cr hap

56
STATUS PASIEN I. Identitas Nama : Ny. M Umur : 29 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Pesawaran Tgl .Operasi : 30 Maret 2012 II. Anamnesa Auto Anamnesa Keluhan Utama : hamil kurang bulan dengan perdarahan dari kemaluan Tambahan : tubuh terasa lemas, perut mulas III. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengaku keluar darah dari kemaluan berwarna merah segar ±2 jam SMRS, banyaknya 2x ganti celana dalam, perut mulas menjalar hingga ke pinggang hilang timbul semakin lama semakin kuat dan sering (-), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat keluar air-air (-), riwayat trauma (-), riwayat diurut-urut (-), riwayat trauma (-), pasien mengaku hamil kurang bulan dan gerakan bayi masih bisa dirasakan. IV. Riwayat penyakit dahulu 1

Upload: ratu-reni-setia-resmiati

Post on 26-Oct-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: cr HAP

STATUS PASIEN

I. Identitas

Nama : Ny. M

Umur : 29 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Pesawaran

Tgl .Operasi : 30 Maret 2012

II. Anamnesa

Auto Anamnesa

Keluhan Utama : hamil kurang bulan dengan perdarahan dari kemaluan

Tambahan : tubuh terasa lemas, perut mulas

III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengaku keluar darah dari kemaluan berwarna merah segar ±2 jam SMRS,

banyaknya 2x ganti celana dalam, perut mulas menjalar hingga ke pinggang hilang timbul

semakin lama semakin kuat dan sering (-), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat keluar

air-air (-), riwayat trauma (-), riwayat diurut-urut (-), riwayat trauma (-), pasien mengaku

hamil kurang bulan dan gerakan bayi masih bisa dirasakan.

IV. Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada

V. Riwayat alergi obat

Tidak ada

VI. Riwayat konsumsi alkohol dan merokok

Tidak ada

1

Page 2: cr HAP

VII. Riwayat minum obat penenang

Tidak ada

VIII. Riwayat operasi

Tidak ada

IX. Pemeriksaan Fisik

Status Anestesi

PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI

PRIMARY SURVEY

A = Airway :

Kesadaran : delirium

Look, listen, feel : nafas spontan

Gerak dada : (+)

Gerak otot nafas tambahan : (-)

Warna kulit, mukosa, kuku : Asianosis

B = Breathing :

Frekuensi nafas : 24 x/menit

Suara nafas : Vesikuler

Suara nafas tambahan : (-)

C = Circulation :

TD : 110/60mmHg

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 36,5˚C

Cappilary refill : < 2 detik

2

Page 3: cr HAP

Akral : Dingin, pucat

Cor : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop(-)

D = Disability :(-)

E = Exposure :(-)

Status Obstetri

Pemeriksaan luar

Tifut antara pusat dan procesus xyphoideus (27 cm), memanjang, puki,

presentasi kepala, his (-), djj 148x/menit

Inspekulo

Portio lividae, OUE tertutup, darah tidak aktif, fluor (-), fluxus (-), E/L/P (-)

Pemeriksaan Dalam

Tidak dilakukan

Status Generalis

KEPALA

Bentuk : Bulat, simetris

Rambut : Hitam, ikal, tidak mudah dicabut

Mata : Palpebra oedem -/-, Konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil

isokor, refleks cahaya (+/+)

Telinga : Simetris, serumen (-)

Hidung : Simetris, deviasi septum (-)

Mulut : Bibir kering, bibir sianosis (-), lidah tidak kotor

LEHER : Trakhea di tengah, KGB tidak membesar, JVP tak meningkat.

3

Page 4: cr HAP

TORAKS

Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan nafas kanan = kiri

Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri

Perkusi : Batas paru-hepar sela iga VI kanan garis midklavikula kanan

Batas jantung kanan sela iga IV kanan garis sternal kanan

Batas jantung kiri sela iga V kiri garis midklavikula kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), wheezing (-), ronkhi (-)

ABDOMEN

Status obstetri

GENITALIA EKSTERNA

Kelamin : Tidak ada kelainan

EKSTREMITAS

Superior : Pergerakan normal, sianosis (-), turgor baik

Inferior : Pergerakan normal, sianosis (-), tugor baik

Diagnosis pre operasi

G1P0A0 hamil 28 minggu dengan Haemmmorhagic Antepartum et causa plasenta previa

totalis janin tunggal hidup presentasi kepala.

XI. Rencana operasi

Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda.

XII. Kesan

ASA II E

XIII. Jenis anestesi

General Anestesi

XIV. Teknik anestesi

4

Page 5: cr HAP

Induksi Anestesi Intravena dilanjutkan dengan intubasi endotracheal tube No. 7,

respirasi dikontrol dan dipasang OPA.

XIV. Persiapan Operasi

1. Surat izin operasi

2. Puasa 3-4 jam sebelum operasi

3. Tidak memakai gigi palsu

4. Tidak memakai perhiasan dan kosmetik

5. Memakai baju khusus bedah

XV. Pemeriksaan di kamar operasi

TANDA-TANDA VITAL :

1. Pemeriksaan fisik di kamar operasi

Observasi di kamar operasi

Pukul 16.00

Tekanan darah : 100/50 mmHg

Nadi : 100 x/mnt

Respirasi : 20 x/mnt

Suhu : 36,5oC

Pukul 16.15

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi : 100 x/mnt

Respirasi : 22 x/mnt

Suhu : 36,5oC

SECONDARY SURVEY :

Breathing (B1) : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Bleeding (B2) : (-)

Brain (B3) : tenang, pupil isokor, refleks cahaya +/+, lateralisasi –

Bladder (B4) : ± 100 cc, kateter terpasang

5

Page 6: cr HAP

Bowl (B5) : BU (+)

Bone (B6) : Intak

Pemeriksaan Darah Cito

Hemoglobin : 7,8 gr/dl (12-16gr/dl)

XVII. Anestesi

Induksi : Ketamin 100 mg IV, propofol 50 mg IV

Muscle relaxant : Roculax 30 mg IV

O2 murni selama 3 menit sebelum dilakukan intubasi. Setelah relaksasi dilakukan

pemasangan endotracheal tube no 7.

XVIII. Maintenance

Status anestesi dipertahankan dengan pemberian kombinasi O2 3 liter/menit dan N2O 3

liter/menit serta Sevoflurane volume 2%. Selama tindakan anestesi berlangsung,

tekanan darah dan denyut nadi diukur setiap 5 menit. Tekanan darah sistole berkisar

antara 100-120  mmHg, sedangkan tekanan darah diastole berkisar antara 50-70

mmHg, dan denyut nadi berkisar antara 90-140 kali menit. Diberikan antagonis

pelumpuh otot non depolarisasi Tracrium 5 mg dan Ecron 2 mg, Prostigmin 0,5 mg

dan Sulfas Atrofin 0,25 mg. Saat operasi berlangsung diberikan transfusi darah I kolf,

infus RL 4 kolf (I kolf berisi 2 ampul Pitogin dan 1 ampul Metergin), dan HES 130 1

kolf.

XX. Teknik anestesi

1. Setelah alat disiapkan, pasien diletakkan dalam posisi terlentang di meja operasi.

2. Pasien sudah dipasang infus dari ruang VK, dan sudah mendapat 1 kolf RL.

Sebelum pasien diberikan obat anestesi, pasien diguyur 1 RL lagi untuk

memenuhi kebutuhan cairannya.

3. Diberikan ketamin 100 mg, obat pelumpuh otot roculax ( IV ).

4. Sungkup muka kemudian dipasang dengan pemberian oksigen 100 % sebesar

6 l / menit selama 3 menit.

5. Intubasi dengan endotracheal tube no.7 dengan cuff dan OPA terpasang.

6

Page 7: cr HAP

6. O2 mulai diberikan 6 l/menit, bersamaan dengan ini sevofluran dibuka sampai 1 %

dan sedikit demi sedikit (sesudah 5-10 kali tarikan nafas) dinaikkan dengan 1-3 %

7. Setelah diyakini anestesi berhasil dan aman untuk dilakukan operasi, operasi di

mulai dengan insisi SSTP.

8. Kontrol TD, nadi dan respirasi setiap 5 menit.

9. Kemudian diberikan HES I kolf pada tangan kanan.

10. Kemudian dimasukkan transfusi darah whole blood 250 ml pada tangan kanan.

11. Saat operasi hampir selesai dimasukan Sulfas Atropin 0,25 mg dan Neostigmin

0,5 mg

12. TD stabil, saat operasi selesai TD 102/52 mmHg.

13. Setelah operasi selesai dilakukan pengisapan lendir, ekstubasi setelah nafas

spontan, kemudian sevofluran dimatikan diberi O sebanyak 6 l / menit sampai

diyakini jalan nafas bebas.

14. Pasien dikirim ke RR Delima.

XXI. Lama Operasi

2 jam

7

Page 8: cr HAP

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Cairan dan Syok Hemorhagik

2.1 Kompartemen Cairan Tubuh

Tubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat 40 % berat badan dan zat cair 60% berat

badan; zat cair terdiri dari: cairan intraselular 40 % berat badan dan cairan ekstraselular 20 %

berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari : cairan intravaskular 5 % berat badan

dan cairan interstisial 15 % berat badan.

Ada pula cairan limfe dan cairan transselular yang termasuk cairan ekstraselular.

Cairan transselular sekitar 1-3 % berat badan, meliputi sinovial, pleura, intraokuler dan lain-

lain. Cairan intraselular dan ekstraselular dipisahkan oleh membran semipermeabel.2

Berikut ini merupakan kebutuhan air dan elektrolit perhari:

Dewasa:

• Air 30 – 35 ml/kg

Setiap kenaikan suhu 10 C diberi tambahan 10-15 %

• K+ 1 mEq/kg ( 60 mEq/hari atau 4,5 g )

• Na+ 1-2 mEq/kg ( 100 mEq/hari atau 5,9 g )

Bayi dan Anak:

• Air 0-10 kg: 4 ml/kg/jam ( 100 ml/g )

10-20 kg: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg

(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)

> 20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg

(1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)

• K+ 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)

• Na+ 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)2

8

Page 9: cr HAP

Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia3

Tabel 2. Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

2.2 Definisi Syok Hemoragik

Syok hemoragik adalah kehilangan akut volume peredaran darah yang menyebabkan

suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan inadekuatnya hantaran

oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnya

oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok.6

STADIUM-STADIUM SYOK

Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversible

sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:

Stadium 1 ANTICIPATION STAGE

9

Page 10: cr HAP

Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batas normal.

Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi dasar.

Stadium 2. PRE-SHOCK SLIDE

Gangguan sudah bersifat sistemik.

Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas bawah kisaran  normal.

 Stadium 3 COMPENSATED SHOCK

10

Page 11: cr HAP

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang disebut "normotensive, cryptic shock"  Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-tanda berikut: Capillary refill  time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin.Stadium 4 DECOMPENSATED SHOCK, REVERSIBLE

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairan intravena dan/atau vasopresor Stadium 5 DECOMPENSATED IRREVERSIBLE SHOCK

11

Page 12: cr HAP

Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi. Klasifikasi Syok Hemoragik 

Derajat syok hemoragik bisa secara kasar ditaksir menurut beberapa parameter klinis, namun banyak ditentukan oleh respon terhadap resusitasi cairan 1.

2.3 Patofisiologi Syok Hemoragik

Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi. Tubuh

secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan

demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi

perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat rangsang ‘baroreseptor’ di

aortik arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya saraf

simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat, terjadi

vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-organ nonvital, seperti di kulit, saluran cerna,

dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini,

dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan

glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin,

yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas

renin, menurunkan MAP (Mean Arterial Pressure), dan meningkatkan pelepasan aldosteron

dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat

perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat akibat

pelepasan aldosteron dan growth hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi yang akan

12

Page 13: cr HAP

menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat. Secara

keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti

kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran

darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP (Mean Arterial Pressure). Ginjal juga

mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran

darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada

kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan

organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.6

2.4 Gejala Klinis Syok Hemoragik

Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa mengeluh

lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya aneurisma aorta

abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan lama pendarahan, karena

pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah

darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila pendarahan terjadi di rumah atau di

lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang hilang.

Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh, seperti:

hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala

tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh.

Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia

dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya

dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan

dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan.

Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan

dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase awal nadi

cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas

normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik.

Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah.

Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala

hematothoraks, dimana suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat

perdarahan. Pasien dengan riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap,

dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.

13

Page 14: cr HAP

Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan

penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian

khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok neurogenik.

Tabel 4. Perdarahan & tanda-tandanya

Perdarahan < 750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml >2000 ml

CRT Normal memanjang memanjang Memanjang

Nadi < 100 > 100 > 120 > 140

Tek. Sistolik Normal Normal Menurun Menurun

Nafas Normal 20-30 x/m > 30-40 x/m >35 x/m

Kesadaran Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu

Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu berapakah sisa

volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang tersedia untuk mengangkut

oksigen ke jaringan.

Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu beberapa jam.

Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan hipoksia jaringan. Hipovolemia

menyebabkan beberapa perubahan :

a. Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan organ

primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme anaerob dengan

produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.

c. Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada organ-organ

primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan merata,

d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai 10%

EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan yang lebih

dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka sekaligus kompartemen interstitial dan

intrasel ikut terganggu. Bila dalam terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan

plasma volume (intravaskular), penderita masih mengalami defisit yang menyebabkan

syoknya irreversibel dan berakhir kematian.7

14

Page 15: cr HAP

Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan adalah:

(cardiac output x saturasi O2 x kadar Hb x 1,34) + (cardiac output x pO2 x 0,003)

Unsur cardiac output x pO2 x 0,003 karena hasilnya kecil dapat diabaikan, maka

tampak bahwa persediaan oksigen untuk jaringan tergantung pada curah jantung / cardiac

output, saturasi O2 dan kadar Hb. Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak dapat dikurangi

kecuali dengan hipotermia atau anestesi dalam, maka jika eritrosit hilang, total Hb berkurang,

curah jantung harus naik agar penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Pada orang

normal dapat menaikkan curah jantung hingga 3 x normal dengan cepat, asalkan volume

sirkulasi cukup (normovolemia). Faktor Hb dan saturasi O2 jelas tidak dapat naik.

Hipovolemia yang terjadi akan mematahkan kompensasi dari curah jantung. Dengan

mengembalikan volume darah yang telah hilang dengan apa saja asal segera normovolemia,

maka curah jantung akan mampu berkompensasi. Jika Hb turun sampai tinggal 1/3, tetapi

curah jantung dapat naik sampai 3 x, maka penyediaan oksigen ke jaringan masih tetap

normal. Pengembalian volume mutlak diprioritaskan daripada pengembalian eritrosit.

2.5 Penatalaksanaan Perdarahan

Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah mengetahui tanda-

tanda klinisnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendiagnosis syok. Diagnosis awal

didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan oksigenasi

jaringan yang tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak-normalan dari sistem peredaran

darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga

menjadi perangkat untuk diagnosis dan terapi.8

Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari penyebab

syok, yang untuk penderita trauma berhubungan dengan mekanisme cedera. Kebanyakan

penderita trauma akan mengalami syok hipovolemik.8

Dokter yang bertanggung jawab terhadap penatalaksanaan penderita harus mulai

dengan mengenal adanya syok. Terapi harus dimulai sambil mencari kemungkinan penyebab

dari keadaan syok tersebut.8

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir semua

penderita trauma, penanganan dilakukan seolah – olah penderita menderita syok

hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi

yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah

menghentingan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.8

15

Page 16: cr HAP

a. Pemeriksaan jasmani

Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam

nyawa dan meliputi penilaian dari ABC. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings)

penting untuk memantau respons penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah

tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih

rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.8

1) Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya

pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

2) Circulation (Sirkulasi – Kontrol Perdarahan)

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat

terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.

Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan

dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan

menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi

untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.8

3) Disability (Pemeriksaan neurologis)

Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan tingkat

kesadaran, pergerakana mata dan respons pupil, fungsi motorik dan sensorik.

Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan

kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral

tidak selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak

yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan

tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.8

4) Exposure (Pemeriksaan Tubuh Lengkap)

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita

harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian

dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting dilakukan tindakan

untuk mencegah hipotermia. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara

penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah

hipotermia.8

5) Dilatasi lambung – Dekompresi

16

Page 17: cr HAP

Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-

anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat

diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang berlebihan.

Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar,

distensi lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu

komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan

memasukkan selang/pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya

pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa

sudah baik, masih ada kemungkinan terjadi aspirasi.8

6) Pemasangan kateter urin

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya

hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.8

b. Akses pembuluh darah

Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling penting

dilakuakan dengan memasukkan dua kateter intravenaukuran besar sebelum

dipertimbangkan jalur vena sentral.8

c. Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini

mengisi intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular

dengan cara menggantikan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraselular.

Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua.

Walupun NaCl fisiologis merupakan pengganti yang baik namun cair ini memiliki

potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila

fungsi ginjalnya kurang baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan

cepat sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada

anak. Respons penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan

pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada respons ini.8

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada

evaluasi awal penderita. Perkiraan kehilangan cairan dan darah, dapat dilihat cara

menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita.

Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan

adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid,

sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang kedalam ruang interstitial

dan intraselular. Ini dikenal sebagai “hukum 3 untuk 1” (3 for 1 rule). Namun lebih

17

Page 18: cr HAP

penting untuk menilai respons penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan

oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan

perfusi perifer. Bila, sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan untuk

memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka

diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui

atau penyebab lain untuk syok.8

Penderita datang dengan perdarahan

Pasang infus jarum besar Catat tekanan darah, nadi, ambil

ambil sampel darah perfusi, (produksi urin)

Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

20ml/kgBB cepat, ulangi.

1000-2000 ml dalam 1 jam

Hemodinamik baik Hemodinamik buruk

- Tekanan sistolik ≥100, nadi ≤100,

- Perfusi hangat, kering, Teruskan cairan

- Urin ½ ml/kg/jam 2-4 x estimated loss

Hemodinamik baik Hemodinamik buruk

A B C

Pada kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan. Pada kasus

B, jika hemoglobin kurang dari 8 gr/dL atau hematokrit kurang dari 25%, transfusi sebaiknya

diberikan. Tetapi seandainya akan dilakukan pembedahan untuk menghentikan suatu

perdarahan, transfusi dapat ditunda sebentar sampai sumber perdarahan terkuasai dulu. Pada

kasus C, transfusi harus segera diberikan. Ada tiga kemungkinan penyebab yaitu perdarahan

masih berlangsung terus (continuing loss), syok terlalu berat, hipoksia jaringan terlalu lama

dan anemia terlalu berat, sehingga terjadi hipoksia jaringan.7

18

Page 19: cr HAP

Pada ½ jam pertama setelah perdarahan, apabila diukur Hb atau Ht, hasil yang

diperoleh mungkin masih ”normal”. Harga Hb yang benar adalah hasil yang diukur setelah

penderita kembali normovolemia dengan pemberian cairan. Penderita dalam keadaan

anestesi, dengan nafas buatan atau dengan hipotermia, dapat mentolerir hematokrit 10 – 15%.

Tetapi pada penderita biasa, sadar, dan dengan nafas sendiri, memerlukan Hb 8 gr/dL atau

lebih agar cadangan kompensasinya tidak terkuras habis.7

2.6 Jumlah Perdarahan Dan Penanganannya

Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat

badan. Walau dapat bervariasi, volume darah orang dewasa adalah kira-kira 7% dari berat

badan. Dengan demikian laki-laki yang berat 70 kg, mempunyai volume darah yang beredar

kira-kira 5 liter. Bila penderita gemuk maka volume darahnya diperkirakan berdasarkan

berdasarkan berat badan idealnya, karena bila kalkulasi didasarkan berat badan sebenarnya,

hasilnya mungkin jauh di atas volume sebenarnya. Volume darah anak-anak dihitung 8%

sampai 9% dari berat badan (80-90 ml/kg).8

Lebih dahulu dihitung EBV (Estimated Blood Volume) penderita, 65 – 70 ml/kg berat

badan. Kehilangan sampai 10% EBV dapat ditolerir dengan baik. Kehilangan 10% - 30%

EBV memerlukan cairan lebih banyak dan lebih cepat. Kehilangan lebih dari 30% - 50%

EBV masih dapat ditunjang untuk sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi

tersedia. Total volume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari 10% EBV berkisar

antara 2 – 4 x volume yang hilang.7

Perkiraan volume darah yang hilang dilakukan dengan kriteria Traumatic Status dari

Giesecke. Dalam waktu 30 sampai 60 menit susudah infusi, cairan Ringer Laktat akan

meresap keluar vaskular menuju interstitial. Demikian sampai terjadi keseimbangan baru

antara Volume Plasma/Intravascular Fluid (IVF) dan Interstitial Fluid (ISF). Ekspansi ISF

ini merupakan interstitial edema yang tidak berbahaya. Bahaya edema paru dan edema otak

dapat terjadi jika semula organ-organ tersebut telah terkena trauma. 24 jam kemudian akan

terjadi diuresis spontan. Jika keadaan terpaksa, diuresis dapat dipercepat lebih awal dengan

furosemid setelah transfusi diberikan.7

Pada bayi dan anak yang dengan kadar hemoglobin normal, kehilangan darah

sebanyak 10-15% volume darah, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka cukup

diberi cairan kristaloid atau koloid, sedangkan diatas 15% perlu transfusi darah karena ada

gangguan pengangkutan oksigen. Sedangkan untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin

19

Page 20: cr HAP

normal angka patokannya ialah 20%. Kehilangan darah sampai 20% ada gangguan faktor

pembekuan. Cairan kristaloid untuk mengisi ruang intravaskular diberikan sebanyak 3 kali

lipat jumlah darah yang hilang, sedangkan koloid diberikan dengan jumlah sama.8,9

Transfusi darah umumnya 50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk

menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Kalau hanya

menaikkan volume intravaskular saja cukup dengan koloid atau kristaloid. Indikasi transfusi

darah antara lain:

1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr/dL atau Ht < 30%. Pada orang tua, kelainan paru,

kelainan jantung Hb < 10 gr/dL.

2. Bedah mayor kehilangan darah > 20% volume darah.9

Tabel 5. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan darah (ml) Sampai 750 750 - 1500 1500 - 2000 >2000

Kehilangan darah (% volume

darah)

Sampai 15% 15% - 30% 30% - 40% >40%

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi Normal / ↑ ↓ ↓ ↓

Frekuensi pernapasan 14-20 20 -30 30-40 >35

Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 <5

CNS/Status mental Sedikit

Cemas

Agak Cemas Cemas,

Bingung

Bingung,

Lesu

Penggantian cairan

(hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid

dan darah

Kristaloid

dan darah

2.7 Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk

diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons penderita. Pulihnya tekanan

darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang menandakan

20

Page 21: cr HAP

bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak

memberikan informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan

peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi kualitasnya sukar

ditentukan.8

Tabel 7. Jenis Respons Penderita terhadap Resusitasi Cairan Awal

RESPONS

CEPAT

RESPONS

SEMENTARA

TANPA

RESPONS

Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan sementara,

tensi dan nadi kembali

turun

Tetap abnormal

Dugaan kehilangan

darah

Minimal

(10 - 20%)

Sedang, masih ada

(20 - 40%)

Berat

(> 40%)

Kebutuhan

kristaloid

Sedikit Banyak Banyak

Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera

Persiapan darah Specific type dan

crossmatch

Specific type Emergensi

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti

Kehadiran dini ahli

bedah

Perlu Perlu Perlu

Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif untuk perfusi ginjal.

Produksi urin yang normal pada umumnya menandakan aliran darah ginjal yang cukup, bila

tidak dimodifikasi oleh pemberian obat diuretik. Sebab itu, keluaran urin merupakan salah

satu dari pemantauan utama resusitasi dan respons penderita.8

Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah

ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5

ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam untuk

bayi (di bawah umur 1 tahun). Bila kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat

jenis yang naik, maka ini menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut

ditambahnya penggantian volume dan usaha diagnostik.8

Respons penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk menentukan

terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana sementara berdasarkan evaluasi

21

Page 22: cr HAP

awal dari penderita, dokter sekarang dapat mengubah pengelolaannya berdasarkan respons

penderita pada resusitasi cairan awal. Dengan melakukan observasi terhadap respons

penderita pada resusitasi awal dapat diketahui penderita yang kehilangan darahnya lebih

besar dari yang diperkirakan, dan perdarahan yang berlanjut dan memerlukan pengendalian

perdarahan internal melalui operasi. Dengan resusitasi di ruang operasi dapat dilakukan

kontrol langsung terhadap perdarahan oleh ahli bedah dan dilakukan pemulihan volume

intravaskular secara simultan. Resusitasi di ruang operasi juga membatasi kemungkinan

transfusi berlebihan pada orang yang status awalnya tidak seimbang jumlah kehilangan darah.

Adalah penting untuk membedakan penderita dengan hemodinamik stabil dengan

hemodinamik normal. Penderita yang hemodinamik stabil mungkin tetap ada takikardi,

takipneu, dan oliguri, dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan masih syok. Sebaliknya,

penderita yang hemodinamik normal adalah yang tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan

yang kurang memadai. Pola respons yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok:

respons cepat, respons sementara, respons minimum atau tidak ada pada pemberian cairan.8

a. Respons cepat

Penderita kelompok ini cepat memberi respons kepada bolus cairan awal dan tetap

hemodinamik normal setelah bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat

sampai kecepatan rumatan/maintenance. Penderita seperti ini biasanya kehilangan volume

darah minimum. Untuk kelompok ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau

pemberian darah lebih lanjut. Jenis darahnya dan crossmatch nya tetap dikerjakan. Konsultasi

dan evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi

operatif mungkin masih diperlukan.8

b. Respons sementara

Kelompok yang kedua adalah penderita yang berespons terhadap pemberian cairan,

namun bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali karena kehilangan

darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah

pada kelompok ini adalah antara 20 - 40% volume darah. Pemberian cairan pada kelompok

ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. Respons terhadap pemberian darah

menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.8

c. Respons minimal atau tanpa respons

Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik pasien tetap

buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan perlunya operasi segera.

Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik

22

Page 23: cr HAP

seperti tamponade jantung atau kontusio miokard. Kemungkinan adanya syok non-hemoragik

harus selalu diingat pada kelompok ini.8

2.8 Jenis Cairan Intravena

Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun – tahun menjadi perbantahan sengit, yaitu:

a. Transfusi darah

Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan

cairan tidak bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan

perfusi yang baik sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan

koreksi defisit cairan ekstraselular (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia,

dapat digunakan universal donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif)

atau Packed Red Cell-O. Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.7

b. Plasma Expander

Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxy-

ethyl starch) sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal lebih lama di

intravaskular. Namun, sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander.

Selain itu, dari segi harga, plasma expander jauh lebih mahal daripada Ringer Laktat (kira-

kira 10x lipat lebih mahal). Reaksi anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun

gelatin (0,03 - 0,08% pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang

memerlukan adrenalin untuk mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan

tepat, reaksi ini dapat berakhir fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch

darah dan pada dosis lebih dari 10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan

darah.7

c. Albumin

Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi

volume effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga Ringer Laktat untuk

mendapatkan volume effect yang sama.7

d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infus

IVF diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan

interstitial/ISF jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.7

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak

mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari

intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume

23

Page 24: cr HAP

darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 20-30 menit. Ekspansi

cairan dari ruang intravaskular ke interstisial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus

dan akan keluar dalam 24 - 48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk

meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.10

Tabel 8. Berbagai Cairan Kristaloid10

Cairan Na+

(mEq/L)

K+

(mEq/L)

Cl-

(mEq/L)

Ca++

(mEq/L)

HCO3

(mEq/L)

Tekanan

Osmotik

(mOsm/L)

Ringer

Laktat

130 4 190 3 28* 273

Ringer

Asetat

130 4 109 3 28# 273

NaCl

0,9%

154 0 0 0 0 308

* sebagai laktat# sebagai asetat

Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan

kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi

dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan

edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.11

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan

hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis

yang paling mirip dengan cairan ekstraselular. RL dapat diberikan dengan aman dalam

jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,

kombustio dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai

cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.7

Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme

laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme

pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan

Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi

24

Page 25: cr HAP

hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat

membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.6

Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:

1. Cairan rumatan (maintenance).

Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut kurang dari konsentrasi cairan

intraselular/Intracellular Fluid (ICF); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas

< 270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5%, Dekstrosa 5% dalam Saline ¼ / NaCl 0,22%

2. Cairan pengganti (resusitasi, substitusi)

Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = ICF; tidak ada perpindahan cairan

melalui membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 – 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9%,

Ringer Laktat, koloid

3. Cairan khusus

Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > ICF; menyebabkan air keluar

dari sel, menuju daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg;

misal: NaCl 3 %, Manitol, Natrium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik.

2.9 Penyulit

Penyulit akibat pemberian cairan dapat terjadi pada jantungnya sendiri, pada proses

metabolisme atau pada paru.7

Dekompensasi jantung

Dekompensasi ditandai oleh kenaikan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge

Pressure). Bahaya terjadinya dekompensasi jantung sangat kecil, kecuali pada jantung yang

sudah sakit sebelumnya. Pada pemberian koloid dapat mengalami kenaikan PCWP 50% yang

potensial akan mengalami dekompensasi jantung.7

Edema paru

Adanya edema paru dapat dinilai antara lain dengan meningkatnya rasio Qs/Qt.

Pemberian koloid yang diharapkan tidak merembes keluar IVF ternyata mengalami

kenaikkan Qs/Qt yang sama yaitu 16 + 1%. Akibat pengenceran darah, terjadi transient

hypoalbuminemia 2,5 ± 0,1 mg% dari sebelumnya sebesar 3,5 ± 0,1 mg%. Penurunan

albumin ini diikuti penurunan tekanan onkotik plasma dari 21 + 0,4 menjadi 13 + 1,0.

Penurunan selisih tekanan COP – PCWP tidak selalu menyebabkan edema. Giesecke

memberi batasan bahwa kadar albumin terendah yang masih aman adalah 2,5 mg%. Kalau

25

Page 26: cr HAP

albumin perlu dinaikkan, pemberian infus albumin 20 – 25% dapat diberikan dengan tetesan

lambat 2 jam/100 ml. Dosis ini akan menaikkan kadar 0,25 -0,50 mg%.7

Jika masih terjadi edema paru, berikan furosemid, 1 - 2mg/kg. Gejala sesak nafas

akan berkurang setelah urin keluar 1000 - 2000 ml. Lakukan digitalisasi atau berikan

dopamin drip 5 – 10 microgram/kgBB/menit. Sebagai terapi simptomatik berikan oksigen,

atau bila diperlukan mendesak lakukan nafas buatan + PEEP. Insiden dari pulmonary

insufficiency post resusitasi cairan adalah 2,1%.7

Asidosis asam laktat

Pemberian Ringer Laktat tidak dapat menambah buruk asidosis asam laktat karena

syok. Asam laktat diubah hepar menjadi bikarbonat yang menetralisir asidosis metabolik

pada syok. Perbaikan sirkulasi akibat pemberian volume justru menurunkan laktat darah

karena perbaikan transpor oksigen ke jaringan, metabolisme aerobik bertambah.7

Gangguan hemostasis

Gangguan karena pengenceran ini mungkin terjadi jika hemodilusi sudah mencapai

1,5 x EBV. Faktor pembekuan yang terganggu adalah trombosit. Pemberian Fresh Frozen

Plasma tidak berguna karena tidak mengandung trombosit, sedangkan faktor V dan VIII

dibutuhkan dalam jumlah sedikit (5 - 30 % normal). Trombosit dapat diberikan sebagai fresh

blood, platelet rich plasma atau thrombocyte concentrate dengan masa simpan kurang dari 6

jam pada suhu 40C. Untuk hemostasis yang baik diperlukan kadar trombosit 100.000 per

mm3. Dextran juga dapat menimbulkan gangguan jika dosis melebihi 10 ml/kgBB.7

B. Anestesi

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anestesi yang

ideal terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot. Anestesi umum adalah bentuk

anestesi yang paling sering digunakan atau dipraktekkan yang dapat disesuaikan dengan

jumlah terbesar pembedahan.1,2

Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan.

Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah

seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya.

Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan

stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis.3

26

Page 27: cr HAP

Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya adalah

memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu

keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat

yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak

menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung,

tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik,

kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987). Obat anestesi umum

yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang

aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai

kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat

tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas.5

1. Persiapan Pra Anestesi

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus dipersiapkan

dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan

pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan

menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk

keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:1,2,3

a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan

kehendak pasien.

c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):

ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,

biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat

kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.

ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas.

Angka mortalitas 38%.

ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak

selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka

mortalitas 68%.

ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada

harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka

mortalitas 98%.

ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)

27

Page 28: cr HAP

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan otak, jantung,

paru, ibu dan anak.

1. Induksi

Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium

pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk

mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.

Pada kasus ini digunakan obat induksi :

a. Ketamin

Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.

Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat

analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin

dapat meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai 20%.

Untuk induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB (1-4,5 mg/kgBB)

dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan

anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin IM untuk induksi

diberikan 10 mg/kgBB (6,5-13 mg/kgBB), stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.

2. Pemeliharaan

a. N2O-O2

Andrews (1868) menggunakan N2O bersama-sama O2 untuk anestesiologi. N2O dalam

ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali

berat udara. Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai dengan O2 minimal 25%.Gas ini

bersifat anestetik lemah, tetapi analgesiknya kuat, sehinga sering digunakan untuk

mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesia inhalasi jarang digunakan sendirian,

tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesik lain seperti halotan dan sebagainya.

Pada akhir anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,

sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya

hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit

b. Sevoflurane

Sevoflurane merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat

dibadingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas,

sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek

terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar.

28

Page 29: cr HAP

3. Obat Pelumpuh Otot

Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan kelumpuhan

pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu

obat penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat

kompetitif atau nondepolarisasi, misal kurarin.

Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi

dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan

ventilasi kendali.4,5

Obat pelumpuh otot yang digunakan adalah :

Atracurium besilat (tracrium)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang mempunyai struktur

benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan

atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu antara lain adalah:

a. Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu

reaksi kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini

tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal.

b. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.

c. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang

bermakna.

Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada umumnya mulai

kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama kerja atracurium dengan

dosis relaksasi 15-35 menit.

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir)

atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Nampaknya atracurium dapat menjadi obat

terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung dan ginjal yang berat.1,6

Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atracurium besilat.

Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan

terhadap penyinaran.

Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/ iv

4. Intubasi Endotrakeal

Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas bebas

hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :

29

Page 30: cr HAP

a. Mempermudah pemberian anestesi.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.

c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.

d. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

e. Pemakaian ventilasi yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

5. Pemulihan

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya

dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien

pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan

ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca

operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau

pengaruh anestesinya.

Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan

skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang

biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete score

Tabel 1. Aldrete Scoring System

No. Kriteria Skor

1 Aktivitas

motorik

Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas

atas perintah atau secara sadar.

Mampu menggerakkan 2 ekstremitas

atas perintah atau secara sadar.

Tidak mampu menggerakkan

ekstremitas atas perintah atau secara

sadar.

2

1

0

2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk

Nafas kurang

adekuat/distress/hipoventilasi

Apneu/tidak bernafas

2

1

0

3 Sirkulasi Tekanan darah berbeda ± 20% dari

semula

Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari

2

1

0

30

Page 31: cr HAP

semula

Tekanan darah berbeda >50% dari

semula

4 Kesadaran Sadar penuh

Bangun jika dipanggil

Tidak ada respon atau belum sadar

2

1

0

5 Warna kulit Kemerahan atau seperti semula

Pucat

Sianosis

2

1

0

Aldrete skor ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.

31

Page 32: cr HAP

BAB III

KESIMPULAN

Syok hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan

tubuh.

Cairan di tubuh manusia terdiri dari cairan intraselular dan cairan ekstraselular terbagi

dalam:

Cairan intravaskular

Cairan interstisial

Cairan transelular

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel

dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai

kadarnya sama.

Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak

dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.

Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor

pasif dan aktif.

Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :

Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan

organ primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolism anaerobik

dengan produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.

Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada

organ-organ primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan

merata.

Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai

10% EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan

yang lebih dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka sekaligus

kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu.

Tabel Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Persentasi

Penderita Semula

32

Page 33: cr HAP

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan Darah (ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan Darah (%volume

darah)

Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan Nadi Normal/↑ ↓ ↓ ↓

Frekuensi pernapasan 14-20 20 -30 30-40 >35

Produksi Urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 <5

CNS/Status Mental Sedikit

Cemas

Agak

Cemas

Cemas,

Bingung

Bingung, Lesu

Penggantian Cairan

(Hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan

darah

Kristaloid dan

darah

33

Page 34: cr HAP

DAFTAR PUSTAKA

1. Krausz, Michael M; 2006; Initial Resuscitation of Hemorrhagic Shock; Israel : Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the Technion-Israel Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096; Diunduh dari :http://www.wjes.org/content/1/1/14

2. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; Diunduh dari :http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27_177Terapicairandandarah.pdf/27_177Terapicairandandarah.pdf

3. Heitz U, Horne MM. Fluid; 2005; Electrolyte and Acid Base Balance. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby;.p3-227; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf

4. Guyton AC, Hall JE; 1997; Textbook of Medical Physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.Saunders company;: 375-393; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf

5. Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari :http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%20dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf

6. Udeani; John; 2010; Hemorrhagic Shock; New York: Department of Emergency Medicine, Charles Drew University/ UCLA School of Medicine; Diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/19834799/ Hemorrhagic-Shock

7. Wirjoatmodjo, Karjadi; 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

8. Steven, Parks N; 2004; Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors; Jakarta : Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).

9. Latief, Said A, dkk; 2002; Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua: Dikutip dari: Transfusi Darah pada Pembedahan; Jakarta, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

10. Mulyono, I., Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.

11. Martin, Gregory S, MD, MS. An Update on Intravenous Fluids. 2005. Diunduh dari :h ttp://cme.medscape.com/viewarticle/503138

34

Page 35: cr HAP

RESUME

Pasien datang dengan perdarahan pada kemaluan ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit

banyaknya 2x ganti celana dalam, perut mulas menjalar hingga ke pinggang hilang timbul

semakin lama semakin kuat dan sering (-), riwayat keluar lendir darah (-), riwayat keluar

air-air (-), riwayat trauma (-), riwayat diurut-urut (-), riwayat trauma (-), pasien mengaku

hamil kurang bulan dan gerakan bayi masih bisa dirasakan.

D/ pre op : G2P1A0 hamil 28 minggu dengan HAP e.c susp. PPT JTH preskep

- Rencana operasi : SSTP

- Kesan : Status fisik ASA I E

- Jenis anestesi : Analgesia General

- Tekhnik anestesi : Intubasi endotracheal tube No. 7

- Pemeriksaan fisik di kamar operasi

Pukul 16.00 (sebelum induksi)

Tekanan darah : 100/50 mmHg

Nadi : 100 x/mnt

Respirasi : 20 x/mnt

Suhu : 36,5oC

Pukul 16.15 (setelah induksi)

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 100 x/mnt

Respirasi : 22 x/mnt

Suhu : 36,5oC

- Premedikasi : -

35

Page 36: cr HAP

- Induksi : Ketamin, propofol, roculax

- Pemeliharaan : O2 3 liter/menit, N2O 3 liter/menit, Sevofluran 2%

- Lama operasi : 2 jam

ANALISA KASUS

Pada pasien ini didiagnosis G1P0A0 setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik di

rumah sakit Abdul Moeloek. Kemudian dilakukan SSTP.

Persiapan Pre-anestesi :

Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/50 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 24

x/menit, suhu 36,5 ºC. Pasien dilakukan anestesi umum dengan menggunakan Ketamin

100mg, Propofol 50 mg, Roculax 30mg.

Pada pasien sebelum tindakan anastesi dilakukan, diberikan cairan infus RL. Teknik anestesi

yang dipilih adalah anestesi umum dengan endotracheal tube no. 7 karena diperkirakan

operasi akan berlangsung lebih dari 60 menit dan agar lebih mudah mengontrol pernapasan,

diberikan muscle relaxant karena obat ini sangat membantu dalam pelaksanaan anestesi

umum dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, pelumpuh otot

jangka menengah berupa Roculax 30 mg IV untuk mencegah napas spontan dan

merelaksasikan otot dalam waktu yang lebih lama.

Pasien ini tidak mendapatkan premedikasi yang disebabkan karena diperlukannya tindakan

induksi yang cepat. Pada pasien ini induksi dilakukan dengan menggunakan Ketamin

dikarenakan pasien mengalami perdarahan dan ditakutkan akan mengalami syok. Ketamin

adalah obat anestesia yang memiliki efek pada kardiovaskular karena bersifat

simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung serta bronkodilator.

Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah

perifer. Dosis ketamin yaitu 1-2 mg/kgbb, di mana pada pasien ini memiliki 60 kg berat

badan, namun pada kasus ini diberikan 100 mg.

Operasi berlangsung selama 2 jam, setelah operasi selesai sevoflurane dan N2O dihentikan

dan diberikan O2 100% 6-8 liter untuk mencegah hipoksia difusi. Setelah nafas spontan

pasien dibawa kembali ke ruang pulih sadar di ruangan.

36

Page 37: cr HAP

Terapi Cairan Kebutuhan basal pasien BB = 60 KgEBV = 65 cc x BB = 65 cc x 60 = 3900 ccKebutuhan cairan perjam untuk wanita = menggunakan formula 4 2 1

= (4x10 Kg) + (2x10Kg) + (1x40Kg)= 100 ml/ Jam

Cairan durante maintenance selama operasi = BB X Jenis Operasi= 60 Kg X 6 ml/Kg = 360 ml

Estimasi operasi berlangsung selama 2 jam = 360 ml X 2 jam= 720 ml/Jam

Total perdarahan selama operasi = suction + kassa + duk = 300 cc + (20 x 15 cc) + 200 cc = 1100 cc

Estimasi perdarahan selama operasi 2 jam:1 jam pertama = 600 ml1 jam kedua= 500 mlTotal perdarahan = ± 1100 ml

Terapi cairan Satu jam pertama = (½ maintenance)+ kebutuhan basal + perdarahan yang hilang

= (½ x 360) +100 +600= 880 ml

Satu jam kedua = (1/4 maintenance)+ kebutuhan basal + perdarahan yang hilang= (1/4 x 360) +100 +500= 690

Cairan maintenance yang dibutuhkan selama operasi adalah 780 + 690 = 1550 ml

Maintenance yang digunakan

a. Kristaloid (RL+NaCl) : 2500+50 ml

b. Koloid (WidaHES) : 500 ml

c. Darah : 250 ml

Selisih cairan masuk dan keluar

3300 cc – 1550 cc = 1750 cc (balance +)

d. Kesan : Tatalaksana yang diberikan selama operasi pada pasien ini telah dapat

menggantikan kehilangan darah selama operasi cairan yang diberikan pada pasien ini

sesuai kebutuhan.

37

Page 38: cr HAP

DAFTAR PUSTAKA

1. Kristanto; Analgesia Regional dalam Anestesiologi, Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif FKUI, Jakarta, 1989, hal.123-128

2. Snow, Jhon.C; Spinal Anesthesia in Manual of Anesthesia, Medical Sciences

International Ltd, Japan, 1982, page 125-143.

3. Suntoro, Adji; Terapi Cairan Perioperatif dalam Anestesiologi, Bagian Anestesiologi

dan Terapi Intensif FKUI, Jakarta, 1989, hal7-92

4. www.ISPUB.com (The internet journal of anesthesiology)

38