corak pemikiran islam borneo tahun 1990-2000)
TRANSCRIPT
CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO (STUDI PEMIKIRAN TOKOH MUSLIM KALIMANTAN BARAT
TAHUN 1990-2000)
Oleh: Dr. SYARIF MA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK TAHUN 2017
ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah ÙCorak Pemikiran Islam Borneo (Studi Pemikiran Ke-Islam-an Tokoh Muslim Kalimantan Barat Tahun 1990-2017)”.Peneitian ini bertujuan untuk memetakan corak pemikiran keislaman yang dipahami, dianut dan diamalkan oleh kaum muslimin di Kalimantan Barat, dengan menghasilkan output laporan akademik dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan outcome berupa publikasi artikel akreditasi nasional.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatann kualitatif. Penelitian dilakukan di 3 (tiga) Kabupaten, dan 2 (dua) kotamadya di Kalimantan Barat dengan karakter wilayah yang berbasis Kerajaan Islam dan Pusat Pendidikan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data mengunakan teknik ketekunan pengamatan, triangulasi, dan kecukupan refrensial. Analisis data kualitatif dengan ada tiga langkah, yaitu reduksi data, display data, dan mengambil kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitan yang diharapkan adalah: 1) secara umum dapat memetakan corak pemikiran Islam yang dominan dipahami, dianut, dan diamalkan di Kalimantann barat. 2) secara khusus dapat menjadi acuan kebijakan akademik oleh IAIN Pontianak dalam rangka mewujud visi dan misinya sebagai wadah kajian Islam dan Budaya Borneo. Adapun besarnya biaya penelitian ini yang diusulkan adalah Rp. 30.000.000,-
CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO (STUDI PEMIKIRAN TOKOH MUSLIM KALIMANTAN BARAT
TAHUN 1990-2000)
Oleh: Dr. SYARIF MA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK TAHUN 2017
DAFTAR ISI
ABSTRAK
DATA TRANSLITERASI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 01
A. Latar Belakang……………………………………………. 01
B. Perumusan Masalah………………………………………. 04
C. Tujuan Penelitian…………………………………………. 05
D. Signifikansi Penelitian……………………………………. 05
E. Ruang Lingkup Penelitian………………………………... 06
F. Kontribusi Penelitian……………………………………... 07
BAB II REFORMASI CORAK PEMIKIRAN ISLAM…………… 08
A. Corak Pemikiran Klasik………………………………….. 08
B. Corak Pemikiran Islam Abad Pertengahan………………. 11
C. Corak Pemikiran Islam…………………………………… 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………. 28
A. Metode dan Pendekatan………………………………….. 28
B. Data dan Sumber Data……………………………………. 28
C. Teknik Pengumpulan Data……………………………….. 29
D. Teknik Analisis Data……………………………………... 31
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data……………………. 33
BAB IV CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO………………… 35
A. Berkembangnya Pemikiran Islam di Kalimantan Barat: 35
DAFTAR ISI
ABSTRAK
DATA TRANSLITERASI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 01
A. Latar Belakang……………………………………………. 01
B. Perumusan Masalah………………………………………. 04
C. Tujuan Penelitian…………………………………………. 05
D. Signifikansi Penelitian……………………………………. 05
E. Ruang Lingkup Penelitian………………………………... 06
F. Kontribusi Penelitian……………………………………... 07
BAB II REFORMASI CORAK PEMIKIRAN ISLAM…………… 08
A. Corak Pemikiran Klasik………………………………….. 08
B. Corak Pemikiran Islam Abad Pertengahan………………. 11
C. Corak Pemikiran Islam…………………………………… 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………. 28
A. Metode dan Pendekatan………………………………….. 28
B. Data dan Sumber Data……………………………………. 28
C. Teknik Pengumpulan Data……………………………….. 29
D. Teknik Analisis Data……………………………………... 31
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data……………………. 33
BAB IV CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO………………… 35
A. Berkembangnya Pemikiran Islam di Kalimantan Barat: 35
Melalui Sarana Dakwah dan Pendidikan………………….
1. Haji Ismail bin Abdul Karim: Tokoh Pemikir Islam di Kubu Raya dan Mufti Kerajaan Kubu Kalimantan Barat……………………………………………………
36
2. H.M. Basyuni Imran: Tokoh Pemikir Islam dari Sambas Kalimantan Barat……………………………...
49
3. Ngah Dolah: Tokoh Pemikir Islam dari Kota Singkawang Kalimantan Barat………………………...
68
4. KH. Fathul Bari: Tokoh Pemikir Islam dari Mempawah, Penyebar Thariqat Naqsyabandiyah Muzhariyah Pertama di Kalimantan Barat……………
5. Habib Muksin Alhinduan: Tokoh Pemikir Islam di Singkawang……………………………………………
84
6. KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I: Tokoh Pemikir Islam dari Kubu Raya………………………..
92
BAB V PENUTUP…………………………………………………… 108
A. Kesimpulan………………………………………………. 108
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalaha agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT. Karena
agama Islam turun di negeri arab, maka Islam identik dengan agama Arab. Namun
demikian, agama Islam adalah agama yang universal. Tidak hanya untuk orang-orang
arab saja, melainkan untuk manusia di alam semesta. Kemudian, berkembanglah
agama Islam kemana-mana, termasuk ke Negara Indonesia dan khususnya
Kalimantan Barat. Menurut sejarah, masuknya Islam ke Indonesia melalui Gujarat
(pedagang), India dan Persia. Demikian pula berangsur-angsur meluas kearah timur
hingga Semenanjung Malaka. Para pedagang Arab adalah sebagai salah satu sebab
tersebarnya Agama Islam tersebut.
Banyak teori yang menjelaskan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Teori-
teori yang sama kuat antara satu dan yang lain dalam mengungkap fakta yang
sebenarnya tentang masuknya Islam ke Indonesia. Macam-macam teori-teori tersebut
di antaranya: pertama, teori gujarat, adalah teori masuknya Islam ke Indonesia yang
pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan J. Pijnapel. Dalam teori ini
disebutkan bahwa Islam di Indonesia sebetulnya berasal dari Gujarat, India dan mulai
masuk sejak abad ke 8 Masehi. Islam masuk ke Indonesia melalui wilayah-wilayah di
anak benua India, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Seperti diketahui bahwa
Bangsa Indonesia pada masa itu memang telah menjalin hubungan dagang dengan
India melalui saluran Indonesia-Cambay.
Kedua, teori Persia, adalah teori masuknya Islam ke Indonesia yang
dikemukakan oleh Hoessein Djajadiningrat. Dalam teori ini dikemukakan bahwa
Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam yang berasal dari Persia (Iran). Islam
diyakini dibawa oleh para perdagang Persia mulai pada abad ke 12. Kemudain yang
ketiga, teori Arabia. Berdasarkan teori Arab, masuknya Islam ke Indonesia diyakini
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalaha agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT. Karena
agama Islam turun di negeri arab, maka Islam identik dengan agama Arab. Namun
demikian, agama Islam adalah agama yang universal. Tidak hanya untuk orang-orang
arab saja, melainkan untuk manusia di alam semesta. Kemudian, berkembanglah
agama Islam kemana-mana, termasuk ke Negara Indonesia dan khususnya
Kalimantan Barat. Menurut sejarah, masuknya Islam ke Indonesia melalui Gujarat
(pedagang), India dan Persia. Demikian pula berangsur-angsur meluas kearah timur
hingga Semenanjung Malaka. Para pedagang Arab adalah sebagai salah satu sebab
tersebarnya Agama Islam tersebut.
Banyak teori yang menjelaskan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Teori-
teori yang sama kuat antara satu dan yang lain dalam mengungkap fakta yang
sebenarnya tentang masuknya Islam ke Indonesia. Macam-macam teori-teori tersebut
di antaranya: pertama, teori gujarat, adalah teori masuknya Islam ke Indonesia yang
pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan J. Pijnapel. Dalam teori ini
disebutkan bahwa Islam di Indonesia sebetulnya berasal dari Gujarat, India dan mulai
masuk sejak abad ke 8 Masehi. Islam masuk ke Indonesia melalui wilayah-wilayah di
anak benua India, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Seperti diketahui bahwa
Bangsa Indonesia pada masa itu memang telah menjalin hubungan dagang dengan
India melalui saluran Indonesia-Cambay.
Kedua, teori Persia, adalah teori masuknya Islam ke Indonesia yang
dikemukakan oleh Hoessein Djajadiningrat. Dalam teori ini dikemukakan bahwa
Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam yang berasal dari Persia (Iran). Islam
diyakini dibawa oleh para perdagang Persia mulai pada abad ke 12. Kemudain yang
ketiga, teori Arabia. Berdasarkan teori Arab, masuknya Islam ke Indonesia diyakini
2
berasal dari Arab, yaitu Makkah dan Madinah pada abad perama Hijriah atau abad ke
7 Masehi. Ini seperti yang peneliti kemukakan di atas.
Pendapat ini didasarkan pada adanya bukti perkampungan Islam di Pantai
Barus, Sumatera Barat yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Wilayah ini disebut
dengan wilayah Ta-Shih. Ta-Shih adalah sebutan orang-orang China untuk orang
Arab. Bukti ini terdapat dalam dokumen dari Cina yang ditulis oleh Chu Fan Chi
yang mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-Fei. Dia mengatakan adanya
pelayaran dari wilayah Ta-Shih yang berjarak 5 hari perjalanan ke Jawa.
Oleh sebab itu, menurut ahli sejarah Amich Alhumami, dalam bukunya
“Gerakan Modernisme Islam di Indonesia: Menimbang Nurcholish Madjid”. Amich
mengatakan Islam sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke 7 Masehi yang
disebarkan oleh para pedagang Arab tersebut.1 Faktor Berkembangnya Islam tidak
lepas dari para pedagang Asing yang semakin banyak melewati perairan Nusantara.
Pelayaran di Indonesia semakin ramai sehingga tumbuh bandar-bandar di beberapa
pulau di Indonesia, misalnya di Aceh, Palembang, Cirebon, Jepara, Tuban,
Banjarmasin, Ternate, Sambas dan Tidore. Semakin banyak bandar di Indonesia,
perkembangan Islam di tanah air semakin lancar.2
Kemudian muncullah tokoh yang terkenal dengan penyebaran agama Islam di
tanah Indonesia yang lebih dikenal ‘wali songo’, Sembilan wali. Mereka adalah para
ulama dan tokoh yang berdakwah di indonesia, yang paling di kenal sejarah hingga
sekarang adalah para Wali songo tadi, yang berusaha melakukan islamisasi budaya
nusantara yang pada masa itu masih bercorak Hindu-Budha. Dampak dari penyebaran
Islam itu sampailah ke Kalimantan Barat yang diyakini bermula dari penyebaran
pertama kali dari Sambas hingga menyeluruh ke seluruh penjuru Kalimantan Barat.
Selanjutnya dalam penelitian ini akan membahas bagaimana corak pemikiran Islam
Borneo.
1Dikutip dari website https://paramadina.wordpress.com/2007/02/01/menimbang-nurcholish-madjid/ pada hari kamis, 08 Januari 2018.
2M. Umer Chapra, Peradaban Muslim Penyebab Keruntuhan dan Perlunya Reformasi, Terj. Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 249.
3
Banyaknya kerajaan Islam di Kalimantan Barat semakin mempertegas bahwa
sumbangsih Kalimantan Barat dalam menyebarkan Islam sangat besar. Terlebih lagi
banyak para ulama dan tokoh agama Islam yang bermunculan di Kalimantan Barat.
Para tokoh dan karya-karya mereka semakin memperkuat eksistensi mereka dalam
menyebarkan agama Islam.
Sedikit mengungkap dan memandu terkaan awal corak pemikiran Islam di
Kalimantan Barat, peneliti kemukakan varian umum pemikiran keislamn seperti
eksoteris dan esoteris. Kalau melirik model dakwah untuk Islamisasi nusantara ini
misalnya, di antaranya yang sangat dominan, adalah lewat kanal sufistik sebagai
modelnya. Model ini adalah model yang memandang objek dakwah bukan perilaku
syari’at (eksoteris)nya semata yang diutamakan. Sebab jika modal eksoteris yang
menjadi bidikan utama dan pertama maka akan sangat keras benturannya, mengingat
umat yang didatangi di nusantara ini telah mapan dalam beragama dengan tatanan
ritualnya.3
Variasi teori-teori masuknya Islam ke nusantara yang juga sampai ke
kalimatan Barat seperti dipaparkan di atas, memnacing penulis untuk menambah
terkaan bahwa terdapat varian corak pemikiran Keislaman di Kalimantan Barat. Di
samping itu terdapat fakta bahwa memang telah ada varian corak pemikiran
keislaman di Kalimantan barat. Fakta yang peneliti maksud adalah seperti telah
adanya karya-karya tertulis pemikiran sufistik, fiqh, dan lain. Namun tentu untuk
mengngkap fakta lebih dalam dan lebih luas tentang corak pemikiran tersebut, hemat
peneliti tidak cukup hanya dengan indicator karya-karya tertulis. Tetapi diperlukan
penelitian terhadap para tokoh muslim di mana pengetahuan mereka belum atau tidak
tertulis dalam karya ilmiah. Srvey permulaan yang peneliti lakukan ditemukan
3Dalam banyak teori kedatangan Islam ke nusantara, Azyumardi Azra menampilkan teori sufi
sebagai teori yang lebih masuk akal dalam melihat perkembanga Islam nuantara. Sambil mengutip A.H. Johns, Azara mengemukakan tentang kemampuan para sufi yang atraktif dalam menyebarkan Islam yaitu di antaranya dengan metode penekanan kesesuaian Islam dengan agama yang telah ada sebelumnya ketimbang perubahan dalam kepercayaan dan peraktek keagamaan lokal. Azyumardi Azra, Jeringan Ualama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, cet. IV, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 34-36.
3
Banyaknya kerajaan Islam di Kalimantan Barat semakin mempertegas bahwa
sumbangsih Kalimantan Barat dalam menyebarkan Islam sangat besar. Terlebih lagi
banyak para ulama dan tokoh agama Islam yang bermunculan di Kalimantan Barat.
Para tokoh dan karya-karya mereka semakin memperkuat eksistensi mereka dalam
menyebarkan agama Islam.
Sedikit mengungkap dan memandu terkaan awal corak pemikiran Islam di
Kalimantan Barat, peneliti kemukakan varian umum pemikiran keislamn seperti
eksoteris dan esoteris. Kalau melirik model dakwah untuk Islamisasi nusantara ini
misalnya, di antaranya yang sangat dominan, adalah lewat kanal sufistik sebagai
modelnya. Model ini adalah model yang memandang objek dakwah bukan perilaku
syari’at (eksoteris)nya semata yang diutamakan. Sebab jika modal eksoteris yang
menjadi bidikan utama dan pertama maka akan sangat keras benturannya, mengingat
umat yang didatangi di nusantara ini telah mapan dalam beragama dengan tatanan
ritualnya.3
Variasi teori-teori masuknya Islam ke nusantara yang juga sampai ke
kalimatan Barat seperti dipaparkan di atas, memnacing penulis untuk menambah
terkaan bahwa terdapat varian corak pemikiran Keislaman di Kalimantan Barat. Di
samping itu terdapat fakta bahwa memang telah ada varian corak pemikiran
keislaman di Kalimantan barat. Fakta yang peneliti maksud adalah seperti telah
adanya karya-karya tertulis pemikiran sufistik, fiqh, dan lain. Namun tentu untuk
mengngkap fakta lebih dalam dan lebih luas tentang corak pemikiran tersebut, hemat
peneliti tidak cukup hanya dengan indicator karya-karya tertulis. Tetapi diperlukan
penelitian terhadap para tokoh muslim di mana pengetahuan mereka belum atau tidak
tertulis dalam karya ilmiah. Srvey permulaan yang peneliti lakukan ditemukan
3Dalam banyak teori kedatangan Islam ke nusantara, Azyumardi Azra menampilkan teori sufi
sebagai teori yang lebih masuk akal dalam melihat perkembanga Islam nuantara. Sambil mengutip A.H. Johns, Azara mengemukakan tentang kemampuan para sufi yang atraktif dalam menyebarkan Islam yaitu di antaranya dengan metode penekanan kesesuaian Islam dengan agama yang telah ada sebelumnya ketimbang perubahan dalam kepercayaan dan peraktek keagamaan lokal. Azyumardi Azra, Jeringan Ualama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, cet. IV, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 34-36.
4
pelaku-palaku majlis-majlis keagamaan yang terkait dengan corak pemikiran.
Misalnya ditemukan kelompok-kelompok kajian tauhid, majlis-majlis thariqat, dan
bantuk-bentuk kajian yang lain.
Kemudian Geliat wacana ‘Islam Nusantara’ yang saat ini didengungkan
semakin menumbuhkan semangat peneliti untuk meneliti bentuk atau corak
pemikiran ulama dan tokoh agama Islam yang bermunculan tadi. Megapa? Karena
geliat wacana pemikiran “Islam Nusantara” ini dimunculkan secara massif dan
structural oleh Nahdhatul Ulama, terutama pasca muktamahnya di Jombang tahun
2015. Sedangkan di Kalimantan Barat tokoh-tokoh muslim kebanyakan dari kalangan
nahdhiyyin. Terbukti misalnya di Kalimantan Barat banyak terdapat pesantren, yang
notabeni pengasuh atau ulamanya adalah kalangan Nahdhiyyin.
B. Perumusan Masalah Penelitan ini dipandu oleh pertanyaan penelitian secara umum yaitu “Bagaman
corak pemikiran Islam Borneo”. Membatasi ruang lingkup penelitian, peneliti
mengemukakan batasan wilayah penelitian dan waktu diprilauinya pemikiran
tersebut. Pembatasan ini penulis cantumkan sebagai subtitle judul yaitu (Studi
Pemikiran Tokoh Muslim Kalimantan Barat Tahun 1990-2017). Untuk lebih
memnadu peneliti kepada konkritnya pembatasan dan untuk penajaman kerja
penelitian, maka peneliti rumuskan sub-sub masalah seperti berikut:
1. Corak pemikiran apa saja yang difahami dan dianut oleh tokoh muslim di
Kalimantan Barat.
2. Seperti apa sanad corak pemikiran keislaman tokoh muslim Kalimantan
Barat
3. Dalam bentuk apa saja pewarisan corak pemikiran keislaman tokoh muslim
Kalimantan barat.
4. Apa saja gerakan atau majelis yang digunakan oleh tokoh muslim
Kalimantan Barat untuk mengamalkan corak pemikiran yang dianut.
5
C. Tujuan Penelitian Ada dua tujuan yang hendak capai dari penelitian ini, tujuan secara umum dan
secara khusus. Tujuan secara umum ialah untuk:
1. Mepaparkan corak-corak pemikiran yang berkembang dalam kepahaman dan
dianut oleh tokoh muslim di Kalimantan Barat. Tujuan ini dapat digunakan
untuk menggambarkan corak pemikiran keislaman masyarakat Kalimantan
barat.
2. Mengungkap sanat atau asal-usul pemikiran keislam tokoh Muslim di
Kalimantan Barat. Tujuan ini dapat peneliti gunakan untuk menemukan
sumber pemikiran tokoh muslim Kalimantan Barat.
3. Mengungkap cara pewarisan corak pemikiran yang sedang dipahami dan
dianut oleh tokoh muslim Kalimantann Barat, baik pewarisan dari sebelum
tokoh yang diteliti maupun pewarisan dari tokoh yang sedang diteliti kepada
generasi sesudahnya.
4. Menggambarkan kerakan atau majelis apa yang digunakan sebagai
pengamalan pemikiran oleh tokoh muslim Kalimantan barat
Adapun tujuan penelitian ini secara khusus, ialah untuk:
1. Menemukan corak pemikiran keislaman yang dominan di Kalimantan barat
2. Menemukan relevansi dengan Visi IAIN Pontianak yang menjadi wadah
kajian keislaman dan budaya borneo.
D. Signifikasi penelitian Secara ilmiah corak pemikiran islam di Kalimatan Barat belum terpetakan.
Terutama corak dominan yang dipahami dan dianut oleh kaum muslimin di
Kalimantan Barat. Walaupun secara fakta bisa diperkiran dari kajian-kajian yang
tampak ke permukaan. Dari segi kebutuhan pemetaan corak pemikiran ini, di sinilah
letak signifikansinya penelitian ini. Penelitian ini sangat diperlukan untuk sebuah
ikhtiar pengembangan dan penajaman pemikirian. Dengan dapat dipetakannya corak
pemikiran keislaman di Kalimantan Barat melalui penggalian terhadap tokoh-
5
C. Tujuan Penelitian Ada dua tujuan yang hendak capai dari penelitian ini, tujuan secara umum dan
secara khusus. Tujuan secara umum ialah untuk:
1. Mepaparkan corak-corak pemikiran yang berkembang dalam kepahaman dan
dianut oleh tokoh muslim di Kalimantan Barat. Tujuan ini dapat digunakan
untuk menggambarkan corak pemikiran keislaman masyarakat Kalimantan
barat.
2. Mengungkap sanat atau asal-usul pemikiran keislam tokoh Muslim di
Kalimantan Barat. Tujuan ini dapat peneliti gunakan untuk menemukan
sumber pemikiran tokoh muslim Kalimantan Barat.
3. Mengungkap cara pewarisan corak pemikiran yang sedang dipahami dan
dianut oleh tokoh muslim Kalimantann Barat, baik pewarisan dari sebelum
tokoh yang diteliti maupun pewarisan dari tokoh yang sedang diteliti kepada
generasi sesudahnya.
4. Menggambarkan kerakan atau majelis apa yang digunakan sebagai
pengamalan pemikiran oleh tokoh muslim Kalimantan barat
Adapun tujuan penelitian ini secara khusus, ialah untuk:
1. Menemukan corak pemikiran keislaman yang dominan di Kalimantan barat
2. Menemukan relevansi dengan Visi IAIN Pontianak yang menjadi wadah
kajian keislaman dan budaya borneo.
D. Signifikasi penelitian Secara ilmiah corak pemikiran islam di Kalimatan Barat belum terpetakan.
Terutama corak dominan yang dipahami dan dianut oleh kaum muslimin di
Kalimantan Barat. Walaupun secara fakta bisa diperkiran dari kajian-kajian yang
tampak ke permukaan. Dari segi kebutuhan pemetaan corak pemikiran ini, di sinilah
letak signifikansinya penelitian ini. Penelitian ini sangat diperlukan untuk sebuah
ikhtiar pengembangan dan penajaman pemikirian. Dengan dapat dipetakannya corak
pemikiran keislaman di Kalimantan Barat melalui penggalian terhadap tokoh-
6
tokohnya, maka akan dapat meminimalisir hambatan dakwah. Sebab dengan
pemetaan tersebut para pengampu dakwah atau bahkan dunia kampus dapat lebih
menfokuskan kajiannya. Lebih dari itu pera pengamou tersebut dan memoersiapkan
hal-hal terkait dengan kondisi obyek dakwah.
Seignifikasi berikutnya, terutama untuk IAIN Pontianak, penelitian ini akan
dapat menjadi rekomendasi untuk menfokuskan warna atau corak pemikiran
keislamanapa yang harus menjadi warna atau yang harus dikembangkan sebagai
suatau ciri pemikrian khas di IAIN Pontianak.
E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini penulis gunakan untuk menentukan dan
membatasi: obyek yang akan digali dari subyekk penelitian; wilayah penelitan; dan
waktu kapan tokoh pemikiran Islam Kalimantan Barat hidup. Dari segi obyek yang
akan di gali yaitu tentang corak pemikiran, penelitian ini akan menggambarkan
seputar jenis-jenis corak pemikiran seperti fiqh dan sufistik. Juga seputar sanad yaitu
dari mana, aliran atau madzhab apa. Demikian pula tentang kepada siapa dan melalui
apa corak pemikiran yang dimaksu diterapkan dalam rangka pewarisan.
Dari segi wilayah penelitian, peneliti menggunakan kriterium Kerajaan Islam
dan pusat pendidikan Islam. Daerah dengan basis Kerajaan Islam penulis gunakan
untuk melacak tokoh-tokoh muslim di kalimanatn Barat. Daerah-daerah berbasis
kerajaan yang akan menjadi wilayah penelitian ini adalah Kota Pontianak, Kabupaten
Kubu Raya, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Sambas.
Pelacakan tokoh berbasis pusat pendidikan adalah Pesantren Darul Ulum dan
Raudhatul Ulum 1 Meranti (Kab. Kubu Raya), Pesantren Assalam dan IAIN Pontiank
(Kota Pontianak), Pesantren Babus Salam Peniraman dan Darussalam Sengkubang
(Kabupaten Mempawah), Pesantren Ushuluddin (Singkawang),
Kemudian ruanglingkup waktu adanya atau terjadinya pemikiran mengiringi
masa hidup tokoh memikiran Islam di Kalimantan barat, yaitu tahun 1990 s.d. 2017.
7
F. Kontribusi Penelitian 1. Untuk menambah literature ilmiah terutama tentang borneo khususnya
Kalimantan barat
2. Untuk sebagai bahan rujukan peneliti dimasa akan datang.
7
F. Kontribusi Penelitian 1. Untuk menambah literature ilmiah terutama tentang borneo khususnya
Kalimantan barat
2. Untuk sebagai bahan rujukan peneliti dimasa akan datang.
8
BAB II REFORMASI CORAK PEMIKIRAN ISLAM
Teori tentang kajian Reformasi Pemikiran Islam dalam penelian ini yang akan
dijadikan patokan untuk menganalisis data penelitan. Penulis kemukakan tentang
corak pemikiran klasik, pertengahan dan modern.
A. Corak Pemikiran Klasik Periodisasi pemikiran islam – Periode klasik1 dapat dibagi ke dalam dua
fase, yaitu fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000); dan fase
disintegrasi (1000-1250). Fase pertama (650-1000) yaitu zaman dimana wilayah
Islam mulai meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan di Persia
sampai ke India di Timur. Wilayah itu berada dalam teritorial khalifah yang
pada mulanya berkedudukan di Madinah dan kemudian di Damsyik dan
terakhir di Baghdad. Di masa inilah berkembang dengan pesat ilmu pengetahuan
dan peradaban Islam. Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang coraknya
bermacam-macam seperti fiqh, filsafat, sufisme dan termasuk teologi.2
Dari periode ini ulama–ulama fiqh yang mucul seperti Imam Malik, Imam
Abu Hanifah, Imam Syafii. Sementara dalam bidang teologi ulama-ulama yang
lahir adalah Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, Washil Bin Atho’ Abu Huzail,
Al-Nizam dan Al-Jubai. Fase kedua (1000-1250) adalah persatuan dan kesatuan
umat Islam mulai mengalami kemunduran. Konflik politik seringkali melanda
sehingga hancurnya imperium Islam yang menyebabkan Baghdad berhasil
dikuasasi oleh Hulaghu Khan di tahun 1258.3
Terjadinya gelombang ekspansi pertama, semenanjung Arab, Palestina,
Suria, Irak, Persia dan Mesir sudah masuk dalam wilayah kekuasaan Islam. Pada
1Tulisan periodesasi pemikiran Islam yang didalamnya ditemukan corak pemikiran Islam ini, sebagian atau keseluruhan dikutip dari http://www.rangkumanmakalah.com/ pada kamis 08 Januari 2018.
2Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 36.
3Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 36.
9
661 M, Mu’awiyah membangun dinasti Bani Umayah dan dimulailah gelombang
ekspansi yang kedua. Perluasan kekuasaan yang sudah dimulai sejak zaman Umar
dilanjutkan kembali setelah beberapa lama banyak mengurusi masalah internal.
Namun konflik internal kembali terjadi di lingkungan dinasti yang menyebabkan
kekuasaan Bani Umayah hanya berlangsung selama kurang lebih 90 tahun (661 M
– 750 M) dan kemudian diambil alih oleh Bani ‘Abbasiyah. Bani Abbasiyah (750
M – 1258 M) diwarisi kekuasaan yang cukup luas, meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Suriah, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan
dan sebagian wilayah Asia Tengah. Di beberapa wilayah kekuasaan itu merupakan
pusat kebudayaan besar seperti Yunani, Suryani, Persia dan India. Karenanya
beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan pada
pengembangan pengetahuan.4
Semangat agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, terekspresi pada
masa kekuasaan Bani ‘Abbasiyah, khususnya pada waktu khalifah al-Ma’mun
(berkuasa sejak 813-833 M). Penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasa
Arab terjadi secara besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat
hijriyah. Perpustakaan besar Bait al-Hikmah didirikan oleh khalifah al-Ma’mun
(813-833) di Baghdad yang kemudian menjadi pusat penerjemahan dan
intelektual.5
Buku-buku yang diterjemahkan terdiri dari berbagai bahasa, mulai dari bahasa
Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin. Keberagaman
sumber pengetahuan dan kebudayaan inilah yang kemudian membentuk corak
filsafat Islam selanjutnya, khususnya karya-karya klasik Yunani seperti Plato dan
Aristoteles.6
Menurut Fazlur Rahman, yang disebut filsafat Islam dalam hubungannya dengan
filsafat Yunani harus dilihat dalam konteks hubungan “bentuk-materi.” Jadi
4Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 38. 5Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 38. 6Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 38.
9
661 M, Mu’awiyah membangun dinasti Bani Umayah dan dimulailah gelombang
ekspansi yang kedua. Perluasan kekuasaan yang sudah dimulai sejak zaman Umar
dilanjutkan kembali setelah beberapa lama banyak mengurusi masalah internal.
Namun konflik internal kembali terjadi di lingkungan dinasti yang menyebabkan
kekuasaan Bani Umayah hanya berlangsung selama kurang lebih 90 tahun (661 M
– 750 M) dan kemudian diambil alih oleh Bani ‘Abbasiyah. Bani Abbasiyah (750
M – 1258 M) diwarisi kekuasaan yang cukup luas, meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Suriah, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan
dan sebagian wilayah Asia Tengah. Di beberapa wilayah kekuasaan itu merupakan
pusat kebudayaan besar seperti Yunani, Suryani, Persia dan India. Karenanya
beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan pada
pengembangan pengetahuan.4
Semangat agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, terekspresi pada
masa kekuasaan Bani ‘Abbasiyah, khususnya pada waktu khalifah al-Ma’mun
(berkuasa sejak 813-833 M). Penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasa
Arab terjadi secara besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat
hijriyah. Perpustakaan besar Bait al-Hikmah didirikan oleh khalifah al-Ma’mun
(813-833) di Baghdad yang kemudian menjadi pusat penerjemahan dan
intelektual.5
Buku-buku yang diterjemahkan terdiri dari berbagai bahasa, mulai dari bahasa
Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin. Keberagaman
sumber pengetahuan dan kebudayaan inilah yang kemudian membentuk corak
filsafat Islam selanjutnya, khususnya karya-karya klasik Yunani seperti Plato dan
Aristoteles.6
Menurut Fazlur Rahman, yang disebut filsafat Islam dalam hubungannya dengan
filsafat Yunani harus dilihat dalam konteks hubungan “bentuk-materi.” Jadi
4Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 38. 5Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 38. 6Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 38.
10
filsafat Islam sebenarnya adalah filsafat Yunani secara material namun diaktualkan
dalam bentuk sistem yang bermerk Islam. Sehingga dengan demikian tidaklah
mungkin untuk mengatakan bahwa filsafat Islam hanya merupakan carbon copy
dari filsafat Yunani atau Helenisme. Elaborasi karya klasik dengan dialektika
dogma dan stigma masyarakat, melahirkan karya mutakhir pada zamannya yang
bercorak Islam.7
Pada prinsipnya, motivasi pengembangan sains dan filsafat dalam pemikiran
keislaman, yaitu pertama motivasi kultural (ba’its tsaqafi) yakni adanya kebutuhan
untuk berdebat dengan orang-orang dari agama lain dan membujuk mereka untuk
memeluk Islam, dan kedua karena alasan praktis dalam memperbaiki pola
kehidupan. Ketika terjadi gelombang kebudayaan luar dalam dunia Islam yang
meliputi aqidah kaum Majusi (penyembah api) dan kaum Dahriah, kekhalifahan
‘Abbasiyah menganggap perlu bagi kaum muslim untuk mempelajari ilmu-ilmu
logika serta sistem berpikir rasionalis lainnya untuk menangkal aqidah yang
datang dari luar itu.8
Gairah penggalian terhadap ilmu pengetahuan telah mendorong para ilmuan
Islam untuk dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru seperti; di bidang
kedokteran (Muhammad Ibn Zakariyyah Ar-Razi: Kitab Al-Judari wal Hashbah:
buku tentang cacar dan campak. Abu Ali Al-Husain Ubn Zina: Al-Qahun Fi-ith-
Thiha : Pedoman ilmu Kedokteran), Farmasi (Abdullah bin Ahmad Ibn Baytar:
Jami’ Fi adwiyat al-Mufradah: Bahn lengkap tentang ramuan obat sederhana)
Astronomi ( Abu Rasyihan al-Biruni: Maqolid Ilm Al- Hay’ah : Kunci ilmu
bintang-bintang) Pertanian (Abi Zakariyya Ibn Awwam: Kitab Al Filahah : Biku
Ilmu pertanian) Ilmu Hewan (Syaraf Az-Zaman Al Mawazi: Thabay Al Hayawan :
7Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 76. 8Fazlur Rahman, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Traditional, terj.
Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 77.
11
Ilmu tentang tabiat binatang. Lahirnya cendekiawan dan ilmuan muslim
mencitrakan Islam menjadi referensi peradaban pada masanya.9
B. Corak Pemikiran Islam Abad Pertengahan Pada periode pertengahan juga di bagi dua.10 Periode pertengahan I (1250-
1500) adalah fase kemunduran. Pada fase ini ‘benih’ perpecahan dan disintegrasi
antara umat Islam mengalami eskalasi. Konflik antara Sunni dan Syai’ah semakin
menajam. Di sisi lain secara geografis dunia Islam mengalami perpecahan menjadi
nation-state kecil akibat kuatnya disintegrasi. Secara umum teritori Islam terbagi
dua yaitu bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Suria, Iraq, Palestina, Mesir dan
Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusatnya. Kedua yaitu bagian Persia yang
terdiri dari atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai
pusat.11
Fase II adalah Fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan
zaman kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). Tiga kerajaan
besar itu adalah kerajaan Turki Utsmani (Ottoman Empire) yang berpusat di Turki,
kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ini
masing-masing kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing khususnya di
bidang literatur dan seni arsitektur. Namun, bila dibandingkan dengan kemajuan di
era klasik, kemajuan di era ini sungguh jauh. Karena pada era pertengahan ini
perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan masih merosot tajam atau masih
sangat rendah.12
Periode ini biasanya dikenal dengan zaman kebekuan atau kejumudan. Kata
jumud mengandung arti keadaan membeku, statis, tiada perubahan. Keadaan
seperti ini melanda umat Islam sejak akhir abad 13 hingga memasuki abad 18 M.
9Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 2002), hlm. 43. 10Tulisan periodesasi pemikiran Islam yang didalamnya ditemukan corak pemikiran Islam ini,
sebagian atau keseluruhan dikutip dari http://www.rangkumanmakalah.com/ 11Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 43. 12Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 44.
11
Ilmu tentang tabiat binatang. Lahirnya cendekiawan dan ilmuan muslim
mencitrakan Islam menjadi referensi peradaban pada masanya.9
B. Corak Pemikiran Islam Abad Pertengahan Pada periode pertengahan juga di bagi dua.10 Periode pertengahan I (1250-
1500) adalah fase kemunduran. Pada fase ini ‘benih’ perpecahan dan disintegrasi
antara umat Islam mengalami eskalasi. Konflik antara Sunni dan Syai’ah semakin
menajam. Di sisi lain secara geografis dunia Islam mengalami perpecahan menjadi
nation-state kecil akibat kuatnya disintegrasi. Secara umum teritori Islam terbagi
dua yaitu bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Suria, Iraq, Palestina, Mesir dan
Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusatnya. Kedua yaitu bagian Persia yang
terdiri dari atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai
pusat.11
Fase II adalah Fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan
zaman kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). Tiga kerajaan
besar itu adalah kerajaan Turki Utsmani (Ottoman Empire) yang berpusat di Turki,
kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ini
masing-masing kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing khususnya di
bidang literatur dan seni arsitektur. Namun, bila dibandingkan dengan kemajuan di
era klasik, kemajuan di era ini sungguh jauh. Karena pada era pertengahan ini
perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan masih merosot tajam atau masih
sangat rendah.12
Periode ini biasanya dikenal dengan zaman kebekuan atau kejumudan. Kata
jumud mengandung arti keadaan membeku, statis, tiada perubahan. Keadaan
seperti ini melanda umat Islam sejak akhir abad 13 hingga memasuki abad 18 M.
9Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 2002), hlm. 43. 10Tulisan periodesasi pemikiran Islam yang didalamnya ditemukan corak pemikiran Islam ini,
sebagian atau keseluruhan dikutip dari http://www.rangkumanmakalah.com/ 11Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 43. 12Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 44.
12
Pemikiran rasional yang dulu mendapat tempat yang proporsional digantikan
dengan pemikiran tradisional. Adanya pengingkaran terhadap potensi manusia.
Kemandekan dan kejumudan pemikiran keagamaan terjadi, banyak
mempersepsikan, sebagai akibat polemik akademik antara ulama rasionalis dan
ulama tradisionalis, yang tampaknya ‘dimenangkan’ oleh ulama tradisionalis.
Banyak referensi mencatat bahwa hal demikian terjadi setelah Al-Ghazali (1058-
1111 M) mengugat dan mempertanyakan kaum filosof dalam bukunya Tahafut al-
Falasifa (Kerancuan atas Para Filosof).13
Ibnu Rusyd membidas balik kritik Al-Ghazali, dan mencoba mensucikan
filsafat. Beliau diakui sebagai murid Aristoteles termurni di antara para filosof
muslim. Kontribusi utamanya Ibnu Rusyd terhadap filsafat Islam adalah, pertama,
tesisnya tentang ragam jalur untuk mencapai kebenaran yang sama. Semua jalur
yang dipakai sama-sama bisa diterima, dan didasarkan pada teori makna (the
theory of meaning) yang sangat rasional dan kaya pemikiran. Kedua, Ibnu Rusyd
berusaha memadukan antara filsafat dan agama setelah Al-Kindi , filosof pertama
yang memadukan keduanya. Bahkan dia berpendapat bahwa agama Islam secara
inherent adalah agama yang filosofis karena agama mewajibkan kita berfilsafat.
Kedua filosof muslim di atas berserta filosof lainnya membalikkan pandangan Al-
Ghazali yang mengatakan bahwa agama dan filsafat bertentangan.14
Pemikiran Islam kritis dan rasional pasca-Ibnu Rusyd terasa mati karena
memang pintu ijtihad dan rasionalisme tidak berkembang sejak abad pertengahan,
dikunci oleh arus deras pemikiran konservatif para ulama. Ketika itu, banyak
pemikiran filsafat yang diharamkan atau bahkan sang pemikirnya dijatuhi
hukuman mati dan fatwa kafir (takfir) karena dianggap filsafat adalah produk
bid’ah yang datang bukan dari Islam.15
13Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran…, hlm. 76. 14H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam
Dunia Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 17. 15H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran…, hlm. 18.
13
Hasan Hanafi menyatakan, sebagaimana yang dikutip A. Khudori Soleh,
bahwa penyebab kejumudan dan kebekuan pemikiran keagamaan adalah (1)
Eksklusifisme. Karena adanya pentokohan, bahkan pensakralan individu, sikap
tradisionalistik menggiring terbentuknya sikap-sikap eksklusif yang hanya
menghargai dan mengakui kebenaran kelompoknya sendiri dan menolak
keberadaan fihak lain. (2) Subjektifisme. Sebagai akibat lanjut dari eksklusifisme,
orang-orang kelompok ini menjadi kehilangan sikap objektifitas dalam menilai
sebuah persoalan. Benar dan salah tidak lagi didasarkan atas persoalannya
melainkan lebih pada asalnya, dari dan oleh kelompok mana atau tokoh siapa. (3)
Determinisme. Sebagai akibat lebih lanjut dari dua konsekuensi diatas, dimana
masyarakat telah tersubordinasi dan terkurung dalam satu warna, mereka menjadi
terbiasa menerima “sabda” sang panutan dan menganggapnya sebagai sebuah
keniscayaan tanpa ada keinginan untuk merubah apalagi menolak.16
C. Corak Pemikiran Islam Modern Corak pemikiran Islam di dunia pada masa modern ini setidaknya dapat
dilihat dalam tiga bentuk yaitu Corak Pemikiran Islam Dalam Bidang Teologi,
Filsafat,dan Politik.
1. Corak Modernisasi Pemikiran Islam dalam Aspek Teologis Pemikiran teologi Abduh mempunyai dimensi yang sangat luas apalagi
jika dikaji sampai detail-detail masalah dan dibahas dan argumen-argumen
yang diajukan. Pemikiran Abduh sudah banyak yang ditulis ada yang sifanya
pengenalan, pembahasan secara sederhana dan ada pula yang cukup
mendalam. Istilah yang digunakan oleh Abduh dalam teoliginya adalah ilmu
tauhid yang menurutnya adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud
Allah, sifat-sifat yang wajib pada-Nya, sifat-sifat yang jaiz dan yang muhal.
Disamping itu juga membahas para Rasul Allah, bagaimana meyakinkan
16A Khudori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003), hlm.
13
Hasan Hanafi menyatakan, sebagaimana yang dikutip A. Khudori Soleh,
bahwa penyebab kejumudan dan kebekuan pemikiran keagamaan adalah (1)
Eksklusifisme. Karena adanya pentokohan, bahkan pensakralan individu, sikap
tradisionalistik menggiring terbentuknya sikap-sikap eksklusif yang hanya
menghargai dan mengakui kebenaran kelompoknya sendiri dan menolak
keberadaan fihak lain. (2) Subjektifisme. Sebagai akibat lanjut dari eksklusifisme,
orang-orang kelompok ini menjadi kehilangan sikap objektifitas dalam menilai
sebuah persoalan. Benar dan salah tidak lagi didasarkan atas persoalannya
melainkan lebih pada asalnya, dari dan oleh kelompok mana atau tokoh siapa. (3)
Determinisme. Sebagai akibat lebih lanjut dari dua konsekuensi diatas, dimana
masyarakat telah tersubordinasi dan terkurung dalam satu warna, mereka menjadi
terbiasa menerima “sabda” sang panutan dan menganggapnya sebagai sebuah
keniscayaan tanpa ada keinginan untuk merubah apalagi menolak.16
C. Corak Pemikiran Islam Modern Corak pemikiran Islam di dunia pada masa modern ini setidaknya dapat
dilihat dalam tiga bentuk yaitu Corak Pemikiran Islam Dalam Bidang Teologi,
Filsafat,dan Politik.
1. Corak Modernisasi Pemikiran Islam dalam Aspek Teologis Pemikiran teologi Abduh mempunyai dimensi yang sangat luas apalagi
jika dikaji sampai detail-detail masalah dan dibahas dan argumen-argumen
yang diajukan. Pemikiran Abduh sudah banyak yang ditulis ada yang sifanya
pengenalan, pembahasan secara sederhana dan ada pula yang cukup
mendalam. Istilah yang digunakan oleh Abduh dalam teoliginya adalah ilmu
tauhid yang menurutnya adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud
Allah, sifat-sifat yang wajib pada-Nya, sifat-sifat yang jaiz dan yang muhal.
Disamping itu juga membahas para Rasul Allah, bagaimana meyakinkan
16A Khudori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003), hlm.
14
kerasulan, meyakinkan apa yang wajib bagi mereka apa yang boleh dan apa
yang terlarang menghubungkannya.
Ilmu kalam ini belum ada pada zaman Rasulullah dan baru muncul pada
periode setelah itu, yaitu sesudah kaum muslimin bersentuhan dengan budaya
dan pemikiran yang datang dari luar. Sebagimana dimaklumi, pemikiran
keagamaan semasa Rasul hidup masih sangat secderhana dan jelas belulm
berkembang. Untuk perekembangan selanjutnya digambarkan oleh Abduh
sebgai berikut: “Selanjutnya sebagian orang yang turut membaiat ‘Ali
(Khalifah keempat) menghianati janji-janji mereka. Karena itulah timbul
huru-hara perang saudara dikalangan kaum muslimin (perang Jamal dan
Shifin), sampai kemudian pemerintah kemudian dipegang oleh Bani
Umayyah. Tetapi pembinaan masyarakat Islam telah hancur berantakan dan
tali kesatuan yang mengikat mereka telah putus. Dalam pada itu timbul gejala
lain yaitu membuat riwayat palsu dan takwil yang macam-macam. Tiap-tiap
golongan sudah menjadi sedemikian fanatiknya yang akhirnya memecah belah
tubuh umat Islam ke dalam kelompok Syi’ah, Khawarij dan Mutadilin
(moderat).”
Kemunculan masalah teologis diangkat pertama kali oleh kaum khawarij.
Semula persoalan teologis ini dimaksudkan sebagai justifikasi terhadap sikap
dan gerakan oposisi mereka. Namun dalam perkembangnnya kemudian justru
masalah-masalah yang dibicarakan kaum khawarij ini mengkristal menjadi
problema pemikiran keagaman.17
Pada perkembangan berikutnya situasi bertambah kompleks setelah
banyak para pengikut agama lain membawa aqidah dan kepercayaan mereka
sebelumnya. Mereka ingin sekali mempertemukan ajaran Islam dengna ajaran
dan praktek-praktek yang biasa mereka lakukan. Muncullah kemudian
problem filosofis tentang perbuatan manusia, apakah ia sebenarnya makhluk
17Ahmad Amir Aziz, Pembaharuan Teologi (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 28.
15
bebas atau terikat. Persoalan ini melhirkan kelompok Qodariyah dan Jabariyah
dalam aliran teologi Islam.
Masih dalam kaitan masalah yang dipersengketakan oleh dua kelompok
diatas, muncullah golongan Mu’tazilah yang dipelopori oleh Washil bin Atha.
Mu’tazilah ini menurut Abduh merupakan aliran yang terlalu
mencampuradukkan agama dengan pengetahuan luar, sehingga dalam sisi
tertentu mereka telah keluar dari kelompok salaf. Jadi kritik Aabduh kiranya
tertuju pada pemikiran keagamaan Mu’tazilah yang terlalu berkembang
bebas.18
Pokok yang mendasari pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh
sangat berkaitan dengan corak teologi yang dianutnya. Para penulis terdahulu
berbeda pendapat dala menlai corak teologi mana yang dianut oleh
Muhammad Abduh. Penilitian terakhir yang dilakukan oleh Harun Nasution,
menunjukkan bahwa teologi Muhammad Abduh bercorak rasional, dekat
dengan teologi Mu’tazilah yang mempercayai hukum alam. Kecenderungan
Muhammad Abduh kepada teologi Mu’tazilah dapat dilihat dalam buku
karangannya yang berjudul Hasyiah ‘Ala Syarh al-Aqaid al-Dawani li al-
Adudiyah yang diterbitkan oleh Al- Matba’ah al-Khairiyah di Kairo tahun
1905.
Dengan teologi rasional itulah ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh
mempunyai ruang gerak yang lebih luas, dibawah sikap rasional dan paham
kebebasan manusia ide pembaharuannya bercorak dinamis, dan mempunyai
arti penting bagi kemajuan umat Islam pada zaman modern. Dengan kata lain,
gagasan utama pembaharuannya berangkat dari asumsi dasar bahwa semangat
rasional harus mewarnahi sikap fikir mayarakat dalam memahami ajaran
18Ahmad Amir Aziz, Pembaharuan…, hlm. 30.
15
bebas atau terikat. Persoalan ini melhirkan kelompok Qodariyah dan Jabariyah
dalam aliran teologi Islam.
Masih dalam kaitan masalah yang dipersengketakan oleh dua kelompok
diatas, muncullah golongan Mu’tazilah yang dipelopori oleh Washil bin Atha.
Mu’tazilah ini menurut Abduh merupakan aliran yang terlalu
mencampuradukkan agama dengan pengetahuan luar, sehingga dalam sisi
tertentu mereka telah keluar dari kelompok salaf. Jadi kritik Aabduh kiranya
tertuju pada pemikiran keagamaan Mu’tazilah yang terlalu berkembang
bebas.18
Pokok yang mendasari pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh
sangat berkaitan dengan corak teologi yang dianutnya. Para penulis terdahulu
berbeda pendapat dala menlai corak teologi mana yang dianut oleh
Muhammad Abduh. Penilitian terakhir yang dilakukan oleh Harun Nasution,
menunjukkan bahwa teologi Muhammad Abduh bercorak rasional, dekat
dengan teologi Mu’tazilah yang mempercayai hukum alam. Kecenderungan
Muhammad Abduh kepada teologi Mu’tazilah dapat dilihat dalam buku
karangannya yang berjudul Hasyiah ‘Ala Syarh al-Aqaid al-Dawani li al-
Adudiyah yang diterbitkan oleh Al- Matba’ah al-Khairiyah di Kairo tahun
1905.
Dengan teologi rasional itulah ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh
mempunyai ruang gerak yang lebih luas, dibawah sikap rasional dan paham
kebebasan manusia ide pembaharuannya bercorak dinamis, dan mempunyai
arti penting bagi kemajuan umat Islam pada zaman modern. Dengan kata lain,
gagasan utama pembaharuannya berangkat dari asumsi dasar bahwa semangat
rasional harus mewarnahi sikap fikir mayarakat dalam memahami ajaran
18Ahmad Amir Aziz, Pembaharuan…, hlm. 30.
16
Islam. Jika semangat ini ditumbuhkan, kecenderngan taklid dan menutup
pintu ijtihad dapat dikikis.19
2. Corak Modernisasi Pemikiran Islam dalam Aspek Filsafat Islam adalah pewaris warisan Filosofikal dari dunia Mediteranian dan
anak benua India. Ia mengalih bentuk warisan ini dalam pandangan dunia
Islam dan sesuai dengan semangat dan simbol tertulis Al-Qur’an, dan
melahirkan serangkaian besar madzhab-madzhab intelektual dan filosofikal.
Tradisi ini melahirkan intelektual-intelektual besar semisal, al-Farabi, Ibn
Sina, Ibn Rusyd, al-Ghazali dan sebagainya yang beberapa diantaranya
dikenal di barat dan beberapa yang lain baru sekarang dikenal di luar dunia
Islam.
Sewaktu dunia Islam untuk pertama kalinya bertemu barat pada abad ke-
19 M di negeri-negrei seperti Mesir, Persia, Turki dan anak benua India,
tradisi intelektual yang ada di setiap kawasan menampakkan reaksi sesuai
dengan kondisi-kondisi lokal tetapi dalam konteks umum tradisi intelektual
universal Islam. Pengaruh filsafat barat disetiap kawasan dunia Islam
bergantung pada bentuk kolonialisme yang kebetulan mondominasi di suatu
kawasan tertentu. Kalangan modernis di anak benua India misalnya
terdominasi oleh filsafat inggris periode Victorian. Sebaliknya kelompok-
kelompok modernis di Iran yang menaruh minat pada bahasa dan kebudayaan
Perancis untuk dapat melepaskan pengaruh-pengaruh Inggris dan Rusia dari
Utara dan Selatan tergila-gila pada Descartes dan selanjutnya filsafat
Cartesian dan juga pada positivism comtian abad ke-19.20
Kekecewaan dengan peradaban Barat modern, ketidaktentuan masa
depan, serta keperluan kembali ke inti agama telah menyebabkan banyak
orang terutama kalangan akademis memeriksa ulang Sufisme lalu menyulut
19Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 102-103.
20Seyyed Hossen Nasr, Islam Tradisi: Di Tengah Kancah Dunia Moderen (T.tp.:, t.p.,t.t.), hlm. 186-187.
17
minat kepada pengajarannya. Akhirnya kekuatan-kekuatan yang sama telah
membimbing banyak orang kepada penemuan kembali filsafat islam sendiri
dan pada gilirannya kebangkitan kembali filsafat itu, terutama di wilayah Iran.
Kebangkitan-kebangkitan kembali pemikiran Islam dalam bermacam-macam
gaya pun teramati disebagian besar di negeri Muslim antara lain: Dunia Arab,
Arab bagian Timur yaitu Mesir dan Syiria adalah dua pusat terbesar aktifitas
cultural dan filosofikal pada abad ke 20. Banyak tokoh-tokoh yang masyhur
sebelum dan sesudah perang dunia ke-2, semisal Abu Halim Mahmud,
Ustman Amin, Ibrahim Madkour, dll. Hampir semua tokoh menaruh minat
pada kebangkitan filsafat Islam serta perjumpaannya dengan pemikiran Barat.
Semenjak perang Dunia ke-2 tujuan membangkitkan kembali pemikiran Islam
telah digabungkan dengan suatu gerakan penting yaitu penerjemahan filsafat
Barat ke dalam bahasa Arab.21
Kebangkitan kembali pemikiran Islam cenderung bernada puritanical
yang mengikuti aliran Wahabi-Salafi periode awal atau dengan sufisme yang
juga menjadi sasaran penting kebangkitan kembali selama beberapa tahun di
Mesir. Di Lebanon, Fokus kegiatan filosofikal yang lebih modern daripada
Syiria dan Mesir. Lebanon berusaha memainkan jembatan antara Barat dan
dunia Islam. Sepanjang dekade terakhir ini ada cendekiawan-cendekiawan
Lebanon baik muslim maupun Kristen seperti Umar Farrukh, Hasan sha’b,
Kamal al-Yaziji, dll, yang berkepedulian dengan pengkajian atas filsafat
Islam. Di Irak, Irak telah menghasilkan aneka sarjana terkenal yang
mengawinkan kedua jenis disiplin itu, yang Islami dan bercorak Eropa.
Sarjana-sarjana ini meliputi: Baqir al- Shadr, Kamil al-Syaybi, Husayn Ali
Mahfuzh, dan terutama Muhsin Mahdi yang telah memberikan konstribusi
yang berharga pada kajian atas al-Farabi dan Ibn Khaldun. Ada pula upaya-
21Seyyed Hossen Nasr, Islam Tradis…, hlm. 189.
17
minat kepada pengajarannya. Akhirnya kekuatan-kekuatan yang sama telah
membimbing banyak orang kepada penemuan kembali filsafat islam sendiri
dan pada gilirannya kebangkitan kembali filsafat itu, terutama di wilayah Iran.
Kebangkitan-kebangkitan kembali pemikiran Islam dalam bermacam-macam
gaya pun teramati disebagian besar di negeri Muslim antara lain: Dunia Arab,
Arab bagian Timur yaitu Mesir dan Syiria adalah dua pusat terbesar aktifitas
cultural dan filosofikal pada abad ke 20. Banyak tokoh-tokoh yang masyhur
sebelum dan sesudah perang dunia ke-2, semisal Abu Halim Mahmud,
Ustman Amin, Ibrahim Madkour, dll. Hampir semua tokoh menaruh minat
pada kebangkitan filsafat Islam serta perjumpaannya dengan pemikiran Barat.
Semenjak perang Dunia ke-2 tujuan membangkitkan kembali pemikiran Islam
telah digabungkan dengan suatu gerakan penting yaitu penerjemahan filsafat
Barat ke dalam bahasa Arab.21
Kebangkitan kembali pemikiran Islam cenderung bernada puritanical
yang mengikuti aliran Wahabi-Salafi periode awal atau dengan sufisme yang
juga menjadi sasaran penting kebangkitan kembali selama beberapa tahun di
Mesir. Di Lebanon, Fokus kegiatan filosofikal yang lebih modern daripada
Syiria dan Mesir. Lebanon berusaha memainkan jembatan antara Barat dan
dunia Islam. Sepanjang dekade terakhir ini ada cendekiawan-cendekiawan
Lebanon baik muslim maupun Kristen seperti Umar Farrukh, Hasan sha’b,
Kamal al-Yaziji, dll, yang berkepedulian dengan pengkajian atas filsafat
Islam. Di Irak, Irak telah menghasilkan aneka sarjana terkenal yang
mengawinkan kedua jenis disiplin itu, yang Islami dan bercorak Eropa.
Sarjana-sarjana ini meliputi: Baqir al- Shadr, Kamil al-Syaybi, Husayn Ali
Mahfuzh, dan terutama Muhsin Mahdi yang telah memberikan konstribusi
yang berharga pada kajian atas al-Farabi dan Ibn Khaldun. Ada pula upaya-
21Seyyed Hossen Nasr, Islam Tradis…, hlm. 189.
18
upaya untuk menelaah filsafat pendidikan Islam terutama oleh Fadzil al-
Jamali.
Di Iran, Filsafat Islam terus berkembang sebagai tradisi yang hidup
sesudah apa yang dikenal dengan Abad Tengah dan terus bertahan sampai
dewasa ini. Semenjak akhir perang Dunia ke-1 filsafat eropa terutama aliran
Prancis yang diidentifikasi dengan tokoh-tokoh seperti Descartes dan lebih
belakangan Bergson, berpengaruh di kalangan kelas-kelas akademis khusunya
di universitas-universitas dan akademi-akademi modern. Diantara tokoh-
tokoh tradisional yang paling aktif dalam kebangkitan kembali filsafat Islam
di Iran, orang dapat menyebut Sayyid Abu al-Hassan Qazwini, Sayyid
Muhammad Khazim ‘Ashshar, dan lain-lain.22
3. Corak Modernisasi Pemikiran Islam dalam Aspek Politik Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 memperlihatkan sosok buram
wajah dunia Islam. Hampir seluruh wilayah Islam berada dalam genggaman
penjajah Barat. Dalam internal umat Islam sendiri, emahaman keagaman
mereka yang tidak antisipatif terhadap berbagai permasalahan membuat merka
semakin jauh tertiggal menghadapi Hegemomi barat. Umat Islam lebih
mengandalkan pemahaman ulama-ulama masa lalu daripada melakukan
terobosan-terobosan baru untuk menjawab permaalahn-permasalahan yang
mereka hadapi.
Dalam politik, dunia Islam mulai bersentuhan dengan gagasan-gagasan
pemikiran barat. Sebelumnya, pada masa klasik dan pertengahan, umat Islam
dapat dikatakan mendominasi percaturan polotik internasional. Dinasti-dinasti
Islam silih berganti naik ke puncak kekuasaan politik. Namun keadaan
berbalik pada masa modern. Kekalahan-kekalahan dari dinasti Bani Usmani
dari Barat membuat rasa percaya diri Barat semakin tinggi. Hal ini di tambah
lagi dengan capaian ilmu pengetahuan dan teknologi Barat dapat menguasahi
22Seyyed Hossen Nasr, Islam Tradisi…, hlm. 186.
19
dunia Islam. Pada masa modern, hampir seluruh dunia Islam mengalam
pejajahan Barat.23
Salah satu pemikir politik Islam masa modern yaitu Muhamma Abduh.
Pada ,masa Abduh dunia Islam menngalami penjajahan dan kolonialisme oleh
negara-negara Barat. Hampir tidak ada wilayah Islam yang terbebas dari
penjajahan Barat. Meir ysng merupakan negara Abduh juga mengalami
penjajahn dari Perancis dan Inggris. Karena itu, Abduh jaga merasa
terpannggil untuk menentang kehadiran kolonialisme Barat di negaranya dan
dunia Islam umumnya.
Abduh sangat membenci kehadiran bnagsa Barat, namun juga
meyesalkan sikap penguaasa-penguasa muslim dan ulama yang memberi
mereka kesempatan pada bangsa-bangsa Barat unutk menguasai mereka.
Menurut Abduh, kehadiran bangsa-bangsa Barat tidak hanya meguasai dunia
Islam, tetapi juga mengembangkan sistem nilai mereka, seperti dalam bidang
sosial, politik, pendididkan, budaya dan hukum, terhadap umat Islam. Dalam
lapangan sosial politik, bangsa Barat berusaha memaksakan kehendak mereka.
Dibidang pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan Barat yang memisahkan
antara pendidikan agama dan umum menjadi fenomena di dunia Islam.24
Kepada penguasa-penguasa muslim yang depotis, Abduh juga
mengarahkan kecaman pedasnya dan memandang mereka sebagai antek-antek
imperealis Barat yang berkonspirasi menindas rakyat. Menurutnya, pemimpin
muslim menyandang gelar tinggi seprti sultan atau pangeran, hidup mewah,
dan berupaya mencari perlindungan dari pemerintahan asing non- muslim
untuk memperkuat dirinya dalam menghadapi rakyatnya sendiri. Pemimpin
seperti ini menjadi penyebab pula bagi kehancuran akhlak di dalam
masyarakat. Mereka menjadi pemimpin yang otoriter.
23Muhammad Iqbal dkk, Pemikir Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 56. 24Muhammad Iqbal, dkk, Pemikir Politik Islam…, hlm. 72.
19
dunia Islam. Pada masa modern, hampir seluruh dunia Islam mengalam
pejajahan Barat.23
Salah satu pemikir politik Islam masa modern yaitu Muhamma Abduh.
Pada ,masa Abduh dunia Islam menngalami penjajahan dan kolonialisme oleh
negara-negara Barat. Hampir tidak ada wilayah Islam yang terbebas dari
penjajahan Barat. Meir ysng merupakan negara Abduh juga mengalami
penjajahn dari Perancis dan Inggris. Karena itu, Abduh jaga merasa
terpannggil untuk menentang kehadiran kolonialisme Barat di negaranya dan
dunia Islam umumnya.
Abduh sangat membenci kehadiran bnagsa Barat, namun juga
meyesalkan sikap penguaasa-penguasa muslim dan ulama yang memberi
mereka kesempatan pada bangsa-bangsa Barat unutk menguasai mereka.
Menurut Abduh, kehadiran bangsa-bangsa Barat tidak hanya meguasai dunia
Islam, tetapi juga mengembangkan sistem nilai mereka, seperti dalam bidang
sosial, politik, pendididkan, budaya dan hukum, terhadap umat Islam. Dalam
lapangan sosial politik, bangsa Barat berusaha memaksakan kehendak mereka.
Dibidang pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan Barat yang memisahkan
antara pendidikan agama dan umum menjadi fenomena di dunia Islam.24
Kepada penguasa-penguasa muslim yang depotis, Abduh juga
mengarahkan kecaman pedasnya dan memandang mereka sebagai antek-antek
imperealis Barat yang berkonspirasi menindas rakyat. Menurutnya, pemimpin
muslim menyandang gelar tinggi seprti sultan atau pangeran, hidup mewah,
dan berupaya mencari perlindungan dari pemerintahan asing non- muslim
untuk memperkuat dirinya dalam menghadapi rakyatnya sendiri. Pemimpin
seperti ini menjadi penyebab pula bagi kehancuran akhlak di dalam
masyarakat. Mereka menjadi pemimpin yang otoriter.
23Muhammad Iqbal dkk, Pemikir Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 56. 24Muhammad Iqbal, dkk, Pemikir Politik Islam…, hlm. 72.
20
Kondisi ini diperparah oleh kebodohan ahli fiqih. Mereka tidak
memahami poliltik dan bergantung kepada penguasa, sehingga tidak
memepertanggung jawabkan kekuasaannya. Hal ini disebabkan karena umat
Islam sudah terasuki oleh paham-paham keagamaan yang berasal dari luar
Islam.
Pandangan Abduh terihat moderat. Ia tidak serta merta menolak Barat.
Nilai-nilai demokrasi yang menghendaki adanya kontrol terhadap kekuasaaan
dan diwujudkannya melalui lembaga perwakilan dapat diterimanya. Namun,
Abduh sangat menolak umat Islam yang mencari sistem hukum yang tidak
sejalan dengan tradisi budaya dan masyarakatnya. Menurut Abduh, hukum
yang akan dijalankan untuk masyarakat haruslah yang sesuai dengan
kepribadian masyarakat itu sendiri.25
Sedangkan di Indonesia Corak pemikiran Islam di era modern dapat di
gambar bahwa dapat dipeparkan dari pemahaman modernisasi. Bahwa
Pengertian Islam Modernis Kata modern berasal dari bahasa Inggris
modernistic yang berarti model baru. Selanjutnya kata modern erat pula
kaitannya dengan modernisasi yang berarti pembaruan atau tajdid dalam
bahasa Arabnya. Dalam masyarakat barat modernisasi mengandung arti
pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-
istiadat dan sebagainya ntuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Jika
dikaitkan dengan agama, maka modernisme adalah ”religion the tandency of
religius belief to harmonize with modern ideas” (kecendrungan agama yang
muncul dari adanya keyakinan beragama untuk memadukan gagasan-gagasan
modern).26
Dalam Islam, modernisasi berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk
melakukan reinterpretasi tetentang terhadap pemahaman dan pemikiran
25Muhammad Iqbal dkk, Pemikir Politik Islam…., hlm. 74-75. 26Lihat dalam website Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
21
terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian
yang diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadits
tersebut. Berdasarkan uraian tersebut kiranya dapat diperoleh suatu
pemahaman bahwa yang dimaksud dengan Islam modernis adalah paham ke-
Islaman yang didukung oleh sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan dengan
hukum-hukum Tuhan baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun dalam
alam raya berupa Sunatullah. 2. Masuk dan Berkembangnya Corak-Corak
Pemikiran Modern Dalam Islam di Indonesia Perkembangan pemikiran Islam
di Indonesia baru dimulai sejak sekitar masa pergerakan nasional. Pemikiran
Islam pada masa itu juga tidak lepas dari gerakan pembaruan Islam yang ada
di Timur Tengah (terutama Mesir). Pemikiran Islam di Indonesia berkembang
cukup pesat di awal abad ke-20. Hal itu ditandai dengan lahirnya gerakan
modernisme. Gerakan modernisme yang bertumpu pada Qur’an dan Sunnah
berupaya untuk mengembalikan kembali umat Islam kepada sumber ajarannya
yang tidak pernah usang ditelan zaman sehingga tidak perlu diperbarui.
Namun, hal ini perlu diangkat lagi ke permukaan masyarakat yang telah
tertutup oleh tradisi dan adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran pokok
tersebut (tradisionalisme). Pengusung gerakan modernisme pada saat itu
antara lain adalah H.O.S. Cokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, Agus Salim, dan
Mohammad Natsir. Perubahan dari taqlid kepada ijtihad merupakan akar
pemikiran Islam tersebut. Akar pemikiran itu lalu menjalar kepada pemikiran
aplikatif dalam kehidupan modern. Beberapa hal yang sering menjadi bahan
pembicaraan atau bahkan perdebatan adalah mengenai politik dan negara.
Pada tahun 1940-an, terjadi polemik pemikiran politik Islam antara Natsir dan
Soekarno.27
Pembicaraan mengenai hal ini adalah sebuah respon seorang Mohammad
Natsir atas pernyataan pemikiran Soekarno bahwa zaman modern menuntut
27Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
21
terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian
yang diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-Hadits
tersebut. Berdasarkan uraian tersebut kiranya dapat diperoleh suatu
pemahaman bahwa yang dimaksud dengan Islam modernis adalah paham ke-
Islaman yang didukung oleh sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan dengan
hukum-hukum Tuhan baik yang terdapat dalam al-Qur’an maupun dalam
alam raya berupa Sunatullah. 2. Masuk dan Berkembangnya Corak-Corak
Pemikiran Modern Dalam Islam di Indonesia Perkembangan pemikiran Islam
di Indonesia baru dimulai sejak sekitar masa pergerakan nasional. Pemikiran
Islam pada masa itu juga tidak lepas dari gerakan pembaruan Islam yang ada
di Timur Tengah (terutama Mesir). Pemikiran Islam di Indonesia berkembang
cukup pesat di awal abad ke-20. Hal itu ditandai dengan lahirnya gerakan
modernisme. Gerakan modernisme yang bertumpu pada Qur’an dan Sunnah
berupaya untuk mengembalikan kembali umat Islam kepada sumber ajarannya
yang tidak pernah usang ditelan zaman sehingga tidak perlu diperbarui.
Namun, hal ini perlu diangkat lagi ke permukaan masyarakat yang telah
tertutup oleh tradisi dan adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran pokok
tersebut (tradisionalisme). Pengusung gerakan modernisme pada saat itu
antara lain adalah H.O.S. Cokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, Agus Salim, dan
Mohammad Natsir. Perubahan dari taqlid kepada ijtihad merupakan akar
pemikiran Islam tersebut. Akar pemikiran itu lalu menjalar kepada pemikiran
aplikatif dalam kehidupan modern. Beberapa hal yang sering menjadi bahan
pembicaraan atau bahkan perdebatan adalah mengenai politik dan negara.
Pada tahun 1940-an, terjadi polemik pemikiran politik Islam antara Natsir dan
Soekarno.27
Pembicaraan mengenai hal ini adalah sebuah respon seorang Mohammad
Natsir atas pernyataan pemikiran Soekarno bahwa zaman modern menuntut
27Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
22
pemisahan agama dan negara seperti yang dipraktekkan oleh Musthafa Kemal
“Attaturk” Pasha di Mesir. Pemikiran Soekarno terkait dengan gagasan
pemisahan agama dari negara di Barat (Eropa) yang menyatakan bahwa
agama adalah aturan spiritual (akhirat) dan negara adalah aturan duniawi
(secular). Ditambahkan oleh soekarno bahwa agama adalah urusan spiritual
pribadi, sedangkan masalah negara adalah persoalan dunia dan
kemasyarakatan. Berdasarkan hal tersebut, ia menilai bahwa pelaksanaan
ajaran agama hendaknya menjadi tanggung jawab setiap pribadi muslim dan
bukan negara atau pemerintah. Negara dalam hal ini tidak turut campur untuk
mengatur dan memaksakan ajaran-ajaran agama kepada para warga
negaranya. Tapi menurutnya dengan dipisahkannya agama dengan negara
bukan berarti ajaran Islam dikesampingkan, sebab dalam negara demokrasi,
semua aspirasi termasuk aspirasi keIslaman dapat disalurkan melalui
parlemen. Umat Islam juga jangan terpaku dengan bentuk formal atau luar
ajaran Islam tetapi lebih memperhatikan isi (substansi) atau semangat ajaran
Islam.28
Apabila Indonesia menjadi Negara Islam dan Islam diterima sebagai
dasar negara maka akan terjadi perpecahan di Indonesia karena tidak seluruh
rakyat Indonesia beragama Islam. Menurut pandangan Soekarno, negara
nasional adalah cita-cita rakyat Indonesia. Dalam usaha membangkitkan
semangat cinta tanah air harus ditekankan pentingnya persatuan yang
menurutnya tidak dapat didasarkan pada sukuisme, agama, atau ras. Persatuan
bangsa menurut Soekarno (mengutip Ernest Renan) hanya bisa dibangun oleh
kehendak untuk bersatu (le desire d’etre ensemble) dan rasa pengabdian
kepada tanah air. Persatuan harus mengabaikan kepentingan golongan yang
sempit sekalipun berupa kepentingan Islam. Beberapa poin diatas merupakan
28Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
23
gambaran singkat pemikiran Soekarno mengenai Islam dan Negara.
Sementara itu, Natsir mengemukakan pandangannya tentang negara Islam.29
Salah satu penyebab mengapa orang tidak setuju tentang persatuan
agama dan negara ialah karena gambaran yang keliru mengenai negara Islam.
Gambaran yang disampaikan para Orientalis Barat itu menurutnya telah
menyimpang dari bentuk asli negara Islam dan telah mempengaruhi umat
Islam untuk tidak menyetujui penyatuan Islam dengan Negara. Menurutnya,
kekhalifahan Turki Utsmani terakhir (yang menurut Soekarno dianggap
sebagai Negara Islam) dinilai tidak mencerminkan ciri-ciri Negara Islam.
Natsir juga berpandangan bahwa negara sebagai alat untuk merealisasikan
cita-cita Islam sesuai Al Quran dan Sunnah dan bukan merupakan tujuan akhir
dalam Islam. Dalam Fiqhud Da’wah, Natsir menggambarkan bahwa hidup
duniawi dan ukhrawi pada hakikatnya hanyalah dua fase (tahapan) dari
kehidupan yang satu dan kontinyu; fase yang satu berkesinambungan dengan
yang lain bagaikan bersambungnya siang dan malam. Ajaran Islam
menurutnya tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya tetapi
juga hubungan manusia dengan sesamanya. Dalam Islam terdapat semua
perangkat aturan di setiap aspek kehidupan tanpa terkecuali.30
Prinsip kenegaraan dalam Islam menekankan kepada bentuk musyawarah
atau syuro. Tapi menurutnya, musyawarah dalam Islam berbeda dengan
demokrasi karena dasar pemerintahan harus bersandar kepada ajaran Islam
yang sudah jelas dan pasti (qath’i). Jadi prinsip pemerintahan negara tidak
boleh ada yang lain walaupun ditentukan melalui proses musyawarah
parlemen atau meminta persetujuan mayoritas warga negara. Dalam hal ini,
Natsir menyatakan bahwa untuk dasar negara hanya mempunyai dua pilihan
yaitu Sekularisme (la-diniyah, atau paham agama (dini). Maka negara yang
dikehendaki Natsir adalah negara yang pada prinsipnya diatur oleh hukum-
29Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 30Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
23
gambaran singkat pemikiran Soekarno mengenai Islam dan Negara.
Sementara itu, Natsir mengemukakan pandangannya tentang negara Islam.29
Salah satu penyebab mengapa orang tidak setuju tentang persatuan
agama dan negara ialah karena gambaran yang keliru mengenai negara Islam.
Gambaran yang disampaikan para Orientalis Barat itu menurutnya telah
menyimpang dari bentuk asli negara Islam dan telah mempengaruhi umat
Islam untuk tidak menyetujui penyatuan Islam dengan Negara. Menurutnya,
kekhalifahan Turki Utsmani terakhir (yang menurut Soekarno dianggap
sebagai Negara Islam) dinilai tidak mencerminkan ciri-ciri Negara Islam.
Natsir juga berpandangan bahwa negara sebagai alat untuk merealisasikan
cita-cita Islam sesuai Al Quran dan Sunnah dan bukan merupakan tujuan akhir
dalam Islam. Dalam Fiqhud Da’wah, Natsir menggambarkan bahwa hidup
duniawi dan ukhrawi pada hakikatnya hanyalah dua fase (tahapan) dari
kehidupan yang satu dan kontinyu; fase yang satu berkesinambungan dengan
yang lain bagaikan bersambungnya siang dan malam. Ajaran Islam
menurutnya tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya tetapi
juga hubungan manusia dengan sesamanya. Dalam Islam terdapat semua
perangkat aturan di setiap aspek kehidupan tanpa terkecuali.30
Prinsip kenegaraan dalam Islam menekankan kepada bentuk musyawarah
atau syuro. Tapi menurutnya, musyawarah dalam Islam berbeda dengan
demokrasi karena dasar pemerintahan harus bersandar kepada ajaran Islam
yang sudah jelas dan pasti (qath’i). Jadi prinsip pemerintahan negara tidak
boleh ada yang lain walaupun ditentukan melalui proses musyawarah
parlemen atau meminta persetujuan mayoritas warga negara. Dalam hal ini,
Natsir menyatakan bahwa untuk dasar negara hanya mempunyai dua pilihan
yaitu Sekularisme (la-diniyah, atau paham agama (dini). Maka negara yang
dikehendaki Natsir adalah negara yang pada prinsipnya diatur oleh hukum-
29Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 30Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
24
hukum Allah (syariat Islam). Bahan pembicaraan lainnya terkait dengan
pemikiran modernis Islam di Indonesia adalah mengenai pembinaan sosial-
ekonomi masyarakat Indonesia menurut Islam. Pemikiran tentang hal tersebut
diusung oleh Agus Salim dan Tjokroaminoto ketika mereka (pada masanya
masing-masing) berhadapan dengan pihak komunis dan nasionalis.31
Pada umumnya, sampai pada masa konstituante tahun 1956-1959,
pemikiran Islam di Indonesia berkisar pada soal-soal ibadah dan muamalah.
Sering perkembangan-perkembangan Islam dan non-Islam cenderung
berinteraksi dan tumpang tindih satu sama lain, karena pembaruan-pembaruan
Islam sejak waktu paling awal tidak hanya menyentuh bidang keagamaan dan
sosial tetapi juga bidang politik. Kompleksitas-kompleksitas ini ditunjukkan
dengan baik oleh dua organisasi besar –Muhammadiyah dan Sarekat Islam
yang lahir di daerah kerajaan-kerajaan Jawa pada tahun 1912. Meskipun
keduanya telah didahului oleh perserikatan-perserikatan Islam lebih awal dan
lebih kecil, namun era modern dapat dikatakan dimulai dengan kedua
organisasi ini. Berbeda dengan kelompok-kelompok kegamaan yang
berkecendrungan modernis lainnya, kedua organisasi di atas dalam perjalanan
waktu berkembang menjadi gerakan berskala pulau, dan akhirnya berskala
bangsa yang melibatkan ratusan ribu bahkan jutaan orang Indonesia.32
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan Serikat
Islam yang dikomandoi oleh HOS Cokroamonoto adalah sebagai berikut: 1.
Mengembangkan jiwa dagang. 2. Membantu anggota-anggota yang
mengalami kesulitan dalam bidang usaha. 3. Memajukan pengajaran dan
semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat. 4. Memperbaiki
pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam. 5. Hidup menurut
perintah agama. Walaupun Belanda mencoba menghapuskan hukum Islam
yang menghalangi kepentingan perdagangan meraka, banyak pendukung baru
31Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 32Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
25
bermunculan seperti K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Khatib Minangkabau.
Keduanya memajukan studi dan perkembangan wacana hukum Islam di
tengah derasnya tekanan pemerintah kolonial Belanda. Keberadaan institusi
Islam di tengah derasnya tekanan pemerintah kolonial Belanda. Keberadaan
intitusi Islam di pedesaan yag jauh dari cengkraman Belanda di perkotaan
memberikan kesempatan bagi perkembangan komunitas Muslim yang terdidik
yang memilih untuk mematuhi norma-norma Islam daripada hukum buatan
yang datang dari Belanda.33
Kegigihan komunitas Muslim terbayar ketika Belanda pada akhirnya
mengakui kebutuhan untuk mengintegrasikan hukum Islam ke dalam
kerangka kerja administrasi kolonoal. Transisi yang dimulai sejak awal
kedatangan Islam di Nusantara sampai kepada infuse system Islam ke dalam
sistem administrasi kolonial mengalami percepatan pada awal abad ke-20
ketika muncul gerakan modernis (al-tajdid) yang berusa memurnikan kembali
ajaran Islam yang dianggap telah terkontaminasi oleh mistisme di masa-mas
awal interaksi islma dengan budaya lokal. Tulisan-tulisan baru mengenai
‘tauhid’, ‘tafsir’, ‘fiqih’, ‘filsafat isla’ dan aspek lainnya muncul dan
merembes di Indonesia degan dimulainya gerakan Muhammadiyah pada tahun
1912.34
Organisasi ini terbentuk karena masyarakat Islam yang berpandangan
maju menginginkan terbentuknya sebuah organisasi yang mampu menampung
aspirasi mereka dan menjadi sarana bagi kemajuan umat Islam. Keberadaan
tokoh-tokoh Islam yang berpandangan maju tersebut terbentuk karena
pendidikan serta pergaulan dengan kalangan Islam di seluruh dunia melalui
ibadah haji. Salah seorang tokoh tersebut adalah K.H Ahmad Dahlan yang
kemudian mendirikan organisasi ini. Gerakan dakwah Muhammadiyah dapat
dilihat dari dua aspek, normatif dan historis. Berdasarkan tuntunan al-Qur’an
33Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 34Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
25
bermunculan seperti K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Khatib Minangkabau.
Keduanya memajukan studi dan perkembangan wacana hukum Islam di
tengah derasnya tekanan pemerintah kolonial Belanda. Keberadaan institusi
Islam di tengah derasnya tekanan pemerintah kolonial Belanda. Keberadaan
intitusi Islam di pedesaan yag jauh dari cengkraman Belanda di perkotaan
memberikan kesempatan bagi perkembangan komunitas Muslim yang terdidik
yang memilih untuk mematuhi norma-norma Islam daripada hukum buatan
yang datang dari Belanda.33
Kegigihan komunitas Muslim terbayar ketika Belanda pada akhirnya
mengakui kebutuhan untuk mengintegrasikan hukum Islam ke dalam
kerangka kerja administrasi kolonoal. Transisi yang dimulai sejak awal
kedatangan Islam di Nusantara sampai kepada infuse system Islam ke dalam
sistem administrasi kolonial mengalami percepatan pada awal abad ke-20
ketika muncul gerakan modernis (al-tajdid) yang berusa memurnikan kembali
ajaran Islam yang dianggap telah terkontaminasi oleh mistisme di masa-mas
awal interaksi islma dengan budaya lokal. Tulisan-tulisan baru mengenai
‘tauhid’, ‘tafsir’, ‘fiqih’, ‘filsafat isla’ dan aspek lainnya muncul dan
merembes di Indonesia degan dimulainya gerakan Muhammadiyah pada tahun
1912.34
Organisasi ini terbentuk karena masyarakat Islam yang berpandangan
maju menginginkan terbentuknya sebuah organisasi yang mampu menampung
aspirasi mereka dan menjadi sarana bagi kemajuan umat Islam. Keberadaan
tokoh-tokoh Islam yang berpandangan maju tersebut terbentuk karena
pendidikan serta pergaulan dengan kalangan Islam di seluruh dunia melalui
ibadah haji. Salah seorang tokoh tersebut adalah K.H Ahmad Dahlan yang
kemudian mendirikan organisasi ini. Gerakan dakwah Muhammadiyah dapat
dilihat dari dua aspek, normatif dan historis. Berdasarkan tuntunan al-Qur’an
33Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 34Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
26
dan al-Sunnah, secara normatif Dakwah Muhammadiyah terkonsentrasi di
dalam gerakan purifikasi teologi (melepaskan agama Islam dari adat
kebiasaan yang jelek yang tidak berdasarkan al-Quran dan Sunnah Rasul)dan
secara historis fokus pada gerakan modernisasi sosial ekonomi.35
Sesuai dengan Anggaran Dasar Muhammadiyah, tujuan dari gerakan
Muhammadiyah adalah: 1) Untuk membersihkan Islam dari pengaruh dan
kebiasaan-kebiasaan non-Islam. 2) Mereformulasi doktrin-doktrin Islam
dengan paradigma modern. 3) Mereformasi sistem pendidikan dengan
memberikan pendidikan agama dan umum pada sekolah-sekolah yang
didirikan sendiri. 4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan-
serangan dari luar.36
Berikutnya lahir pula suatu pemikiran modernis Islam, yaitu NU.
Nahdlatul Ulama artinya kebangkitan ulama-ulama. NU lahir pada 31 Januari
1926 dan pengurus besarnya berkedudukan di Surabaya sebagai pembela
terhadap mazhab Syafi’i. Maksud dari Perkumpulan ini adalah memegang
teguh pada salah satu mazhab Imam Empat, yaitu Imam Syafi’I, Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hambal, dan mengerjakan apa saja
yang menjadi kemaslahatan agama Islam. Menganut prinsip manhaj ulama
salaf melalui adigium ”al- Muhafadzoh ‘ala al-Qadim al-Shaleh wa al-Akhdzu
bi al-Jadid al- Ashlah” yang artinya melestarikan khazanah lama yang baik
dan mengambil khazanah baru yang lebih baik. Dalam kesadaran nasional,
NU tidak ketinggalan dengan yang lain dalam memperjuangkan kesadaran
kemerdekaan atas tanah airnya.37
Perbaikan-perbaikan dalam bahasa Indonesia dan penggunaannya dalam
muktamar/konggres selalu diusahakan, juga menyokong agar Indonesia
memiliki parlemen. Pembahasan yang dilakukan dalam kongres-kongresnya
35Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 36Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 37Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
27
selain membicarakan tentang hukum-hukum syariat agama, juga tentang tata
masyarakat dan tata Negara. Selain pergerakan modernis yang disebutkan di
atas, masih terdapat gerakan modernis lain, seperti al-Irsyad, PERSIS, dan
yang lainnya. Bersama dengan NU dan Muhammadiyah, al-Irsyad dan
PERSIS termasuk organisasi Islam pembaharu yang paling berpengaruh di
Indonesia. Kiprah mereka sebagai lokomotif perkembangan umat Islam di
Indonesia tidak diragukan dan telah mengakar dan membaur dalam sendi
kehidupan bangsa Indonesia.38
Secara umum, orientasi pemikiran keagamaan pembaruan Islam ditandai
oleh wawasan keagamaan yang menyatakan bahwa Islam merupakan nilai
risalah yang universal yang pasti relevan bagi setiap perkembangan zaman
dan tempat (shalih li-kulli zaman wa makan), mondial (untuk seantero dunia)
dan eternal (sampai akhir zaman) dan karenanya harus diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, pengamalan ini tidak hanya terbatas pada
persoalan ritual-ubudiyah, tetapi juga meliputi semua aspek kehidupan social
kemasyarakatan dan senantiasa akan berkembang seiring dengan berjalan dan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.39
38Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 39Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
27
selain membicarakan tentang hukum-hukum syariat agama, juga tentang tata
masyarakat dan tata Negara. Selain pergerakan modernis yang disebutkan di
atas, masih terdapat gerakan modernis lain, seperti al-Irsyad, PERSIS, dan
yang lainnya. Bersama dengan NU dan Muhammadiyah, al-Irsyad dan
PERSIS termasuk organisasi Islam pembaharu yang paling berpengaruh di
Indonesia. Kiprah mereka sebagai lokomotif perkembangan umat Islam di
Indonesia tidak diragukan dan telah mengakar dan membaur dalam sendi
kehidupan bangsa Indonesia.38
Secara umum, orientasi pemikiran keagamaan pembaruan Islam ditandai
oleh wawasan keagamaan yang menyatakan bahwa Islam merupakan nilai
risalah yang universal yang pasti relevan bagi setiap perkembangan zaman
dan tempat (shalih li-kulli zaman wa makan), mondial (untuk seantero dunia)
dan eternal (sampai akhir zaman) dan karenanya harus diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, pengamalan ini tidak hanya terbatas pada
persoalan ritual-ubudiyah, tetapi juga meliputi semua aspek kehidupan social
kemasyarakatan dan senantiasa akan berkembang seiring dengan berjalan dan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.39
38Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap. 39Lihat dalam website, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode diskriptif dengan
pendekatan kualitatif, berdasarkan pertanyaan-pertanyaan peneliti yang diajukan
untuk memperoleh data bersifat historis, pemberian informasi dengan
memberikan penjelasan antara lain berupa; pendapat, buah pikir, penilaian dan
penafsiran agar tujuan dapat tercapai dan terarah lagi sistematis.
Menurut Bodgan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang atau prilaku yang dapat diamati, maka peneliti kali ini
menggunakan penelitian kualitatif disebabkan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bersifat objektif.1
B. Data dan Sumber Data
1. Subyek Penelitian Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana dikutip oleh Moleong,2
menyatakan bahwa, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-
kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan, seperti arsip, hasil wawancara,
photo. Harun Rasyid,3 mengartikan data sebagai fakta atau informasi yang
diperoleh dari yang didengar, diamati, dirasa dan dipikirkan peneliti dari
aktor, aktivitas dan tempat yang diteliti.
Untuk menjawab fokus masalah yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini, diperlukan sejumlah data yang objektif dan memadai dari
1Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996),
hlm. 112. 2Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…. hlm. 157. 3Harun Rasyid, Metodologi Penelitian Kualitatif (Pontianak: BMT STAIN Pontianak, 2000),
hlm. 36.
29
sumber data yang tepat. Sumber data tersebut dinamakan subyek. Adapun
subyek dalam penelitian ini adalah Tokoh Ulama Muslim KALBAR tahun
1990-2017.
Data yang diperoleh dari kedua sumber tersebut, merupakan data
primer atau utama. Untuk melengkapi data utama yang diperoleh, maka
peneliti juga mewawancarai Ahli sejarah, pimpinan majlis dzikir dan para
pimpinan pondok pesantren. Hasil wawancara dengan mereka sebagai data
pelengkap dalam penelitian ini.
2. Setting Penelitian
Alasan peneliti menetapkan lokasi penelitian ini adalah karena
Kalimantan Barat terkenal dengan tokoh tasawuf sampai manca negara.
Kemudian lokasi mereka tidak jauh dari kerajaan sehingga mempengaruhi
pemikiran dan pergerakan muslim sekitar sehingga mempermudah peneliti
untuk melaksanakan penelitian.
Dalam menentukan lokasi penelitian, peneliti terlebih dahulu
mendatangi kyai pondok pesantren Islam, tokoh agama/toriqah dan ahli
sejarah, Setelah itu peneliti melaksanakan kegiatan penelitian sesuai dengan
jadual penelitian yang telah ditentukan.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpul data dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang
sangat penting guna memperoleh data yang sesuai dengan fokus yang akan
diteliti. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik serta alat pengumpulan
data ini sangat berpengaruh pada obyektivitas hasil penelitian. Dengan kata lain
teknik dan alat pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan
memungkinkan pemecahan masalah secara valid dan realible.
29
sumber data yang tepat. Sumber data tersebut dinamakan subyek. Adapun
subyek dalam penelitian ini adalah Tokoh Ulama Muslim KALBAR tahun
1990-2017.
Data yang diperoleh dari kedua sumber tersebut, merupakan data
primer atau utama. Untuk melengkapi data utama yang diperoleh, maka
peneliti juga mewawancarai Ahli sejarah, pimpinan majlis dzikir dan para
pimpinan pondok pesantren. Hasil wawancara dengan mereka sebagai data
pelengkap dalam penelitian ini.
2. Setting Penelitian
Alasan peneliti menetapkan lokasi penelitian ini adalah karena
Kalimantan Barat terkenal dengan tokoh tasawuf sampai manca negara.
Kemudian lokasi mereka tidak jauh dari kerajaan sehingga mempengaruhi
pemikiran dan pergerakan muslim sekitar sehingga mempermudah peneliti
untuk melaksanakan penelitian.
Dalam menentukan lokasi penelitian, peneliti terlebih dahulu
mendatangi kyai pondok pesantren Islam, tokoh agama/toriqah dan ahli
sejarah, Setelah itu peneliti melaksanakan kegiatan penelitian sesuai dengan
jadual penelitian yang telah ditentukan.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpul data dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang
sangat penting guna memperoleh data yang sesuai dengan fokus yang akan
diteliti. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik serta alat pengumpulan
data ini sangat berpengaruh pada obyektivitas hasil penelitian. Dengan kata lain
teknik dan alat pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan
memungkinkan pemecahan masalah secara valid dan realible.
30
Karena dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka
peneliti memilih teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
wawancara, observasi dan dokumentasi.
1. Teknik Wawancara Wawancara menurut Lexy J. Moleong adalah merupakan percakapan
dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian
ini peneliti melakukan wawancara secara mendalam dengan kyai pondok
pesantren Islam, tokoh agama/toriqah dan ahli sejarah.4 Adapun tujuan
wawancara mendalam tersebut adalah agar dapat memperoleh data yang lebih
banyak dan objektif tentang Tokoh Muslim KALBAR tahun 1990-2017..
Sedangkan alatnya adalah pedoman wawancara.
2. Teknik Observasi Hadari Nawawi mengatakan bahwa teknik observasi adalah
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang nampak dari
objek penelitian.5 Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk melihat
langsung profil fisik peninggalan Tokoh Muslim KALBAR tahun 1990-2017.
Adapun alat yang dipergunakan adalah pedoman observasi.
3. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi menurut Hadari Nawawi adalah cara
pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa peninggalan
arsip-arsip dan juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum dan lain-
lain yang bersangkutan dengan fokus penelitian.6 Dengan demikian dalam
teknik dokumentasi sumber informasinya adalah bahan-bahan tertulis.
Sedangkan dalam penelitian ini sumber informasi dari dokumen tidak dijadikan
4Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian… hlm. 94. 5Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Ilmu Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1995), hlm. 94. 6Hadari Nawawi, Metode Penelitian…, hlm. 94.
31
sumber utama. Tetapi sumber tersebut dijadikan sumber pelengkap dari sumber
data utama. Adapun dokumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah arsip-arsip Tokoh Muslim KALBAR tahun 1990-2017.
Pengumpulan data dalam penelitian ini, instrumennya adalah peneliti
sendiri sebagai pengumpul data utama. Kedudukan peneliti dalam penelitian ini
bukan hanya sebagai peneliti akan tetapi sekaligus sebagai perencana,
pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir, dan sebagai pelapor dari hasil
penelitian.7 Jadi dalam penelitian ini peneliti sebagai instrument atau alat
penelitian, karena peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses
penelitian.
Lexy J. Moleong mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak
ada pihak yang menjadi segalanya dalam proses penelitian kecuali menjadikan
manusia sebagai instrumen, yang berarti peneliti sebagai instrumen kunci.8
D. Teknik Analisis Data
Menurut Patton, yang dimaksud analisis data adalah proses pengaturan
urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar.9 Penelitian kualitatif, data dianalisis pada saat pengumpulan data dan
setelah pengumpulan data. Adapun teknis analisis data yang peneliti gunakan
adalah teknik analisis kualitatif, yaitu teknis analisis data tanpa menggunakan
rumus-rumus statistik. Menurut Wiles dan Huberman mengatakan bahwa teknik
yang dipergunakan dalam analisis data kualitatif tersebut ada tiga langkah, yaitu:
(1) reduksi data, (2) display data, (3) mengambil kesimpulan dan verifikasi.10
1. Reduksi Data Data yang diperoleh di lapangan ditulis ke dalam bentuk uraian atau
laporan rinci. Setelah kemudian direduksi dengan cara merangkum, memilih
7Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 212. 8Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 5. 9Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 103. 10Harun Rasyid, Metodologi Penelitian…., hlm. 69.
31
sumber utama. Tetapi sumber tersebut dijadikan sumber pelengkap dari sumber
data utama. Adapun dokumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah arsip-arsip Tokoh Muslim KALBAR tahun 1990-2017.
Pengumpulan data dalam penelitian ini, instrumennya adalah peneliti
sendiri sebagai pengumpul data utama. Kedudukan peneliti dalam penelitian ini
bukan hanya sebagai peneliti akan tetapi sekaligus sebagai perencana,
pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir, dan sebagai pelapor dari hasil
penelitian.7 Jadi dalam penelitian ini peneliti sebagai instrument atau alat
penelitian, karena peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses
penelitian.
Lexy J. Moleong mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak
ada pihak yang menjadi segalanya dalam proses penelitian kecuali menjadikan
manusia sebagai instrumen, yang berarti peneliti sebagai instrumen kunci.8
D. Teknik Analisis Data
Menurut Patton, yang dimaksud analisis data adalah proses pengaturan
urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar.9 Penelitian kualitatif, data dianalisis pada saat pengumpulan data dan
setelah pengumpulan data. Adapun teknis analisis data yang peneliti gunakan
adalah teknik analisis kualitatif, yaitu teknis analisis data tanpa menggunakan
rumus-rumus statistik. Menurut Wiles dan Huberman mengatakan bahwa teknik
yang dipergunakan dalam analisis data kualitatif tersebut ada tiga langkah, yaitu:
(1) reduksi data, (2) display data, (3) mengambil kesimpulan dan verifikasi.10
1. Reduksi Data Data yang diperoleh di lapangan ditulis ke dalam bentuk uraian atau
laporan rinci. Setelah kemudian direduksi dengan cara merangkum, memilih
7Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 212. 8Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 5. 9Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 103. 10Harun Rasyid, Metodologi Penelitian…., hlm. 69.
32
hal-hal yang pokok, memfokuskan kepada hal-hal yang penting serta dicari
tema atau polanya bahkan reduksi data sudah tampak, yaitu pada penelitian
ditetapkan kerangka konseptual, wilayah penelitian, permasalahan penelitian
dan pendekatan pengumpulan data yang dipilihnya.11
Laporan lapangan sebagai bahan mentah disingkatkan, direduksi,
disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Tujuan reduksi
data adalah untuk memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
penelitian serta dapat membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek
tertentu.
2. Penyajian Data (Display Data) Data display diartikan sebagai seperangkat informasi terorganisir, yang
memungkinkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan, pengambilan
tindakan, dan merupakan bagian sekunder yang harus ada pada suatu
analisis.12
Data yang bertumpuk-tumpuk, laporan tebal sulit untuk dipahami dan
ditangani, maka dengan sendirinya sukar pula untuk melihat gambaran
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Untuk menghindari
dari kesulitan tersebut maka harus diusahakan dengan bermacam-macam
matrik, grafik, network dan chart, sehingga peneliti bias menguasai data.
3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan Verifikasi dan penarikan kesimpulan didefinisikan sebagai penarikan
arti dari data yang ditampilkan dengan melibatkan pemahaman peneliti.13
Sejak semula dalam melakukan penelitian berusaha untuk mencari makna data
yang dikumpulkan. Untuk perlu dicari pola, tema, hipotesis dan sebagainya.
Sehingga peneliti mengambil kesimpulan dari data yang diperoleh dari lokasi
penelitian.
11Harun Rasyid, Metodologi Penelitian…., hlm. 70. 12Harun Rasyid, Metodologi Penelitian…., hlm. 70. 13Harun Rasyid, Metodologi Penelitian…., hlm. 124.
33
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan
keabsahan data. Menurut Lexy J. Moleong menjelaskan bahwa pemeriksaan data
dapat dilakukan dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,
pengecekan sejawat (member check), triangulasi, kecukupan referensial, kejadian
kasus negative dan pengecekan anggota.14
Dari beberapa pemeriksaan keabsahan data di atas, peneliti dalam
penelitian ini hanya menggunakan tiga teknik saja, yaitu:
1. Ketekunan Pengamatan Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud untuk menemukan
ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan masalah
atau isu yang sedang dicari. Dan kemudian memusatkan kepada hal-hal
tersebut secara rinci. Hal ini berarti bahwa peneliti berusaha mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-
faktor yang menonjol, kemudian menelaah secara rinci sampai kepada suatu
titik pemahaman terhadap data tersebut.
2. Triangulasi Triangulasi adalah bentuk pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh.15 Triangulasi
dalam penelitian ini peneliti melakukan dengan empat cara yaitu:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data wawancara.
b. Membandingkan hasil antara wawancara yang diperoleh dari ketua
yayasan, kyai dan santri.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
14Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 175. 15Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 178.
33
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan
keabsahan data. Menurut Lexy J. Moleong menjelaskan bahwa pemeriksaan data
dapat dilakukan dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,
pengecekan sejawat (member check), triangulasi, kecukupan referensial, kejadian
kasus negative dan pengecekan anggota.14
Dari beberapa pemeriksaan keabsahan data di atas, peneliti dalam
penelitian ini hanya menggunakan tiga teknik saja, yaitu:
1. Ketekunan Pengamatan Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud untuk menemukan
ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan masalah
atau isu yang sedang dicari. Dan kemudian memusatkan kepada hal-hal
tersebut secara rinci. Hal ini berarti bahwa peneliti berusaha mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-
faktor yang menonjol, kemudian menelaah secara rinci sampai kepada suatu
titik pemahaman terhadap data tersebut.
2. Triangulasi Triangulasi adalah bentuk pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh.15 Triangulasi
dalam penelitian ini peneliti melakukan dengan empat cara yaitu:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data wawancara.
b. Membandingkan hasil antara wawancara yang diperoleh dari ketua
yayasan, kyai dan santri.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
14Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 175. 15Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian…., hlm. 178.
34
d. Membandingkan hasil wawancara dari sumber primer dengan sumber data
dari mantan pimpinan dan santri (alumni).
3. Kecukupan Referensial Kecukupan bahan referensial untuk meningkatkan tingkat kepercayaan
dan kebenaran data maka digunakan hasil bahan hasil dokumentasi sebagai
bahan perbandingan terhadap data yang lain. Dengan demikian hasil
perbandingan tersebut akan menjadi patokan peneliti dalam menganalisa dan
menafsirkan data.
35
BAB IV CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO
(STUDI PEMIKIRAN TOKOH MUSLIM KALIMANTAN BARAT TAHUN 1990-2017)
A. Berkembangnya Pemikiran Islam di Kalimantan Barat: Melalui Sarana Dakwah dan Pendidikan
Membahas Islam di Indonesia tentunya tidak akan terlepas dari
pembahasan tentang Islam sufi (tasawuf) sebab pertama kali Islam masuk ke
Indonesia, melalui pendekatan tasawuf, melalui pendekatan akhlak dan etika
serta estetika. Banyaknya penduduk Indonesia masuk Islam karena kesamaan
dalam beretika dan bertutur kata. Lembut dan halus. Para penyebar awal
masuknya Islam ke Indonesia, mereka memiliki kemampuan pendekataan
spritual dan emotional yang tinggi. Jika dirunut lebih jauh lagi ke belakang, apa
yang yang terjadi di awal penyebaran islam, tentu kita akan sadar bahwa islam
masuk ke Indonesia dengan damai dan aman. Tidak ada pertumpahan darah.
Islam datang dengan semboyannya, Rahmatan Lil’alamin. Para penyebar Islam
awal di Indonesia (Wali Songo), khususnya dalam konteks ini menjadikan nilai-
nilai tasawuf sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari praktik keseharian dan
keberhasilan dakwahnya. Ajaran tasawuf dirasa cukup mengena pada
masyarakat Indonesia saat itu. Dimana kegoncangan batin yang mereka
rasakan, seakan terobati dengan adanya Islam. Islam diyakini sebagai penerang
kegelapan hidupnya. Karenanya, jika mengkaji tentang sejarah masuknya Islam
dan intelektual Islam Nusantara serasa tidak tepat, bila tidak mengulas tuntas
tentang lembaga-lembaga pengajaran mereka, baik berupa pesantren maupun
lembaga-lembaga pengajian langgaran (kalongan), serta menelusuri perubahan
yang dialaminya dari satu generasi ke generasi, termasuk mengkaji karya-karya
para pengasuhnya.
Jika kita telusuri semua penyebaran Islam di berbagai pelosok di
Indonesia, maka para penyebar agama Islam lebih mengutamakan pendekatan
35
BAB IV CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO
(STUDI PEMIKIRAN TOKOH MUSLIM KALIMANTAN BARAT TAHUN 1990-2017)
A. Berkembangnya Pemikiran Islam di Kalimantan Barat: Melalui Sarana Dakwah dan Pendidikan
Membahas Islam di Indonesia tentunya tidak akan terlepas dari
pembahasan tentang Islam sufi (tasawuf) sebab pertama kali Islam masuk ke
Indonesia, melalui pendekatan tasawuf, melalui pendekatan akhlak dan etika
serta estetika. Banyaknya penduduk Indonesia masuk Islam karena kesamaan
dalam beretika dan bertutur kata. Lembut dan halus. Para penyebar awal
masuknya Islam ke Indonesia, mereka memiliki kemampuan pendekataan
spritual dan emotional yang tinggi. Jika dirunut lebih jauh lagi ke belakang, apa
yang yang terjadi di awal penyebaran islam, tentu kita akan sadar bahwa islam
masuk ke Indonesia dengan damai dan aman. Tidak ada pertumpahan darah.
Islam datang dengan semboyannya, Rahmatan Lil’alamin. Para penyebar Islam
awal di Indonesia (Wali Songo), khususnya dalam konteks ini menjadikan nilai-
nilai tasawuf sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari praktik keseharian dan
keberhasilan dakwahnya. Ajaran tasawuf dirasa cukup mengena pada
masyarakat Indonesia saat itu. Dimana kegoncangan batin yang mereka
rasakan, seakan terobati dengan adanya Islam. Islam diyakini sebagai penerang
kegelapan hidupnya. Karenanya, jika mengkaji tentang sejarah masuknya Islam
dan intelektual Islam Nusantara serasa tidak tepat, bila tidak mengulas tuntas
tentang lembaga-lembaga pengajaran mereka, baik berupa pesantren maupun
lembaga-lembaga pengajian langgaran (kalongan), serta menelusuri perubahan
yang dialaminya dari satu generasi ke generasi, termasuk mengkaji karya-karya
para pengasuhnya.
Jika kita telusuri semua penyebaran Islam di berbagai pelosok di
Indonesia, maka para penyebar agama Islam lebih mengutamakan pendekatan
36
tasawuf dan akhlak. Oleh sebab itu, karena dirasa sangat memiliki pengaruh
besar penyebaran menggunakan tasawuf, maka mayoritas menggunakan metode
pengdekatan tasawuf. Begitu juga, penyebaran Islam yang dilakukan oleh para
penyebar Islam di Kalimantan Barat, mereka pun konsentrasi menyebarkan
Islam menggunakan pendekatan tasawuf atau sufi. Seperti yang dilakukan oleh
Syekh Khatib as-Sambasi, Raja Imam Baisuni Imron, dan Haji Ismail Mundu.
Kita tahu bahwa di Kalimantan barat, selain memiliki multi etnis, multi
adat, juga multi agama, oleh sebab itu, maka para ulama di atas ketika
menyebarkan agama Islam berusaha dengan semaksimal mungkin untuk bisa
merangkul semua golongan dari berbagai etnis tadi.
Apabila kita meneliti sejarah para Ulama Nusantara yang ada di
Indonesia pada umumnya dan yang ada di propinsi Kalimantan Barat pada
khususnya dan tepatnya di Kubu Raya, maka akan kita temukan nama yang
sampai saat ini masih harum dan terhormat jasanya. Syekh H. Ismail Mundu.
Penghormatan tersebut diperoleh karena mereka memiliki kepribadian yang
mulia dan keilmuan yang tinggi, khususnya di bidang Agama Islam. Dalam
penelitian ini, akan terfokus pada Haji Ismail Mundu, dimana beliau
menyebarkan agama Islam di sekitar Kubu Raya (kerajaan Kubu) dan
pontianak. Beliau tuan guru dari pada tokoh agama yang berpengaruh di sekitar
Kubu Raya dan Pontianak.
1. Haji Ismail bin Abdul Karim: Tokoh Pemikir Islam di Kubu Raya dan
Mufti Kerajaan Kubu Kalimantan Barat
Seorang mufti kerajaan Kubu Kalimantan Barat, ulama yang sangat
terkenal sering disebut-sebut ulama Bugis, beliau salah satu ulama yang
menjadi mufti dikerajaan Kubu yang bukan dari keturunan Syec, menulis
beberapa kitab amalan zikir tauhid salah satu kitabnya yang terkenal adalah
kitab Babun Nikah yang diterbitkan di Singapur, menjadi salah satu kitab
rujukan hukum nikah diIndonesia. Meninggal pada tahun 1957 di makamkan di
37
Kecamatan Telok Pakedai Kabupaten Kubu Raya, dikenal dengan makam
mesjid Batu, makamnya sering dikunjungi oleh masyarakat. Pengunjung yang
datang dari kalangan muslim maupun non muslim yang sangat menghormati
beliau.
Boleh dikata, H. Ismail Mundu adalah ulama yang sangat berjasa besar
dalam menyebarkan agama Islam di Kalimantan Barat, utamanya di Kubu Raya
dan Pontianak. Sebab, banyak dari murid-murid beliau yang kemudian
melanjutkan perjuangan beliau dalam berdakwah. H. Ismail Mundu memang
tidak memiliki Pesantren seperti kiayi-kiayi yang ada di Jawa, beliau hanya
memiliki lembaga pengajian saja. Muridnya tidak menginap tetap seperti halnya
pondok pesantren. Beliau adalah ulama yang berasal dari keturunan raja Sawito
di Sulawesi Selatan. Kerajaan pertama yang berdiri di Sulawesi Selatan pada
awal abat ke 14 adalah kerajaan “Luwu” yang mana sebelumnya bernama
kerajaan “Ussu” yang diperintah oleh Dinasti Tamanurung Simpuru Siang. pada
abad ke XVI dapat dikatakan sebagai abad penyebaran Agama Islam.
Haji Ismail mundu sebagai ulama yang tersohor dari keturunan raja
Sawito di Sulawesi Selatan. Beliau lahir pada tahun 1287 H yang bertepatan
pada tahun 1870 M. Ayahnya bernama Daeng Abdul Karim alias Daeng
Talengka bin Daeng Palewo Arunge Lamongkona bin Arunge Kaceneng
Appalewo bin Arunge Betteng Wajo’ Sulawesi Selatan dari keturunan Maduk
Kalleng. Sementara Ibunya bernama Zahra (Wak Soro) berasal dari daerah
Kakap, Kalimantan Barat.
Sebab pada saat itu terkenal salah seorang raja yang giat menyebarkan
agama Islam, beliau adalah Sultan Babullah dari Ternate. Tepatnya pada tahun
1580 beliau berkunjung ke Makassar dan kemudian membuat suatu perjanjian
persahabatan dengan Raja Gowa ke XII yang bernama I Manggorai Daeng
Mameto alias Karaeng Tunijalla. Dalam perjanjian tersebut, Sultan Babullah
menyerahkan pulau Selayar kepada kerajaan Gowa sebagai imbalan adanya
jaminan kebebasan dalam menyiarkan agama Islam.Di Kerajaan Gowa, Islam
37
Kecamatan Telok Pakedai Kabupaten Kubu Raya, dikenal dengan makam
mesjid Batu, makamnya sering dikunjungi oleh masyarakat. Pengunjung yang
datang dari kalangan muslim maupun non muslim yang sangat menghormati
beliau.
Boleh dikata, H. Ismail Mundu adalah ulama yang sangat berjasa besar
dalam menyebarkan agama Islam di Kalimantan Barat, utamanya di Kubu Raya
dan Pontianak. Sebab, banyak dari murid-murid beliau yang kemudian
melanjutkan perjuangan beliau dalam berdakwah. H. Ismail Mundu memang
tidak memiliki Pesantren seperti kiayi-kiayi yang ada di Jawa, beliau hanya
memiliki lembaga pengajian saja. Muridnya tidak menginap tetap seperti halnya
pondok pesantren. Beliau adalah ulama yang berasal dari keturunan raja Sawito
di Sulawesi Selatan. Kerajaan pertama yang berdiri di Sulawesi Selatan pada
awal abat ke 14 adalah kerajaan “Luwu” yang mana sebelumnya bernama
kerajaan “Ussu” yang diperintah oleh Dinasti Tamanurung Simpuru Siang. pada
abad ke XVI dapat dikatakan sebagai abad penyebaran Agama Islam.
Haji Ismail mundu sebagai ulama yang tersohor dari keturunan raja
Sawito di Sulawesi Selatan. Beliau lahir pada tahun 1287 H yang bertepatan
pada tahun 1870 M. Ayahnya bernama Daeng Abdul Karim alias Daeng
Talengka bin Daeng Palewo Arunge Lamongkona bin Arunge Kaceneng
Appalewo bin Arunge Betteng Wajo’ Sulawesi Selatan dari keturunan Maduk
Kalleng. Sementara Ibunya bernama Zahra (Wak Soro) berasal dari daerah
Kakap, Kalimantan Barat.
Sebab pada saat itu terkenal salah seorang raja yang giat menyebarkan
agama Islam, beliau adalah Sultan Babullah dari Ternate. Tepatnya pada tahun
1580 beliau berkunjung ke Makassar dan kemudian membuat suatu perjanjian
persahabatan dengan Raja Gowa ke XII yang bernama I Manggorai Daeng
Mameto alias Karaeng Tunijalla. Dalam perjanjian tersebut, Sultan Babullah
menyerahkan pulau Selayar kepada kerajaan Gowa sebagai imbalan adanya
jaminan kebebasan dalam menyiarkan agama Islam.Di Kerajaan Gowa, Islam
38
menjadi agama resmi sejak masa pemerintahan I Mangarangi Daeng Manrabia,
yang kemudian bergelar Sultan Alauddin. Sebelumnya, Mangku Bumi
Malingkang Daeng Manyanri juga memeluk agama Islam dengan gelar Sultan
Abdullah Awalul Islam, beliau diangkat sebagai mangku bumi kerajaan Gowa,
sebab ketika dinobatkan sebagai raja Gowa, Sultan Alaudin masih berusia 7
(tujuh) tahun.
a. Riwayat Pendidikan Haji Ismail bin Abdul Karim Pendidikan beliau dimulai sedari masih kecil. Pada masa kecil, H.
Ismail Mundu lebih dikenal dengan nama Mundu. Sejak kecil, pada
kepribadian Mundu telah tanpak sebagai anak yang taat dalam
mengamalkan ajaran Agama Islam. Pada awalnya sekitar umur 7 tahun
beliau belajar kepada pamannya sendiri (adik dari Ibunya) yang bernama
H. Muhammad bin H. Ali, dengan kecerdasannya, dalam jangka waktu
tujuh bulan Mundu berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an dengan sempurna.
Selanjutnya Syekh Abdul Karim (Ayahanda Mundu) mengutus
Mundu untuk belajar ilmu agama kepada seorang ‘Ulama besar di masanya
yang bernama H. Abdullah Ibnu Salam, yang dikenal juga dengan nama H.
Abdullah Bilawa. Beliau memiliki gelar ‘Ulama Batu Penguji yang
berdomisili di Desa Sungai Kakap Kabupaten Pontianak. Setelah H.
Abdullah Ibnu Salam berpulang ke Rahmatullah, maka Mundu
melanjutkan belajar agama kepada seorang ‘Ulama yang bernama Sayyed
Abdullah Azzawawi. Beliau adalah seorang Mufti di Makkatul
Mukarramah.
Di samping itu, Mundu juga belajar kepada dua orang Guru yang
bernama Tuan Umar Sumbawa dan Makabro alias Puang Lompo. Makabro
adalah salah seorang ‘ulama yang berasal dari suku Bugis, dari beliau Guru
H.Ismail Mundu banyak belajar tentang menghafal kitab-kitab yang
menjelaskan tentang ilmu-ilmu agama Islam.
39
Sekitar usia 20 tahun Mundu menunaikan ibadah H. yang pertama
kalinya. Pada saat itu, masih belum menikah, oleh sebab itu beliau
mengakhiri masa lajangnya di Makkah, dengan menikahi seorang wanita
yang berasal dari suku Habsyi yang bernama Ruzlan. Sebagaimana
galibnya, salah satu tujuan diselenggarakannya pernikahan adalah untuk
mendapatkaA keturunan, tetapi dalam kenyataannya keinginan tersebut
tidak selamanya dapat terwujud, sebagaimana yang dialami oleh H.
Mundu. Setelah berselang beberapa waktu hidup bersama membangun
keluar-ga yang Sakinah, ternyata sang istri tercinta telah berpulang ke
Rahmatullah, sebelum dikarunia seorang putra. Oleh sebab itu, tidak lama
kemudian Mundu kembali menikah yang ke dua kalinya dengan seorang
wanita yang berasal dari pulau Sarasan bernama Hj. Aisyah.
Kemudian Mundu kembali ke Indonesia, sejak itulah beliau lebih
dikenal dengan nama H. Ismail Mundu. Seperti halnya pernikahan yang
pertama, Allah Swt menguji kesabaran H. Ismail Mundu, yang mana baru
saja membina keluarga dengan Hj. Aisyah, ternyata istri yang tercinta
segera dipanggil untuk kembali ke Rahmatullah, padahal pada saat itu
beliau belum dikaruniai seorang putra, demikianlah kehendak Allah swt.
b. Wafatnya Haji Ismail bin Abdul Karim Beliau wafat pada tahun 1377 H bertepatan dengan 1957. M di
Teluk Pakedai. Beliau dimakamkan di sekitar Masjid Batu atau masjid
besar Nasrullah. Perjuangan dakwah beliau tidak digantikan oleh
keturunannya, sebab menuruts ustadz Rifa’i Abbas,anak-anak beliau
meninggal saat masih muda. Perjuangan dakwah beliau dilanjutkan oleh
para muridnya, diantaranya adalah tuan guru Husin H. Akhmad, H. Abbas
bin H. Supu’, Muhammad Saleh, H. Ya’kob, Ibrahim bin H. Basir( beliau
adalah satu satu murid yang mendapatkan warisan dawat, tempat tinta),
ustadz H. Rifa’i Abbas, dan H. Ibrahim bin H. Usman alias H. Do-eng.
39
Sekitar usia 20 tahun Mundu menunaikan ibadah H. yang pertama
kalinya. Pada saat itu, masih belum menikah, oleh sebab itu beliau
mengakhiri masa lajangnya di Makkah, dengan menikahi seorang wanita
yang berasal dari suku Habsyi yang bernama Ruzlan. Sebagaimana
galibnya, salah satu tujuan diselenggarakannya pernikahan adalah untuk
mendapatkaA keturunan, tetapi dalam kenyataannya keinginan tersebut
tidak selamanya dapat terwujud, sebagaimana yang dialami oleh H.
Mundu. Setelah berselang beberapa waktu hidup bersama membangun
keluar-ga yang Sakinah, ternyata sang istri tercinta telah berpulang ke
Rahmatullah, sebelum dikarunia seorang putra. Oleh sebab itu, tidak lama
kemudian Mundu kembali menikah yang ke dua kalinya dengan seorang
wanita yang berasal dari pulau Sarasan bernama Hj. Aisyah.
Kemudian Mundu kembali ke Indonesia, sejak itulah beliau lebih
dikenal dengan nama H. Ismail Mundu. Seperti halnya pernikahan yang
pertama, Allah Swt menguji kesabaran H. Ismail Mundu, yang mana baru
saja membina keluarga dengan Hj. Aisyah, ternyata istri yang tercinta
segera dipanggil untuk kembali ke Rahmatullah, padahal pada saat itu
beliau belum dikaruniai seorang putra, demikianlah kehendak Allah swt.
b. Wafatnya Haji Ismail bin Abdul Karim Beliau wafat pada tahun 1377 H bertepatan dengan 1957. M di
Teluk Pakedai. Beliau dimakamkan di sekitar Masjid Batu atau masjid
besar Nasrullah. Perjuangan dakwah beliau tidak digantikan oleh
keturunannya, sebab menuruts ustadz Rifa’i Abbas,anak-anak beliau
meninggal saat masih muda. Perjuangan dakwah beliau dilanjutkan oleh
para muridnya, diantaranya adalah tuan guru Husin H. Akhmad, H. Abbas
bin H. Supu’, Muhammad Saleh, H. Ya’kob, Ibrahim bin H. Basir( beliau
adalah satu satu murid yang mendapatkan warisan dawat, tempat tinta),
ustadz H. Rifa’i Abbas, dan H. Ibrahim bin H. Usman alias H. Do-eng.
40
Mereka sebagian murid tuan guru haji Ismail Mundu yang
menggantikan dalam menyebarkan, mensyiarkan dan mendakwahkan Islam
di Kalimantan Barat, khususnya daerah Kubu Raya dan Pontianak. Tentu,
walaupun beliau telah tiada, namun dakwah beliau tentunya tidak lekang
oleh zaman, baik untuk mengingat akhirat. Hakikat pemakaman pada
umumnya ada dua yakni menguburkan jenazah dengan hormat dan
membantu orang yang masih hidup untuk mengingat kematian. Ada makna
dakwah dan edukasi di balik sebuah prosesi pemakaman. Ziarah kubur
diharapkan melalui teks dan historis(sejarah dan budaya) begitu juga,
kuburan beliau yang tidak pernah sepi oleh peziarah adalah bagian dari
dakwah beliau yang tak kunjung padam. Kuburan(maisan) memang tidak
bicara, tidak bisa mengajak orang dengan suara lantang, tapi, saat para
peziarah datang untuk mendo’akan beliau, setidaknya mereka akan
mengingat bagaimana napak tilas beliau dalam berdakwah. Denga
sendirinya para peziarah akan teringat mati saat melihat kuburan, yang
tujuan utama ziarah adalah mengingat mati(tadzkirul maut).
Rasulullah saw. menganjurkan kepada umatnya untuk ziarah kubur
bisa membuat peziarah menitikkan air mata agar hati menjadi lembut.
Dengan berziarah kubur diharapkan membuat keluarga yang ditinggalkan
bersikap qonaah atau merasa cukup, serta lebih bersyukur. Selain itu, tentu
saja diharapkan bisa menambah rasa takut kepada Allah. Berziarah kubur
diharapkan bisa mengenang jasa-jasa orang yang sudah dimakamkan.
c. Daftar Karya Produktif Haji Ismail bin Abdul Karim 1) Risalah Jadwal Nikah
Diketahui, padaa saat itu, masyarakat Kalimantan Barat tidak
begitu mementingkan tentang hamil di luar nikah. Banyak dari masyarakat
akan pelaksanaan ke jenjang pernikahan setelah pasangannya sudah hamil.
Dites/atau dirasa dulu baru dinikahi. Walau banyak orang Islam saat itu di
41
sekitar teluk Pakedai, hanya saja berbanding lurus dengan kejahatan
kelamin. Melihat kondisi sosial masyarakat dan keagamaan yang terjadi
pada saat itu, membuat beliau menulis sebuah kitab yang berjudul “Jadwal
Nikah” sebagaimana yang dikutip Ust. Baidillah Riyadi dalam bukunya
yang berjudul ‘Guru Haji Ismail Mundu: Ulama legendaris dari Kerajaan
Kubu’, “Maka tatkala adalah tahun seribu tiga ratus lima puluh tujuh
daripada hijrah Nabi. (1357 H/1938 M) bergeraklah hati saya dan
cenderunglah fikiran saya bahawa hendak memungut akan beberapa
masalah soal jawab pada bicara hukum nikah”.
Dalam kitab yang telah ditulis oleh beliau“Risalah Jadwal Nikah”
tuan guru Ismail Mundu membahas tentang tatacara pernikahan dan
jadwalnya(syarat dan rukunnya). Terutamatentang hukum dan tata cara
serta hal-hal berkaitan dengan masalah pernikahan.Tapi perkaranikah
yang paling populerpada saat itu di tengah masyarakat adalah pengetahua
tentang dua jenis perwalian. Pada saat itu, masyarakat mengerti tentang
wali nikah hanya dua macam saja, yaitu wali aqrab (wali ayng paling
dekat) dan wali hakim (penghulu/pak mudin). Dalam buku Risalah Jadwal
Nikah, tuan guru membahas tentang wali tahkim. Beliau membedakan
anatra wali hakim dan wali tahkim. Wali hakim adalah penghulu yang
ditunjuk atau ketua KUA kalau zaman sekarang, sedangkan wali tahkim,
dalam pandangan beliau adalah wali dari pihak perempuan hampir mirip
dengan hakim, hanya saja, dalam penjelasan beliau, beliau menjelaskan
bahwa ber-tahkim ada tiga syarat, pertama, karena ketiadaan wali. Kedua,
ketiadaan hakim di daerah tersebut. Ketiga, seorang laki-laki yang
dijadikan wali tahkim adalah seorang laki-laki yang bisa dijadikan wali
tahkim adalah laki-laki yang adil.
Kitab ini dirasa akan menjadi solusi bagi masyarakat muslim di
kalimantan Barat khusunya di Kubu. Pernikahan adalah awal pertama
membentuk keluarga yang sakinah. Peradaban yang baik suatu bangsa
41
sekitar teluk Pakedai, hanya saja berbanding lurus dengan kejahatan
kelamin. Melihat kondisi sosial masyarakat dan keagamaan yang terjadi
pada saat itu, membuat beliau menulis sebuah kitab yang berjudul “Jadwal
Nikah” sebagaimana yang dikutip Ust. Baidillah Riyadi dalam bukunya
yang berjudul ‘Guru Haji Ismail Mundu: Ulama legendaris dari Kerajaan
Kubu’, “Maka tatkala adalah tahun seribu tiga ratus lima puluh tujuh
daripada hijrah Nabi. (1357 H/1938 M) bergeraklah hati saya dan
cenderunglah fikiran saya bahawa hendak memungut akan beberapa
masalah soal jawab pada bicara hukum nikah”.
Dalam kitab yang telah ditulis oleh beliau“Risalah Jadwal Nikah”
tuan guru Ismail Mundu membahas tentang tatacara pernikahan dan
jadwalnya(syarat dan rukunnya). Terutamatentang hukum dan tata cara
serta hal-hal berkaitan dengan masalah pernikahan.Tapi perkaranikah
yang paling populerpada saat itu di tengah masyarakat adalah pengetahua
tentang dua jenis perwalian. Pada saat itu, masyarakat mengerti tentang
wali nikah hanya dua macam saja, yaitu wali aqrab (wali ayng paling
dekat) dan wali hakim (penghulu/pak mudin). Dalam buku Risalah Jadwal
Nikah, tuan guru membahas tentang wali tahkim. Beliau membedakan
anatra wali hakim dan wali tahkim. Wali hakim adalah penghulu yang
ditunjuk atau ketua KUA kalau zaman sekarang, sedangkan wali tahkim,
dalam pandangan beliau adalah wali dari pihak perempuan hampir mirip
dengan hakim, hanya saja, dalam penjelasan beliau, beliau menjelaskan
bahwa ber-tahkim ada tiga syarat, pertama, karena ketiadaan wali. Kedua,
ketiadaan hakim di daerah tersebut. Ketiga, seorang laki-laki yang
dijadikan wali tahkim adalah seorang laki-laki yang bisa dijadikan wali
tahkim adalah laki-laki yang adil.
Kitab ini dirasa akan menjadi solusi bagi masyarakat muslim di
kalimantan Barat khusunya di Kubu. Pernikahan adalah awal pertama
membentuk keluarga yang sakinah. Peradaban yang baik suatu bangsa
42
tentu mengacu pada peradaban yang baik pula dalam keluarga, kemudian
peradaban desa, daerah lokasi bahkan negara. Oleh sebab itu, penulisan
buku tentang Risalah Jadwal Nikah diharapkan akan menjadi solusi
terhadap pembangunan peradaban pada saat itu. Apalagi beliau adalah
seorang mufti kerajaan.
2) Kitab Mukhtasarul Manan
Kitab Mukhtashar al-manan diselesaikan di Teluk Pakedai, hari
Jumaat, pukul 17.00 petang, 18 Rajab 1351 H bertepatan dengan tahun
1929 Masehi. Kitab ini membahas tentang sifat wajib 20 bagi Allah SWT
yang merupakan pelajaran ilmu akidah untuk hafalan kanak-kanak.
Biasnaya, sifat-sifat wajib 20 ini dilantunkan di masjid-masjid selepas
adzan dikomandangkan, sambil menunggu waktu iqamah, anak-anak
melantunkannya(menyanyikannya), ada yang menyebut ‘dzikiran’ juga
ada yang menyebut dengan istilah ‘puji-pujian’. Lantunan seperti ini, pada
dasaranya agar anak-anakgampang mengingat apa yang dihapalnya; dan
agar mereka suka untukmengaji dan sholat di asjid.Kepercayaan dan
keyakinan adalah hal terpenting dalam hidup setiap insan. Setiap manusia
pasti akan memiliki kepercayaan, apakah kepercayaannya salah atau
benar. Dalam kehidupan manusia, untuk menggapai kebahagian, maka
iman dan keyakinan menjadi pondasi utama. Oleh sebab itu, dalam hal
keimanan, H. Ismail Mundu menulis sebuah kitab yang berjudul
“Mukhtasarul Manan”. Kitab ini membahas ketauhidan atau keimanan
yang harus dipelajari dan diamalkan oleh seorang muslim baik laki-laki
maupun perempuan.
Kitab ini ditulis untuk menangkal keimanan dan kepercayaan
masyarakat yang saat itu banyak melenceng dari keimanan dan
kepercayaan umat Islam.
3) Tafsir Terjemah Bugis
43
Tuan guru H. Ismail Mundu menulis tafsir terjemahan Al-Quran
berbahasa Bugis. Selain karena beliau berasal dari suku Bugis, disebabkan
juga karena banyak muridnya yang berasal dari etnis Bugis. Juga karena
penduduk Teluk Pakedai saat itu didominasi oleh suku Bugis yang berasal
dari Sulawesi. Sehingga dirasa perlu oleh beliau untuk menulis tafsir
terjemah berbahasa Bugis. Watak Bugis yang terkenal keras akan lunak
dengan bahasanya sendiri. Bahasa yang lugas dan mudah difaham akan
gampang membuat orang-orang Bugis mengambil hikmah dari tulisan
sang maha Guru H. Ismail Mundu.
Terjemahan adalah cara mudah untuk memahami suatu ilmu yang
bersumber dari bahasa lain. Sehingga ketika ada suatupenjelasan yang
lupa-lupa ingat bisa kembali kepada kitab yang dijadikan referensi dalam
bentuk terjemahannya.
4) Majmu’ al-Mirats fi Hukmi al-Faraidh
Beliau juga mengarang kitab yang membahas tentang
mawarist(harta warisan). Penulisan tentang kitab hukum mawaris ini
tentu karena beliau menganggap penting diketahui dan dipelajari, apalagi
dalam sebuah hadits Rasul saw mewarning bahwa ilmu mawaris adalah
salah satu ilmu yang pertama kali akan dicabut dari peredarannya.
Sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah r.a.
berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
أبي بن عمر بن حفص حدثنا الحزامي المنذر بن إبراهيم حدثنا قال قال هريرة أبي عن الأعرج عن الزداد أبو حدثنا العطاف رسول صلى اللہ الفرائض تعلموا هريرة أبا يا وسلم عليه اللہ
ل وهو ينسى وهو العلم دصف فإده وعلموها من ينزع شيء أوتي أم
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir Al Hizami; telah menceritakan kepada kami Hafsh bin 'Umar bin Abu Al 'Ithaf; telah menceritakan kepada kami Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu
43
Tuan guru H. Ismail Mundu menulis tafsir terjemahan Al-Quran
berbahasa Bugis. Selain karena beliau berasal dari suku Bugis, disebabkan
juga karena banyak muridnya yang berasal dari etnis Bugis. Juga karena
penduduk Teluk Pakedai saat itu didominasi oleh suku Bugis yang berasal
dari Sulawesi. Sehingga dirasa perlu oleh beliau untuk menulis tafsir
terjemah berbahasa Bugis. Watak Bugis yang terkenal keras akan lunak
dengan bahasanya sendiri. Bahasa yang lugas dan mudah difaham akan
gampang membuat orang-orang Bugis mengambil hikmah dari tulisan
sang maha Guru H. Ismail Mundu.
Terjemahan adalah cara mudah untuk memahami suatu ilmu yang
bersumber dari bahasa lain. Sehingga ketika ada suatupenjelasan yang
lupa-lupa ingat bisa kembali kepada kitab yang dijadikan referensi dalam
bentuk terjemahannya.
4) Majmu’ al-Mirats fi Hukmi al-Faraidh
Beliau juga mengarang kitab yang membahas tentang
mawarist(harta warisan). Penulisan tentang kitab hukum mawaris ini
tentu karena beliau menganggap penting diketahui dan dipelajari, apalagi
dalam sebuah hadits Rasul saw mewarning bahwa ilmu mawaris adalah
salah satu ilmu yang pertama kali akan dicabut dari peredarannya.
Sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah r.a.
berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
أبي بن عمر بن حفص حدثنا الحزامي المنذر بن إبراهيم حدثنا قال قال هريرة أبي عن الأعرج عن الزداد أبو حدثنا العطاف رسول صلى اللہ الفرائض تعلموا هريرة أبا يا وسلم عليه اللہ
ل وهو ينسى وهو العلم دصف فإده وعلموها من ينزع شيء أوتي أم
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir Al Hizami; telah menceritakan kepada kami Hafsh bin 'Umar bin Abu Al 'Ithaf; telah menceritakan kepada kami Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu
44
'alaihi wasallam bersabda: "Wahai Abu Hurairah, belajarlah faraidl dan ajarkanlah, karena sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu, dan ilmu itu akan dilupakan dan ia adalah yang pertama kali dicabut dari umatku.”1
Begitu juga dengan hadits Rasul saw: Ibnu Mas’ud r.a. berkata
bahwa Nabi SAW bersabda;
بن سليماد له يقال رجل عن عوف حدثنا الهيثم بن عثماد أخبردا رسول لي قال مسعود ابن قال قال هجر أهل من جابر صلى اللہ
الفرائض تعلموا الناس وعلموه العلم تعلموا وسلم عليه اللہ مقبوض امرؤ فإدي الناس وعلموه القرآد تعلموا الناس وعلموه لا فريضة في اثناد يختلف حتى الفتن وتظهر سيقبض والعلم بينهما يفصل أحدا يجداد
Dari ibnu Mas’ud ra. Berkata: telah bersabda Rasululloh Shollallohu ‘alahi wasallam “Pelajarilah al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang. Dan pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup meleraikan (menyelesaikan perselisihan pembagian hak waris) mereka.”2 Karena pentingnya ilmu faraid, para ulama sangat memperhatikan
ilmu ini, sehingga mereka seringkali menghabiskan sebagian waktu
mereka untuk menelaah, mengajarkan, menuliskan kaidah-kaidah ilmu
faraid, serta mengarang beberapa buku tentang faraid. Mereka melakukan
hal ini karena anjuran Rasulullah saw.
Abu Musa al-Asy’ari ra. berkata, “Perumpamaan orang yang
membaca Al-Qur’an dan tidak cakap (pandai) di dalam ilmu faraid,
adalah seperti mantel yang tidak bertudung kepala.”
1Lihat dalam, Ibnu Majah, dalam sunannya, Bab: “Anjuran Mempelajari Ilmu Faraidh, vol: 8,
hal: 197, no. hadis. 2710. 2Lihat dalam, Imam al-Darimi, dalam kitab sunannya, pada Bab. “Meneladani Para ‘Ulama”,
no. hadis. 223.
45
Demikianlah beberapa penjelasan tentang keutamaan ilmu faraid
dimana ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para sahabat dan
orang-orang shaleh(salafus sholeh) dahulu, sehingga menjadi jelas
bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu yang mulia dan perkara-perkara
yang penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari Al-Qur’an dan
sunnah Rasul-Nya. Hal ini juga yang menjad pijakan dari tuan guru haji
IsmailMundu untuk mengarang kitab ringkas tentang fiqh waris.
Tentang karya beliau, sebanrnya masih banyak lagi karangan
beliau yang belum dibahas, diantaranya, Usul Tahqiq, Majmu’ul Mirasa,
Konsep Khutbah Bulan Safar dan Konsep Kutbah Bulan Jumadil Akhir,
Kitab dzikir Tauhidiyah, dan Faidah istighfar Rajab yang akan dibahas
selanjutnya.
d. Metode Dakwah Haji Ismail bin Abdul Karim Jika melihat banyaknya karya yang telah ditulis dan dibukukan
oleh beliau, tentu dakwah beliau sangat digemari dan diminati oleh
masyarakat pada saat itu. Apalagi, saat ditawari menjadi seorang mufti
kerajaan, tentu tidaklah mudah bagi seorang ulama sekaliber Ismail
Mundu, hal ini tentu disebabkan karena dakwah beliau diterima dan
dirasakan oleh kalangan masyarakat dan kerajaan pada masa itu. 1) Dakwah dari Mushalla dan Masjid
Tentu dakwah bagi seorang ulama sekelas tuan guru Ismail
Mundu pada saat itu akan menghiasa rumah-rumah warga, musholla-
musholla, dan masjid-masjid. Jika melihat dari karya-karya dan
penuturan dari beberapa muridnya, maka dakwah beliau telah sesuai
metode dakwah yang termaktub dalam al-Quran surat An-Nahl yang
berbunyi :
45
Demikianlah beberapa penjelasan tentang keutamaan ilmu faraid
dimana ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para sahabat dan
orang-orang shaleh(salafus sholeh) dahulu, sehingga menjadi jelas
bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu yang mulia dan perkara-perkara
yang penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari Al-Qur’an dan
sunnah Rasul-Nya. Hal ini juga yang menjad pijakan dari tuan guru haji
IsmailMundu untuk mengarang kitab ringkas tentang fiqh waris.
Tentang karya beliau, sebanrnya masih banyak lagi karangan
beliau yang belum dibahas, diantaranya, Usul Tahqiq, Majmu’ul Mirasa,
Konsep Khutbah Bulan Safar dan Konsep Kutbah Bulan Jumadil Akhir,
Kitab dzikir Tauhidiyah, dan Faidah istighfar Rajab yang akan dibahas
selanjutnya.
d. Metode Dakwah Haji Ismail bin Abdul Karim Jika melihat banyaknya karya yang telah ditulis dan dibukukan
oleh beliau, tentu dakwah beliau sangat digemari dan diminati oleh
masyarakat pada saat itu. Apalagi, saat ditawari menjadi seorang mufti
kerajaan, tentu tidaklah mudah bagi seorang ulama sekaliber Ismail
Mundu, hal ini tentu disebabkan karena dakwah beliau diterima dan
dirasakan oleh kalangan masyarakat dan kerajaan pada masa itu. 1) Dakwah dari Mushalla dan Masjid
Tentu dakwah bagi seorang ulama sekelas tuan guru Ismail
Mundu pada saat itu akan menghiasa rumah-rumah warga, musholla-
musholla, dan masjid-masjid. Jika melihat dari karya-karya dan
penuturan dari beberapa muridnya, maka dakwah beliau telah sesuai
metode dakwah yang termaktub dalam al-Quran surat An-Nahl yang
berbunyi :
46
äí÷Š $# 4’ n<Î) È≅‹ Î6 y™ y7În/ u‘ Ïπ yϑõ3Ït ø:$$Î/ Ïπ sà Ïãöθyϑø9 $# uρ Ïπ uΖ|¡pt ø:$# ( Οßγ ø9 ω≈ y_uρ
©ÉL©9 $$Î/ }‘ Ïδ ß⎯ |¡ômr& 4 ¨βÎ) y7−/ u‘ uθèδ ÞΟ n=ôãr& ⎯ yϑÎ/ ¨≅ |Ê ⎯ tã ⎯Ï&Î#‹Î6 y™ (
uθèδuρ ÞΟ n=ôãr& t⎦⎪ωtGôγ ßϑø9 $$Î/ ∩⊇⊄∈∪
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.3
Dari penjelasan ayat di atas bahwa terdapat tiga metode
dakwah ayang bisa diterapkan oleh para penceramah ataupun
Ustadz/kiayi dalam menyampaikan ajaran Islam, yakni :
a) Berdakwah dengan Hikmah (bil hikmah),maksudnya adalah
berdakwah dengan mengenal strata Maf’ul ( objek/orang yang
didakwahi ) sebagai landasan normative yakni menempatkan
manusia sesuai dengan kadar yang telah ditentukan atau melakukan
kontak dengan seseorang objek, da’i atau penceramah yang baik
harus mempelajari terlebih dahulu data riil tentang komunitas atau
pribadi yang akan didakwahi. Bisa juga diartikan,berdakwah
menggunakan cerita atau kisah yang bisa diambil hikmahnya.
b) Berdakwah dengan nasihat yang baik (bil mau’idhotil hasanati),
metode dakwah dengan dengan nasihat adalah dengan
memberikan peringatan kepada manusia berupa nasehat-nasehat
yang baik serta tidak terkesan mengancam dan membuat gelisah,
sehingga masyarakat yang kita dakwahi dapat tersentuh hatinya
dan kembali mengingat Allah swt. memberikan nasihat merupakan
3Baca Q.S. al-Nahl [16]: 125.
47
tindakan mengingatkan seseorang dengan baik dan lemah lembut
agar dapat melunakkan hatinya.
c) Berdebat (jadal) dengan jalan atau cara yang baik apabila terjadi
perselisihan(bil mujâdalati hiya ahsan),debat adalah sebuah
dakwah dengan cara interaksi atau komunikasi yang dilakukan oleh
beberapa kelompok yang membahas suatu ilmu atau pengetahuan
atau yang lazim disebut topik yang bertujuan untuk mencari
kesejalanan atau kesamaan dalam berpikir dan melahirkan suatu
hasil yang disepakati antara keduanya.Berdiskusi atau bisa disebut
juga dengan bermusyawarah juga merupakan sebuah cara untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang diperdebatkan atau
diperselisihkan yang pada akhirnya dengan diskusi itu dilahirkan
sebuah keputusan yang bersifat menengah.
Dakwah tuan guru haji yang begitu simpel, tegas, mudah difahami,
dan jelas ini menarik banyak perhatian masyarakat sekitar, sehingga
banyak berdatangan untukmengaji kepada beliau. Nilai puncak
kesuksesan dakwah beliau adalah pada tahun 1907 M (1326. H) saat
beliau diangkat menjadi seorang mufti(pengeluar fatwa) kerajaan Kubu.
Kerajaan mengapresiasi keberhasilan tuan guru dalammengentas
kebodohan dan kejumudan masyarakat pada saat itu, sehingga perjuangan
dakwah beliau menurut kerajaan telah berhasil dan sukses merubah
masyarakat Kubu.
Sedangkan menurut Ust. Baidillah Riyadi, metode dakwah
tuanguru Ismail Mundu menggunakan dua metode. Pertama, berdakwah
melalui teks. Tuan guru Ismail Mundu tidak hanya mengajar ngaji al-
Quran, tauhid, Fiqh, dan lainnya, melainkan beliau juga berdakwah
melalui teks tulisan. Dakwah tanpa mengeluarkan suara adalah dakwah
melalui tekstual. Dakwah dirasa tidak hanya cukup dengan bicara, bisa
47
tindakan mengingatkan seseorang dengan baik dan lemah lembut
agar dapat melunakkan hatinya.
c) Berdebat (jadal) dengan jalan atau cara yang baik apabila terjadi
perselisihan(bil mujâdalati hiya ahsan),debat adalah sebuah
dakwah dengan cara interaksi atau komunikasi yang dilakukan oleh
beberapa kelompok yang membahas suatu ilmu atau pengetahuan
atau yang lazim disebut topik yang bertujuan untuk mencari
kesejalanan atau kesamaan dalam berpikir dan melahirkan suatu
hasil yang disepakati antara keduanya.Berdiskusi atau bisa disebut
juga dengan bermusyawarah juga merupakan sebuah cara untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang diperdebatkan atau
diperselisihkan yang pada akhirnya dengan diskusi itu dilahirkan
sebuah keputusan yang bersifat menengah.
Dakwah tuan guru haji yang begitu simpel, tegas, mudah difahami,
dan jelas ini menarik banyak perhatian masyarakat sekitar, sehingga
banyak berdatangan untukmengaji kepada beliau. Nilai puncak
kesuksesan dakwah beliau adalah pada tahun 1907 M (1326. H) saat
beliau diangkat menjadi seorang mufti(pengeluar fatwa) kerajaan Kubu.
Kerajaan mengapresiasi keberhasilan tuan guru dalammengentas
kebodohan dan kejumudan masyarakat pada saat itu, sehingga perjuangan
dakwah beliau menurut kerajaan telah berhasil dan sukses merubah
masyarakat Kubu.
Sedangkan menurut Ust. Baidillah Riyadi, metode dakwah
tuanguru Ismail Mundu menggunakan dua metode. Pertama, berdakwah
melalui teks. Tuan guru Ismail Mundu tidak hanya mengajar ngaji al-
Quran, tauhid, Fiqh, dan lainnya, melainkan beliau juga berdakwah
melalui teks tulisan. Dakwah tanpa mengeluarkan suara adalah dakwah
melalui tekstual. Dakwah dirasa tidak hanya cukup dengan bicara, bisa
48
ketika penceramah bicara dengan jamaah hanya terekam pada saat itu,
setelahnya tidak tercatat efek yang berkepanjangan. Akan tetapi dengan
tulisan, tentu bisa berpengaruh panjang lebih lama dan jamaah bisa
mengingatnya lagi, jika lupa bisa dilihat lagi. Bisa juga, dakwah dengan
tulisan, perubahan akan menjadi lebih bermakna. Mungkin itulah salah
satu sebab mengapa tua guru haji Ismail Mundu banyak menulis buku.
Bahkan, menurut maqalah imam Syafi’i yang sampai sekarang masih kita
dengar, “Jika kalian ingin hidup abadi, menulislah, karena namamu akan
selalu diingat”.
Kedua, berdakwah melalui konteks. Sejatnya pendirian masjid
besar Batu atau masjid besar Nasrullah yang didirikan oleh tuan guru haji
Ismail Mundu adalah sebagai media dakwah.Walau secara harfiah masjid
dimaknai sebagai tempat yang digunakan untuk bersembahyang atau
sujud.4 Dan, pengertian ini sudah menjadi pemahaman yang biasa
(lumrah) kebanyakan umat Islam. Hal ini berkaca pada masa awal Islam,
Rasulullah membangun masjid selain digunakan untuk menjalankan
ibadah shalat secara berjamaah, masjid juga digunakan sebagai sarana
untuk membangun masyarakat, yakni untuk membangun ukhuwwah
islamiyyah, tempat bermusyawarah untuk memecahkan persoalan
kemasyarakatan, serta sebagai pusat pemerintahan.5Namun demikian,
masjid juga bisa menjadi media dakwah untuk umat Islam dimana diakui
sebagai simbol untk menata interaksi antara seorang hamba dengan Allah,
dan seorang hamba dengan manusia yang lain.
Sedang maksud dari pada berdakwah melalui konteks ini adalah
berdakwah dengan menggunakan ornamen-ornamen simbol keagamaan.
Dalam hal ini, adalah masjid sebagai tempat untukmemuppuk keimanan
4Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari segi Hukum dan Hikmahnya.
(Yogyakarta: BulanBintang, 1987), hlm, 1. 5Moh, E. Ayub, Manajemen Masjid (Jakarta: GemaInsani Press, 1996.), hlm 12.
49
dan juga tidak dipungkiri bahwa masjid adalah simbol keislaman. Dimana
ada masjid disitu ada orang muslim. Dalam agam Islam, untuk mendirikan
masjid ada syarat-syarat tertentu, sehingga tidak sembarangan
membangun masjid.
Di tengah kehidupan masyarakat, masjid adalah sebagai simbol
tauhid. Dengan sendirinya, walaupun tanpa bersuara lantang, masjid
menunjukkan bahwa ia adalah tempat seorang hamba untuk mendekatkan
dirinya dengan Sang Khalik. Peran tersebut memberikan pemahaman
bahwa masjid berfungsi sebagai sarana peletak nilai-nilai ketuhanan dan
kemanusiaan, yakni sebagai sarana perjuangan psiko-spiritual, meliputi
tempat pengenalan, introspeksi (muhasabah) diri, disiplin, dan tempat
untuk berbagai bentuk bimbingan, baik yang berhubungan dengan Yang
Maha Kuasa maupun sesama manusia (habl min Allah dan habl min al-
nas).6 Keseimbangan hubungan yang tercipta dengan sarana masjid
tersebut akan menjadi ukuran baik-buruknya sebuah hubungan, baik antar
individu (personal) maupun antarmasyarakat (sosial).
2. H.M. Basyuni Imran: Tokoh Pemikir Islam dari Sambas Kalimantan
Barat Warna Keislaman Kalimantan Barat, khususnya Sambas, lebih dikenal
sebagai Islam dalam warna tarekat di bawah pengaruh kharisma tokoh besar
Ahmad Khatib As-Sambasi (lahir, 1803), seorang pemimpin tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah yang pengaruhnya banyak disebut-sebut meliputi Islam di
wilayah Asean.7 Sebelumnya pengaruh tasawuf di Kalimantan Barat telah
disemaikan oleh Syaikh Abdul Jalil al-Fatani yang dimakamkan di daerah
Lumbang, Sambas.
6Ruslani (Ed.), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat (Yogyakarta: Qalam, 2000), hlm. 6.
7Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1999), h. 123. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014: 207 - 234
49
dan juga tidak dipungkiri bahwa masjid adalah simbol keislaman. Dimana
ada masjid disitu ada orang muslim. Dalam agam Islam, untuk mendirikan
masjid ada syarat-syarat tertentu, sehingga tidak sembarangan
membangun masjid.
Di tengah kehidupan masyarakat, masjid adalah sebagai simbol
tauhid. Dengan sendirinya, walaupun tanpa bersuara lantang, masjid
menunjukkan bahwa ia adalah tempat seorang hamba untuk mendekatkan
dirinya dengan Sang Khalik. Peran tersebut memberikan pemahaman
bahwa masjid berfungsi sebagai sarana peletak nilai-nilai ketuhanan dan
kemanusiaan, yakni sebagai sarana perjuangan psiko-spiritual, meliputi
tempat pengenalan, introspeksi (muhasabah) diri, disiplin, dan tempat
untuk berbagai bentuk bimbingan, baik yang berhubungan dengan Yang
Maha Kuasa maupun sesama manusia (habl min Allah dan habl min al-
nas).6 Keseimbangan hubungan yang tercipta dengan sarana masjid
tersebut akan menjadi ukuran baik-buruknya sebuah hubungan, baik antar
individu (personal) maupun antarmasyarakat (sosial).
2. H.M. Basyuni Imran: Tokoh Pemikir Islam dari Sambas Kalimantan
Barat Warna Keislaman Kalimantan Barat, khususnya Sambas, lebih dikenal
sebagai Islam dalam warna tarekat di bawah pengaruh kharisma tokoh besar
Ahmad Khatib As-Sambasi (lahir, 1803), seorang pemimpin tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah yang pengaruhnya banyak disebut-sebut meliputi Islam di
wilayah Asean.7 Sebelumnya pengaruh tasawuf di Kalimantan Barat telah
disemaikan oleh Syaikh Abdul Jalil al-Fatani yang dimakamkan di daerah
Lumbang, Sambas.
6Ruslani (Ed.), Wacana Spiritualitas Timur dan Barat (Yogyakarta: Qalam, 2000), hlm. 6.
7Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1999), h. 123. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014: 207 - 234
50
Pengaruh kental tasawuf di Kalimantan Barat, di waktu berikutnya
mulai tergeser dengan paham pembaharuan Islam yang justru dipelopori dari
tanah kelahiran Ahmad Khattib, yaitu di Sambas. Gerakan itu diawali oleh
sosok dari Maharaja Imam Masjid Kraton Sambas, yaitu Muhammad Baisuni
Imran. M. Baisuni Imran lahir pada tahun 1885 bertepatan dengan saat
pembangunan Masjid Kraton Sambas yang dilakukan oleh Sultan Shafiudin II.
Baisuni Imran saat muda sempat belajar ke Timur Tengah (1901-1906) dan
berkenalan dengan pemikiran Jamaludin al-Afgani, Muhammad Abduh dan
Rashid Ridho. Dia termasuk pengagum dari gagasan mereka. Pada tahun
1909, Baisuni Imran belajar ke Al-Azhar mesir. Menurut Pijper, bahkan
Baisuni Imran sempat diajar oleh Rashid Ridho.
Pada tahun 1913, Baisuni Imran dipanggil pulang ke Sambas, karena
orang tuanya sakit keras. Dalam waktu yang bersamaan, Baisuni Imran
dipangil dan diangkat oleh Sultan sebagai Maharaja Imam Masjid Kraton
Sambas. Pada tanggal 9 Nopember 1913, sehabis sholat Jum’at ia dilantik
oleh Sultan untuk memegang amanah sebagai Maharaja Imam tersebut.8
Semenjak saat itu Baisuni Imran melakukan usaha-usaha pembaharuan
Islam di Sambas. Usaha-usaha itu meliputi ceramah yang dia lakukan, tulisan-
tulisan bahkan melalui lembaga pendidikan “Tarbiatoel Islam”. Khusus di
bidang karya tulis, banyak tulisan yang dia tinggalkan seperti Tarjamah Durμs
at-T±r³kh as-Syar³‘ah, Khul±،ah S³rah al-Mu¥ammadiyah, Durμs at-Tauh³d.
Beberapa pemikiran baru yang dia kenalkan antara lain: bahwa sholat Jum’at
boleh dilakukan oleh jamaah yang kurang dari 40 orang, pembacaan taqlik
talak dalam perkawinan tidak perlu dilakukan dan proses faskh dalam
perkawinan harus diajukan ke lembaga agama, serta penetapan awal bulan
dengan hitungan.
8Moh Haitami Salim dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat, (Jakarta: Puslitbang
Lektur dan Khazanah Keagamaan RI, 2011), h. 109-132.
51
Setelah Baisuni Imran, pembaharuan pemikiran dilakukan oleh
penggantinya sebagai imam Masjid Kraton Sambas, Murtaba M.Chan. Hanya
saja pembaharuan di masa Baisuni Imran menurut pengkaji masih lebih
banyak diwilayah rasio dan pemahaman, sedangkan pada masa Murtaba M
Chan pembaharuan sudah memasuki wilayah praktek seperti meninggalkan
penggunaan bedug sebagai alat pemanggilan sholat lima waktu sebelum
dikumandangkan adzan, adzan satu kali ketika khutbah Jum’at, Tarawih 11
rakaat dan sebagainya. Ada kesan bahwa pembaharuan di masa Murtaba M
Chan terkesan cenderung mengarah kepuritanisme.
Yang diterima masuk madrasah Sulthaniyah ialah murid-murid
tamatan S.R. 5/6 tahun. ketua pengurus madrasah Perguruan Islam ialah H.M.
Basyuni Imran,seorang ulam besar di Sambas dan kepala madrasah ialah
H.Abd. Rahman. Pelajarannya ialah ilmu Agama ditambah dengan
pengetahuan umum seperti: (1) Nahwu, (2) Bahasa Arab (3) Fiqhi, (4)
Berhitung, (5) Ilmu Bumi, (6) al-Qur’an, (7) Sharaf, (8) Tafsir, (9) Ilmu
Bumi, (10) Usul, (11) Kesehatan, (12) Akhlak, (13) Terjemah, (14) Insya’,
(15) Hadist, (16) Tarikh, (17) Ilmu Alam, (18) Ilmu Ukur, (19) Gerak Badan,
dan (20) Ilmu tumbuh-tumbuhan.
Di samping itu perkembangan pengajian ibu-ibu yang berkembang
pesat di Kota Pontianak.Peranan ulama yang begitu besar terhadap
perkembangan pendidikan tidak hanya pada pendidikan formal akan tetapi
pada pendidikan non formal. Ulama yang berpengaruh membentuk
pendidikan di era tahun enam puluhan dan sampai delapan puluhanPontianak
antara lain:
a. Pembaharuan di Bidang Pendidikan H.M. Basyuni Imran Salah satu langkah pembaharuan yang dilakukan oleh Basioeni
Imran adalah melakukan perubahan mendasar pada lembaga pendidikan
bentukan kerajaan Sambas, Madrasah al-Sulthaniyah. Madrasah ini
didirikan secara formal pada tahun 1916 oleh Sulthan Muhammad
51
Setelah Baisuni Imran, pembaharuan pemikiran dilakukan oleh
penggantinya sebagai imam Masjid Kraton Sambas, Murtaba M.Chan. Hanya
saja pembaharuan di masa Baisuni Imran menurut pengkaji masih lebih
banyak diwilayah rasio dan pemahaman, sedangkan pada masa Murtaba M
Chan pembaharuan sudah memasuki wilayah praktek seperti meninggalkan
penggunaan bedug sebagai alat pemanggilan sholat lima waktu sebelum
dikumandangkan adzan, adzan satu kali ketika khutbah Jum’at, Tarawih 11
rakaat dan sebagainya. Ada kesan bahwa pembaharuan di masa Murtaba M
Chan terkesan cenderung mengarah kepuritanisme.
Yang diterima masuk madrasah Sulthaniyah ialah murid-murid
tamatan S.R. 5/6 tahun. ketua pengurus madrasah Perguruan Islam ialah H.M.
Basyuni Imran,seorang ulam besar di Sambas dan kepala madrasah ialah
H.Abd. Rahman. Pelajarannya ialah ilmu Agama ditambah dengan
pengetahuan umum seperti: (1) Nahwu, (2) Bahasa Arab (3) Fiqhi, (4)
Berhitung, (5) Ilmu Bumi, (6) al-Qur’an, (7) Sharaf, (8) Tafsir, (9) Ilmu
Bumi, (10) Usul, (11) Kesehatan, (12) Akhlak, (13) Terjemah, (14) Insya’,
(15) Hadist, (16) Tarikh, (17) Ilmu Alam, (18) Ilmu Ukur, (19) Gerak Badan,
dan (20) Ilmu tumbuh-tumbuhan.
Di samping itu perkembangan pengajian ibu-ibu yang berkembang
pesat di Kota Pontianak.Peranan ulama yang begitu besar terhadap
perkembangan pendidikan tidak hanya pada pendidikan formal akan tetapi
pada pendidikan non formal. Ulama yang berpengaruh membentuk
pendidikan di era tahun enam puluhan dan sampai delapan puluhanPontianak
antara lain:
a. Pembaharuan di Bidang Pendidikan H.M. Basyuni Imran Salah satu langkah pembaharuan yang dilakukan oleh Basioeni
Imran adalah melakukan perubahan mendasar pada lembaga pendidikan
bentukan kerajaan Sambas, Madrasah al-Sulthaniyah. Madrasah ini
didirikan secara formal pada tahun 1916 oleh Sulthan Muhammad
52
Tsafiuddin II. Pada masa-masa awal berdirinya, kurikulum madrasah al-
Sgulthaniyah terbatas pada muatan pelajaran yang bersifat keagamaan.
Beberapa perubahan mendasar dilakukan oleh Basioeni Imran bersama
Ahmad Fauzi dan Abdurrahman Hamid sepulang menuntut ilmu dari
Makkah dan Mesir.
Beberapa perubahan mendasar yang dilakukan oleh Basioeni Imran
adalah sebagai berikut. Pertama, perubahan di bidang kurikulum. Di
samping mempelajari kitab-kitab standar berbahasa Arab yang ditulis
oleh pakar dari Timur Tengah9 Basioeni Imran mulai memasukkan mata
pelajaran umum seperti berhitung, membaca, dan menulis huruf latin.
Kedua, merubah madrasah yang hanya untuk kelangan kerabat keraton
selanjutnya menjadi lembaga pendidikan yang bisa diakses oleh seluruh
masyarakat, khususnya putra-putri di Sambas. Oleh kaena itu, peran
Madrasah al-Shulthaniyah pun berubah. Jika awalnya hanya berfungsi
sebagai institusi bagi transmisi ilmu, kemudian berkembang sebagai
wadah utama reproduksi ulama. Sampai tahun 1930-an, madrasah ini
menjadi lembaga pemberi otorisasi bagi seseorang untuk menjadi pejabat
agama di wilayah kerajaan sambas.10
Perubahan ketiga, yang lebih mendasar adalah merubah Madrasah
al-Sulthaniyah menjadi sekolah Tarbiatoel Islam sejak tanggal 1 Juli
1936. Bahasa pengantar dalam proses pembelajaran yang semula
menggunakan bahasa Melayu lama dan aksara Arab Jawi mulai
diperbarui. Yaitu dengan memasukkan bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar pada kelas 4-7, sementara kelas 1-3 tetap menggunakan bahasa
Melayu. Perubahan berikutnnya adalah rekruitmen tenaga pendidik yang
9Seperti kitab al-Islam: Syariah wa Aqidah (Mahmud Saltut), Fath al-Qarib(Muhammad Ibn Qasim), Jawahir al-Kalamiyah (Husein al-Jisr), Husn al-Hamidiyah (Husein Affandy), Qawaid al-Lugah al-Arabiyah (Hefni Beik), dan kalimat al-Tawid (Husein Wali).
10Moh Haitami Salim, dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat…, hlm.70.
53
lebih profesional dengan mendatangkan para guru dari luar daerah seperti
dari Sumatera Barat terutama perguruan al-Tawalib dan perguruan Syafii
di Kayu Tanam. Tenaga pendidik yang datang dari Sumatera dan Jawa ini
dimaksudkan agar dapat memberikan nuansa baru, karena dari dua daerah
ni perkembangan pendidikannya mendahului daerah lain.11
Melanjutkan perubahan kelembagaan, maka perubahan medasar
juga dilakukan pada aspek kurikulum. Pada saat berbentuk Madrasah al-
Sulthaniyah telah dilakukan perubahan dengan memasukkan pelajaran
berhitung dan baca tulis latin. Perubahan kurikulum kemudian berlanjut
saat telah berubah menjadi sekolah Tarbiatoel Islam, yaitu dengan
memasukkan mata pelajaran umum seperti ilmu sejarah, berhitung, ilmu
alam, ilmu tumbuhan, ilmu hewan, ilmu manusia, Bahasa Belanda dan
Bahasa Indonesia, di samping ilmu-ilmu keislaman. Menurut Basioeni
Imran, ilmu pengetahuan umum adalah sarana penting untuk mengejar
kemajuan. Meskipun demikian, penguasaan ilmu-ilmu tersebut tidak
menyebabkan seseorang tercerabut dari akar keagamaannya.12
b. Karya Produktif H.M. Basyuni Imran
Semasa hidupnya Basioeni Imran banyak menulis, baik yang telah
dicetak maupun yang masih hasil ketikan atau tulisan di ukku tulis.
Berikut adalah beberapa karya Basioeni Imran.13
1) Tarjamah Durus al-Tarikh Syariat Kitab ini masih merupakan manuskrip terjemahan ringkas
kitab Durus al-Tarikh karangan Syaikh Muhyiddin al-Khayyath,
seorang ulama Beirut Lebanon. Karya setebal 56 halaman ini tidak
dicetak dan mungkin satu-satunya buku utuh dan tulisannya ketika
11Moh Haitami Salim dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat…, hlm. 71-73. 12Moh Haitami Salim dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat…, hlm. 73. 13Penjelasan mengenai karya-karya Basoeni Imran ini dikutip dari Moh Haitami Salim dkk.,
Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat…, hlm. 88-99.
53
lebih profesional dengan mendatangkan para guru dari luar daerah seperti
dari Sumatera Barat terutama perguruan al-Tawalib dan perguruan Syafii
di Kayu Tanam. Tenaga pendidik yang datang dari Sumatera dan Jawa ini
dimaksudkan agar dapat memberikan nuansa baru, karena dari dua daerah
ni perkembangan pendidikannya mendahului daerah lain.11
Melanjutkan perubahan kelembagaan, maka perubahan medasar
juga dilakukan pada aspek kurikulum. Pada saat berbentuk Madrasah al-
Sulthaniyah telah dilakukan perubahan dengan memasukkan pelajaran
berhitung dan baca tulis latin. Perubahan kurikulum kemudian berlanjut
saat telah berubah menjadi sekolah Tarbiatoel Islam, yaitu dengan
memasukkan mata pelajaran umum seperti ilmu sejarah, berhitung, ilmu
alam, ilmu tumbuhan, ilmu hewan, ilmu manusia, Bahasa Belanda dan
Bahasa Indonesia, di samping ilmu-ilmu keislaman. Menurut Basioeni
Imran, ilmu pengetahuan umum adalah sarana penting untuk mengejar
kemajuan. Meskipun demikian, penguasaan ilmu-ilmu tersebut tidak
menyebabkan seseorang tercerabut dari akar keagamaannya.12
b. Karya Produktif H.M. Basyuni Imran
Semasa hidupnya Basioeni Imran banyak menulis, baik yang telah
dicetak maupun yang masih hasil ketikan atau tulisan di ukku tulis.
Berikut adalah beberapa karya Basioeni Imran.13
1) Tarjamah Durus al-Tarikh Syariat Kitab ini masih merupakan manuskrip terjemahan ringkas
kitab Durus al-Tarikh karangan Syaikh Muhyiddin al-Khayyath,
seorang ulama Beirut Lebanon. Karya setebal 56 halaman ini tidak
dicetak dan mungkin satu-satunya buku utuh dan tulisannya ketika
11Moh Haitami Salim dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat…, hlm. 71-73. 12Moh Haitami Salim dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat…, hlm. 73. 13Penjelasan mengenai karya-karya Basoeni Imran ini dikutip dari Moh Haitami Salim dkk.,
Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat…, hlm. 88-99.
54
maih berada di Mesir. Dalam pendahuluan kitab Tarjamah Durus al-
Tarikh al-Syariah misalnya, Basioeni Imran menyebut latar belakang
penulisan kitab ini. Ia menjelaskan:14
Kemudian daripada itu maka adalah daripada (sebesar-besar)
sebaik-baik amal yaitu amal yang kembali manfaatnya dan faedahnya
kepada kaumnya dan anak-anak, agamanya dan bahasanya. Oleh
karena itu kepinginlah saya akan amal yang seperti itu maka jika tiada
dapat sekaliannya jangan ditinggalkan sekaliannya padahal bukanlah
saya daripada ahli yang demikian dan bukanlah ini masa bagi yang
demikian itu karena adalah saya sekarang sedang menuntut ilmu akan
tetapi oleh karena yang tersebut itu tiadalah menegahkan oleh besar
pekerjaan itu.
Apakala adalah ilmu tarikh itu daripada segala ilmu-ilmu yang
besar faedahnya bagi tiap manusia tetapi ialah ilmu yang wajib atasnya
ia ketahui akan dia istimewanya tarikh Nabi kita salllallahu alaihi
wasallam dan tidak saya dapat sebuah kitab dengan bahasa Melayu
pada tarikh Nabi kita (saw) yang patut bagi anak-anak bangsa kita
Melayu memilihlah saya akan menterjemahkan kitab Durus al-Tarikh
bagi yang alim Syekh Muhyiddin al-Khayyath, daripada ahli Beirut ke
bahasa Melayu. Adapun ini kitab empat bahagian yang pertama pada
tarikh Nabi (saw). Yang kedua pada tarikh al-Khulafaurrasyidin. Yang
ketiga pada tarikh daulah umawiyah, dan yang keempat pada tarikh
daulah Abbasiyah.
Kata pengarangnya itu dua bahagian lagi akan ia keluarkan.
Kama sesungguhnya pengarangnya itu telah izinkan kepada saya
menterjemahkan sekalian bahagian-bahagian kitab itu. Insya Allah
14Lihat lebih lanjut:Moehammad Basioeni Imran. Tarjamah Durus al-Tarikh Syariah.(1916
manuskrip).
55
akan saya terjemahkan akan bahagian pertama itu melainkan di dalam
waktu yang picik dan menyabar daripada waktu bersenang.
2) Bidayah al-Tawhid fi al-Tawhid Kitab ini ditulis pada hari Rabu 13 Jumadil Awwal 1336 H(27
Maret 1918), terdiri dari 59 halaman. Dicetak oleh penerbitan al-
Ahmadiyah Singapura pada tahun yang sama. Kitab berbahasa Melayu
ini mungkin merupakan karya pertama Basioeni Imran yang dicetak di
suatu penerbitan. Kitab setebal 59 halaman ini memuat enam bab yang
ditambah dengan daftar ralat, pengantar penulis, pendahuluan, dan
penutup.
Di dalam kata pengantarnya, Basioeni Imran menjelaskan
bahwa kitab ini merupakan saduran dari beberapaaa kitab, yaitu kitab
al-jawahir al-kalamiyyah, karya al-allamah Syaikh Tahir al-Jawazairi,
kitab Kalimat al-Tawhid karya al-Allamah Syaikh Husein Waaly al-
Mishry, dan kitab kifayat al-awwam. Diakuinya kandungan kitab ini
sepenuhnya mengikuti isi kitab-kitab tersebut, sedangkan susunannya
dan sistematika pembahasannya disesuaikan denganperasaan orang
Melayu.
Dalam kitab Bidayat al-Tawhid fiilm al-Tawhid ini Basioeni
Imran menegaskan bahwa mempelajari pokok-pokok
agama(ushuluddin) secara garis besarnya adalah hukumnya wajib
perorangan (fardhu ain) bagi setiap aqil baligh(muslim dewasa)
sedangkan mempelajarinya secara rinci hukumnya wajib bagi orang
banyak (fardhu kifayah). Kitab ini ditulis tidak saja menjelaskan
pokok-pokok akidah Islam akan tetapi juga untuk memurnikan dan
meluruskan keyakinan dan amal keagamaan yang menyimpang dari
ajaran-ajaran syariat berdasarkan kepada al-Quran serta sunnah yang
shahih dan qathi (bersifat pasti).
3) Risalah Cahaya Suluh
55
akan saya terjemahkan akan bahagian pertama itu melainkan di dalam
waktu yang picik dan menyabar daripada waktu bersenang.
2) Bidayah al-Tawhid fi al-Tawhid Kitab ini ditulis pada hari Rabu 13 Jumadil Awwal 1336 H(27
Maret 1918), terdiri dari 59 halaman. Dicetak oleh penerbitan al-
Ahmadiyah Singapura pada tahun yang sama. Kitab berbahasa Melayu
ini mungkin merupakan karya pertama Basioeni Imran yang dicetak di
suatu penerbitan. Kitab setebal 59 halaman ini memuat enam bab yang
ditambah dengan daftar ralat, pengantar penulis, pendahuluan, dan
penutup.
Di dalam kata pengantarnya, Basioeni Imran menjelaskan
bahwa kitab ini merupakan saduran dari beberapaaa kitab, yaitu kitab
al-jawahir al-kalamiyyah, karya al-allamah Syaikh Tahir al-Jawazairi,
kitab Kalimat al-Tawhid karya al-Allamah Syaikh Husein Waaly al-
Mishry, dan kitab kifayat al-awwam. Diakuinya kandungan kitab ini
sepenuhnya mengikuti isi kitab-kitab tersebut, sedangkan susunannya
dan sistematika pembahasannya disesuaikan denganperasaan orang
Melayu.
Dalam kitab Bidayat al-Tawhid fiilm al-Tawhid ini Basioeni
Imran menegaskan bahwa mempelajari pokok-pokok
agama(ushuluddin) secara garis besarnya adalah hukumnya wajib
perorangan (fardhu ain) bagi setiap aqil baligh(muslim dewasa)
sedangkan mempelajarinya secara rinci hukumnya wajib bagi orang
banyak (fardhu kifayah). Kitab ini ditulis tidak saja menjelaskan
pokok-pokok akidah Islam akan tetapi juga untuk memurnikan dan
meluruskan keyakinan dan amal keagamaan yang menyimpang dari
ajaran-ajaran syariat berdasarkan kepada al-Quran serta sunnah yang
shahih dan qathi (bersifat pasti).
3) Risalah Cahaya Suluh
56
Risalah Cahaya Suluh, Pada Mendirikan Jumat Kurang
Daripada Empat Puluh selsai ditulis pada waktu magrib malam Jumat
22 Safar 1339 H(14 Oktober 1920 M). dicetak pada tahun yang sama
di percetakan al-ikhwan, singapura.
Risalah Cahaya Suluh juga ditulis dalam edisi bahasa Arab
dengan judul al-Nusus wa al-Baharin ala iqamat al-jumuah bi mad al-
arbain,(beberapa Nash dan argumentasi tentang mendirikan Shalat
Jumat yang kurang dari 40 Orang). Dicetak di percetakan al-Manar
Kairo tahun 1344 H/ 1925 m. Tujuan penulisan Cahaya Suluh 15 ini
dapat dilihat dari penjelasannya kepada Pijper pada tahun 1950.
Basoeni Imran menjelaskan: “Di Kerajaan Sambas orang jarang shalat
Jumat, bahkan masjid agung di ibu kota saja hanya dikunjungi oleh
kurang lebih 500 orang; dan ini sangat sedikit bagi suatu kota besar.
Inilah yang menyebabkan hatinya tergugah untuk memperkenalkan
qawl qadim Syafi’i yang mengizinkan shalat Jumat dengan jamaah
kurang dari empat puluh orang, namun demikian shalatnya tetap sah.
Pendapat ini dilaksanakan di kerajaan Sambas dan tentang ini tidak
pernah timbul pertentangan.”
Dalam pengantarnya Basioeni Imran menjelaskan bahwa naskah
ini ditulis sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan dan permintaan
fatwa kepadanya tentang hukum sah atau tidak shalat Jumat yang
jamaahnya kurang dari empat puluh orang serta bagaimana kedudukan
shalat mua’dah (mengulanginya dengan shalat zuhur) setelah Jumat. Di
samping itu banyak pula fatwa-fatwa liar tentang masalah ini yang
simpang siur dan berkembang di tengah-tengah masyarakat sehingga
15Lihat lebih lanjut : umad Basoeni Imran. Cahaya Suluh, Pada Mendirikan Jumat Kurang
daripada Empat Puluh. (singapura: matba’ah alikhwah, 1920). Kitab ini merupakan suplemen dari kitab terjemahan Basoeni Imran yang berjudul Khulasah Sirah Muhammadiyah.
57
membingungkan mereka. Bahkan kadang-kadang menim,bulkan
perselisihan.
4) Zikr al-Maulid al-Nabawi Kitab Zikr al-Maulid al-Nabawi (Mengingat Kelahiran Nabi)16
adalah karangan Muhammad Rasyid Ridha yang cukup besar. Untuk
itu lebih mudah memahaminya Basioeni Imran menerjemahkannya
secara ringkas.
Pada bagian pengantar kitab Zikr al-Maulid al-Nabawi ini
Basioeni Imran menjelaskan: “maka adalah di dalam beberapa tahun
lalu saya menulis surat ke hadrat al-‘allamah al-muslih al-sayyid
Muhammad Rasyid Ridha Sahib al-Mannar di Mesir mohon akan
ditunjukkan kepada saya satu kitab atau risalah yang patut dan bagus
untuk menunjuki orang-orang muslimin kepada jalan kebenarang dan
kebagusan agama Islam untuk memanggil akan orang-orang asing
kepada agama yang mulia itu, dan saya berjanji dengan dia apabila ada
itu kitab atau risalah maka saya terjemahkan risalahnya (Zikr al-
Maulid al-Nabawi) ringkasan dan perjalanan ceritera Nabi
Muhammad saw, maka saya pun terjemahkan mukhtasar-nya di dalam
bulan Ramadhan tahun 1474 (sekitar 1928) karena hendak
memperingati kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW, yaitu
apakah hukumnya sebagai suatu kegiatan mengada-ada yang baik
(bid’ah hasanah) atau yang tercela (bid’ah sayyi’ah).
5) Tadzkir Judul lengkap kitab ini adalah Tazkir, Sabil al-Najah fi Tarikh
al-Salah (Jalan Kelepasan pada Mengingati Orang yang Meninggalkan
Sembahyang). Kitab ini selesai ditulis di Sambas pada hari Rabu, 9
Rabiul Awwal 1349 H (3 September 1930 M). Kemudian dicetak oleh
16Naskah yang masih berupa ketikan huruf latin peneliti temukan di museum Tamadun Islam Nagri Sambas (rumah Basoeni Imran).
57
membingungkan mereka. Bahkan kadang-kadang menim,bulkan
perselisihan.
4) Zikr al-Maulid al-Nabawi Kitab Zikr al-Maulid al-Nabawi (Mengingat Kelahiran Nabi)16
adalah karangan Muhammad Rasyid Ridha yang cukup besar. Untuk
itu lebih mudah memahaminya Basioeni Imran menerjemahkannya
secara ringkas.
Pada bagian pengantar kitab Zikr al-Maulid al-Nabawi ini
Basioeni Imran menjelaskan: “maka adalah di dalam beberapa tahun
lalu saya menulis surat ke hadrat al-‘allamah al-muslih al-sayyid
Muhammad Rasyid Ridha Sahib al-Mannar di Mesir mohon akan
ditunjukkan kepada saya satu kitab atau risalah yang patut dan bagus
untuk menunjuki orang-orang muslimin kepada jalan kebenarang dan
kebagusan agama Islam untuk memanggil akan orang-orang asing
kepada agama yang mulia itu, dan saya berjanji dengan dia apabila ada
itu kitab atau risalah maka saya terjemahkan risalahnya (Zikr al-
Maulid al-Nabawi) ringkasan dan perjalanan ceritera Nabi
Muhammad saw, maka saya pun terjemahkan mukhtasar-nya di dalam
bulan Ramadhan tahun 1474 (sekitar 1928) karena hendak
memperingati kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW, yaitu
apakah hukumnya sebagai suatu kegiatan mengada-ada yang baik
(bid’ah hasanah) atau yang tercela (bid’ah sayyi’ah).
5) Tadzkir Judul lengkap kitab ini adalah Tazkir, Sabil al-Najah fi Tarikh
al-Salah (Jalan Kelepasan pada Mengingati Orang yang Meninggalkan
Sembahyang). Kitab ini selesai ditulis di Sambas pada hari Rabu, 9
Rabiul Awwal 1349 H (3 September 1930 M). Kemudian dicetak oleh
16Naskah yang masih berupa ketikan huruf latin peneliti temukan di museum Tamadun Islam Nagri Sambas (rumah Basoeni Imran).
58
percetakan al-Ahmadiyah, Singapura, pada 23 Sya’ban 1349 H (12
Januari 1931 M).
Pemikiran Basioeni Imran dalam kitab Tadzkir (poeringatan)17
ini menarik untuk dilihat. Kata Tadzkir (memperingati, mengingatkan
atau peringatan) di awal judul kitab ini merupakan tema pokok
keseluruhan isi kitab. Sasaran kitab ini adalah kepada tiga kelompok
orang Islam. Pertama, menginatkan orang yang tidak mau shalat,
dengan menunjukkan betapa besarnya dosa orang yang tidak mau
shalat. Kedua, mengingatkan orang yang tidak tahu shalat, dengfan
mengemukakan syarat, rukun serta tata cara shalat. Ketiga,
mengingatkan ornag yang belum sempurna shalatnya, dengan
menjelaskan perlunya tertib, khusyu’ dan mengerti serta memahami
bacaan shalat.
Beberapa kitab yang dijadikan rujuklan resmi Basioeni Imran
dalam menulis karya ini adalah :Kitab al-Zawajir karangan Syeikh
Ibnu Hajar al-Haitam, kitab al-Azhar karangan Imam Nawawi, majalah
al-Mannar edisi 31, dan kitab Muhazzab.
6) Khulashah Sirah al-Muhammadiyyah
Kitab Khulashah Sirah al-Muhammadiyyah adalah kitab
sejarah karangan Muhammad Rasyid Ridha. Basioeni Imran
menambahkan kata-kata hakikat Seruan Islam pada judul
terjemahannya. Terjemahan setebal 89 halaman ini selesai ditulis
setelah shalat Isya pada malam Ahad, 29 Sya’ban 1349 H/ 18 Januari
1931 M. Kemudian dicetak oleh percetakan al-Ahmadiyah, Singapura,
tahun 1351 H/ 1931 M. Naskah ketikan juga ditemukan yang
berbahasa Melayu beraksara Latin, namun beberapa halaman hilang.
17Lihat lebih lanjut Muhammad Basoeni Imran. Tadzkir, Sabil al-Najah fi Tarik al Salah (Jalan
Kelepasan pada Mengingati Orang yang Meninggalkan Sembahyang). Singapura: Matba’ah al-Ahmadiyah, 1931)
59
Dalam pengantar kitab Khulashah Sirah al-Muhammadiyyah18
(Ringkasan Sejarah Hidup Muhammad) ini, Basioeni Imran
menyampaikan keterangan tentang penulisan kitab ini: “kemudian
datang surat beliau(Muhammad Rasyid Ridha) itu bertarikh 20 Jumadil
Akhir 1349 bersamaan 11 Nopember 1930 jawab surat saya di dalam
perkara hendak menterjemahkan kitab-kitab ke dalam bahsa Melayu
maka katanya:”Tuan mulailah dengan menterjemahkan risalah kami
(Khulasah Sirah Muhammadiyyah) yang ia pungut dari Zikr al-Maulid
serta tuan Sayyid itu kirim satu naskah kepada saya.”
Kandungan kitab ini memuat petunjuk bagi orang-orang Islam
untuk tetap berada pada jalan kebenaran dan kebaikan, mengajak orang
lain untuk masuk Islam. Di samping dimuat juga tafsir al-Qur’an.
Kitab ini juga berbicara masalah ushul (pokok-pokok akidah Islam). Di
bagian akhir kitab, penulis menambahkan keterangan tentang hukum
maulid, apakah bid’ah yang baik atau yang jelek.
7) Nur al-Siraj fi Qissat al-Isra’ wa al-Mi’raj Kitab ini ditulis oleh Basioeni Imran pada bulan Rajab 1334
H/1916 M yang selesai selama dua hari, kemudian direvisi pada hari
Jumat, 23 Jumadil Akhir 1357 H/19 Agustus 1938 M. Ditulis dengan
huruf “Jawi” (Arab Melayu), seluruhnya berjumlah 26 halaman.
Meskipun terkesan sederhana, harus diakui terdapat beberapa
pemikiran yang disebutnya “hikmah dari Allah”, yang patut dihargai,
yaitu pertama, menyodorkan konsep malaikat mimpi yang
membedakan mimpi dengan ira’ dan mi’raj. Dalam mimpi ruh tidak
pergi kemana-mana, akan tetapi malaikat mimpi yang mendatangkan
berbagai peristiwa yang dialami di dalam mimpi. Kedua, keberanian
18Lihat lebih lanjut Muhammad Basioeni Imran. Khulasah Sirat al-Muhammadiyyah.
(Singapura: Matba’ah al-Ahmadiyah, 1931).
59
Dalam pengantar kitab Khulashah Sirah al-Muhammadiyyah18
(Ringkasan Sejarah Hidup Muhammad) ini, Basioeni Imran
menyampaikan keterangan tentang penulisan kitab ini: “kemudian
datang surat beliau(Muhammad Rasyid Ridha) itu bertarikh 20 Jumadil
Akhir 1349 bersamaan 11 Nopember 1930 jawab surat saya di dalam
perkara hendak menterjemahkan kitab-kitab ke dalam bahsa Melayu
maka katanya:”Tuan mulailah dengan menterjemahkan risalah kami
(Khulasah Sirah Muhammadiyyah) yang ia pungut dari Zikr al-Maulid
serta tuan Sayyid itu kirim satu naskah kepada saya.”
Kandungan kitab ini memuat petunjuk bagi orang-orang Islam
untuk tetap berada pada jalan kebenaran dan kebaikan, mengajak orang
lain untuk masuk Islam. Di samping dimuat juga tafsir al-Qur’an.
Kitab ini juga berbicara masalah ushul (pokok-pokok akidah Islam). Di
bagian akhir kitab, penulis menambahkan keterangan tentang hukum
maulid, apakah bid’ah yang baik atau yang jelek.
7) Nur al-Siraj fi Qissat al-Isra’ wa al-Mi’raj Kitab ini ditulis oleh Basioeni Imran pada bulan Rajab 1334
H/1916 M yang selesai selama dua hari, kemudian direvisi pada hari
Jumat, 23 Jumadil Akhir 1357 H/19 Agustus 1938 M. Ditulis dengan
huruf “Jawi” (Arab Melayu), seluruhnya berjumlah 26 halaman.
Meskipun terkesan sederhana, harus diakui terdapat beberapa
pemikiran yang disebutnya “hikmah dari Allah”, yang patut dihargai,
yaitu pertama, menyodorkan konsep malaikat mimpi yang
membedakan mimpi dengan ira’ dan mi’raj. Dalam mimpi ruh tidak
pergi kemana-mana, akan tetapi malaikat mimpi yang mendatangkan
berbagai peristiwa yang dialami di dalam mimpi. Kedua, keberanian
18Lihat lebih lanjut Muhammad Basioeni Imran. Khulasah Sirat al-Muhammadiyyah.
(Singapura: Matba’ah al-Ahmadiyah, 1931).
60
Basioeni Imran dalam menetapkan bahwa shalat wajib yang
dikehendaki Allah sejak semula adalah lima kali.
8) Al-Janaiz Kitab al-Janaiz (Jenazah) ditulis oleh Basioeni Imran di
Sambas pada masa pemerintahan Jepang. Selesai ditulis di Sambas
pada 15 Rabilul Awwal 1362 H/ 1943M M (kalender Jepang: 21
Sigitsu 2603).
Dalam kitab berikutnya yaitu al-Jana’iz19 (Kitab Jenazah)
dibahas hal-ihwal kematian. Dalam pembahasannya, Basioeni Imran
menggunakan tiga pola. Pertama, bersandar pada keterangan al-
Quran, Sunah Rsulullah SAW, dan pendapat ulama terdahulu terutama
ulama mazhab Syafi’i. Kedua, merujuk kepada pemikiran-pemikiran
kontemporer pada masa itu terutama kepada pemikiran Muhammad
Rasyid Ridha. Ketiga, berijtihad sendiri setelah memperhatikan dan
membandingkan berbagai pendapat yang ada.
9) Irsyad al-Gilman fi Adab Tilawat al-Quran Kitab ini selesai ditulis Basioeni Imran pada tanggal 5 Syawal
1352 (21 Januari 1934) kemudian diterbitkan dan dicetak pada
percetakan Ahmadiyah Singapura.
Kemudian kitab Irsyad al-Gilman fi Adab Tilawat al-Quran20
(Petunjuk Praktis tentang Adab Membaca al-Quran) dalam kata
pengantar bukunya ia menjelaskan: “dan Quran itu untuk beribadah
dengan lafadz-lafadznya yakni dibaca akan dia baik pun di dalam
sembahyang atau di luar sembahyang dan paham akan maknanya atau
tiada semuanya itu diberi pahala atasnya asal dengan betul dan ikhlas
akan tetapi Quran itu diturunkan ialah supaya dibaca akan dia dengan
19Lihat lebih lanjut : Muhammad Basioeni Imran, kitab al-Janaiz. (Tasikmalaya: percetakaan Galunggung, 1949.
20Lihat lebih lanjut: Muhammad Basioeni Imran. Irsyad al-Ghilman fi Adab Tilawat al-Quran. (Singapura: al-Matba’ah al-Ahmadiyah, 1934).
61
betul dan dipahamkan maknanya dan maksudnya karena di dalamnya
hidayah(petunjuk) kepada jalan kebajikan dunia dan akhirat dan
cahaya yang sangat terang bagi segala hati dan akal maka orang yang
membaca al-Quran tiada paham akan maknanya dan maksudnya
seikitlah bahagian daripadanya”.
Sistematika pembahasan kitab ini terdiri dari: Hukum
menyentuh Mushaf; Adab Membaca al-Quran antara lain meliputi:
suci daripada najis dan hadats (yakni tahir) dan suci batin dari sifat
riya’ (keangkuhan) ‘ujub (rasa angkuh) dan sum’ah namun sebaliknya
harus ikhlas, khusyu’ (penuh konsentrasi) tawaddu’ (rendah hati) dan
khasyyah (takut kepada Allah ta’ala); Sunnah-sunnah yang berkaitan
dengan membaca al-Quran dan perihal sujud tilawah.
10) Durus al-Tawhid Kitab ini selesai ditulis Basioeni Imran pada tanggal 20 Rajab
1354 (18 Oktober 1935). Kemudian diterbitkan dan dicetak pada
percetakan al-Ahmadiyah Singapura. Menurut keterangan Basioeni
Imran, karya ini merupakan terjemahan dari kuliah-kuliah Muhammad
Rasyid Ridha.
Dalam pengantar kitab Durus al-Tawhid (Pelajaran-Pelajaran
tentang Tawhid)21 ini Basioeni Imran menjelaskan bahwa karya ini
merupakan terjemahan dari kuliah-kuliah Muhammad Rasyid Ridha,
yaitu: Adapun kemudian daripada itu, maka adalah kira-kira dalam
tahun 1329 atau 1330 (tahun hijriah) saya belajar di Madrasah Daral-
Dakwah wa al-Irsyad di Mesir yang telah didirikan oleh Sayyid M.
Rasyid Rida Sahib al-Mannar. Dan adalah beliau itu mengajarkan al-
Quran dan pelajaran Tauhid (ushuluddin) daripada barang yang
dituliskan sendiri, maka setengah daripada murid-murid
21Lihat lebih lanjuut: Muhammad Bsioeni Imran, Durus al-Tawhid, (Singapura:al-Matba’ah al-Ahmadiyah, 1935).
61
betul dan dipahamkan maknanya dan maksudnya karena di dalamnya
hidayah(petunjuk) kepada jalan kebajikan dunia dan akhirat dan
cahaya yang sangat terang bagi segala hati dan akal maka orang yang
membaca al-Quran tiada paham akan maknanya dan maksudnya
seikitlah bahagian daripadanya”.
Sistematika pembahasan kitab ini terdiri dari: Hukum
menyentuh Mushaf; Adab Membaca al-Quran antara lain meliputi:
suci daripada najis dan hadats (yakni tahir) dan suci batin dari sifat
riya’ (keangkuhan) ‘ujub (rasa angkuh) dan sum’ah namun sebaliknya
harus ikhlas, khusyu’ (penuh konsentrasi) tawaddu’ (rendah hati) dan
khasyyah (takut kepada Allah ta’ala); Sunnah-sunnah yang berkaitan
dengan membaca al-Quran dan perihal sujud tilawah.
10) Durus al-Tawhid Kitab ini selesai ditulis Basioeni Imran pada tanggal 20 Rajab
1354 (18 Oktober 1935). Kemudian diterbitkan dan dicetak pada
percetakan al-Ahmadiyah Singapura. Menurut keterangan Basioeni
Imran, karya ini merupakan terjemahan dari kuliah-kuliah Muhammad
Rasyid Ridha.
Dalam pengantar kitab Durus al-Tawhid (Pelajaran-Pelajaran
tentang Tawhid)21 ini Basioeni Imran menjelaskan bahwa karya ini
merupakan terjemahan dari kuliah-kuliah Muhammad Rasyid Ridha,
yaitu: Adapun kemudian daripada itu, maka adalah kira-kira dalam
tahun 1329 atau 1330 (tahun hijriah) saya belajar di Madrasah Daral-
Dakwah wa al-Irsyad di Mesir yang telah didirikan oleh Sayyid M.
Rasyid Rida Sahib al-Mannar. Dan adalah beliau itu mengajarkan al-
Quran dan pelajaran Tauhid (ushuluddin) daripada barang yang
dituliskan sendiri, maka setengah daripada murid-murid
21Lihat lebih lanjuut: Muhammad Bsioeni Imran, Durus al-Tawhid, (Singapura:al-Matba’ah al-Ahmadiyah, 1935).
62
madrasah(sekolah itu) ada menyalin pelajaran atau pengajian tauhid itu
dan saya dapat satu naskah daripadanya. Maka saya pandang bahwa
pelajaran tauhid yang diajarkan oleh tuan guru itu kepada kami sangat
perlunya disiarkan di antara orang muslimin sekalipun ia pendek
karena ialah akidah atau i’tiqad yang bersetuju dengan kitabullah
lagipun terlalu mudah memahamkannya.
Diadakan Madrasah Dar al- Dakwah wa al-Irsyad maksudnya
ialah akan mengeluarkan murid-murid yang cakap menunjukkan
ornag-orang muslimin kepada agama Islam yang betul lagi bersih
daripada khurafat dan bid’ah-bid’ah maka sekalian pelajarannya
demikian. Dari dan karena itu saya terjemahkan akan dia dengan
bahasa Melayu supaya dicapai faedahnya oleh anak-anak negeri saya
(Sambas Borneo Barat) dan saudara-saudara Islam di mana-mana
negeri yang mengerti Bahasa Melayu. Bertambah-tambah kuat
kehendak saya akan mentrjemahkannya ialah bahwa saya dapat kabar
bahwa tuan guru kami itu Sayyid Muhammad Rasyid Ridha telah
wafat (kembali ke rahmat Allah ta’ala) di Mesir hari Kamis, 23
Jumadil Awwal tahun 1354 ia dapat sakit keras terus meninggal di
dalam otomobil. Ketika ia kembali dari Negeri Swiss mengantarkan
Amir Sa’ud bin Imam Abdul Aziz raja Hijaz dan Nejd hendak berlayar
pulang ke Makkah musyarrafah ialah tiada putus pahala amalnya itu
dan pelajaran ini teratur soal dan jawab. Dan saya namai ini akan
risalah “Durus al-Tawhid al-Sayyid Muhammad Rasyid” dan ada jua
saya tambah-tambah di hisyiyah itu supaya terang. Maka saya harap
akan Allah Ta’ala beri manfaat dengan dia akan orang-orang yang
membacanya dan mempelajarinya dengan ikhlas dan bersih
hati”sesungguhnya Dia maha mendengar doa”.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi
yang mendorong Basioeni Imran menterjemahkan kitab ini adalah
63
pertama menurutnya ilmu tauhid merupakan ilmu yang wajib
dipelajari, karena merupakan akidah yang bersumber dari al-Quran dan
hadis. Kedua, kesadaran akan kurangnya kitab-kitab tauhid yang
ditulis dalam bahasa Melayu. Ketiga, adanya keinginan untuk beramal
jariyah di bidang ilmu, agar ilmu dari gurunya tidak terputus.
Selain kitab tersebut, ada juga kitab Khutbah Jumat, Hari Raya
Aidilfitri, Hari Raya Aidiladha dan Gerhana, ditulis dalam bahsa Arab
dan bahasa Melayu (khusus khutbah gerhana) dicetak oleh Mathba’ah
al-Ahmadiah, tanpa tahun. Beberapa kitab berikut ini informasinya
diperoleh dari keterangan Pijper.
11) Daw’ al-Misbah fi Fakh al-Nikah Kitab ini dicetak di Penang tahun 1938 M. Kandungan kitab ini
membahas suatu persoalan yang timbul dalam kehidupan beragama
yaitu fakh nikah. Menurut Pijper, Basioeni Imran memberikan
keterangan padanya bahwa kebiasaan “taqliq”, yaitu talaq yang
dikenakan persyaratan dan diucapkan pada waktu upacara pernikahan
dilangsungkan tidak dikenal di daerah Sambas. Pembatalan pernikahan
biasanya dilaksanakan dengan jalan fakh (menyatakan tidak berlaku
lagi). Tentu saja harus ada alasan yang kuat untuk mengajukan fakh
dan ini harus diajukan kepada Maharaja Imam, beliaulah yang
menangani semua urusan yang berhubungan dengan fakh di seluruh
kerajaan Sambas.
12) Al-Nusus wa al-Barahin ‘ala Iqamat al-Jum’ah bimad al-Arba’in
Karya ini merupakan edisi bahasa Arab dari risalah Cahaya
Suluh. Dicetak oleh percetakan al-Manar Kairo tahun 1344 H/1925 M.
13) Husn al-Jawab ‘an Isbat al-Ahlillah bi al-Hisab Kitab ini diselesaikan pada 6 Ramadan 1352 H/23 Desember 1933
M. Membicarakan hisab anak awal bulan untuk melakukan puasa dan hari
63
pertama menurutnya ilmu tauhid merupakan ilmu yang wajib
dipelajari, karena merupakan akidah yang bersumber dari al-Quran dan
hadis. Kedua, kesadaran akan kurangnya kitab-kitab tauhid yang
ditulis dalam bahasa Melayu. Ketiga, adanya keinginan untuk beramal
jariyah di bidang ilmu, agar ilmu dari gurunya tidak terputus.
Selain kitab tersebut, ada juga kitab Khutbah Jumat, Hari Raya
Aidilfitri, Hari Raya Aidiladha dan Gerhana, ditulis dalam bahsa Arab
dan bahasa Melayu (khusus khutbah gerhana) dicetak oleh Mathba’ah
al-Ahmadiah, tanpa tahun. Beberapa kitab berikut ini informasinya
diperoleh dari keterangan Pijper.
11) Daw’ al-Misbah fi Fakh al-Nikah Kitab ini dicetak di Penang tahun 1938 M. Kandungan kitab ini
membahas suatu persoalan yang timbul dalam kehidupan beragama
yaitu fakh nikah. Menurut Pijper, Basioeni Imran memberikan
keterangan padanya bahwa kebiasaan “taqliq”, yaitu talaq yang
dikenakan persyaratan dan diucapkan pada waktu upacara pernikahan
dilangsungkan tidak dikenal di daerah Sambas. Pembatalan pernikahan
biasanya dilaksanakan dengan jalan fakh (menyatakan tidak berlaku
lagi). Tentu saja harus ada alasan yang kuat untuk mengajukan fakh
dan ini harus diajukan kepada Maharaja Imam, beliaulah yang
menangani semua urusan yang berhubungan dengan fakh di seluruh
kerajaan Sambas.
12) Al-Nusus wa al-Barahin ‘ala Iqamat al-Jum’ah bimad al-Arba’in
Karya ini merupakan edisi bahasa Arab dari risalah Cahaya
Suluh. Dicetak oleh percetakan al-Manar Kairo tahun 1344 H/1925 M.
13) Husn al-Jawab ‘an Isbat al-Ahlillah bi al-Hisab Kitab ini diselesaikan pada 6 Ramadan 1352 H/23 Desember 1933
M. Membicarakan hisab anak awal bulan untuk melakukan puasa dan hari
64
raya. Dicetak oeh Maktabah al-Zainiyah, Penang, 1938. Diberi Kata
Pengantar oleh Syeikh Tahir Jalaluddin al-Minangkabau.
14) Manhal al-Gharibin fi Iqamat al-Jumu’ah bi dun al-‘Arba’in
Risalah ini ditulis pada 14 Ramadan 1332 H/ 1914 M. Mungkin
tidak diterbitkan karena menurut Basioeni Imran risalah ini masih
berlanjut.
15) Al-Tazkirat Badi’ah fi Ahkam al-Jum’ah
Risalah ini merupakan kelanjutan risalah Manhal, ditulis dalam
bahasa Arab dan selesai ditulis pada 17 Muharram 1339 H/ 1920 M.
Menurut keterangan Basioeni Imran risalah ini juga bersambung dan
mungkin kitab yang menyempurnakannya adalah kitab al-Nusus.
Selain karya-karya Basioeni Imran yang dipublikasi seperti
tersebut di atas, masih terdapat beberapa manuskrip yang belum
sempat diterbitkan antara lain: Tafsir Surat-surat Pendek, Tafsir Ayat
Puasa, Penetapan Awal Bulan, terjemahan al-Umm al-Syafi’i,
beberapa buku harian, dan sejumlah naskah kullijatul muballighin
(1967). Salah satu naskah yang penulis temukan di museum di Sambas
karya Basioeni Imran adalah naskah ketikan berjudul Al-Ibanatoe wal
inshafoe fil masaailiddiniah wa izalati attafarruqi fiha wal ichtilaaf
(Menyatakan dan Menengahi (mengadili) Pada Masalah Agama dan
Menghilangkan Berpetjah Belah dan Bersalah-salahan padanya)
berbahasa Melayu beraksara Latin. Sepengetahuan penulis, naskah ini
belum dipublikasikan dan naskahnya masih utuh. Naskah ini sangat
penting untuk dipahami, khususnya jika ingin memahami pandangan-
pandangan Basioeni Imran sebagai seorang pembaharu. Oleh karena
itu, secara khusus naskah ini akan dijelaskan secara singkat sebagai
berikut.22
22Penjelasan tentang pemikiran Basioeni Imran dalam naskah al-Ibanah ini dikutip dari Zulkifli
Abdillah, Kepingan-Kepingan Sejarah Umat Islam, (Pontianak: STAIN Press, 2010).
65
Naskah al-Ibanah diketik dengan menggunakan aksara latin dan
berbahasa Melayu; kecuali ayat Al-Quran dan Hadis Nabi ditulis
dengan bahasa dan aksara arab. Naskah diketik pada kertas biasa tanpa
cap kertas atau water mark berukuran 22,2 cm X 16 cm diketik pada
kesua sisi bawah naskah sudah dimakan rayap sehingga ada beberapa
tulisan di beberapa halaman yang hilang. Sebagiana disebutkan di atas,
naskah ini tersimpan di Museum Tamadun Islam Nagri Sambas di
Kota Sambas.
Mengikuti pendapat gurunya, Muhammad Rasyid Ridha,
Basieoni Imran dalam naskah ini berupaya menjelaskan bahwa pintu
ijtihad masih tetap terbuka bagi siapa saja. Basieoni Imran terkesan
berupaya agak memperlunak syarat-syarat untuk menjadi seorang
mujtahid. Jelas terlihat bahwa Basioeni Imran tidak setuju dengan
sikap taqlid dan jumud yang menggejala di tubuh umat Islam. Karena
sikap tersebut mengarahkan umat untuk berselisih dan berpecah belah.
Oleh karenanya perlu diupayakan secara konseptual dan praktis untuk
mengeluarkan umat Islam dari perselisihan dan perpecahan. Dan
naskah yang ditulis Basioeni Imran ini mengambil posisi di sini.
Jika ditelaah apa yang ditulis dalam naskah ini, terkesan bahwa
Basioeni Imran cenderung pada mazhab Ahmad bin Hanbal dan
mengukuti pendapat Ibnu Taimiyah. Hal ini dapat dipahami mengingat
ia adalah murid dari Muhammad Rasyid Ridha. Seperti yang
dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa Muhammad Rasyid Ridha
masih tertarik pada pendapat-pendapat Ibnu Hanbal dan Ibnu
Taymiyah. Gerakan Muhammad bin Abd al-Wahab karena semazhab
ia sokong dengan kuat.23 Apakah Basioeni Imran juga cenderung
kepada aliran Wahhabi, sebagaimana gurunya, tidak dapat kita
23 Harun Nasution, op.Cit. Hal. 66-67. Lihat juga Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 2002), hal. 99.
65
Naskah al-Ibanah diketik dengan menggunakan aksara latin dan
berbahasa Melayu; kecuali ayat Al-Quran dan Hadis Nabi ditulis
dengan bahasa dan aksara arab. Naskah diketik pada kertas biasa tanpa
cap kertas atau water mark berukuran 22,2 cm X 16 cm diketik pada
kesua sisi bawah naskah sudah dimakan rayap sehingga ada beberapa
tulisan di beberapa halaman yang hilang. Sebagiana disebutkan di atas,
naskah ini tersimpan di Museum Tamadun Islam Nagri Sambas di
Kota Sambas.
Mengikuti pendapat gurunya, Muhammad Rasyid Ridha,
Basieoni Imran dalam naskah ini berupaya menjelaskan bahwa pintu
ijtihad masih tetap terbuka bagi siapa saja. Basieoni Imran terkesan
berupaya agak memperlunak syarat-syarat untuk menjadi seorang
mujtahid. Jelas terlihat bahwa Basioeni Imran tidak setuju dengan
sikap taqlid dan jumud yang menggejala di tubuh umat Islam. Karena
sikap tersebut mengarahkan umat untuk berselisih dan berpecah belah.
Oleh karenanya perlu diupayakan secara konseptual dan praktis untuk
mengeluarkan umat Islam dari perselisihan dan perpecahan. Dan
naskah yang ditulis Basioeni Imran ini mengambil posisi di sini.
Jika ditelaah apa yang ditulis dalam naskah ini, terkesan bahwa
Basioeni Imran cenderung pada mazhab Ahmad bin Hanbal dan
mengukuti pendapat Ibnu Taimiyah. Hal ini dapat dipahami mengingat
ia adalah murid dari Muhammad Rasyid Ridha. Seperti yang
dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa Muhammad Rasyid Ridha
masih tertarik pada pendapat-pendapat Ibnu Hanbal dan Ibnu
Taymiyah. Gerakan Muhammad bin Abd al-Wahab karena semazhab
ia sokong dengan kuat.23 Apakah Basioeni Imran juga cenderung
kepada aliran Wahhabi, sebagaimana gurunya, tidak dapat kita
23 Harun Nasution, op.Cit. Hal. 66-67. Lihat juga Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 2002), hal. 99.
66
nyatakan secara pasti. Yang jelas, di dalam naskah ini Basioeni Imran
tidak senang umat Islam saling mengejek dengan memberi gelar-gelar
yang tidak pantas kepada saudaranya sesama muslim, termasuk
menyebut atau menggelari seseorang sebagai Wahhabi.
Muhammad Basuni Imran (1885-1976) sebagai Maharaja Imam
Sambas, yaitu salah satu tokoh agama yang disegani masyarakatnya pada
kala itu terhadap masyarakat di tanah kelahirannya. Berdasarkan
pemikiran yang diperoleh dari gurunya Rasyid Ridha saat belajar di
Mesir, beliau berpendapat bahwa praktek-praktek keagamaan yang
menyimpang haruslah segera diluruskan sebelum praktek tersebut
semakin mengakar hingga sulit dibedakan dengan ajaran yang betul-betul
datang dari Al-Quran dan Hadis, yang nantinya justru akan berimbas
kepada lemahnya umat Islam itu sendiri. Pada waktu Muhammad Basuni Imran tiba di Sambas setelah
belajar di Mesir, semangat untuk mengadakan pembaruan sangat kuat.
Beliau ingin mencetuskan dan membuat pembaruan seperti yang
dilakukan oleh gurunya Rasyid Ridha. Kiprah tersebut telah berhasil
mewujudkan Sambas sebagai pusat ilmu agama, sehingga digelari
Serambi Mekkah. Selain itu pembaharuan juga dilakukan tidak hanya
dalam bidang ke-Islam-an saja, namun juga dalam bidang pendidikan. Muhammad Basuni Imran menginginkan agar pendidikan bagi
ummat Islam tidak tertinggal (mundur) dibandingkan dengan model
pendidikan Barat. Untuk itu, pengembangan sekolah-sekolah Tarbiatoel
Islam berusaha menerapkan sistem pendidikan Barat, di samping sistem
pendidikan Islam yang telah ada. Tak lepas dari jasa Muhammad Basuni
Imran pulalah jika saat ini umat Islam Sambas dapat merasakan kemajuan
pemikiran-pemikiran baik dalam membentengi akidah mereka dari bid’ah
dan khurafat yang dapat menyesatkan mereka, maupun dari kebodohan
pengetahuan secara umum, dengan bersekolah dan mempelajari ilmu-
ilmu seperti yang dipelajari di dunia Barat.
67
Pembaharuan pemikiran yang di mediasi melalui Masjid Kraton
Sambas berlangsung melalui peran para Imam Masjid Kraton. Dari masa
Sultan Sofiudin II hingga sekarang telah menjabat imam masjid secara
berurutan: Muhammad Basuni Imran (1913-1976), Hamidi Abdurahman,
H. Murtaba Akhmad Khan (1960-1996), dan terakhir H. Rosyidi Muhtar
(1996-sekarang). Para imam ini, menjadi agen aktif usaha pembaharuan
pemahaman Islam di Sambas dengan derajat yang berbeda. Pada masa
Basuni Imran pembaharuan Islam lebih di wilayah pemikiran. Hal ini
ditandai dengan usaha aktif yang dilakukan oleh Basuni Imran dalam
mengikuti perkembangan pembaharuan Islam di dunia. Bahkan konon
buku “lima ta’akhara al-muslimun wa taqaddama ghairuhum”, karya
Akib Arselan berasal dari judul surat Imam Masjid Kraton Sambas yang
menulis surat kepada Muhammad Abduh dengan judul tersebut. Usaha
lain yang dilakukan oleh Basuni Imran adalah pendirian lembaga
pendidikan “madrasah.” Ini merupakan salah satu madrasah tertua di
Indonesia. Pada masa H. Murtaba Ahmad Khan telah memasuki wilayah
praktek agama bahkan terkesan pada saat ini mulai mengarah
kepemikiran agama yang puritan. Kesimpulan ini ditandai dengan saat itu
telah diambil kebijakan oleh imam masjid untuk menanggalkan fungsi
bedug sebagai pemanggilan adzan, dan diganti dengan penggunaan
pengeras suara. Pengaruh pembaharuan dan pemurnian agama yang
digerakkan dari Sambas ini, penulis rasakan pengaruhnya di
Kabupatenkabupaten di sebelah utara Kalimantan Barat seperti Sambas
sendiri, dan Singkawang.
3. Ngah Dolah: Tokoh Pemikir Islam dari Kota Singkawang Kalimantan
Barat Dijelaskan oleh Pabali, bahwa pengaruh Islam di Kerajaan
Sambas, mulai meningkat setelah masuknya Raden Sulaiman dalam
struktur pemerintahan Hindu Sambas dan bisa dikatakan sebagai awal
67
Pembaharuan pemikiran yang di mediasi melalui Masjid Kraton
Sambas berlangsung melalui peran para Imam Masjid Kraton. Dari masa
Sultan Sofiudin II hingga sekarang telah menjabat imam masjid secara
berurutan: Muhammad Basuni Imran (1913-1976), Hamidi Abdurahman,
H. Murtaba Akhmad Khan (1960-1996), dan terakhir H. Rosyidi Muhtar
(1996-sekarang). Para imam ini, menjadi agen aktif usaha pembaharuan
pemahaman Islam di Sambas dengan derajat yang berbeda. Pada masa
Basuni Imran pembaharuan Islam lebih di wilayah pemikiran. Hal ini
ditandai dengan usaha aktif yang dilakukan oleh Basuni Imran dalam
mengikuti perkembangan pembaharuan Islam di dunia. Bahkan konon
buku “lima ta’akhara al-muslimun wa taqaddama ghairuhum”, karya
Akib Arselan berasal dari judul surat Imam Masjid Kraton Sambas yang
menulis surat kepada Muhammad Abduh dengan judul tersebut. Usaha
lain yang dilakukan oleh Basuni Imran adalah pendirian lembaga
pendidikan “madrasah.” Ini merupakan salah satu madrasah tertua di
Indonesia. Pada masa H. Murtaba Ahmad Khan telah memasuki wilayah
praktek agama bahkan terkesan pada saat ini mulai mengarah
kepemikiran agama yang puritan. Kesimpulan ini ditandai dengan saat itu
telah diambil kebijakan oleh imam masjid untuk menanggalkan fungsi
bedug sebagai pemanggilan adzan, dan diganti dengan penggunaan
pengeras suara. Pengaruh pembaharuan dan pemurnian agama yang
digerakkan dari Sambas ini, penulis rasakan pengaruhnya di
Kabupatenkabupaten di sebelah utara Kalimantan Barat seperti Sambas
sendiri, dan Singkawang.
3. Ngah Dolah: Tokoh Pemikir Islam dari Kota Singkawang Kalimantan
Barat Dijelaskan oleh Pabali, bahwa pengaruh Islam di Kerajaan
Sambas, mulai meningkat setelah masuknya Raden Sulaiman dalam
struktur pemerintahan Hindu Sambas dan bisa dikatakan sebagai awal
68
terintegrasinya nilai-nilai Islam ke dalam sistem sosial dan politik yang
memungkinkan perkembangan Islam berlansung semakin efektif dan
pengaruhnya semakin mendalam serta membesar pada tata kehidupan
masyarakat terutama setelah adanya rute yang mempermudah proses
islamisasi pada abad ke-17.24
Kajian ini sebetulnya masih terbatas pada proses islamisasi masa
awal di Sambas, yang kemudian berimbas kepada menyebarnya Agama
Islam ke berbagai daerah kekuasaan kerajaan Sambas, salah satu yang
kena imbas dari penyebaran Islam adalah Singkawang. meskipun
demikian hasil kajian diharapan bisa memberikan gambaran informasi
tentang islamisasi di Singkawang yang belum banyak mendapat perhatian
para sejarawan. Selain itu, kajian sejarah lokal Singkawang dan tokoh
ulama yang selalu menyebarkan dakwah terutama terkait Islamisasi ini,
diharapkan memberikan inspirasi bagi sejarawan lain untuk mengkaji
islamisasi pada periode-periode berikutnya utamanya di Singkawang.
a. Biografi Datok Ngah Dolah Kurang populer masuknya Islam ke Singkawang apalagi
sekedar daerah kekuasaan yang harus tunduk pada membuat ulama-
ulama yang berada di Singkawang pun tidak terliput. Datok Ngah
Dullah atau Ngah Dolah asli keturunan melayu, beliau adalah salah
satu ulama yang berasal dari Singkawang, hanya saja beliau tidak
terkenal, bahkan umat Islam Kalimantan Barat pun banyak yang tidak
mengenal beliau. Datok Ngah Dullah bernama asli Abdullah. Beliau
lahir di daerah Semelagi Kecil Singkawang pada tahun 1901 dan
beliau wafat pada tahun 1964, sehingga beliau wafat tepat pada usia 63
tahun sama seperti umurnya Baginda Rasul SAW. Dalam tradisi
melayu, anak pertama disebut Along, anak kedua Angah, anak ketiga
24Pabali H Musa, Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat: Kajian Naskah Asal Raja-raja dan Salsilah Raja Sambas, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2003)
69
Ude, keempat Acik, dan kelima Aning. Datok Ngah Dolah kebetulan
adalah anak yang kedua, sehingga selalu dipanggil Ngah Dolah bhkan
lebih populer dengan sebutan ini.
Bagi masyarakat Muslim Singkawang, terutama daerah
Semelagi sudah tidak asing lagi nama beliau. Beliau adalah guru
agama bagi mereka. Ngah Dolah memiliki empat orang anak, dua
putra dan dua lainnya adalah putri. Tapi sangat disayangkan, saat Ngah
Dolah wafat, anak-anaknya ini masih kecil-kecil semua sehingga tidak
ada yang bisa melanjutkan perjuangan orang tuanya. Hal sebagaimana
dijelaskan oleh cicitnya, Ustadz Ihsan, “Saat Ngah Dolah wafat, anak-
anaknya masih kecil-kecil semua, sehingga tiak dapat melanjutkan
perjuangan dakwah orang tuanya”.25 Bahkan, setelah wafat rumah
yang biasa dijadikan tempat belajar dan mengajar ditinggalkan oleh
ahli warisnya. Sehigga kelanjutan dakwah beliau benar-benar telah
tiada. Menurut Ihsan,”Setelah wafatnya Ngah Dolah, keluarga
meninggalkan daerah tersebut, pindah ke lokasi yang strategis dan
dekat dengan kota. Sehingga rumah tempat Ngah Dolah dulu
mengadakan proses belajar dan mengajar sekarang sudah menjadi
hutan”. Jelasnya.
b. Karir Pendidikan Datok Ngah Dolah Bagi seorang ulama, seorang guru adalah bagian terpenting
dalam hidupnya untuk mendapat ilmu yang bermanfaat dan barakah.
Tanpa seorang guru, maka tidak mungkin seseorang langsug menjadi
hebat dan pintar. Bahkan ada sebuah maqalah “ baranga siapa yang
tidak memiliki guru,maka gurunya adalah syaithan”. Ini menunjukkan
bahwa bimbingan seorang guru akan menentukan nasib anak ajarnya
seperti apa kelak.
25Wawancara degan cicit Ngah Dolah Ustadz Ihsan Nurmansyah. Pada tanggal 20-11-2017.
69
Ude, keempat Acik, dan kelima Aning. Datok Ngah Dolah kebetulan
adalah anak yang kedua, sehingga selalu dipanggil Ngah Dolah bhkan
lebih populer dengan sebutan ini.
Bagi masyarakat Muslim Singkawang, terutama daerah
Semelagi sudah tidak asing lagi nama beliau. Beliau adalah guru
agama bagi mereka. Ngah Dolah memiliki empat orang anak, dua
putra dan dua lainnya adalah putri. Tapi sangat disayangkan, saat Ngah
Dolah wafat, anak-anaknya ini masih kecil-kecil semua sehingga tidak
ada yang bisa melanjutkan perjuangan orang tuanya. Hal sebagaimana
dijelaskan oleh cicitnya, Ustadz Ihsan, “Saat Ngah Dolah wafat, anak-
anaknya masih kecil-kecil semua, sehingga tiak dapat melanjutkan
perjuangan dakwah orang tuanya”.25 Bahkan, setelah wafat rumah
yang biasa dijadikan tempat belajar dan mengajar ditinggalkan oleh
ahli warisnya. Sehigga kelanjutan dakwah beliau benar-benar telah
tiada. Menurut Ihsan,”Setelah wafatnya Ngah Dolah, keluarga
meninggalkan daerah tersebut, pindah ke lokasi yang strategis dan
dekat dengan kota. Sehingga rumah tempat Ngah Dolah dulu
mengadakan proses belajar dan mengajar sekarang sudah menjadi
hutan”. Jelasnya.
b. Karir Pendidikan Datok Ngah Dolah Bagi seorang ulama, seorang guru adalah bagian terpenting
dalam hidupnya untuk mendapat ilmu yang bermanfaat dan barakah.
Tanpa seorang guru, maka tidak mungkin seseorang langsug menjadi
hebat dan pintar. Bahkan ada sebuah maqalah “ baranga siapa yang
tidak memiliki guru,maka gurunya adalah syaithan”. Ini menunjukkan
bahwa bimbingan seorang guru akan menentukan nasib anak ajarnya
seperti apa kelak.
25Wawancara degan cicit Ngah Dolah Ustadz Ihsan Nurmansyah. Pada tanggal 20-11-2017.
70
Seagaimana dijelaskan di atas, bahwa Singkawang adalah
bagian dari Sambas, penyebaran Islam di Sambas akan berpengaruh
terhadap penyebaran agama Islam di Singkawang. Oleh sebab itu,
kerajaan Sambas harus mendatangkan berbagai guru agama ke
Singkawang untuk mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat
Singakwang dan memperdalam bagi yang sudah beragama Islam entah
guru tadi berasal dari rakyat jelata atau berasal dari keturunan kerajaan.
Suatu kehormatan bagi Ngah Dolah karena langsung belajar kepada
Uray26 dari Sambas. Menurutnya anak Datok Ngah Dolah,” Abah itu
belajar agama kepada Uray dari Sambas, cuman saya lupa siapa nama
aslinya”.27
Setelah Uray tadi wafat, Ngah Dolah melanjutkan belajarnya
sama anak dari Uray tadi, yang bernama Uray Bujang. Berbabagai
disilin ilmu beliau pelajari. Sejak dari Uray sampai ke anaknya Uray
Bujang, Ngah Dolah tidak pernah bosan untuk selalu belajar.beliau
sangat tekun dalam belajar. Beliau belajar tidak kepada kedua guru di
atas tadi, tetapi juga mengelana mencari ilmu saat beiau masih muda.
Beliau menjemput bola dalam menuntut ilmu Sehingga wajar, banyak
disiplin ilmu yang beliau kuasai.hal ini terbukti dari hasil karya tulis
beliau yang memasukkan berbagai disiplin ilmu yang telah beliau
pelajari sebelumnya.
Setelah berkelana menuntut ilmu, kemudian Ngah Dolah
kembali ke kampung halamannya Semelagi. Pada saat itu,banyak dari
tetangga dan orang terdekat beliau belajar ilmu agama sama beliau.
Beliau tidak memilikitempat khusus atau sejenis pesantren tempat
26Uray adalah gelar bangsawan Sambas yang mana merupakan anak-anak Raden, dan para raden sendiri adalah anak-anak dari pangeran, pangeran ratu, atau pangeran Adipati dan Paangeran Muda. Uray dapat kemudian menjadi raden tetapi dengan suatu pengangkatan resmi secara resmi oleh Sultan. Simplenya, Istilah Uray adalah Raden kalau di pulau Jawa.
27Wawancara dengan anak Datok Ngah Dolah, Hj. Mahpujah. Beliau ini satu-satunya anakNgah Dolah yang masih hidup tetapi umurnya sudah cukup tua.
71
untuk mengajar. Tempat untuk mengajar belaiu adalah rumah pribadi
beliau. Karena pada saat itu masih belum ada lampu listrik,makapada
saat itu beliau menggunakan lentera sebagai penerang untuk melakukan
aktifitas belajar mengajar di kediamannya. Murid beliau pun masih dari
sekitar Singkawang. Namun menurut Mahpujah, banyak dari murid-
murid Ngah Dolah yang menjadi tokoh agama di daerahnya masing-
masing,”Alhamdulillah,banyak murid abah yang berhasil dan
menjaditokoh agama di daerahnya masing-masing”. Hal ini
menunjukkan bahwa dakwah beliau untuk mengajarkan ilmu agama
dan menyebarluaskannya sangat berhasil. Bahkan menurut ustadz Ihsan
c. Karya Produktif Datok Ngah Dolah Walaupun Ngah Dolah termasuk ulama yang tidak begitu
dikenal, namun nama beliau sangat dikenang disebabkan karena beliau
memiliki karya tulis. Ada dua karya beliau yang disimpan di rumah
kediaman putrinya Hj. Mahpujah Setapuk Besar Hulu, Singkawang
Utara. Dalam perpustakaan pribadinya, ada satu karya tulis Ngah
Dolah, yang tertulis judul buku di kulitnya adalah “Catatan Pribadi
Datok Ngah Dolah”. Di rumah Anaknya ini masih ada tulisan tangan
asli Datok Ngah Dolah dan ada juga yang sudah dicetak.
4. KH. Fathul Bari: Tokoh Pemikir Islam dari Mempawah, Penyebar
Thariqat Naqsyabandiyah Muzhariyah Pertama di Kalimantan Barat
Seorang pejuang perintis pendidikan pesantren di kalimantan barat
dan salah seorang mursyid thareqat naqsyabandi mudzhariyah. Beliau
berasal dari sampang madura dan meninggal dunia di kalimantan
dimakamkan di desa Peniraman kecamatan sui pinyuh kabupaten
mempawah. Beliau perintis madrasah dan pondok pesantren Raudhatul
71
untuk mengajar. Tempat untuk mengajar belaiu adalah rumah pribadi
beliau. Karena pada saat itu masih belum ada lampu listrik,makapada
saat itu beliau menggunakan lentera sebagai penerang untuk melakukan
aktifitas belajar mengajar di kediamannya. Murid beliau pun masih dari
sekitar Singkawang. Namun menurut Mahpujah, banyak dari murid-
murid Ngah Dolah yang menjadi tokoh agama di daerahnya masing-
masing,”Alhamdulillah,banyak murid abah yang berhasil dan
menjaditokoh agama di daerahnya masing-masing”. Hal ini
menunjukkan bahwa dakwah beliau untuk mengajarkan ilmu agama
dan menyebarluaskannya sangat berhasil. Bahkan menurut ustadz Ihsan
c. Karya Produktif Datok Ngah Dolah Walaupun Ngah Dolah termasuk ulama yang tidak begitu
dikenal, namun nama beliau sangat dikenang disebabkan karena beliau
memiliki karya tulis. Ada dua karya beliau yang disimpan di rumah
kediaman putrinya Hj. Mahpujah Setapuk Besar Hulu, Singkawang
Utara. Dalam perpustakaan pribadinya, ada satu karya tulis Ngah
Dolah, yang tertulis judul buku di kulitnya adalah “Catatan Pribadi
Datok Ngah Dolah”. Di rumah Anaknya ini masih ada tulisan tangan
asli Datok Ngah Dolah dan ada juga yang sudah dicetak.
4. KH. Fathul Bari: Tokoh Pemikir Islam dari Mempawah, Penyebar
Thariqat Naqsyabandiyah Muzhariyah Pertama di Kalimantan Barat
Seorang pejuang perintis pendidikan pesantren di kalimantan barat
dan salah seorang mursyid thareqat naqsyabandi mudzhariyah. Beliau
berasal dari sampang madura dan meninggal dunia di kalimantan
dimakamkan di desa Peniraman kecamatan sui pinyuh kabupaten
mempawah. Beliau perintis madrasah dan pondok pesantren Raudhatul
72
Ulum yang berpusat di Meranti desa puguk kec sungai Ambawang
bersama H. Abdul karim dan ulama dari malang jawa timur.
Perjuangan pendidikan beliau sekarang diteruskan oleh KHM.
Rusdi Wahid yang juga murid dari KH. Yahya Sabrowi malang, KHM.
Rusdi Wahid sekarang pengasuh pondok pesantren Raudhatul Ulum
meranti, dan perjuangan thariqat diteruskan oleh anaknya KHM. Darwis
mursyid thariqat Naqsabandi mudzhariyah yang masih aktif berdakwah
dikalimantan meneruskan perjuangan ayahnya.
KH. Fathul Bari atau dikenal dengan “guruh tolang”28 dalam
istilah orang Madura, beliau bukanlah penduduk asli Kalimantan Barat.
Beliau dilahirkan di Desa Ombul Kabupaten Sampang Pulau Madura.
Namuan tahun kelahiran beliau belum bisa dipastikan tahun berapa.
“Umur beliau wafat, jika melihat kondisi tubuhnya, beliau sudah
sepuh29”.30 Jelasnya dari Ust. Husein. Lanjutnya, “bagi kalangan orang
Madura, di zaman dulu, hari dan tanggal lahir anaknya jarang dicacat.
Sehingga tidak pas tahun berapa beliau dilahirkan”.
a. Rantai Silsilah KH. Fathul Bari Beliau memiliki banyak keturunan, dari istri pertama, memiliki
lima anak, empat diantaranya perempuan semua; dan satu laki-
laki.Bagi masyarakat, Madura, jika dia seorang tokoh, habaib, lebih-
lebih seorang Kiayi, motto yang selalu terdengar adalah “beristri satu
masih levelnya ustadz”, sehingga kalau di pulau Madura sendiri,
jarang seorang kiayi memiliki hanya satu istri, dikalangan suku
28Guruh Tolang dalam istilah orang Madura adalah guru batin. Guru yang senantiasa mengajari
muridnya dari nol (awal) untuk menggapai Ridho Allah SWT. Disebut demikian karena memang beliau adalah ulama thariqat pertama yang masuk ke Kalimantan Barat untuk mengajarkan dan berdakwah melalui thariqat(jalan) sufi ini.
29Kata ‘sepuh’ dalam Istilah suku jawa dan Madura berarti tua. Hanya saja, kata ini maknya lebih halus. Biasanya kata ini digunakan untuk orang yang memang lebih tua atau tokoh agama yang sangat disegani atau dihormati.
30Wawancara dengan Ustadz Husein salah satu tokoh agaa di Paniraman. Beliau juga masih termasuk bagian keluarga al-Marhum KH. Fathul Bari.
73
Madura, seorang perempuan apabila dinikahi oleh seorang kiayi atau
habaib, walau dijadikan istri yang keberapa, tetap saja mau karena
dalam anggapan mereka, mereka tetap beruntung karena dinikahi oleh
‘orang suci’. Maka memiliki istri banyak itu sudah lumrah. Al-
Marhum KH. Fathul Bari pun tidak hanya memiliki satu istri, sehingga
anak keturunan beliau pun juga banyak, terutama yang di Madura. Dan
salah satu anaknya adalah KH. Ismail Fathul Bari atau lebih dikenal
KH. Darwis Fathul Bari. KH. Ismail Fathul Bari lebih dikenal di
Madura, beliaulah yang melanjutkan thariqat di Madura, sedangkan
yang biasa menjadi Mursyid ke Kalimantan Barat adalah KH. Darwis
Fathul Bari, satu orang tapi memiliki dua nama.31 Beliau juga sebagai
pengasuh pondok pesantren di Ombul.
b. Latar Belakang Pendidikan KH. Fathul Bari Latar belakang pendidikannya KH. Fathul Bari didapat
langsung dari kedua orang tuanya yang memang sudah terkenal
sebagaiulama yang ‘alimdalamilmu agama. Orang tuanya sudah
memiliki banyak santri, bahkan sudah memiliki pondok pesantren.
Baca tulis al-Quran pun KH. Fathul Bari juga didapat dari orang
tuanya.
Dalam tradisi Madura, mahir baca dan tulis a-Quran harus
dimulai sejak dini. Sebelum diberangkat akan kepondok pesantren
biasanya orang tuanya sudah mengajarinya terlebih dahulu sebelum
mengenyam pendidikan pondok pesantren. Hal ini juga berlaku pada
diri Fathul Bari saat itu. Sedari kecil KH. Fathul Bari memang sudah
31Dalam tradisi Madura, ada istilah nama daging, nama asli yang disematkan oleh kedua orang
tuanya saat lahir. Juga ada nama ganti atau alias. Hal ini biasa dilakukan abgi orang yang pindah(hijrah) terutama bagi mereka yang telah melakukan ibadah haji. Terkadang nama asli (nama daging) tidak lebih terkenal dari nama yang telah disematkan setelah melakukan ibadah haji, terkadang juga, nama asli lebih populer dikalangan masyarakat.
73
Madura, seorang perempuan apabila dinikahi oleh seorang kiayi atau
habaib, walau dijadikan istri yang keberapa, tetap saja mau karena
dalam anggapan mereka, mereka tetap beruntung karena dinikahi oleh
‘orang suci’. Maka memiliki istri banyak itu sudah lumrah. Al-
Marhum KH. Fathul Bari pun tidak hanya memiliki satu istri, sehingga
anak keturunan beliau pun juga banyak, terutama yang di Madura. Dan
salah satu anaknya adalah KH. Ismail Fathul Bari atau lebih dikenal
KH. Darwis Fathul Bari. KH. Ismail Fathul Bari lebih dikenal di
Madura, beliaulah yang melanjutkan thariqat di Madura, sedangkan
yang biasa menjadi Mursyid ke Kalimantan Barat adalah KH. Darwis
Fathul Bari, satu orang tapi memiliki dua nama.31 Beliau juga sebagai
pengasuh pondok pesantren di Ombul.
b. Latar Belakang Pendidikan KH. Fathul Bari Latar belakang pendidikannya KH. Fathul Bari didapat
langsung dari kedua orang tuanya yang memang sudah terkenal
sebagaiulama yang ‘alimdalamilmu agama. Orang tuanya sudah
memiliki banyak santri, bahkan sudah memiliki pondok pesantren.
Baca tulis al-Quran pun KH. Fathul Bari juga didapat dari orang
tuanya.
Dalam tradisi Madura, mahir baca dan tulis a-Quran harus
dimulai sejak dini. Sebelum diberangkat akan kepondok pesantren
biasanya orang tuanya sudah mengajarinya terlebih dahulu sebelum
mengenyam pendidikan pondok pesantren. Hal ini juga berlaku pada
diri Fathul Bari saat itu. Sedari kecil KH. Fathul Bari memang sudah
31Dalam tradisi Madura, ada istilah nama daging, nama asli yang disematkan oleh kedua orang
tuanya saat lahir. Juga ada nama ganti atau alias. Hal ini biasa dilakukan abgi orang yang pindah(hijrah) terutama bagi mereka yang telah melakukan ibadah haji. Terkadang nama asli (nama daging) tidak lebih terkenal dari nama yang telah disematkan setelah melakukan ibadah haji, terkadang juga, nama asli lebih populer dikalangan masyarakat.
74
rajin menuntut ilmu. Keluarga besar beliau tersebar dimana-mana di
sekitar pulau jawa bahkan Kalimantan.
Beliau juga hidup semasa dengan salah satu santri KHR. Khalil
Bangkalan, yaitu KH. Samsuddin. Beliau juga salah satu tokoh
Mursyid dimana keturunannya beliau juga banyak berdakwah di
Kalimantan Barat. KH. Fathul Bari adalah ipar beliau. Hanya saja, KH.
Samsuddin lebih banyak berdakwah di pulau Madura.
Thariqat Naqsyabandiah Mudzhariah diperoleh KH Fathul Bari
dari gurunya yang bernama KH. Muhammad Khalil bin KH Abdul
Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram
bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman.
Beliau juga mendapat bimbingan thariqat langsung orang tuanya, yaitu
KH. Ismail.
c. Penerus Dakwah KH. Fathul Bari Penerus dakwah KH. Fathul Bari di Kalimanta Barat di
lanjutkan langsung oleh putra beliau KH. Islmail Fathul Bari atau juga
dikenal dengan KH. Darwis Fathul Bari. Walau beliau ini adalah
pengasuh pondok pesantren Rubath Naqsyabandiah di Madura, namun,
hampir tiap tahun bahkan berkali-kalidalam setahun untuk datang ke
Kalimantan Barat untuk berdakwah melalui tahriqat Naqsyabandiah
Mudzhiriyah didirikan oleh orang tuanya. Mungkin inilah salah satu
teori dakwah modelling, terutama dalam dakwah sufi (akhlak)
dibingkai dengan modelling (contoh sosok tokoh panutan). Modelling
dalam dakwah diartikan sebagai model, contoh, panutan. Artinya
dalam menyampaikan ajaran Islam tidak hanya sekedar memberitahu
hal-hal yang sifatnya hanya kognitif semata, tetapi juga dengan cara
memberikan contoh. Islam adalah ajaran nilai yang mana tidak akan
berguna jika hanya digunakan sebatas pada pengetahuan kognitif saja.
Dengan kata lain inti dari pendidikan Islam adalah internalisasi nilai-
75
nilai ke-Islaman. Oleh karena itu perlu adanya sebuak objek yang bisa
dijadikan teladan atau panutan. Dalam melanjutkan dakwah orang
tuanya, KH. Darwis Fathul Bari menjadi modelling selanjutnya bagi
para murid-murid abahnya.
d. KH. Fathul Bari Berdakwah Melalui Thariqat Sebelum mengarah kepada dakwah melalui thariqat (makna
secara plural), maka sebaiknya akan peneliti jelaskan terlebih dahulu
mengenai penjelasan mengenai gagasan sentral dalam sufisme Islam
yakni mengenai 3 level perjalanan spiritual yang dikenal dengan
Syari’at, Thariqat, Hakikat yang dalam bahasa Inggris dikenal juga
dengan istilah The Law, The Way, and The truth. Dalam tulisan ini,
peneliti akan menjelaskan satu level tambahan, yaitu level Ma’rifat.
Sebab memang yang terkenal dikalangan masyaraat Muslim
Indonesiakhususnya orang madura, tigngkkatan tasawuf itu ada empat
level yang telah disebutkan di atas. Pertama, syariah. Dalam dunia tasawuf syariat adalah syarat
mutlak bagi salik (penempuh jalan ruhani) menuju Allah. Tanpa adanya
syariat maka batallah apa yang diusahakannya. Berkaitan dengan ini
pemakalah mengambil pandangan Sirhindi mengenai syariat sebagai
landasan tasawuf yang diambil dari buku “Sufism and Shari‘ah” yang
ditulis oleh Muhammad Abdul Haq Ansari.32
Kedua, thariqat. Kata thariqat diturunkan menjadi الطريقة yang
bermakna jalan atau metode. Istilah thariqat ini menunjuk pada metode
penyucian jiwa yang landasannya diambil dari hukum-hukum syariat.
Semua muslim wajib menerapkan syariat, namun ada sebagian muslim
yang hanya berfokus pada kewajiban-kewajiban ibadah dan ada
sebagian lagi yang selain fokus pada kewajiban-kewajiban ibadah juga
32Muhammad Abdul Haq Ansari, Sufism and Shari‘ah: A Study of Shaykh Ahmad Sirhindi’s Effort to Reform Sufism, (The Islamic Foundation:, 1990), hlm 75
75
nilai ke-Islaman. Oleh karena itu perlu adanya sebuak objek yang bisa
dijadikan teladan atau panutan. Dalam melanjutkan dakwah orang
tuanya, KH. Darwis Fathul Bari menjadi modelling selanjutnya bagi
para murid-murid abahnya.
d. KH. Fathul Bari Berdakwah Melalui Thariqat Sebelum mengarah kepada dakwah melalui thariqat (makna
secara plural), maka sebaiknya akan peneliti jelaskan terlebih dahulu
mengenai penjelasan mengenai gagasan sentral dalam sufisme Islam
yakni mengenai 3 level perjalanan spiritual yang dikenal dengan
Syari’at, Thariqat, Hakikat yang dalam bahasa Inggris dikenal juga
dengan istilah The Law, The Way, and The truth. Dalam tulisan ini,
peneliti akan menjelaskan satu level tambahan, yaitu level Ma’rifat.
Sebab memang yang terkenal dikalangan masyaraat Muslim
Indonesiakhususnya orang madura, tigngkkatan tasawuf itu ada empat
level yang telah disebutkan di atas. Pertama, syariah. Dalam dunia tasawuf syariat adalah syarat
mutlak bagi salik (penempuh jalan ruhani) menuju Allah. Tanpa adanya
syariat maka batallah apa yang diusahakannya. Berkaitan dengan ini
pemakalah mengambil pandangan Sirhindi mengenai syariat sebagai
landasan tasawuf yang diambil dari buku “Sufism and Shari‘ah” yang
ditulis oleh Muhammad Abdul Haq Ansari.32
Kedua, thariqat. Kata thariqat diturunkan menjadi الطريقة yang
bermakna jalan atau metode. Istilah thariqat ini menunjuk pada metode
penyucian jiwa yang landasannya diambil dari hukum-hukum syariat.
Semua muslim wajib menerapkan syariat, namun ada sebagian muslim
yang hanya berfokus pada kewajiban-kewajiban ibadah dan ada
sebagian lagi yang selain fokus pada kewajiban-kewajiban ibadah juga
32Muhammad Abdul Haq Ansari, Sufism and Shari‘ah: A Study of Shaykh Ahmad Sirhindi’s Effort to Reform Sufism, (The Islamic Foundation:, 1990), hlm 75
76
memperhatikan adab, akhlak, dan sisi batin dari syariat itu, yang
sebetulnya semua itu sudah dijelaskan dalam syariat. Pengertian ini
adalah thariqat dalam makna khusus.
Dalam istilah ilmuan barat, thariqat adalah jalan khusus bagi
salik (penempuh jalan ruhani) untuk mencapai kesempurnaan tauhid,
yaitu ma’rifatullah. Jalan yang diambil oleh para sufi berasal dari jalan
utama, syariat, dengan disiplin yang ketat sehingga terasa lebih sulit
dibandingkan mereka yang tidak melakukan disiplin diri.33
Ketiga, hakikat. Secara etimologis, hakikat bermakna nyata,
jelas dan transfaran. Ada juga yang memaknai kata hakikat (Haqiqah)
seakar dengan kata al-Haqq, reality, absolute, yang dalam bahasa
Indonesia diartikan sebagai kebenaran atau kenyataan. Makna hakikat
dalam konteks tasawuf menunjukkan kebenaran esoteris yang
merupakan batas-batas dari transendensi manusia dan teologis. Namun
secara terminologis, bahwa Hakikat adalah kemampuan seseorang
dalam merasakan dan melihat kehadiran Allah di dalam syari’at itu,
sehingga hakikat adalah aspek yang paling penting dalam setiap amal,
inti, dan rahasia dari syari’at yang merupakan tujuan perjalanan salik.
Adapun dalam tingkatan perjalanan spiritual, Hakikat
merupakan unsur ketiga setelah syari’at yang merupakan kenyataan
eksoteris dan thariqat (jalan) sebagai tahapan esoterisme, sementara
hakikat adalah tahapan ketiga yang merupakan kebenaran yang
esensial. Hakikat juga disebut Lubb yang berarti dalam atau sari pati,
mungkin juga dapat diartikan sebagai inti atau esensi.34
Keempat, ma’rifat. Secara bahasa, ma’rifat bermakna
mengetahui dan tahu. Sedangkan secara terminologis, menurut Ahmad
33Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions Of Islam, (USA: The University of North Carolina Press, 1975), hlm. 98
34Ansari, Muhammad Abdul Haq, Sufism and Shari’ah, A study of syakh Ahmad Sirhindi’s Effort to reform Sufism, (Malaysia: The Islamic Foundation, 1990), hlm. 74.
77
Sirhindi mengatakan bahwa hakikat dalam literatur sufi berarti persepsi
akan realitas dalam pengalaman mistik; yang berbeda dengan
pengertian realitas secara rasional yang dilakukan oleh para filosof,
pada satu sisi, dan keyakinan/iman pada orang-orang awam, pada sisi
yang lain. Pengertian ini selalu diganti dengan istilah ma’rifat. Tyll
Zybura dalam essaynya menyebutkan bahwa ketika seorang Muslim
telah menguasai syari’at, maka tokoh sufi mengatakan bahwa, ia dapat
mengikuti thariqah dari mistik, dan ‘jalan’ yang mengantarkan pada
pengetahuan yang lebih tinggi dan mungkin pada akhir dari jalan ini
akan menemukan hakikat, kebenaran, atau ma’rifat, genosis.35
Bagi seorag guru mursyid, keempat tingkata tadi telah benar-
benar melekat pada dirinya, sehingga dia layak disebut guru mursyid
dan layak untuk berdakwa. Bagi KH. Fathul Bari tingkatan di atas tadi
tentunya sudah dilalui dan dikusai bahkan melekat dalam dirinya, oleh
sebab itu beliau berdakwah ala sufistik (warisan walisongo) ini.
Metode dakwah yang paling digemari adalah pendekatan akhlak
dan hati (lemah lembut) serta rasa(dzauq dalam istilah sufi). Saat itu
hati ummat manusia mungkin sedang gundah gulana disebabkan
banyak persoalan hidup yang menghimpitnya. Mungkin inilah beberapa
alasan munculnya gerakan tasawuf. Bisa juga kita ringkaskan, pertama,
sebagai reaksi terhadap sikap hidup yang sekuler dan glamour dari
kelompok elit dinasti penguasa diistana (pemerintah). Kedua,
kekerasan pergulatan politik pada masa itu, menyebabkan orang-orang
yang ingin memepertahankan kesalehan dan ketenangan rohaniah,
terpaksa mengambil sikap menjauhi kehidupan masyarakat ramai untuk
menyepi dan sekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung
dalam pertentangan politik.
35Makalah Fitri Zakia, diunduh pada tanggal 15 Desember 2017 dengan alamat web; https://hidrosita.wordpress.com/2013/12/14/syariat-tarekat-hakikat-dan-makrifat/
77
Sirhindi mengatakan bahwa hakikat dalam literatur sufi berarti persepsi
akan realitas dalam pengalaman mistik; yang berbeda dengan
pengertian realitas secara rasional yang dilakukan oleh para filosof,
pada satu sisi, dan keyakinan/iman pada orang-orang awam, pada sisi
yang lain. Pengertian ini selalu diganti dengan istilah ma’rifat. Tyll
Zybura dalam essaynya menyebutkan bahwa ketika seorang Muslim
telah menguasai syari’at, maka tokoh sufi mengatakan bahwa, ia dapat
mengikuti thariqah dari mistik, dan ‘jalan’ yang mengantarkan pada
pengetahuan yang lebih tinggi dan mungkin pada akhir dari jalan ini
akan menemukan hakikat, kebenaran, atau ma’rifat, genosis.35
Bagi seorag guru mursyid, keempat tingkata tadi telah benar-
benar melekat pada dirinya, sehingga dia layak disebut guru mursyid
dan layak untuk berdakwa. Bagi KH. Fathul Bari tingkatan di atas tadi
tentunya sudah dilalui dan dikusai bahkan melekat dalam dirinya, oleh
sebab itu beliau berdakwah ala sufistik (warisan walisongo) ini.
Metode dakwah yang paling digemari adalah pendekatan akhlak
dan hati (lemah lembut) serta rasa(dzauq dalam istilah sufi). Saat itu
hati ummat manusia mungkin sedang gundah gulana disebabkan
banyak persoalan hidup yang menghimpitnya. Mungkin inilah beberapa
alasan munculnya gerakan tasawuf. Bisa juga kita ringkaskan, pertama,
sebagai reaksi terhadap sikap hidup yang sekuler dan glamour dari
kelompok elit dinasti penguasa diistana (pemerintah). Kedua,
kekerasan pergulatan politik pada masa itu, menyebabkan orang-orang
yang ingin memepertahankan kesalehan dan ketenangan rohaniah,
terpaksa mengambil sikap menjauhi kehidupan masyarakat ramai untuk
menyepi dan sekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung
dalam pertentangan politik.
35Makalah Fitri Zakia, diunduh pada tanggal 15 Desember 2017 dengan alamat web; https://hidrosita.wordpress.com/2013/12/14/syariat-tarekat-hakikat-dan-makrifat/
78
KH. Fathul Bari juga yakin bahwa tasawuf akan sangat mudah
diterima di Kalimantan barat. Karena tasawuf mengajarkan kelembutan
sikap dan tingkah laku. Salah satu kunci sukses besar pada pendakwah
itu adalah metode Islamisasi tanpa paksaan, fleksibel dan menyatu
dengan penduduk asli. Pendekatan yang dikembangkan cenderung
kepada ajaran-ajaran sufistik dan kultural. Hal ini dipertegas oleh
Abdul Hadi WM yang berpendapat, bahwa perkembangan Islam di
Nusantara sebagai ‘perembesan secara damai’. Dalam berhadapan
dengan nilai-nilai budaya masyarakat Islam di Indonesia tidak langsung
berkonfrontasi, melainkan berdialog secara terus-menerus dan penuh
kesabaran.36
Hal ini mungkin karena ketika kita kembali pada tujuan tasawuf
sendiri. Secara umum tujuan terpenting dari sufi adalah agar berada
sedekat mungkin dengan Allah. Pada dekade ini, yang serba modern
seperti sekarang ini, pendidikan mempunyai kedudukan amat penting di
dalamnya. Sebab tanpa pendidikan manusia tidak dapat mencapai
prestasi yang begitu tinggi dalam membangun peradaban terutama saat
membangun perdaban taqwa. Suatu peradaban yang maju dan
berkembang adalah peradaban yang di dalamnya menjunjung tinggi
pendidikan ruhaniyah dan jasmaniyah. Hanya saja, dalam dunia
tasawuf, pendidikan dhahir bukanlah yang utama, tetapi pendidikan
bathin yang diutamakan, sebab ilmu itu akan terasa apabila telah
meresap dan menyatu dalam tubuh seorang hamba.
Dalam hali ini, pendekatan substantif dalam merangkul murid
sangat diperlukan bahkan menjadi acuan yang paling utama.
Pendekatan dakwah subtantif adalah pendekatan yang dalam
pengajarannya lebih mengutamakan materi pokok/inti pokok
36Abdul Hadi WM, Islam, Cakrawal Estetik dan Budaya..., hlm. 291.
79
pengajaran. Dalam Islam ajaran tauhid adalah satu materi pokok yang
disajikan sejak awal belajar. “Karena lebih mengutamakan pendekatan
substantive maka jika terlihat pendekatan para kaum sufi dalam
berdakwah, mereka sering menggunakan elemen-elemen non-Islam (hal
baru), sesungguhnya hal ini adalah means atau a matter of approach,
atau alat untuk mencapai tujuan yang tidak mengurangi substansi dan
signifikansi ajaran yang diberikan. Dengan kata lain, wisdom ‘hikmah’
dan mau`idhah hasanahadalah cara yang dipilih untukmelakukan
dakwah sesuai dengan ajaran Al-Quran yang berbunyi :
äí÷Š $# 4’ n<Î) È≅‹ Î6 y™ y7În/ u‘ Ïπ yϑõ3Ït ø:$$Î/ Ïπ sà Ïãöθyϑø9 $# uρ Ïπ uΖ|¡pt ø:$# ( Οßγ ø9 ω≈ y_uρ
©ÉL©9 $$Î/ }‘ Ïδ ß⎯ |¡ômr& 4 ¨βÎ) y7−/ u‘ uθèδ ÞΟ n=ôãr& ⎯ yϑÎ/ ¨≅ |Ê ⎯ tã ⎯Ï&Î#‹Î6 y™ (
uθèδuρ ÞΟ n=ôãr& t⎦⎪ωtGôγ ßϑø9 $$Î/ ∩⊇⊄∈∪
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.37
Oleh sebab itu, pendekatan pendidikan yang substantif melalui
nilai-nilai rohani inilah yang dipilih oleh para penyebar agama Islam
dengan metode berdakwah ala sufistik. Dan dakwa ini pula yang
mengantarkan negara Indonesia menjadi negara paling banyak
penduduk yang beragama Islam sedunia. Metode dakwah ini yang juga
dikembangkan oleh KH. FathulBari di Kalimantan Barat yang sampai
sekarang masih eksis yang dilanjutkan oleh keturunannya.
37Baca Q.S. al-Nahl [16]: 125.
79
pengajaran. Dalam Islam ajaran tauhid adalah satu materi pokok yang
disajikan sejak awal belajar. “Karena lebih mengutamakan pendekatan
substantive maka jika terlihat pendekatan para kaum sufi dalam
berdakwah, mereka sering menggunakan elemen-elemen non-Islam (hal
baru), sesungguhnya hal ini adalah means atau a matter of approach,
atau alat untuk mencapai tujuan yang tidak mengurangi substansi dan
signifikansi ajaran yang diberikan. Dengan kata lain, wisdom ‘hikmah’
dan mau`idhah hasanahadalah cara yang dipilih untukmelakukan
dakwah sesuai dengan ajaran Al-Quran yang berbunyi :
äí÷Š $# 4’ n<Î) È≅‹ Î6 y™ y7În/ u‘ Ïπ yϑõ3Ït ø:$$Î/ Ïπ sà Ïãöθyϑø9 $# uρ Ïπ uΖ|¡pt ø:$# ( Οßγ ø9 ω≈ y_uρ
©ÉL©9 $$Î/ }‘ Ïδ ß⎯ |¡ômr& 4 ¨βÎ) y7−/ u‘ uθèδ ÞΟ n=ôãr& ⎯ yϑÎ/ ¨≅ |Ê ⎯ tã ⎯Ï&Î#‹Î6 y™ (
uθèδuρ ÞΟ n=ôãr& t⎦⎪ωtGôγ ßϑø9 $$Î/ ∩⊇⊄∈∪
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.37
Oleh sebab itu, pendekatan pendidikan yang substantif melalui
nilai-nilai rohani inilah yang dipilih oleh para penyebar agama Islam
dengan metode berdakwah ala sufistik. Dan dakwa ini pula yang
mengantarkan negara Indonesia menjadi negara paling banyak
penduduk yang beragama Islam sedunia. Metode dakwah ini yang juga
dikembangkan oleh KH. FathulBari di Kalimantan Barat yang sampai
sekarang masih eksis yang dilanjutkan oleh keturunannya.
37Baca Q.S. al-Nahl [16]: 125.
80
Adapun tujuan Tasawuf secara khusus, ialah: (1) pembinaan
aspek moral, (2) ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung, (3)
membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada
Allah. Sedangkan akhir sufisme, ialah: (1) penyerahan diri sepenuhnya
kepada kehendak mutlak Tuhan, (2) penanggalan secara total semua
keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan
dengan kehidupan duniawi (teresterial), (3) peniadaan kesadaran
terhadap “diri sendiri” serta pemusatan diri pada perenungan terhadap
Tuhan semata, tiada yang dicari selain Dia.
Dakwah KH. Fathul Bari nyaris tidak mendapatkan rintangan,
sebab memang di Kalimantan Barat sudah masuk aliran tasawuf, salah
satunya pengaruh penyebaran Syeikh Ahmad Khatib As-Sambasi yang
sudah masuk ke berbagai lapisan, sehingga bagi KH. Fathul Bari tidak
begitu sulit, walau kedua tokoh ini agak sedikit berbeda dalam aliran
thariqatnya, Syeikh Ahmad Khatib As-Sambasi Pelopor penggabungan
thariqat Naqsyabandiah wel Qadariah, sedang KH. Fathul Bari
menggunakan thariqat Naqsyabandiah Mudzahirah.
Makna Thariqat dan kaitannya dengan tasawuf sangat erat
sekali. Keduanya tidak dapat dipisahkan, yaitu: (1) thariqat berasal dari
pengalaman seorang sufi ahli tasawuf dalam mengajarkan ilmu nya
kepada orang lain dan kemudian dikembangkan oleh pengikutnya, (2)
penamaan suatu thariqat diambil dari nama pemimpin kelompok
tersebut, (3) thariqat sebagai metode mendekatkan diri kepada Allah
sistem pembelajaran tasawuf yang melembaga, (4) thariqat sebagai
lembaga: ada seorang mursyid (pembimbing) dan ribath (tempat
belajar), (5) tasawuf adalah seperangkat ilmu mendekatkan diri kepada
Allah, sedangkan thariqat adalah suatu sistem untuk mendekatkan diri
kepada Allah yang salah satu unsur pokoknya adalah ilmu tasawuf, (6)
tahriqat yang cukup luas dikenal masyarakat dan banyak pengikutnya,
81
antaralain: Qadiriyah, Nahsabandiyah, Sammaniyah, Khalidiyah,
Rifaiyah, dan Khalwatiyah.
Ladang dakwah utama KH. Fathul Bari memang berpusat di
Paniraman di Masjid Babussalam. Sesuai permintaan H. Hasyim
Yamani yang merupakan pendiri Masjid “Babussalam” yang masih
tegak dan gagah berdiri sampai saat dan H. Hasyim Yamani juga
pendiri Pondok Pesantren pertama di Kalimantan Barat yang juga
diberi nama “Babussalam”. Lokasi tepatnya berada di Kabupaten
Mempawah. Akan tetapi murid beliau banyak dari berbagai daerah
yang berdatangan, sehingga terkadang muridnya mengundang beliau
ke tempatnya dan mengadakan thariqat di daerah tersebut, sehingga
mempengaruhi masyarakat yang didatangi oleh beliau. Semakin
banyaklah para pengikut beliau. Dakwah beliau yang santun dan lemah
lembut ini sangat mudah diterima oleh masyarakat.
Beliau pun berdakwah dari rumah warga ke rumah warga, dari
langgar ke langgar, dari masjid ke masjid sehingga semakin banyak
orang mengenal beliau. Juga pindak-pindah dari satu kabupaten ke
kabupaten lainnya, dari Kab. Pontianak, Sambas, Singkawang, dan
Mempawah sendiri. Bahkan ada murid beliau yang juga berdakwah di
Kalimantan Barat tapi berasal dari Sumenep Madura yaitu Habib
Muhsin al-Hinduan yang kelak menjadi salah satu Mursyid thariqat di
Kalimantan Barat.
Dalam dunia thariqat ada tiga Istilah yang berbeda tapi sama:
Pertama, thariqat. Ritual dalam thariqat hanya bisa dilaksanakan
apabila ada mursyidnya, ada guru yang mengarahkannya ke jalan
menuju Allah. Thariqat biasanya dilakukan beramai-ramai, dan jarang
dilakukan karena menunggu luang waktu dari sang mursyid untuk
melakukan thariqat.
81
antaralain: Qadiriyah, Nahsabandiyah, Sammaniyah, Khalidiyah,
Rifaiyah, dan Khalwatiyah.
Ladang dakwah utama KH. Fathul Bari memang berpusat di
Paniraman di Masjid Babussalam. Sesuai permintaan H. Hasyim
Yamani yang merupakan pendiri Masjid “Babussalam” yang masih
tegak dan gagah berdiri sampai saat dan H. Hasyim Yamani juga
pendiri Pondok Pesantren pertama di Kalimantan Barat yang juga
diberi nama “Babussalam”. Lokasi tepatnya berada di Kabupaten
Mempawah. Akan tetapi murid beliau banyak dari berbagai daerah
yang berdatangan, sehingga terkadang muridnya mengundang beliau
ke tempatnya dan mengadakan thariqat di daerah tersebut, sehingga
mempengaruhi masyarakat yang didatangi oleh beliau. Semakin
banyaklah para pengikut beliau. Dakwah beliau yang santun dan lemah
lembut ini sangat mudah diterima oleh masyarakat.
Beliau pun berdakwah dari rumah warga ke rumah warga, dari
langgar ke langgar, dari masjid ke masjid sehingga semakin banyak
orang mengenal beliau. Juga pindak-pindah dari satu kabupaten ke
kabupaten lainnya, dari Kab. Pontianak, Sambas, Singkawang, dan
Mempawah sendiri. Bahkan ada murid beliau yang juga berdakwah di
Kalimantan Barat tapi berasal dari Sumenep Madura yaitu Habib
Muhsin al-Hinduan yang kelak menjadi salah satu Mursyid thariqat di
Kalimantan Barat.
Dalam dunia thariqat ada tiga Istilah yang berbeda tapi sama:
Pertama, thariqat. Ritual dalam thariqat hanya bisa dilaksanakan
apabila ada mursyidnya, ada guru yang mengarahkannya ke jalan
menuju Allah. Thariqat biasanya dilakukan beramai-ramai, dan jarang
dilakukan karena menunggu luang waktu dari sang mursyid untuk
melakukan thariqat.
82
Kedua, Tawajjuh. Pembacaan tawajjuh tidak ada bedanya
dengan bacaan yang dibaca saat thariqat, hanya saja yang membedakan
kalau thariqat harus dilakukan oleh mursyid sedangkan tawajjuh bisa
dilakukan oleh orang hanya ditunjuk untk memimpin. Sesiapa saja
yang ditunjuk walau masih baru dibaiat dalam thariqat boleh
memimpinnya.hanya sekedar memimpin. Di lingkunga masyarakat
Madura, ada yang mengenal Tawajjuh ‘tebejju’.
Ketiga, Hayakanan. Sebagian masyarakat juga ada yang
menggunakan istilah ‘hayakanan’. Hanya perbedaan istilah saja
sebenarnya. Hayakanan atau tawajjuh masih berada dibawah tingkatan
thariqat, sebab kalau thariqat memang harus dipimpin oleh mursyid
dan ahlinya.
Acara thariqat akbar yang biasa dilakukan diberbagai masjid
atau musholla, berarti mendatangkan mursyid utamanya, yaitu putra
dari KH. Fathul Bari, yaitu KH. Darwis. Beliau ini yang menggantikan
dakwah abahnya di kalimantan Barat dalam berdakwah melalui
tahriqat. Sehingga tiapa tahun beliau selalu datang ke Kalimantan
Barat. Biasanya beliau datang ke Kalimantan Barat bertepatan dengan
haul almarhum KH. Fathul Bariyang berpusat di Masjid Bubussalam
Paniraman Kab. Mempawah.
Sedangkan tawajjuh atau hayakanan selalu dilakukan oleh
masyarakat Peniraman selepas melaksanakan shalat maghrib. Sambil
menunggu datangnya shalat Isya’, banyak dari masyarakat sekitar
masjid Babussalam yang mengikuti hayakanan. Pemimpinnya hanya
mengambil yang paling tua atau yang memang sudah dianggap layak
memimpin hayakanan.menurut ustadz Husein, “Kalau yang memimpin
hayakanan hanya ustadz sekitar saja, tidak memilikigelar apa-apa”.
Jelasnya.sehingga ranah dakwah hayakanan tetap bisa berlangsung
tanpa dibimbing oleh mursyid, juga tanpa harus mendatangkan
83
mursyid atau guru thariqat utama yang memimpinnya. Tetapi, ada juga
yang membedakan antara Tawajjuh dan Hayakanan, kalau tawajjuh
bisa dilakukan oleh mursyid,juga oleh orang yang memang ditunjuk
dan mampu menjadi memimpinnya, sedang hayakanan boleh siapa
saja yang memimpinnya. Penjelasan ini sama persis dengan apa yang
dijelaskan oleh Ustadz Husein, “ Kalau Tawajjuh terkadang dipimpin
mursyid dan orang yang memang layak memimpinnya, sedang
hayakanan bisa dilakukan oleh siapa saja.
Untuk tawajjuhdan hayakanan pelaksanaannya berbeda di tiap
tempat, kalau di Masjid Babussalam Paniraman dilakukan setiap
setelah melaksanakan shalat maghrib berjamaah, sembari menunggu
waktu sholat isya’, akan tetapi di tempat lain, tawajjuh dan hayakanan
biasanya hanya dilaksanakan setiap malam senin dan malam kamis.
Walau berbeda waktu pelaksaannya, tetapi bacaannya tetap sama.
Tujuanya pun sama, mengharap ridho Ilahi Rabbi.
Kesimpulannya, kalau thariqat, harus dipimpin mursyid, kalau
tawajjuh, bisa dipimpin mursyid dan orang yang ditunjuk, sedang
hayakanan bisa dilakukan oleh siapa saja asal bersedia memimpinnya.
e. Wafatnya KH. Fathul Bari Dengan usia yang cukup tua dan rentan terhadap bersarangnya
berbagai penyakit, membuat beliau sering sakit-sakitan. Ketika ajal
sebelum menjelang, beliau sempat menanyakan tentang lokasi
pemakamannya setelah beliau wafat. Beliau menanyakannya kepada
KH. Hasyim Yamani pendiri Pondok Pesantren Babussalam
Peniraman ini. KH. Fathul Bari berkata “Syim, mun engko’ mateh,
ekoburnah dimmah bi’ kakeh”. Dalam bahasa Indonesianya adalah
“Syim, jika saya wafat nanti, akan kamu makamkan dimana?”. KH.
Hasyim Yamani menjawab “ Kiyaeh, makammah sampean esettiing
Masjid”. Dalam bahasa Indonesianya adalah “ Kiyai, makammu
83
mursyid atau guru thariqat utama yang memimpinnya. Tetapi, ada juga
yang membedakan antara Tawajjuh dan Hayakanan, kalau tawajjuh
bisa dilakukan oleh mursyid,juga oleh orang yang memang ditunjuk
dan mampu menjadi memimpinnya, sedang hayakanan boleh siapa
saja yang memimpinnya. Penjelasan ini sama persis dengan apa yang
dijelaskan oleh Ustadz Husein, “ Kalau Tawajjuh terkadang dipimpin
mursyid dan orang yang memang layak memimpinnya, sedang
hayakanan bisa dilakukan oleh siapa saja.
Untuk tawajjuhdan hayakanan pelaksanaannya berbeda di tiap
tempat, kalau di Masjid Babussalam Paniraman dilakukan setiap
setelah melaksanakan shalat maghrib berjamaah, sembari menunggu
waktu sholat isya’, akan tetapi di tempat lain, tawajjuh dan hayakanan
biasanya hanya dilaksanakan setiap malam senin dan malam kamis.
Walau berbeda waktu pelaksaannya, tetapi bacaannya tetap sama.
Tujuanya pun sama, mengharap ridho Ilahi Rabbi.
Kesimpulannya, kalau thariqat, harus dipimpin mursyid, kalau
tawajjuh, bisa dipimpin mursyid dan orang yang ditunjuk, sedang
hayakanan bisa dilakukan oleh siapa saja asal bersedia memimpinnya.
e. Wafatnya KH. Fathul Bari Dengan usia yang cukup tua dan rentan terhadap bersarangnya
berbagai penyakit, membuat beliau sering sakit-sakitan. Ketika ajal
sebelum menjelang, beliau sempat menanyakan tentang lokasi
pemakamannya setelah beliau wafat. Beliau menanyakannya kepada
KH. Hasyim Yamani pendiri Pondok Pesantren Babussalam
Peniraman ini. KH. Fathul Bari berkata “Syim, mun engko’ mateh,
ekoburnah dimmah bi’ kakeh”. Dalam bahasa Indonesianya adalah
“Syim, jika saya wafat nanti, akan kamu makamkan dimana?”. KH.
Hasyim Yamani menjawab “ Kiyaeh, makammah sampean esettiing
Masjid”. Dalam bahasa Indonesianya adalah “ Kiyai, makammu
84
berada di dekat Masjid”, Kata Subir bin H. Hasan Basri. Cerita ini
dibenarkan oleh keluarga almarhum KH. Fathul Bari bahwa beliau
sebelum meninggal memang mempertanyakan tentang lokasi
pemakamannya. Cerita di atas pun sesuai dengan fakta, bahwa makam
beliau bisa kita temukan di samping kanan masjid Babussalam
Paniraman.
Berita wafatnya guru mursyid ini membuat semua muridnya
kaget dan bersedih merasa kehilangan. Mereka akan kehilangan
seorang guru ruh dan jiwa mereka(bagi pengikut sufistik, guru mursyid
tidak hanya sebagai guru jasmani saja,melainkan yang terpenting
adalah guru ruh dan jiwa). Mereka tidakhanya menuntun raga saja
supaya melakukan yang baik dan benar melainkan yang tidak kalah
penting adalah menuntun jiwa-jiwa yang haus akan ridho-Nya.
Dakwah sufistik lebih menekankan pada pendekatan qalbun (hati) dari
pada jasadun (jasad). Wajar,jika terkadang dalam dunia sufistik,
seorang guru mursyid terkadang terlihat sangat kharismatik dan
sakralbahkan terkadang dikultuskan karena membina lewat rasa dan
hati. Dalam pandangan muridnya, mursid bisa melihat gerak gerik
batinnya, sehingga dianggapnya mengetahui apa kehendak hatinya.
Hal ini berlaku bagi tingkatan mursyid paling tinggi (mukasyafah).
5. Habib Muksin Alhinduan: Tokoh Pemikir Islam di Singkawang
Seorang Mursyid Tharekat Naksabandiyah wafat di Pontianak dan
dimakamkan di Sumenep Madura yang kini diteruskan oleh anaknya yang
bernama Habib Amin Alhinduan, pengasuh pondok pesantren makarim el
akhlaq di Kota Singkawang, mempunyai ribuan murid yang tersebar di
Kalimantan Barat.
Bagi penganut thariqat, tentu nama Habib Muhsin Bin Ali Al-Hinduan
sudah tidak asing lagi di telinga mereka. Beliau adalah tokoh Mursyid (guru
85
yang menunjukkan jalan menuju ma’rifatullah) yang di lahirkan di pulau
garam Madura. Sebagaimana kita ketahui dari berbagai pengamat sejarah,
terutama sejarah islam, pulau Madura merupakan tempat banyak melahirkan
guru-guru dan kiayi-kiayi besar. Sebut saja KHR.Khalil Bangkalan dan masih
banyak lainnya. Jika kita cermati, banyak para kiayi yang di pulau jawa masih
berguru sama KHR. Khalil Bangkalan, bahkan banyak kiayi yang dari Madura
hijrah ke pulau jawa kemudian mendirikan sebuah lembaga pondok pesantren
atau sekolah formal dan non formal. Dengan demikian, pulau Madura banyak
memiliki nilai sejarah Isam dan para Tokoh legendaris , khususnya para
Ulama dan Mursyid Thareqat dimana mereka mencetak murid-murid yang
handal yang kelak menjadikan mereka menjadi ulama besar. Seperti KH.
Hasyim ‘Asy’ari, KHR. Samsyul Arifin (pendiri pondok pesantren Salafiyah
Syafi’iiyah Sukorejo), KHR. As’ad Syamsul Arifin, KH. Romli Tamim
(pendiri pesantren Darul ULum Jombang), KH. Bukhari Ismail (pendiri
Yayasan al-Bukhari Malang, KH. Yahya Syabrawi (pendiri pondok pesantren
Raudlatul Ulum Malang) dan masih banyak lagi ulama Madura lainnya.
Begitu juga dengan al-‘Allamah Al-Habib Muhsin bin Ali al-Hinduan,
yang tercatat sebagai salah satu Mursyid Thareqat Naqsyabandiyah
Mudzhariyah di Indonesia. Nama asli beliau Habib Muhsin bin Ali al-
Hinduan dilahirkan pada tahun 1921 Masehi di Kabupaten Sumenep, pulau
Madura provinsi Jawa Timur, dari pasangan Habib Ali bin Salim al-Hinduan
dan Syarifah Zainab binti Muhsin al-Baiti. Jika melihat silsilah keturunannya,
beliau sebenarnya bukanlah asli penduduk keturunan Indonesia, tapi beliau
berasal dari jazirah arab dan masih keturunan dari Baginda Rasul SAW yang
numpang lahir di pulau Madura, dimana sebagian orang meyakini bahwa
beliau adalah keturunan yang suci (silsilah muthahhirah). Tepat pada umur 59
tahun beliau wafat, tepatnya pada tanggal 3 Mei 1980. Meninggalnya beliau
pun pada saat beliau melakukan dakwah religiusnya ke Kalimantan Barat.
85
yang menunjukkan jalan menuju ma’rifatullah) yang di lahirkan di pulau
garam Madura. Sebagaimana kita ketahui dari berbagai pengamat sejarah,
terutama sejarah islam, pulau Madura merupakan tempat banyak melahirkan
guru-guru dan kiayi-kiayi besar. Sebut saja KHR.Khalil Bangkalan dan masih
banyak lainnya. Jika kita cermati, banyak para kiayi yang di pulau jawa masih
berguru sama KHR. Khalil Bangkalan, bahkan banyak kiayi yang dari Madura
hijrah ke pulau jawa kemudian mendirikan sebuah lembaga pondok pesantren
atau sekolah formal dan non formal. Dengan demikian, pulau Madura banyak
memiliki nilai sejarah Isam dan para Tokoh legendaris , khususnya para
Ulama dan Mursyid Thareqat dimana mereka mencetak murid-murid yang
handal yang kelak menjadikan mereka menjadi ulama besar. Seperti KH.
Hasyim ‘Asy’ari, KHR. Samsyul Arifin (pendiri pondok pesantren Salafiyah
Syafi’iiyah Sukorejo), KHR. As’ad Syamsul Arifin, KH. Romli Tamim
(pendiri pesantren Darul ULum Jombang), KH. Bukhari Ismail (pendiri
Yayasan al-Bukhari Malang, KH. Yahya Syabrawi (pendiri pondok pesantren
Raudlatul Ulum Malang) dan masih banyak lagi ulama Madura lainnya.
Begitu juga dengan al-‘Allamah Al-Habib Muhsin bin Ali al-Hinduan,
yang tercatat sebagai salah satu Mursyid Thareqat Naqsyabandiyah
Mudzhariyah di Indonesia. Nama asli beliau Habib Muhsin bin Ali al-
Hinduan dilahirkan pada tahun 1921 Masehi di Kabupaten Sumenep, pulau
Madura provinsi Jawa Timur, dari pasangan Habib Ali bin Salim al-Hinduan
dan Syarifah Zainab binti Muhsin al-Baiti. Jika melihat silsilah keturunannya,
beliau sebenarnya bukanlah asli penduduk keturunan Indonesia, tapi beliau
berasal dari jazirah arab dan masih keturunan dari Baginda Rasul SAW yang
numpang lahir di pulau Madura, dimana sebagian orang meyakini bahwa
beliau adalah keturunan yang suci (silsilah muthahhirah). Tepat pada umur 59
tahun beliau wafat, tepatnya pada tanggal 3 Mei 1980. Meninggalnya beliau
pun pada saat beliau melakukan dakwah religiusnya ke Kalimantan Barat.
86
Habib Muhsin bin Ali al-Hinduan adalah salah satu tokoh thariqat
yang terkenal di masanya, dimana saat itu telah banyak orang faham tentang
thariqat Naqsyabandiyah yang juga merupakan ajaran atau aliran sufi yang
mu’tabarah (di akui kebenarannya oleh Jumhur Ulama), seperti halnya
thareqat-thareqat yang lainnya yang telah berkembang pesat di Indonesia,
seperti: thariqat Alawiyah, Qadiriyah, Tijaniyah, Sammaniyah, dan
sebagainya. Sebab itulah Thariqat yang di ajarkan Al-Allamah Al-Habib
Muhsin Al-Hinduan hingga kini masih banyak di ikuti oleh masyarakat
Indonesia.
a. Pendidikan Habib Muksin Alhinduan
Habib Muhsinal-Hinduan sangat beruntung sekali sebab memiliki
kedua orang tua yang pintar.Sehingga saat masih anak-anak sudah
menimba ilmu dar kedua orang tuanya yakni Habib Ali al-Hinduan dan
Zainab al-Baiti. Dasar-dasar ilmu agama sudah mateng dari kedua orang
tuanya, terutama dalam bidang kitab suci al-Quran.Saat masih kecilnya itu,
beliau menimba ilmu di madrasah Makarimul Akhlaq di setiap jenjangnya,
Setelah lulus, beliau mengabdikan diri sebagai salah seorang tenaga
pengajar di madrasah tersebut.Bahkan, karena giat dan uletnya dalam
mengajar, mengantarkan beliau ditunjuk sebagai orang yang memimpin
kendali madrasah Makarimul Akhlaq.Jadi, sebelum beliau masuk pada
dunia thariqat , pengusaan beliau di bidang syariat sudah cukup mumpuni.
Kelengkapan penguasaan dalam ilmi syari’at dan thariqat itu menjadi
faktor penting atas terbetuknya ketokohan dalam dirinya secara utuh di
kemudian hari.
Setelah beranjak dewasa, beliau belajar berbagai disiplin ilmu
termasuk ilmu tasawuf dimana di dalamnya ada ilmu thariqat, yang
kemudian nantinya menjadikan beliau salah satu figur yang memiliki
penguasaan baik terhadap syariat, lebih-lebih dalam masalah thariqat.
87
Pondasi agama itu terdiri dari tiga unsur,Iman, Islam, dan Ihsan.
Tasawuf dengan thariqatnya masuk pada elemen agama yang nomer tiga
yakni Ihsan dimana pengertian ihsan itu sesuai dengan hadits Rasul saw :
حسان قال تعبد أن الإ يراك فإنه تراه تكن لم فإن تراه كأنك اللہNabi Muhammad swa. bersabdah: "Engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya sesungguhnya
Dia melihatmu.”38
Masa awal kemunculan Islam,aliran thariqathanya terdapat dua
macam saja, yaitu tarekat Nabawiyah dan tarekat salafiyah. Namun setelah
abad ke-2 Hijrah tharikat salafiyah mulai berkembang pesat yang
kemudian bercampur baur dan merusak kemurniannya. Hal tersebut lebih
disebabkan pengaruh barat yang muali masuk ke dunia Islam,salah satunya
adalah ilmufilsafat yang mulai masuk ke alam fikiran manusia yang juga
telah memasuki Negara-negara Arab. Indikatornya adalah banyak praktek-
praktek aliran kebatinan dicampurkan adukkan dengan thariqat.39
Habib Muhsin Alinduan Belajar Thareqat Naqsyabandiyah dari
beberapa guru thariqat, yang paling banyakguru thariqat beliau dari
Madura, diantaranya, KH. Sirajuddin, kemudian KH. Fathul Bari yang
makamnya berada di Desa Paniraman Kabupaten Mempawah, dan
akhirnya kepada KH. Syamsuddin yang masih keluarga KH. Fathul Bari.
Dua guru yang pertama meninggal dunia sebelum Habib Muhsin al-
Hinduan menerima ijazah(serah terima) sebagai khalifah, dan justru dari
gurunya yang ketigalah yang menunjuk Habib Muhsin al-Hinduan menjadi
mursyid. Beliau juga pernah meminta bimbingan ruhani kepada guru
Naqsyabandiyah lain yang namanya sangat terkenal di Madura yaitu KH.
38Imam Bukhari, Sahih Bukhari, dalam Bab. Firman Allah: Dan Hanya Disisi Allah Tentang
Hari Kiamat.” No. hadis. 4404. 39Fuad Said, H.A. 1999. Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah. Jakarta Selatan : Al Husna
Zikra,hlm 9.
87
Pondasi agama itu terdiri dari tiga unsur,Iman, Islam, dan Ihsan.
Tasawuf dengan thariqatnya masuk pada elemen agama yang nomer tiga
yakni Ihsan dimana pengertian ihsan itu sesuai dengan hadits Rasul saw :
حسان قال تعبد أن الإ يراك فإنه تراه تكن لم فإن تراه كأنك اللہNabi Muhammad swa. bersabdah: "Engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya sesungguhnya
Dia melihatmu.”38
Masa awal kemunculan Islam,aliran thariqathanya terdapat dua
macam saja, yaitu tarekat Nabawiyah dan tarekat salafiyah. Namun setelah
abad ke-2 Hijrah tharikat salafiyah mulai berkembang pesat yang
kemudian bercampur baur dan merusak kemurniannya. Hal tersebut lebih
disebabkan pengaruh barat yang muali masuk ke dunia Islam,salah satunya
adalah ilmufilsafat yang mulai masuk ke alam fikiran manusia yang juga
telah memasuki Negara-negara Arab. Indikatornya adalah banyak praktek-
praktek aliran kebatinan dicampurkan adukkan dengan thariqat.39
Habib Muhsin Alinduan Belajar Thareqat Naqsyabandiyah dari
beberapa guru thariqat, yang paling banyakguru thariqat beliau dari
Madura, diantaranya, KH. Sirajuddin, kemudian KH. Fathul Bari yang
makamnya berada di Desa Paniraman Kabupaten Mempawah, dan
akhirnya kepada KH. Syamsuddin yang masih keluarga KH. Fathul Bari.
Dua guru yang pertama meninggal dunia sebelum Habib Muhsin al-
Hinduan menerima ijazah(serah terima) sebagai khalifah, dan justru dari
gurunya yang ketigalah yang menunjuk Habib Muhsin al-Hinduan menjadi
mursyid. Beliau juga pernah meminta bimbingan ruhani kepada guru
Naqsyabandiyah lain yang namanya sangat terkenal di Madura yaitu KH.
38Imam Bukhari, Sahih Bukhari, dalam Bab. Firman Allah: Dan Hanya Disisi Allah Tentang
Hari Kiamat.” No. hadis. 4404. 39Fuad Said, H.A. 1999. Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah. Jakarta Selatan : Al Husna
Zikra,hlm 9.
88
Ali Wafa dari Ambuten. Beliau juga sempat berguru kepada KH
Mahfudzh, salah satu mursyid dan guru thariqah yang berasal Madura
kabupaten Sampang.
Di sebutkan pula bahwa Habib Muhsin al-Hinduan berkhalwat di
mana secara ruhaniah ia menembus sedalam mungkin rahasia perjalanan
tasawuf di bawah bimbingan syaikh Thareqat Naqsyabandiyah Khalidiyah
yang sangat terkenal saat itu yakni Prof. Dr. Haji Jalaluddin Dari Bukit
tinggi pulau Sumatera. Walau saat itu beliau masih berumur 37 tahun
namun dengan waktu yang sangat singkat Habib Muhsin al-Hinduan dapat
menyerap sengan baik segala didikan dari guru Mursyid Kholidiyah
tersebut.40
Setelah di akui sebagai Guru (Mursyid) Habib Muhsin al-Hinduan
dalam waktu yang sangat singkat jauh mengungguli para guru thariqat
Naqsyabandiah lainnya. Tapi tetap tidak jumawa. Beliau tetap tawadhu’
walau gurunya sudah mulai menghormatinya karena kedalaman ilmunya.
Pada saat itulah beliau diangkat sebagai khalifah dalam dunia thariqat
Naqsyabandiah Mandzuriah, maka sangat wajar bila Allah swt, meangakat
Beliau di mata manusia, sehingga banyak orang yang tunduk danatuh pada
petuah-petuahnya dalam menjalankan roda kehidupan.
b. Habib Muksin Alhinduan Berdakwah Melalui Thariqat
Sebagaimana kita ketahui, bahwa tasawuf masuk ke Indonesia
seiiring masuknya Islampertama kali ke Indonesia. Ada yang mengatakan
bahwa Islam masukkeIndonesia sekitar abad 12, begitu juga halnya dengan
tasawuf,masukke Indonesia pada abad ke 12 juga, sebab Islam yang
masukke Indonesia adalah Islam Sufi (tasawuf). Memang tidakbisa
dipungkiri, di Indonesia terdapat banyak bentuk thariqat. Ada yang bersifat
40https://satuislam.org/tokoh/al-habib-muhsin-bin-ali-al-hinduan-tokoh-madura-yang-berdakwah-melalui-tarekat/. Diunduh pada tanggal 20-11-2017 pada jam 1.30.
89
lokal seperti tarekat Wahidiyah dan Siddiqiyah di Jawa Timur, tarekat
Syahadatain di Jawa Tengah dan sebagainya. Ada yang diterima menurut
syariat berdasarkan al Qur-an dan Sunnah. Namun ada juga yang keluar
dari rel Islam, karena prinsip-prinsip dan praktek yang di ajarkan
syeikhnya sebagian bertentangan dengan Islam.41 Mungkin hal inilah yang
menyebabkan para kiyai dan guru mursyid di Indonesia mendirikan
organisasi Ahlul Thariqat Mu’tabarah yang menentukan bentuk-bentuk
tarekat di Indonesia.
Habib Muhisn Alhinduan pun meneruskan para penyebar agama
Islam di Indonesia yakni menggunakan pendekatan sufistik dalam menarik
pengikut jama’ahnya. Apalagi ketika Habib Muhisn al-Hinduan masuk
pertama kali ke Kalimantan Barat, thariqat sudah menjadi alat untuk
memperbaiki mental manusia saat itu. Hal bisa dilihat betapa banyaknya
guru-guru mursyid yang ada di Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat
sendiri, khususnya di Pontianak, salah satu cabang tarekat Naqsyabandiyah
yaitu tarekat Naqsyabandiyah Mudzhariyah tetap berada di kalangan
masyarakatnya. Thariqat ini mulai dikenal di Kalimantan Barat pada masa
penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1919 setelah kembalinya Syeikh
Isma’il Jabal dari Mekah. Kemudian berkembang terus hingga mencapai
perkembangan yang pesat pada tahun 1970 oleh para mursyid thariqat
termasuklah Habib Muhsin Alhinduan. Bahan sampai sekarang ajaran
thariqat beliau diteruskan oleh anaknya yang diangkat menjadi mursyid
yaitu Habib Amin bin Habib Muhsin al-Hinduan. Di kota Pontianak
pengikut thariqat ini tersebar dibeberapa kecamatan. Kegiatan-kegiatannya
41Alwi Sihab, Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia
(Bandung : Mizan, 2001) hlm 174.
89
lokal seperti tarekat Wahidiyah dan Siddiqiyah di Jawa Timur, tarekat
Syahadatain di Jawa Tengah dan sebagainya. Ada yang diterima menurut
syariat berdasarkan al Qur-an dan Sunnah. Namun ada juga yang keluar
dari rel Islam, karena prinsip-prinsip dan praktek yang di ajarkan
syeikhnya sebagian bertentangan dengan Islam.41 Mungkin hal inilah yang
menyebabkan para kiyai dan guru mursyid di Indonesia mendirikan
organisasi Ahlul Thariqat Mu’tabarah yang menentukan bentuk-bentuk
tarekat di Indonesia.
Habib Muhisn Alhinduan pun meneruskan para penyebar agama
Islam di Indonesia yakni menggunakan pendekatan sufistik dalam menarik
pengikut jama’ahnya. Apalagi ketika Habib Muhisn al-Hinduan masuk
pertama kali ke Kalimantan Barat, thariqat sudah menjadi alat untuk
memperbaiki mental manusia saat itu. Hal bisa dilihat betapa banyaknya
guru-guru mursyid yang ada di Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat
sendiri, khususnya di Pontianak, salah satu cabang tarekat Naqsyabandiyah
yaitu tarekat Naqsyabandiyah Mudzhariyah tetap berada di kalangan
masyarakatnya. Thariqat ini mulai dikenal di Kalimantan Barat pada masa
penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1919 setelah kembalinya Syeikh
Isma’il Jabal dari Mekah. Kemudian berkembang terus hingga mencapai
perkembangan yang pesat pada tahun 1970 oleh para mursyid thariqat
termasuklah Habib Muhsin Alhinduan. Bahan sampai sekarang ajaran
thariqat beliau diteruskan oleh anaknya yang diangkat menjadi mursyid
yaitu Habib Amin bin Habib Muhsin al-Hinduan. Di kota Pontianak
pengikut thariqat ini tersebar dibeberapa kecamatan. Kegiatan-kegiatannya
41Alwi Sihab, Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia
(Bandung : Mizan, 2001) hlm 174.
90
baik itu pertemuan, tawajuhan, wiridan, khawajakan juga asbal dan
sebagainya di Sungai Jawi dalam Pontianak.42
Salah satu ajaran thariqat Naqsyabandiah Mudzhariyah dikenal
dengan nama asbal, dalam pelaksanaan asbal ini ada yang paling menarik,
yaitu pelaksanaannya diawali dengan lantunan sholawat Nabi Muhammad
Saw, kemudian pujian-pujian dengan diiringi tabuhan tar atau rebana. Para
pengikut thariqat ini diajak lelap dan tenggelam dalam cintanya terhadap
Rasul SAW. Dari dulu hingga saat ini, metode dakwah cinta Rasul saw
dengan berbagai group shalawat yang bermunculan. Tujuannya sama yaitu
syiar agama Islam. Sehingga thariqat seperti apapun yang sejalan dengan
syari’at Islam sebenarnya tujannya sama, untuk menggapai cinta Allah swt.
dan Rasul saw.
Setelah wafat Habib Muhisn Alhinduan, mursyid thariqat
Naqsyabandiah Mudzahiriah digantikan oleh putra-putra beliau, salah
satunya adalah Habib Muhisn Alhinduan, yang memang ditugaskan di
Kalimantan Barat untuk berdakwah. Dalam ceramahnya, beliau yang biasa
disapa Ustad Amin ini, menceritakan tentang ketangguhan ayahnya (Habib
Muhsin) dalam menyebarkan ajarannya hingga ke pelosok-pelosok daerah
di Indonesia. "Habib Muhsin tidak pernah putus asa.Beliau terus berjuang
dan berjuang. Beliau rela meninggalkan keluarganya hanya demi
muridnya. Bahkan, abah saya wafat saat di tengah-tengah muridnya,"
katanya.Ia juga menjelaskan bagaimana Habib Muhsin al-Hinduan
mempunyai kesamaan sifat dengan Baginda Muhammad SAW yakni
Siddiq, Amanah, Tabligh dan Fatonah. "Tidak salah, jika Habib Muhsin al-
42Muhammad Rahimi, Journal Khatulistiwa, Asbal Dalam Tarekat Naqsyabandiyah di Kota
Pontianak, Jurnal Khazanah Ritual Sufistik, volume II, 2012.
91
Hinduan merupakan ulama hebat dan terkenal penerus ajaran para Nabi,"
pungkasnya.43
Untuk selalu mengenang dakwa Habib Muhsin Alhinduan ini, para
muridnya selalu mengadakan haul yang dikemas dengan pelaksanaan
tahriqat dan lain sebagainya. Pelaksaan haul ini bisa berpindah-pindah
sesuai kesepakatan para muridnya dan keluarga habib Muhsin. Pada tahun
sebelumnya, haul dilaksanakan di pulau Madura kabupaten Sumenep.
Setiap pelaksanaan haul selalu dibaniri oleh para muridnya. Bahkan
menurut Ketua Panitia Haul Akbar, Habib Ali Alhinduan, ada sekitar dua
ribu jamaah thariqat Naqsyabandi Mudzhariyah yang menghadiri acara
tahunan ini. Mereka datang mulai dari daerah Kalimantan Tengah
(Pangkalambun, Sukamara, Kualajelai, Kotawaringin, Manismata, Jorong
dan Air Hitam), Kalimantan Barat (Pontianak, Singkawang, Mempawah
dan Pemangkat), Banjarmasin, Jember, Bondowoso, Situbondo, Jakarta,
Makasar serta empat kabupaten di Madura, yakni Sumenep, Pamekasan,
Sampang dan Bangkalan.44
Dengan demikian, dakwah penyebaran Islam menggunakan ajaran
sufi (tasawuf) di Indonesia sangat manjur dan mujarab. Jalan dakwah
melalui thariqat sufistik ini menjadi gaya dakwah tersendiri untuk
membawa masuk ke dalam Islam sepenuhnya (kaffah).
6. KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I: Tokoh Pemikir Islam dari
Kubu Raya Muhammad Hasyim Dahlan adalah putra pertama dari pasangan H.
Shodiqun dan Hj. Kusminah. Hasyim Dahlan lahir diKota Demak pada
43Lihad dalam website, http://www.nu.or.id/post/read/32299/ribuan-jamaah-hadiri-haul-akbar-guru-besar-tarekat-naqsyabandi diunduh pada tanggal 20-11-2017 jam 2:59.
44Diunduh dari website, http://www.nu.or.id/post/read/32299/ribuan-jamaah-hadiri-haul-akbar-guru-besar-tarekat-naqsyabandi.
91
Hinduan merupakan ulama hebat dan terkenal penerus ajaran para Nabi,"
pungkasnya.43
Untuk selalu mengenang dakwa Habib Muhsin Alhinduan ini, para
muridnya selalu mengadakan haul yang dikemas dengan pelaksanaan
tahriqat dan lain sebagainya. Pelaksaan haul ini bisa berpindah-pindah
sesuai kesepakatan para muridnya dan keluarga habib Muhsin. Pada tahun
sebelumnya, haul dilaksanakan di pulau Madura kabupaten Sumenep.
Setiap pelaksanaan haul selalu dibaniri oleh para muridnya. Bahkan
menurut Ketua Panitia Haul Akbar, Habib Ali Alhinduan, ada sekitar dua
ribu jamaah thariqat Naqsyabandi Mudzhariyah yang menghadiri acara
tahunan ini. Mereka datang mulai dari daerah Kalimantan Tengah
(Pangkalambun, Sukamara, Kualajelai, Kotawaringin, Manismata, Jorong
dan Air Hitam), Kalimantan Barat (Pontianak, Singkawang, Mempawah
dan Pemangkat), Banjarmasin, Jember, Bondowoso, Situbondo, Jakarta,
Makasar serta empat kabupaten di Madura, yakni Sumenep, Pamekasan,
Sampang dan Bangkalan.44
Dengan demikian, dakwah penyebaran Islam menggunakan ajaran
sufi (tasawuf) di Indonesia sangat manjur dan mujarab. Jalan dakwah
melalui thariqat sufistik ini menjadi gaya dakwah tersendiri untuk
membawa masuk ke dalam Islam sepenuhnya (kaffah).
6. KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I: Tokoh Pemikir Islam dari
Kubu Raya Muhammad Hasyim Dahlan adalah putra pertama dari pasangan H.
Shodiqun dan Hj. Kusminah. Hasyim Dahlan lahir diKota Demak pada
43Lihad dalam website, http://www.nu.or.id/post/read/32299/ribuan-jamaah-hadiri-haul-akbar-guru-besar-tarekat-naqsyabandi diunduh pada tanggal 20-11-2017 jam 2:59.
44Diunduh dari website, http://www.nu.or.id/post/read/32299/ribuan-jamaah-hadiri-haul-akbar-guru-besar-tarekat-naqsyabandi.
92
tanggal 14 April tahun 1955. Wafat pada tanggal 16 Januari 2017. Beliau
adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Saat usia perjalanan dakwahnya
di Kalimantan Barat baru berumur satu tahun, oleh Ustadz Habib Ridho
dinikahkan dengan anak dari murid yang bernama H Yusuf Mannek dengan
putrinya yang cantik nan jelita Nor Azizah. Dari pernikahannya ini, beliau
memiliki lima anak,dua anak laki-laki dan tiga putri. Dan beliau memiliki
lima orang cucu.Semenjak masih anak-anak beliau hidup tumbuh besar
bersama kedua orang tuanya. Sedari kecil memang sudah hidup mandiri.
Merantau ke Kalimantan Barat pun sudah menjadi bagian dari hidup
mandirinya yang jauh dari sanak saudara dan orang tua.
a. Pendidikan KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Latar belakang pendidikan beliau sangat banyak sekali, akan
tetapi waktu belajar beliau paling banyak dihabiskan di pondok
pesantren.
1) Didikan Orang Tua
Sentuhan kedua orang tuanya membuat tipikal Hasyim
Dahlan Muda tegas dan lugas, hampir sama persis dengan sifat
orang tuanya. Juga karena sejak kecil beliau sudah belajar ilmu
agama dari guru agama yang ada di kampungnya, terutama beliau
belajar agama dari orang tuanya yang memang sudah ‘alim dalam
ilmu agama. Sejak kecil Hasyim Dahlan memang sudah dikenal
rajin.Tanpa lelah selalu belajar.Bahkan suka sekali menghafal.Hal
ini dipertegas oleh adik kandungnya, “Kang Mas Hasyim itu
orangnya memang ulet dari kecil. Rajin ibadah dan suka
menghafal”.
2) Pondok Pesantren
Untuk semakin memperdalam ilmu agamanya, Hasyim
Dahlan menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren, termasuk di
salah satu pondok pesantren terkenal di Jawa Timur, yaitu pon-pes
93
Lirboyo. Di pesantren ini, terkenal dengan penguasaan kitab-kitab
kuning (turast) dan hafalannya, terutama nadzam-nadzam. Di salah
satu pondok terbesar ini, beliau paling lama menuntut ilmu sehingga
beliau terkenal dengan keahlian dalam memahami kitab kuning
secara mendalam terutama yang berkaitan dengan gramatikal
(qawaidnahwu dan shorrof) atau ilmu alat untuk memahami dan
memperdalam pemahaman kitab gundul, bahkan beliau hafal bolak-
balik, nadzam Maqshud, Nadzam Imrithy, Nadzam Juman, bahkan
beliau hafal 1000 bait nadham al-Fiyah karangan Ibu Malik ini
diluar kepala.
Untuk memperkuat daya ingat terhadap hafalannya tersebut,
beliau selalu menjadikan wiridan selepas melaksanakan sholat-
sholat wajib lima waktu. Halini ditegaskan oleh salah satu
santrinyayang mengatakan,”setiap pagi, selepas melaksanakan
sholat subuh,beliau selalu berolahraga pagi sambil menghafal
hafalannya. Biasanya beliau selepas sholat pun langsung menjadikan
hafalannya sebagai wiridin”.45 Di kalangan ulama Kalimantan barat,
kemamppuan beliau dalam hal agama, terutama rujukan terhadap
kitab-kitab klasik sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, saat beliau
masih ada(belumwafat), maka tidak ada para kiayi atau ustadz yang
mau menggantikan posisi beliau sebagai ketua dewan hakim MQK
(muasabaqah qira,atul kutub) baik tingkat regional maupun menuju
nasional.
3) Belajar Secara Otodidak
Kecerdasan dan kepintaran beliau tidak hanya dalam
penguasan kitab kuning(kitab turast) saja, beliau tidak hanya mahir
dalam bahasa arab saja, namun beliau juga banyak menguasai bahasa
45Salah satu persaksian santri beliau yang bernama Mudassir, yang saat itu sedang kuliah S1 di IAIN Pontianak jurusan Tafsir al-Quran.
93
Lirboyo. Di pesantren ini, terkenal dengan penguasaan kitab-kitab
kuning (turast) dan hafalannya, terutama nadzam-nadzam. Di salah
satu pondok terbesar ini, beliau paling lama menuntut ilmu sehingga
beliau terkenal dengan keahlian dalam memahami kitab kuning
secara mendalam terutama yang berkaitan dengan gramatikal
(qawaidnahwu dan shorrof) atau ilmu alat untuk memahami dan
memperdalam pemahaman kitab gundul, bahkan beliau hafal bolak-
balik, nadzam Maqshud, Nadzam Imrithy, Nadzam Juman, bahkan
beliau hafal 1000 bait nadham al-Fiyah karangan Ibu Malik ini
diluar kepala.
Untuk memperkuat daya ingat terhadap hafalannya tersebut,
beliau selalu menjadikan wiridan selepas melaksanakan sholat-
sholat wajib lima waktu. Halini ditegaskan oleh salah satu
santrinyayang mengatakan,”setiap pagi, selepas melaksanakan
sholat subuh,beliau selalu berolahraga pagi sambil menghafal
hafalannya. Biasanya beliau selepas sholat pun langsung menjadikan
hafalannya sebagai wiridin”.45 Di kalangan ulama Kalimantan barat,
kemamppuan beliau dalam hal agama, terutama rujukan terhadap
kitab-kitab klasik sudah tidak diragukan lagi. Bahkan, saat beliau
masih ada(belumwafat), maka tidak ada para kiayi atau ustadz yang
mau menggantikan posisi beliau sebagai ketua dewan hakim MQK
(muasabaqah qira,atul kutub) baik tingkat regional maupun menuju
nasional.
3) Belajar Secara Otodidak
Kecerdasan dan kepintaran beliau tidak hanya dalam
penguasan kitab kuning(kitab turast) saja, beliau tidak hanya mahir
dalam bahasa arab saja, namun beliau juga banyak menguasai bahasa
45Salah satu persaksian santri beliau yang bernama Mudassir, yang saat itu sedang kuliah S1 di IAIN Pontianak jurusan Tafsir al-Quran.
94
asing. Salah satunya adalah bahasa inggris. Menurut salah satu
muridnya, yang sekarang sudah bekerja di KUA Kota Baru, beliau
mengatakan tentang kehebatan bahasa Inggris KH. Hasyim Dahlan, “
Beberapa kali saye mengikuti pengajian beliau, beliau banyak
mengeluarkan dalil berbahasa arab, kemudian diterjemah ke dalam
bahasa Inggris. Hebat beliau itu”.46 Kenangnya. Hal ini mempertegas
bahwa penguasaan tentang bahasa,beliau tidak hanya pintar dalam
bahasa arab, akan tetapi bahasa Inggris pun beliau pandai.
Kemahirannya dalam bahasa Inggris akhirnya mengantarkan beliau
menjadi salah satu wakil ulama dari Kalimantan Barat yang diutus ke
Bali dalam acar “ 9th International Conggress on AIDS in Asia in the
Pacifie Bic Nusa Dua, Bali” pada tahun 2009 bulan Agustus dari
tanggal 9-13.
Menurut putri kesayangan KH. Hasyim Dahlan, Anny Izza al-
Hafidzah47, bahwa orang tuanya belajar beberapa bahasa asing belajar
otodidak. Belajar sendiri. Ketika bertemu dengan orang asing
kemudian diperaktekkanya. Katanya, “ Abah itu belajar bahasa asing
secara otodidak, tapi kalau uda ketemu dengan orang asig langsung
diperaktekkannya, kecuali bahasa arab memang dari pondok”.
Kenangnya. Masih menurut Anny Izzah, ”Abah banyak menguasai
bahasa asing, diantaranya, bahasa arab, Inggris, Jepang, dan Jerman”.
Sahutnya. Pemaparan putri kesayangan beliau ini terbukti saat peneliti
mengunjungi kediaman almarhum KH. Hasyim Dahlan, dimana
dirumah beliau memang banyak sekali kitab-kitab klasik dan
kontemporer dari berbagai bahasa asing serta ditemukan kamus-kamus
46Ustadz Mardi, S.Ag, M.Ag, salah satu murid beliau yang sekarang sudah menjadi pegawai negeri sipil yang ditugaskan di kantor urusan Agama (KUA) Kota Baru Kota Pontianak.
47Anny Izzah al-Hasyimy al-Hafidzah adalah putri beliau yang nomor tiga. Dialah salah satu yang diharapkan orang tuanya untuk melanjutkan dakwah dan perjuangan orang tuanya walaupun dia perempuan. Dia menjadi kesayangan orang tuanya karena dia adalah sau-satunya anak almarhum KH. Hasyim Dahlan yang hafal al-Quran 30 juz. Dia kuliah di IAIN Pontianak saat ini.
95
yang sudah lusuh, ditandai, digaris-garis dan dicorat-coret sana sini
menandakan bahwa kamus-kaus tersebut selalu dibaca dan dihafal
oleh pemiliknya. Menurut Anny, coretan yang dilakukan abahnya itu
adalah untuk mempermudah mengingat apa yang telah dipelajari dan
dihafalnya.
Saat Ustadz Habib Ridho dan Ustadz Latief berkunjung
kepesantren Lirboyo, beliau saat itu masih mondok, tapi kedua utsdaz
tadi meminta ke pengasuh pondok agar Hasyim Dahlan muda bersedia
diajak berdakwah ke kalimantan barat, kemudian beliau diperintahkan
gurunya untuk berdakwah(ditugas dari pesantrennya) di Kalimanatan
Barat. Beliau hanya datang seorang diri pada saat itu. Tidak bias
dipungkiri bahwa para ustadz dan kiayi yang ada di Kalimantan barat
adalah pendatang, baik dari Sulawesi, Banjar,Sumatera, dan tentunya
jawa dan Madura.
4) Memperoleh Gelar Akademik Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Walaupun umur sudah tidak muda lagi, karena tuntutan profesi
sebagai seorang guru, pengajar, dan pendidik sekaligus penceramah,
beliau masih menyempatkan diri mengikuti perkuliahan jenjang S1.
Umur bukan penghalang bagi beliau untuk selalu menuntut ilmu. Hal
ini terbukti, selama menempuh S1, beliau tidak pernah untuk tidak
masuk perkuliahan, walau dosen yang mengajar banyak dari murid-
murid beliau yang telah sukses dalam dunia akademik. Bagi beliau
pantang kendur untuk mendapatkan ilmu dari siapapun datangnya.
Akhirnya, jenjang strata satu beliau tempuh 4 tahun selesai dan
mendapatkan gelar S.Pd.I di kampus STAISA Darul Ulum cabang
Jakarta.
95
yang sudah lusuh, ditandai, digaris-garis dan dicorat-coret sana sini
menandakan bahwa kamus-kaus tersebut selalu dibaca dan dihafal
oleh pemiliknya. Menurut Anny, coretan yang dilakukan abahnya itu
adalah untuk mempermudah mengingat apa yang telah dipelajari dan
dihafalnya.
Saat Ustadz Habib Ridho dan Ustadz Latief berkunjung
kepesantren Lirboyo, beliau saat itu masih mondok, tapi kedua utsdaz
tadi meminta ke pengasuh pondok agar Hasyim Dahlan muda bersedia
diajak berdakwah ke kalimantan barat, kemudian beliau diperintahkan
gurunya untuk berdakwah(ditugas dari pesantrennya) di Kalimanatan
Barat. Beliau hanya datang seorang diri pada saat itu. Tidak bias
dipungkiri bahwa para ustadz dan kiayi yang ada di Kalimantan barat
adalah pendatang, baik dari Sulawesi, Banjar,Sumatera, dan tentunya
jawa dan Madura.
4) Memperoleh Gelar Akademik Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Walaupun umur sudah tidak muda lagi, karena tuntutan profesi
sebagai seorang guru, pengajar, dan pendidik sekaligus penceramah,
beliau masih menyempatkan diri mengikuti perkuliahan jenjang S1.
Umur bukan penghalang bagi beliau untuk selalu menuntut ilmu. Hal
ini terbukti, selama menempuh S1, beliau tidak pernah untuk tidak
masuk perkuliahan, walau dosen yang mengajar banyak dari murid-
murid beliau yang telah sukses dalam dunia akademik. Bagi beliau
pantang kendur untuk mendapatkan ilmu dari siapapun datangnya.
Akhirnya, jenjang strata satu beliau tempuh 4 tahun selesai dan
mendapatkan gelar S.Pd.I di kampus STAISA Darul Ulum cabang
Jakarta.
96
b. Guru-guru KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Guru yang paling utama bagi beliau adalah kedua orang tuanya,
sebab yang mengajaripertama kali dan ilmu agama lainnya adalah kedua
orang tuanya. Tentu, guru-guru yang telah membesarkan nama beliau
adalah guru-guru beliau yang dari pesantren terutama Pondok pesantren
Lirboyo. Beliau adalah tipikalorang yang tidakpernah puas untuk
menuntut ilmu, buktinya adalah saat beliau telah diangkat oleh
masyarakat sebagai kiayi pun, beliau masih belajar kepada salah tuan
guru Ibrahim. Tuan Guru Ibrahim adalah salah satu murid TuanGuru
Ismail Mundu sang Mufti kerjaan Kubu (kabupan Kubu Raya-
sekarang).
c. Kiprah Pemikiran Dakwah KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I
Setiap manusia dikenai kewajiban untuk berdakwah, terutama
berdakwah padanya dirinya sendiri, keluarga, kerabat, tetangga atau
orang lain. Dalam makan sempitnya, dakwah itu adalah mengajak
kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan.
1) Dakwah di Pondok Pesantren Assalam
Hasyim Dahlan mulai berdakwah termasuk masih remaja,
beliau berdakwa saat umur beliau berumur sekitar 27 tahun.
Perjalanan dakwah beliau adalah saat beliu mulai menginjakkan
kakinya di bumi Khatulistiwa ini. Sebab beliau memang lama
menuntut ilmu di pesantren. Biasanya, seorang pemuda saat
berumur 27 tahun, tidak fokus untuk berdakwah,biasanya pemuda
mengisinya dengan hura-hura dan pekerjaan yang tidak jelas, tapi
tidak bagi Hasyim Dahlan, beliau justru sangat menggemari
statusnya sebagai seorang pendakwah muda pada saat itu.
97
Kepiawaiannya dalam berdakwah sangat disukai oleh para
jamaahnya, sehingga salah seorang murid dariUstadz Habib Ridho,
yang memiliki purti cantikjelita hendak menjodohkan dengan
Hasyim Dahlan muda. Akhirnya, perjodohan itu sama-sama
disetujui oleh kedua pihak, sehingga beliau menikah lah dengan Nor
Azizah putri dari H. Yusuf Mannek. Dari pasangan ini kemudian
dikaruniai 5 anak.
2) Safari Dakwah di Mushalla dan Masjid
Semenjak beliau menginjakkan kakinya pertama kali di
Kalimantan Barat pada tahun 1982, saat itupula beliau mulai
berdakwah. Saat beliau diajak ke pontanak oleh Ustadz Habib
Ridho, sebenarnya beliau masih mondok di Lirboyo.Memang
fokusnya adalah mengajar di Pondok Pesantren Assalam Pal 5,
sebab memang pondok ini dari awal yangmemita beliau
untukmengabdi dan membagikan ilmunya.Namun, dakwah dan
ajaran beliau tidak hanya terfokus padaPonpes Assalam saja, tapi
banyak lokasi dan tempat yang beliau datangi untuk
berdakwah.Dakwah beliau kadang dari mushalla kemusholla, dari
masjid kemasjid bahkan dari satu rumah ke rumah yang lainnya.
Bahkan,perjuangan beliau saat awal sampai di Pontianak, beliau
mengajar menggunakan kendaraan sampan, melintasi sungai,
sehingga saat itu beliau terkenal dengan sebutan da’i seribu sungai,
sebab saat itu tidak ada sepada motor seperti sekaran ini, sehingga
perjuangan dakwah pada saat itu sangat susah, sulit dan terjal. Hujan
deras pun bukan penghalang bagi beliau untuk berhenti atau sekedar
libur ngaji/mengajar. Beliau adalah orang yang paling disiplin dan
tegas.Kedisiplinannya ini beliau peraktekkan, terbukti walaupun
cuaca buruk, hujan dan banjir dan becek saat itu,namun beliau
dengan gigih berdakwah.
97
Kepiawaiannya dalam berdakwah sangat disukai oleh para
jamaahnya, sehingga salah seorang murid dariUstadz Habib Ridho,
yang memiliki purti cantikjelita hendak menjodohkan dengan
Hasyim Dahlan muda. Akhirnya, perjodohan itu sama-sama
disetujui oleh kedua pihak, sehingga beliau menikah lah dengan Nor
Azizah putri dari H. Yusuf Mannek. Dari pasangan ini kemudian
dikaruniai 5 anak.
2) Safari Dakwah di Mushalla dan Masjid
Semenjak beliau menginjakkan kakinya pertama kali di
Kalimantan Barat pada tahun 1982, saat itupula beliau mulai
berdakwah. Saat beliau diajak ke pontanak oleh Ustadz Habib
Ridho, sebenarnya beliau masih mondok di Lirboyo.Memang
fokusnya adalah mengajar di Pondok Pesantren Assalam Pal 5,
sebab memang pondok ini dari awal yangmemita beliau
untukmengabdi dan membagikan ilmunya.Namun, dakwah dan
ajaran beliau tidak hanya terfokus padaPonpes Assalam saja, tapi
banyak lokasi dan tempat yang beliau datangi untuk
berdakwah.Dakwah beliau kadang dari mushalla kemusholla, dari
masjid kemasjid bahkan dari satu rumah ke rumah yang lainnya.
Bahkan,perjuangan beliau saat awal sampai di Pontianak, beliau
mengajar menggunakan kendaraan sampan, melintasi sungai,
sehingga saat itu beliau terkenal dengan sebutan da’i seribu sungai,
sebab saat itu tidak ada sepada motor seperti sekaran ini, sehingga
perjuangan dakwah pada saat itu sangat susah, sulit dan terjal. Hujan
deras pun bukan penghalang bagi beliau untuk berhenti atau sekedar
libur ngaji/mengajar. Beliau adalah orang yang paling disiplin dan
tegas.Kedisiplinannya ini beliau peraktekkan, terbukti walaupun
cuaca buruk, hujan dan banjir dan becek saat itu,namun beliau
dengan gigih berdakwah.
98
Saat ini, sepeninggal beliau, pengajian kitab-kitab yang
dilakukan di berbagai musholla dan masjid dilanjutkan oleh
muridnya, MisalnyaKH. Abdul Wahab al-Hafidz yang juga sekarang
sudah mendirikan pondok pesantren Tahfidz Mahyajatul Quran.
Juga, pengajian rutin beliau dilanjutkan oleh para koleganya
sewaktu mengajar dan berdakwah di pon-pes Assalam.
3) Dakwah dari Rumah-Perkantoran
Dakwah beliau tidak hanya di pesantren, musholla atau
masjid-masjid saja, melainkan sudah merambah ke rumah-rumah
warga, bahkan perkantoran-perkantoranbaik swasta maupun milik
negara. Ini semakin menunjukkan bahwa dakwah beliau tidakhanya
dinikmati oleh kaum awam saja melainkan kaum politikuspun juga
menggemari isi dakwah beliau.
Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan seorang pelaku
dakwa atau subyek dakwah sangat menentukan keberhasilan
kegiatan dakwah. Dengan bahasa lain, inti dari gerakan dakwah
Islam terletak pada diri pendakwah itu sendiri.48
Dalam agama islam, dakwa itu adalah suatu kewajiban
terlebih bagi mereka yang memiliki ilmu yang mempuni. Setiap
muslim memiliki kewajiban untuk menyampaikan dakwah, sebab
esensi agama Islam adalah agama dakwah. Metode dakwah tidak
hanya melalui hikma, mauidhatulhasanah, serta pendekatan
debat(jadal) aja,melainkan bisa menggunakan atribut dakwah,
tulisan, rekaman atau bahkan pendekatan dakwah melalui
organisasi. Pendekataan dakwah melalui organisasi inilah yang
menjadi salah satu corong dakwah KH. Hasyim Dahlan. Terbukti,
dari beberapa organisasi yang diikutinya adalah bagian dari ladang
48Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, cet. ke-2 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 216.
99
dakwah almarhum. Di bawah ini adalah beberapa organisasi yang
beliau ikuti dan organisasi ini sebagai corong dakwah beliau.
4) Partisipasinya KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Pada
Organisasi Nahdhatul Ulama
Sejak awal berdirinya NU (Nahdlatul Ulama) telah
mengikrarkan diri bahwa organisi ini adalah murni organisasi yang
berbasis agama. Nahdlatul Ulama (NU) artinya kebangkitan ulama,
adalah organisasi massa Islam yang didirikan oleh para ulama dari
kalangan dunia pesantren di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari,
di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Tokoh sentral pendirian
NU adalah hasil dari inisiasi dari sang maha guru KH. Khalil
Bangkalan kepada murid beliau KH. Hasyim Asy’ari dimana
petunjuk yang berupa tongkat dan tasbih dikirimkan melalui murid
beliau KH. As’ad Syamsul Arifin. Para pendiri ormas NU ini adalah
KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri,
KH. Ma’shum Lasem, KH. As’ad Samsyul Arifin, dan lain-lain.49
Jika demikian, maka tujuan pendrian NU adalah sebagai
media dakwah melalui organisasi, bahkan munculnya organisasi NU
disebabkan karena sudah mulai banyaknya pendakwah-pendakwah
baru yang gampang mengkafirkan dan menyesatkan orang seiman
sehingga NU menjadi penghalau dan melanjutkan dakwah para
penyebar agama Islam pertama, yaitu para walisongo(sembilan
wali).
Bagi KH. Hasyim Dahlan yang memang tumbuh dan besar
didunia pesantren apalagi pondok pesantren Lirboyoyang memang
sudah terkenaldengan lumbung NU, beliau pun mulai merambah
dakwah melalui organisasi keislaman ini. Pada saat itu, beliau masih
49Samsul Munir Amin, “NU dan Perjuangan Nasional” dalam majalah AULA, Edsisi November 1991, h. 72-76. dikutip oleh Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Ilmu Dakwah..., hlm. 139.
99
dakwah almarhum. Di bawah ini adalah beberapa organisasi yang
beliau ikuti dan organisasi ini sebagai corong dakwah beliau.
4) Partisipasinya KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Pada
Organisasi Nahdhatul Ulama
Sejak awal berdirinya NU (Nahdlatul Ulama) telah
mengikrarkan diri bahwa organisi ini adalah murni organisasi yang
berbasis agama. Nahdlatul Ulama (NU) artinya kebangkitan ulama,
adalah organisasi massa Islam yang didirikan oleh para ulama dari
kalangan dunia pesantren di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari,
di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Tokoh sentral pendirian
NU adalah hasil dari inisiasi dari sang maha guru KH. Khalil
Bangkalan kepada murid beliau KH. Hasyim Asy’ari dimana
petunjuk yang berupa tongkat dan tasbih dikirimkan melalui murid
beliau KH. As’ad Syamsul Arifin. Para pendiri ormas NU ini adalah
KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri,
KH. Ma’shum Lasem, KH. As’ad Samsyul Arifin, dan lain-lain.49
Jika demikian, maka tujuan pendrian NU adalah sebagai
media dakwah melalui organisasi, bahkan munculnya organisasi NU
disebabkan karena sudah mulai banyaknya pendakwah-pendakwah
baru yang gampang mengkafirkan dan menyesatkan orang seiman
sehingga NU menjadi penghalau dan melanjutkan dakwah para
penyebar agama Islam pertama, yaitu para walisongo(sembilan
wali).
Bagi KH. Hasyim Dahlan yang memang tumbuh dan besar
didunia pesantren apalagi pondok pesantren Lirboyoyang memang
sudah terkenaldengan lumbung NU, beliau pun mulai merambah
dakwah melalui organisasi keislaman ini. Pada saat itu, beliau masih
49Samsul Munir Amin, “NU dan Perjuangan Nasional” dalam majalah AULA, Edsisi November 1991, h. 72-76. dikutip oleh Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Ilmu Dakwah..., hlm. 139.
100
dianggaporang baru di tubuh NU saat beliau menginjakkan kakinya
di bumi khatulistiwa, sehingga banyak orang belum mengetahui
kemampuan beliau dalam ilmu agama, saat beliau sudah aktif di
pondek pesantren Assalam(Pal 5), apalagi saat itu beliau dianggkat
menjadi mudir ma’had(pondok) tersebut sekitar tahun 1986-1999,
maka beliau mulai dilirik oleh tokoh-tokoh NU untukmengisi
pengajian-pengajian yang diadakan oleh NU. Saat itu, beliau
diminta untuk mengisi lailatul Ijtima’, dimana beliau diminta untuk
mengajikan(mengajarkan) kitab-kitab mu’tabarah(yang sudah
diakui vaiditasnya) dikalangan warga NU.
Menurut salah satu tokoh senior NU di Kalbar, bapak
Jipridin50, MS.i, beliau menuturkan, “Dulu, saat beliau pertama kali
muncul, teman-teman NU Kalbar tidaktahu keilmuan beliau, tapi
saat pertama kali beliau mengisi lailatul Ijtima’, akhirnya teman-
teman NU mengetahui tentang ketinggian ilmu beliau, akhirnya
kami menjadikan beliau pengisi tetap lailatul ijtima’”. Tuturnya.
Setelah itu, pengurus NU secara resmi meminta kepada KH. Hasyim
Dahlan untuk selalu senantiasa mengisi lailatul Ijtima’(malam
berkumpul untuk mengaji), terutama untuk memperkuat ilmu agaa
tentang ke-Aswaja-an (Ahlu Sunnah wal Jama’ah). Hal ini tentu
disambut baik oleh KH. Hasyim Dahlan, yang memang niatnya ke
Kalimantan Barat adalah untuk berdakwah. Organisasi baginya
adalah bagian dari perantara untuk berdakwah.
Awal mulanya, para pentinggi NU di wilayah kalimantan
Barat tidak mengetahui keilmuan beliau, seperti yang dijelaskan
oleh Bapak Jipridin di atas, seiring berjalannya waktu, mereka sudah
50Bapak Jipridin,M.Si merupakan sahabat karib KH. Hasyim Dahlan dalam berdakwah terutama
dalam satu bendera organisasi Nahdltul Ulama. Beliau diwawancarai saat beliau berkunjung ke Majid IAIN Pontianak 20 Februari 2017.
101
banyak mengetahui tentang keilmuan beliau, tawadh’nya, rendah
hati, dan ikhlasnya berdakwah, sehingga mengantarkan beliau
ditarik untuk menjadi anggota pengurus LDNU di tubuh organisasi
NU Kodya Pontianak 1991-1996. Pada tahun berikutnya, keilmuan
dan kemapaman serta pengetahuannya tentang organisasi yang
meningkat cepat, akhirnya mengantarkan beliau menjadi rois
syuriah PCNU kota pontianak selama dua periode berturut 1996-
2006.
Puncaknya, beliau diangkat menjadi rois syuriah PWNU
Kalimantan Barat pada 2006-2011. Dari sinilah kemudian nama
beliau semakin terkenal kemana-kemana, sehingga banyak orang
dari berbagai daerah datang untuk mengundang beliau untuk
mengisi acara siraman rohani, dakwah kampus, seminar, bahkan
diundang oleh pemerintahan setempat untuk mengisi ceramah
agama. Dakwah beliau semakin diminati oleh masyarakat.
5) Partisipasinya KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Pada Majlis
Ulama Indonesia
KH. Hasyim Dahlan menjadi ketua MUI (Majlis Ulama
Indonesia) Kalimantan barat sampai meninggal dunia. Majlis ulama
Indonesia atau disingkat MUI adalah kumpulan para ulama yang
bersatu dalam satu organisasi yang didirikan oleh pemerintah ini. MUI
didirikan pada tanggal 26 Juli 1975. MUI merupakan organisasi Islam
yang bergerak dalam bidang dakwah Islamiyah di Indonesia yang
didirikan oleh pemerintah Indonesia. Pengurusnya terdiri dari berbagai
tokoh Islam dari berbagai organisasi yang ada.diantara tokoh-tokoh
Islam yang pernah menjadi pengurus MUI antara lain: Prof. Dr.
HAMKA, KH. M. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali
Yafie, dan Dr. KH. MA. Sahal Mahfuz, dan lain-lain.
101
banyak mengetahui tentang keilmuan beliau, tawadh’nya, rendah
hati, dan ikhlasnya berdakwah, sehingga mengantarkan beliau
ditarik untuk menjadi anggota pengurus LDNU di tubuh organisasi
NU Kodya Pontianak 1991-1996. Pada tahun berikutnya, keilmuan
dan kemapaman serta pengetahuannya tentang organisasi yang
meningkat cepat, akhirnya mengantarkan beliau menjadi rois
syuriah PCNU kota pontianak selama dua periode berturut 1996-
2006.
Puncaknya, beliau diangkat menjadi rois syuriah PWNU
Kalimantan Barat pada 2006-2011. Dari sinilah kemudian nama
beliau semakin terkenal kemana-kemana, sehingga banyak orang
dari berbagai daerah datang untuk mengundang beliau untuk
mengisi acara siraman rohani, dakwah kampus, seminar, bahkan
diundang oleh pemerintahan setempat untuk mengisi ceramah
agama. Dakwah beliau semakin diminati oleh masyarakat.
5) Partisipasinya KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Pada Majlis
Ulama Indonesia
KH. Hasyim Dahlan menjadi ketua MUI (Majlis Ulama
Indonesia) Kalimantan barat sampai meninggal dunia. Majlis ulama
Indonesia atau disingkat MUI adalah kumpulan para ulama yang
bersatu dalam satu organisasi yang didirikan oleh pemerintah ini. MUI
didirikan pada tanggal 26 Juli 1975. MUI merupakan organisasi Islam
yang bergerak dalam bidang dakwah Islamiyah di Indonesia yang
didirikan oleh pemerintah Indonesia. Pengurusnya terdiri dari berbagai
tokoh Islam dari berbagai organisasi yang ada.diantara tokoh-tokoh
Islam yang pernah menjadi pengurus MUI antara lain: Prof. Dr.
HAMKA, KH. M. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali
Yafie, dan Dr. KH. MA. Sahal Mahfuz, dan lain-lain.
102
6) Partisipasinya KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Pada Forum
Organisasi: Forum Kerukunan umat Beragama
Tidak dipungkiri lagi bahwa kalimantana barat, selain multi
etnis juga multi agamis. Perbedaan antara keyakinan sudah pasti ada.
Namun perbedaan tersebut tidak seharusnya menjadi alat pemecah
antara pemeluk agama yang berbeda-beda tersebut. Beliau selalu
berpedoman pada dalil yag berbunyi” Kita bekerjasama dalamperkara
yang disepakati dan saling toleransi dalam perbedaan. Hal ini sesuai
dengan tujuan dibentuknya FKUB (Forum Organisasi Forum
Kerukunan umat Beragama) yang menyadari akan realitas
multikultural yang ada dan belajar dari pengalaman sejarah masa lalu
serta berbagai kejadian di beberapa daerah, maka wadah kerjasama
yang kemudian dikukuhkan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat, menjadi sangat penting untuk direalisasikan di daerah,
dalam bentuk FKUB.
Pemikiran KH. Hasyim Dahlan yang luwes ‘elastis’ dan
moderat sangat gampang diterima oleh siapapun termasuk non
muslim, hal inilah yang mengantarkan beliau menjadi salah satu ulama
yang masuk dalam anggota kepengurusan Forum Kerukanan Umat
beragama (FKUB) Provinsi Kalimantan Barat dari tahun 2014 sampai
beliau wafat bersama Dr. Wajidi Sayadi. Jalur FKUB menjadi ladang
berdakwah beliau selanjutnya. Di forum tersebut beliau mampu
menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang benar-benar ’rahmatan
lil’alamin’, Agama yang menjadi rahmat atas alam semesta.
103
Walaupun beliau adalah ulama besar dan kondang di
Kalimantan Barat,namun hal ini tidak membuat beliau tidak menutup
diri atau menjauh dari agama-agama lain(non muslim), hal ini terbukti
dari photo-photo yang masih tersimpan rapi dikediaman beliau,
dimana beliau sedang berphoto dengan para pastur dan suster yang
sudi dan senantiasa berkunjung ke kediaman beliau saat beliau
berdomisili di Kakap Pal 13 Kab. Kubu Raya. Jarak yang jauh dari
kerumunan kota ini ternyata tidak membuat rumah beliau sepi dari
kunjungan orang-orang yang ingin mengenal sosok beliau yang
moderat ini.
Namun, beliau sangat tegas dan keras ketika berhadapan
dengan aliran dalam Islam yang bertengan dengan kayakinan
mayoritas ummat Islam dan juga memang sudah dilarang oleh MUI.
Ketegasan beliau ini sangat terbukti ketika menolak ideologi faham-
faham yang dianggap akan meruntuhkan persatuan dan kesatuan umat
beragama dan berbangsa, terutama jika akan merusak citra Islamdari
dalam dari sisi akidah. Saat 2016 gencar-gencarnya aliran GAFATAR,
beliau menjadi garda terdepan untuk menolak aliran ini,karena
dalampandangan beliau aliran ini selain meresahkan masyarakat juga
bertentangan dengan ajaran Islam. Dalampandangan beliau,
“GAFATAR ini sudah menyimpang dari ajaran keyakinan Ummat
Islam. Ajaran ini sesat dan menyesatkan”.
Apa yang dilakukan oleh beliau adalah kembali kepada tujuan
pembentukan FKUB yaitu sebagai organisasi kemasyarakatan yang
berbasis pada pemuliaan nilai-nilai agama, FKUB memiliki peran dan
fungsi yang sangat strategis dalam berperan serta membangun daerah
masing-masing ditengah krisis multidimensional yang tengah terjadi.
Disadari bahwa krisiss multidimensional telah membawa dampak
yang bersifat multidimensional pula. Krisis ekonomi, politik dan
103
Walaupun beliau adalah ulama besar dan kondang di
Kalimantan Barat,namun hal ini tidak membuat beliau tidak menutup
diri atau menjauh dari agama-agama lain(non muslim), hal ini terbukti
dari photo-photo yang masih tersimpan rapi dikediaman beliau,
dimana beliau sedang berphoto dengan para pastur dan suster yang
sudi dan senantiasa berkunjung ke kediaman beliau saat beliau
berdomisili di Kakap Pal 13 Kab. Kubu Raya. Jarak yang jauh dari
kerumunan kota ini ternyata tidak membuat rumah beliau sepi dari
kunjungan orang-orang yang ingin mengenal sosok beliau yang
moderat ini.
Namun, beliau sangat tegas dan keras ketika berhadapan
dengan aliran dalam Islam yang bertengan dengan kayakinan
mayoritas ummat Islam dan juga memang sudah dilarang oleh MUI.
Ketegasan beliau ini sangat terbukti ketika menolak ideologi faham-
faham yang dianggap akan meruntuhkan persatuan dan kesatuan umat
beragama dan berbangsa, terutama jika akan merusak citra Islamdari
dalam dari sisi akidah. Saat 2016 gencar-gencarnya aliran GAFATAR,
beliau menjadi garda terdepan untuk menolak aliran ini,karena
dalampandangan beliau aliran ini selain meresahkan masyarakat juga
bertentangan dengan ajaran Islam. Dalampandangan beliau,
“GAFATAR ini sudah menyimpang dari ajaran keyakinan Ummat
Islam. Ajaran ini sesat dan menyesatkan”.
Apa yang dilakukan oleh beliau adalah kembali kepada tujuan
pembentukan FKUB yaitu sebagai organisasi kemasyarakatan yang
berbasis pada pemuliaan nilai-nilai agama, FKUB memiliki peran dan
fungsi yang sangat strategis dalam berperan serta membangun daerah
masing-masing ditengah krisis multidimensional yang tengah terjadi.
Disadari bahwa krisiss multidimensional telah membawa dampak
yang bersifat multidimensional pula. Krisis ekonomi, politik dan
104
moral, berimplikasi pada ketegangan sosial, stress sosial,
merenggangnya hohesi sosial bahkan prustasi sosial, begitupun
terhadap dekadensi moral. Fonomena ini secara fsikologis dan
sosiologis berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sosial dikalangan
umat beragama. Terjadinya konflik sosial, meningkatnya angka bunuh
diri, merajalelanya korupsi merupakan persoalan serius yang harus
dicarikan solusinya. Peran tokoh agama yang diharapkan dapat
memberikan pencerdasan spiritual menjadi sangat penting.
7) Partisipasinya KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Pada Partai
Politik
Partai politik, pasca reformasi adalah sesuatu yang seksi,
sehingga menarik semua orang dari berbagai kalangan untuk
meliriknya. KH. Hasyim Dahlan pun tertarik untuk masuk pada partai
politik. Hanya saja, masuknya beliau kedunia politik bukanlah tujuan
utamanya, sebab tujuan utama beliau adalah untuk berdakwah.
Sehingga kendaraan politiknya bagianya adalah alat untuk
menyampaikan dakwahnya, terutama bagi para elit politik. Dalam
pandangan beliau, agama dan politik tidak bisa dipisahkan, “Politik
dan agama tidak bisa dipisahkan, kalau agama dan politik dipisahkan,
maka negara ini akan menjadi negara sekuler. Yang memisahkan
antara agama dan politik (pemerintahan)”.51
d. Karya Tulis KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Sebelum beliau wafat, beliau sempat menulis beberapa buku.
Tentu tujuannya adalah walau belau telah tiada,namun ruh dakwahnya
masih terus menggelora melalui tulisan-tulisannya. Menurut Syafi’I,
“seseorang itu akan tetap abadi jika dia memeliki karya, jiwa dan
51Wawancara ini didapat oleh penulis saat beliau belum wafat. 23 Desember 12016. Dalam
wawancara dengan beliau, dalam agama beliau selalu tegas. Beliau tidak suka kalau agama dipisahkan dengan negara.
105
raganya telah mati namun hidup dalam bentuk tulisannya”. Buku yang
ditulis oleh beliau sebenarnya banyak sekali, dalam penelitian ini hanya
akan disebutkan tiga buku, yaitu:
1) Fiqh Ibadah
Salah satu buku beliau judulnya adalah “Fiqh Ibadah”, buku
ini menjelaskan khusus pada ibadah, di dalamnya membahas dan
memperaktekkan tentang tatacara beribadah yang benar.Selain
berbentuk tulisan, agar mempermudah pembacanya, menyertakan
beberapa gambar gerakan shalat dan ibadah lainnya.
Banyak madzhab fiqh yang beliau fahami tidak
mempengarui tulisan beliau dalam buku “Fiqh Ibadah”
tersebut.Dalam buku tersebut, beliau hanya menulis fiqh ibadah
yang bermadzhab Syafi’I saja. Hal ini dilakukan adalah untuk
menghindari talfiq (mencampuradukkan pemahaman untuk
mengambil keringan). Walau beliau banyak mengetahui dan faham
tentang madzhab lain, seperti Madzhab Imam Malik, Madzhab Abu
Hanifah, dan Madzhab Hambali, bahkan madzhab Daud Dhahiri
serta Ibnu Hazm, namun beliau dalam tulisannya tidak menyertakan
pendapat-pendapat mereka ini dalam buku “Fiqh Ibadah”. Hal ini
juga dilakukan supaya mempermudah bagi pembaca untuk
melaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab Imam Syafi’I.apalagi
di Indonesia mayoritas penganut madzhab Syafi’i. KH.M. Hasyim
Dahlan memang terkenal dengan pengikut dan penganut madzhab
setia imam Syafi’i.Beliau tegas dan keras dalam hal bermadzhab,
sehingga dalam perakteknya, beliau selalu mengikuti madzhab
syafi’i.hal ini dilakukan beliau agar tidak ada benturan kecil dalam
perbedaan madzhab terutama bagi masyarakat awam yang baru
belajar fiqh, “ Khawatir ada campur aduk madzhab dalam ibadah
yang nantinya masyarakat akan bingung dan akan menimbulkan
105
raganya telah mati namun hidup dalam bentuk tulisannya”. Buku yang
ditulis oleh beliau sebenarnya banyak sekali, dalam penelitian ini hanya
akan disebutkan tiga buku, yaitu:
1) Fiqh Ibadah
Salah satu buku beliau judulnya adalah “Fiqh Ibadah”, buku
ini menjelaskan khusus pada ibadah, di dalamnya membahas dan
memperaktekkan tentang tatacara beribadah yang benar.Selain
berbentuk tulisan, agar mempermudah pembacanya, menyertakan
beberapa gambar gerakan shalat dan ibadah lainnya.
Banyak madzhab fiqh yang beliau fahami tidak
mempengarui tulisan beliau dalam buku “Fiqh Ibadah”
tersebut.Dalam buku tersebut, beliau hanya menulis fiqh ibadah
yang bermadzhab Syafi’I saja. Hal ini dilakukan adalah untuk
menghindari talfiq (mencampuradukkan pemahaman untuk
mengambil keringan). Walau beliau banyak mengetahui dan faham
tentang madzhab lain, seperti Madzhab Imam Malik, Madzhab Abu
Hanifah, dan Madzhab Hambali, bahkan madzhab Daud Dhahiri
serta Ibnu Hazm, namun beliau dalam tulisannya tidak menyertakan
pendapat-pendapat mereka ini dalam buku “Fiqh Ibadah”. Hal ini
juga dilakukan supaya mempermudah bagi pembaca untuk
melaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab Imam Syafi’I.apalagi
di Indonesia mayoritas penganut madzhab Syafi’i. KH.M. Hasyim
Dahlan memang terkenal dengan pengikut dan penganut madzhab
setia imam Syafi’i.Beliau tegas dan keras dalam hal bermadzhab,
sehingga dalam perakteknya, beliau selalu mengikuti madzhab
syafi’i.hal ini dilakukan beliau agar tidak ada benturan kecil dalam
perbedaan madzhab terutama bagi masyarakat awam yang baru
belajar fiqh, “ Khawatir ada campur aduk madzhab dalam ibadah
yang nantinya masyarakat akan bingung dan akan menimbulkan
106
pertentangan, sehingga buku ini terfokus pada madzhab Imam
Syafi’I saja”. Jawabnya.
2) Kumpulan doa
Kesibukannya dalam belajar mengajar, tidak membuat beliau
berhenti untuk berkarya, setelah menulis buku “Fiqh Ibadah” beliau
menulis buku yang berisi doa-doa yang kemudian diberi judul
“Kumpulan doa-doa”. Kalau melihat isi dari kumpulan doa-doa
yang beliau tulis adalah doa-doa yang sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat Indonesia sebab doa-doa yang ada dalam buku beliau ini
adalah doa-doa yang sudah masyur di Indonesia,hanya saja banyak
doa yang beliau tambahkan yang disadur dari beberapa kitab kuring
yang beliau pelajari saat di pondok pesantren.
Bahkan, beliau menulis buku doa yang khusus buat orang
hamil. Tujuan penulisan buku ini sebenarnya adalah untuk
mempermudah orang yang hamil agar gampang melahirkan dengan
banyak berdoa, tapi tujuan lainnya adalah agar ibu hamil tadi
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beliau melihat betapa
banyaknya orang-orang Islam yang mengaku muslimtapi mereka
tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh agama dan tidak
menjauiapa yang dilarangnya. Oleh sebab itu, cara beliau menulis
buku doa khusus orang hamil ini dianggap sangat bermanfaat.
Banyak orang yang hamil muda dan tua mendatangi beliau untuk
meminta doa-doa dari beliau, tapi dengan cerdiknya beliau, “ Baca
doa-doa dalam buku ini, tapi selepas shalat lima waktu”. Jika dilihat
nasihat beliau ini, sebenarnya tujuan beliau adalah untuk mengajak
pada ibu hamil baik yang hamil muda dan hamil tua agar
mendekatkan diri kepada Allah swt. Memohon pertolongan kepada
Allah semata.Kata beliau, “Jangan sampe meminta pertolongan
kepada selain Allah swt, karena hanya Dia yang Maha Penolong”.
107
Banyak dari merekayang pertamanya malas shalat akhirnya
mengerjakan shalat lima waktu. Ada juga yang melakukan tradisi
yang dalam pandangan KH.M. Hasyim Dahlan menyimpang karena
bertetangan dengan agama akhirnya ditggalkan.Memang, proses
melahirkan mereka sangat mudah dan gampang, hal inilah yang
membuat mereka semakin senang terhadap petuah-petuah beliau.
Bahkan, setelah mereka melahirkan anak-anak mereka,
banyak dari mereka yang mendatangi beliau untuk meminta
memberikan nama anak-anak mereka sesuai dengan nama Islam
serta mencari barakah dari seorang guru dan kiayi (tabarrukan)
dengan harapan anaknya menjadi anak shaleh dan shalehah. Ada
juga yang menitipkan anak-anak mereka setelah besar untuk
dipondokkan di pesantren yang beliau asuh yakni pondok pesantren
Assalam pal 5 Sungai Jawi, bahkan ada beberapa anak yang beliau
ambil sebagai anak angkat.
3) Terjemah al-Minhajul al-Qawim
Saat detik-detik akhir hayatnya, beliau masih sempat
menerjemah kitab”al-Minhajul al-Qawim Syarh Muqaddimah al-
Hadramiyah karya ImamIbnu Hajar al-Haitami. Namun seiring sakit
yang selalu menjangkiti beliau, terjemahan kitab ini pun belum
selesai.Menurut anak kesangannya, Anny Izza al-Hasyimy
menuturkan, “Abah menerjemah kitab minhajul Qawim ini belum
selesai, bahkan masih dapat beberapa halaman saja, karena abah saat
itu sakit-sakitan” paparnya. Lanjutnya, “ Beliau ini membaca kitab
tersebut kemudian menerjemahkannya dan saya yang menulisnya”.
Jelasnya.Bahkan, saat peneliti mengunjungi kediaman beliau, kitab
ini masih ada di ruang di atas meja belajar beliau.Ini menunjukkan
bahwa beliau sebenarnya menyelesaikan terjemahan kitab tersebut
namun waktu jua yang menyudahi terjemah tersebut.
107
Banyak dari merekayang pertamanya malas shalat akhirnya
mengerjakan shalat lima waktu. Ada juga yang melakukan tradisi
yang dalam pandangan KH.M. Hasyim Dahlan menyimpang karena
bertetangan dengan agama akhirnya ditggalkan.Memang, proses
melahirkan mereka sangat mudah dan gampang, hal inilah yang
membuat mereka semakin senang terhadap petuah-petuah beliau.
Bahkan, setelah mereka melahirkan anak-anak mereka,
banyak dari mereka yang mendatangi beliau untuk meminta
memberikan nama anak-anak mereka sesuai dengan nama Islam
serta mencari barakah dari seorang guru dan kiayi (tabarrukan)
dengan harapan anaknya menjadi anak shaleh dan shalehah. Ada
juga yang menitipkan anak-anak mereka setelah besar untuk
dipondokkan di pesantren yang beliau asuh yakni pondok pesantren
Assalam pal 5 Sungai Jawi, bahkan ada beberapa anak yang beliau
ambil sebagai anak angkat.
3) Terjemah al-Minhajul al-Qawim
Saat detik-detik akhir hayatnya, beliau masih sempat
menerjemah kitab”al-Minhajul al-Qawim Syarh Muqaddimah al-
Hadramiyah karya ImamIbnu Hajar al-Haitami. Namun seiring sakit
yang selalu menjangkiti beliau, terjemahan kitab ini pun belum
selesai.Menurut anak kesangannya, Anny Izza al-Hasyimy
menuturkan, “Abah menerjemah kitab minhajul Qawim ini belum
selesai, bahkan masih dapat beberapa halaman saja, karena abah saat
itu sakit-sakitan” paparnya. Lanjutnya, “ Beliau ini membaca kitab
tersebut kemudian menerjemahkannya dan saya yang menulisnya”.
Jelasnya.Bahkan, saat peneliti mengunjungi kediaman beliau, kitab
ini masih ada di ruang di atas meja belajar beliau.Ini menunjukkan
bahwa beliau sebenarnya menyelesaikan terjemahan kitab tersebut
namun waktu jua yang menyudahi terjemah tersebut.
108
Kitab al-Minhajul al-Qawim Syarh Muqaddimah al-
Hadramiyah karya ImamIbnu Hajar al-Haitami adalah kitab fiqh
yang berhaluanmadzhab Imam Syafi’i.Kitab al-Minhajul al-Qawim
bukan kitab yang asing didengar di kalangan pondok pesantren, bagi
santri pondok salaf(menganut ulama-ulama terdahulu atau masih
berpegang paa kitab-kitab turats), kitab ini sudah menjadi makanan
sehari-hari.Bahkan kitab ini menjadi salah satu kitab mu’tabarah
(kitab yang diakui sebagai rujukan) di kalangan ulama Nahdlatul
ULama.Sehingga selalu menjadi rujukan ketika ada permasalahan
dengan fiqh terutama yang bermadzhab Syafi’i.Seperti dijelaskan
diatas bahwa KH.Hasyim Dahlan adalah penganut kuat terhadap
madzhab Syafi’i.Sehingga bacaan dan tulisannya mengarah kepada
Madzhab asy-Safi’i.
e. Wafatnya KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I Wafatnya beliau meninggalkan duka yang mendalam terutama
bagi keluaraganya, para murid dan kolega-kolega dakwah beliau. Beliau
mengalami sakit-sakitan dalam beberapa bulan di tahun 2016. rumah
sakit menjadi langganan beliau, bahkan pernah diobat di rumah sakit
negara tetangga malaysia, tapi hasilnya belum juga maksimal, sembuh
kemudian kambuh lagi. Akhirnya, pada tanggal 16 Januari 2017 beliau
meningal dunia.Seorang pendakwah memang cobaannya adalah
menghadapi orang yang tidak suka dengannya. Walau banyak yang suka
sama dakwah beliau, tentu disana masih ada segelintir orang yang tidak
menyukai dakwah beliau, entah karena iri atau benci.
110
BAB I PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan kepada tiga point dengan
beberapa penjelasan butiran-butiran simpulannya, sebagaimana berikut:
1. Corak Pemikiran Tokoh Muslim Kalimantan Barat
a. Corak pemikiran yang dipahami dan dianut oleh tokoh muslim di
Kalimantan Barat ialah mayoritas Sufistik-Falsafi.
b. Corak pemikiran fiqih seperti pembaharuan Rasyidh Ridha yang
dikembangkan oleh Basuni Imran bersama murid-muridnya di Sambas dan
Singkawang
c. Corak pemikiran Sufistik-al-Maturidi, Ahli Sunnah; Abu al-Hasan al-
Asy’ari, seperti berasal dari Salafiyyah-Syafi’iyyah Pondok Pesantren
Lirboyo, Jawa Timur, Pondok Pesantren Naqsabandiyyah Ombul, Kab.
Sampang Madura, Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Malang, Rubath
Naqsabandiyyah di Sumenep dan Darul Lughah wa al-Da’wah, Bangil
Pasuruan.
2. Bentuk Pewaris Corak Pemikiran Ke-Islam-an Tokoh Muslim Kalimantan
Barat
a. Buku Pedoman Hidup, memadukan tiga pilar agama, Iman, Islam dan
Ihsan sehingga menjadi agama yang rahmatan lil alamin (selaras untuk
seluruh alam semesta)
b. Fiqih Ibadah, Kumpulan Doa-doa Mu’tabarah, Terjemah al-Minhaj al-
Qawim, Dala’il al-Khairat, Hizb-hizb.
c. Buku Pedoman Thariqah Naqsabandiyyah Mudzariyyah
d. Kitab Mukhtashar al-Manan, Jadwal Nikah, Tafsir Terjemah Bugis, dan
Majmu’ al-Mirats fi Hukm al-Fara’idh
110
BAB I PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan kepada tiga point dengan
beberapa penjelasan butiran-butiran simpulannya, sebagaimana berikut:
1. Corak Pemikiran Tokoh Muslim Kalimantan Barat
a. Corak pemikiran yang dipahami dan dianut oleh tokoh muslim di
Kalimantan Barat ialah mayoritas Sufistik-Falsafi.
b. Corak pemikiran fiqih seperti pembaharuan Rasyidh Ridha yang
dikembangkan oleh Basuni Imran bersama murid-muridnya di Sambas dan
Singkawang
c. Corak pemikiran Sufistik-al-Maturidi, Ahli Sunnah; Abu al-Hasan al-
Asy’ari, seperti berasal dari Salafiyyah-Syafi’iyyah Pondok Pesantren
Lirboyo, Jawa Timur, Pondok Pesantren Naqsabandiyyah Ombul, Kab.
Sampang Madura, Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Malang, Rubath
Naqsabandiyyah di Sumenep dan Darul Lughah wa al-Da’wah, Bangil
Pasuruan.
2. Bentuk Pewaris Corak Pemikiran Ke-Islam-an Tokoh Muslim Kalimantan
Barat
a. Buku Pedoman Hidup, memadukan tiga pilar agama, Iman, Islam dan
Ihsan sehingga menjadi agama yang rahmatan lil alamin (selaras untuk
seluruh alam semesta)
b. Fiqih Ibadah, Kumpulan Doa-doa Mu’tabarah, Terjemah al-Minhaj al-
Qawim, Dala’il al-Khairat, Hizb-hizb.
c. Buku Pedoman Thariqah Naqsabandiyyah Mudzariyyah
d. Kitab Mukhtashar al-Manan, Jadwal Nikah, Tafsir Terjemah Bugis, dan
Majmu’ al-Mirats fi Hukm al-Fara’idh
111
e. Pedoman Thariqah Qadariyyah Naqsabandi
f. Kitab Kumpulan Wirid dan Hizb Aslaf al-Sahlih
3. Gerakan atau Majlis yang Digunakan Oleh Tokoh Muslim Kalimantan Barat
untuk Mengamalkan Corak Pemikiran yang Dianut
a. Majlis di rumah guru dan rumah ke rumah murid
b. Pendekatang organisasi, mushalla ke mushalla, masjid dan pesantren
binaan
c. Gerakan dakwah secara teks dan konteks yang nampak dari bangunan
masjid, mushalla dan budaya masyarakat di sekitar.
d. Thariqah Naqsabandiyyah Mudzariyah berasar dari Pondok Pesantren
Naqsabandiyyah, Ombul, Sampang, Madura, dan Pondok Pesantren
Raudhatul Ulum, Meranti, Rubath Naqsabandi di Sumenep yang
dikembangkan oleh Habib Amin Alhinduan di Pondok Pesantren Makarim
al-Ahklak, Singkawang, Kalimantan Barat.
e. Thariqah Alawiyyah dari Tarim Hadramaut, Yaman.
112
DAFTAR PUSTAKA A. Halim, dkk., Manajemen Pesantren, Yogyakarta, PT. LKiS Pelangi Aksara, 2005. Abuddin Nata dkk, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Grasindo, Anggota Ikapi, 2001. Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta: Bumi
Aksara, 1991. Amich Alhumami, “Gerakan Modernisme Islam di Indonesia: Menimbang
Nurcholish Madjid”, dalam: Jalaluddin Rakhmat, et.al. Arifin, Imron., Kepemimpinan Kyai, Malang: Kalimasahada Press, 1993. Astaman, Silsilah Raja-raja di Kerajaan Sambas. Sambas: tanpa penerbit, tt. Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995. Azyumardi Azra, , Jeringan Ualama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII, Bandung, Mizan, cet. IV, 1998. Aziz, Ahmad Amir, Pembaharuan Teologi, Jogjakarta: Teras, 2009. Benda, Harry J., “Islam di Asia Tenggara dalam Abad Ke-20” dalam Perspektif Islam
di Asia Tenggara (Penyunting: Azyumardi Azra), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989.
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia.Bandung: Mizan, 1999. Bawani, Imam., Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ihsan, 1993. Chapra, M. Umer, Peradaban Muslim Penyebab Keruntuhan dan Perlunya
Reformasi, Terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: AMZAH, 2010. De Graaf, “Islam di Asia Tenggara Abad ke-18” dalam Perspektif Islam di Asia
Tenggara (Penyunting: Azyumardi Azra), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, . 1989.
112
DAFTAR PUSTAKA A. Halim, dkk., Manajemen Pesantren, Yogyakarta, PT. LKiS Pelangi Aksara, 2005. Abuddin Nata dkk, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Grasindo, Anggota Ikapi, 2001. Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta: Bumi
Aksara, 1991. Amich Alhumami, “Gerakan Modernisme Islam di Indonesia: Menimbang
Nurcholish Madjid”, dalam: Jalaluddin Rakhmat, et.al. Arifin, Imron., Kepemimpinan Kyai, Malang: Kalimasahada Press, 1993. Astaman, Silsilah Raja-raja di Kerajaan Sambas. Sambas: tanpa penerbit, tt. Asmuni, H.M. Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995. Azyumardi Azra, , Jeringan Ualama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII, Bandung, Mizan, cet. IV, 1998. Aziz, Ahmad Amir, Pembaharuan Teologi, Jogjakarta: Teras, 2009. Benda, Harry J., “Islam di Asia Tenggara dalam Abad Ke-20” dalam Perspektif Islam
di Asia Tenggara (Penyunting: Azyumardi Azra), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989.
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia.Bandung: Mizan, 1999. Bawani, Imam., Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ihsan, 1993. Chapra, M. Umer, Peradaban Muslim Penyebab Keruntuhan dan Perlunya
Reformasi, Terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: AMZAH, 2010. De Graaf, “Islam di Asia Tenggara Abad ke-18” dalam Perspektif Islam di Asia
Tenggara (Penyunting: Azyumardi Azra), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, . 1989.
113
Depag RI, Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 2003.
Depag RI, Dinamika Pondok Pesantren Di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pendidikan
Keagamaan dan Pondok Pesantren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 2004.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1998. Effendy, Machrus, Riwayat Hidup dan Perjuangan Maharaja Imam Sambas. Jakarta:
Dian Kemilai, . 1995. Harun Rasyid, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pontianak: BMT STAIN Pontianak,
2000. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: Rajawali, 1995. Hossen Nasr, Seyyed, Islam Tradisi: Di Tengah Kancah Dunia Moderen, T.tp.:tp.tt. http://www.rangkumanmakalah.com/
Iqbal., Muhammad, dkk, Pemikir Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, Jakarta: Kencana, 2010.
Khairawati, dkk., Pedoman Penulisan Skripsi, STAIN Pontianak Press, 2006.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1996. Muljana, Slamet., Runtuhnya Kerajaan Hindu–Jawa dan Timbulnya Negara-Negara
Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKIS, 2008. Muhammad Ma'shum di 11:32 PM Reaksi: Label: IPTEK Cheap Offers:
http://bit.ly/gadgets_cheap Madjid, Nurcholish, Jejak Pemikiran dari Pembaharu sampai Guru Bangsa,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2010. --------------------, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Para
Madina, 1997.
114
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam-Sejarah Pemikiran dan Keagamaan,
Cet. 11, Jakarta: Bulan Bintang: 1996. Nawawi, Hadari., Metode Penelitian Bidang Ilmu Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
University-Press, 1995. Rahmatullah, Muhammad. Pemikiran Fikih Maharaja Imam Kerajaan Sambas:
Muhammad Basiuni Imran (1883-1976). Pontianak: Bulan Sabit Pers, 2003.
Rahman, Fazlur, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Traditional,
terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1985. Rusli, Ris’an., Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta: Rajawali
Press, 2013. Sambas, Pemda, Sejarah Kesultanan Sambas. Sambas: Dinas Pariwisata, 2001. Salim, Haitami dkk. Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat. Jakarta:
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, 2011. Soleh, A Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit Jendela,
2003. Sukamto, Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren, Jakarta : Pustaka LP3ES, 1999.
Pengurus Masjid, Sejarah Masjid Agung Sambas. Sambas: Tanpa Penerbit. Jurnal
Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2004.
WSJ. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: tp., 1986.
Wahid, Marzuki, dkk., Pesantren Masa Depan, Jakarta: Pustaka Hidayat, 1998.
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Ciputat: Quantum Teaching, PT. Ciputat Press,
2005.
114
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam-Sejarah Pemikiran dan Keagamaan,
Cet. 11, Jakarta: Bulan Bintang: 1996. Nawawi, Hadari., Metode Penelitian Bidang Ilmu Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
University-Press, 1995. Rahmatullah, Muhammad. Pemikiran Fikih Maharaja Imam Kerajaan Sambas:
Muhammad Basiuni Imran (1883-1976). Pontianak: Bulan Sabit Pers, 2003.
Rahman, Fazlur, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Traditional,
terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1985. Rusli, Ris’an., Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta: Rajawali
Press, 2013. Sambas, Pemda, Sejarah Kesultanan Sambas. Sambas: Dinas Pariwisata, 2001. Salim, Haitami dkk. Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat. Jakarta:
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, 2011. Soleh, A Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit Jendela,
2003. Sukamto, Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren, Jakarta : Pustaka LP3ES, 1999.
Pengurus Masjid, Sejarah Masjid Agung Sambas. Sambas: Tanpa Penerbit. Jurnal
Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2004.
WSJ. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: tp., 1986.
Wahid, Marzuki, dkk., Pesantren Masa Depan, Jakarta: Pustaka Hidayat, 1998.
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Ciputat: Quantum Teaching, PT. Ciputat Press,
2005.
115
Yunus, Mahmud., Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: Hidakarya Agung, 1984.
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1996.
1
CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO
(Studi Pemikiran Tokoh Muslim Kalimantan Barat Tahun 1990-2017)
Oleh: Dr. Syarif, MA.1
Abstrak
Judul penelitian ini adalah Corak Pemikiran Islam Borneo (Studi Pemikiran Ke-Islam-an Tokoh Muslim Kalimantan Barat Tahun 1990-2017). Peneitian ini bertujuan untuk memetakan corak pemikiran keislaman yang dianut dan diamalkan oleh kaum muslimin di Kalimantan Barat, Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatann kualitatif. Penelitian dilakukan secara lapangan di tiga Kabupaten dan dua di Kotamadya di Kalimantan Barat dengan karakter wilayah yang berbasis Kerajaan Islam dan Pusat Pendidikan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data mengunakan teknik ketekunan pengamatan, triangulasi, dan kecukupan refrensial. Analisis data kualitatif dengan ada tiga langkah, yaitu: reduksi data, display data, dan mengambil kesimpulan dan verifikasi. Penelitian ini bertujuan: 1) secara umum dapat memetakan corak pemikiran Islam yang dominan dipahami, dianut, dan diamalkan di Kalimantann Barat. 2) secara khusus dapat menjadi acuan kebijakan akademik oleh IAIN Pontianak dalam rangka mewujudkan visi dan misinya sebagai wadah kajian Islam dan Budaya Borneo. Penelitian ini menyimpulkan bahwa corak pemikiran Islam di Kalimantan barat adalah tasawwuf thariqah dan pembaharuan dengan sanad yang jelas berasal dari Arab, Jawa dan Madura peninggalan berupa teks (manuskrip) dan konteks (budaya dan bentuk bangunan tempat ibadah), gerakan mereka dapat ditemukan dalam bentuk majelis dan lembaga pendidikan madrasah dan pesantren.
Kata Kunci: Pemikiran Islam, Studi Pemikiran Tokoh
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Banyak teori yang menjelaskan tentang asal muasal datangnya Islam pertama kali ke
Indonesia. Macam-macam teori-teori tersebut di antaranya: pertama, teori gujarat, adalah teori
masuknya Islam ke Indonesia yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan J.
Pijnapel. Dalam teori ini disebutkan bahwa Islam di Indonesia sebetulnya berasal dari Gujarat,
1Penulis adalah dosen pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, pengampu matakuliah Tafsir dan
Ilmu Tafsir al-Qur’an.
1
CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO
(Studi Pemikiran Tokoh Muslim Kalimantan Barat Tahun 1990-2017)
Oleh: Dr. Syarif, MA.1
Abstrak
Judul penelitian ini adalah Corak Pemikiran Islam Borneo (Studi Pemikiran Ke-Islam-an Tokoh Muslim Kalimantan Barat Tahun 1990-2017). Peneitian ini bertujuan untuk memetakan corak pemikiran keislaman yang dianut dan diamalkan oleh kaum muslimin di Kalimantan Barat, Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatann kualitatif. Penelitian dilakukan secara lapangan di tiga Kabupaten dan dua di Kotamadya di Kalimantan Barat dengan karakter wilayah yang berbasis Kerajaan Islam dan Pusat Pendidikan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data mengunakan teknik ketekunan pengamatan, triangulasi, dan kecukupan refrensial. Analisis data kualitatif dengan ada tiga langkah, yaitu: reduksi data, display data, dan mengambil kesimpulan dan verifikasi. Penelitian ini bertujuan: 1) secara umum dapat memetakan corak pemikiran Islam yang dominan dipahami, dianut, dan diamalkan di Kalimantann Barat. 2) secara khusus dapat menjadi acuan kebijakan akademik oleh IAIN Pontianak dalam rangka mewujudkan visi dan misinya sebagai wadah kajian Islam dan Budaya Borneo. Penelitian ini menyimpulkan bahwa corak pemikiran Islam di Kalimantan barat adalah tasawwuf thariqah dan pembaharuan dengan sanad yang jelas berasal dari Arab, Jawa dan Madura peninggalan berupa teks (manuskrip) dan konteks (budaya dan bentuk bangunan tempat ibadah), gerakan mereka dapat ditemukan dalam bentuk majelis dan lembaga pendidikan madrasah dan pesantren.
Kata Kunci: Pemikiran Islam, Studi Pemikiran Tokoh
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Banyak teori yang menjelaskan tentang asal muasal datangnya Islam pertama kali ke
Indonesia. Macam-macam teori-teori tersebut di antaranya: pertama, teori gujarat, adalah teori
masuknya Islam ke Indonesia yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan J.
Pijnapel. Dalam teori ini disebutkan bahwa Islam di Indonesia sebetulnya berasal dari Gujarat,
1Penulis adalah dosen pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, pengampu matakuliah Tafsir dan
Ilmu Tafsir al-Qur’an.
2
India dan mulai masuk sejak abad ke 8 Masehi. Islam masuk ke Indonesia melalui wilayah-
wilayah di anak benua India, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Seperti diketahui bahwa
Bangsa Indonesia pada masa itu memang telah menjalin hubungan dagang dengan India melalui
saluran Indonesia-Cambay.
Kedua, teori Persia, adalah teori masuknya Islam ke Indonesia yang dikemukakan oleh
Hoessein Djajadiningrat. Dalam teori ini dikemukakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia
adalah Islam yang berasal dari Persia (Iran). Islam diyakini dibawa oleh para perdagang Persia
mulai pada abad ke 12. Kemudain yang ketiga, teori Arabia. Berdasarkan teori Arab, masuknya
Islam ke Indonesia diyakini berasal dari Arab, yaitu Makkah dan Madinah pada abad perama
Hijriah atau abad ke 7 Masehi. Ini seperti yang peneliti kemukakan di atas.
Pendapat ini didasarkan pada adanya bukti perkampungan Islam di Pantai Barus,
Sumatera Barat yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Wilayah ini disebut dengan wilayah Ta-
Shih. Ta-Shih adalah sebutan orang-orang China untuk orang Arab. Bukti ini terdapat dalam
dokumen dari Cina yang ditulis oleh Chu Fan Chi yang mengutip catatan seorang ahli geografi,
Chou Ku-Fei. Dia mengatakan adanya pelayaran dari wilayah Ta-Shih yang berjarak 5 hari
perjalanan ke Jawa.
Kemudian muncullah tokoh yang terkenal dengan penyebaran agama Islam di tanah
Indonesia yang lebih dikenal ‘wali songo’, Sembilan wali. Mereka adalah para ulama dan tokoh
yang berdakwah di indonesia, yang paling di kenal sejarah hingga sekarang adalah para Wali
songo tadi, yang berusaha melakukan islamisasi budaya nusantara yang pada masa itu masih
bercorak Hindu-Budha. Dampak dari penyebaran Islam itu sampailah ke Kalimantan Barat yang
diyakini bermula dari penyebaran pertama kali dari Sambas hingga menyeluruh ke seluruh
penjuru Kalimantan Barat. Selanjutnya dalam penelitian ini akan membahas bagaimana corak
pemikiran Islam Borneo. Banyaknya kerajaan Islam di Kalimantan Barat semakin mempertegas
bahwa sumbangsih Kalimantan Barat dalam menyebarkan Islam sangat besar. Terlebih lagi
banyak para ulama dan tokoh agama Islam yang bermunculan di Kalimantan Barat. Para tokoh
dan karya-karya mereka semakin memperkuat eksistensi mereka dalam menyebarkan agama
Islam.
Sedikit mengungkap dan memandu terkaan awal corak pemikiran Islam di Kalimantan
Barat, peneliti kemukakan varian umum pemikiran keislamn seperti eksoteris dan esoteris. Kalau
melirik model dakwah untuk Islamisasi nusantara ini misalnya, di antaranya yang sangat
3
dominan, adalah lewat kanal sufistik sebagai modelnya. Model ini adalah model yang
memandang objek dakwah bukan perilaku syari’at (eksoteris)-nya semata yang diutamakan.
Sebab jika modal eksoteris yang menjadi bidikan utama dan pertama maka akan sangat keras
benturannya, mengingat umat yang didatangi di nusantara ini telah mapan dalam beragama
dengan tatanan ritualnya.2
Variasi teori-teori masuknya Islam ke nusantara yang juga sampai ke kalimatan Barat
seperti dipaparkan di atas, memnacing penulis untuk menambah terkaan bahwa terdapat varian
corak pemikiran Keislaman di Kalimantan Barat. Di samping itu terdapat fakta bahwa memang
telah ada varian corak pemikiran keislaman di Kalimantan barat. Fakta yang peneliti maksud
adalah seperti telah adanya karya-karya tertulis pemikiran sufistik, fiqh, dan lain. Namun tentu
untuk mengngkap fakta lebih dalam dan lebih luas tentang corak pemikiran tersebut, hemat
peneliti tidak cukup hanya dengan indicator karya-karya tertulis. Tetapi diperlukan penelitian
terhadap para tokoh muslim di mana pengetahuan mereka belum atau tidak tertulis dalam karya
ilmiah. Survey permulaan yang peneliti lakukan ditemukan pelaku-palaku majlis-majlis
keagamaan yang terkait dengan corak pemikiran. Misalnya ditemukan kelompok-kelompok
kajian tauhid, majlis-majlis thariqat, dan bantuk-bentuk kajian yang lain.
Kemudian Geliat wacana ‘Islam Nusantara’ yang saat ini didengungkan semakin
menumbuhkan semangat peneliti untuk meneliti bentuk atau corak pemikiran ulama dan tokoh
agama Islam yang bermunculan tadi. Megapa? Karena geliat wacana pemikiran “Islam
Nusantara” ini dimunculkan secara massif dan structural oleh Nahdhatul Ulama, terutama pasca
muktamahnya di Jombang tahun 2015. Sedangkan di Kalimantan Barat tokoh-tokoh muslim
kebanyakan dari kalangan nahdhiyyin. Terbukti misalnya di Kalimantan Barat banyak terdapat
pesantren, yang notabeni pengasuh atau ulamanya adalah kalangan Nahdhiyyin.
B. CORAK PEMIKIRAN ISLAM 1. Corak Pemikiran Islam Klasik
2Dalam banyak teori kedatangan Islam ke nusantara, Azyumardi Azra menampilkan teori sufi sebagai teori yang lebih
masuk akal dalam melihat perkembanga Islam nuantara. Sambil mengutip A.H. Johns, Azara mengemukakan tentang kemampuan para sufi yang atraktif dalam menyebarkan Islam yaitu di antaranya dengan metode penekanan kesesuaian Islam dengan agama yang telah ada sebelumnya ketimbang perubahan dalam kepercayaan dan peraktek keagamaan lokal. Azyumardi Azra, Jeringan Ualama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung, Mizan, cet. IV, 1998), hal. 34-36.
3
dominan, adalah lewat kanal sufistik sebagai modelnya. Model ini adalah model yang
memandang objek dakwah bukan perilaku syari’at (eksoteris)-nya semata yang diutamakan.
Sebab jika modal eksoteris yang menjadi bidikan utama dan pertama maka akan sangat keras
benturannya, mengingat umat yang didatangi di nusantara ini telah mapan dalam beragama
dengan tatanan ritualnya.2
Variasi teori-teori masuknya Islam ke nusantara yang juga sampai ke kalimatan Barat
seperti dipaparkan di atas, memnacing penulis untuk menambah terkaan bahwa terdapat varian
corak pemikiran Keislaman di Kalimantan Barat. Di samping itu terdapat fakta bahwa memang
telah ada varian corak pemikiran keislaman di Kalimantan barat. Fakta yang peneliti maksud
adalah seperti telah adanya karya-karya tertulis pemikiran sufistik, fiqh, dan lain. Namun tentu
untuk mengngkap fakta lebih dalam dan lebih luas tentang corak pemikiran tersebut, hemat
peneliti tidak cukup hanya dengan indicator karya-karya tertulis. Tetapi diperlukan penelitian
terhadap para tokoh muslim di mana pengetahuan mereka belum atau tidak tertulis dalam karya
ilmiah. Survey permulaan yang peneliti lakukan ditemukan pelaku-palaku majlis-majlis
keagamaan yang terkait dengan corak pemikiran. Misalnya ditemukan kelompok-kelompok
kajian tauhid, majlis-majlis thariqat, dan bantuk-bentuk kajian yang lain.
Kemudian Geliat wacana ‘Islam Nusantara’ yang saat ini didengungkan semakin
menumbuhkan semangat peneliti untuk meneliti bentuk atau corak pemikiran ulama dan tokoh
agama Islam yang bermunculan tadi. Megapa? Karena geliat wacana pemikiran “Islam
Nusantara” ini dimunculkan secara massif dan structural oleh Nahdhatul Ulama, terutama pasca
muktamahnya di Jombang tahun 2015. Sedangkan di Kalimantan Barat tokoh-tokoh muslim
kebanyakan dari kalangan nahdhiyyin. Terbukti misalnya di Kalimantan Barat banyak terdapat
pesantren, yang notabeni pengasuh atau ulamanya adalah kalangan Nahdhiyyin.
B. CORAK PEMIKIRAN ISLAM 1. Corak Pemikiran Islam Klasik
2Dalam banyak teori kedatangan Islam ke nusantara, Azyumardi Azra menampilkan teori sufi sebagai teori yang lebih
masuk akal dalam melihat perkembanga Islam nuantara. Sambil mengutip A.H. Johns, Azara mengemukakan tentang kemampuan para sufi yang atraktif dalam menyebarkan Islam yaitu di antaranya dengan metode penekanan kesesuaian Islam dengan agama yang telah ada sebelumnya ketimbang perubahan dalam kepercayaan dan peraktek keagamaan lokal. Azyumardi Azra, Jeringan Ualama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung, Mizan, cet. IV, 1998), hal. 34-36.
4
Periodisasi pemikiran Islam Periode Klasik3 dapat dibagi ke dalam dua fase, yaitu
fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000); dan fase disintegrasi (1000-
1250). Fase pertama (650-1000) yaitu zaman dimana wilayah Islam mulai meluas melalui
Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan di Persia sampai ke India di Timur. Wilayah
itu berada dalam teritorial khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah
dan kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa inilah berkembang dengan
pesat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang
coraknya bermacam-macam seperti fiqh, filsafat, sufisme dan termasuk teologi.4
Dari periode ini ulama–ulama fiqh yang mucul seperti Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Syafii. Sementara dalam bidang teologi ulama-ulama yang lahir adalah
Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, Washil Bin Atho’ Abu Huzail, Al-Nizam dan Al-
Jubai. Fase kedua (1000-1250) adalah persatuan dan kesatuan umat Islam mulai
mengalami kemunduran. Konflik politik seringkali melanda sehingga hancurnya
imperium Islam yang menyebabkan Baghdad berhasil dikuasasi oleh Hulaghu Khan di
tahun 1258.5
Terjadinya gelombang ekspansi pertama, semenanjung Arab, Palestina, Suria, Irak,
Persia dan Mesir sudah masuk dalam wilayah kekuasaan Islam. Pada 661 M, Mu’awiyah
membangun dinasti Bani Umayah dan dimulailah gelombang ekspansi yang kedua.
Perluasan kekuasaan yang sudah dimulai sejak zaman Umar dilanjutkan kembali setelah
beberapa lama banyak mengurusi masalah internal. Namun konflik internal kembali
terjadi di lingkungan dinasti yang menyebabkan kekuasaan Bani Umayah hanya
berlangsung selama kurang lebih 90 tahun (661 M – 750 M) dan kemudian diambil alih
oleh Bani ‘Abbasiyah. Bani Abbasiyah (750 M – 1258 M) diwarisi kekuasaan yang
cukup luas, meliputi Spanyol, Afrika Utara, Suriah, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian
dari Asia Kecil, Persia, Afganistan dan sebagian wilayah Asia Tengah. Di beberapa
wilayah kekuasaan itu merupakan pusat kebudayaan besar seperti Yunani, Suryani, Persia
3 Tulisan periodesasi pemikiran Islam yang didalamnya ditemukan corak pemikiran Islam ini, sebagian atau keseluruhan
dikutip dari http://www.rangkumanmakalah.com/ 4Yunasril Ali, Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 36. 5Yunasril Ali, Perkembangan...,hlm. 37.
5
dan India. Karenanya beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan
pada pengembangan pengetahuan.6
Semangat agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, terekspresi pada masa
kekuasaan Bani ‘Abbasiyah, khususnya pada waktu khalifah al-Ma’mun (berkuasa sejak
813-833 M). Penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasa Arab terjadi secara
besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat hijriyah. Perpustakaan
besar Bait al-Hikmah didirikan oleh khalifah al-Ma’mun (813-833) di Baghdad yang
kemudian menjadi pusat penerjemahan dan intelektual.7
Menurut Fazlur Rahman, yang disebut filsafat Islam dalam hubungannya dengan
filsafat Yunani harus dilihat dalam konteks hubungan “bentuk-materi.” Jadi filsafat Islam
sebenarnya adalah filsafat Yunani secara material namun diaktualkan dalam bentuk
sistem yang bermerk Islam. Sehingga dengan demikian tidaklah mungkin untuk
mengatakan bahwa filsafat Islam hanya merupakan carbon copy dari filsafat Yunani atau
Helenisme. Elaborasi karya klasik dengan dialektika dogma dan stigma masyarakat,
melahirkan karya mutakhir pada zamannya yang bercorak Islam.8
Gairah penggalian terhadap ilmu pengetahuan telah mendorong para ilmuan Islam
untuk dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru seperti; di bidang kedokteran
(Muhammad Ibn Zakariyyah Ar-Razi: Kitab Al-Judari wal Hashbah: buku tentang cacar
dan campak. Abu Ali Al-Husain Ubn Zina: Al-Qahun Fi-ith-Thiha : Pedoman ilmu
Kedokteran), Farmasi (Abdullah bin Ahmad Ibn Baytar: Jami’ Fi adwiyat al-Mufradah:
Bahn lengkap tentang ramuan obat sederhana) Astronomi ( Abu Rasyihan al-Biruni:
Maqolid Ilm Al-Hay’ah: Kunci ilmu bintang-bintang) Pertanian (Abi Zakariyya Ibn
Awwam: Kitab Al Filahah: Biku Ilmu pertanian) Ilmu Hewan (Syaraf Az-Zaman Al
Mawazi: Thabay Al Hayawan: Ilmu tentang tabiat binatang. Lahirnya cendekiawan dan
ilmuan muslim mencitrakan Islam menjadi referensi peradaban pada masanya.9
2. Corak Pemikiran Islam Abad Pertengahan
6Yunasril Ali, Perkembangan...., hlm. 38. 7Yunasril Ali, Perkembangan...., hlm. 38. 8Fazlur Rahman, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Traditional, terj. Ahsin
Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 76. 9Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 2002), hlm. 93.
5
dan India. Karenanya beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan
pada pengembangan pengetahuan.6
Semangat agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, terekspresi pada masa
kekuasaan Bani ‘Abbasiyah, khususnya pada waktu khalifah al-Ma’mun (berkuasa sejak
813-833 M). Penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasa Arab terjadi secara
besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat hijriyah. Perpustakaan
besar Bait al-Hikmah didirikan oleh khalifah al-Ma’mun (813-833) di Baghdad yang
kemudian menjadi pusat penerjemahan dan intelektual.7
Menurut Fazlur Rahman, yang disebut filsafat Islam dalam hubungannya dengan
filsafat Yunani harus dilihat dalam konteks hubungan “bentuk-materi.” Jadi filsafat Islam
sebenarnya adalah filsafat Yunani secara material namun diaktualkan dalam bentuk
sistem yang bermerk Islam. Sehingga dengan demikian tidaklah mungkin untuk
mengatakan bahwa filsafat Islam hanya merupakan carbon copy dari filsafat Yunani atau
Helenisme. Elaborasi karya klasik dengan dialektika dogma dan stigma masyarakat,
melahirkan karya mutakhir pada zamannya yang bercorak Islam.8
Gairah penggalian terhadap ilmu pengetahuan telah mendorong para ilmuan Islam
untuk dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru seperti; di bidang kedokteran
(Muhammad Ibn Zakariyyah Ar-Razi: Kitab Al-Judari wal Hashbah: buku tentang cacar
dan campak. Abu Ali Al-Husain Ubn Zina: Al-Qahun Fi-ith-Thiha : Pedoman ilmu
Kedokteran), Farmasi (Abdullah bin Ahmad Ibn Baytar: Jami’ Fi adwiyat al-Mufradah:
Bahn lengkap tentang ramuan obat sederhana) Astronomi ( Abu Rasyihan al-Biruni:
Maqolid Ilm Al-Hay’ah: Kunci ilmu bintang-bintang) Pertanian (Abi Zakariyya Ibn
Awwam: Kitab Al Filahah: Biku Ilmu pertanian) Ilmu Hewan (Syaraf Az-Zaman Al
Mawazi: Thabay Al Hayawan: Ilmu tentang tabiat binatang. Lahirnya cendekiawan dan
ilmuan muslim mencitrakan Islam menjadi referensi peradaban pada masanya.9
2. Corak Pemikiran Islam Abad Pertengahan
6Yunasril Ali, Perkembangan...., hlm. 38. 7Yunasril Ali, Perkembangan...., hlm. 38. 8Fazlur Rahman, Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Traditional, terj. Ahsin
Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 76. 9Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 2002), hlm. 93.
6
Pada periode pertengahan juga di bagi dua.10 Periode pertengahan I (1250-1500)
adalah fase kemunduran. Pada fase ini ‘benih’ perpecahan dan disintegrasi antara umat
Islam mengalami eskalasi. Konflik antara Sunni dan Syai’ah semakin menajam. Di sisi
lain secara geografis dunia Islam mengalami perpecahan menjadi nation-state kecil akibat
kuatnya disintegrasi. Secara umum teritori Islam terbagi dua yaitu bagian Arab yang
terdiri dari Arabia, Suria, Iraq, Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai
pusatnya. Kedua yaitu bagian Persia yang terdiri dari atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan
Asia Tengah dengan Iran sebagai pusat.11
Fase II adalah Fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman
kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). Tiga kerajaan besar itu
adalah kerajaan Turki Utsmani (Ottoman Empire) yang berpusat di Turki, kerajaan
Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ini masing-masing
kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing khususnya di bidang literatur dan seni
arsitektur. Namun, bila dibandingkan dengan kemajuan di era klasik, kemajuan di era ini
sungguh jauh. Karena pada era pertengahan ini perhatian umat Islam terhadap ilmu
pengetahuan masih merosot tajam atau masih sangat rendah.12
Periode ini biasanya dikenal dengan zaman kebekuan atau kejumudan. Kata jumud
mengandung arti keadaan membeku, statis, tiada perubahan. Keadaan seperti ini melanda
umat Islam sejak akhir abad 13 hingga memasuki abad 18 M. Pemikiran rasional yang
dulu mendapat tempat yang proporsional digantikan dengan pemikiran tradisional.
Adanya pengingkaran terhadap potensi manusia. Kemandekan dan kejumudan pemikiran
keagamaan terjadi, banyak mempersepsikan, sebagai akibat polemik akademik antara
ulama rasionalis dan ulama tradisionalis, yang tampaknya ‘dimenangkan’ oleh ulama
tradisionalis. Banyak referensi mencatat bahwa hal demikian terjadi setelah Al-Ghazali
(1058-1111 M) mengugat dan mempertanyakan kaum filosof dalam bukunya Tahafut al-
Falasifa (Kerancuan atas Para Filosof).13
Ibnu Rusyd membidas balik kritik Al-Ghazali, dan mencoba mensucikan filsafat.
Beliau diakui sebagai murid Aristoteles termurni di antara para filosof muslim.
10Tulisan periodesasi pemikiran Islam yang didalamnya ditemukan corak pemikiran Islam ini, sebagian atau keseluruhan dikutip dari http://www.rangkumanmakalah.com/
11Yunasril Ali, Perkembangan...., hlm. 43. 12Yunasril Ali, Perkembangan...., hlm. 44. 13Yunasril Ali, Perkembangan...., hlm. 45.
7
Kontribusi utamanya Ibnu Rusyd terhadap filsafat Islam adalah, pertama, tesisnya tentang
ragam jalur untuk mencapai kebenaran yang sama. Semua jalur yang dipakai sama-sama
bisa diterima, dan didasarkan pada teori makna (the theory of meaning) yang sangat
rasional dan kaya pemikiran. Kedua, Ibnu Rusyd berusaha memadukan antara filsafat dan
agama setelah Al-Kindi , filosof pertama yang memadukan keduanya. Bahkan dia
berpendapat bahwa agama Islam secara inherent adalah agama yang filosofis karena
agama mewajibkan kita berfilsafat. Kedua filosof muslim di atas berserta filosof lainnya
membalikkan pandangan Al-Ghazali yang mengatakan bahwa agama dan filsafat
bertentangan.14
Hasan Hanafi menyatakan, sebagaimana yang dikutip A. Khudori Soleh, bahwa
penyebab kejumudan dan kebekuan pemikiran keagamaan adalah (1) Eksklusifisme.
Karena adanya pentokohan, bahkan pensakralan individu, sikap tradisionalistik
menggiring terbentuknya sikap-sikap eksklusif yang hanya menghargai dan mengakui
kebenaran kelompoknya sendiri dan menolak keberadaan fihak lain. (2) Subjektifisme.
Sebagai akibat lanjut dari eksklusifisme, orang-orang kelompok ini menjadi kehilangan
sikap objektifitas dalam menilai sebuah persoalan. Benar dan salah tidak lagi didasarkan
atas persoalannya melainkan lebih pada asalnya, dari dan oleh kelompok mana atau tokoh
siapa. (3) Determinisme. Sebagai akibat lebih lanjut dari dua konsekuensi diatas, dimana
masyarakat telah tersubordinasi dan terkurung dalam satu warna, mereka menjadi
terbiasa menerima “sabda” sang panutan dan menganggapnya sebagai sebuah
keniscayaan tanpa ada keinginan untuk merubah apalagi menolak.15
3. Corak Pemikiran Islam
Corak pemikiran Islam di dunia pada masa modern ini setidaknya dapat dilihat
dalam tiga bentuk, yaitu: Corak Pemikiran Islam dalam Bidang Teologi, Filsafat,dan
Politik, sebagaimana dalam penjelasan berikut:
a. Kajian Bidang Teologi Pemikiran teologi Muhammad Abduh mempunyai dimensi yang sangat luas apalagi
jika dikaji sampai detail-detail masalah dan dibahas dan argumen-argumen yang
14H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 17. 15A. Khudori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003)
7
Kontribusi utamanya Ibnu Rusyd terhadap filsafat Islam adalah, pertama, tesisnya tentang
ragam jalur untuk mencapai kebenaran yang sama. Semua jalur yang dipakai sama-sama
bisa diterima, dan didasarkan pada teori makna (the theory of meaning) yang sangat
rasional dan kaya pemikiran. Kedua, Ibnu Rusyd berusaha memadukan antara filsafat dan
agama setelah Al-Kindi , filosof pertama yang memadukan keduanya. Bahkan dia
berpendapat bahwa agama Islam secara inherent adalah agama yang filosofis karena
agama mewajibkan kita berfilsafat. Kedua filosof muslim di atas berserta filosof lainnya
membalikkan pandangan Al-Ghazali yang mengatakan bahwa agama dan filsafat
bertentangan.14
Hasan Hanafi menyatakan, sebagaimana yang dikutip A. Khudori Soleh, bahwa
penyebab kejumudan dan kebekuan pemikiran keagamaan adalah (1) Eksklusifisme.
Karena adanya pentokohan, bahkan pensakralan individu, sikap tradisionalistik
menggiring terbentuknya sikap-sikap eksklusif yang hanya menghargai dan mengakui
kebenaran kelompoknya sendiri dan menolak keberadaan fihak lain. (2) Subjektifisme.
Sebagai akibat lanjut dari eksklusifisme, orang-orang kelompok ini menjadi kehilangan
sikap objektifitas dalam menilai sebuah persoalan. Benar dan salah tidak lagi didasarkan
atas persoalannya melainkan lebih pada asalnya, dari dan oleh kelompok mana atau tokoh
siapa. (3) Determinisme. Sebagai akibat lebih lanjut dari dua konsekuensi diatas, dimana
masyarakat telah tersubordinasi dan terkurung dalam satu warna, mereka menjadi
terbiasa menerima “sabda” sang panutan dan menganggapnya sebagai sebuah
keniscayaan tanpa ada keinginan untuk merubah apalagi menolak.15
3. Corak Pemikiran Islam
Corak pemikiran Islam di dunia pada masa modern ini setidaknya dapat dilihat
dalam tiga bentuk, yaitu: Corak Pemikiran Islam dalam Bidang Teologi, Filsafat,dan
Politik, sebagaimana dalam penjelasan berikut:
a. Kajian Bidang Teologi Pemikiran teologi Muhammad Abduh mempunyai dimensi yang sangat luas apalagi
jika dikaji sampai detail-detail masalah dan dibahas dan argumen-argumen yang
14H.M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 17. 15A. Khudori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003)
8
diajukan. Pemikiran Abduh sudah banyak yang ditulis ada yang sifanya pengenalan,
pembahasan secara sederhana dan ada pula yang cukup mendalam. Istilah yang
digunakan oleh Abduh dalam teoliginya adalah ilmu tauhid yang menurutnya adalah
suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib pada-Nya, sifat-
sifat yang jaiz dan yang muhal. Disamping itu juga membahas para Rasul Allah,
bagaimana meyakinkan kerasulan, meyakinkan apa yang wajib bagi mereka apa yang
boleh dan apa yang terlarang menghubungkannya.
Kemunculan masalah teologis diangkat pertama kali oleh kaum khawarij. Semula
persoalan teologis ini dimaksudkan sebagai justifikasi terhadap sikap dan gerakan oposisi
mereka. Namun dalam perkembangnnya kemudian justru masalah-masalah yang
dibicarakan kaum khawarij ini mengkristal menjadi problema pemikiran keagaman.16
Masih dalam kaitan masalah yang dipersengketakan oleh dua kelompok di atas,
muncullah golongan Mu’tazilah yang dipelopori oleh Washil bin Atha. Mu’tazilah ini
menurut Abduh merupakan aliran yang terlalu mencampuradukkan agama dengan
pengetahuan luar, sehingga dalam sisi tertentu mereka telah keluar dari kelompok salaf.
Jadi kritik Aabduh kiranya tertuju pada pemikiran keagamaan Mu’tazilah yang terlalu
berkembang bebas.
Pokok yang mendasari pemikiran pembaharuan Muhammad Abduh sangat berkaitan
dengan corak teologi yang dianutnya. Para penulis terdahulu berbeda pendapat dala
menlai corak teologi mana yang dianut oleh Muhammad Abduh. Penilitian terakhir yang
dilakukan oleh Harun Nasution, menunjukkan bahwa teologi Muhammad Abduh
bercorak rasional, dekat dengan teologi Mu’tazilah yang mempercayai hukum alam.
Kecenderungan Muhammad Abduh kepada teologi Mu’tazilah dapat dilihat dalam buku
karangannya yang berjudul Hasyiah ‘Ala Syarh al-Aqaid al-Dawani li al-Adudiyah yang
diterbitkan oleh Al-Matba’ah al-Khairiyah di Kairo tahun 1905.
Dengan teologi rasional itulah ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh mempunyai
ruang gerak yang lebih luas, dibawah sikap rasional dan paham kebebasan manusia ide
pembaharuannya bercorak dinamis, dan mempunyai arti penting bagi kemajuan umat
Islam pada zaman modern. Dengan kata lain, gagasan utama pembaharuannya berangkat
dari asumsi dasar bahwa semangat rasional harus mewarnahi sikap fikir mayarakat dalam
16Ahmad Amir Aziz, , Pembaharuan Teologi, (Yogjakarta: Teras, 2009), hlm. 30.
9
memahami ajaran Islam. Jika semangat ini ditumbuhkan, kecenderngan taklid dan
menutup pintu ijtihad dapat dikikis.17
b. Kajian Bidang Filsafat Islam adalah pewaris warisan Filosofikal dari dunia Mediteranian dan anak benua
India. Ia mengalih bentuk warisan ini dalam pandangan dunia Islam dan sesuai dengan
semangat dan simbol tertulis Al-Qur’an, dan melahirkan serangkaian besar madzhab-
madzhab intelektual dan filosofikal. Tradisi ini melahirkan intelektual-intelektual besar
semisal, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Ghazali dan sebagainya yang beberapa
diantaranya dikenal di barat dan beberapa yang lain baru sekarang dikenal di luar dunia
Islam.
Sewaktu dunia Islam untuk pertama kalinya bertemu Barat pada abad ke-19 M di
negeri-negrei seperti Mesir, Persia, Turki dan anak benua India, tradisi intelektual yang
ada di setiap kawasan menampakkan reaksi sesuai dengan kondisi-kondisi lokal tetapi
dalam konteks umum tradisi intelektual universal Islam. Pengaruh filsafat barat disetiap
kawasan dunia Islam bergantung pada bentuk kolonialisme yang kebetulan mondominasi
di suatu kawasan tertentu. Kalangan modernis di anak benua India misalnya terdominasi
oleh filsafat inggris periode Victorian. Sebaliknya kelompok-kelompok modernis di Iran
yang menaruh minat pada bahasa dan kebudayaan Perancis untuk dapat melepaskan
pengaruh-pengaruh Inggris dan Rusia dari Utara dan Selatan tergila-gila pada Descartes
dan selanjutnya filsafat Cartesian dan juga pada positivism comtian abad ke-19.18
Kebangkitan kembali pemikiran Islam cenderung bernada puritanical yang
mengikuti aliran Wahabi-Salafi periode awal atau dengan sufisme yang juga menjadi
sasaran penting kebangkitan kembali selama beberapa tahun di Mesir. Di Lebanon,
Fokus kegiatan filosofikal yang lebih modern daripada Syiria dan Mesir. Lebanon
berusaha memainkan jembatan antara Barat dan dunia Islam. Sepanjang dekade terakhir
ini ada cendekiawan-cendekiawan Lebanon baik muslim maupun Kristen seperti Umar
Farrukh, Hasan Sha’b, Kamal al-Yaziji, dan lain-lain, yang berkepedulian dengan
pengkajian atas filsafat Islam. Di Irak, Irak telah menghasilkan aneka sarjana terkenal
yang mengawinkan kedua jenis disiplin itu, yang Islami dan bercorak Eropa. Sarjana-
17Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 102-103. 18Seyyed Hossen Nasr, Islam Tradisi: Di Tengah Kancah Dunia Moderen (t.tp.: tp., tt.), hlm. 196-187.
9
memahami ajaran Islam. Jika semangat ini ditumbuhkan, kecenderngan taklid dan
menutup pintu ijtihad dapat dikikis.17
b. Kajian Bidang Filsafat Islam adalah pewaris warisan Filosofikal dari dunia Mediteranian dan anak benua
India. Ia mengalih bentuk warisan ini dalam pandangan dunia Islam dan sesuai dengan
semangat dan simbol tertulis Al-Qur’an, dan melahirkan serangkaian besar madzhab-
madzhab intelektual dan filosofikal. Tradisi ini melahirkan intelektual-intelektual besar
semisal, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Ghazali dan sebagainya yang beberapa
diantaranya dikenal di barat dan beberapa yang lain baru sekarang dikenal di luar dunia
Islam.
Sewaktu dunia Islam untuk pertama kalinya bertemu Barat pada abad ke-19 M di
negeri-negrei seperti Mesir, Persia, Turki dan anak benua India, tradisi intelektual yang
ada di setiap kawasan menampakkan reaksi sesuai dengan kondisi-kondisi lokal tetapi
dalam konteks umum tradisi intelektual universal Islam. Pengaruh filsafat barat disetiap
kawasan dunia Islam bergantung pada bentuk kolonialisme yang kebetulan mondominasi
di suatu kawasan tertentu. Kalangan modernis di anak benua India misalnya terdominasi
oleh filsafat inggris periode Victorian. Sebaliknya kelompok-kelompok modernis di Iran
yang menaruh minat pada bahasa dan kebudayaan Perancis untuk dapat melepaskan
pengaruh-pengaruh Inggris dan Rusia dari Utara dan Selatan tergila-gila pada Descartes
dan selanjutnya filsafat Cartesian dan juga pada positivism comtian abad ke-19.18
Kebangkitan kembali pemikiran Islam cenderung bernada puritanical yang
mengikuti aliran Wahabi-Salafi periode awal atau dengan sufisme yang juga menjadi
sasaran penting kebangkitan kembali selama beberapa tahun di Mesir. Di Lebanon,
Fokus kegiatan filosofikal yang lebih modern daripada Syiria dan Mesir. Lebanon
berusaha memainkan jembatan antara Barat dan dunia Islam. Sepanjang dekade terakhir
ini ada cendekiawan-cendekiawan Lebanon baik muslim maupun Kristen seperti Umar
Farrukh, Hasan Sha’b, Kamal al-Yaziji, dan lain-lain, yang berkepedulian dengan
pengkajian atas filsafat Islam. Di Irak, Irak telah menghasilkan aneka sarjana terkenal
yang mengawinkan kedua jenis disiplin itu, yang Islami dan bercorak Eropa. Sarjana-
17Ris’an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 102-103. 18Seyyed Hossen Nasr, Islam Tradisi: Di Tengah Kancah Dunia Moderen (t.tp.: tp., tt.), hlm. 196-187.
10
sarjana ini meliputi: Baqir al- Shadr, Kamil al-Syaybi, Husayn Ali Mahfuzh, dan
terutama Muhsin Mahdi yang telah memberikan konstribusi yang berharga pada kajian
atas al-Farabi dan Ibn Khaldun. Ada pula upaya-upaya untuk menelaah filsafat
pendidikan Islam terutama oleh Fadzil al-Jamali.
Di Iran, Filsafat Islam terus berkembang sebagai tradisi yang hidup sesudah apa
yang dikenal dengan Abad Tengah dan terus bertahan sampai dewasa ini. Semenjak akhir
perang Dunia ke-1 filsafat eropa terutama aliran Prancis yang diidentifikasi dengan
tokoh-tokoh seperti Descartes dan lebih belakangan Bergson, berpengaruh di kalangan
kelas-kelas akademis khusunya di universitas-universitas dan akademi-akademi modern.
Diantara tokoh-tokoh tradisional yang paling aktif dalam kebangkitan kembali filsafat
Islam di Iran, orang dapat menyebut Sayyid Abu al-Hassan Qazwini, Sayyid Muhammad
Khazim ‘Ashshar, dan lain-lain.19
c. Kajian Bidang Politik Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 memperlihatkan sosok buram wajah dunia
Islam. Hampir seluruh wilayah berada dalam genggaman penjajah Barat. Dalam internal
umat Islam sendiri, emahaman keagaman mereka yang tidak antisipatif terhadap berbagai
permasalahan membuat merka semakin jauh tertiggal menghadapi Hegemomi barat.
Umat Islam lebih mengandalkan pemahaman ulama-ulama masa lalu daripada
melakukan terobosan-terobosan baru untuk menjawab permaalahn-permasalahan yang
mereka hadapi.
Salah satu pemikir politik Islam masa modern yaitu Muhamma Abduh. Pada ,masa
Abduh dunia Islam menngalami penjajahan dan kolonialisme oleh negara-negara Barat.
Hampir tidak ada wilayah Islam yang terbebas dari penjajahan Barat. Meir ysng
merupakan negara Abduh juga mengalami penjajahn dari Perancis dan Inggris. Karena
itu, Abduh jaga merasa terpannggil untuk menentang kehadiran kolonialisme Barat di
negaranya dan dunia Islam umumnya.
Secara umum, orientasi pemikiran keagamaan pembaruan Islam ditandai oleh
wawasan keagamaan yang menyatakan bahwa Islam merupakan nilai risalah yang
universal yang pasti relevan bagi setiap perkembangan zaman dan tempat (shalih li-kulli
zaman wa makan), mondial (untuk seantero dunia) dan eternal (sampai akhir zaman) dan
19Seyyed Hossen Nasr, Islam Tradisi..., hlm. 196.
11
karenanya harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, pengamalan ini
tidak hanya terbatas pada persoalan ritual-ubudiyah, tetapi juga meliputi semua aspek
kehidupan social kemasyarakatan dan senantiasa akan berkembang seiring dengan
berjalan dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.20
C. CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO: SARANA DAN METODE TRANSFER PEMIKIRAN ISLAM DI KALIMANTAN BARAT
Apabila kita meneliti sejarah para Ulama Nusantara yang ada di Indonesia pada
umumnya dan khususnya yang ada di propinsi Kalimantan Barat, maka akan kita temukan
nama yang sampai saat ini masih harum jasanya, misalnya Haji Ismail Mundu, H.M.
Basyuni Imran, Ngah Dolah, KH. Fathul Bari, dan lain sebagainya. Penghormatan tersebut
diperoleh karena mereka memiliki kepribadian yang mulia dan keilmuan yang tinggi,
khususnya di bidang Agama Islam. Untuk mengenal corak pemikiran Islam di Kalimantan
Barat berdasarkan metode dan sarana dakwahnya, antara lain sebagaimana dalam penjelasan
di bawah ini:
1. Haji Ismail bin Abdul Karim: Tokoh Pemikir Islam di Kubu Raya Mufti Kerajaan Kubu Kalimantan Barat
Tidak dijumpai keterangan yang valid terkait tanggal dan tahun dari kelahiran Haji
Mundu―demikian nama sapaan yang lebih akrab dari nama Haji Ismail bin Abdul
Karim―namun yang sempat dilacak beliau wafat pada tahun 1377 H bertepatan dengan
1957. M di Teluk Pakedai. Beliau dimakamkan di sekitar Masjid Batu atau masjid besar
Nasrullah. Beliau dilahirkan dari kalangan keluarga yang soleh, terlihat dari ayahnya, Syekh
Abdul Karim, adalah keluarga yang sangat taat kepada ajaran Islam.
Boleh dikata, Haji. Ismail Mundu adalah ulama yang sangat berjasa besar dalam
menyebarkan agama Islam di Kalimantan Barat, utamanya di Kubu Raya dan Pontianak.
Sebab, banyak dari murid-murid beliau yang kemudian melanjutkan perjuangan beliau
dalam berdakwah. H. Ismail Mundu memang tidak memiliki Pesantren seperti kiayi-kiayi
yang ada di Jawa, beliau hanya memiliki lembaga pengajian saja. Muridnya tidak menginap
tetap seperti halnya pondok pesantren. Beliau adalah ulama yang berasal dari keturunan raja
Sawito di Sulawesi Selatan. Kerajaan pertama yang berdiri di Sulawesi Selatan pada awal
20Dikutip dari, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
11
karenanya harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, pengamalan ini
tidak hanya terbatas pada persoalan ritual-ubudiyah, tetapi juga meliputi semua aspek
kehidupan social kemasyarakatan dan senantiasa akan berkembang seiring dengan
berjalan dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.20
C. CORAK PEMIKIRAN ISLAM BORNEO: SARANA DAN METODE TRANSFER PEMIKIRAN ISLAM DI KALIMANTAN BARAT
Apabila kita meneliti sejarah para Ulama Nusantara yang ada di Indonesia pada
umumnya dan khususnya yang ada di propinsi Kalimantan Barat, maka akan kita temukan
nama yang sampai saat ini masih harum jasanya, misalnya Haji Ismail Mundu, H.M.
Basyuni Imran, Ngah Dolah, KH. Fathul Bari, dan lain sebagainya. Penghormatan tersebut
diperoleh karena mereka memiliki kepribadian yang mulia dan keilmuan yang tinggi,
khususnya di bidang Agama Islam. Untuk mengenal corak pemikiran Islam di Kalimantan
Barat berdasarkan metode dan sarana dakwahnya, antara lain sebagaimana dalam penjelasan
di bawah ini:
1. Haji Ismail bin Abdul Karim: Tokoh Pemikir Islam di Kubu Raya Mufti Kerajaan Kubu Kalimantan Barat
Tidak dijumpai keterangan yang valid terkait tanggal dan tahun dari kelahiran Haji
Mundu―demikian nama sapaan yang lebih akrab dari nama Haji Ismail bin Abdul
Karim―namun yang sempat dilacak beliau wafat pada tahun 1377 H bertepatan dengan
1957. M di Teluk Pakedai. Beliau dimakamkan di sekitar Masjid Batu atau masjid besar
Nasrullah. Beliau dilahirkan dari kalangan keluarga yang soleh, terlihat dari ayahnya, Syekh
Abdul Karim, adalah keluarga yang sangat taat kepada ajaran Islam.
Boleh dikata, Haji. Ismail Mundu adalah ulama yang sangat berjasa besar dalam
menyebarkan agama Islam di Kalimantan Barat, utamanya di Kubu Raya dan Pontianak.
Sebab, banyak dari murid-murid beliau yang kemudian melanjutkan perjuangan beliau
dalam berdakwah. H. Ismail Mundu memang tidak memiliki Pesantren seperti kiayi-kiayi
yang ada di Jawa, beliau hanya memiliki lembaga pengajian saja. Muridnya tidak menginap
tetap seperti halnya pondok pesantren. Beliau adalah ulama yang berasal dari keturunan raja
Sawito di Sulawesi Selatan. Kerajaan pertama yang berdiri di Sulawesi Selatan pada awal
20Dikutip dari, Muhammad Ma'shum http://bit.ly/gadgets_cheap.
12
abat ke 14 adalah kerajaan “Luwu” yang mana sebelumnya bernama kerajaan “Ussu” yang
diperintah oleh Dinasti Tamanurung Simpuru Siang. pada abad ke XVI dapat dikatakan
sebagai abad penyebaran Agama Islam.
Haji Ismail mundu sebagai ulama yang tersohor dari keturunan raja Sawito di
Sulawesi Selatan. Beliau lahir pada tahun 1287 H yang bertepatan pada tahun 1870 M.
Ayahnya bernama Daeng Abdul Karim alias Daeng Talengka bin Daeng Palewo Arunge
Lamongkona bin Arunge Kaceneng Appalewo bin Arunge Betteng Wajo’ Sulawesi Selatan
dari keturunan Maduk Kalleng. Sementara Ibunya bernama Zahra (Wak Soro) berasal dari
daerah Kakap, Kalimantan barat.
Sebab pada saat itu terkenal salah seorang raja yang giat menyebarkan agama Islam,
beliau adalah Sultan Babullah dari Ternate. Tepatnya pada tahun 1580 beliau berkunjung ke
Makassar dan kemudian membuat suatu perjanjian persahabatan dengan Raja Gowa ke XII
yang bernama I Manggorai Daeng Mameto alias Karaeng Tunijalla. Dalam perjanjian
tersebut, Sultan Babullah menyerahkan pulau Selayar kepada kerajaan Gowa sebagai
imbalan adanya jaminan kebebasan dalam menyiarkan agama Islam.Di Kerajaan Gowa,
Islam menjadi agama resmi sejak masa pemerintahan I Mangarangi Daeng Manrabia, yang
kemudian bergelar Sultan Alauddin. Sebelumnya, Mangku Bumi Malingkang Daeng
Manyanri juga memeluk agama Islam dengan gelar Sultan Abdullah Awalul Islam, beliau
diangkat sebagai mangku bumi kerajaan Gowa, sebab ketika dinobatkan sebagai raja Gowa,
Sultan Alaudin masih berusia 7 (tujuh) tahun.
Dua metode dakwah Haji Ismail Mundu; (1) berdakwah melalui teks dan (2)
berdakwah melalui konteks. Dakwah teks berupa karya-karya produktifnya, semilanya (1)
Risalah Jadwal Nikah, (2) Kitab Mukhtasarul Manan, (3) Tafsir Terjemah Bugis, dan (4)
Majmu’ al-Mirats fi Hukmi al-Faraidh. Sedangkan dakwah konteks yang dimaksud adalah
berdakwah dengan menggunakan ornamen-ornamen simbol keagamaan. Dalam hal ini,
adalah masjid sebagai tempat untuk memuppuk keimanan. Dimana ada masjid disitu ada
orang muslim. Salah satu contohnya seperti pendirian Haji Ismail Mundu, yaitu masjid besar
Batu atau masjid besar Nasrullah.
2. H.M. Basyuni Imran: Tokoh Pemikir Islam dari Sambas Kalimantan Barat Warna Keislaman Kalimantan Barat, khususnya Sambas, lebih dikenal sebagai Islam
dalam warna tarekat di bawah pengaruh kharisma tokoh besar Ahmad Khatib As-Sambasi
13
(lahir, 1803), seorang pemimpin tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yang pengaruhnya
banyak disebut-sebut meliputi Islam di wilayah Asean.21 Sebelumnya pengaruh tasawuf di
Kalimantan Barat telah disemaikan oleh Syaikh Abdul Jalil al-Fatani yang dimakamkan di
daerah Lumbang, Sambas.
Pengaruh kental tasawuf di Kalimantan Barat, di waktu berikutnya mulai tergeser
dengan paham pembaharuan Islam yang justru dipelopori dari tanah kelahiran Ahmad
Khattib, yaitu di Sambas. Gerakan itu diawali oleh sosok dari Maharaja Imam Masjid
Kraton Sambas, yaitu Muhammad Baisuni Imran. M. Baisuni Imran lahir pada tahun 1885
bertepatan dengan saat pembangunan Masjid Kraton Sambas yang dilakukan oleh Sultan
Shafiudin II. Baisuni Imran saat muda sempat belajar ke Timur Tengah (1901-1906) dan
berkenalan dengan pemikiran Jamaludin al-Afgani, Muhammad Abduh dan Rashid Ridho.
Dia termasuk pengagum dari gagasan mereka. Pada tahun 1909, Baisuni Imran belajar ke
Al-Azhar mesir. Menurut Pijper, bahkan Baisuni Imran sempat diajar oleh Rashid Ridho.
Pada tahun 1913, Baisuni Imran dipanggil pulang ke Sambas, karena orang tuanya
sakit keras. Dalam waktu yang bersamaan, Baisuni Imran dipangil dan diangkat oleh Sultan
sebagai Maharaja Imam Masjid Kraton Sambas. Pada tanggal 9 Nopember 1913, sehabis
sholat Jum’at ia dilantik oleh Sultan untuk memegang amanah sebagai Maharaja Imam
tersebut.22
H.M. Basyuni tidak hanya berdakwah melalui pengajian di berbagai tempat, tetapi
juga dibantu dengan dakwa karya produktifnya, yaitu (1) Tarjamah Durus al-Tarikh
Syariat(Terjemah Pelajaran Sejarah Hukum Islam), (2) Bidayah al-Tawhid fi al-Tawhid
(Dasar-dasar ke-Esa-an Allah dalam ilmu Tawhid), (3) Risalah Cahaya Suluh, (4) Zikr al-
Maulid al-Nabawi (Mengingat Kelahiran Nabi), (5) Tazkir (Peringatan), (6) Khulashah
Sirah al-Muhammadiyyah (Ringkasan Sejarah Hidup Muhammad), (7) Nur al-Siraj fi Qissat
al-Isra’ wa al-Mi’raj (Cahaya Pelita Pada Ceritera Isra’ dan Mi’raj), (8) Al-Janaiz (Jenazah),
(9) Irsyad al-Gilman fi Adab Tilawat al-Quran (Petunjuk Praktis untuk Anak tentang Adab
Membaca al-Quran), (10) Durus al-Tawhid (Pelajaran-Pelajaran tentang Tawhid), (11) Daw’
al-Misbah fi Fakh al-Nikah (Cahaya Lampu Untuk Membatalkan Nikah), (12) Al-Nusus wa
21Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,
1999), h. 123. Lihat juga dalam, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014: 207– 234.22Moh Haitami Salim dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat, (Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah
Keagamaan RI, 2011), h. 109-132.
13
(lahir, 1803), seorang pemimpin tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yang pengaruhnya
banyak disebut-sebut meliputi Islam di wilayah Asean.21 Sebelumnya pengaruh tasawuf di
Kalimantan Barat telah disemaikan oleh Syaikh Abdul Jalil al-Fatani yang dimakamkan di
daerah Lumbang, Sambas.
Pengaruh kental tasawuf di Kalimantan Barat, di waktu berikutnya mulai tergeser
dengan paham pembaharuan Islam yang justru dipelopori dari tanah kelahiran Ahmad
Khattib, yaitu di Sambas. Gerakan itu diawali oleh sosok dari Maharaja Imam Masjid
Kraton Sambas, yaitu Muhammad Baisuni Imran. M. Baisuni Imran lahir pada tahun 1885
bertepatan dengan saat pembangunan Masjid Kraton Sambas yang dilakukan oleh Sultan
Shafiudin II. Baisuni Imran saat muda sempat belajar ke Timur Tengah (1901-1906) dan
berkenalan dengan pemikiran Jamaludin al-Afgani, Muhammad Abduh dan Rashid Ridho.
Dia termasuk pengagum dari gagasan mereka. Pada tahun 1909, Baisuni Imran belajar ke
Al-Azhar mesir. Menurut Pijper, bahkan Baisuni Imran sempat diajar oleh Rashid Ridho.
Pada tahun 1913, Baisuni Imran dipanggil pulang ke Sambas, karena orang tuanya
sakit keras. Dalam waktu yang bersamaan, Baisuni Imran dipangil dan diangkat oleh Sultan
sebagai Maharaja Imam Masjid Kraton Sambas. Pada tanggal 9 Nopember 1913, sehabis
sholat Jum’at ia dilantik oleh Sultan untuk memegang amanah sebagai Maharaja Imam
tersebut.22
H.M. Basyuni tidak hanya berdakwah melalui pengajian di berbagai tempat, tetapi
juga dibantu dengan dakwa karya produktifnya, yaitu (1) Tarjamah Durus al-Tarikh
Syariat(Terjemah Pelajaran Sejarah Hukum Islam), (2) Bidayah al-Tawhid fi al-Tawhid
(Dasar-dasar ke-Esa-an Allah dalam ilmu Tawhid), (3) Risalah Cahaya Suluh, (4) Zikr al-
Maulid al-Nabawi (Mengingat Kelahiran Nabi), (5) Tazkir (Peringatan), (6) Khulashah
Sirah al-Muhammadiyyah (Ringkasan Sejarah Hidup Muhammad), (7) Nur al-Siraj fi Qissat
al-Isra’ wa al-Mi’raj (Cahaya Pelita Pada Ceritera Isra’ dan Mi’raj), (8) Al-Janaiz (Jenazah),
(9) Irsyad al-Gilman fi Adab Tilawat al-Quran (Petunjuk Praktis untuk Anak tentang Adab
Membaca al-Quran), (10) Durus al-Tawhid (Pelajaran-Pelajaran tentang Tawhid), (11) Daw’
al-Misbah fi Fakh al-Nikah (Cahaya Lampu Untuk Membatalkan Nikah), (12) Al-Nusus wa
21Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,
1999), h. 123. Lihat juga dalam, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, 2014: 207– 234.22Moh Haitami Salim dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat, (Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah
Keagamaan RI, 2011), h. 109-132.
14
al-Barahin ‘ala Iqamat al-Jum’ah bimad al-Arba’in (beberapa Dalil dan Argumentasi dalam
Melaksanakan Shalat Jumat yang kurang dari Empat Puluh Orang), (13) Husn al-Jawab ‘an
Isbat al-Ahlillah bi al-Hisab (Molek jawaban tentang Menetapkan Awal Bulan Dengan
Hitungan), (14) Manhal al-Gharibin fi Iqamat al-Jumu’ah bi dun al-‘Arba’in (Pendapat
orang yang Asing Tentang Melaksanakan Shalat Jumat Kurang Dari Empat Puluh Orang),
dan yang terakhir karnya diberi judul (15) Al-Tazkirat Badi’ah fi Ahkam al-Jum’ah
(Peringatan Bagi yang Mengada-ada dalam Hukum Shalat Jumat).
3. Ngah Dolah: Tokoh Pemikir Islam dari Kota Singkawang Kalimantan Barat Datok Ngah Dullah atau Ngah Dolah asli keturunan melayu, beliau adalah salah satu
ulama yang berasal dari Singkawang, hanya saja beliau tidak terkenal, bahkan umat Islam
Kalimantan Barat pun banyak yang tidak mengenal beliau. Datok Ngah Dullah bernama asli
Abdullah. Beliau lahir di daerah Semelagi Kecil Singkawang pada tahun 1901 dan beliau
wafat pada tahun 1964, sehingga beliau wafat tepat pada usia 63 tahun sama seperti
umurnya Baginda Rasul SAW. Dalam tradisi melayu, anak pertama disebut Along, anak
kedua Angah, anak ketiga Ude, keempat Acik, dan kelima Aning. Datok Ngah Dolah
kebetulan adalah anak yang kedua, sehingga selalu dipanggil Ngah Dolah bhkan lebih
populer dengan sebutan ini.
Bagi masyarakat muslim Singkawang, terutama daerah Semelagi sudah tidak asing
lagi nama beliau. Beliau adalah guru agama bagi mereka. Ngah Dolah memiliki empat orang
anak, dua putra dan dua lainnya adalah putri. Tapi sangat disayangkan, saat Ngah Dolah
wafat, anak-anaknya ini masih kecil-kecil semua sehingga tidak ada yang bisa melanjutkan
perjuangan orang tuanya. Hal sebagaimana dijelaskan oleh cicitnya, Ustadz Ihsan, “Saat
Ngah Dolah wafat, anak-anaknya masih kecil-kecil semua, sehingga tiak dapat melanjutkan
perjuangan dakwah orang tuanya”.23 Bahkan, setelah wafat rumah yang biasa dijadikan
tempat belajar dan mengajar ditinggalkan oleh ahli warisnya. Sehigga kelanjutan dakwah
beliau benar-benar telah tiada. Menurut Ihsan,”Setelah wafatnya Ngah Dolah, keluarga
meninggalkan daerah tersebut, pindah ke lokasi yang strategis dan dekat dengan kota.
Sehingga rumah tempat Ngah Dolah dulu mengadakan proses belajar dan mengajar sekarang
sudah menjadi hutan”. Jelasnya.
23Wawancara degan cicit Ngah Dolah Ustadz Ihsan Nurmansyah. Pada tanggal 20-11-2017.
15
Ada dua karya beliau yang disimpan di rumah kediaman putrinya Hj. Mahpujah
Setapuk Besar Hulu, Singkawang Utara. Dalam perpustakaan pribadinya, ada satu karya
tulis Ngah Dolah, yang tertulis judul buku di kulitnya adalah “Catatan Pribadi Datok Ngah
Dolah”. Di rumah Anaknya ini masih ada tulisan tangan asli Datok Ngah Dolah dan ada juga
yang sudah dicetak.
4. KH. Fathul Bari al Maduri: Tokoh Pemikir Islam Mempawah Penyebar Thariqat Naqsyabandiyah Muzhariyah Pertama di Kalimantan Barat
KH. Fathul Bari atau dikenal dengan “guruh tolang”24 dalam istilah orang Madura,
beliau bukanlah penduduk asli Kalimantan Barat. Beliau dilahirkan di Desa Ombul
Kabupaten Sampang Pulau Madura. Namuan tahun kelahiran beliau belum bisa dipastikan
tahun berapa. Beliau juga hidup semasa dengan salah satu santri KHR. Khalil Bangkalan,
yaitu KH. Samsuddin. Beliau juga salah satu tokoh Mursyid dimana keturunannya beliau
juga banyak berdakwah di Kalimantan Barat. KH. Fathul Bari adalah ipar beliau. Hanya
saja, KH. Samsuddin lebih banyak berdakwah di pulau Madura. Thariqat Naqsyabandiah
Mudzhariah diperoleh KH Fathul Bari dari gurunya yang bernama KH. Muhammad Khalil
bin KH Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin
Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Selai itu, beliau juga
mendapat bimbingan Thariqat langsung orang tuanya, yaitu KH. Ismail.
Tahriqat Naqsyabandiyah Muzhariyah sebagai sarana dakwah KH. Fathul Bari
untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat umum. Ada level perjalanan spiritual yang
dikenal dengan Syari’at,25 Thariqat,26 Hakikat27 yang dalam bahasa Inggris dikenal juga
dengan istilah The Law, The Way, and The truth.
24Guruh Tolang dalam istilah orang Madura adalah guru batin. Guru yang senantiasa mengajari muridnya dari
nol (awal) untuk menggapai Ridho Allah SWT. Disebut demikian karena memang beliau adalah ulama thariqat pertama yang masuk ke Kalimantan Barat untuk mengajarkan dan berdakwah melalui thariqat (jalan) sufi ini.
25Dalam dunia tasawuf syariat adalah syarat mutlak bagi salik (penempuh jalan ruhani) menuju Allah. Tanpa adanya syariat maka batallah apa yang diusahakannya. Berkaitan dengan ini pemakalah mengambil pandangan Sirhindi mengenai syariat sebagai landasan tasawuf yang diambil dari buku “Sufism and Shari‘ah” yang ditulis oleh Muhammad Abdul Haq Ansari. Muhammad Abdul Haq Ansari, Sufism and Shari‘ah: A Study of Shaykh Ahmad Sirhindi’s Effort to Reform Sufism, (The Islamic Foundation:, 1990), hlm 75.
26Kata thariqat diturunkan menjadi الطريقة yang bermakna jalan atau metode. Istilah thariqat ini menunjuk pada metode penyucian jiwa yang landasannya diambil dari hukum-hukum syariat. Semua muslim wajib menerapkan syariat, namun ada sebagian muslim yang hanya berfokus pada kewajiban-kewajiban ibadah dan ada sebagian lagi yang selain fokus pada kewajiban-kewajiban ibadah juga memperhatikan adab, akhlak, dan sisi batin dari syariat itu, yang sebetulnya semua itu sudah dijelaskan dalam syariat. Pengertian ini adalah thariqat dalam makna khusus.
15
Ada dua karya beliau yang disimpan di rumah kediaman putrinya Hj. Mahpujah
Setapuk Besar Hulu, Singkawang Utara. Dalam perpustakaan pribadinya, ada satu karya
tulis Ngah Dolah, yang tertulis judul buku di kulitnya adalah “Catatan Pribadi Datok Ngah
Dolah”. Di rumah Anaknya ini masih ada tulisan tangan asli Datok Ngah Dolah dan ada juga
yang sudah dicetak.
4. KH. Fathul Bari al Maduri: Tokoh Pemikir Islam Mempawah Penyebar Thariqat Naqsyabandiyah Muzhariyah Pertama di Kalimantan Barat
KH. Fathul Bari atau dikenal dengan “guruh tolang”24 dalam istilah orang Madura,
beliau bukanlah penduduk asli Kalimantan Barat. Beliau dilahirkan di Desa Ombul
Kabupaten Sampang Pulau Madura. Namuan tahun kelahiran beliau belum bisa dipastikan
tahun berapa. Beliau juga hidup semasa dengan salah satu santri KHR. Khalil Bangkalan,
yaitu KH. Samsuddin. Beliau juga salah satu tokoh Mursyid dimana keturunannya beliau
juga banyak berdakwah di Kalimantan Barat. KH. Fathul Bari adalah ipar beliau. Hanya
saja, KH. Samsuddin lebih banyak berdakwah di pulau Madura. Thariqat Naqsyabandiah
Mudzhariah diperoleh KH Fathul Bari dari gurunya yang bernama KH. Muhammad Khalil
bin KH Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul Karim bin Kiyai Muharram bin
Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Selai itu, beliau juga
mendapat bimbingan Thariqat langsung orang tuanya, yaitu KH. Ismail.
Tahriqat Naqsyabandiyah Muzhariyah sebagai sarana dakwah KH. Fathul Bari
untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat umum. Ada level perjalanan spiritual yang
dikenal dengan Syari’at,25 Thariqat,26 Hakikat27 yang dalam bahasa Inggris dikenal juga
dengan istilah The Law, The Way, and The truth.
24Guruh Tolang dalam istilah orang Madura adalah guru batin. Guru yang senantiasa mengajari muridnya dari
nol (awal) untuk menggapai Ridho Allah SWT. Disebut demikian karena memang beliau adalah ulama thariqat pertama yang masuk ke Kalimantan Barat untuk mengajarkan dan berdakwah melalui thariqat (jalan) sufi ini.
25Dalam dunia tasawuf syariat adalah syarat mutlak bagi salik (penempuh jalan ruhani) menuju Allah. Tanpa adanya syariat maka batallah apa yang diusahakannya. Berkaitan dengan ini pemakalah mengambil pandangan Sirhindi mengenai syariat sebagai landasan tasawuf yang diambil dari buku “Sufism and Shari‘ah” yang ditulis oleh Muhammad Abdul Haq Ansari. Muhammad Abdul Haq Ansari, Sufism and Shari‘ah: A Study of Shaykh Ahmad Sirhindi’s Effort to Reform Sufism, (The Islamic Foundation:, 1990), hlm 75.
26Kata thariqat diturunkan menjadi الطريقة yang bermakna jalan atau metode. Istilah thariqat ini menunjuk pada metode penyucian jiwa yang landasannya diambil dari hukum-hukum syariat. Semua muslim wajib menerapkan syariat, namun ada sebagian muslim yang hanya berfokus pada kewajiban-kewajiban ibadah dan ada sebagian lagi yang selain fokus pada kewajiban-kewajiban ibadah juga memperhatikan adab, akhlak, dan sisi batin dari syariat itu, yang sebetulnya semua itu sudah dijelaskan dalam syariat. Pengertian ini adalah thariqat dalam makna khusus.
16
5. Habib Muksin Alhinduan: Tokoh Pemikir Islam di Singkawang Habib Muksin Alhinduan merupakan murid dari KH. Fathul Bari yang
meneruskan dakwah-dakwah gurunya. Seorang Mursyid Tharekat Naksabandiyah wafat
di Pontianak dan dimakamkan di Sumenep Madura yang kini diteruskan oleh anaknya
yang bernama Habib Amin Alhinduan, pengasuh Pondok Pesantren Makarim al-Akhlaq
di Kota Singkawang, mempunyai ribuan murid yang tersebar di Kalimantan Barat.
Nama asli beliau Habib Muhsin bin Ali al-Hinduan dilahirkan pada tahun 1921
Masehi di Kabupaten Sumenep, pulau Madura provinsi Jawa Timur, dari pasangan
Habib Ali bin Salim al-Hinduan dan Syarifah Zainab binti Muhsin al-Baiti. Jika melihat
silsilah keturunannya, beliau sebenarnya bukanlah asli penduduk keturunan Indonesia,
tapi beliau berasal dari jazirah arab dan masih keturunan dari Baginda Rasul SAW yang
numpang lahir di pulau Madura, dimana sebagian orang meyakini bahwa beliau adalah
keturunan yang suci (silsilah muthahhirah). Tepat pada umur 59 tahun beliau wafat,
tepatnya pada tanggal 3 Mei 1980. Meninggalnya beliau pun pada saat beliau melakukan
dakwah religiusnya ke Kalimantan Barat.
Habib Muhsin al-Hinduan Belajar Thareqat Naqsyabandiyah dari beberapa guru
thariqat, yang paling banyakguru thariqat beliau dari Madura, diantaranya, KH.
Sirajuddin, kemudian KH. Fathul Bari yang makamnya berada di Desa Paniraman
Kabupaten Mempawah, dan akhirnya kepada KH. Syamsuddin yang masih keluarga KH.
Fathul Bari. Dua guru yang pertama meninggal dunia sebelum Habib Muhsin al-Hinduan
menerima ijazah(serah terima) sebagai khalifah, dan justru dari gurunya yang ketigalah
yang menunjuk Habib Muhsin al-Hinduan menjadi mursyid. Beliau juga pernah
meminta bimbingan ruhani kepada guru Naqsyabandiyah lain yang namanya sangat
Dalam istilah ilmuan barat, thariqat adalah jalan khusus bagi salik (penempuh jalan ruhani) untuk mencapai kesempurnaan tauhid, yaitu ma’rifatullah. Jalan yang diambil oleh para sufi berasal dari jalan utama, syariat, dengan disiplin yang ketat sehingga terasa lebih sulit dibandingkan mereka yang tidak melakukan disiplin diri.
27Secara etimologis, hakikat bermakna nyata, jelas dan transfaran. Ada juga yang memaknai kata hakikat (Haqiqah) seakar dengan kata al-Haqq, reality, absolute, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kebenaran atau kenyataan. Makna hakikat dalam konteks tasawuf menunjukkan kebenaran esoteris yang merupakan batas-batas dari transendensi manusia dan teologis. Secara terminologis, bahwa Hakikat adalah kemampuan seseorang dalam merasakan dan melihat kehadiran Allah di dalam syari’at itu, sehingga hakikat adalah aspek yang paling penting dalam setiap amal, inti, dan rahasia dari syari’at yang merupakan tujuan perjalanan salik.
Adapun dalam tingkatan perjalanan spiritual, Hakikat merupakan unsur ketiga setelah syari’at yang merupakan kenyataan eksoteris dan thariqat (jalan) sebagai tahapan esoterisme, sementara hakikat adalah tahapan ketiga yang merupakan kebenaran yang esensial. Hakikat juga disebut Lubb yang berarti dalam atau sari pati, mungkin juga dapat diartikan sebagai inti atau esensi. Baca dalam, Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions Of Islam, (USA: The University of North Carolina Press, 1975), hlm. 98.
17
terkenal di Madura yaitu KH. Ali Wafa dari Ambuten. Beliau juga sempat berguru
kepada KH Mahfudzh, salah satu mursyid dan guru thariqah yang berasal Madura
kabupaten Sampang.
Sebagaimana KH. Fathul Bari, Habib Muhsin al-Hinduan menyebarkan agama
Islam dengan sarana kajian Thariqat Naqsyabandiah Mudzhariyah dikenal dan salah satu
kajiann di dalamnya ada tentang asbal, dalam pelaksanaan asbal ini ada yang paling
menarik, yaitu pelaksanaannya diawali dengan lantunan sholawat Nabi Muhammad Saw,
kemudian pujian-pujian dengan diiringi tabuhan tar atau rebana. Para pengikut thariqat
ini diajak lelap dan tenggelam dalam cintanya terhadap Nabi Muhammad s.a.w. Dari
dulu hingga saat ini, metode dakwah cinta Rasul SAW dengan berbagai group shalawat
yang bermunculan. Tujuannya sama yaitu syiar agama Islam. Sehingga thariqat seperti
apapun yang sejalan dengan syari’at Islam sebenarnya tujannya sama, untuk menggapai
cinta Allah s.w.t., dan Nabi Muhammad s.a.w.
6. KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I: Tokoh Pemikir Islam dari Kubu Raya Muhammad Hasyim Dahlan adalah putra pertama dari pasangan H. Shodiqun dan
Hj. Kusminah. Hasyim Dahlan lahir diKota Demak pada tanggal 14 April tahun 1955.
Wafat pada tanggal 16 Januari 2017. Beliau adalah anak pertama dari tujuh bersaudara.
Saat usia perjalanan dakwahnya di Kalimantan Barat baru berumur satu tahun, oleh
Ustadz Habib Ridho dinikahkan dengan anak dari murid yang bernama H Yusuf Mannek
dengan putrinya yang cantik nan jelita Nor Azizah. Dari pernikahannya ini, beliau
memiliki lima anak,dua anak laki-laki dan tiga putri. Dan beliau memiliki lima orang
cucu.Semenjak masih anak-anak beliau hidup tumbuh besar bersama kedua orang
tuanya. Sedari kecil memang sudah hidup mandiri. Merantau ke Kalimantan Barat pun
sudah menjadi bagian dari hidup mandirinya yang jauh dari sanak saudara dan orang tua.
Semenjak beliau menginjakkan kakinya pertama kali di Kalimantan Barat pada
tahun 1982, saat itupula beliau mulai berdakwah. Saat beliau diajak ke pontanak oleh
Ustadz Habib Ridho, sebenarnya beliau masih mondok di Lirboyo.Memang fokusnya
adalah mengajar di Pondok Pesantren Assalam Pal 5, sebab memang pondok ini dari
awal yangmemita beliau untukmengabdi dan membagikan ilmunya.Namun, dakwah dan
ajaran beliau tidak hanya terfokus padaPonpes Assalam saja, tapi banyak lokasi dan
tempat yang beliau datangi untuk berdakwah.Dakwah beliau kadang dari mushalla
17
terkenal di Madura yaitu KH. Ali Wafa dari Ambuten. Beliau juga sempat berguru
kepada KH Mahfudzh, salah satu mursyid dan guru thariqah yang berasal Madura
kabupaten Sampang.
Sebagaimana KH. Fathul Bari, Habib Muhsin al-Hinduan menyebarkan agama
Islam dengan sarana kajian Thariqat Naqsyabandiah Mudzhariyah dikenal dan salah satu
kajiann di dalamnya ada tentang asbal, dalam pelaksanaan asbal ini ada yang paling
menarik, yaitu pelaksanaannya diawali dengan lantunan sholawat Nabi Muhammad Saw,
kemudian pujian-pujian dengan diiringi tabuhan tar atau rebana. Para pengikut thariqat
ini diajak lelap dan tenggelam dalam cintanya terhadap Nabi Muhammad s.a.w. Dari
dulu hingga saat ini, metode dakwah cinta Rasul SAW dengan berbagai group shalawat
yang bermunculan. Tujuannya sama yaitu syiar agama Islam. Sehingga thariqat seperti
apapun yang sejalan dengan syari’at Islam sebenarnya tujannya sama, untuk menggapai
cinta Allah s.w.t., dan Nabi Muhammad s.a.w.
6. KH. Muhammad Hasyim Dahlan, S.Pd.I: Tokoh Pemikir Islam dari Kubu Raya Muhammad Hasyim Dahlan adalah putra pertama dari pasangan H. Shodiqun dan
Hj. Kusminah. Hasyim Dahlan lahir diKota Demak pada tanggal 14 April tahun 1955.
Wafat pada tanggal 16 Januari 2017. Beliau adalah anak pertama dari tujuh bersaudara.
Saat usia perjalanan dakwahnya di Kalimantan Barat baru berumur satu tahun, oleh
Ustadz Habib Ridho dinikahkan dengan anak dari murid yang bernama H Yusuf Mannek
dengan putrinya yang cantik nan jelita Nor Azizah. Dari pernikahannya ini, beliau
memiliki lima anak,dua anak laki-laki dan tiga putri. Dan beliau memiliki lima orang
cucu.Semenjak masih anak-anak beliau hidup tumbuh besar bersama kedua orang
tuanya. Sedari kecil memang sudah hidup mandiri. Merantau ke Kalimantan Barat pun
sudah menjadi bagian dari hidup mandirinya yang jauh dari sanak saudara dan orang tua.
Semenjak beliau menginjakkan kakinya pertama kali di Kalimantan Barat pada
tahun 1982, saat itupula beliau mulai berdakwah. Saat beliau diajak ke pontanak oleh
Ustadz Habib Ridho, sebenarnya beliau masih mondok di Lirboyo.Memang fokusnya
adalah mengajar di Pondok Pesantren Assalam Pal 5, sebab memang pondok ini dari
awal yangmemita beliau untukmengabdi dan membagikan ilmunya.Namun, dakwah dan
ajaran beliau tidak hanya terfokus padaPonpes Assalam saja, tapi banyak lokasi dan
tempat yang beliau datangi untuk berdakwah.Dakwah beliau kadang dari mushalla
18
kemusholla, dari masjid kemasjid bahkan dari satu rumah ke rumah yang lainnya.
Bahkan,perjuangan beliau saat awal sampai di Pontianak, beliau mengajar menggunakan
kendaraan sampan, melintasi sungai, sehingga saat itu beliau terkenal dengan sebutan
da’i seribu sungai, sebab saat itu tidak ada sepada motor seperti sekaran ini, sehingga
perjuangan dakwah pada saat itu sangat susah, sulit dan terjal. Hujan deras pun bukan
penghalang bagi beliau untuk berhenti atau sekedar libur ngaji/mengajar. Beliau adalah
orang yang paling disiplin dan tegas.Kedisiplinannya ini beliau peraktekkan, terbukti
walaupun cuaca buruk, hujan dan banjir dan becek saat itu,namun beliau dengan gigih
berdakwah.
Dakwah beliau tidak hanya di pesantren, musholla atau masjid-masjid saja,
melainkan sudah merambah ke rumah-rumah warga, bahkan perkantoran-perkantoranbaik
swasta maupun milik negara. Ini semakin menunjukkan bahwa dakwah beliau tidakhanya
dinikmati oleh kaum awam saja melainkan kaum politikuspun juga menggemari isi dakwah
beliau. Selain berdakwah di berbagai tempat dengan terjun langsung kepada masyarakat,
salah satu sarana dakwah yang digunakan KH. Muhammad Hasyim Dahlan yang lain
adalah menggunakan sebuah karya buku, yaitu (1) Fiqh Ibadah, (2) Kumpulan do’a, dan
(3) Terjemah al-Minhajul al-Qawim.
D. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan kepada tiga point dengan beberapa penjelasan butiran-butiran simpulannya, sebagaimana berikut::
1. Corak Pemikiran Tokoh Muslim Kalimantan Barat a. Corak pemikiran yang dipahami dan dianut oleh tokoh muslim di Kalimantan Barat ialah
mayoritas Sufistik-Falsafi. b. Corak pemikiran fiqih seperti pembaharuan Rasyidh Ridha yang dikembangkan oleh
Basuni Imran bersama murid-muridnya di Sambas dan Singkawang c. Corak pemikiran Sufistik-al-Maturidi, Ahli Sunnah; Abu al-Hasan al-Asy’ari, seperti
berasal dari Salafiyyah-Syafi’iyyah Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur, Pondok Pesantren Naqsabandiyyah Ombul, Kab. Sampang Madura, Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Malang, Rubath Naqsabandiyyah di Sumenep dan Darul Lughah wa al-Da’wah, Bangil Pasuruan.
2. Bentuk Pewaris Corak Pemikiran Ke-Islam-an Tokoh Muslim Kalimantan Barat
19
a. Buku Pedoman Hidup, memadukan tiga pilar agama, Iman, Islam dan Ihsan sehingga menjadi agama yang rahmatan lil alamin (selaras untuk seluruh alam semesta)
b. Fiqih Ibadah, Kumpulan Doa-doa Mu’tabarah, Terjemah al-Minhaj al-Qawim, Dala’il al-Khairat, Hizb-hizb.
c. Buku Pedoman Thariqah Naqsabandiyyah Mudzariyyah d. Kitab Mukhtashar al-Manan, Jadwal Nikah, Tafsir Terjemah Bugis, dan Majmu’ al-
Mirats fi Hukm al-Fara’idh e. Pedoman Thariqah Qadariyyah Naqsabandi f. Kitab Kumpulan Wirid dan Hizb Aslaf al-Sahlih
3. Gerakan atau Majlis yang Digunakan Oleh Tokoh Muslim Kalimantan Barat untuk
Mengamalkan Corak Pemikiran yang Dianut a. Majlis di rumah guru dan rumah ke rumah murid b. Pendekatang organisasi, mushalla ke mushalla, masjid dan pesantren binaan c. Gerakan dakwah secara teks dan konteks yang nampak dari bangunan masjid, mushalla
dan budaya masyarakat di sekitar. d. Thariqah Naqsabandiyyah Mudzariyah berasar dari Pondok Pesantren Naqsabandiyyah,
Ombul, Sampang, Madura, dan Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Meranti, Rubath Naqsabandi di Sumenep yang dikembangkan oleh Habib Amin Alhinduan di Pondok Pesantren Makarim al-Ahklak, Singkawang, Kalimantan Barat.
e. Thariqah Alawiyyah dari Tarim Hadramaut, Yaman.
19
a. Buku Pedoman Hidup, memadukan tiga pilar agama, Iman, Islam dan Ihsan sehingga menjadi agama yang rahmatan lil alamin (selaras untuk seluruh alam semesta)
b. Fiqih Ibadah, Kumpulan Doa-doa Mu’tabarah, Terjemah al-Minhaj al-Qawim, Dala’il al-Khairat, Hizb-hizb.
c. Buku Pedoman Thariqah Naqsabandiyyah Mudzariyyah d. Kitab Mukhtashar al-Manan, Jadwal Nikah, Tafsir Terjemah Bugis, dan Majmu’ al-
Mirats fi Hukm al-Fara’idh e. Pedoman Thariqah Qadariyyah Naqsabandi f. Kitab Kumpulan Wirid dan Hizb Aslaf al-Sahlih
3. Gerakan atau Majlis yang Digunakan Oleh Tokoh Muslim Kalimantan Barat untuk
Mengamalkan Corak Pemikiran yang Dianut a. Majlis di rumah guru dan rumah ke rumah murid b. Pendekatang organisasi, mushalla ke mushalla, masjid dan pesantren binaan c. Gerakan dakwah secara teks dan konteks yang nampak dari bangunan masjid, mushalla
dan budaya masyarakat di sekitar. d. Thariqah Naqsabandiyyah Mudzariyah berasar dari Pondok Pesantren Naqsabandiyyah,
Ombul, Sampang, Madura, dan Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Meranti, Rubath Naqsabandi di Sumenep yang dikembangkan oleh Habib Amin Alhinduan di Pondok Pesantren Makarim al-Ahklak, Singkawang, Kalimantan Barat.
e. Thariqah Alawiyyah dari Tarim Hadramaut, Yaman.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, H.M. Yusran., Pengantar Studi Pemikiran dan Pergerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Ali, Yunasril., Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Azra, Azyumardi., Jeringan Ualama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung, Mizan, cet. IV, 1998.
Aziz, Ahmad Amir, Pembaharuan Teologi, Yogjakarta: Teras, 2009.
Bruinessen, Martin van., Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1999.
Nasution, Harun., Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI-Press, 2002.
Nasr, Seyyed Hossen., Islam Tradisi: Di Tengah Kancah Dunia Moderen, t.tp.: tp., tt.
Rahman, Fazlur., Islam dan Modernity: Transformation of an Intellectual Traditional, terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1985.
Soleh, A. Khudori., Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003.
Salim, Moh Haitami., dkk., Sejarah Kesultanan Sambas Kalimantan Barat, Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan RI, 2011.
Schimmel, Annemarie., Mystical Dimensions Of Islam, USA: The University of North Carolina Press, 1975.
Rusli, Ris’an., Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2013.
Lampiran : I
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA TUAN GURU ISMAIL MUNDU
Responden I : Ustadz H. Rifa’i (Keterangan ini dibantu anak beliau sebab beliau sedang sakit)
Tempat : Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal : Jam 20.00 tanggal 20 November 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1. DimanakahTuan guru Ismail Mundu
dilahirkandan tahu berapa?
2. Umurberapa beliaumulaibelajar
agama?
3. Kepadasiapabeliaupertama kali
belajarilmuagama ?
4. Dimanabeliausekolah ?
5. Siapasaja guru-guru beliau ?
6. Berapatahunbeliaubelajar ?
7. Diumurberapabeliaumulaiberdakwah?
8. Bagaimanapemikiranbeliau ?
9. Diumurberapabeliauwafat ?
10. Berapaanakbeliau ?
1. Diyakini bahwa beliau lahir di
TelukPakedai,Kalbar sebab ibunya berasal
dari daerah tersebut. Beliau lahir pada tahun
1287 H yang bertepatan pada tahun 1870 M
2. Beliau belajar agama sejak masih kecil dari
kedua orang tuanya. Ada yang mengatakan,
sekitar umur tujuh tahun
3. H. Muhammad bin H. Ali, Abahnya(H. Abdul
Karim)
4. Di Teluk Pakedai, Kalbar dan Makkah
5. H. Muhammad Ali, Abahnya, h. Abdul Karim,
H. Abdul Ibnu Salam, dan Sayyed Abdullah
Azzawawi
6. Semenjak kecil hingga dewasa, puluhan tahun
beliau belajar agama
7. Sekitar umur 25 ke atas
8. Pemikiran beliau luwes dan rendah hati,
tawadhu’ dan penyabar
9. 87 tahun(Jumadil Akhir 1376 H atau 16
Januari 1957M. (sekitar 87 tahun)
10. Ambo’ Saro alias Openg dan Ambo’ Sulo,
anak perempuan yang bernama Fatma.
Lampiran : I
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA TUAN GURU ISMAIL MUNDU
Responden I : Ustadz H. Rifa’i (Keterangan ini dibantu anak beliau sebab beliau sedang sakit)
Tempat : Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal : Jam 20.00 tanggal 20 November 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1. DimanakahTuan guru Ismail Mundu
dilahirkandan tahu berapa?
2. Umurberapa beliaumulaibelajar
agama?
3. Kepadasiapabeliaupertama kali
belajarilmuagama ?
4. Dimanabeliausekolah ?
5. Siapasaja guru-guru beliau ?
6. Berapatahunbeliaubelajar ?
7. Diumurberapabeliaumulaiberdakwah?
8. Bagaimanapemikiranbeliau ?
9. Diumurberapabeliauwafat ?
10. Berapaanakbeliau ?
1. Diyakini bahwa beliau lahir di
TelukPakedai,Kalbar sebab ibunya berasal
dari daerah tersebut. Beliau lahir pada tahun
1287 H yang bertepatan pada tahun 1870 M
2. Beliau belajar agama sejak masih kecil dari
kedua orang tuanya. Ada yang mengatakan,
sekitar umur tujuh tahun
3. H. Muhammad bin H. Ali, Abahnya(H. Abdul
Karim)
4. Di Teluk Pakedai, Kalbar dan Makkah
5. H. Muhammad Ali, Abahnya, h. Abdul Karim,
H. Abdul Ibnu Salam, dan Sayyed Abdullah
Azzawawi
6. Semenjak kecil hingga dewasa, puluhan tahun
beliau belajar agama
7. Sekitar umur 25 ke atas
8. Pemikiran beliau luwes dan rendah hati,
tawadhu’ dan penyabar
9. 87 tahun(Jumadil Akhir 1376 H atau 16
Januari 1957M. (sekitar 87 tahun)
10. Ambo’ Saro alias Openg dan Ambo’ Sulo,
anak perempuan yang bernama Fatma.
Responden II : Ustadz Ubaidillah Tempat : Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal : 21 November 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Apa Metode dakwah beliau?
2. Apasajakaryakaryabeliau ?
3. Apa yang menjadidasarpemikiranbeliau ?
4. Apakahadadarianakanaknya yang
menjadisepertibeliaudaribidangilmu?
1. Dakwah beliau secara teks yang
tertuang dalam khutbah dan karyanya,
serta konteks yang nampak dari
bangunan masjid dan budaya.
2. Kitab Mukhtasarul Manan, Jadwal
Nikah, Tafsir Terjemah Bugis, dan
Majmu’ al-Mirats fi Hukmi al-Faraidh.
3. Yang menjadi dasar pemikirannya
adalah Islam agama dakwah dengan
hikmah
4. Sayangnya, ketiga anak beliau ini
meninggal di waktu masih muda,
sehingga tidak ada yang melanjutkan
perjuangannya.
Responden III : Ustadz Udin Tempat : Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal : Habis Maghribtanggal 20 November 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Dimanabeliau di makamkan ?
2. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para muridnya untuk melanjutkan dakwah beliau?
5. Apakahbeliaumengikutitarekat ?
3. Tarekatapa yang beliauikuti?
1. Masjid Batu ata Masjid Nasrullah, letaknya di Teluk Pakedai, Kakap, Kab. Kubu Raya.
2. Kegiatan haul untuk mengenang napak tilals dakwah beliau. Juga acara maulid,Isra’ Mi’raj dan lainnya adalah bagian dari peninggalan dakwah tuan guru Haji Ismail Mundu yang sampai saat ini terus dilestarikan oleh para muridnya.
3. Jika dilihat dari salah satu Istrinya, dimana orang tuanya adalah Mursyi thariqah Naqsyabandiah,
4. Maka beliau adalah beraliran
Naqsyabandiah. H anya saja, beliau tidak
populer dengan thariqat mungkin lebih
disebabkankarena dakwah beliau tidak
mengunakan pendekatan thariqat akan
tetapi amaliah dalam beramal dengan
ihsan.
Responden III : Ustadz Udin Tempat : Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal : Habis Maghribtanggal 20 November 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Dimanabeliau di makamkan ?
2. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh para muridnya untuk melanjutkan dakwah beliau?
5. Apakahbeliaumengikutitarekat ?
3. Tarekatapa yang beliauikuti?
1. Masjid Batu ata Masjid Nasrullah, letaknya di Teluk Pakedai, Kakap, Kab. Kubu Raya.
2. Kegiatan haul untuk mengenang napak tilals dakwah beliau. Juga acara maulid,Isra’ Mi’raj dan lainnya adalah bagian dari peninggalan dakwah tuan guru Haji Ismail Mundu yang sampai saat ini terus dilestarikan oleh para muridnya.
3. Jika dilihat dari salah satu Istrinya, dimana orang tuanya adalah Mursyi thariqah Naqsyabandiah,
4. Maka beliau adalah beraliran
Naqsyabandiah. H anya saja, beliau tidak
populer dengan thariqat mungkin lebih
disebabkankarena dakwah beliau tidak
mengunakan pendekatan thariqat akan
tetapi amaliah dalam beramal dengan
ihsan.
Lampiran: II HASIL WAWANCARA TRANSKIP WAWANCARA BASYUNI IMRAN Responden I : Iwan Arselan (Cucu dari Basyuni Imran) Tempat : Kediamannya Jl. Amat Bampe Desa Pemangkat Kota Waktu/Tgl : Jam 10.00 Tanggal 20 Oktober 2017 PERTANYAAN PENELITIANJAWABAN PENELITIAN
1. Dimanakah Basyuni Imran di
lahirkan ?
2. Tahun berapa beliau
dilahirkan?
3. Umur berapa beliau mulai
belajar agama?
4. Kepada siapa beliau pertama
kali belajar ilmu agama ?
5. Dimana beliau mendapat
pemikiran pembaruan yang
6. Siapa saja guru-guru beliau ? 7. Berapa tahun beliau belajar ? 8. Diumur berapa beliau mulai
berdakwah?
1. Beliau dilahirkan di daerah Sambas 2. Beliau dilahirkan pada tahun 1803 3. Beliau belajar agama dari sejak anak-anak
sempat belajar ke Mesir al Azhar
4. Beliau belajar kepada Rasyid Ridha, (dan
ulama Mesir)
5. Mesir al Azhar 6. Ulama-ulama al Azhar 7. Tidak bisa dipastikan berapa lama beliau
belajar tapi diyakini oleh keluarganya
8. Beliau mulai berdakwah sejak remaja,
umurnya belum bisa dipastikan saat itu Responden II : Ustadzah Syifa Ursula (Cicit dari basyuni Imran) Tempat : Kediamannya Waktu/Tgl : Jam 21 Oktober 2017 PERTANYAAN PENELITIANJAWABAN PENELITIAN
PHOTO H.M. BASYUNI IMRAN
Lampiran: III
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA NGAH DULLAH
Responden I :Hj. Mahpujah(Cucu dari Ngah Dullah) Tempat : Kediamannya Waktu/Tanggal : Jam 10.00 tanggal 10 oktober 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1. Dimanakah Ngah Dullah
(Abdullah) di lahirkan ?
2. Tahun berapa beliau dilahirkan?
3. Umur berapa beliau mulai belajar
agama?
4. Kepada siapa beliau pertama kali
belajar ilmu agama ?
5. Dimana beliau belajar ?
6. Siapasaja guru-guru beliau ?
7. Berapa tahun beliau belajar ?
8. Diumur berapa beliau mulai
berdakwah?
1. Beliau dilahirkan di daerah Semelagi Kecil
Singkawang
2. Beliau dilahirkan pada tahun 1901
3. Beliau belajar agama dari sejak anak-anak.
4. Beliau belajar kepada Uray,(cuman
anaknya lupa siapa nama aslinya.
Kemudian dilanjutkan belajar kepada
anaknya Uray Bujang.
5. Beliau hanya belajar dirumah-rumah saja.
6. Beliau hanya belajar kepada Uray
(bangsawan) dari Sambas terus belajar
kepada anaknya
7. Tidakbisa dipastikan berapa lama beliau
belajar, tapi diyakini oleh keluarganya
beliau belajar puluhan tahun lamanya.
8. Beliau mulai berdakwah sejaka remaja,
umurnya belum bisa dipastikan saat itu.
Lampiran: III
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA NGAH DULLAH
Responden I :Hj. Mahpujah(Cucu dari Ngah Dullah) Tempat : Kediamannya Waktu/Tanggal : Jam 10.00 tanggal 10 oktober 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1. Dimanakah Ngah Dullah
(Abdullah) di lahirkan ?
2. Tahun berapa beliau dilahirkan?
3. Umur berapa beliau mulai belajar
agama?
4. Kepada siapa beliau pertama kali
belajar ilmu agama ?
5. Dimana beliau belajar ?
6. Siapasaja guru-guru beliau ?
7. Berapa tahun beliau belajar ?
8. Diumur berapa beliau mulai
berdakwah?
1. Beliau dilahirkan di daerah Semelagi Kecil
Singkawang
2. Beliau dilahirkan pada tahun 1901
3. Beliau belajar agama dari sejak anak-anak.
4. Beliau belajar kepada Uray,(cuman
anaknya lupa siapa nama aslinya.
Kemudian dilanjutkan belajar kepada
anaknya Uray Bujang.
5. Beliau hanya belajar dirumah-rumah saja.
6. Beliau hanya belajar kepada Uray
(bangsawan) dari Sambas terus belajar
kepada anaknya
7. Tidakbisa dipastikan berapa lama beliau
belajar, tapi diyakini oleh keluarganya
beliau belajar puluhan tahun lamanya.
8. Beliau mulai berdakwah sejaka remaja,
umurnya belum bisa dipastikan saat itu.
Responden II : Ust. Ihsan Nurmansyah (Cicit dari Ngah Dullah) Tempat : Kediamannya Waktu/Tanggal : Jam 10.00 tanggal 11 oktober 2017
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Dimanakah lokasi dakwah beliau?
2. Bagaimana pemikiran beliau ?
3. Apa saja karya-karya beliau ?
4. Apa yang menjadi dasar
pemikiran beliau ?
5. Apakah beliau mengikuti tarekat ?
6. Tarekat apa yang beliau ikuti?
7. Diumur berapa beliau wafat ?
8. Berapa anak beliau ?
9. Apakah ada dari anak-anaknya
yang menjadi seperti beliau dari
bidang ilmu fiqh dan akhlak ?
10. Dimanabeliau di makamkan ?
1. Beliau hanya berdakwah melalu belajar
mengajar di kediamannya, Singkawang
2. Pemikiran beliau memadukan antara
Iman,Islam,dan Ihsan
3. Karya beliau adalah Buku Pedoman Hidup
berisi tentang fiqh, akhlak, dan tauhid.
4. Memadukan tiga pilar agama, Iman, Islam,
dan Ihsan sehingga menjadi agama yang
rahmatan lil’alamin.
5. Belum bisa dipastikan apa beliau pengikut
thariqat
6. Dari tulisannya tidak ada yang
menunjukkan kalau beliau pengikut thariqat
7. Beliau wafat saat umur 63 (lahir tahun 1901
dan beliau wafat pada tahun 1964)
8. Dua laki-laki dan dua perempuan(4 anak)
9. Perjuangan beliau tidak bisa dilanjutkan
oleh anak-anaknya sebab saat beliau wafat
anaknya masih kecil-kecil. Hanya
peninggalan tulisannya disimpan anaknya.
10. Beliau dimakamkan di Singkawang tempat kelahirannya.
Lampiran: IV
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA KH. FATHUL BARI
Responden I : Muhammad Taufiq, M.H.I. Tempat : Di Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Dimanakah KH. Fathul Bari di
lahirkan ?
2. Umur berapa beliau mulai
belajar agama?
3. Kepada siapa beliau pertama
kali belajar ilmu agama ?
4. Dimana beliau sekolah ?
5. Siapa saja guru-guru beliau ?
6. Berapa tahun beliau belajar ?
7. Diumur berapa beliau mulai
berdakwah?
8. Bagaimana metode dakwah
beliau?
9. Bagaimana pemikiran beliau ?
1. Beliau dilahirkan di Desa Ombul
Kabupaten Sampang Pulau Madura
hanya saja tahun kelahirannya belum
ada yang pasti.
2. Dalam tradisi Madura, sejak mulai
belajar bicara sudah diajari mengaji oleh
orang tuanya. Pun dengan KH. Fatul
Bari. Sudah belajar semenjak masih
anak-anak kepada kedua orang tuanya.
3. Kepada kedua orang tuanya yang
memang telah memiiki pesantren.
4. Pondok Pesantren Naqsyabandiah
Ombul Kab. Sampang Madura.
5. KH. Ismail (abahnya, dan tenaga
pengajar yang ada di ponpes tersebut)
6. Dari anak-anak hingga dewasa karena
memang hidup di lokasi pendidikan
pesantren.
7. 20 tahun-an
8. Beliau berdakwah melalui thariqat
9. Lemah lembut. Ramah dan tawadhu’
Lampiran: IV
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA KH. FATHUL BARI
Responden I : Muhammad Taufiq, M.H.I. Tempat : Di Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Dimanakah KH. Fathul Bari di
lahirkan ?
2. Umur berapa beliau mulai
belajar agama?
3. Kepada siapa beliau pertama
kali belajar ilmu agama ?
4. Dimana beliau sekolah ?
5. Siapa saja guru-guru beliau ?
6. Berapa tahun beliau belajar ?
7. Diumur berapa beliau mulai
berdakwah?
8. Bagaimana metode dakwah
beliau?
9. Bagaimana pemikiran beliau ?
1. Beliau dilahirkan di Desa Ombul
Kabupaten Sampang Pulau Madura
hanya saja tahun kelahirannya belum
ada yang pasti.
2. Dalam tradisi Madura, sejak mulai
belajar bicara sudah diajari mengaji oleh
orang tuanya. Pun dengan KH. Fatul
Bari. Sudah belajar semenjak masih
anak-anak kepada kedua orang tuanya.
3. Kepada kedua orang tuanya yang
memang telah memiiki pesantren.
4. Pondok Pesantren Naqsyabandiah
Ombul Kab. Sampang Madura.
5. KH. Ismail (abahnya, dan tenaga
pengajar yang ada di ponpes tersebut)
6. Dari anak-anak hingga dewasa karena
memang hidup di lokasi pendidikan
pesantren.
7. 20 tahun-an
8. Beliau berdakwah melalui thariqat
9. Lemah lembut. Ramah dan tawadhu’
Responden II :Ust. Husein, S.Pd.I Tempat : Di Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Apa saja karya karya beliau ?
2. Apa yang menjadi dasar
pemikiran beliau ?
3. Apakah beliau mengikuti tarekat
?
4. Thariqat apa yang beliau ikuti?
5. Diumur berapa beliau wafat ?
6. Berapa anak beliau ?
1. Sampai saat ini belum ditemukan
karyanya, hanya kumpulan bacaan2
thariqat Naqsyabandiah khusus
murid-muridnya.
2. Dasar pemikiran beliau adalah untuk
berdakwah,makaya dakwah beliau
kemana-mana, termasuk ke Kalbar
3. Iyya,beliau mengikuti thariqat,
bahkan mursyidnya.
4. Naqsyabandiah Ahmadiyah
Mudzhariyah
5. Beliau wafat tahun 1380 H/1960 M
6. Anak beliau banyak anak, 5 puteri
dan satu putra.
Responden III :Ust. Mat Thohir, S.H Tempat : Di Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Apakah ada dari anak anaknya
yang menjadi seperti beliau dari
bidang ilmu dan akhlak ?
2. Siapakah yang memimpin
Hayakanan atau tawajjuhan?
3. Dimana beliau di makamkan ?
1. Iya. Yang melanjutkan
thariqat beliau adalah
anaknya yang bernama KH.
Ismail Fathul Bari atau yang
lebih dienal dengan sebutan
KH. Darwis Fathul Bari.
2. Yang memimpin hayakanan
atau tawajuhan setiap selesai
shalat maghrib adalah ust.
Junaidi, Ust. Ridho’i dan
Ust. Hadro’i.
3. Beliau di Makamkan di
samping Masjid Babussalam
Paniraman Kab. Mempawah
Responden III :Ust. Mat Thohir, S.H Tempat : Di Kediaman Masing-masing Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Apakah ada dari anak anaknya
yang menjadi seperti beliau dari
bidang ilmu dan akhlak ?
2. Siapakah yang memimpin
Hayakanan atau tawajjuhan?
3. Dimana beliau di makamkan ?
1. Iya. Yang melanjutkan
thariqat beliau adalah
anaknya yang bernama KH.
Ismail Fathul Bari atau yang
lebih dienal dengan sebutan
KH. Darwis Fathul Bari.
2. Yang memimpin hayakanan
atau tawajuhan setiap selesai
shalat maghrib adalah ust.
Junaidi, Ust. Ridho’i dan
Ust. Hadro’i.
3. Beliau di Makamkan di
samping Masjid Babussalam
Paniraman Kab. Mempawah
FOTO BERSAMA KETURUNAN KH. FATHUL BARI
Lampiran: V
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA HB. MUKHSIN AL HINDUAN
Responden I : Syarifah Sakinah al Hinduan Tempat : Rumah Kediamannya Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1. Dimanakah Hb. Mukhsin Al
Hinduan dilahirkan ?
2. Umur berapa beliau mulai
belajar agama?
3. Kepada siapa beliau pertama
kali belajar ilmu agama ?
4. Dimana beliau belajar?
5. Siapa saja guru-guru beliau ?
1. Beliau dilahirkan di Kota Sumenep Pulau
Madura tahun 1921.
2. Dalam tradisi Madura, sejak mulai belajar
bicara sudah diajari mengaji oleh orang
tuanya. begitupun dengan Hb. Mukhsin Al
Hinduan. Sudah belajar semenjak masih
anak-anak kepada kedua orang tuanya.
3. Kepada kedua orang tuanya.
4. Pondok Pesantren Naqsyabandiah Madura.
5. Habib Muhsin al-Hinduan Belajar Thareqat
Naqsyabandiyah dari beberapa guru
thariqat, yang paling banyakguru thariqat
beliau dari Madura, diantaranya, KH.
Sirajuddin, kemudian KH. Fathul Bari yang
makamnya berada di Desa Paniraman
Kabupaten Mempawah, dan akhirnya
kepada KH. Syamsuddin yang masih
keluarga KH. Fathul Bari. Dua guru yang
pertama meninggal dunia sebelum Habib
Muhsin al-Hinduan menerima ijazah(serah
Lampiran: V
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA HB. MUKHSIN AL HINDUAN
Responden I : Syarifah Sakinah al Hinduan Tempat : Rumah Kediamannya Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1. Dimanakah Hb. Mukhsin Al
Hinduan dilahirkan ?
2. Umur berapa beliau mulai
belajar agama?
3. Kepada siapa beliau pertama
kali belajar ilmu agama ?
4. Dimana beliau belajar?
5. Siapa saja guru-guru beliau ?
1. Beliau dilahirkan di Kota Sumenep Pulau
Madura tahun 1921.
2. Dalam tradisi Madura, sejak mulai belajar
bicara sudah diajari mengaji oleh orang
tuanya. begitupun dengan Hb. Mukhsin Al
Hinduan. Sudah belajar semenjak masih
anak-anak kepada kedua orang tuanya.
3. Kepada kedua orang tuanya.
4. Pondok Pesantren Naqsyabandiah Madura.
5. Habib Muhsin al-Hinduan Belajar Thareqat
Naqsyabandiyah dari beberapa guru
thariqat, yang paling banyakguru thariqat
beliau dari Madura, diantaranya, KH.
Sirajuddin, kemudian KH. Fathul Bari yang
makamnya berada di Desa Paniraman
Kabupaten Mempawah, dan akhirnya
kepada KH. Syamsuddin yang masih
keluarga KH. Fathul Bari. Dua guru yang
pertama meninggal dunia sebelum Habib
Muhsin al-Hinduan menerima ijazah(serah
6. Berapa tahun beliau belajar ?
7. Diumur berapa beliau mulai
berdakwah?
8. Bagaimana metode dakwah
beliau?
9.
10. Bagaimana pemikiran beliau ?
terima) sebagai khalifah, dan justru dari
gurunya yang ketigalah yang menunjuk
Habib Muhsin al-Hinduan menjadi
mursyid. Beliau juga pernah meminta
bimbingan ruhani kepada guru
Naqsyabandiyah lain yang namanya sangat
terkenal di Madura yaitu KH. Ali Wafa
dari Ambuten. Beliau juga sempat berguru
kepada KH Mahfudzh, salah satu mursyid
dan guru thariqah yang berasal Madura
kabupaten Sampang.
Habib Muhsin al-Hinduan berkhalwat di
mana secara ruhaniah ia menembus
sedalam mungkin rahasia perjalanan
tasawuf di bawah bimbingan syaikh
Thareqat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang
sangat terkenal saat itu yakni Prof. Dr. Haji
Jalaluddin Dari Bukit tinggi pulau
Sumatera
6. Dari anak-anak hingga dewasa karena
memang hidup di lokasi pendidikan
pesantren.
7. 40 tahun-an
8. Beliau berdakwah melalui thariqat
9. Lemah lembut. Ramah dan tawadhu’
Responden II : Habib Helmi al Hinduan Tempat : Rimah Kediamannya Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Apa saja karya karya beliau ?
2. Apa yang menjadi dasar
pemikiran beliau ?
3. Apakah beliau mengikuti tarekat
?
4. Thariqat apa yang beliau ikuti?
5. Diumur berapa beliau wafat ?
1. Sampai saat ini belum ditemukan karyanya,
hanya kumpulan bacaan2 thariqat
Naqsyabandiah khusus murid-muridnya.
2. Dasar pemikiran beliau adalah untuk
berdakwah, makanya dakwah beliau
kemana-mana, termasuk ke Kalbar
3. Iyya,beliau mengikuti thariqat, bahkan
mursyid thariqat naqsabandi muzhariyah.
4. Naqsyabandiah Mudzhariyah pernah juga
thariqah khalidiyah
5. Beliau wafat tahun 1980 M
Responden II : Habib Helmi al Hinduan Tempat : Rimah Kediamannya Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Apa saja karya karya beliau ?
2. Apa yang menjadi dasar
pemikiran beliau ?
3. Apakah beliau mengikuti tarekat
?
4. Thariqat apa yang beliau ikuti?
5. Diumur berapa beliau wafat ?
1. Sampai saat ini belum ditemukan karyanya,
hanya kumpulan bacaan2 thariqat
Naqsyabandiah khusus murid-muridnya.
2. Dasar pemikiran beliau adalah untuk
berdakwah, makanya dakwah beliau
kemana-mana, termasuk ke Kalbar
3. Iyya,beliau mengikuti thariqat, bahkan
mursyid thariqat naqsabandi muzhariyah.
4. Naqsyabandiah Mudzhariyah pernah juga
thariqah khalidiyah
5. Beliau wafat tahun 1980 M
Responden III : Ust. Arie Tempat : Rumah Kediamannya Waktu/Tanggal :
PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN 1. Apakah ada dari anak anaknya
yang menjadi seperti beliau dari
bidang ilmu dan akhlak ?
2. Siapakah yang memimpin
Hayakanan atau tawajjuhan?
3. Dimana beliau di makamkan ?
1. Iya. Yang melanjutkan thariqat
beliau adalah anaknya yang
bernama Sayyid Amin Al
hinduan atau yang lebih dienal
dengan Habib Amin.
2. Yang memimpin hayakanan atau
tawajuhan setiap selesai shalat
maghrib adalah anaknya
3. Beliau di Makamkan di Astana
kota Sumenep
WAWANCARA DENGAN SYARIFAH SAKINAH ALHINDUAN PUTRI
HABIB MUKSIN ALHINDUAN
WAWANCARA DENGAN SYARIFAH SAKINAH ALHINDUAN PUTRI
HABIB MUKSIN ALHINDUAN
Lampiran: VI
HASIL WAWANCARA
TRANSKIP WAWANCARA KH. M. HASYIM DAHLAN
Responden I : Nyai Nur Azizah Tempat : Kediamannya Waktu/Tanggal : Jam 16 : tanggal 05 Desember 2017 No PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1
1. Dimanakah KH. M. Hasyim
Dahlan di lahirkan ?
2. Umur berapa beliau mulai
belajar agama?
3. Kepada siapa beliau pertama
kali belajar ilmu agama ?
4. Dimana beliau sekolah ?
5. Siapa saja guru-guru beliau
?
6. Berapa tahun beliau belajar
?
7. Diumur berapa beliau mulai
berdakwah?
8. Bagaimana metode dakwah
beliau?
9. Apa pendekatan dakwah
beliau?
10. Dimanakah Lokasi dakwah
beliau?
1. Beliau dilahirkan di Kota Demak 14 April
1955
2. Beliau sudah belajar agama sejak anak-
anak dari kepada orang tuanya
3. Kepada orang tuanya( H. Shodiqun), dan
guru ngaji disekitar rumahnya
4. Pon-Pes Lirboyo Jatim
5. Seluruh pengasuh pesantren Lirboyo
6. 12 tahun
7. 27 tahun
8. Metode dakwah beliau simpel. Mudah
diterima dan difahami
9. Pendekataan organisasi
10. Beliau berdakwah dari Mushola
kemusholla, masjid, dan rumah2,
terumata di pesantren binaannya.
Responden II : Anny Izzah al-Hafidzah Tempat : Kediamannya Waktu/Tanggal : Jam 16 : tanggal 06 Desember 2017 No PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1
1. Bagaimana pemikiran beliau
?
2. Apa saja karya karya beliau
?
3. Apa yang menjadi dasar
pemikiran beliau ?
4. Apakah beliau mengikuti
tarekat ?
5. Tarekat apa yang beliau
ikuti?
6. Diumur berapa beliau wafat
?
7. Berapa anak beliau ?
8. Apakah ada dari anak
anaknya yang menjadi
seperti beliau dari bidang
ilmu dan akhlak ?
9. Dimana beliau di makamkan
?
1. Pemikirannya tegas dalamhal pokok
dan lentur dalam furu’iyah(cabang)
2. Fiqh Ibadah, kumpulan do’a-do’a
mu’tabarah. Terjemah al-Minhajul
qawim,
3. Berdakwah dengan ikhlas dan sepenuh
hati
4. Iya. Beliau mengikuti thariqah.
5. Beliau pengikut thariqah Qadariah we
Naqsyabandiah, delail khairat, hizib2,
dll.
6. 15. 62 tahun ( 1955-2017)
7. lima anak. Dua laki-laki dan tiga
perempuan.
8. Untuk sampai saat ini belum ada
anaknya yang melanjutkan perjuangan
beliau. Yang diharapkan oleh almarum
hanya pada putrinya yang nomor tiga,
anny Izza. Putrinya ini yang menjadi
harapan bisa melanjutkan perjuangan
dakwahnya.
9. Beliau dimakamkan di Pal 5,
kompleks pemakaman Muslim
Assalam.
Responden II : Anny Izzah al-Hafidzah Tempat : Kediamannya Waktu/Tanggal : Jam 16 : tanggal 06 Desember 2017 No PERTANYAAN PENELITIAN JAWABAN PENELITIAN
1
1. Bagaimana pemikiran beliau
?
2. Apa saja karya karya beliau
?
3. Apa yang menjadi dasar
pemikiran beliau ?
4. Apakah beliau mengikuti
tarekat ?
5. Tarekat apa yang beliau
ikuti?
6. Diumur berapa beliau wafat
?
7. Berapa anak beliau ?
8. Apakah ada dari anak
anaknya yang menjadi
seperti beliau dari bidang
ilmu dan akhlak ?
9. Dimana beliau di makamkan
?
1. Pemikirannya tegas dalamhal pokok
dan lentur dalam furu’iyah(cabang)
2. Fiqh Ibadah, kumpulan do’a-do’a
mu’tabarah. Terjemah al-Minhajul
qawim,
3. Berdakwah dengan ikhlas dan sepenuh
hati
4. Iya. Beliau mengikuti thariqah.
5. Beliau pengikut thariqah Qadariah we
Naqsyabandiah, delail khairat, hizib2,
dll.
6. 15. 62 tahun ( 1955-2017)
7. lima anak. Dua laki-laki dan tiga
perempuan.
8. Untuk sampai saat ini belum ada
anaknya yang melanjutkan perjuangan
beliau. Yang diharapkan oleh almarum
hanya pada putrinya yang nomor tiga,
anny Izza. Putrinya ini yang menjadi
harapan bisa melanjutkan perjuangan
dakwahnya.
9. Beliau dimakamkan di Pal 5,
kompleks pemakaman Muslim
Assalam.
Sumber tambahan: Komentar tentang kepribadian al-Marhum KH. Hasyim Dahlan.
Bapak Mardi, A.Ag. Bapak Jipridin, M.Si Sumber dari beberapa photo-photo hasil peninggalannya dan media massa.
Lampiran: VII: Jadwal Penelitian
Pontianak 1. Haji Ibrahim Basyir alias Wak Guru
Dikenal dengan sebutan Tok Guru, beliau banyak melahir ulama, murid dari Haji Ismail bin Abdul Karim alias Ismail Mundu.Terkenal mempunyai banyak kelebihan mempunyai pengaruh yang cukup luas dari kalangan masyarakat dikenal baik di dalam negeri Indonesia maupun diluar negeri, banyak mempunyai murid di Negara Brunai,dan Malaysia. Meninggal di Pontianak di makamkan di Sei Ambawang Kabupaten PontianakUlama-ulama yang berpengruh tersebut telah memberi warna keislaman melalui ajaran yang disampaikan menjadi pedoman bagi para murid-muridnya yangada, baik menjadi sebagai ulama maupun pendidik guna mengembangkan syiar Islam di Kalimantan Barat.1
2. Syech H.Abdurani Mahmud Al-Yamani (Ahli Hisab)
Ulama yang mempunyai banyak murid, cukup disegani dikalangan ulama yangada pada zamannya, mantan ketua Majelis Ulama Indonesia Kalimantan Barat meninggal di Pontianak
3. Habib Saleh Alhaddat
Ulama yang terkenal tegas dalam pendirian, hapal Alquran menjadi tempat bertanya dari kalangan ulama yang ada, meninggal di Pontianak
4. Haji Abdus Syukur Badri alias Haji Muklis
Ulama pejuang asal dari Kalimantan Selatan yang menetap di Pontianak mempunyai ribuan murid yang terkenal dengan salawat Dalail khairat. Meninggal di Pontianak
5. Habib Abdullah Ridho Bin Yahya Pejuang dari solo jawa tengah pernah mondok di Mranggeng Demak, pernah
mengajar dan jadi pengurus di pondok pesantren assalam pontianak Mursyid qadiriyah naksabandi, perintis pondok pesantren darun naim ampera pontianak meninggal di pontianak beliau meninggal tahun 2013
6. KH. Muntaha Ridho
Pejuang asli pontianak pernah belajar di Darul Lughah Waddahwah dan Darul Musthafa Tarim Hadramaut Yaman. perintis pondok pesantren darul musthafa sungai
1 Utusan Malaysia, 26 jun 2006, Oleh Wan Mohd Shaghir Abdullah
Lampiran: VII: Jadwal Penelitian
Pontianak 1. Haji Ibrahim Basyir alias Wak Guru
Dikenal dengan sebutan Tok Guru, beliau banyak melahir ulama, murid dari Haji Ismail bin Abdul Karim alias Ismail Mundu.Terkenal mempunyai banyak kelebihan mempunyai pengaruh yang cukup luas dari kalangan masyarakat dikenal baik di dalam negeri Indonesia maupun diluar negeri, banyak mempunyai murid di Negara Brunai,dan Malaysia. Meninggal di Pontianak di makamkan di Sei Ambawang Kabupaten PontianakUlama-ulama yang berpengruh tersebut telah memberi warna keislaman melalui ajaran yang disampaikan menjadi pedoman bagi para murid-muridnya yangada, baik menjadi sebagai ulama maupun pendidik guna mengembangkan syiar Islam di Kalimantan Barat.1
2. Syech H.Abdurani Mahmud Al-Yamani (Ahli Hisab)
Ulama yang mempunyai banyak murid, cukup disegani dikalangan ulama yangada pada zamannya, mantan ketua Majelis Ulama Indonesia Kalimantan Barat meninggal di Pontianak
3. Habib Saleh Alhaddat
Ulama yang terkenal tegas dalam pendirian, hapal Alquran menjadi tempat bertanya dari kalangan ulama yang ada, meninggal di Pontianak
4. Haji Abdus Syukur Badri alias Haji Muklis
Ulama pejuang asal dari Kalimantan Selatan yang menetap di Pontianak mempunyai ribuan murid yang terkenal dengan salawat Dalail khairat. Meninggal di Pontianak
5. Habib Abdullah Ridho Bin Yahya Pejuang dari solo jawa tengah pernah mondok di Mranggeng Demak, pernah
mengajar dan jadi pengurus di pondok pesantren assalam pontianak Mursyid qadiriyah naksabandi, perintis pondok pesantren darun naim ampera pontianak meninggal di pontianak beliau meninggal tahun 2013
6. KH. Muntaha Ridho
Pejuang asli pontianak pernah belajar di Darul Lughah Waddahwah dan Darul Musthafa Tarim Hadramaut Yaman. perintis pondok pesantren darul musthafa sungai
1 Utusan Malaysia, 26 jun 2006, Oleh Wan Mohd Shaghir Abdullah
pinyuh meninggal dikelurahan sungai pinyuh kabupaten mempawah. Beliau yang masih meneruskan pemikiran dan amaliyah Habib Husein Al Qadri Jamalullail yaman yang dimakamkan di mempawah. Seperti pembacaan Ratib-ratib, Hizib-Hizib dan tradisi tarim hadramaut tariqah alawiyah. Beliau meninggal tahun 2015.
TABEL JADWAL PENELITIAN
NO
Kegiatan Bulan
4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penyusuna Proposal
2 Seminar Proposal
3 Perbaikan seminar
4 Bab I
5 Bab II
6 Bab III
7 Penelitian dan pengumpulan
informasi
8 Tahap seleksi dan struktur
pertanyaan
9 Menetukan metode dan
penelitian dan analisis data
10 Uji keabsahan data
11 Membuat laporan hasil uji
12 Bab IV
13 Bab V
14 Penyempurnaan Laporan
15 Ujian Penelitian