chapter iii v
DESCRIPTION
bnvfcgfghTRANSCRIPT
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal pengesahan usulan oleh pengelola
program sampai dinyatakan selesai yang direncanakan berlangsung selama ± 3 bulan
yaitu pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009. Tempat pelaksanaan penelitian
yaitu di Laboratorium Noise and Vibration Teknik Mesin Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan.
3.2. Bahan, Peralatan dan Metode
3.2.1. Bahan
Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah backward inclined curve
centrifugal fan 2 SWSI, dengan poros yang ditumpu pada dua buah bantalan, dan
terhubung dengan motor listrik melalui sabuk-V serta puli pada Gambar 3.1.
Frekuensi pribadi dari sistem yang dibangun sesuai perhitungan pada Lampiran 11
adalah 5.83 Hz. Dengan spesifikasi bahan penelitian sebagai berikut:
• Daya Motor : 1 HP
• Voltage : 380 Volt/50 Hz/3 Phase
• Putaran : 1500 rpm
• Frekuensi : 50 hz
67
Universitas Sumatera Utara
68
• Diameter Pulley : 4” di poros elektro motor dan poros centrifugal fan
• Diameter Poros : 25 mm
• Bantalan Poros Fan : UKF 206 J (FYH)
• Sabuk-V : A-37 (Mitsuboshi)
2
4
1
56
3
78
Gambar 3.1. Skematik bahan uji backward inclined curve centrifugal fan 2 SWSI ; (1) Fan casing, (2) Fan impeller, (3) bantalan, (4) poros fan (5) Puli Fan, (6) Sabuk-V, (7) Puli Motor, dan (8) Motor penggerak.
Universitas Sumatera Utara
69
Bahan impeler terbuat dari pelat ferritic stainless steel buatan Durinox grade
F12N [18], seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.2. Komposisi kimia material
stell plate Durinox F12N antara lain: carbon : 0.01 %, chromium : 11.5 %, nickel: 0.4
%, dan PRE: 11,5 %.
Gambar 3.2. Impeler centrifugal fan
Stainless steel grade PRE (pitting resistance equivalent) adalah petunjuk
tingkat ketahanan stainless steel terhadap korosi, semakin tinggi nilainya maka
semakin baik ketahanannya terhadap korosi.
Sesuai katalog produk, sifat mekanis Durinox F12N, yaitu:
a. Tensile strength : 455 MPa
b. Yield strength : 275 Mpa
c. Elongation : 18 % pada 50 mm
d. Hardness : HRC20 (Rockwell B), 224 (Brinell)
Universitas Sumatera Utara
70
Sedangkan sifat fisik dari pelat ini adalah sebagai berikut:
a. Density : 7700 kg/m3
b. Elastic Modulus : 220 Gpa
c. Thermal Expantion : 10,8 µm/m/oC
d. Thermal Conductivity :23 W/m.K
e. Specific heat : 460 J/kg.K
f. Electrical Resistivity : 580 (nΩ.m)
Bantalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bantalan bola unit
terpadu (ball bearing units) model square four bolt flanged UKF 206 J merk FYH,
dengan dimensi dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel.3.1. Dimensi bantalan bola unit terpadu model square four bolt flanged
(UKF 206 J)
Dia. Poros Dimensi
Mm Inci mm inci
d1 L A J N A1 A2 A01) B1
1) de (min)
25 1 108
32114
31
3271
83
64173
12
3215
13
21
18
6445
37.5(39.5)
32151 ( )16
91
31(38)
3271 ( )2
11 36
3271
Universitas Sumatera Utara
71
Bantalan ini memiliki fitur standar:
a. Nomenklatur housing : F 206
b. Nomenklatur bantalan : UK 206
c. Adapter : H306X(H2306X) atau HE306X(HE2306X)
d. Ukuran Baut : M10
e. Berat : 1.3 kg
f. Basic road rating : Cr = 19.5 kN dan C0r = 11.3 kN
g. Faktor (fo) : 13.9
Bantalan bola unit terpadu FYH dibuat dengan bentuk yang bervariasi untuk
memenuhi standar bantalan bola deep groove dan housing yang lubrikasinya
terlindungi. Bantalan ini memiliki keunggulan self-aligning hingga 3o untuk yang tipe
standar dan 1o untuk yang dilengkapi dengan penutup (cover), yang memudahkan
dalam pemasangan (Gambar 3.3) serta dilengkapi dengan nipples lubrikasi (gemuk)
agar memudahkan dalam pelaksanaan lubrikasi kembali [20].
Gambar 3.3. Sumbu toleransi sudut penyimpangan yang diizinkan.
Universitas Sumatera Utara
72
Bantalan bola unit terpadu FYH dibuat dari bantalan baja high carbon
chromium dan memiliki jalur bola yang presisi serta dipegang dengan baja yang
dipaku klim (rivet), lihat Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Struktur umum bantalan bola unit terpadu.
Bantalan bola terpadu FYH dapat menahan beban yang sangat tinggi, karena
dirancang dan menggunakan bahan dengan mutu tinggi. Namun apabila akan
mengalami beban statik atau impak yang tinggi, maka kapasitas beban bantalan harus
diperhitungkan.
a) Housing
Bahan housing bantalan bola unit terpadu terbuat dari cast iron abu-abu FC
200, yang merupakan pilihan yang populer sebagai bahan pengikat karena memiliki
karakteristik dapat menyerap getaran, kekuatan yang tinggi, dan dapat mendisipasi
panas. Sifat mekanis dari bahan ini dapat menahan tensile lebih dari 200 N/mm2,
hardness kurang dari 223 HB, dan kuat patah statis dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Universitas Sumatera Utara
73
Gambar 3.5. Kekuatan bahan housing bantalan model square four bolt flanged
Meskipun bahan cast iron abu-abu memiliki karakteristik yang superior
namun bisa gagal pada saat dikenai beban impak, terutama pada lingkungan bersuhu
rendah.
Untuk kebutuhan desain, maka faktor keamanan dipersyaratkan adalah:
a. Beban statis : 4
b. Beban getaran : 10
c. Impak : 14
b) Komponen Bantalan
Bahan komponen bantalan yang terdiri dari, inner ring, outer ring, bola, dan
sangkar, dibuat dari baja mutu tinggi high carbon chrome yang disyaratkan oleh JIS.
Universitas Sumatera Utara
74
Sedangkan unsur pembentuk sangkar (housing) bantalan sesuai standar JIS G3141,
menggunakan cold rolled steel dan steel strip Unsur kimiawi yang digunakan untuk
komponen bantalan serta sangkar bantalan serta dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Unsur kimiawi pembentuk bantalan dan rumah bantalan
Unsur Bantalan Sangkar Bantalan
Carbon (C)
Silica (Si)
Mangan (Mn)
Phospat (P)
Sulfur (S)
Chrom (Cr)
Molybdenum (Mo)
Nickel (Ni)
0,95 – 1,1 %
0,15 – 0,35 %
≤ 0,50 %
≤ 0,025 %
≤ 0,025 %
1,30 – 1,60 %
≤ 0,08 %
-
≤ 0,12 %
-
≤ 0,50 %
-
≤ 0,040 %
≤ 0,045 %
-
-
(Sumber: Katalog Produk Bantalan FYH)
Dalam penelitian ini sabuk-V yang digunakan adalah merk Mitsuboshi tipe
conventional/classic yaitu A-37. A menyatakan tipe sabuk, sedangkan 37 menyatakan
kode sabuk dalam satuan inci yang merupakan panjang efektif dari sabuk. Sesuai
katalog produk [22] maka spesifikasi sabuk-V adalah sebagai berikut:
a. Nomenklatur sabuk-V : A - 37
b. Material : Rubber
c. Penampang : 12,5 mm x 9 mm x 40o
d. Diameter minimum puli : 95 mm
Universitas Sumatera Utara
75
e. Kecepatan maksimum : 30 m/detik
f. Panjang bagian dalam : 865 mm
g. Panjang pitch : 908 mm
3.2.2. Peralatan
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. X-Viber Analyzer
Sesuai Standar Internasional ISO 10816-3 untuk pengukuran getaran yang
dilakukan langsung ditempat (in situ), maka pengukuran terhadap getaran yang terjadi
pada centrifugal fan, menggunakan alat yang dapat mengukur getaran dalam rms
(root mean square), yaitu X-Viber Analyzer seperti Gambar 3.6.
Selain mengukur getaran, alat tersebut juga akan digunakan untuk mengukur
putaran poros [25]. Pengaturan instrumen ini dilakukan pada saat akan melakukan
pengukuran sinyal vibrasi dan berpedoman pada buku manual pengoperasian alat.
Spesifikasi alat pengukur getaran:
a. Nama : X-Viber Analyser
b. Nomor seri instrumen : 367
c. Frequency range : 1 – 10.000 Hz
d. Speed Range : 30 – 120.000 rpm
e. Temperature Range : (-) 33 oC – 220 oC
f. Memory : 999 measurement pts
g. Power supply : 4 x NiMH batteries
Universitas Sumatera Utara
76
h. Ukuran : 180 x 80 x 40 mm
i. Berat : 400 gram
j. Accelerometer : ACC199-28
k. Nomor seri Accelerometer : 1313
l. Input sensitivity : 100mV/g
m. Kabel accelerometer : 1 meter
2. V-belt tensiometer
Alat ini digunakan untuk mengukur jarak defleksi dan gaya defleksi pada
sabuk V, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Buku manual dan setup CD
Adaptor
Kabel dan magnetic transducer
Refective tape
Tas dilengkapi busa
X-Viber
Hand held transducer
Gambar 3.6. Alat pengukur getaran X-Viber Analyzer
Universitas Sumatera Utara
77
Gambar 3.7. Alat V-belt tensiometer
Spesifikasi dari alat V-belt tensiometer adalah sebagai berikut:
a. Nama alat : Single Stem V-belt tensiometer
b. Tipe : Mechanical Spring Loaded
c. Part number : 102761 AWI 1
d. Rentang defleksi : 0 – 6,4 cm / 0 – 2,75 inci
e. Rentang gaya defleksi : 0 -16 kg / 0 -35 lb
3. Multimeter Datalogger
Alat ini digunakan untuk mengukur arus listrik pada saat motor listrik
menggerakkan centrifugal fan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Universitas Sumatera Utara
78
Gambar 3.8. Alat Multimeter Datalogger
Spesifikasi dari alat Multimeter Datalogger adalah sebagai berikut:
a. Nama alat : Dual Channel Data Logging
b. Tipe : 380900
c. DC Volt : 60 mV - 1000 V
d. AC Volt : 60 mV – 1000 V
e. DC/AC Current: 600 µA – 10 A
f. Frekuensi : 1 Hz – 2 MHz
g. Dimensi : 207 x 101 x 47 mm
h. Berat : 430 gram
3.2.3. Metode
Penelitian terhadap getaran model skala backward inclined centrifugal fan
tipe 2SWSI dilakukan secara eksperimental dengan tahapan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
79
1) Perhitungan jarak span (Ls) dan jarak defleksi sabuk (q):
a. Jarak poros (Ls) dihitung dengan rumus pada persamaan (2.51) yaitu:
22
2
−
−=dDCLs
Jarak antar poros C merupakan resultan dari jarak poros pada sumbu
horisontal Cx dan sumbu vertikal Cy, seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 3.9., sehingga berlaku :
22yx CCC += (3.1)
Cy merupakan jarak konstan yaitu: 77 mm sedangkan Cx merupakan
variabel untuk mendapatkan perbedaan tarikan pada sabuk-V A-37, yaitu
masing-masing 325 mm, 320 mm, 315 mm, 310mm dan 305 mm. Dengan
hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.3.
rotasiCx
C
77mm
Poros Centrifugal Fan
Poros Motor Listrik
Gambar 3.9. Penentuan jarak poros C
Universitas Sumatera Utara
80
Tabel 3.3. Jarak antar poros C
Sesuai diameter puli D = d = 100 mm, maka jarak span (Ls) untuk C = 334
mm dapat dihitung sebagai berikut:
3342
1001003342
2 =
−
−=sL mm
b. Penentuan jarak defleksi sabuk q, dihitung dengan rumus pada persamaan
(2.51), untuk Ls = 334 mm, maka defleksi sabuk-V yang disyaratkan
sebesar:
205,064
4,25334
64=
== sLq inci ≈ 5,2 mm
Dengan cara yang sama, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan
defleksi sabuk pada berturut-turut untuk: C = 329, 324, 319 dan 315,
maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Universitas Sumatera Utara
81
Tabel 3.4. Daftar titik tengah span (1/2 Ls) dan defleksi sabuk (q)
No. Set-up Ls mm
½ Ls mm
q mm
Tes – I 334 167 5
Tes – II 329 164.5 5
Tes – III 324 162 5
Tes – IV 319 159.5 5
Tes – V 315 157.5 5
2) Set-up jarak span (Ls) dan jarak defleksi sabuk-V (q)
Sebelum dilakukan pengukuran terhadap getaran bantalan, maka terlebih
dahulu dilakukan set-up tarikan sabuk-V dengan cara mengatur jarak span (Ls) dan
menentukan deleksi sabuk-V (q), pada model centrifugal fan dengan langkah sebagai
berikut:
1. Persiapkan alat pengukur antara lain:
a. Mistar pengukur 60 cm,
b. 2 buah besi pemberat (5 gram) yang dihubungkan dengan benang
nylon
c. V-belt tensiometer
2. Pastikan sabuk-V belum terpasang pada puli dan keempat buah baut pengikat
motor listrik dalam keadaan longgar.
Universitas Sumatera Utara
82
3. Pasang benang nilon sehingga menghubungkan kedua puli seperti yang
terlihat pada Gambar 3.10., kemudian arahkan mistar kearah benang yang
telah diberi pemberat.
Gambar 3.10. Pengaturan dan pengukuran jarak antar poros
4. Lakukan pembacaan pada mistar setelah benang tidak bergerak dan hitung
jarak antara kedua benang atau Cx. Jarak kedua benang untuk tiap kondisi
tarikan sabuk-V yaitu:
a. Tes-I : 325 mm
b. Tes-II : 320 mm
c. Tes-III : 315 mm
d. Test-IV: 310 mm
e. Test-V : 305 mm
Apabila jarak kedua benang tidak sesuai, maka posisikan motor listrik
sehingga jarak benang sesuai dengan yang disyaratkan.
Universitas Sumatera Utara
83
5. Setelah jarak span sudah sesuai, maka lakukan pemeriksaan terhadap
misalignment puli dengan menempatkan mistar menyentuh kedua sisi puli,
seperti Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Pemeriksaan misalignmet pada puli
6. Setelah jarak poros ditentukan, maka ketatkan baut pengikat motor listrik dan
kemudian pasang sabuk-V A-37 seperti pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12. Pemasangan sabuk-V pada kedua puli
7. Setelah sabuk-V terpasang, pastikan sabuk-V telah menempati seluruh bagian
dari puli dengan mengoperasikan model skala selama 1 jam.
Universitas Sumatera Utara
84
8. Setelah 1 jam, hentikan pengoperasian model skala, selanjutnya tempatkan
mistar pada bagian sabuk-V yang berada di atas, dan tentukan titik tengah
span (1/2 Ls) dari sabuk-V.
9. Arahkan o-ring pada v-belt tensiometer pada titik 0 kg, kemudian tempatkan
alat tersebut pada jarak 1/2 Ls .dengan posisi tegak lurus terhadap sabuk-V
seperti pada Gambar 3.13. Tekan bagian atas V-belt tensiometer dengan
memutar sekrup sampai jarak defleksi sabuk-V q menunjukkan angka yang
ditentukan sesuai Tabel 3.4. Pada saat ditekan maka o-ring akan bergeser dari
posisi awal.
Gambar 3.13. Penempatan V-belt Tensiometer
10. Setelah jarak defleksi tercapai, lepaskan v-belt tensiometer dari bagian tengah
sabuk-V dan lakukan pembacaan o-ring. Letak o-ring akan menunjukkan
gaya defleksi Pactual pada sabuk-V, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Universitas Sumatera Utara
85
Gambar 3.14. Pembacaan Pactual pada V-belt Tensiometer
3) Pengukuran getaran bantalan model skala centrifugal fan
Dalam pengukuran getaran bantalan model skala centrifugal fan dengan X-Viber
Analyzer ada tiga jenis pengukuran yang akan diukur secara route pada saat mesin
dioperasikan, antara lain: (a) pengukuran putaran poros, (b) pengukuran getaran
bantalan dan (c) pengukuran arus listrik.
A. Pengukuran putaran poros
Pengukuran putaran poros dilakukan untuk poros motor listrik dan poros
centrifugal fan, yang dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:
1. Persiapkan dua keping refletive tape yang dipotong.
2. Lekatkan refletive tape pada poros motor listrik dan poros model skala fan,
seperti yang terlihat pada Gambar 3.15.
3. Untuk mengukur putaran poros maka:
a. Operasikan model skala sampai mencapai putaran normal.
Universitas Sumatera Utara
86
b. Aktifkan alat ukur getaran X-Viber kemudian pilih menu Route, dan
cari pilihan poros motor atau poros fan dan sinar laser akan menyala.
c. Tempatkan sensor X-Viber pada posisi tegak lurus terhadap
reflective tape pada poros motor pada jarak ± 200 mm.
d. Setelah nilai putaran poros ditampilkan pada layar X-Viber Analyzer
maka lakukan penyimpanan data.
(a) (b)
Gambar 3.15. Posisi reflective tape pada: (a) poros motor listrik dan (b) poros model skala centrifugal fan
B. Pengukuran getaran bantalan poros centrifugal fan.
Pengukuran getaran bantalan dilakukan untuk kedua bantalan pada poros
centrifugal fan, yang dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:
1. Tentukan lokasi penempatan transducer seperti tampak pada Gambar 3.16.
2. Identifikasi lokasi dan arah pengukuran dengan notasi:
a. Bantalan A:
Universitas Sumatera Utara
87
i. Arah radial (vertikal) : VA
ii. Arah radial (horisontal) : HA
iii. Arah aksial : AA
b. Bantalan B:
i. Arah radial (vertikal) : VB
ii. Arah radial (horisontal) : HB
iii. Arah radial (horisontal) : AB
Gambar 3.16. Lokasi penempatan transducer pada bantalan
3. Untuk mengukur getaran bantalan maka:
a. Operasikan model skala sampai mencapai putaran normal.
b. Aktifkan alat ukur getaran X-Viber Analyzer kemudian pilih menu
Route, dan cari pilihan titik dan arah yang akan diukur.
c. Tempatkan transducer pada lokasi yang telah ditentukan.
A
A
H
HV
V
Universitas Sumatera Utara
88
d. Setelah nilai getaran bantalan ditampilkan pada layar X-Viber
Analyzer, maka tunggu sesaat sampai indikator batang pada layar
kosong, kemudian tekan tombol ditengah untuk menyimpan data.
e. Lakukan hal yang sama untuk lokasi berikutnya.
C. Pengukuran arus listrik motor listrik centrifugal fan.
Pengukuran arus listrik bantalan dilakukan pada kabel arus yang terdapat pada
panel listrik (Gambar 3.17) pada saat centrifugal fan dioperasikan, yang
dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:
a. Pasang tang ampere pada satu dari tiga kabel listrik (3 fasa) yang
menghubungkan panel dan motor listrik, dengan connector telah
terhubung dengan alat datalogger pada posisi channel 1.
b. Operasikan model skala sampai mencapai putaran normal.
c. Aktifkan alat ukur arus listrik Multimeter Datalogger
d. Putar tuas pengatur untuk channel 1 pada label yang bertuliskan
satuan arus listrik bolak balik (µAAC, mAAC, AAC), sampai layar
menampilkan nilai arus listrik.
e. Tekan tombol ”max” untuk mendapatkan nilai arus listrik
maksimum pada saat mesin dioperasikan, dan lakukan pencatatan
kedalam formulir.
Universitas Sumatera Utara
89
f. Setelah nilai maksimum diperoleh, maka alat dinon-aktifkan dan
penjepit dapat dilepaskan dari kabel arus.
Gambar 3.17. Lokasi pengukuran arus listrik
4) Pengumpulan data
Pelaksanaan pengukuran dilakukan minimal 5 (lima) kali pengukuran untuk
tiap tarikan sabuk-V yang berbeda untuk mendapatkan data primer. Hal ini bertujuan
mendapatkan data yang representatif dan menjamin validitas data yang diperoleh.
Data dicatatkan kembali pada formulir sesuai Lampiran 12.
5) Analisa data
Pengolahan data getaran fan akan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama
dilakukan oleh alat instrumen, sedangkan tahap kedua adalah untuk kebutuhan
pelaporan yang nantinya digunakan sebagai bahan analisa terhadap getaran.
Universitas Sumatera Utara
90
Pada tahap pertama pengolahan data dilakukan secara otomatis oleh alat X-
Viber Analyzer. Setelah selesai dilakukan pengukuran, maka data di transfer ke
komputer untuk diolah lanjut dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Hasil pengolahan data berupa laporan akan dianalisa setelah seluruh data
(minimal 5 kali pengambilan) dengan:
• Analisa trend getaran akibat perbedaan tarikan pada sabuk-V.
• Analisa spektrum frekuensi untuk menentukan faktor penyebab
perubahan getaran serta membandingkannya dengan norma spektrum
frekuensi domain.
• Analisa rotor orbit trajectories respon getaran dalam arah radial dan
dimensi ruang.
3.3.Variabel yang Diamati
Variabel utama yang diamati sesuai tujuan penelitian dibagi terhadap dua
jenis yaitu:
a. Variabel bebas yaitu tarikan yang diberikan pada sabuk-V
b. Variabel terikat yaitu akar purata kecepatan getaran keseluruhan (rms)
yang diukur pada bantalan (mm/s) pada tiap kondisi tarikan sabuk-V.
Untuk memeriksa pengaruh tarikan sabuk-V terhadap getaran pada kedua
bantalan, maka akan dilakukan uji korelasi serta menentukan persamaan regresi.
Universitas Sumatera Utara
91
Persamaan regresi adalah: Persamaan matematik yang memungkinkan peramalan
nilai variabel terikat (dependent variable) dari nilai variabel bebas (independent
variable). Untuk mendapatkan persamaan regresi, maka akan digunakan scatter
diagram untuk menggambarkan nilai hasil observasi yaitu variabel bebas dituliskan
pada sumbu-x (horisontal) dan variabel terikat ditulis pada sumbu-y (vertikal)
Uji korelasi dilakukan secara bertahap, yaitu:
a. Menentukan koefisien korelasi (r), hal ini bertujuan untuk mengukur
hubungan linier antara variabel bebas dan variabel terikat.
Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan rumus:
−
−
−
=
∑ ∑∑∑
∑∑∑
= ===
===
n
i
n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
n
ii
yynxxn
yxyxnr
1
2
1
22
11
2
111
dengan ketentuan:
i. Nilai r berkisar antara (+1) sampai (-1)
ii. Nilai r yang bertanda (+) ditandai oleh nilai b yang positif
iii. Nilai r yang bertanda (-) ditandai oleh nilai b yang negatif
iv. Jika nilai r mendekati (+1) atau r mendekati (-1), maka X dan Y
memiliki korelasi linier yang tinggi
v. Jika nilai r = 0, maka X dan Y tidak memiliki relasi (hubungan) linier
vi. Jila nilai r mendekati 0, maka analisis dilanjutkan ke regresi non linear
seperti: regresi eksponensial, polinomial atau logaritma.
Universitas Sumatera Utara
92
b. Menentukan koefisien determinasi sampel yaitu R = r2, hal ini bertujuan
untuk mengukur proporsi keragaman total nilai variabel terikat yang dapat
dijelaskan oleh nilai variabel bebas yaitu tingkat kekuatan korelasi antar
variabel.
Untuk mendapatkan persamaan regresi serta koefisien determinasi sampel, maka akan
digunakan fitur trendline yang tersedia pada software Microsoft Excel.
Data pendukung lainnya yang akan diamati adalah, putaran poros, dan arus listrik
3.4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian getaran ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis,
seperti ditunjukkan Lampiran 13.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
ANALISA TARIKAN SABUK-V DAN GETARAN BANTALAN
4.1. Gaya Yang Bekerja Akibat Tarikan (Tension) Sabuk-V
4.1.1. Tarikan statis sabuk-V dan beban statis pada poros
Tarikan statis yang terjadi sabuk-V A-37 berbeda menurut set-up pengaturan
jarak span Ls. Sesuai desain yaitu jarak poros C terhadap sumbu horizontal Cx = 315
mm dan jarak poros terhadap sumbu vertikal Cy = 77 mm maka Ls = 324 mm.
Perbedaan tarikan diperoleh dengan mengubah Ls, yang diilustrasikan Gambar 4.1.
Pengukuran gaya defleksi nyata Pa dengan V-belt Tensiometer pada defleksi q = 5
mm dilakukan setelah set-up sabuk dilakukan dan mesin dalam keadaan tidak
beroperasi. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 4.1.
Gambar 4.1. Pengaturan jarak span (Ls) serta pengukuran q dan Pa
93
Universitas Sumatera Utara
94
Tabel 4.1 Hasil pengukuran Pactual pada tiap kondisi set-up
Berdasarkan data pada Tabel 4.1, maka tarikan statis Tst pada sabuk dapat
dihitung dengan rumus sesuai persamaan (2.54):
yp
sast K
LLPT
−=16
Untuk Tes-I dimana jarak poros C = 334 mm, dan diameter masing-masing puli poros
fan (D) dan motor (d) adalah sama yaitu 100 mm, maka panjang pitch sabuk-V (Lp)
dapat dihitung dengan rumus sesuai persamaan (2.50):
( ) ( )CdDdDCLp 42
22−
++
+= π
( ) ( ) ( )( ) =
×−
+
+
×+×=3344100100
210010014,33342
2
pL 981,99 mm ≈ 38,66 inci
Dengan faktor modulus sabuk Ky untuk sabuk-V jenis A, berdasarkan Tabel 2.13
diperoleh sebesar 6, maka tarikan statis sabuk Tst dimana Pa = 9,92 lb dan Ls = 13,15
inci dapat diperoleh sebesar:
Universitas Sumatera Utara
95
( ) =
×
−×= 666,3815,1392,916stT 156,692 lb atau 71,074 kg
Dengan demikian maka pada Tes-I, tarikan statis yang diberikan pada sabuk adalah
sebesar 156, 692 lb atau 71,074 kg.
Dengan cara yang sama maka dapat ditentukan tarikan statis yang diberikan pada tiap
set-up tarikan sabuk berikutnya yaitu Tes-II sampai dengan Tes-V, yang hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel. 4.2. Hasil perhitungan tarikan statis sabuk (Tst)
Secara khusus bila diperhatikan pada tes-V, dapat dilihat bahwa nilai Pa = 0
lb, berdasarkan perhitungan terhadap tarikan statis sabuk diperoleh nilai negatif yaitu
-2,001 lb, hal ini menandakan bahwa pada tes-V, sabuk yang terpasang tidak
mengalami tarikan. Sedangkan untuk menentukan beban statis akibat tarikan sabuk
pada poros dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.55) yaitu:
=
2sin2 θ
stbst TNF
Universitas Sumatera Utara
96
Dengan besar sudut kontak θ, dapat dihitung dengan rumus sesuai persamaan (2.52.c)
yaitu:
−
= −
CdD
2cos2 1θ
Untuk tes-I dengan jarak poros C = 334 mm, dan diameter puli D = d = 100 mm,
maka:
=
×−
= −
3342100100cos2 1θ 180o
Untuk menentukan beban statis pada poros, dengan jumlah sabuk (Nb) =1,
tarikan statis Tst = 71,074 kg dan sudut kontak θ = 180o, maka beban statis yang
ditimbulkan pada poros adalah sebesar:
=
××=
2180sin074,7112stF 142.149 kg
Dengan cara yang sama, beban statis pada tiap kondisi dapat dihitung dan disajikan
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Beban statis pada poros akibat perubahan
tarikan sabuk-V
Universitas Sumatera Utara
97
4.1.2. Tarikan dinamis sabuk-V dan beban dinamis pada poros.
Untuk menentukan tarikan dinamis sabuk-V seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.2, terlebih dahulu harus ditentukan tarikan efektif dan tarikan operasi
sabuk-V dengan menggunakan rumus sesuai persamaan (2.56), yaitu:
( )b
rSTe VN
PdQTTT 330002==−=
TT
TS
Fdy
180o
Gambar 4.2. Vektor tarikan operasi dan beban dinamis poros sabuk-V A-37
Tarikan efektif Te dapat dihitung berdasarkan pengukuran kuat arus listrik i = 71,1
µA pada tes-I saat fan dioperasikan, dengan beda potensial elektris = 380 volt.
Maka daya nyata yang ditransmisikan Pr dapat dihitung:
=×
××= 610746
3801,713 VAPrµ 5.01×10-5 hp
Kecepatan sabuk-V dapat dihitung dengan rumus pada persamaan (2.52.e), dengan
diameter puli D = 4 inci, dan putaran poros n = 1500 rpm, diperoleh kecepatan sabuk
sebesar:
Universitas Sumatera Utara
98
=××
==12
1500414,312DnV π 1570,8 fpm
Sehingga tarikan efektif Te yang terjadi pada tes-I dapat dihitung, sebagai berikut:
( )=
××
=−
18,15701001,533000 5
eT 0,0011 lb atau 0,0005 kg
Dengan cara yang sama tarikan efektif Te dapat dihitung dengan hasil perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel. 4.4 Hasil perhitungan tarikan efektif operasional (Te)
Kemudian tarikan pada tight side tension TT sesuai Gambar 4.2 dapat dihitung
dengan rumus pada persamaan (2.57), dimana gc = 32,2 ft/sec2, W = 0,07 sehingga
dapat diperoleh: 2
160
9.09.0
2e
c
stT
Tg
VWTT +
−=
( )2
0011,02,32
160
8.152007.09.09.0692,156 2
+
×−=TT
= 172,762 lb atau 78,363 kg
Universitas Sumatera Utara
99
Dan tarikan slack side tension TS pada sabuk-V sesuai Gambar 4.2 dapat
dihitung melalui rumus sesuai persamaan (2.58), dan diperoleh,
=−=−= 0011,0762,172eTS TTT 172,761 lb atau 78,363 kg
Dengan cara yang sama, masing-masing tarikan operasi sabuk-V dapat dihitung untuk
tiap set-up, dengan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil perhitungan tarikan operasi sabuk-V
Untuk menentukan beban dinamis pada poros dengan jumlah sabuk (Nb) =1,
dan θ = 180o, maka beban dinamis pada tes-I dapat dihitung dengan menggunakan
rumus pada persamaan (2.59) yaitu:
( )θcos222STSTbdy TTTTNF −+=
( )odyF 180cos761,172762,1722761,172762,1721 22 ××−+=
= 345,523 lb atau 156,726 kg
Dengan cara yang sama, maka beban dinamis pada poros untuk tiap set-up
dapat dihitung dengan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Universitas Sumatera Utara
100
Tabel 4.6. Hasil perhitungan beban dinamis poros (Fdy)
Gambar 4.3. Gerak harmonik beban dinamis pada poros model centrifugal fan
Universitas Sumatera Utara
101
Sedangkan frekuensi gaya dinamis (fi) diperoleh dari pengukuran kecepatan
ekstitasi poros centrifugal fan yang ditumpu bantalan A dan B pada Tabel 4.6 dengan
persamaan gerak sistem dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat pengaruh dari perubahan tarikan sabuk-
V pada beban dinamis poros, sedangkan terhadap frekuensi eksitasi walaupun ada
perbedaan namun secara umum tidak signifikan.
4.1.3. Gaya reaksi pada bantalan akibat beban dinamis sabuk-V pada poros
Gaya reaksi pada bantalan A dan bantalan B berbeda untuk tiap kondisi
tarikan sabuk-V yang diberikan. Masing-masing tarikan sabuk-V akan memberikan
beban pada poros, dan dapat dibedakan akibat beban statis dan beban dinamis, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Rekapitulasi gaya defleksi (Pa), Beban Statis (Fst) dan Beban Dinamis (Fdy)
Universitas Sumatera Utara
102
Pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa perbedaan tarikan sabuk berasal dari
perubahan jarak antar poros (C) terhadap jarak antar poros desain (Cdesain) yaitu: 324
mm. Perubahan jarak tersebut mempengaruhi kondisi tarikan sabuk, yaitu:
1. Kondisi C > Cdesain, sabuk-V A-37 mengalami tarikan berlebih (Tes-I dan Tes-
II) dengan mengatur jarak antar poros nyata lebih besar dari jarak desain.
2. Kondisi C = Cdesain, tarikan sabuk-V A-37 sesuai desain (Tes-III) dengan cara
mengatur jarak antar poros sama dengan jarak desain.
3. Kondisi C < Cdesain, sabuk-V A-37 mengalami kekurangan tarikan (Tes-I dan
Tes-II) dengan mengatur jarak antar poros nyata lebih kecil dari jarak desain.
Dengan menampilkan gaya defleksi sabuk (Pa) , beban statis pada poros (Fst)
dan beban dinamis pada poros (Fst) terhadap selisih antara jarak pengaturan antar
poros dengan jarak poros sesuai desain pada sebuah grafik, seperti yang ditampilkan
pada Gambar 4.4, maka akan diperoleh grafik pengaruh perubahan jarak antar poros
terhadap tarikan sabuk-V.
Dapat dilihat bahwa perubahan beban statis dan dinamis ini merupakan pembesaran ±
16 kali dari gaya defleksi yang diukur ditengah span, yang merupakan hasil variasi
jarak antar poros untuk mendapatkan tarikan yang berbeda dari sabuk-V yang sama
yaitu A-37. Perbedaan antara beban statis dan beban dinamis yang timbul pada poros
dipengaruhi oleh faktor torsi dan kecepatan putar sabuk-V.
Universitas Sumatera Utara
103
Gambar 4.4 Perbandingan gaya defleksi, beban statis dan beban dinamis
Hubungan antara tegangan efektif terhadap tarikan statis sabuk-V pada poros
memiliki korelasi non linier seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Hubungan antara tarikan efektif operasi terhadap tarikan statis sabuk-V
(50)
-
50
100
150
200
250
300
-15 -10 -5 0 5 10 15
C-C d (mm)
Gaya (kg)
Pa Fst Fdy
Universitas Sumatera Utara
104
Selanjutnya untuk menentukan gaya reaksi pada bantalan A dan bantalan B
pada saat bahan uji dioperasikan, maka gaya reaksi pada kedua bantalan tersebut
dapat diperoleh berdasarkan Gambar 4.6.
97 mm
140 mm
80 mm
Gambar 4.6. Beban dinamis pada poros yang ditumpu bantalan A dan B
Dengan cara free body diagram, maka gaya reaksi pada kedua bantalan dihitung
secara analitis, antara lain:
Pada arah sumbu-z:
0=ΣFz , 0sin =−−+ FandyBA FFRzRz α
αsin72.2 dyBA FNRzRz +=+
AdyB RzFNRz −+= αsin72.2
Universitas Sumatera Utara
105
0=Σ BMz , 0)22,0(sin)097,0(72.2)14.0( =−+ αdyA FRz
14,0)097,0(72.2)22,0(sin −
=αdy
A
FRz
Pada arah sumbu-x:
0=ΣFx 0cos =−+ αdyBA FRxRx
αcosdyBA FRxRx =+
AdyB RxFRx −= αcos
0=Σ BMx 0)22,0(cos)14.0( =− αdyA FRx
14,0
)22,0(cosαdyA
FRx =
Pada arah sumbu-y:
0=ΣFy 0=+ BA RyRy
Dimana tidak ada beban pada arah sumbu-y maka diasumsikan 0== BA RyRy .
Pada kondisi tarikan sabuk-V (Tes-I) dimana Fdy = 156,726 kg, dan α =
13,33o, maka:
Pada arah sumbu-z:
14,0)097,0(72.2)22,0(33,13sin726,156 −
=o
ARz = 54,894 kg
=−+= NNRz oB 894,5433,13sin726,15672,2 - 16,042 kg
Universitas Sumatera Utara
106
Pada arah sumbu-x:
14,0)22,0(33,13cos726,156 o
ARx = = 239,650 kg
650,23933,13cos726,156 −= oBRx = -87,146 kg
Dengan cara yang sama, dimana nilai Fdy untuk tiap kondisi tarikan, maka
diperoleh gaya reaksi bantalan, yang ditampilkan pada Tabel 4.8. dan Gambar 4.7.
Pada Gambar 4.7. ditunjukkan pengaruh tarikan sabuk-V terhadap bantalan A dan B
yang merupakan tumpuan poros impeller centrifugal fan, ditemukan bahwa gaya
reaksi pada bantalan A dan B berbanding lurus dengan arah gaya reaksi berbeda,
dimana kenaikan beban dinamis poros akan diikuti dengan peningkatan gaya reaksi
bantalan yang non linier.
Tabel 4.8. Pengaruh beban dinamis terhadap gaya reaksi bantalan A dan B
Universitas Sumatera Utara
107
Pengaruh Beban Dinamis Pada Poros terhadap Gaya Reaksi Bantalan A dan B
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
-15 -10 -5 0 5 10 15
C-C d (mm)
Gaya (kg)
Fdy (kg) RzA RzB RxA RxB
Gambar 4.7. Perbandingan beban dinamis terhadap gaya reaksi bantalan
4.2. Analisa Getaran Bantalan Centrifugal Fan
Berdasarkan hasil pengukuran getaran pada kedua bantalan centrifugal fan
untuk tiap kondisi beban dinamis sabuk-V pada Tabel 4.5, maka hasil download data
dari alat X-Viber Analyzer ke dalam komputer diperoleh:
1. Nilai kecepatan getaran keseluruhan (mm/s - rms)
2. Nilai kecepatan getaran (mm/s – rms) serta spektrum frekuensinya.
3. Putaran poros centrifugal fan (rpm)
Data tersebut dapat dilihat pada kumpulan data getaran untuk tiap pengujian dan tiap
waktu pengukuran pada lampiran 14.
Universitas Sumatera Utara
108
4.2.1. Analisa Trend Getaran
4.2.1.1. Pengolahan data getaran dan uji korelasi
Data yang digunakan pada analisa trend adalah rekapitulasi kecepatan getaran
keseluruhan (overall velocity vibration). Kecepatan getaran pada tiap bantalan
diperoleh melalui pengukuran getaran terhadap tiga sumbu yaitu: bantalan A (xA, yA,
zA) dan bantalan B (xA, yA, zA) sesuai pemodelan struktur poros pada Gambar 4.8.
Fdy
z
y
x
mFu
xB A
B
Fdy cos
Fdy sin
zB
yB zA
yAxA
Poros
Gambar 4.8. Arah pengukuran getaran bantalan centrifugal fan 2SWSI
Oleh karena getaran yang sebenarnya merupakan resultan dari seluruh arah
pengukuran maka dapat ditentukan resultan root mean square dari kecepatan getaran
yaitu pada bidang radial dan ruang dengan cara superposisi untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4.9.
Universitas Sumatera Utara
109
z
yx
Ax&Ay&
Az&rδsδ
Ar&Ar '&
Gambar 4.9. Superposisi kecepatan getaran bantalan centrifugal fan 2SWSI
Untuk menentukan kecepatan getaran pada bidang radial, maka resultan
kecepatan getaran dapat dihitung dengan cara:
1. Tentukan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horisontal, sebagai
contoh pengaruh tarikan sabuk yaitu beban dinamis pada poros : 156,726 N
(Tes-I) pada bantalan A,
arah vertikal, ( )zAA tZz φωω += cos&
( )zA tZ φωω += cos93.2 (mm/s-rms)
arah horizontal, ( )xAA tXx φωω += cos&
( )xA tZ φωω += cos75.6 (mm/s-rms)
2. Tentukan resultan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horizontal,
dengan 2πδφφ ==− rzx , maka:
rAAAAA xzxzr δcos2' 22 &&&&& −+=
( )2cos75,693,2275,693,2 22 π××−+=
= 7,25 mm/s – rms
Universitas Sumatera Utara
110
Sehingga resultan persamaan gerak getaran arah radial,
( )'cos'' rAA tRr φωω +=&
( )'cos'36,7 rA tR φωω += (mm/s-rms)
Untuk menentukan superposisi (orbit) kecepatan getaran, maka resultan
kecepatan getaran dapat dihitung dengan cara:
1. Tentukan persamaan gerak getaran arah radial dan aksial, sebagai contoh
pengaruh tarikan sabuk yaitu beban dinamis pada poros : 156,726 N (Tes-I)
pada bantalan A,
arah radial, ( )'cos'36,7 rA tR φωω += (mm/s-rms)
arah aksial, ( )yAA tYy φωω += cos&
( )yA tY φωω += cos22,2 (mm/s-rms)
2. Tentukan resultan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horizontal,
dengan 2' πδφφ ==− rry , maka:
rAAAAA yryrr δcos'2' 22 &&&&& −+=
( )2cos22,236,7222,236,7 22 π××−+=
= 7,67 mm/s - rms
Sehingga resultan persamaan gerak getaran,
( )rAA tRr φωω += cos&
( )rA tR φωω += cos68,7 (mm/s-rms)
Universitas Sumatera Utara
111
Dengan cara yang sama, maka seluruh resultan bidang radial dan superposisi
tiga arah dari kecepatan getaran bantalan A dan bantalan B dapat dihitung, dengan
data hasil dapat dilihat pada Tabel. 4.9. yang digambarkan pada Gambar 4.12.
Tabel 4.9. Rekapitulasi data kecepatan getaran keseluruhan dan uji korelasi
Untuk menguji pengaruh tarikan sabuk-V terhadap getaran pada bantalan maka perlu
dilakukan uji korelasi antara keduanya, yaitu:
1. Koefisien korelasi (r)
−
−
−
=
∑ ∑∑∑
∑∑∑
= ===
===
n
i
n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
n
ii
yynxxn
yxyxnr
1
2
1
22
11
2
111
Universitas Sumatera Utara
112
Koefisien korelasi r untuk bantalan A dan bantalan B, dapat dihitung sebagai
berikut:
a. Bantalan A :
i. xi = tarikan statis sabuk-V, Tst
ii. yi = kecepatan getaran superposisi bantalan A (mm/det-RMS)
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 15, maka diperoleh:
n = 25 ;
∑=
n
iix
1
= 697,08 ; ∑=
n
iiy
1
= 194,82 ;
i
n
ii yx∑
=1
= 5.520,49 ;
∑=
n
iix
1
2 = 36.612,80 ; ∑=
n
iiy
1
2 = 1.542,98
sehingga,
( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 82,19498,542.125697,0836.612,8025
82,194697,085.520,4925
−×−×
−×=r
= 0,1353 → nilai r mendekati 0, maka hubungan xi dan yi : non linier
b. Bantalan B :
i. xi = tarikan statis sabuk-V, Tst
ii. yi = kecepatan getaran superposisi bantalan B (mm/det-RMS)
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16, maka diperoleh:
n = 25 ;
Universitas Sumatera Utara
113
∑=
n
iix
1 = 697,08 ; ∑
=
n
iiy
1 = 179,51 ;
i
n
ii yx∑
=1
= 4.876,79 ;
∑=
n
iix
1
2 = 36.612,80 ; ∑=
n
iiy
1
2 = 1.332,06
sehingga,
( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 51,17906,332.12508,69780,612.3625
51,17908,69779,876.425
−×−×
−×=r
= - 0,0011→ nilai r mendekati 0, maka hubungan xi dan yi: non linier
Berdasarkan uji korelasi terhadap kedua getaran bantalan A dan B
diketahui bahwa getaran pada bantalan dipengaruhi oleh tarikan sabuk-V
dengan korelasi yang bersifat non-linier.
2. Koefisien determinasi sampel (R)
Untuk menentukan koefisien determinasi sampel (R), maka nilai xi dan yi
pada Lampiran 15 dan 16 diplot dengan scatter diagram. Berdasarkan bentuk
scatter diagram diestimasi jenis trendline adalah polinomial ordo 4. Untuk
menampilkan persamaan kurva non linear dan kofisien determinasi, maka
pada subtab Option (Format Trendline) beri tanda pada ”Display equation on
chart” dan ”Display R-squared value on chart”, hasil pengerjaan dapat dilihat
pada Gambar 4.10. Berdasarkan Gambar dapat dilihat bahwa amplitudo
getaran Bantalan B mendahului Bantalan A dan berangsur memiliki fase yang
Universitas Sumatera Utara
114
sama, hal ini terjadi karena pada saat mengalami kelonggaran lendutan pada
poros lebih dipengaruhi oleh massa fan .
Gambar 4.10. Grafik korelasi kecepatan getaran bantalan A dan B terhadap tarikan statis sabuk-V
Hubungan antara perpindahan, kecepatan dan percepatan getaran untuk tiap
kondisi set-up dapat dilihat pada Gambar 4.11, 4.12, 4.13, 4.14, dan 4.15, sesuai
Lampiran 17.
Universitas Sumatera Utara
115
(a) Bantalan A (b) Bantalan B
Gambar 4.11. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-I
(a) Bantalan A (b) Bantalan B
Gambar 4.11. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-II
(a) Bantalan A (b) Bantalan B
Gambar 4.12. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-III
Universitas Sumatera Utara
116
(a) Bantalan A (b) Bantalan B
Gambar 4.13. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-IV
(a) Bantalan A (b) Bantalan B
Gambar 4.14. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-IV
4.2.1.2. Analisa trend getaran bantalan terhadap baseline
Baseline umumnya digunakan apabila standar getaran suatu mesin spesifik
tidak tersedia sehingga didasarkan pada pengalaman. Sesuai dengan maksud dan
tujuan penelitian yang dilakukan maka sebagai baseline digunakan nilai resultan
superposisi kecepatan getaran pertama akibat tarikan sabuk-V setelah kondisi desain,
Universitas Sumatera Utara
117
lihat Tabel 4.5. yaitu C = Cd. Berdasarkan ketentuan tersebut maka baseline yang
akan digunakan adalah:
1. Untuk bantalan A nilai baseline sebesar 8,26 mm/s – RMS
2. Untuk bantalan B, nilai baseline sebesar 7,83 mm/s – RMS
Dengan membandingkan resultan kecepatan getaran pada saat pada tiap kondisi
terhadap kondisi baseline maka dapat didiagnosa tingkat keparahan suatu getaran
yang dipengaruhi oleh tarikan sabuk, seperti yang ditampilkan dalam data pada Tabel
4.10.dan grafik pada Gambar 4.16.
Tabel 4.10. Analisa trend resultan kecepatan getaran bantalan A dan B terhadap
baseline.
(a) (b)
Gambar 4.16. Grafik trend resultan kecepatan getaran terhadap baseline: (a) bantalan A, dan (b) bantalan B
Universitas Sumatera Utara
118
Dapat dilihat pada Tabel 4.10, bahwa pemilihan baseline untuk masing-
masing bantalan adalah berbeda. Karena pada baseline yang perlu dibandingkan
adalah perubahan masing-masing bantalan terhadap kondisi awalnya, yaitu kondisi
pada saat C = Cd.
Berdasarkan kedua grafik pada Gambar 4.16, dapat diketahui bahwa
perubahan tarikan dari kondisi awal akan meningkatkan kecepatan getaran yang
diterima pada bantalan. Secara umum kecepatan getaran bantalan A lebih besar dari
bantalan B, hal ini sesuai dengan grafik gaya reaksi bantalan pada Gambar 4.7.
Perbedaan yang cukup signifikan terjadi pada saat tarikan sabuk mendekati
nol dimana kecepatan getaran pada bantalan A lebih kecil dari kondisi awalnya dan
bantalan B. Hal ini disebabkan pada saat sabuk-V longgar, bantalan B lebih dominan
mengalami pembebanan dari adanya unbalance pada impeller fan, yang akan dibahas
lebih lanjut pada analisa spektrum frekuensi.
4.2.1.3. Analisa trend getaran bantalan terhadap standar ISO
Dengan membandingkan kecepatan getaran di setiap arah pengukuran
terhadap acuan standar pada Tabel 2.5, maka diketahui tingkat keparahan dan arah
getaran yang paling besar yang diakibatkan oleh pengaruh tarikan sabuk-V. Untuk
menganalisa tingkat keparahan ini maka pada grafik akan ditampilkan nilai batas
getaran, yaitu batas alarms dan batas trips.
Batas alarms dihitung dengan rumus:
Alarms = 1,25 x batas Zona B = 1,25 x 1,8 mm/s-rms = 2,25 mm/s-rms
Universitas Sumatera Utara
119
Sedangkan batas trips dihitung dengan rumus:
Trips = 1,25 x batas Zona C = 1,25 x 4,5 mm/s-rms = 5,63 mm/s-rms
Dari kedua nilai di atas ditampilkan maka dapat ditentukan batasan yang akan
menunjukkan tingkat keadaan getaran yang di plot kedalam grafik untuk tiap arah
pengukuran getaran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.17.
Pada Gambar 4.17 (a) dan (b) ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah
vertikal pada bantalan A berada diantara batas alarms dan trips serta terjadi
peningkatan getaran ketika sabuk-V semakin longgar. Sedangkan pada bantalan B
sebagian besar masih dibawah batas alarm, kecuali pada saat tarikan sabuk-V
ditingkatkan namun semakin ketat sabuk-V maka getaran turun kembali.
Pada Gambar 4.17 (c) dan (d) ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah
horizontal pada bantalan A secara umum berada diantara batas trips. Terutama ketika
sabuk-V semakin longgar dan semakin ketat pada jarak ± 5mm. Sedangkan kecepatan
getaran bantalan B berada diantara batas alarms dan trips.
Pada Gambar 4.17 (e) dan (f) ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah
aksial pada bantalan A dan B berada diantara batas alarms dan trips walaupun lebih
rendah responnya terhadap bantalan B. Sedangkan pada bantalan B sebagian besar
masih dibawah batas alarms, kecuali pada saat tarikan sabuk-V ditingkatkan sejauh 5
mm, namun kenaikan tarikan pada sabuk-V berikutnya mengakibatkan tingkat
keparahan getaran mengalami penurunan kembali.
Universitas Sumatera Utara
120
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 4.17. Analisa trend kecepatan getaran bantalan terhadap standar ISO
Universitas Sumatera Utara
121
4.2.2. Analisa Spektrum Frekuensi
Kecepatan getaran yang ditunjukkan pada grafik trend kecepatan pada bagian
sebelumnya merupakan nilai kecepatan getaran keseluruhan. Nilai kecepatan getaran
tersebut merupakan resultan dari berbagai amplitudo dan frekuensi yang bersumber
dari gerak periodik berbagai elemen mesin centrifugal fan, antara lain:
a. Amplitudo dari frekuensi harmonik poros
b. Amplitudo dari frekuensi bantalan dan harmoniknya
c. Amplitudo dari frekuensi sabuk-V dan harmoniknya
d. Amplitudo dari frekuensi blade
4.2.2.1. Pengolahan data spektrum frekuensi
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan X-Viber Analyzer pada
Lampiran 14, memberikan lima urutan kecepatan getaran yang paling dominan
penyebab getaran. Berbagai frekuensi diperoleh dan hal ini perlu diolah agar dapat
dievaluasi dengan baik. Data tersebut diolah dengan cara:
1. Seluruh data amplitudo dan spektrum frekuensi hasil pengukuran diurutkan
berdasarkan frekuensi dan arah pengukuran kedalam sebuah tabel.
Berdasarkan hasil pengurutan diketahui bahwa selang frekuensi kecepatan
getaran dominan berada diantara : 3 – 158 Hz.
2. Tentukan nilai mean kecepatan getaran dari kelima pengukuran dalam setiap
arah pengukuran dan kondisi tarikan sabuk-V, sebagai contoh yaitu Tes-I,
arah vertikal, bantalan A pada frekuensi 24 Hz, dengan perhitungan:
Universitas Sumatera Utara
122
n
xHzmean
n
ii∑
== 1)24( = 5
029.014.101.117.1 ++++ = 1.17
Seluruh mean amplitudo dari masing-masing frekuensi dapat dihitung dengan
cara yang sama.
3. Tentukan resultan dari ketiga arah kecepatan getaran maksimum, sebagai
contoh yaitu Tes-I, arah vertikal, bantalan A pada frekuensi 24 Hz:
a. Nilai mean arah vertikal : 1,17 Hz
b. Nilai mean arah horisontal : 5,51 Hz
c. Nilai mean arah aksial : 2,11 Hz
Maka resultan amplitudo kecepatan getaran dapat dihitung:
222 11,251,517,1)24( ++=HzrA = 6,01 mm/s-RMS
Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 18 dan data tersebut diplot
kedalam bentuk grafik dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Excel 2003
yang dapat dilihat pada Gambar 4.18. dan 4.19. Berdasarkan gambar tersebut serta
dibandingkan dengan tabel identifikasi sumber utama penyebab getaran pada
Lampiran 3, ditemukan bahwa amplitudo terbesar pada semua kondisi tarikan sabuk
terdapat pada 1 x rpm, hal ini diidentifikasi bahwa terdapat kondisi unbalance. Untuk
melihat hal ini maka perlu dilakukan identifikasi spektrum elemen mesin khususnya
terhadap pengaruh getaran pada bantalan model centrifugal fan 2SWSI.
Universitas Sumatera Utara
123
Gambar 4.18. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran bantalan A
Gambar 4.19. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran bantalan B
Universitas Sumatera Utara
124
4.2.2.2. Identifikasi spektrum frekuensi elemen mesin
Berdasarkan selang frekuensi dan data geometris elemen mesin centrifugal
fan, maka frekuensi setiap elemen yang menjadi sumber getaran dapat diidentifikasi
dengan rumus yang terdapat pada Lampiran 3, antara lain:
1. Frekuensi harmonik
Untuk mengindentifikasi sumber getaran dominan yang diakibatkan oleh
adanya kondisi unbalance, misalignment dan kelonggaran mekanis dapat
dihitung dengan rumus:
nrpmnfharmonic ×=60
)(
Berdasarkan data hasil pengukuran putaran poros centrifugal fan pada tes-I
terlampir, dapat dihitung frekuensi putaran poros rata-rata,
++++
==∑
5150015041503150014871
i
ff
i
i
14995
7494=
= rpm
atau dalam satuan cycle/sekon (Hertz),
601499
60==
rpmf = 24,98 Hz
Maka frekuensi harmonik pada selang 3 – 158 Hz untuk Tes-I, dapat dihitung:
n = 1, 160
1499)1( ×=harmonicf = 24,98 Hz
Universitas Sumatera Utara
125
n = 2, 260
1499)2( ×=harmonicf = 49,96 Hz
n = i, iifharmonic ×=60
1499)( = 24,98 i Hz
Dengan cara yang sama maka frekuensi harmonik masing-masing dapat
dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.11.
Tabel 4.11. Identifikasi frekuensi harmonik poros
2. Frekuensi sabuk-V
Untuk mengidentifikasi getaran yang disebabkan sabuk-V dihitung dengan
rumus,
b
pbeltv L
Dnrpmnf
×××=−
π60
)(
Dalam menentukan frekuensi sabuk-V data pendukung yang dibutuhkan,
antara lain:
Universitas Sumatera Utara
126
a. Frekuensi poros: 1499 rpm (sesuai frekuensi harmonik)
b. Diameter puli poros (Pd), yaitu: 4 inci
c. Panjang lingkaran efektif sabuk-V A-37 (Lb), yaitu: 37 inci
Frekuensi sabuk-V serta harmoniknya pada selang frekuensi 3 – 158 Hz,
dapat dihitung:
n = 1, 37
4160
1499)1( ×××=−π
beltvf = 8,49 Hz
n = 2, 37
4260
1499)2( ×××=−π
beltvf = 16,97 Hz
n = i, 37
460
1499)( ×××=−πiif beltv = 8,49 i Hz
Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya masing-
masing dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.12.
3. Frekuensi bantalan
Untuk mengidentifikasi adanya cacat/kerusakan pada elemen bantalan maka
dibutuhkan data frekuensi poros dan data geometrik bantalan, yaitu:
i. Frekuensi poros: 1499 rpm (sesuai frekuensi harmonik)
ii. Jumlah bola bantalan (Nb), yaitu: 8 buah
iii. Diameter bola (Bd), yaitu: 18 mm
iv. Diameter pitch (Bd), yaitu: 51 mm
v. Sudut kontak (θ), yaitu: 0o
Universitas Sumatera Utara
127
Tabel 4.12. Identifikasi frekuensi harmonik sabuk-V
Berdasarkan keempat elemen bantalan (outer ring, inner ring, ball dan
housing), maka frekuensi bantalan juga terdiri dari empat, yang masing-
masing dapat dihitung, sebagai berikut:
a. Frekuensi BPFO (Ball Pass Frequency Outer), atau frekuensi cincin
luar bantalan dapat dihitung dengan rumus:
nPBNrpmnf
d
dbBPFO ×
−×= θcos1
260)(
Universitas Sumatera Utara
128
Maka frekuensi BPFO berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -
158 Hz, dapat dihitung:
n = 1, 10cos51181
28
601499)1( ×
−×= o
BPFOf = 64,65 Hz
n = 2, 20cos51181
28
601499)2( ×
−×= o
BPFOf = 129,31 Hz
n = i, iif oBPFO ×
−×= 0cos
51181
28
601499)( = 64,65 i Hz
Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya
pada tiap kondisi dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel.
4.13.
Tabel 4.13. Identifikasi frekuensi harmonik cincin luar bantalan (BPFO)
b. Frekuensi BPFI (Ball Pass Frequency Inner), atau frekuensi cincin
dalam bantalan dapat dihitung dengan rumus:
nPBNrpmnf
d
dbBPFI ×
+×= θcos1
260)(
Universitas Sumatera Utara
129
Maka frekuensi BPFI berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -
158 Hz, dapat dihitung:
n = 1, 10cos51181
28
601499)1( ×
+×= o
BPFIf = 64,65 Hz
n = 2, 20cos51181
28
601499)2( ×
−×= o
BPFIf = 129,31 Hz
n = i, iif oBPFI ×
−×= 0cos
51181
28
601499)( = 64,65 i Hz
Dengan cara yang sama, frekuensi cincin dalam bantalan serta
harmoniknya dapat dihitung, hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.14.
Tabel 4.14. Identifikasi frekuensi harmonik cincin dalam bantalan
(BPFI)
c. Frekuensi BSF (Ball Spin pass Frequency), atau frekuensi putaran
bola bantalan dapat dihitung dengan rumus:
( )
−××= 2
2
cos1260
)( θd
d
d
dBSF P
BBPrpmnnf
Maka frekuensi BSF berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -
158 Hz, dapat dihitung:
Universitas Sumatera Utara
130
n = 1, ( )
−
×××=
22
0cos51181
18251
6014991)1( o
BSFf
= 30,98 Hz
n = 2, ( )
−
×××=
22
0cos51181
18251
6014992)2( o
BSFf
= 61,96 Hz
n = i, ( )
−
×××=
22
0cos51181
18251
601499)( o
BSF iif
= 30,98 i Hz
Dengan cara yang sama, frekuensi bola bantalan serta harmoniknya
dapat dihitung, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.15.
Tabel 4.15. Identifikasi frekuensi harmonik sangkar bantalan (BSF)
d. Frekuensi FTF (Fundamental Train Frequency), atau frekuensi
sangkar bantalan dapat dihitung dengan rumus:
Universitas Sumatera Utara
131
−××= θcos1
21
60)(
d
dFTF P
Brpmnnf
Maka frekuensi FTF berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 -
158 Hz, dapat dihitung sebagai berikut:
n = 1,
−××= o
FTFf 0cos51181
21
6014991)1( = 8,08 Hz
n = 2,
−××= o
FTFf 0cos51181
21
6014992)2( = 16,16 Hz
n = i,
−××= o
FTF iif 0cos51181
21
601499)( = 8,08 i Hz
Dengan cara yang sama maka frekuensi sangkar bantalan serta
harmoniknya pada tiap kondisi dapat dihitung dan hasilnya dapat
dilihat pada Tabel. 4.16.
4. Frekuensi fan blade
Untuk mengidentifikasi getaran yang disebabkan cacat impeller centrifugal
fan dapat dihitung dengan rumus,
nbrpmnfbladepass ××
=60
)(
Dalam menentukan frekuensi fan blande data pendukung yang dibutuhkan,
antara lain:
a. Frekuensi poros: 1499 rpm (sesuai frekuensi harmonik)
b. Jumlah blade/impeller (b), yaitu: 12 buah
Universitas Sumatera Utara
132
Tabel 4.16. Identifikasi frekuensi harmonik sangkar bantalan (FTF)
Maka frekuensi impeler serta harmoniknya, untuk Tes-I, dapat dihitung:
n = 1, 160
121499)1( ××
=bladepassf = 299,76 Hz
n = 2, 260
121499)2( ××
=bladepassf = 599,52 Hz
Universitas Sumatera Utara
133
Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya masing-
masing dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.17.
Tabel 4.17. Identifikasi frekuensi harmonik blade
Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa frekuensi impeler
terdapat diluar pada selang frekuensi 3 – 158 Hz. Berdasarkan identifikasi ini
dapat diketahui bahwa getaran yang diakibatkan oleh impeler bukan
merupakan hal yang signifikan mengakibatkan getaran.
4.2.2.3. Evaluasi spektrum frekuensi bantalan
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap frekuensi elemen mesin pada Tabel
4.11, 4.12, 4.13, 4.14,.4.15 dan 4.16, maka spektrum frekuensi getaran pada sabuk-V
serta pengaruhnya terhadap cacat bantalan diidentifikasi dengan cara menyaring
spektrum frekuensi sehingga yang amplitudo yang diinginkan dapat diperoleh, yaitu
yang terkait getaran sabuk-V dan getaran akibat adanya cacat pada bantalan yaitu:
BPFOf , BPFIf , BSFf , dan FTFf . Hasil penyaringan untuk tiap frekuensi bantalan pada
tiap kondisi tarikan sabuk-V dapat dilihat pada grafik pada Gambar 4.20 dan 4.21.
Universitas Sumatera Utara
134
(a) Bantalan A
(b) Bantalan B
Gambar 4.20. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran akibat getaran sabuk-V
a) BPFO Bantalan A b) BPFO Bantalan B
Universitas Sumatera Utara
135
Gambar 4.21. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran komponen bantalan
Universitas Sumatera Utara
136
Pada Gambar 4.18 (a) dan (b) dapat dilihat bahwa meskipun bantalan yang
dipasang pada alat masih baru namun pada hasil penyaringan frekuensi cacat pada
cincin luar bantalan menunjukkan bahwa:
a. Cacat cincin luar bantalan A dan B secara bersamaan terdeteksi pada
kondisi dimana beban dinamis pada poros sebesar 156,726 kg (tes-I),
dan 14,534 kg (tes IV).
b. Cacat cincin luar bantalan A dan B tidak terdeteksi pada kondisi beban
dinamis pada poros sebesar 94,514 kg (tes-II) dan 1,217 kg (tes-V).
Pada Gambar 4.18 (c) dan (d) dapat dilihat bahwa kedua bantalan yang
digunakan belum mengalami cacat pada cincin bagian dalam, sehingga pada saat
tarikan sabuk diubah, tidak terdeteksi adanya getaran pada frekuensi cincin dalam.
Pada Gambar 4.18. (e) dan (f), dapat dilihat bahwa pengaruh perubahan
tarikan sabuk terhadap cacat pada bola kedua bantalan, yang mana peningkatan pada
tarikan sabuk-V akan meningkatkan pula amplitudo getaran. Hal ini terlihat jelas
pada tarikan sabuk-V yang mengakibatkan gaya dinamis pada poros sebesar 94,514
kg (tes-II) dan 156,726 kg (tes-I), yang berpotensi terhadap semakin parahnya kondisi
cacat pada bola bantalan.
Pada Gambar 4.16. (g) dan (h), cacat pada sangkar bantalan sangat jelas
terlihat dan apabila diperhatikan maka diketahui, bahwa :
a. Sebaran amplitudo pada kedua bantalan terjadi pada harmonik dan yang
paling signifikan terjadi pada frekuensi 24 hz. Frekuensi ini juga merupakan
Universitas Sumatera Utara
137
frekuensi harmonik poros, yang mana berdasarkan tabel indentifikasi pada
Lampiran 3, maka hal ini disebabkan oleh adanya unbalance.
b. Berdasarkan hasil pengolahan data pada Lampiran 17, diketahui juga bahwa
terdapat frekuensi yang berpotensi untuk timbulnya resonansi amplitudo,
beberapa frekuensi tersebut dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel. 4.18.
Tabel 4.18. Sumber getaran yang berpotensi terjadinya resonansi
Sumber getaran Frekuensi (hz) Harmonik Poros Sabuk-V FTF
8 – 9 - fsabuk-V (1) fFTF(1)
16-17 - fv-belt (2) fFTF(2)
24-25 fH (1) fv-belt (3) fFTF(3)
Pengaruh tarikan sabuk-V pada getaran bantalan model centrifugal fan
2SWSI akan dievaluasi hubungannya dengan uji korelasi antara variabel bebas
getaran overall yang diakibatkan tarikan sabuk-V terhadap variabel terikat getaran
bantalan. Data getaran overall (xi) dapat dilihat pada Tabel 4.7 sedangkan data
getaran bantalan (yi) merupakan resultan dari seluruh amplitudo getaran bantalan.
1. Koefisien korelasi (r)
−
−
−
=
∑ ∑∑∑
∑∑∑
= ===
===
n
i
n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
n
ii
yynxxn
yxyxnr
1
2
1
22
11
2
111
Universitas Sumatera Utara
138
Koefisien korelasi r untuk bantalan A dan bantalan B, dapat dihitung sebagai
berikut:
a. Bantalan A :
i. xi = orbit kecepatan getaran keseluruhan (mm/det-RMS)
ii. yi = orbit kecepatan getaran bantalan A (mm/det-RMS)
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18, maka diperoleh:
n = 25 ;
∑=
n
iix
1
= 194,82 ; ∑=
n
iiy
1
= 68,08 ;
i
n
ii yx∑
=1
= 546,58 ;
∑=
n
iix
1
2 = 1.542,98 ; ∑=
n
iiy
1
2 = 202,59
sehingga,
( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 08,6859,2022582,19498,542.125
08,6882,19458,54625
−×−×
−×=r
= 0,777 → nilai r mendekati (+) 1, maka hubungan xi dan yi : linier
b. Bantalan B :
i. xi = orbit kecepatan getaran keseluruhan (mm/det-RMS)
ii. yi = orbit kecepatan getaran bantalan B (mm/det-RMS)
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran.19, maka diperoleh:
Universitas Sumatera Utara
139
n = 25 ;
∑=
n
iix
1 = 194,82 ; ∑
=
n
iiy
1 = 42,82 ;
i
n
ii yx∑
=1
= 358,95 ;
∑=
n
iix
1
2 = 1542,98 ; ∑=
n
iiy
1
2 = 96,71
sehingga,
( ) ( )( )( )( ) ( )[ ]( ) ( )[ ]22 82,4271,962582,19498,154225
82,4282,19495,35825
−×−×
−×=r
= 0,7883 → nilai r mendekati (+)1, maka hubungan xi dan yi : linier
Berdasarkan uji korelasi terhadap kedua getaran bantalan A dan B
diketahui bahwa getaran pada bantalan dipengaruhi oleh getaran keseluruhan
dengan korelasi yang bersifat linier.
2. Koefisien determinasi sampel (R)
Untuk menentukan koefisien determinasi sampel (R), maka nilai xi dan yi
pada Lampiran 19 dan 20 diplot dengan scatter diagram. Berdasarkan bentuk
scatter diagram diestimasi jenis trendline adalah polinomial ordo 4. Untuk
menampilkan persamaan kurva non linear dan kofisien determinasi, maka
pada subtab Option (Format Trendline) beri tanda pada ”Display equation on
chart”, hasil pengerjaan dapat dilihat pada Gambar 4.22. dan 4.23.
Universitas Sumatera Utara
140
a. Koefisien determinasi sampel (R) bantalan A:
=== 22 7777,0AA rR 0,6048
b. Koefisien determinasi sampel (R) bantalan A:
=== 22 7883,0BB rR 0,6213
Gambar 4.22. Grafik korelasi orbit kecepatan getaran bantalan A terhadap orbit kecepatan keseluruhan
Gambar 4.23. Grafik korelasi orbit kecepatan getaran bantalan B terhadap resultan kecepatan keseluruhan
Universitas Sumatera Utara
141
4.2.3. Analisa Orbit Trajectories
4.2.3.1. Persamaan karakteristik getaran
Nilai kecepatan getaran keseluruhan yang diperoleh berdasarkan pengukuran
adalah amplitudo getaran dalam rms, nilai sebenarnya untuk tiap arah pengukuran
pada Tes-I dan persamaan karakteristiknya dapat dilihat pada perhitungan berikut ini:
1. Nilai rata-rata pengukuran arah vertikal ( )Az& : 2,61 mm/s – RMS, maka
persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah:
( )zAA tZz φωω += cos& → ( )zA tZ φωω += cos707,061.2 (mm/s)
( )zA tZ φωω += cos6970,3 (mm/s)
Kondisi maks tercapai pada saat, ( ) 1cos =+ zt φω ,
dimana, 98,2422 ×== ππω f
= 156,95 rad/sec
Maka: AZω=6970,3
AZ×= 95,1566970,3
95,1566970,3
=AZ = 0,0236 mm
Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh:
a. Perpindahan rata-rata:
( )zAA tZz φω += sin = ( )zt φ+95,156sin0236,0 (mm)
Universitas Sumatera Utara
142
b. Kecepatan rata-rata:
( )zAA tZz φωω += cos& = ( )zt φ+95,156cos6970,3 (mm/s)
c. Percepatan:
( )zAA tZz φωω +−= sin2&& = ( )zt φ+− 95,156sin26,580 (mm/s2)
Persamaan umum getaran paksa arah vertikal akibat sabuk-V berdasarkan
persamaan (2.2):
( ) tRkzzczm A ωα cossin=++ &&&
mA(-580,26 sin(156,95t+φz))+ c(3,697 cos(156,95t+φz))+...
...k(0,236 sin(156,95t+φz)) = 0,361R1A cos ωt.........(4.1)
Dan perpindahan getaran arah vertikal pada tes-I:
( )ztz φ+= 95,156sin0236,0
2. Nilai rata-rata pengukuran arah horizontal ( )Ax& : 6,76 mm/s – RMS, maka
persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah:
( )xAA tXx φωω += cos& → ( )zA tX φωω += cos707,076,6 (mm/s)
( )zA tX φωω += cos5587.9 (mm/s)
Kondisi maks tercapai pada saat, ( ) 1cos =+ zt φω ,
dimana, 98,2422 ×== ππω f
= 156,95 rad/sec
Maka: AXω=5587,9
Universitas Sumatera Utara
143
AX×= 95,1565587,9
95,1565587,9
=AX = 0,0609 mm
Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh:
a. Perpindahan rata-rata:
( )xAA tXx φω += sin = ( )xt φ+95,156sin0609,0 (mm)
b. Kecepatan rata-rata:
( )xAA tXx φωω += cos& = ( )xt φ+95,156cos5587,9 (mm/s)
c. Percepatan:
( )xAA tXx φωω +−= sin2&& = ( )xt φ+− 95,156sin28,1500 (mm/s2)
Persamaan umum getaran paksa arah horizontal akibat Sabuk-V berdasarkan
persamaan (2.2):
tRkxxcxm A ωα sin)cos(=++ &&&
mA(-38,0024 sin(156,95t+φx))+ c(9,5587cos(156,95t+φx))+...
...k(0,0609 sin(156,95t+φx)) = 0,933 R1A sin(156,95t+φx) ...(4.2)
Dan perpindahan getaran arah horizontal pada tes-I:
( )xtx φ+= 95,156sin0609,0
3. Nilai rata-rata pengukuran arah aksial ( )Ay& : 2,52 mm/s – RMS, maka
persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah:
( )yAA tYy φωω += cos& → ( )yA tY φωω += cos707,052,2 (mm/s)
Universitas Sumatera Utara
144
( )yA tY φωω += cos5615,3 (mm/s)
Kondisi maks tercapai pada saat, ( ) 1cos =+ zt φω ,
dimana, 98,2422 ×== ππω f
= 156,95 rad/sec
Maka: AYω=5615,3
AY×= 95,1565615,3
95,1565615,3
=AY = 0,0227 mm
Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh:
a. Perpindahan rata-rata:
( )yAA tYy φω += sin = ( )yt φ+95,156sin0227,0 (mm)
b. Kecepatan rata-rata:
( )yAA tYy φωω += cos& = ( )yt φ+95,156cos5615,3 (mm/s)
c. Percepatan:
( )yAA tYy φωω +−= sin2&& = ( )yt φ+− 95,156sin00,559 (mm/s2)
Persamaan umum getaran paksa arah aksial akibat sabuk-V berdasarkan
persamaan (2.2):
tRkyycym A ωβ sin)sin(=++ &&&
mA(-14,1595 sin(156,95t+φy))+ c(3,5615cos(156,95t+φy))+...
...k(0,0227 cos(156,95t+φy)) = -0,328 RA sin(156,95t+φx) (4.3)
Universitas Sumatera Utara
145
Dan perpindahan getaran arah aksial pada tes-I:
( )yty φ+= 95,156sin0227,0
Dengan asumsi bahwa bantalan adalah isotropic maka, persamaan umum getaran
dapat dibentuk kedalam matrix :
=
×
−−
yzx
mRmkmc
yyzzxx
AA
A
A
&&
&&
&&
&
&
&
1sinsincos
βαα
maka dapat dihitung nilai c/m, k/m dan R/m untuk bantalan A dan B yang
penyelesaiannya dapat dilihat pada Lampiran 21. Hasil penyelesaian matrix
menghasilkan nilai eigen value antara lain: mc /2−=α serta mkn /=ω sesuai
Tabel 4.19. Dengan mengetahui nilai eigen value tersebut maka mode gerak getaran
pada kedua bantalan dapat dievaluasi. Untuk mengevaluasi mode gerak ini maka
dibandingkan hasil perhitungan α dan ωn dengan kategori nilai eigen value pada
Tabel 4.20.
Tabel 4.19 Rekapitulasi nilai c/m, k/m dan R/m serta parameter eigen value
Universitas Sumatera Utara
146
Tabel 4.20 . Kategori eigen value dan tipe sinyal getaran
(sumber : Rotating Machinery Handbook:From Analysis to Troubleshooting)
Berdasarkan Tabel 4.19 maka dapat diketahui mode gerak dari getaran yaitu:
1. Pada Tes-I, mode gerak getaran bantalan adalah:
a. Bantalan A: underdamped, sinusoidal dan exponential decay
b. Bantalan B: zero damped, steady-state sinusoidal motion
2. Pada Tes-II, mode gerak getaran bantalan adalah:
a. Bantalan A: negatively damped, sinusoidal, exponential growth
b. Bantalan B: zero damped, steady-state sinusoidal motion
3. Pada Tes-III s/d V, mode gerak getaran pada kedua bantalan adalah sama
yaitu zero damped, steady-state sinusoidal motion
Fungsi karakteristik perpindahan getaran pada bantalan A dan B pada setiap
kondisi tarikan sabuk-V yang berubah untuk tiap arah, dan hasilnya dapat dilihat pada
Lampiran 22 dan 23. Grafik fungsi karakteristik perpindahan getaran tersebut dapat
ditampilkan, untuk bantalan A dan B pada Gambar 4.24.
Universitas Sumatera Utara
147
\
(a) Arah Vertikal
(b) Arah Horizontal
(c) Arah Aksial
Gambar 4.24. Grafik fungsi perpindahan getaran bantalan A dan B
Universitas Sumatera Utara
148
4.2.3.2. Evaluasi rotor orbit trajectories.
Dalam analisis getaran, redaman biasanya diperhatikan sehubungan dengan
respon sistem. Dalam getaran paksa keadaan tunak, hilangnya energi diimbangi oleh
energi yang diberikan oleh sumber eksitasi. Energi yang hilang persiklus wa yang
disebabkan gaya redaman Fd dihitung dari persamaan umum:
dxFW dd ∫= (4.1)
dengan, xcFd &= (4.2)
Secara umum, Wd akan tergantung pada banyak faktor, seperti temperature,
frekuensi atau amplitudo. Oleh karena bantalan menggunakan pelumas, maka sistem
pegas-massa mengalami disipasi energi dengan redaman viskos. Dengan simpangan
dan kecepatan pada keadaan tunak, energi yang didisipasi per siklus adalah:
∫∫ == dtxcdxxcWd2&&
( ) 22
0
222 cos XcdttXc ∫ =−=ωπ
ωπφωω (4.3)
Berdasarkan fungsi karakteristik perpindahan pada lampiran 22 dan 23, maka
dengan bantuan softwate Matlab 6.1 maka energi yang didisipasi dapat digambarkan
melalui orbit perpindahan partikel yang bergetar. Perpindahan getaran pada tes-I arah
radial untuk bantalan A, mengikuti persamaan karakteristik perpindahan getaran :
( )xtx φ+= 95,156sin0609,0
( )yty φ+= 95,156sin0227,0
Universitas Sumatera Utara
149
( )ztz φ+= 95,156sin0236,0
Untuk : oxz 90=−φφ , maka koordinat orbit perpindahan partikel secara radial
dapat dituliskan:
(x,z) = 0,0609sin(156,95t) , 0,0236cos(156,95t)
Dengan menuliskan persamaan tersebut dalam perintah Matlab Lampiran 24,
yaitu:
>> ezplot('0.0609*sin(156.95*t)','0.0236*cos(156.95*t)',[0,1]),
maka akan diperoleh hasil plot orbit secara radial pada Gambar 4.25 (a).
Perubahan orbit perpindahan getaran pada bantalan dapat ditentukan dengan
cara yang sama dan digambarkan untuk tiap kondisi tarikan pada Gambar. 4.25.
Untuk mengevaluasi tingkat keadaan getaran yang terjadi maka orbit perpindahan
getaran bantalan A dan B dihitung luas permukaan orbit elipsnya sesuai Tabel 4.21.
Tabel 4.21. Luas elips radial perpindahan getaran bantalan A dan B
Universitas Sumatera Utara
150
Tes-I C-Cc = 10 mm
Fdy = 156,726 kg
Tes-II C-Cc = 5 mm
Fdy = 94,514 kg
Tes-III C-Cc = 0 mm
Fdy = 41,190 kg
Tes-IV C-Cc = -5 mm
Fdy = 14,534 kg
Tes-V C-Cc = -10 mm Fdy = 1,217 kg
Bantalan A
(a) (b)
(c)
(e)
(d)
(g)
(f)
(h)
(i) (j)
Gambar 4.25. Orbit radial getaran
Bantalan B
Universitas Sumatera Utara
151
Berdasarkan Tabel 4.21 dapat diketahui bahwa perubahan tarikan sabuk-V
akan mengakibatkan getaran bantalan A akan mengalami kenaikan dari tes-III ke tes-
IV, sedangkan pada bantalan B kenaikan terjadi dari tes-III ke tes-II dan tes-III ke tes-
IV. Untuk kedua kondisi bantalan, maka dengan menjumlahkan kedua luas elips
bantalan A dan bantalan B dapat dilihat bahwa perubahan tarikan sabuk-V
mengakibatkan perubahan pada getaran bantalan dengan sifat non linier.
Selanjutnya orbit perpindahan partikel dalam dimensi ruang dapat dituliskan
dalam koordinat:
(x,y,z) = 0,0609sin(156,95t) , 0,0227sin(156,95t), 0,0236cos(156,95t)
Dengan menuliskan persamaan tersebut dalam perintah Matlab,
yaitu:>>ezplot3('0.0609*sin(156.95*t)','0.0227*sin(156.95*t)','0.0236*cos(156.95*t)
',[0,1]), maka akan diperoleh hasil plot orbit secara radial pada Gambar 4.26 (a).
Seluruh orbit perpindahan partikel dapat dilihat pada Gambar. 4.26.
Untuk mengevaluasi tingkat keadaan getaran bantalan A dan B dalam dimensi
ruang maka ditentukan luas permukaan orbit elips yang dibentuk sesuai Tabel 4.22.
Tabel 4.22. Luas elips orbit perpindahan getaran bantalan A dan B.
Universitas Sumatera Utara
152
Tes-I C-Cc = 10 mm
Fdy = 156,726 kg
Tes-II C-Cc = 5 mm
Fdy = 94,514 kg
Tes-III C-Cc = 0 mm
Fdy = 41,190 kg
Tes-IV C-Cc = -5 mm
Fdy = 14,534 kg
Tes-V C-Cc = -10 mm Fdy = 1,217 kg
Bantalan A
Gambar 4.26. Orbit superposisi getaran
Bantalan B
(a)
(c)
(b)
(d)
(e) (f)
(g) (h)
(i) (j)
Universitas Sumatera Utara
153
Berdasarkan Tabel 4.22, tarikan sabuk-V yang memberikan getaran terendah
untuk kedua bantalan A dan B adalah tarikan sabuk-V pada set up tes-III dengan gaya
dinamis pada poros (Fdy) sebesar 41,19 kg.
Bandingkan dengan Tabel 4.20, dimana luas ellips hanya memperhitungkan
arah radial, hal ini tidak cukup untuk memberikan informasi terhadap getaran yang
terjadi pada bantalan. Oleh karena itu rotor orbit trajectories dalam dimensi ruang
dapat memberikan manfaat sebagai salah satu alat untuk menganalisa getaran serta
memberikan gambaran visual mengenai pola getaran yang terjadi dalam sumbu
aksial.
Universitas Sumatera Utara
154
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu memantau tingkat keadaan getaran
bantalan backward inclined centrifugal fan tipe 2 SWSI akibat perubahan tarikan
sabuk-V dengan menggunakan teknik analisa getaran sebagai pendekatan teknik
pemeliharaan di pabrik kelapa sawit yang bersifat prediktif menggantikan tindakan
pemeliharaan yang bersifat breakdown dan preventif, maka berdasarkan pembahasan
dan hasil dapat dibuktikan, bahwa:
1. Perubahan tarikan sabuk-V A-37 yang dilakukan dengan melakukan variasi
jarak antar poros 0 mm, 5 mm, dan 10 mm terhadap jarak desain,
menyebabkan beban dinamis pada poros (Fdy) meningkat secara eksponensial
hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5. sehingga dibutuhkan pengukuran tarikan
sabuk V dan arus listrik dalam kegiatan pemeliharaan.
2. Perubahan gaya dinamis yang meningkat secara eksponensial mengakibatkan
gaya reaksi pada kedua bantalan tempat poros menumpu yang meningkat pula
secara eksponensial dengan arah gaya reaksi yang berbanding terbalik, sesuai
Tabel 4.8.
3. Karakteristik getaran centrifugal fan 2SWSI yaitu frekuensi sistem dapat
diidentifikasi dengan mengukur kecepatan putaran poros dengan
menggunakan X-Viber Analyzer dan frekuensi ini berbeda pada tiap tarikan
Universitas Sumatera Utara
155
sabuk-V, sesuai Tabel 4.11, yang dapat menjadi salah satu parameter yang
diukur sebagai tindakan pemeliharaan pada saat mesin beroperasi.
4. Karakteristik getaran keseluruhan (overall vibration) pada bantalan model
skala backward inclined centrifugal fan 2SWSI akibat perubahan tarikan
sabuk-V diperoleh dengan menggunakan alat X-Viber Analyzer sesuai Tabel
4.9. yang memiliki korelasi yang non linier dengan regresi polinomial dan
dapat digunakan sebagai alat yang membantu dalam memantau keadaan
mesin.
5. Tingkat keparahan getaran centrifugal fan 2SWSI dapat ditentukan dengan
menggunakan dua cara yaitu pembandingan terhadap baseline dan standar.
Berdasarkan pembandingan terhadap baseline, maka kondisi getaran bantalan
A dan B berada diatas base line pada saat gaya dinamis (Fdy) sebesar 14.534
kg atau sabuk-V mengalami kelonggaran, sesuai Tabel 4.10.
Pembandingan terhadap standar ISO, diketahui bahwa hasil pengukuran
getaran bantalan A dan B secara umum berada di atas batas alarm yaitu 2,25
mm/s RMS. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan prediktif maintenance
perlu dilakukan untuk menjaga getaran mesin tetap dalam keadaan terendah
untuk meningkatkan umur bantalan.
6. Hasil identifikasi melalui analisa spektrum frekuensi terhadap cacat pada
elemen bantalan yaitu: cincin luar, cincin dalam, bola dan rumah bantalan
dapat diketahui bahwa potensi kerusakan terbesar akan terjadi pada rumah
Universitas Sumatera Utara
156
bantalan sesuai Gambar 4.21., sehingga metode ini dapat digunakan untuk
menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilaksanakan
7. Berdasarkan orbit perpindahan getaran pada bantalan maka getaran terendah
dapat diidentifikasi dengan baik dengan melakukan superposisi ketiga arah
pengukuran yang pada penelitian ini tarikan sabuk-V yang menghasilkan
getaran terendah untuk kedua bantalan adalah pada tes-III, yaitu tarikan
sabuk-V dengan beban dinamis (Fdy) sebesar 41,19 kg, sesuai Tabel 4.20 dan
4.21. Sehingga dalam pelaksanaan teknik analisa getaran dalam kegiatan
pemeliharaan, maka pengukuran getaran perlu dilakukan tidak hanya arah
radial, namun juga arah aksial.
5.2. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut terhadap penelitian ini maka berikut ini
disampaikan beberapa saran, sebagai berikut:
1. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka diperlukan pembangunan
suatu knowledge maintenace management untuk dapat memberikan data dan
pengetahuan tentang kehandalan mesin dengan secara terstruktur dan mudah
dibaca dan dimengerti bagi pengambilan keputusan terutama dalam hal
perbaikan terhadap geometri poros dan beban, properti dari bahan yang
digunakan serta dimensi dari elemen mesin.
2. Transmisi yang digunakan dalam penelitian adalah jenis sabuk-V A-37, yang
berpotensi memberikan gaya aksial pada poros, untuk mengurangi pengaruh
Universitas Sumatera Utara
157
gaya aksial ini maka penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan
menggunakan flat belt.
3. Berdasarkan analisa trend getaran pada gambar 4.12, secara umum getaran
yang terjadi pada bantalan berada diatas batas alarms, hal ini menunjukkan
bahwa getaran dari mesin yang digerakkan dengan transmisi sabuk-V
memiliki tingkat keparahan yang cukup tinggi. Untuk meneliti lebih lanjut
maka perlu dilakukan penelitian apabila menggunakan kopling langsung.
4. Pada Tabel 4.18 diketahui bahwa terdapat frekuensi bantalan, frekuensi
sabuk-V dan frekuensi poros yang mengalami resonansi, oleh karena itu pada
pemilihan komponen perlu memperhitungkan kemungkinan terjadinya
resonansi dengan komponen lain.
Universitas Sumatera Utara