt φ+95,156sin0609,0 (mm)

b. Kecepatan rata-rata:

( )xAA tXx φωω += cos& = ( )xt φ+95,156cos5587,9 (mm/s)

c. Percepatan:

( )xAA tXx φωω +−= sin2&& = ( )xt φ+− 95,156sin28,1500 (mm/s2)

Persamaan umum getaran paksa arah horizontal akibat Sabuk-V berdasarkan

persamaan (2.2):

tRkxxcxm A ωα sin)cos(=++ &&&

mA(-38,0024 sin(156,95t+φx))+ c(9,5587cos(156,95t+φx))+...

...k(0,0609 sin(156,95t+φx)) = 0,933 R1A sin(156,95t+φx) ...(4.2)

Dan perpindahan getaran arah horizontal pada tes-I:

( )xtx φ+= 95,156sin0609,0

3. Nilai rata-rata pengukuran arah aksial ( )Ay& : 2,52 mm/s – RMS, maka

persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah:

( )yAA tYy φωω += cos& → ( )yA tY φωω += cos707,052,2 (mm/s)

Universitas Sumatera Utara

Page 78: Chapter III V

144

( )yA tY φωω += cos5615,3 (mm/s)

Kondisi maks tercapai pada saat, ( ) 1cos =+ zt φω ,

dimana, 98,2422 ×== ππω f

= 156,95 rad/sec

Maka: AYω=5615,3

AY×= 95,1565615,3

95,1565615,3

=AY = 0,0227 mm

Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh:

a. Perpindahan rata-rata:

( )yAA tYy φω += sin = ( )yt φ+95,156sin0227,0 (mm)

b. Kecepatan rata-rata:

( )yAA tYy φωω += cos& = ( )yt φ+95,156cos5615,3 (mm/s)

c. Percepatan:

( )yAA tYy φωω +−= sin2&& = ( )yt φ+− 95,156sin00,559 (mm/s2)

Persamaan umum getaran paksa arah aksial akibat sabuk-V berdasarkan

persamaan (2.2):

tRkyycym A ωβ sin)sin(=++ &&&

mA(-14,1595 sin(156,95t+φy))+ c(3,5615cos(156,95t+φy))+...

...k(0,0227 cos(156,95t+φy)) = -0,328 RA sin(156,95t+φx) (4.3)

Universitas Sumatera Utara

Page 79: Chapter III V

145

Dan perpindahan getaran arah aksial pada tes-I:

( )yty φ+= 95,156sin0227,0

Dengan asumsi bahwa bantalan adalah isotropic maka, persamaan umum getaran

dapat dibentuk kedalam matrix :

=

×

−−

yzx

mRmkmc

yyzzxx

AA

A

A

&&

&&

&&

&

&

&

1sinsincos

βαα

maka dapat dihitung nilai c/m, k/m dan R/m untuk bantalan A dan B yang

penyelesaiannya dapat dilihat pada Lampiran 21. Hasil penyelesaian matrix

menghasilkan nilai eigen value antara lain: mc /2−=α serta mkn /=ω sesuai

Tabel 4.19. Dengan mengetahui nilai eigen value tersebut maka mode gerak getaran

pada kedua bantalan dapat dievaluasi. Untuk mengevaluasi mode gerak ini maka

dibandingkan hasil perhitungan α dan ωn dengan kategori nilai eigen value pada

Tabel 4.20.

Tabel 4.19 Rekapitulasi nilai c/m, k/m dan R/m serta parameter eigen value

Universitas Sumatera Utara

Page 80: Chapter III V

146

Tabel 4.20 . Kategori eigen value dan tipe sinyal getaran

(sumber : Rotating Machinery Handbook:From Analysis to Troubleshooting)

Berdasarkan Tabel 4.19 maka dapat diketahui mode gerak dari getaran yaitu:

1. Pada Tes-I, mode gerak getaran bantalan adalah:

a. Bantalan A: underdamped, sinusoidal dan exponential decay

b. Bantalan B: zero damped, steady-state sinusoidal motion

2. Pada Tes-II, mode gerak getaran bantalan adalah:

a. Bantalan A: negatively damped, sinusoidal, exponential growth

b. Bantalan B: zero damped, steady-state sinusoidal motion

3. Pada Tes-III s/d V, mode gerak getaran pada kedua bantalan adalah sama

yaitu zero damped, steady-state sinusoidal motion

Fungsi karakteristik perpindahan getaran pada bantalan A dan B pada setiap

kondisi tarikan sabuk-V yang berubah untuk tiap arah, dan hasilnya dapat dilihat pada

Lampiran 22 dan 23. Grafik fungsi karakteristik perpindahan getaran tersebut dapat

ditampilkan, untuk bantalan A dan B pada Gambar 4.24.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: Chapter III V

147

\

(a) Arah Vertikal

(b) Arah Horizontal

(c) Arah Aksial

Gambar 4.24. Grafik fungsi perpindahan getaran bantalan A dan B

Universitas Sumatera Utara

Page 82: Chapter III V

148

4.2.3.2. Evaluasi rotor orbit trajectories.

Dalam analisis getaran, redaman biasanya diperhatikan sehubungan dengan

respon sistem. Dalam getaran paksa keadaan tunak, hilangnya energi diimbangi oleh

energi yang diberikan oleh sumber eksitasi. Energi yang hilang persiklus wa yang

disebabkan gaya redaman Fd dihitung dari persamaan umum:

dxFW dd ∫= (4.1)

dengan, xcFd &= (4.2)

Secara umum, Wd akan tergantung pada banyak faktor, seperti temperature,

frekuensi atau amplitudo. Oleh karena bantalan menggunakan pelumas, maka sistem

pegas-massa mengalami disipasi energi dengan redaman viskos. Dengan simpangan

dan kecepatan pada keadaan tunak, energi yang didisipasi per siklus adalah:

∫∫ == dtxcdxxcWd2&&

( ) 22

0

222 cos XcdttXc ∫ =−=ωπ

ωπφωω (4.3)

Berdasarkan fungsi karakteristik perpindahan pada lampiran 22 dan 23, maka

dengan bantuan softwate Matlab 6.1 maka energi yang didisipasi dapat digambarkan

melalui orbit perpindahan partikel yang bergetar. Perpindahan getaran pada tes-I arah

radial untuk bantalan A, mengikuti persamaan karakteristik perpindahan getaran :

( )xtx φ+= 95,156sin0609,0

( )yty φ+= 95,156sin0227,0

Universitas Sumatera Utara

Page 83: Chapter III V

149

( )ztz φ+= 95,156sin0236,0

Untuk : oxz 90=−φφ , maka koordinat orbit perpindahan partikel secara radial

dapat dituliskan:

(x,z) = 0,0609sin(156,95t) , 0,0236cos(156,95t)

Dengan menuliskan persamaan tersebut dalam perintah Matlab Lampiran 24,

yaitu:

>> ezplot('0.0609*sin(156.95*t)','0.0236*cos(156.95*t)',[0,1]),

maka akan diperoleh hasil plot orbit secara radial pada Gambar 4.25 (a).

Perubahan orbit perpindahan getaran pada bantalan dapat ditentukan dengan

cara yang sama dan digambarkan untuk tiap kondisi tarikan pada Gambar. 4.25.

Untuk mengevaluasi tingkat keadaan getaran yang terjadi maka orbit perpindahan

getaran bantalan A dan B dihitung luas permukaan orbit elipsnya sesuai Tabel 4.21.

Tabel 4.21. Luas elips radial perpindahan getaran bantalan A dan B

Universitas Sumatera Utara

Page 84: Chapter III V

150

Tes-I C-Cc = 10 mm

Fdy = 156,726 kg

Tes-II C-Cc = 5 mm

Fdy = 94,514 kg

Tes-III C-Cc = 0 mm

Fdy = 41,190 kg

Tes-IV C-Cc = -5 mm

Fdy = 14,534 kg

Tes-V C-Cc = -10 mm Fdy = 1,217 kg

Bantalan A

(a) (b)

(c)

(e)

(d)

(g)

(f)

(h)

(i) (j)

Gambar 4.25. Orbit radial getaran

Bantalan B

Universitas Sumatera Utara

Page 85: Chapter III V

151

Berdasarkan Tabel 4.21 dapat diketahui bahwa perubahan tarikan sabuk-V

akan mengakibatkan getaran bantalan A akan mengalami kenaikan dari tes-III ke tes-

IV, sedangkan pada bantalan B kenaikan terjadi dari tes-III ke tes-II dan tes-III ke tes-

IV. Untuk kedua kondisi bantalan, maka dengan menjumlahkan kedua luas elips

bantalan A dan bantalan B dapat dilihat bahwa perubahan tarikan sabuk-V

mengakibatkan perubahan pada getaran bantalan dengan sifat non linier.

Selanjutnya orbit perpindahan partikel dalam dimensi ruang dapat dituliskan

dalam koordinat:

(x,y,z) = 0,0609sin(156,95t) , 0,0227sin(156,95t), 0,0236cos(156,95t)

Dengan menuliskan persamaan tersebut dalam perintah Matlab,

yaitu:>>ezplot3('0.0609*sin(156.95*t)','0.0227*sin(156.95*t)','0.0236*cos(156.95*t)

',[0,1]), maka akan diperoleh hasil plot orbit secara radial pada Gambar 4.26 (a).

Seluruh orbit perpindahan partikel dapat dilihat pada Gambar. 4.26.

Untuk mengevaluasi tingkat keadaan getaran bantalan A dan B dalam dimensi

ruang maka ditentukan luas permukaan orbit elips yang dibentuk sesuai Tabel 4.22.

Tabel 4.22. Luas elips orbit perpindahan getaran bantalan A dan B.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: Chapter III V

152

Tes-I C-Cc = 10 mm

Fdy = 156,726 kg

Tes-II C-Cc = 5 mm

Fdy = 94,514 kg

Tes-III C-Cc = 0 mm

Fdy = 41,190 kg

Tes-IV C-Cc = -5 mm

Fdy = 14,534 kg

Tes-V C-Cc = -10 mm Fdy = 1,217 kg

Bantalan A

Gambar 4.26. Orbit superposisi getaran

Bantalan B

(a)

(c)

(b)

(d)

(e) (f)

(g) (h)

(i) (j)

Universitas Sumatera Utara

Page 87: Chapter III V

153

Berdasarkan Tabel 4.22, tarikan sabuk-V yang memberikan getaran terendah

untuk kedua bantalan A dan B adalah tarikan sabuk-V pada set up tes-III dengan gaya

dinamis pada poros (Fdy) sebesar 41,19 kg.

Bandingkan dengan Tabel 4.20, dimana luas ellips hanya memperhitungkan

arah radial, hal ini tidak cukup untuk memberikan informasi terhadap getaran yang

terjadi pada bantalan. Oleh karena itu rotor orbit trajectories dalam dimensi ruang

dapat memberikan manfaat sebagai salah satu alat untuk menganalisa getaran serta

memberikan gambaran visual mengenai pola getaran yang terjadi dalam sumbu

aksial.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: Chapter III V

154

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu memantau tingkat keadaan getaran

bantalan backward inclined centrifugal fan tipe 2 SWSI akibat perubahan tarikan

sabuk-V dengan menggunakan teknik analisa getaran sebagai pendekatan teknik

pemeliharaan di pabrik kelapa sawit yang bersifat prediktif menggantikan tindakan

pemeliharaan yang bersifat breakdown dan preventif, maka berdasarkan pembahasan

dan hasil dapat dibuktikan, bahwa:

1. Perubahan tarikan sabuk-V A-37 yang dilakukan dengan melakukan variasi

jarak antar poros 0 mm, 5 mm, dan 10 mm terhadap jarak desain,

menyebabkan beban dinamis pada poros (Fdy) meningkat secara eksponensial

hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5. sehingga dibutuhkan pengukuran tarikan

sabuk V dan arus listrik dalam kegiatan pemeliharaan.

2. Perubahan gaya dinamis yang meningkat secara eksponensial mengakibatkan

gaya reaksi pada kedua bantalan tempat poros menumpu yang meningkat pula

secara eksponensial dengan arah gaya reaksi yang berbanding terbalik, sesuai

Tabel 4.8.

3. Karakteristik getaran centrifugal fan 2SWSI yaitu frekuensi sistem dapat

diidentifikasi dengan mengukur kecepatan putaran poros dengan

menggunakan X-Viber Analyzer dan frekuensi ini berbeda pada tiap tarikan

Universitas Sumatera Utara

Page 89: Chapter III V

155

sabuk-V, sesuai Tabel 4.11, yang dapat menjadi salah satu parameter yang

diukur sebagai tindakan pemeliharaan pada saat mesin beroperasi.

4. Karakteristik getaran keseluruhan (overall vibration) pada bantalan model

skala backward inclined centrifugal fan 2SWSI akibat perubahan tarikan

sabuk-V diperoleh dengan menggunakan alat X-Viber Analyzer sesuai Tabel

4.9. yang memiliki korelasi yang non linier dengan regresi polinomial dan

dapat digunakan sebagai alat yang membantu dalam memantau keadaan

mesin.

5. Tingkat keparahan getaran centrifugal fan 2SWSI dapat ditentukan dengan

menggunakan dua cara yaitu pembandingan terhadap baseline dan standar.

Berdasarkan pembandingan terhadap baseline, maka kondisi getaran bantalan

A dan B berada diatas base line pada saat gaya dinamis (Fdy) sebesar 14.534

kg atau sabuk-V mengalami kelonggaran, sesuai Tabel 4.10.

Pembandingan terhadap standar ISO, diketahui bahwa hasil pengukuran

getaran bantalan A dan B secara umum berada di atas batas alarm yaitu 2,25

mm/s RMS. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan prediktif maintenance

perlu dilakukan untuk menjaga getaran mesin tetap dalam keadaan terendah

untuk meningkatkan umur bantalan.

6. Hasil identifikasi melalui analisa spektrum frekuensi terhadap cacat pada

elemen bantalan yaitu: cincin luar, cincin dalam, bola dan rumah bantalan

dapat diketahui bahwa potensi kerusakan terbesar akan terjadi pada rumah

Universitas Sumatera Utara

Page 90: Chapter III V

156

bantalan sesuai Gambar 4.21., sehingga metode ini dapat digunakan untuk

menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilaksanakan

7. Berdasarkan orbit perpindahan getaran pada bantalan maka getaran terendah

dapat diidentifikasi dengan baik dengan melakukan superposisi ketiga arah

pengukuran yang pada penelitian ini tarikan sabuk-V yang menghasilkan

getaran terendah untuk kedua bantalan adalah pada tes-III, yaitu tarikan

sabuk-V dengan beban dinamis (Fdy) sebesar 41,19 kg, sesuai Tabel 4.20 dan

4.21. Sehingga dalam pelaksanaan teknik analisa getaran dalam kegiatan

pemeliharaan, maka pengukuran getaran perlu dilakukan tidak hanya arah

radial, namun juga arah aksial.

5.2. Saran

Untuk pengembangan lebih lanjut terhadap penelitian ini maka berikut ini

disampaikan beberapa saran, sebagai berikut:

1. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka diperlukan pembangunan

suatu knowledge maintenace management untuk dapat memberikan data dan

pengetahuan tentang kehandalan mesin dengan secara terstruktur dan mudah

dibaca dan dimengerti bagi pengambilan keputusan terutama dalam hal

perbaikan terhadap geometri poros dan beban, properti dari bahan yang

digunakan serta dimensi dari elemen mesin.

2. Transmisi yang digunakan dalam penelitian adalah jenis sabuk-V A-37, yang

berpotensi memberikan gaya aksial pada poros, untuk mengurangi pengaruh

Universitas Sumatera Utara

Page 91: Chapter III V

157

gaya aksial ini maka penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan

menggunakan flat belt.

3. Berdasarkan analisa trend getaran pada gambar 4.12, secara umum getaran

yang terjadi pada bantalan berada diatas batas alarms, hal ini menunjukkan

bahwa getaran dari mesin yang digerakkan dengan transmisi sabuk-V

memiliki tingkat keparahan yang cukup tinggi. Untuk meneliti lebih lanjut

maka perlu dilakukan penelitian apabila menggunakan kopling langsung.

4. Pada Tabel 4.18 diketahui bahwa terdapat frekuensi bantalan, frekuensi

sabuk-V dan frekuensi poros yang mengalami resonansi, oleh karena itu pada

pemilihan komponen perlu memperhitungkan kemungkinan terjadinya

resonansi dengan komponen lain.

Universitas Sumatera Utara