cover

Upload: fiqna-syani

Post on 10-Jul-2015

164 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGANTAR

Segala Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga mampu menyelesaikan proposal skripsi ini dengan baik sebagai tugas dengan judul CERITA RAKYAT EYANG NGALIMAN DI DESA NGLIMAN KECAMATAN SAWAHAN KABUPATEN NGANJUK PROPINSI JAWA TIMUR ( Suatu Tinjauan Foklor ). Karya sastra merupakan hasil dari kreativitas manusia baik secra tertulis maupun lisan berisi tentang permasalan yang melingkupi kehidupan sosial. Karya sastra yang tertulis misalnya prosa,ceriota pendek,cerita bersambung,novel dan lain-lain, sedangkan karyab sastra lisan adalah karya sastra yang di wariskan turun temurun secara lisan,dan salah satu jenis karya sastra lisan adalah cerita rakyat. Alasan penulis yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bentuk kepedulian penulis untuk melestarikan budaya ini agar tidak punah. Maka diperlukan suatu penggalian terhadeap budaya tersebut agar tidak lenyap begitu saja, karena cerita rakyat dapat memberikan manfaat dan pemahaman dalam kehidupan masyarakat. Penulisan tugas ini merupakan salah satu kewajiban yang di maksud untuk melengkapi mata kuliah Metodologi Penelitian Sastra yang di ampu oleh Dra. Sundari,M.Hum. Penulis berharapm semoga penyusunan tugas ini berguna dan bermanfaat bagi semua.

Surakarta 22 Juni 2011

Penulis

CERITA RAKYAT EYANG NGALIMAN DI DESA NGLIMAN KECAMATAN SAWAHAN KABUPATEN NGANJUK PROPINSI JAWA TIMUR ( Sebuah Tinjauan Folklor )

A. LATAR BELAKANG Salah satu warisan dari leluhur adalah karya sastra. Karya sastra itu sendiri terbagi menjadi dua yaitu karya sastra tulis dan karya sastra lisan. Prosa, puisi, ceria pendek dan lain-lain merupakan karya sastra tulis, sedangkan yang merupakan sastra lisan salah satunya yaitu folklor. Cerita rakyat atau folklor yang ada didalam masyarakat merupakan suatu bentuk cerita dari mulut ke mulut yang sampai sekarang masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Sementara menurut James Danandjaya (1984:4), definisi folklor secara keseluruhan adalah : sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam benuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu mengingat Pada umumnya cerita rakyat mempunyai makna dan amanat yang tersembunyi dibalik cerita yang tersebar di masyarakat. Dan juga bertujuan untuk menghormati, memuja mohon keselamatan dan ucapan syukur kepada Tuhan melalui para leluhur dan peninggalannya. Mereka percaya bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh manusia dapat diatasi dengan keterlibatan para

leluhurnya dan peninggalannya, sehingga akhirnya mempercayai dan meyakini cerita rakyat tersebut. Cerita rakyat maupun folklor merupakan salah satu upaya manusia untuk melestarikan kebudayaan dan adat yang telah dibuat oleh leluhurnya dan diteruskan secara turun menurun kepada masyarakat. Diharapkan dengan cerita rakyat atau folklor tersebut manusia dapat mengetahui asal-usul ataupun kejadian dimana cerita rakyat itu diceritakan kepada masyarakat. Cerita rakyat Eyang Ngaliman disebarkan secara lisan dan sampai saat ini masih diyakini kebenarannya oleh masyarakat di desa ngliman dan sekitarnya, sehingga cerita rakyat Eyang ngaliman digolongkan sebagai cerita lisan atau folklor. Folklor sendiri merupakan manifestasi kreatifitas sekelompok masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Cerita rakyat dalam penyebarannya biasanya bersifat kolektif atau terbatas pada kelompok masyarakat tertentu dan menjadi kebanggaan daerah yang bersangkutan. Eyang Ngaliman / Eyang Sedudo sendiri merupakan kepercayaan warga desa Ngliman dan masyarakat sekitar sebagai penunggu Air Terjun Sedudo. Air terjun Sesudo sendiri merupakan salah satu aset objek wisata kota Nganjuk yang sangat menguntungkan bagi masyarakat di desa Ngliman dan masyarakat setempat karena air terjun tersebut cukup terkenal yang sampai sekarang masih eksis sehingga ramai di datangi pengunjung dari berbagai penjuru. Penunggu air terjun sedudo selain Eyang Sesudo ada juga Eyang Pogalan serta ng Kabet Misuwur yang makamnya berada di atas air terjun Sedudo,dan Makam Eyang sedudo atau Eyang Ngaliman terletak tidak jauh di

bawah air terjun sedudo yang samapi sekarang masih di keramatkan,dan ketiga-tiganya di percaya sebagai penunggu air terjun sedudo tersebut. Air Terjun Sidudo terletak di daerah di bawah lereng Gunung Wilis. Air tejun sedudo ini juga terkenal dengan mitos-mitosnya, masyarakat setempat dan para pngunjung percaya bahwa air tersebut berkhasiat bisa membuat awet muda serta untuk sebagai media alat penyembuhan,dan kepercayaan-kepercayaan lainya seperti ingin sukses,ingin naik pangkat,ingin pintar dan masih banyak lainya dengan cara meminum atau mandi atau dengan cara beritual secara rutin di air terjun sedudo tersebut. Hari ritual yang di pilih dan khasiat tersebut tergantung dari kepercayaan yang ada para diri masing-masing pengunjung. Asal usul Air Terjun Sedudo adalah konon pada zaman dahulu Air Terjun Sedudo tersebut adalah tempat berwudunya Eyang Ngaliman, Eyang Ngaliman pada zaman dahulu adalah seorang penyebar agama islam di kota Nganjuk, dapat dikatakan seperti Wali Sanganya Kota Nganjuk. Eyang Ngaliman tersebut tidak beristri dan tidak beranak yang sampai sekarang makam beliau yang terletak tidaik jauh dari lokasi Air Terjun Sedudo masih dikeramatkan sampai sekarang dan digunakan sebagai tempat untuk berziarah. Nama Air Terjun Sedudo sendiri di ambil dari latar belakang Eyang Ngaliman sendiri yang tak beristri dan tak beranak dan dapat dikatakan sebagai dudho. Desa Ngliman sendiri di ambil dari nama eyang Ngaliman yang mempunyai arti orang alim atau oranng baik-baik. Makam Eyang Ngaliman sama eksisnya dengan air terjun

sedudo,banyak para peziarah dari berbagi penjuru yang berdatangan untuk

melakukan doa-doa seperti ingin segera dapat jodoh,biar lulus ujian,naik pangkat,danganganya laris dan masih banyak lainya. Air terjun Sedudo dan Makam Eyang Ngaliman sangatlah berkaitan erat biasanya para pengunjung yang melakukan ritual percaya dengan adanya mitos-mitos yang terdapat di Air Terjun Sedudo dan Makam Eyang Ngaliman tersebut. Juru kunci Air Terjun Sedudo dan Makam Eyang Ngaliman berbeda untuk Air Terjun sedudo saat ini di pegang oleh Bapak abu Safii dan makam eyang Ngaliman di pegang oleh bapak Ahmad Qosim. Hampir setiap hari Air terjun sedudo ramai dikunjungi oleh para pengunjung ada juga yang hanya sekedar berwisata biasa dan ada juga yang melakukan ritual. Ritual Rutin di Air Terjun Sedudo tersebut Ritual yang dilakukan setiap Bulan Sura pada tanggal 1 mapak tanggal karena bulan sura adalah tahun barunya bagi orang jawa dan tanggal 15 yang bertepatan dengan bulan purnama. Pada bulan-bulan Sura tersebut satu bulan full biasanya Air terjun Sidudo sangat ramai di kunjungi oleh para peziarah yang akan melakukan ritual karena bulan sura di anggap sebagai bulan yang baik bagi orang jawa. Selain bulan Sura setiap haripun ada beberapa pengunjung yang akan melakukan ritual di air terjun Sedudo tersebut hari baik yang di pilih dan khasiat air tersebut tergantung dari kerpercayaan diri pribadi masing-masing. Akan tetapi khasiat akan air tersebut sudah dapat dibuktikan karena Juru Kunci Air Terjun Sidudo yang biasa di panggil MbaH Pii tersebut pernah mendapatkan pasien orang stres atau orang gila dapat sembuh di tangan Mbah Pii melalui media air tejun Sedudo tersebut, asal orang tersebut percaya dan yakin bahwa dia dapat sembuh.

Pada acara ritual pada Bulan Sura tersebut antusias warga sekitar sangatlah banyak,pada saat itu warga sekitar dan para pengede-pengede kota Nganjuk berbondong-bondong dan berkumpul di lokasi Air Terjun sedudo tersebut untuk melakukan ritual mandi bersama dan larung sesaji serta malamnya di lakukan tirakatan, sesaji-sesaji dan ubarampe-ubarampe yang ada pada saat upacara terdiri dari tumpeng,cok bakal,menyan ,dupo,bunga melati dan kenanga serta daging kambing yang nantinya daging kambing tersebut akan di bagikan kepada para warga,yang kepala kambingnya di kubur di dekat kawasan air terjun sesudo tersebut yang di simbolkan sebagai kuwat bumi. Pada upacara ritual saat itu air terjun sedudo di ambil dan di bawa kemudian di masukkan ke dalam kendi yang berada di dalam Makam Eyang Ngaliman pengambilan air tersebut di lakukan oleh laki-laki dan yang membawa air harus gadis yang masih perawan dan berambut panjang serta dalam keadaan suci atau tidak mens sebanyak tujuh orang dengan membawa klenting. Air tersebut untuk para peziarah yang ingin meminumnya,di dalam makam Eyang Ngaliman tersebut Wanita tidak boleh masuk kedalamnya hanya laki-laki sajalah yang boleh masuk mengingat dahulu Eyang Ngaliman adalah seorang dudha dan tak beristri sehingga ada pantangan wanita tidak boleh masuk makam tersebut jika melanggar ada karmanya tersendiri dan samapi sekarng tidak ada yang berani melanggar. Selain itu ada pantangan pula untuk para peziarah yaitu membawa bunga mawar merah,dari pihak pengurus makam tidak menentukan harus membawa sesaji atau apa ketika berziarah yang penting tidak boleh membawa bunga mawar mawar tersebut.

Selain upacara-upacara pada bulan Sura ada juga ritual rutin yang lakukan setiap jumat Legi di air terjun sedudo yaitu dengan cara tirakatan atau lek lekan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME pada malam hari dan penerangan di matikan banyak orang yang percaya bahwa air terjun tersebut seperti terdapat cahaya yang dapat dilihat dengan kasat mata. Untuk ritual rutin pada bulan Suranya sendiri dari dulu memang jadi satu bulan tanggal 1 Sura dan tanggal 15 Sura akan tetapi demi memenuhi kebutuhan pasar karena bulan sura selalu full rame ritual yang tanggal 1 sura di gantikan pada bulan Syahban / ruwah yang biasanya jatuh sekitar bulan Juli akan tetapi dengan terangkatnya bupati yang baru terhembus kabar jika ritual tersebut akan di jadikan satu kembali seperti sedia kala. Terdapat juga ritual unik misalnya seorang pedagang hanya membawa spanduk atau irus dan di cuci di air terjun sedudo,tukang dengan membawa cetok dan ada juga dengan hanya yang membawa krikil yang di ambil di dalam air terjun sedudo dengan cara menyelam dan di gigit tidak pakai tangan. Makam Eyang Ngaliman tersebut juga dilengkapi dengan fasilitas mushola atau langgar yang memudahkan para pengunjung untuk beristirahat dan bisa menunaikan ibadah sholat di situ. Para peziarah yang datang dengan bermacam-macam masalah dan para peziarah dapat memanjatkan doa-doa yang ingin di sampaikan dan terkabulnya doa tersebut tergantung dari kepercayaan dan diri pribadi masing-masing sebenarnya meminta sesuatu itu hanya kepada yang kuasa akan tetapi mungkin lewat Makam Eyang Ngalimanlah sebagai perantaranya. Makam Eyang Ngaliman tersebut tidak hanya dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai penjuru tetapi dikunjungi

pula para penggede kota nagnjuk seperti Bupati serta Bapak Negara Susilo Bambang Yudoyono yang pernah mengunjungi Air Terjun Sedudo dan Makam Eyang Ngaliman tersebut. Kemanjuran Makam Eyang Ngaliman tersebut juga dapat dibuktikan dengan terpilihnya Bpk.Taufik yang terpilih sebagai Bupati Nganjuk yang memang dalam pemilihan Bupati Nganjuk pada tahun ini. Ritual pada bulan Sura di lanjutkan di makam Eyang Ngaliman ini yang dilakukan oleh perangkat kepada desa dan warga masyarakat setempat untuk memohon ketentraman-ketentraman di desa tersebut dan keselamatan di kota Nganjuk. Peletakkan pertama bunga sesaji oleh kepala desa setempat lalu dilanjutkan dengan pembakaran kemeyan dan diawali dengan pembacaan tahlilan. Dalam ritual ini wanita tetap ngak boleh masuk. Dan sampai sekarang ritual tersebut masih dilakukan secara rutin dan makam Eyang Ngaliman yang dikeramatkan dan Air Terjun Sedudo yang mengandung mitos-mitos sampai sekarang masih eksis dan dikelola oleh dinas pariwisata Pemerintah setempat. Dari beberapa latar belakang yang telah dijelaskan oleh peneliti diatas maka oleh peneliti dapat diambil beberapa garis besar yang mendorong akan penelitian ini akan dilakukan. Garis besar dari penelitian cerita rakyat Eyang Ngaliman ini diantaranya yaitu : 1. Mengetahui akan bentuk, mitos, dan kepercayaan masyarakat tentang adanya cerita rakyat Eyang Ngaliman yang mendorong masyarakat untuk peduli akan pentingnya kelestarian budaya dan kelestarian alam.

2. Peneliti tertarik oleh kepercayaan yang ditimbulkan dengan adanya makam Eyang Ngaliman dan Air Terjun Sedudo serta mitos-mitos yang terdapat di dalamnya.

B. PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah dimuka, rumusan masalah dalam penelitian sangat penting untuk mengetahui pokok pembahasan suatu penelitian yang akan dikaji. Hal ini dikarenakan agar penelitian dapat lebih terarah dan tidak keluar dari tujuannya. perumusan masalah ini meliputi: 1. Bagaimanakah profil msayarakat pemilik cerita rakyat Eyang Ngaliman yang berada di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk ? 2. Bagaimana bentuk cerita rakyat Eyang Ngaliman yang berhubungan dengan Air Terjun sedudo yang berada di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk ? 3. Nilai guna apa saja yang terdapat didalam cerita rakyat Eyang Ngaliman dan Upacara Tradisi yang berhubungan dengan Air Terjun Sedudo yang berada di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk ? 4. Mitos-mitos apa saja yang terdapat di dalam Air Terjun Sedudo dan Makam Eyang Ngaliman yang terdapat di Desa Ngiman,Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Menngetahui profil masyarakat pemilik cerita rakyat Eyang Ngaliman di Desa Ngliman,Kecamatan Sawahan,Kabupaten Nganjuk. 2. Mendiskripsikan Cerita Rakyat Eyang Ngaliman yang berhungan dengan Air Terjun Sedudo yang berada di Desa Ngliman, Kecamatan sawahan, Kabupaten Nganjuk. 3. Mengetahui nilai guna di dalam Cerita Rakyat Eyang Ngaliman dan upacara tradisi yang berhubungan dengan Air Terjun Sedudo yang berada di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk. 4. Mengungkapkan adanya mitos-mitos yang terdapat di dalam Makam Eyang Ngaliman dan Air Terjun Sedudo yang berda di Desa Ngliman, kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Secara teoretis, manfaat yang ingin dicapai adalah mampu mengunakan dan memanfaatkan teori yang telah ada untuk mengetahui asal-usul, isi dan bentuk, fungsi serta pengaruh cerita rakyat Eyang Ngaliman bagi masyarakat pendukungnya. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pendekatan teori foklor bagi perkembangan sastra dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

Secara

praktis,

manfaat

yang

ingin

dicapai

adalah

pendokumentasian cerita rakyat tersebut sebagai salah satu aset kekayaan lisan Nusantara dan untuk kesempatan lain dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut. E. LANDASAN TEORI 1. Hakekat Foklor Foklor berasal dari kata folk (kolektif) dan lore, menurut Dundes folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik,sosial dan kebudayaan,sehingga dapat dibedakan dari kelompok lain,sedangkan lore sendiri merupakan tradisi dari folk yaitu suatu kebudayaan yang diawariskan secar turun-temurun secara lisan atau suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau pembantu pengingat. Foklor mengandung artim keyakinan atau kisah-kisah lama

(tradisional) mengenain rakyat,sekaligus juga di mengerti sebagi studi atas kisah atau keyakinan rakyat itu sendiri.Rakyat di sini bisa suku,masyarakat atau penduduk suatu wilayah dengan ragam budayanya sendiri. Foklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif macam apa saja,secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemoninic device) (Danandjaya 1997:2). Endraswara berpendapat bahwa pahit getir hidup itu akan terungkap lewat foklor,karena foklor adalah cermin diri manusia. Oleh karena itu mengungkapkan foklore sama halnya menyelami misteri manusia.

Lain lagi dengan pendapat Potter (dalam Endraswara 2009:28) yang menyatakan bahwa foklor adalah karya agung masalalu, baik lisan ataupun tertulis yang amat beharga bagi generasi mendatang. Lebih jauh lagi , Yadnya (dalam Endraswara 2009:28) juga menjelaskan foklor adalah bagian dari kebudayaan yang bersifat tradisional tidak resmi dan nasional. Foklor mencakup semua pengetahuan, nilai, tingkah laku, asumsi, perasaan, dan kepercayaan tersebar dalam bentuk tradisional melalui praktik-praktik kebiasaan.

Menurut Jan Harold Brunvant ( Dananjaya,1991 21-141 ),berdasarkan tipenya foklor di bagi atas : 1) Lisan maksudya bentukya murni lisan,mencangkup bahasa

rakyat,ungkapan tradisional,peryataan tradisional,cerita prosa rakyat. 2) sebagian lisan maksudnya campuran antara lisan dan bukan lisan,mencankup :kepercayaan adat,teater rakyat,tari rakyat (tampak adanya unsur bahasa gerak). 3) bukan lisan maksudnya bentukya bukan lisan meskiopun penyebaranya tetap secar lisan meliputi: material dan bukan material ( Dananjaya,1991 21-141 ) Fungsi Foklor Menurut William R.Bascom dalam Danandjaja ( 1984:19 ) foklor mempunyai fungsi sebagi berikut : a) sebagai sistem proyeksi (projektive sistem), yakni sebagai alat pencermin angan-angan kolektif.

b) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan Sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device) c) Sebagai alat pemaksa dan pengawaas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota koletifnya

2. Pengertian Cerita rakyat Cerita rakyat adalah bentuk penuturan cerita yang pada dasarnya tersebar secara lisan,di wariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara tradisional. Cerita rakyat yang di dalam bahasa inggris disebut dengan istilah folkate adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa setiap jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat,yang ditularkan dari mulut kemulut adalah cerita rakyat,cerita rakyat meliputi mite,legenda dan dongeng ( Soepanto,1982 : 48 ) Prosa cerita rakyat menurut William R.Bascom dibagi menjadi: 1) Mite,berciri:dianggap benar-benar terjadi,dianggap suci oleh empunya cerita,tokoh para dewa atau dewa,seting bukan di dunia waktu sangat lampau. 2) Legenda berciri:dianggap benar-benar terjadi tidak dianggap suci oleh empunya cerita,tokoh manusia kadang dengan sifat luar biasa,seting di dunia dan waktu belum terlalu lama. 3) Domgeng berciri:tidak dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh waktu dan tempat.

3. Fungsi Cerita Rakyat Menurut William R.Bascom sastra lisan mempunyai empat fungsi:

1) sebagai sebuah bentuk hiburan. 2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. 3) sebagagai alat pendidikan anak-anak. 4) sebagai alat pemaksa dan pengawaas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. 4. Upacara Tradisional Tradisi Upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama yang di lakukan secra turun temurun. Upacara tradisional merupakan kegiatan bagian yang integral dari kehidupan masyarakat pendukungnya dan kelestarian hidup upacara tradisional dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional itu akan mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali di dalam kehidupan masyarakat pendukung ( Soepanto,1992: 5) 5. Pengertian mitos Cremers (1997:138) menyatakan bahwa mitos adalah cerita suci terbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian perisdtiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-perubahan alam raya dan dunia,dewa-dewi,kekuatan-kekuatan atas kodrati,manusia,pahlawan,dan masyarakat. Stevi-Struss (1977:139) merumuskan mitos merupakn suatu warisan bentuk cerita tertentu dari tradisi lisan yang mengisahkan dewadewi,manusi pertama,binatang,dan sebagainya berdasarkan suatu skema

logis yang terkandung di dalam mitos itu dfan yang memungkinkan kita mengintegrasiakan semua masalah yang perlu diselesaikan dalam suatu kontruksi sistematis. Hutomo (1991:8) bahwa mitos termasuk genre sastra lisan. Ahimsa-Putra (1995:1) bahwa mitos bisa dianggap sebagai cerita yang aneh yang seringkali sulit kita pahami maknanya atau diterima kebenaranya karena kisah di dalamya tidak masuk akal atau tidak sesuai dengan apa yang kita temui sehari-hari.

F. METODE PENELITIANA.

Lokasi PenelitianLokasi dalam penelitian berada di daerah langsung dengan cerita rakyat Eyang Ngaliman yaitu Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Dimana didalamnya terdapat makam Eyang Ngaliman yang merupakan penunggu dari air terjun sidudo yang letaknya tidak jauh dari makam. Setiap hari tempat ini ramai pengunjung, dan para peziarah apalagi pada bulan-bulan Sura (15 Sura) dan pada bulan Syahban 1 Syawal terdapat ritual-ritual khusus yang samapi sekarang masih di lakukan sebagai tradisi.

B.

Jenis dan Bentuk PenelitianJenis penelitian cerita rakyat ini adalah jenis penelitian lapangan (penelitian folklore). Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu dengan menekankan pada deskripsi alami yang menggunakan konsep-konsep dalam hubungannya satu sama lain. Apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis dan secara lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data (Lexy J. Moleong, 2010:281). Sedangkan menurut Sangidu (2004:7) bahwa penelitian kualitatif sifatnya alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, perilaku, atau data-data lain yang dapat di amati oleh peneliti. Penelitian folklore terdiri atas tiga tahap antara lain melalui tahap pengumpulan, penggolongan (pengklasifikasian), dan tahap penganalisaan (James Danandjaja, 1994:191). Dengan jenis penelitian lapangan (penelitian folklore) dan bentuk penelitian deskriptif kualitatif di harapkan dapat memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian tentang cerita rakayat yang berhubungan dengan Makam Eyang Ngaliman dan Air

Terjun Sedudo di desa Ngliman, kecamatan Sawahan, kabupaten Nganjuk, Jawa Timur

C.

Sumber Data dan DataSumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data utama di catat melalui catatan

tertulis atau melalui perekaman video/tape recorder, pengambilan foto, atau film (Lexy J. Moleong, 2010,157). Data primer adalah data utama, dalam penelitian ini data primernya adalah segala informasi (hasil wawancara) dari juru kunci serta informan yang menceritakan tentang Makam Eyang Ngaliman dan Air Terjun Sedudo, baik dari masyarakat asli maupun masyarakat pendatang. Data sekunder adalah data pelengkap atau data pendukung yang sedikit banyak membantu kevalitan suatu penelitian. Berikut adalah daftar narasumber dalam penelitian ini : 1. Abu Safii ( selaku juru Kunci Air Terjun Sedudo ) 2. Ahmad Qosim ( selaku juru kunci Makam Eyang Ngaliman ) 3. Sukadi ( pekerja lapangan dari dinas pariwisata )

D.

Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di desa Ngaliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Kediri yang mengetahui dan memahami seluk beluk asal usul cerita rakyat Eyang Ngaliman yang di keramatkan itu.

Menurut (Rachmad Djoko Pradopo,2001:39) populasi berarti sekelompok orang,benda,atau hal yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian itu. Menurut Racmad Djoko Pradopo (2001:10) dalam penelitian kualitatif cuplikan sampel yang di gunakan bersifat purposive sampling. Sampel merupakan individu yang akan di teliti yaitu penduduk Desa Ngaliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur yang mengetahui tentang seluk beluk makam Eyang Ngaliman. Karena penduduk desa Ngaliman sangat banyak dan terdiri dari berbagai

kelompok, maka dalam penelitian ini penentuan sampel menggunakan cara purposive sampling. Dalam pengambilan sampel, responden yang di ambil adalah masyarakat yang benar-benar mengetahui dan paham tentang cerita rakyat Eyang Ngaliman, antara lain juru kunci Makam Eyang Ngaliman yaitu Ahmad Qosim serta juru kunci Air Terjun Sedudo yaitu Abu Safii, orang-orang dinas pariwista serta tokoh masyarakat (lurah) dan orang-orang yang mengetahui cerita tersebut yang berumur antara 18-50 tahun ke atas dari segala profesi.

E. Teknik Pengumpulan DataTeknik yang di gunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Wawancara

Wawancara merupakan cara untuk memperoleh data dengan percakapan yaitu antara pewawancara dengan yang di wawancarai (Lexy J.Moleong 2010,186). Teknik wawancara adalah teknik yang di pakai untuk membantu mengumpulkan data maupun memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi social sastra peneliti dengan yang di teliti. Jenis wawancara ada dua yaitu wawancara tak berstruktur atau bebas dan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur di lakukan dalam pencarian data berkaitan dengan instansi terkait yang dapat memberikan informasi sehubungan dengan penelitian. Wawancara tak berstruktur di gunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui pemahaman masyarakat. Dalam penelitian ini wawancara di lakukan dengan akrab,luwes, dengan pertanyaan yang bersifat terbuka, serta proses wawancara di lakukan secara acak dan berulang-ulang sesuai kebutuhan penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan sebanyak-banyaknya dari masyarakat pemilik cerita dari makam Eyang Ngaliman yang ada hubungannya dengan penelitian. 2. Observasi langsung (lapangan) Observasi adalah salah satu cara pengumpulan data dengan cara terjun dan melihat secara langsung fenomena yang terdapat di lokasi penelitian untuk di ungkapkan secara tepat.

Observasi lapangan dapat di lakukan secara formal dan informal. Secara formal maksutnya peneliti harus lebih dahulu mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang, sedangkan secara informal maksutnya

peneliti tidak lebih dahulu mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang. Teknik observasi yang di lakukan pada penelitian ini adalah secara langsung,yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan tertentu tentang seluk beluk makam Eyang Ngaliman. Teknik observasi langsung menuntut peneliti mengamati secara langsung dengan menggunakan alat indra, segala sesuatu yang berhubungan dengan seluk beluk makam Eyang Ngaliman tersebut

F.

Teknik Analisis DataAnalisis data adalah proses penyerdehanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah di baca dan diinterpretasikan (Singarimbun,2010:263). Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, reduksi (penggolongan atau pengklasifikasian) data, penyajian data, penganalisaan, dan penarikan kesimpulan. Tahaptahapnya adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data

Pengumpulan data yaitu dengan cara mengumpulkan data-data atau informasi yang di peroleh dari hasil wawancara , kepustakaan, dokumen tertulis, arsip (artikel-artikel dalam majalah), dan lain sebagainya yang relevan dengan penelitian. 2. Reduksi data Dalam tahap ini setelah semua data terkumpul kemudian di

lakukan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dari hasil-hasil observasi data yang masih bersifat kasar, maksutnya adalah memilah milah data yang akan di capai dan yang tidak di pakai, sebagai usaha penyaringan data agar sesuai dengan tujuan penelitian. 3. Penyajian data Penyajian data merupakan kegiatan merakit data yang telah di reduksi, maka dapat di ketahui segala sesuatu yang terjadi, sehingga berguna dalam analisis karya sastra selanjutnya. Kemudian di lanjutkan dengan mereduksi hasil penyajian data. 4. Analisis data Setelah data di kalsifikasi, selanjutnya data di analisis dengan cara mengkaitkan data yang satu ke data yang lain berdasarkan kaitan teoritik yaitu data di analisa dengan menggunakan pendekatan folklore sebagai dasar landasan guna penelitian selanjutnya yaitu penelitian lapangan (penelitian folklore).

5. Penarikan kesimpulan Data yang di analisis kemudian di rumuskan guna mendapatkan landasan (kajian) yang kuat, yaitu dengan cara di reduksi secar cermat dan berusaha mengadakan kesimpulan setelah data di peroleh secara siklus.

G.

Validitas DataUntuk meningkatkan kualitas dan keabsahan data dalam penelitian Makam Eyang Ngaliman di desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur maka peningkatan kualitas data yang memakai tringulasi data. Teknik triangulasi adalah usaha memahami data melalui berbagai sumber, subjek penelitian, cara (teknik, metode, teknik), dan waktu (Nyoman Kutha Ratna,2010:241). Denzin (dalam Nyoman Kutha Ratna,2010:242) menyebutkan tiga jenis triangulasi yaitu triangulasi data,peneliti, dan triangulasi

teori,metode,teknik. Dalam triangulasi data di gunakan beberapa sumber data untuk di uji dengan sumber data lain yang berbeda sehingga data yang di peroleh benar-benar dapat di anggap objektif. Triangulasi peneliti berfungsi untuk menguji apakah seorang peneliti sudah bersifat objektif.

Triangulasi teori, metode dan teknik di lakukan dengan memanfaatkan berbagai teori,metode,dan teknik untuk menganalisis masalah yang sama.

H. Sistematika PenulisanSistematika penulisan ini adalah sebagai berikut BAB I : PENDAHULUAN Pendahuluan meliputi latar belakang masalah,batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II

: LANDASAN TEORI Landasan teori meliputi Pendekatan Foklor dan Fungsi Foklor,Pengertian cerita rakyat dan Fungsi cerita

rakyat,Pendekatan Upacara Adat dan Pendekatan Mitos BAB III : METODE PENELITIAN Metode penelitian meliouti lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pngumpulan data, populasi dan sampel, validitas data. BAB IV : PEMBAHASAN

Pembahasan meliputi deskriptif dan analisis BAB V : PENUTUP Pnnutup meliputi kesimpulan dan saran

Daftar Pustaka

Endraswara, suwardi. 2009. Metode penelitian foklor : Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogjakarta : media pressindo James danandjaya.1994. foklor indonesia (ilmu gosip,dongeng,dan lain-lain) J Jakarta : grafiti

Kusnadi dan suteja. 2010. Kajian prosa : Kiat Menyisir Dunia Prosa. Yogjakarta. Pustaka Felicha Lexy J.Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nyoman Kutha Ratna. 2010. Metode Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rachmad Djoko Pradopo. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita Graha Widya.

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Singarimbun & Sofian Efendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.Soepanto, dkk. 1991. Upacara Sekaten Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

CERITA RAKYAT EYANG NGALIMAN DI DESA NGLIMAN,KECAMATAN SAWAHAN,KABUPATEN NGANJUK, JAWA TIMUR ( Tinjauan Foklor )

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Sastra

Dosen Pengampu: Dra. Sunadari, M.Hum.

Disusun oleh : SUSI SETIANINGSIH

C010882 SASTRA DAERAH

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011