chapter iii vi

27
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual Kerangka penelitian yang dilakukan pada penelitian ini mengambarkan hubungan peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Peran orang tua dalam penelitian ini menjadi variabel bebas sedangkan kekambuhan ISPA menjadi variabel terikat. Secara skematis kerangka penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Skema 1.1 Kerangka Konsep pengaruh peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada Balita Mengetahui penyakit ISPA Mengatur pola makan Menciptakan kenyamanan lingkungan rumah Menghindar faktor pencetus Kekambuhan ISPA pada balita 1. Tidak kambuh 2. Kambuh Universitas Sumatera Utara

Upload: betshaidayunishapurba

Post on 21-Jan-2016

291 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter III VI

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka penelitian yang dilakukan pada penelitian ini mengambarkan

hubungan peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) dengan kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita

di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Peran orang tua dalam penelitian

ini menjadi variabel bebas sedangkan kekambuhan ISPA menjadi variabel terikat.

Secara skematis kerangka penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 1.1 Kerangka Konsep pengaruh peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada Balita • Mengetahui penyakit ISPA • Mengatur pola makan • Menciptakan kenyamanan

lingkungan rumah • Menghindar faktor pencetus

Kekambuhan ISPA pada balita

1. Tidak kambuh 2. Kambuh

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter III VI

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 1.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Skala Hasil

Ukur

1. Variabel Independen Peran orang tua

Segala usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk menghindari kekambuhan ISPA pada balita yang terdiri dari mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan, menciptakan lingkungan yang nyaman serta menghindari faktor pencetus. • Mengetahui

penyakit ISPA

Peran orang tua dalam mengenal penyakit ISPA yang meliputi tanda, gejala, penyebab dan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya ISPA • Mengatur

pola makan Peran orang tua dalam mengatur jenis makan,

Kuesioner 27 pertanyaan Kuesioner 6 pertanyaan dengan pilihan ganda dengan kriteria nilai 4 untuk jawaban a, nilai 3 untuk jawaban b, nilai 2 untuk jawaban c dan nilai 1 untuk jawaban d Kuesioner 9 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang

Ordinal Ordinal Ordinal

81-108 = Baik 54-80 = Cukup 27-53 = Kurang 18-24 = Baik 12-17 = Cukup 6-11 = Kurang 27-36 = Baik 18-26 = Cukup 9-14

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter III VI

Variabel Dependen Kekambuhan ISPA

jumlah makanan, serta frekuensi makan anak sehingga anak mempunyai gizi yang seimbang. • Menciptakan

kenyamanan lingkungan rumah

Peran orang tua dalam mengatur situasi rumah agar tidak mengganggu kesehatan penghuninya diantaranya ventiklasi dan kepadatan hunian. • Menghindari

faktor pencetus

Peran orang tua dalam menghindari faktor yang mempermudah ballita terkena ISPA diantaranya debu dan asap baik didalam rumah maupun diluar rumah Balita yang mengalami tanda-tanda klinis penyakit ISPA

3.Sering 4.Selalu Kuesioner 3 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang 3.Sering 4.Selalu Kuesioner 9 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang 3. Sering 4.Selalu Kuisioner 1.Tidak kambuh 2.kambuh

Ordinal Ordinal Nominal

= Kurang 9-12 = Baik 6-8 = Cukup 3-5 = Kurang 27-36 = Baik 18-26 = Cukup 9-17 = Kurang 1.Tidak

kambuh 2.Kambuh

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter III VI

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah deskriptif korelasi yang bertujuan

untuk mengidentifikasi hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA

dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Martubung

Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Setiadi,

2007). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak yang

menderita ISPA pada bulan Maret-Mei 2009 dan pernah berobat ke puskesmas

dengan masalah ISPA dan di dapat jumlahnya 116 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Dempsey,

2002). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Total Sampling. Namun dalam pengumpulan data, tidak semua orang tua balita

bersedia menjadi responden. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini hanya

berjumlah 107 orang. Dalam penelitian ini responden harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter III VI

a. Orang tua yang mempunyai anak balita yang pernah menderita ISPA dan

berobat ke puskesmas Martubung pada bulan Maret-Mei 2009

b. Bersedia menjadi responden

c. Dapat membaca dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.

4.3 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Martubung

Medan dengan alasan bahwa wilayah kerja puskesmas Martubung berada di

wilayah kawasan pabrik dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya

terkait dengan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2009.

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan etik. Setelah mendapatkan

surat izin untuk melaksanakan penelitian dari dinas kesehatan kota Medan,

peneliti meminta izin kepada kepala puskesmas Martubung Medan. Setelah

mendapatkan data dan alamat-alamat pasien yang pernah menderita ISPA, peneliti

kemudian mendatangi rumah calon responden. Peneliti kemudian memberi

penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur

palaksanaan penelitian. Responden yang bersedia dipersilahkan menandatangani

informed consent. Responden juga diberi penjelasan bahwa penelitian ini tidak

menimbulkan resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data

responden dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen dan

yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter III VI

4.5 Instrumen penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri

dari 2 bagian yaitu data demografi klien dan kuisioner peran orang tua. Pada

bagian pertama terdiri dari data demografi klien yang meliputi umur, pendidikan,

suku, status perkawianan, pekerjaan, riwayat anak penderita ISPA dan umur anak

saat menderita ISPA. Bagian kedua berupa kuisioner peran orang tua terhadap

upaya pencegahan kekambuhan ISPA yang berisi 27 pertanyaan, yang bertujuan

untuk mengukur sejauh mana peran orang tua terhadap upaya pencegahan ISPA

yang berulang kepada anak balita. Untuk melihat peran orang tua dalam hal

mengetahui penyakit ISPA peneliti memberi kuisioner yang terdiri dari 6

pertanyaan dengan pilihan ganda. Setiap jawaban diberi nilai. Jawaban a diberi

nilai 4, jawaban b diberi nilai 3, jawaban c diberi nilai 2 dan jawaban d diberi nilai

1. untuk melihat peran oaran tua dalam hal mengatur pola makan, menciptakan

kenyamanan lingkungan dan menghindari faktor pencetus, peneliti memberikan

kuisioner dengan pilihan jawaban yang diberikan menggunakan skala likert yaitu

tidak pernah nilai 1, kadang-kadang nilai 2, sering nilai 3 dan selalu nilai 4.

Untuk melihat peran orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja puskesmas Martubung dilakukan pengolahan data dengan statistik

deskriptif yang terdiri dari frekuensi dan persentase.

Untuk menghitung panjang kelas dalam penelitian ini, maka digunakan

rumas Sudjana (2005) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter III VI

Rentang 108-27 81 P = = = = 27

Banyak kelas 3 3

Rentang kelas adalah nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Rentang

kelas yang diperoleh adalah 81 dan banyak kelas dalam penelitian ini adalah 3

kelas yaitu baik, cukup dan kurang. Sehingga diperoleh nilai P = 27. Dari

perhitungan ini maka peran orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita

dikategorikan baik apabila skor 81-108 diberi kode 3, dikategorikan cukup apabila

skor 54-80 diberi kode 2, dikategorikan kurang apabila skor 27-53 diberi kode 1.

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas

4.6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan kemampuan instrumen

pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan

data yang relevan dengan apa yang sedang diukur (Dempsey, 2002). Untuk

menguji validitas pengukuran pada penelitian ini digunakan validitas isi yaitu

validitas berdasarkan tinjauan pustaka. Selanjutnya dikonsultasikan kepada yang

berkompeten dibidang tersebut (Setiadi, 2007).

Uji validitas dilakukan oleh Bagian Keperawatan Anak Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Nur Asnah S.Kep, Ns, M.Kep.

Oleh beliau, peneliti diarahkan untuk memperbaiki instrumen penelitian sesuai

dengan tinjauan pustaka agar dicapai nilai valid dari instrumen penelitian. Hasil

uji validitas instrumen penelitian adalah 0,78.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter III VI

4.6.2 Uji Reliabilitas

Kuisioner peran orang tua terhadap upaya pencegahan kekambuhan ISPA

dibuat oleh peneliti sendiri, oleh karena itu penting dilakukan uji reliabilitas. Uji

Reliabilitas instrument adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui

konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini digunakan reliabilitas

konsistensi internal karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya pemberian

instrument hanya satu kali dengan bentuk instrument kepada satu subjek studi

(Dempsey & Dempsey, 2002).

Uji reliabilitas pada instrument hubungan peran orang tua terhadap

kekambuhan ISPA dilakukan pengumpulan data terhadap 15 orang responden

yaitu kepada orang tua yang membawa balita kepuskesmas Martubung Medan

pada bulan Juni dengan keluhan ISPA yang memenuhi kriteria sampel. Uji

reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dalam

system komputerisasi, sehingga diperoleh hasil 0,83. Menurut Polit & Hungler

(1999) menyatakan bahwa suatu instrument dikatakan reliable jika memiliki nilai

reliabilitas > 0,7. Oleh karena itu, instrumen dalam penelitian ini dikatakan

reliabel.

4.7 Pengumpulan Data

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan

penelitian melalui bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan Dinas

Kesehatan Kota Medan. Setelah mendapatkan surat izin peneliti menyampaikan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter III VI

surat izin penelitian ke Puskesmas Martubung Medan. Setelah itu peneliti

langsung mengumpulkan data kerumah masing-masing responden sesuai dengan

alamat-alamat yang diperoleh peneliti dari puskesmas Martubung Medan.

penelitian dilakukan pada pagi hari sampai dengan sore hari selama 3 minggu.

Setelah mendapatkan calon responden, peneliti menjelaskan tujuan, manfaat

penelitian serta proses pengisian kuisioner. Kemudian calon responden yang

bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden

dalam penelitian ini. Responden yang menolak tidak dipaksa untuk mengisi

kuisioner. Responden yang menolak karena ada kecurigaan kepada peneliti dan

alasan orang tua sibuk bekerja. Responden yang bersedia diminta untuk mengisi

kuisioner yang diberikan peneliti selama ± 15 menit. Responden diberi

kesempatan bertanya selama pengisian kuisioner tentang hal yang tidak

dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Setelah

responden mengisi seluruh kuisioner penelitian, peneliti terlebih dahulu

memeriksa kelengkapan jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuisioner

kemudian seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka penelitian melakukan analisi data

melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data

responden dan memastikan bahwa semua jawaban terisi. Setelah itu

menklarifikasi data dengan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan dan

dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tehnik komputerisasi SPSS.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter III VI

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Statistik Univariat

Statisitik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu

variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian (Polit & Hungler,

1999). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat

digunakan untuk menganalisa variabel independen yaitu data demografi dan peran

orang tua dan variabel dependen yaitu kekambuhan ISPA pada balita di wilayah

kerja puskesmas Martubung Medan. Analisa variabel peran orang tua dan

kejadian ISPA dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan ditampilkan

dalam distribusi frekuensi.

2. Statistik Bivariat

Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan

antara variabel. Untuk melihat hubungan antara variabel independen (peran orang

tua ) dan variabel dependen (kekambuhan ISPA), akan digunakan uji Chi Square

dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Maka hasil diinterpretasikan dengan

membandingkan nilai p dengan nilai α. Bila p < α maka keputusannya Ha gagal

ditolak. Bila p > α maka keputusannya Ha ditolak.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter III VI

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian

mengenai hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan

kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan.

Penelitian ini dimulai pada tanggal 19 Oktober – 14 November 2009 di daerah

Martubung Medan dengan jumlah responden 107 orang.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dibagi atas tiga bagian, yaitu data demografi

responden, kekambuhan ISPA pada balita serta peran orang tua dalam pencegahan

ISPA yang seterusnya dianalisa ada atau tidaknya hubungan peran orang tua

dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita.

5.1.1 Distribusi Karakteristik Responden

Berdasarkan usia sebagian besar responden berada dalam kelompok usia

21-30 tahun sebanyak 55 orang (51,40%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 60

orang (56,07%), pekerjaan IRT sebanyak 70 orang (65,42%) dan penghasilan rata-

rata dibawah 900.000 sebanyak 37 orang (34,57%).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter III VI

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n= 107)

No Karakteristik Frekuensi Persentase

1 Umur 21-30 tahun 31-40 tahun

41-50 tahun

55 43 9

51,40 40,18 8,41

2 Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi

2

12 28 60 15

1,86

11,21 26,16 56,07 4,67

3 Pekerjaan IRT Wiraswasta Pegawai Swasta PNS TNI

70 21 7 8 1

65,42 19,62 6,54 7,47 0,93

4 Penghasilan < Rp900.000 Rp 900.000-Rp 1.300.000 Rp1.300.000-Rp1.800.000 > Rp 1.800.000

37 31 16 23

34,57 28,97 14,95 21,49

5.1.2 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA dibagi dalam 4 bagian yaitu

mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan, menjaga kenyamanan

lingkungan serta menghindari faktor pencetus.

Berdasarkan hasil analisa data sebanyak 15 responden (14%) memiliki

pengetahuan yang kurang mengenai ISPA, sebanyak 53 responden (49,5 %)

memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ISPA, sebanyak 39 responden

(36,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai ISPA.

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang

tua dalam hal mengatur pola makan balita maka diperoleh hasil sebanyak 1

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter III VI

responden (0,9%) memiliki peran yang kurang dalam mengatur pola makan anak,

sebanyak 44 responden (41,1%) rsponden memiliki peran yang cukup dalam

mengatur pola makan serta sebanyak 62 responden (57,9) memiliki peran yang

baik dalam mengatur pola makan balita

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang

tua dalam hal menjaga kenyamanan lingkungan maka diperoleh hasil sebanyak

10 responden (9,34%) memiliki peran yang kurang dalam menjaga kenyamanan

lingkungan, sebanyak 44 responden (41,12%) memiliki peran yang cukup dalam

menjaga kenyamanan lingkungan dan sebanyak 53 responden (49,52%) memiliki

peran yang baik dalam menjaga kenyamanan lingkungan.

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang

tua dalam hal menghindari faktor pencetus maka diperoleh hasil sebanyak 2

responden (1,86%) memiliki peran yang kurang dalam menghindari faktor

pencetus, sebanyak 57 responden (53,27%) memiliki peran yang cukup dalam

menghindari faktor pencetus dan sebanyak 48 responden (44,85%) memiliki peran

yang baik dalam menghindari faktor pencetus.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di wilayah kerja

puskesmas Martubung Medan maka frekuensi dan persentase peran orang tua

dalam pencegahan ISPA secara keseluruhan:

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentasi peran orang tua dalam pencegahan ISPA (n=107)

No Peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA

Frekuensi Persentase

1 Kurang 0 0 2 Cukup 71 66,35% 3 Baik 36 33,64%

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter III VI

Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengukur peran orang tua

dalam pencegahan ISPA, maka peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada

balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan mayoritas dikategorikan

cukup (66,35%).

5.1.3 Riwayat Kekambuhan ISPA

Tabel 5.3 memperlihatkan riwayat mengalami kekambuhan ISPA pada

balita di wilayah kerja puskesmas. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa

balita yang mengalami kekambuhan ISPA sebanyak 85 orang (79,4%) sedangkan

balita yang tidak mengalami kekambuhan ISPA sebanyak 22 orang (20.6%).

Balita yang menderita ISPA 3 kali dalam setahun terdapat 15 balita (15,88%),

balita yang menderita ISPA 4 kali dalam setahun terdapat 26 balita (24,29%),

balita yang menderita ISPA 5 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%), balita

yang menderita ISPA 6 kali dalam setahun terdapat 16 balita (14,95%), balita

yang mengalami ISPA 12 kali dalam setahun terdapat 13 balita (12,14%) dan

balita yang menderita ISPA 24 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%).

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase balita yang mengalami kekambuhan ISPA di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan (n=107)

No Pengalaman kekambuhan Frekuensi Persentase 1 2

Kambuh Tidak Kambuh

85 22

79,4 20,6

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter III VI

5.1.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan

kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas

Martubung Medan.

Analisa hubungan peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA

dengan kekambuhan ISPA pada balita diukur dengan menggunakan uji Chi

Square. Hasil penelitian didapat p=0,038 yang berarti bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA

dengan kekambuhan ISPA pada balita.

Tabel 5.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas Martubung Medan.

Peran Kekambuhan Total OR (95%CI)

P Value Kambuh Tidak kambuh

n % n % n % Cukup Baik

61 24

71,8 28,2

10 12

45,5 54,5

71 36

66,4 33,6

3,050 1,1-7,9

0,038

Jumlah 75 100 22 100 107 100

Hasil analisis hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan

kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan

diperoleh nilai p= 0,038 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi

kekambuhan ISPA pada balita antara orang tua yang berperan baik dengan orang

tua yang berperan cukup (ada hubungan yang sifnifikan antara peran orang tua

dengan kekambuhan ISPA pada balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai

OR=3,050, artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali terkena

ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter III VI

5.2 Pembahasan

5.2.1 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 39 responden (36,4%) memiliki

pengetahuan yang baik mengenai ISPA, sebanyak 53 responden (49,5 %)

memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ISPA dan sebanyak 15 responden

(14%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai ISPA. Masih adanya orang

tua yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang informasi ISPA

kemungkinan karena responden tidak mendapatkan informasi yang lengkap dari

petugas kesehatan puskesmas serta penyuluhan tentang ISPA tidak pernah

dilakukan didaerah mereka. Disamping itu, masih ada responden yang memiliki

pendidikan yang rendah yakni responden yang tidak sekolah terdapat sebanyak 2

responden (1,86%), responden yang hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat

Sekolah Dasar terdapat 12 responden (11,21%) dan responden yang

menyelesaikan pendidikan ditingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

terdapat 28 orang (26,16%) sehingga para orang tua memiliki informasi yang

kurang mengenai ISPA.

Handayani (2008) mengatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang

ISPA sangat penting karena berhubungan erat dengan perawatan balita didalam

rumah untuk mencegah kekambuhan serta mencegah komplikasi dari ISPA. Hasil

penelitian Ayu (2006) juga menyatakan bahwa pengetahuan orang tua yang baik

sangat perlu untuk mengurangi frekuensi kejadian ISPA pada balita.

Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal mengatur pola

makan balita maka diperoleh hasil sebanyak 62 responden (57,9) memiliki peran

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter III VI

yang baik dalam mengatur pola makan balita, sebanyak 44 responden (41,1%)

memiliki peran yang cukup dalam mengatur pola makan dan sebanyak 1

responden (0,9%) memiliki peran yang kurang dalam mengatur pola makan anak.

Peran orang tua dalam hal mengatur pola makan balita bertujuan untuk

pemenuhan nutrisi balita. Balita yang pernah terserang infeksi memiliki daya

tahan tubuh yang lemah karena protein yang tersimpan didalam tubuhnya akan

berkurang disebabkan meningkatnya eksisi nitrogen melalui kencing selama

proses infeksi. Balita yang memiliki nutrisi yang baik akan memiliki status gizi

yang baik sehingga memiliki daya tahan terhadap penyakit (Solihin, 2003;

Almatsier, 2001). Thamrin (2001) dan Arsyad (2003) mengatakan bahwa status

gizi merupakan faktor resiko yang paling dominan mempengaruhi ISPA pada

balita hal ini dibukt ikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Balita

yang memiliki status gizi yang buruk sekitar 71,50% mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil penelitian, peran orang tua dalam hal menciptakan

kenyamanan lingkungan maka diperoleh hasil sebanyak 53 responden (49,52%)

memiliki peran yang baik dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah,

sebanyak 44 responden (41,12%) memiliki peran yang cukup dalam menjaga

kenyamanan lingkungan rumah dan sebanyak 10 responden (9,34%) memiliki

peran yang kurang dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah. Dalam hal

menciptakan kenyamanan lingkungan rumah masih ada responden yang tidak

pernah mengatur kepadatan kamar balita sebanyak 31 responden (28,97%), serta

masih ada orang tua yang tidak pernah membuka jendela sebanyak 9 responden

(8,41%). Dengan kondisi rumah yang padat serta tidak memiliki sirkulasi udara

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter III VI

yang lancar akan menyebabkan meningkatnya kuman patogen didalam rumah.

Sirkulasi udara yang tidak lancar serta kurangnya cahaya yang masuk kedalam

rumah akan meningkatkan kelembaban rumah sehingga menjadi media yang baik

untuk pekembangan bakteri dan patogen (Notoatmojo, 1997).

Menurut Lubis (1989) pemeliharaan lingkungan rumah yang baik di dalam

maupun di luar rumah harus tetap dijaga supaya tetap sehat, karena pemeliharaan

rumah dapat mempengaruhi kesehatan penghuninya. Segala fasilitas yang tersedia

apabila tidak terpelihara dengan baik dapat menjadi media bagi penyakit.

Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara memelihara kebersihan, mengatur

kepadatan rumah, mengatur pertukaran udara dalam rumah dan mengusahakan

sinar matahari masuk kedalam rumah di siang hari dapat menurunkan terjadinya

ISPA pada anggota keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal menghindari faktor

pencetus diperoleh hasil sebanyak 48 responden (44,85%) memiliki peran yang

baik dalam menghindari faktor pencetus, sebanyak 57 responden (53,27%)

memiliki peran yang cukup dalam menghindari faktor pencetus dan sebanyak 2

responden (1,86%) memiliki peran yang kurang dalam menghindari faktor

pencetus. Namun, jika dilihat dari setiap item pertanyaan bahwa masih ada orang

tua yang merokok didekat balita ketika berada didalam rumah 73 responden

(68,22%), masih menggunakan obat nyamuk bakar setiap kali tidur sebanyak 26

responden (24,49%), orang tua (keluarga) yang tidak menutup mulut ketika bersin

dan batuk sebanyak 54 responden(50,46%) dan orang tua (keluarga) yang

membuang dahak sembarangan sebanyak 65 responden (60,74%).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter III VI

Menurut Aditama (1997) asap dari satu batan rokok mengandung sekitar

4.000 jenis bahan kimia seperti nikotin, gas CO, NOX, Hydrogencianide, Amonia,

Acrolen, 4ethylcatecnol, artoresol, perylen, dan lain-lain. Asap yang berterbangan

juga mengandung bahan yang berbahaya, dan apabila asap itu dihisap oleh orang

yang berada disekitar perokok maka orang itu juga akan menghisap bahan kimia

berbahaya kedalam dirinya, walaupun ia sendiri tidak merokok. Terdapat seorang

perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga

menderita sakit, seperti gangguan pernafasan, memperburuk asma dan

memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk

mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya

perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernafasan. Gas berbahaya dalam

rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak

dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di

jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan diparu-

paru (Dachroni, 2002). Sedangkan efek penggunaan obat nyamuk bakar maupun

semprot yang bisa dirasakan langsung akibat obat anti nyamuk bakar maupun

semprot akan berbeda pada setiap anak. Tetapi umumnya anak akan merasa sesak

nafas, batuk-batuk, pusing, mual dan bahkan pingsan (Sastrawijaya, 2000) .

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah suatu penyakit saluran

pernafasan yang ditularkan melalui udara. Oleh karena itu, orang tua maupun

anggota keluarga yang lain sangat dianjurkan untuk menutup mulut ketika bersin

dan batuk serta diharapkan untuk tidak membuang dahak sembarangan, karena

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter III VI

kuman yang terkandung didalam dahak tersebut jika mengering akan beterbangan

diudara sehingga berbahaya jika dihirup.

Berdasarkan hasil penelitian, peran orang dalam pencegahan ISPA di

wilayah kerja puskesmas Martubung medan sebanyak 71 responden (66,35%)

berperan cukup dan 36 responden (33,64%) berperan baik. Ini menunjukkan

bahwa orang tua yang berada didalam lingkungan wilayah kerja puskesmas

Martubung Medan sudah berperan dengan hampir baik dan tidak ada orang tua

yang memiliki peran yang buruk dalam mencegah penyakit ISPA. Hal ini

dimungkinkan karena orang tua sudah menyadari pentingnya peran orang tua

dalam pencegahan penyakit infeksi pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Yamin (2007) diwilayah kerja puskesmas Najung

Mekar kabupaten Bandung yang mengatakan bahwa orang tua sudah memiliki

peran yang baik (55,17%) dalam pencegahan ISPA.

5.2.2 Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Dari hasil pengumpulan data diperoleh bahwa sebanyak 85 balita

(79,43%) mengalami kekambuhan ISPA, sedangkan 22 balita (20,56%) tidak

mengalami kekambuhan ISPA. Balita yang menderita ISPA 3 kali dalam setahun

terdapat 15 balita (15,88%), balita yang menderita ISPA 4 kali dalam setahun

terdapat 26 balita (24,29%), balita yang menderita ISPA 5 kali dalam setahun

terdapat 7 balita (6,54%), balita yang menderita ISPA 6 kali dalam setahun

terdapat 16 balita (14,95%), balita yang mengalami ISPA 12 kali dalam setahun

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter III VI

terdapat 13 balita (12,14%) dan balita yang menderita ISPA 24 kali dalam setahun

terdapat 7 balita (6,54%).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) kambuh definisikan sebagai

kondisi jatuh sakit lagi yang biasanya lebih parah dari dahulu. Dalam Raharjoe

(2008) dikatakan bahwa angka kekambuhan ISPA pada balita di negara

berkembang 2-10 kali lebih tinggi dari pada di negara maju. Indonesia sebagai

negara berkembang memiliki angka kekambuhan ISPA yang cukup tinggi. Dalam

satu tahun rata-rata anak balita di perkotaan menderita ISPA 6-8 kali sedangkan

balita yang tinggal di pedesaan dapat terkena ISPA 3-5 kali.

5.2.3 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan

kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas

Martubung Medan.

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit

infeksi yang paling sering dialami oleh balita dan masih menempati urutan

pertama dari keseluruhan penyakit infeksi yang terjadi dimasyarakat.. Angka

kejadian ISPA yang masih tinggi pada balita disebabkan oleh tingginya frekuensi

kejadian ISPA pada balita. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan

dapat terserang ISPA 3-5 kali, sedangkan di daerah perkotaan sampai 6-8 kali.

Oleh sebab itu diperlukan peran orang tua dalam pencegahan ISPA. Orang tua

yang memiliki peran yang baik diharapkan dapat mencegah kekambuhan ISPA.

Hasil analisis hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan

kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter III VI

diperoleh nilai p= 0,03 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi

kekambuhan ISPA pada balita antara orang tua yang berperan baik dengan orang

tua yang berperan cukup (ada hubungan yang sifnifikan antara peran orang tua

dengan kekambuhan ISPA pada balita).

Orang tua berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan dan mengurangi

resiko timbulnya penyakit bagi para anggota keluarga yang tujuannya adalah

melindungi keluarga dari penyakit tertentu dan mengurangi kemungkinan mereka

mendapat penyakit atau masalah kesehatan (Friedman, 1998). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa peran orang tua yang baik dalam pencegahan ISPA dapat

mencegah kekambuhan ISPA (ISPA berulang) pada balita.

Upaya pencegahan yang dilakukan oleh orang tua seperti mengetahui

penyakit ISPA, mengatur pola makan, menciptakan kenyamanan lingkungan, dan

menghindari faktor pencetus merupakan hal yang sangat mendasar untuk

mencegah kekambuhan ISPA pada balita serta relevan dengan penelitian-

penelitian yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya. Ayu (2006) mengatakan

bahwa pengetahuan ibu (p=0,01) memiliki pengaruh terhadap kejadian ISPA.

Pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh orang tua akan membantu orang tua

dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga dan

meningkatkan tingkat peran keluarga dalam pencegahan suatu penyakit

(Friedman, 1998).

Peran orang tua dalam hal pengaturan makanan juga sangat berpengaruh

terhadap kejadian ISPA pada balita. Orang tua yang mengatur pola makan dengan

baik akan mempengaruhi status gizi balita. Hasil penelitian yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter III VI

Muluki (2003) dan Kistyoko (2001) mengatakan bahwa status gizi balita

berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita (p=0,000). Status gizi yang baik

terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat

digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan

kecerdasan, produktivitas kerja dan daya tahan tubuh terhadap infeksi secara

optimal.

Peran orang tua dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan rumah

juga memiliki hubungan dengan kejadian ISPA. Menurut Yusup (2004)

kenyamanan kingkungan (ventilasi, kepadatan hunian, penerangan alamiah)

memiliki pengaruh yang sangat penting (p=0,000) dan untuk peran orang tua

dalah hal menghindari faktor pencetus juga berpengaruh terhadap kejadian ISPA.

Balita yang tinggal dirumah yang padat dan ventilasi yang tidak baik akan

mengalami resiko terkena ISPA 2, 22 kali dibandingkan dengan balita yang

tinggal dilingkungan yang tidak padat dan ventilasi yang baik.Penelitian ini juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Riswandi (2002) bahwa kebiasaaan

orang tua dalam membuka jendela memiliki hungan dengan kejadian ISPA di

kecamatam Parung- Jawa Barat.

Peran orang tua dalam hal menghindari fakor pencetus juga memiliki

hubungan dengan kejadian ISPA. Menurut Suhandayani (2007) dan parulian

(2002) asap dan debu memiliki pengaruh terhadap kejadian ISPA (p=0,000). Asap

rokok dan debu masuk kedalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan

sehingga dapat mengiritasi saluran pernafasan. Oleh karena itu, orang tua sangat

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter III VI

dianjrkan untuk menghindari balita terpapar dengan debu dan asap baik didalam

maupun diluar rumah.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter III VI

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan usia sebagian besar responden berada dalam kelompok usia 21-

30 tahun sebanyak 55 orang (51,40%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak

60 orang (56,07%), pekerjaan IRT sebanyak 70 orang (65,42%) dan

penghasilan rata-rata dibawah 900.000 sebanyak 37 orang (34,57%).

2. Berdasarkan hasil analisa data diperoleh bahwa pengetahuan orang tua

tentang ISPA berada dalam kategori cukup, peran orang tua dalam hal

mengatur pola makan berada dalam kategori baik (57,9%), peran orang tua

dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan berada dalam kategori baik

(49,54%) serta peran orang tua dalam hal menghindari faktor pencetus

berada dalam kategori cukup (53,27%). Sehingga secara keseluruhan peran

orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas

Martubung Medan berada dalam kategori cukup (66,35%).

3. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas balita mengalami kekambuhan ISPA

dalam satu tahun. Rata-rata dalam setahun balita mengalami kekambuhan

ISPA sebanyak 4 kali (24,29%).

4. Hubungan antara peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan

kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung

Medan mempunyai hubungan yang bermakna (p= 0,038) dan nilai OR=

3,050 artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter III VI

terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik

dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

6.2. Saran

6.2.1 Praktek Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat seharusnya tidak

hanya terfokus kepada pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif, tetapi juga harus

memperhatikan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif yaitu dengan

memberikan penyuluhan (informasi). Dengan pemberian informasi yang lengkap

mengenai ISPA, maka orang tua dapat mengetahui penyebab, tanda dan gejala

ISPA serta cara pencegahan ISPA. Dengan mengetahui cara pencegahan yang

tepat maka orang tua dapat berperan dengan baik dalam perawatan balita sehingga

dapat menghindari kekambuhan ISPA.

6.2.2 Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa mayoritas balita dalam satu

tahun masih mengalami kekambuhan ISPA yaitu rata-rata 4 kali dalam setahun.

Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3,050, artinya balita yang orang tuanya

berperan cukup dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

mempunyai peluang 3,05 kali terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang

orang tuanya berperan baik. Dengan adanya cakupan materi tentang cara

pencegahan ISPA pada balita serta pentingnya peran orang tua dalam pencegahan

kekambuhan ISPA akan mendorong mahasiswa keperawatan untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter III VI

mengemukakannya dalam kegiatan praktek keperawatan, seperti mendorong ibu

untuk meningkatkan pengetetahuan tentang ISPA, memberikan makanan yang

bergizi serta membersihkan lingkungan rumah.

6.2.3 Riset Keperawatan

Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar dapat meneliti

hubungan karakteristik balita (berat badan lahir, status imunisasi status gizi) dan

karakteristik orang tua (pendidikan, status ekonomi, pekerjaan) dengan

kekambuhan ISPA pada balita.

Universitas Sumatera Utara