contoh p drug
DESCRIPTION
farmasiTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. CP
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
a. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita
Keluhan utama
Nyeri perut
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Klinik Keluarga dengan keluhan nyeri perut di kuadran
kanan atas, mual, dan muntah. Pasien menyatakan bahwa nyeri dimulai
beberapa jam setelah memakan cheeseburger porsi dobel, kentang goreng, dan
milkshake cokelat di sebuah restoran fast food lokal. Nyeri terasa sangat intens
dan berhubungan dengan mual disertai beberapa kali muntah. Muntah sudah
berhenti tetapi nyeri perut masih dirasakan dan diperburuk setelah makan.
Nyeri bersifat tumpul. Sejak awal serangan, nafsu makan pasien menurun dan
pasien menghindari makanan yang berlemak dan digoreng. Pasien
menyangkal adanya perubahan warna dan konsistensi pada feses.
Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi sejak tahun 1992; tidak terkontrol
DM tipe 2 tahun 1987; terkontrol
Riwayat asam urat; serangan terakhir tahun 1995
Hiperlipidemia; sejak 1987
Riwayat penyakit keluarga
Ayah meninggal (stroke), usia 76 tahun; ibu meninggal (infark myokard),
umur 83 tahun; adik laki-laki dan sehat, usia 65 tahun; adik perempuan
mengalami kanker payudara dan penyakit kandung empedu, usia 58 tahun.
1
Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah pemilik bar yang sudah pensiun. Pasien tinggal dengan istrinya
(menikah usia 45 tahun) pada sebuah ladang seluas 10 acre. Pasien memiliki
dua ekor anjing dan seekor kucing. Pasien memiliki riwayat merokok
sebanyak 50 bungkus pertahun dan riwayat minum minuman keras. Pasien
berhenti minum 5 tahun yang lalu.
Riwayat medikasi
Atorvastatin 20 mg po sekali sehari
Hydrochlorothiazide 25 mg po sekali sehari
Lisinopril 20 mg po sekali sehari
Glipizide 10 mg po BID
Metformin 500 mg po BID
Aspirin 81 mg po sekali sehari
Insulin glargine 10 unit SC sebelum tidur
Maalox TC 30 mL po p.r.n. jika nyeri seperti terbakar
MVI 1 po sekali sehari
Seluruhnya
Erythromycin- nyeri abdomen (1997)
Kodein- mual dan gatal-gatal (1987)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Seorang pria 68 tahun, kulit putih, terlihat sakit ringan sampai sedang.
Tanda Vital
Tekanan darah 145/89 (duduk), nadi 84, RR 20, suhu 37oC, nyeri 4/10,tumpul,
tinggi 5 kaki 10 inci dan berat 78 kg
Kepala, Telinga, Mata, Hidung dan Tenggorokan
2
Pupil isokor, bulat, rangsang cahaya positif dan akomodasi normal. Pergerakan
mata bebas. Membran timpani intak.
Thoraks
Dalam batas normal
Jantung
Irama jantung normal, S1-2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Supel, nyeri tekan (+) sedang pada regio kanan atas, hepar dan lien tak teraba,
BU(+) N
Genital
Prostat normal, Berak darah (-)
Ekstremitas
Kekuatan baik, refleks baik, sensasi nyeri sedikit berkurang pada extremitas
bawah.
Laboratorium
Na 138 mEq/L
K 3,3 mEq/L
Cl 197 mEq/L
CO2 23 mEq/L
BUN 15 mg/dL
Cr 1,3 mg/L
Glu 100 mg/dL (puasa)
Trombosit 340 ribu/mm3
Leukosit 12 ribu/mm3
3
AST 78 IU/L
ALT 67 IU/L
Alk Phos 180 IU/L
Assessment
Nyeri abdomen akut kuadran kanan atas; DD/ kolelithiasis, kholesistitis akut,
kholangitis ascending. Pankreatitis akut.
4
DISKUSI
1. a. Buatlah list problem obat pasien tersebut
Atorvastatin 20 mg po sekali sehari : efek samping berupa sakit kepala, insomnia, pusing, dyspepsia, myalgia, mual, diare, mialgia, konstipasi.Hydrochlorothiazide 25 mg po sekali sehari : efek sampingnya hipotensi, lemah, ruam kulit,diare, sulit bernafas, sakit kepala, pandangan kabur.Lisinopril 20 mg po sekali sehari : efek sampingnya pusing, nyeri kepala, batuk, efek ortostatik, gangguan fungsi ginjal.Glipizide 10 mg po BID : efek sampingnya hipoglikemi, erupsi mukokutan, gangguan gastrointestinal, kolestatik jaundice, pansitopeni, porfiria hepatic.Metformin 500 mg po BID : efek samping gangguan gastrointestinal, asidosis laktat.Aspirin 81 mg po sekali sehari : efek samping perdarahan lambung, hipersensitivitas, trombositopenia. Insulin glargine 10 unit SC sebelum tidur :efek samping hipoglikemi, gangguan visual, lipoartrofi maupun lipohipertrofi.Maalox TC 30 mL po p.r.n. jika nyeri seperti terbakar : efek samping sembelit, diare, dyspepsia.
b. Apa saja informasi yang mengindikasikan syndrom nyeri akut pada pasien ini?
Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri perut di kuadran kanan atas, mual, dan muntah. Nyeri dirasakan tiba-tiba setelah memakan junkfood. Nyeri terasa sangat intens dan berhubungan dengan mual disertai beberapa kali muntah. Nyeri bersifat tumpul. Sejak awal serangan, nafsu makan pasien menurun. Pasien menyangkal adanya perubahan warna dan konsistensi pada feses. Pasien memiliki riwayat merokok dan minum minuman beralkohol.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan VAS 4/10,tumpul, nyeri tekan sedang pada abdomen regio kanan atas. Terjadi penurunan sensasi nyeri pada extremitas bawah.
Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan ALT dan AST
c. Apakah problem pasien ini dapat disebabkan oleh pengobatannya?
Problem pasien dapat disebabkan oleh pengobatannya. Efek samping pemberian NSAID dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pemberian Glipizide 10 mg memberikan efek samping berupa kolestatik jaundice seperti yang dialami pasien ini. Obat glipizide dan insulin gargline ing harus berhati-hati karena dapat menimbulkan efek hipoglikemi. Pemberian obat glipizide tidak efektif karena efek yang diberikan.
d. Tambahan informasi apa yang dibutuhkan untuk menilai nyeri pada pasien ini?
- Bagaimana sifat nyerinya?
5
- Nyeri dirasakan kapan saja?
- Apakah nyeri pernah berkurang setelah pemberian aspirin? Sejak kapan
nyeri muncul kembali meskipun telah konsumsi obat?
- Nyeri bertambah ketika apa? Nyeri berkurang ketika apa?
- Apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan herbal?
2. Tujuan terapi pada pasien ini adalah untuk mengatasi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Nyeri perut kuadran kanan atas yang dirasakan pasien diduga disebabkan oleh
penyakit batu empedu. Selain mengatasi nyeri, diperlukan juga terapi untuk
mengatasi faktor pencetus batu empedu, salah satunya dengan antikolesterol.
Dengan memperhatikan prinsip pengobatan pada lansia, yaitu :
- Riwayat pemakaian obat yang lengkap, termasuk obat herbal/ tradisional/ obat
bebas
- Hindari pemberian obat bila keuntungannya kecil, atau ada alternatif pengobatan
non farmakologis
- Pertimbangkan harga
- Start low, go slow, but get there!
- Buat cara pemberian yang sederhana
- Tulis cara pemakaian sejelas mungkin
- Minta penderita membawa seluruh obat yang sedang diminum setiap kali periksa
- Pertimbangkan pemakaian kotak obat harian (mediset)
- Hentikan pemakaian obat yang tidak jelas keuntungannya, atau risiko efek samping
lebih merugikan
- Hati-hati pemakaian obat baru
- Hindari penggunaan obat lebih dari 5 macam
3. a. Alternatif farmakoterapi lainnya untuk pasien nyeri akut
6
Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping
Non Opioid
NSAID Sebagai analgesik, golongan
ini hanya efektif terhadap
nyeri dengan intensitas
rendah sampai sedang. Misal
sakit kepala, mialgia,
artralgia, dan nyeri lain yang
berasal dari integumen, juga
efektif terhadap nyeri yang
berkaitan dengan inflamasi.
Efek analgesiknya jauh lebih
lemah daripada opiat, namun
obat ini tidak menimbulkan
ketagihan dan tidak
menimbulkan efek samping
sentral yang merugikan.
Obat golongan ini hanya
mengubah persepsi modalitas
sensorik nyeri, tidak
mempengaruhi sensorik lain.
Kebanyakan obat pada golongan ini di absorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 hingga 2 jam dan masa paruh plasma 1-3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan diekskresi di ginjal.
Kontra Indikasi:
hipersensitif/alergi, gangguan fungsi hati berat, gangguan fungsi ginjal.
Efek samping :
Induksi tukak lambung, tukak peptik, anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna, gangguan fungsi trombosit, reaksi hipersensitivitas berupa rinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi hingga keadaan pre syok dan syok.
7
Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping
Opioid
Obat golongan ini
menghilangkan nyeri dengan
meningkatkan ambang rasa
nyeri pada tingkat medula
spinalis, dan yang lebih
penting lagi dengan
mengubah persepsi otak
terhadap nyeri. Golongan ini
dapat mengatasi nyeri yang
berasal dari organ dalam
maupun dari integumen, otot,
dan sendi.
Absorpsi lambat di saluran cerna. Metabolisme linta spertama terjadi di hati. Dapat menembus sawar darah uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi melalui ginjal dan sebagian kecil lewat empedu. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1-4 jam dan masa paruh plasma 3 jam hingga 1,5 hari.
Kontra Indikasi:
Hipersensitivitas opioid, ibu hamil, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati
Efek samping :
Tremor, kedutan otot, konvulsi, depresi napas, muntah, disforia, alergi yang meningkatkan efek hipotensi, ketergantungan.
8
P-drug Suitability (%) 20% Efficacy (%) 30%
Safety (%) 30% Cost total (%) 20%
Morfin (7x20%) (9x30%) (6x30%) 60 tab 10 mg Rp. 218.350,-
Meperidin (6x20%) (8x30%) (6x30%)
Metadon (5x20%) (8x30%) (6x30%)
Nalokson (1x20%) (1x30%) (7x30%) 5 amp 2ml
200.000,-
Pentazozin (3x20%) (6x30%) (5x30%)
Butorfanol (3x20%) (7x30%) (5x30%)
Buprenorfin
(3x20%) (8x30%) (6x30%)
Tramadol (4x20%) (5x30%) (7x30%) 20 tab 50 mg Rp. 38.729,-
3. b. Apakah pertimbangan ekonomi, psikososial, dan etika yang dapat diterapkan untuk pasien ini?
Pertimbangan ekonomi: memilih sediaan obat yang memiliki kandungan sama namun dengan harga yang lebih terjangkau.
Pertimbangan psikososial: pasien merupakan pensiunan yang tinggal berdua dengan istrinya. Sedapat mungkin pasien
diberikan terapi yang tidak sulit untuk diperoleh.
Pertimbangan etika: -
9
Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping
Non Opioid
NSAID Sebagai analgesik, golongan
ini hanya efektif terhadap
nyeri dengan intensitas
rendah sampai sedang. Misal
sakit kepala, mialgia,
artralgia, dan nyeri lain yang
berasal dari integumen, juga
efektif terhadap nyeri yang
berkaitan dengan inflamasi.
Efek analgesiknya jauh lebih
lemah daripada opiat, namun
obat ini tidak menimbulkan
ketagihan dan tidak
menimbulkan efek samping
sentral yang merugikan.
Obat golongan ini hanya
mengubah persepsi modalitas
sensorik nyeri, tidak
mempengaruhi sensorik lain.
Kebanyakan obat pada golongan ini di absorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 hingga 2 jam dan masa paruh plasma 1-3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan diekskresi di ginjal.
Kontra Indikasi:
hipersensitif/alergi, gangguan fungsi hati berat, gangguan fungsi ginjal.
Efek samping :
Induksi tukak lambung, tukak peptik, anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna, gangguan fungsi trombosit, reaksi hipersensitivitas berupa rinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi hingga keadaan pre syok dan syok.
10
Golongan Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Kontra indikasi dan Efek Samping
Opioid
Obat golongan ini
menghilangkan nyeri dengan
meningkatkan ambang rasa
nyeri pada tingkat medula
spinalis, dan yang lebih
penting lagi dengan
mengubah persepsi otak
terhadap nyeri. Golongan ini
dapat mengatasi nyeri yang
berasal dari organ dalam
maupun dari integumen, otot,
dan sendi.
Absorpsi lambat di saluran cerna. Metabolisme linta spertama terjadi di hati. Dapat menembus sawar darah uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi melalui ginjal dan sebagian kecil lewat empedu. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu 1-4 jam dan masa paruh plasma 3 jam hingga 1,5 hari.
Kontra Indikasi:
Hipersensitivitas opioid, ibu hamil, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati
Efek samping :
Tremor, kedutan otot, konvulsi, depresi napas, muntah, disforia, alergi yang meningkatkan efek hipotensi, ketergantungan.
11
P-drug Suitability (%) 20%
Efficacy (%) 30%
Safety (%) 30%
Cost total (%) 20%
Morfin (7x20%) (9x30%) (6x30%) 60 tab 10 mg Rp. 218.350,-
Meperidin (6x20%) (8x30%) (6x30%)
Metadon (5x20%) (8x30%) (6x30%)
Nalokson (1x20%) (1x30%) (7x30%) 5 amp 2ml
200.000,-
Pentazozin (3x20%) (6x30%) (5x30%)
Butorfanol (3x20%) (7x30%) (5x30%)
Buprenorfin
(3x20%) (8x30%) (6x30%)
Tramadol (4x20%) (5x30%) (7x30%) 20 tab 50 mg Rp. 38.729,-
4. a. Tentukan obat, dosis, sediaan, jadwal, dan durasi terapi yang paling tepat untuk
mengatasi nyeri pada pasien ini
Obat : morfin sulfat
Dosis obat : awal 20-30mg/12jam
Sediaan : Tablet 10mg; 15mg; 30mg; 60mg; 100mg
Schedule : Pemberian obat 2 kali dalam 1 hari, sekali minum 2 tablet @10mg, diminum setelah makan
b. Alternatif apa yang sesuai jika terapi utama tadi gagal atau tidak dapat digunakan?
Obat : meperidine
5. Parameter klinis dan laboratorium apakah yang perlu diperiksa secara reguler untuk
mengevaluasi terapi sesuai dengan tujuan terapi dan untuk mengetahui atau mencegah
efek samping?
Klinis :
1. Keadaan umum dan warna kulit
2. Kualitas dan kuantitas nyeri
12
3. Mual dan muntah
4. Tekanan darah
Laboratorium : Ureum, Creatinine, LFT, GDI, GDII, kadar bilirubin, kolesterol total, HDL, LDL, elektrolit, EKG
6. Informasi apa yang harus diberikan kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan
minum obat, meningkatkan kesuksesan terapi, dan meminimalisir efek samping obat?
Pasien harus rutin minum obat untuk mendapatkan efek terapinya
Jangan meminum obat melebihi dosis, karena akan menimbulkan efek
samping dari obat tersebut.
Pasien dianjurkan untuk mengikuti terapi non farmakologis, seperti modifikasi
diet dengan mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula
dan lemak, dan tidak makan secara berlebihan
Rutin kontrol ke dokter dan cek laboarotarium sesuai anjuran dokter untuk
memantau keberhasilan terapi dan efek sampan terapi
Segera periksa ke dokter apabila obat habis atau keluhan bertambah berat.
CLINICAL COURSE
Pasien termasuk di pelayanan rawat inap dengan indikasi kolesistitis /pankreatitis akut dan
pengendalian nyeri. USG kuadran kanan atas dan CT scan abdominal dibutuhkan. Kultur
darah juga diperlukan, Gastroenterologi dan pelayanan bedah umum dikonsultasikan. Pasien
diberikan NPO kecuali medikasi yang diberikan di rumahnya. Sliding scale insulin juga
dibutuhkan.
Regimen terapi yang dibutuhkan adalah rawat inap di rumah sakit awalnya, keadaan pasien
yang medikasi “peredaan rasa nyeri” namun nyeri tidak cukup dikendalikan, yang tiap dosis
akan berakhir sekitar 2 jam. Derajat nyeri yaitu 8/10 menggunakan skala nyeri single-
dimension. Pasien juga mengeluh mual dan kencing tidak tuntas.
Follow up questions
1. Apa penyebab yang paling mungkin pada kontrol nyeri yang tidak adekuat?
Penyebab pengontrolan nyeri yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh
pengobatannya. Efek samping pemberian NSAID dapat menyebabkan induksi tukak
lanbung yang menyebabkan nyeri.
13
2. Apa yang diperbaiki pada tujuan terapi pasien ini?
Tujuan terapi yaitu pengntrolan nyeri perut kuadran kanan atas yang dirasakan pasien
diduga disebabkan oleh penyakit batu empedu. Selain mengatasi nyeri, diperlukan
juga terapi untuk mengatasi faktor pencetus batu empedu, salah satunya dengan
antikolesterol
3. Apa alternatif terapi yang tepat pada pasien ini?
Alternatif farmakoterapi lainnya untuk pasien nyeri akut
14
P-drug Suitability (%) 20%
Efficacy (%) 30%
Safety (%) 30%
Cost total (%) 20%
Morfin (7x20%) (9x30%) (6x30%) 60 tab 10 mg Rp. 218.350,-
Meperidin (6x20%) (8x30%) (6x30%)
Metadon (5x20%) (8x30%) (6x30%)
Nalokson (1x20%) (1x30%) (7x30%) 5 amp 2ml
200.000,-
Pentazozin (3x20%) (6x30%) (5x30%)
Butorfanol (3x20%) (7x30%) (5x30%)
Buprenorfin (3x20%) (8x30%) (6x30%)
Tramadol (4x20%) (5x30%) (7x30%) 20 tab 50 mg Rp. 38.729,-
Punya sri:
1. Deskripsikan jalur NMDA antagonis pada manajemen nyeri:
Terdapat banyak reseptor NMDA pada medulla spinal manusia sehingga kondisi yang
diperlukan untuk stimulasi cukup kompleks yang hanya dapat diperoleh melalui aktivasi
serabut C berulang-ulang. Apabila stimulus serabut C dipertahankan atau frekuensenya dan
intensitasnya cukup, maka reseptor NMDA akan teraktivasi dan hasilnya adalah amplifikasi
atau peningkatan atau perpanjangan respon. Hal inilah yang mendasari mekanisme
hiperalgesia sentral. Nyeri radang yang berkepanjangan, tidak seperti dengan nyeri akut,
sensitif terhadap antagonis NMDA. Karena reseptor NMDA telah digunakan (dijadikan
sasaran terapi) dalam penanganan nyeri patologis kronik, maka antagonis NMDA misalnya
ketamin atau dekstrometorfan telah digunakan untuk mengobati nyeri neuropati yang sensitif
terhadap opioid dan nyeri kanker. Antagonis NMDA tidak mempunyai efek pada input
afferen pada kornu dorsal tetapi dapat menghilangkan fenomena “wind-up” sehingga dapat
mengubah respon nosiseptik yang berlebihan menjadi respon yang normal. Opioid dan
antagonis NMDA dapat digunakan secara sinergis dan kombinasinya menunjukkan respon
inhibisi nosiseptif yang cukup nyata. Ketamin adalah antagonis NMDA pada dosis
subanestetik oleh karena itu mempunyai kemampuan untuk mencegah hipersensitivitas sentral
pada dosis yang tidak menimbulkan efek analgetik secara langsung. Anastetik lokal yang
diberikan secara spinal juga bekerja sinergis denga morfin dalam memodulasi nosiseptik
dengan cara menghambat serabut afferen dan mengurangi eksitabilitas neuron sehingga
mengurangi aktivitas yang diperantarai oleh NMDA.
2. Jelaskan mengenai patofisiologi perkemabangan toleransi opioid
Opioid dapat meningkatkan aktivitas pada satu lebih pasangan protein G
transmembran, yang dikenal sebagai reseptor opioid mu, delta dan kappa. Reseptor
opioid diaktifkan oleh peptida endogen dan ligan eksogen; morfin belakangan
diketahui sebagai senyawa protipikal. Reseptor-reseptor tersebut terdistribusi secara
luas pada seluruh tubuh manusia, dimana reseptor yang berada pada thalamus anterior
dan ventrolateral, amigdala, dan akar ganglia dorsal akan memediasi nosisepsi.
Dengan adanya kontribusi dari neuron dopaminergik, reseptor opioid batang otak
memodulasi respon pernafasan untuk hiperkarbia dan hipoksemia, dan reseptor pada
inti Edinger–Westpha okulomotor mengontrol konstriksi pupil. Agonis opioid
mengikat reseptor pada saluran pencernaan dan menurunkan motilitas usus.
Reseptor opioid mu bertanggung jawab pada efek klinis yang dominan yang
disebabkan oleh opioid. Studi pada tikus knockout mengkonfirmasi bahwa agonisme
15
ini memediasi analgesia dan ketergantungan opioid. Selanjutnya, pengembangan
toleransi, dimana dosis meningkat untuk mencapai efek klinis yang diinginkan,
melibatkan ketidakmampuan progresif opioid mu untuk menyebarkan signal setelah
mengikat opioid. Desensitisasi reseptor adalah titik kritis yang berperan pada
perkembangan toleransi.
Namun toleransi analgesik dan depresi pernafasan akibat opioid bukan semata-mata
terkait dengan desensitisasi reseptor mu tersebut. Kondisi toleransi terjadi ketika
pasien belajar untuk mengasosiasikan efek penguatan opioid dengan signal
lingkungan untuk meprediksikan pemberian obat. Opioid yang digunakan saat
hadirnya signal maka akan mengalami pelemahan efek, sebaliknya pemberian opioid
yang dilakukan saat tidak adanya signal akan mengakibatkan pencapaian efek puncak.
Toleransi depresi pernafasan tampaknya berkembang pada tingkat yang lebih lambat
dari toleransi analgesik. Pasien dengan riwayat penggunaan opioid jangka panjang
akan mengalami peningkatan resiko depresi pernafasan, dimana toleransi tertunda
dapat menyebabkan penyempitan therapeutic window.
16