csr bab 1,2,3 ismail sholihin

Upload: frida-junia

Post on 09-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

CSR Sangatlah penting namun bukan merupakan alat yang dibunakan untuk pencitraan perusahaan semata

TRANSCRIPT

CHAPTER 1, 2, 3 TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN ETIKA BISNIS, PERKEMBANGAN CSR, DAN MANAJEMEN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN

Dosen :Shalahuddin Haikal

Disusun oleh :Ardelia Betrik(110609865)Frida Junia(1106015762)Kicky Rezza(1106009886)

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIADEPOK, JAWA BARATNOVEMBER 2014

Statement of AuthorshipKami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran: Corporate Social Responsibility Dosen : SHALAHUDIN HAIKAL Tanggal : 04 November 2014

Nama : Ardelia BetrikNama : Frida JuniaNPM : 110609865NPM : 1106015762Tanda Tangan :Tanda Tangan :

Nama : Kicky Rezza NPM : 1106009886 Tanda Tangan :

BAB 1TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN DAN ETIKA BISNISPENDAHULUAN H.R Bowen berpendapat bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan serta membuat keputusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Kewajiban atau tanggung jawab sosial dari perusahaan berstandar kepada keselarasan dengan tujuan (objective) dan nilai-nilai (values) dari suatu masyarakat, kedua hal inilah yang menjadi premis dasar tanggung jawab sosial. Premis pertama, perusahaan bisa mewujud dalam suatu masyarakat dikarenakan adanya dukungan dari masyarakat. Oleh karena itu perilaku perusahaan dan cara yang digunakan perusahaan dalam menjalankan bisnis harus berada dalam bingkai pedoman yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Dalam hal ini, seperti halnya pemerintah, perusahaan memiliki kontrak sosial (social contract) yang berisi sejumlah hak dan kewajiban. Kontrak sosial itu akan berubah sejalan dengan perubahan kondisi masyarakat. Namun, apapun perubahan yang terjadi, kontrak sosial tersebut tetaplah merupakan dasar bagi legitimasi bisnis. Kontrak sosial ini pula yang akan menjadi wahana bagi perusahaan untuk menyesuaikan berbagai tujuan perusahaan dengan tujuan masyarakat yang pelaksanaannya dimanifestasikan dalam bentuk tanggung jawab sosial. Premis kedua, yang mendasari tanggung jawab sosial adalah pelaku bisnis bertindak sebagai agen moral (moral agent) dalam suatu masyarakat. Pembuatan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan dengan posisi puncak diperusahaan senantiasa melibatkan pertimbangan nilai atau mencerminkan nilai-nilai yang dimiliki oleh manajemen puncak. Oleh sebab itu agar terjadi keselarasan antara nilai yang dimiliki oleh perusahaan dangan nilai yang dimiliki oleh masyarakat, perusahaan harus berperilaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.Jenis- jenis Tanggung jawab PerusahaanTanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Yang dimaksud pemangku kepentingan dalam hal ini adalah orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan, kebijakan atau operasi perusahaan. Kemudian Jones (1995) mengklasifikasikan pemangku kepentingan (stakeholders) ke dalam dua kategori yaitu : inside stakeholders dan outside stakeholders, yang dapat dirinci sebagai berikut : a. Inside stakeholders terdiri atas orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Yang termasuk dalam kategori inside stakeholders yaitu pemegang saham (shareholders), para manager, dan karyawan (employees). b. Outside stakeholders terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak yang bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Yang termasuk dalam kategori outside stakeholders yaitu pelanggan (customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government), masyarakat lokal, dan masyarakat secara umum (general public).Pemangku kepentingan akan memberikan dukungan terhadap operasi perusahaan apabila mereka memperoleh imbalan dari perusahaan yang sebanding atau lebih besar dibandingkan dengan kontribusi yang mereka berikan kepada perusahaan (Donaldson dan Preston,1995). Imbalan yang diharapkan akan diterima oleh pemangku kepentingan dari perusahaan dapat bermacam-macam dan sangat bergantung kepada kepentingan dan tuntutan pemangku kepentingan tersebut. Imbalan yang diharapkan dapat berupa deviden (bagi pemegang saham), gaji, dan bonus yang memadai (bagi manajer dan karyawan), produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau(bagi konsumen/pelanggan), harga yang kompetitif dan memadai atas pasokan bahan baku berkelanjutan (bagi pemasok), pembayaran pajak (bagi pemerintah) serta keberadaan perusahaan yang dapat membantu menyelesaikan masalah masyarakat (bagi masyarakat sekitar).

Menurut Post ( 2002:69), secara simultan perusahaan akan menjalankan tiga jenis tanggung jawab yang berbeda-beda kepada pemangku kepentingan, di mana tiga jenis tanggung jawab tersebut harus dijalankan secara seimbang. Penekanan kepada salah satu tanggung jawab saja akan menyebabkan perusahaan menjalan secara tidak optimal. Ketiga jenis tanggung jawab tersebut mencakup :

Economic Responsibility, perusahaan dibentuk dengan tujuan untuk menghasilkan laba secara optimal. Berkaitan dengan hal tersebut pengelola perusahaan memiliki tanggung jawab ekonomi diantaranya kepada para pemegang saham dalam bentuk pengelolaan perusahaan yang menghasilkan laba. Laba tersebut sebagian diantaranya akan dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk deviden dan sebagian laba lainnya merupakan laba ditahan (return earning) yang akan meningkatkan nilai dari suatu perusahaan. Selain memiliki tanggung jawab kepada para pemegang saham, perusahaan korporasi juga akan memiliki tanggung jawab ekonomi kepada para kreditor yang telah menyediakan pinjaman kepada perusahaan. Dalam hal ini pengelola perusahaan korporasi memiliki tanggung jawab dalam bentuk menyisihkan sebagian kas perusahaan untuk membayar cicilan pokok pinjaman dan bungan pinjaman yang jatuh tempo.Legal Responsibility, perusahaan korporasi harus mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk tanggung jawab operasional perusahaan. Hukum dan peraturan dibuat agar perusahaan berjalan sesuai harapan yang dimiliki masyarakat. Selain itu hukum dan peraturan juga membantu menciptakan arena permainan bisnis yang relatif adil bagi semua pelaku bisnis dalam suatu industri yang saling bersaing satu dengan yang lainnya. Tujuan penegakan hukum yakni agar suatu perusahaan tidak dirugikan oleh tindakan dari perusahaan pesaing lainnya.Social Responsibility, Kolter dan Lee (2005) menekankan pada kata discretionary yang berarti bahwa kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan yang secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan merupakan aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-undangan seperti kewajiban membayar pajak atau kepatuhan perusahaan terhadap undang-undang ketenagakerjaan. Namun sangat tidak tepat apabila CSR yang dilakukan oleh perusahaan hanya menjadi semacam kosmetik untuk menyembunyikan praktik perusahaan yang tidak baik.Pandangan Milton Friedman Mengenai Tanggung Jawab PerusahaanMenurut Friedman, tanggung jawab sosial adalah menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan (owners), biasanya dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak mungkin dengan senantiasa mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan. Dengan demikian, tujuan utama perusahaan korporasi adalah memaksimalkan laba atau nilai pemegang saham (shareholders value). Bahkan Friedman memandang para manajer yang memiliki pendapat bahwa pimpinan perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat secara luas, merupakan para manajer yang bertindak tidak sejalan dengan keinginan pemegang saham.

Figur 2 menjelasakan bahwa : pemegang saham merupakan pemilik perusahaan dan memiliki hak kepemilikian terhadap laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Sementara itu, manajer merupakan agen yang bertindak untuk kepentingan perusahaan. Para manajer yang berada dalam sistem manajemen perusahaan harus mampu melakukan maksimalisasi laba agar pasar tidak melakukan koreksi terhadap manajemen perusahaan, seperti penggantian manajer atau melakukan pengambilalihan perusahaan. Selain itu manajer perusahaan harus menjalin hubungan yang baik dengan penyedia sumber daya seperti masyarakat yang menyediakan sumber daya tenaga kerja, perbankan yang menyediakan pendanaan, pemasok yang menyediakan bahan baku dan sebagainya. Manajer juga harus mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan. Dalam hal ini manajer perusahaan harus mengindahkan keinginan pelanggan melalui penyediaan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan mereka dan menghindari berbagai tindakan yang dapat merugikan mereka. Maka dari itu menurut Friedman, konsepsi CSR harus diartikan sebagai salah satu strategi perusahaan untuk melakukan maksimalisasi laba. Jika manajer mengembangkan konsepsi CSR diluar tujuan maksimalisasi laba, maka konsepsi CSR tersebut hanya bisa ditafsirkan sebagi dua hal, pertama, manajer memasuki ranah politik dengan melalukan berbagi aktivitas philantrophic, yang sebenarnya aktivitas tersebut dilakukan oleh pemerintah sebagai pihak yang harus melakukan pelayanan publik karena telah menerima pajak. Kedua, manajer bertindak sebagai principal (pemegang peran utama dalam perusahaan) dan bukan sebagai agen, di mana tindakan manajer untuk melakukan program CSR tersebut dibiayai oleh pemegang saham yang harus menanggung biaya CSR tersebut.Pandangan The Business Roundtable Mengenai Tanggung Jawab PerusahaanThe Business Roundtable mengeluarkan Statement on Corporate Responsibility yang menyatakan bahwa pentingnya perusahaan melayani seluruh konstituen perusahaan yang terdiri dari :a. Pelanggan b. Karyawan c. Para penyedia dana (financiers)d. Pemasok e. Masyarakat setempat (communities)f. Masyarakat secara luas (society of large)g. Pemegang saham (shareholders)Menurut The Business Roundtable, keberadaan perusahaan sangat bergantung kepada dukungan masyarakat luas. Perusahaan juga memperoleh berbagai keistimewaan (privileges) seperti kewajiban terbatas (limited liabilities), umur kewajiban usaha yang tidak terbatas (indenfinite life), dan perlakuan pajak khusus. Pandangan The Business Roundtable mengenai peran perusahaan dapat dilihat pada figure 3, menurut Roundtable, pelanggan memiliki klaim utama terhadap perhatian perusahaan. Oleh sebab itu, meskipun pelanggan merupakan salah satu konstituen perusahaan tetapi pelanggan ditempatkan secara terpisah karena mereka dapat menjadi penyeedia pendapatan bagi perusahaan. The Business Roundtable memandang pemegang saham hanyalah salah satu konstituen yang menyediakan modal berisiko (providers of risk capital) dan manajer perusahaanlah yang berperan utama.

Tahap-Tahap Adopsi CSR Robbins dan Coulter (2003:123) dalam buku Corporate Social Responsibility: from Charity to Sustainability karya Ismail Solihin mengatakan ada empat tahap adopsi dari CSR yaitu:Pada Tahap awal, CSR lebih tertuju untuk pemilik perusahaan (pemegang saham atau owners) dan manajer. Pada tahap ini pemimpin perusahaan akan mengedepankan kepentingan para pemegang saham melalui berbagai upaya untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara efisien dan melakukan maksimalisasi laba. Pada tahan kedua, perusahaan mulai mengembangkan CSRnya kepada para pekerja (employees). Pada tahap ini, manajer perusahaan tidak hanya memperhatikan maksimalisasi laba, tetepi mereka mulai memberikan perhatiaan yang besar kepada sumber daya manusia. Para manajer pada tahap ini akan melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kondisi kerja karyawan, mengembangkan hak-hak karyawan, meningkatkan keamanan kerja, memberikan kompensasi yang layak dan lain-lain.Pada tahap ketiga, perusahaan mengembangkan CSR kepada para konstituen dalam suatu lingkungan yang spesifik di mana konsistensi tersebut biasanya merupakan masyarakat setempat (local communities) yang terkena dampak secara langsung oleh operasional perusahaan di daerah tempat mereka tinggal.Pada tahap keempat, perusahaan tidak hanya mengembangkan CSR kepada masyarakat setempat, melainkan mencakup pula masyarakat luas (broader society). Para manajer memandang bisnis mereka sebagai bagian dari entitas publik dan mereka merasa bertanggung jawab untuk melakukan berbagai kebajikan kepada publik.Etika Bisnis Menurut Post, Lawrence, Weber, (2002:102) Etika (ethics) merupakan suatu konsepsi mengenai tindakan yang benar dan yang salah. Etika memberikan panduan apakah suatu perilaku tertentu dapat digolongkan sebagai perilaku yang bermoral atau tidak bermoral.Etika sendiri bersumber dari moralitas yang merupakan sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. (Keraf, 1991:20)Etika bisnis merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis. Secara lebih khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan manajer (perusahaan) dan karyawan. Etika bisnis bukan merupakan suatu etika yang berbeda dengan etika pada umumnya dan bukan pula merupakan suatu etika yang berlaku di dunia bisnis. Apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian dipandang sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang menarik kembali produknya yang memiliki kecacatan produksi dan dapat membahayakan keselamatan konsumen, dapat dipandang sebagai perusahaan yang melakukan perilaku etis dan bermoral. Mengapa bisnis harus etis ? Ada tujuh alasan mengapa perusahaan harus berperilaku etis diantaranya yakni :1. Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritikan bahkan hukuman.2. Agar perusahaan dan karyawan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholders lainnya.3. Penerapan etika bisnis dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini dapat dicapai melalui terjadinya, penurunan risiko korupsi, manipulasi, penggelapan, dan berbagai bentuk perilaku yang tidak etis.4. Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji dan menolak suap. Dapat meningkatkan kualitas hubungan diantara pihak-pihak yang melakukan hubungan bisnis.5. Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis.6. Menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja.7. Mencegah agar perusahaan tidak memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan kegiatan bisnis yang tidak etis

BAB 2PERKEMBANGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITYPerkembangan awal Konsep Corporate Social Responsibility Terdapat tiga periode penting dalam perkembangan CSR, adalah sebagai berikut :1. Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960an.2. Perkembangan konsep CSR di era tahun 1970-9180.3. Perkembangan konsep CSR di era tahun 1990an sampai dengan saat ini.

Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960an.Sebenarnya jika diperhatikan di dalam sejumlah literatur tidak ada yang dapat memastikan kapan mulai dikenalnya atau munculnya CSR itu. Namun di dalam banyak literatur banyak yang sepakat bahwa karya Horward Bowen yang berjudul Social Responsibilities of the Businessman yang terbit pada tahun 1953 merupakan tonggak sejarah CSR Modern. Di dalam karyanya ini, Bowen memberikan definisi awal dari CSR sebagai it refers to the obligations of the businessmen to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of actions which are desirable in terms of the objectives and values of our society. Definisi tanggung jawab sosial yang diberikan oleh Bowen telah memberi landasan awal bagi pengenalan kewajiban pelaku bisnis untuk menetapkan tujuan bisnis yang selaras dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat.Selanjutnya pada tahun 1960, banyak usaha yang dilakukan untuk memberikan formalisasi definisi CSR dan salah satu akademis yang dikenal pada masa itu adalah Keith Davis. Keith Davis menambahkan dimensi lain tanggung jawab sosial perusahaan, pada saat itu ia merumuskan tanggung jawab sosial sebagai, businessmens decision and actions taken for reasons at least partially beyond the firms direct economics or technical interest. Melalui definisi tersebut, Davis menegaskan bahwa adanya tanggung jawab sosial perusahaan di luar tanggung jawab ekonomi semata-mata.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Konsep CSR di Era Tahun 1950-1960anBerkembangan konsep tanggung jawab sosial di era tahun 1950-1960 tidak terlepas dari pemikiran para pemimpin perusahaan yang pada saat itu menjalankan usaha mereka dengan mengindahkan prinsip derma (charity principle) dan prinsip perwalian (stewardship principle). Muncul konsep pemangku kepentingan (stakeholders) yang diperkenalkan Stanford Research Institute tahun 1963.Prinsip DermaSebelum konsep tanggung jawab social diperkenalkan, para pelaku bisnis telah melakukan berbagai aktivitas pemberian derma yang sebagian besar berasal dari kesadaran pribadi pemimpin perusahaan untuk berbuat sesuatu kepada masyarakat. Semangat berbuat baik tersebut dipicu dari nilai-nilai spiritual yang dimiliki para pemimpin perusahaan kala itu. Berbagai agama besar di dunia mengajarkan nilai-nilai yang sangat menghargai pengeluaran harta dengan tujuan membantu orang-orang yang kurang beruntung. Aktivitas derma pada awalnya lebih banyak dilakukan oleh perorangan yang terpanggil untuk melakukan kebaikan terhadap sesama. Sejalan dengan perubahan waktu yang diikuti proses belajar berbagai perusahaan korporasi global, kegiatan derma pada sat ini masih banyak digunakan oleh perusahaan sebagai salah satu program dalam aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan.Prinsip Perwalian Mengenai prinsip perwalian (stewardship principle) menyatakan bahwa perusahaan merupakan wali yang dipercayai oleh masyarakat untuk mengelola berbagi sumber daya. Oleh karena itu perusahaan harus mempertimbangkan dengan seksama berbagai kepentingan dari para pemangku kepentingan yang dikenai dampak keputusan dan praktik operasi perusahaan. Prinsip ini bertambah penting sejalan dengan pengakuan terhadap konsep pemangku kepentingan di mana pemaku kepentingan berpotensi untuk menghambat pencapaian tujuan perusahaan bila kepentingan perusahaan tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat secara luas.Berdasarkan prinsip perwalian, perusahaan diharapkan untuk melakukan aktivitas yang baik, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga untuk lingkungan sekitarnya.

Perkembangan konsep CSR periode tahun 1970-1980an.Pada periode iniCommite for Economic Development(CED) yang dibentuk oleh Amerika membagi tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam tiga lingkaran yaitu: Lingkaran Tanggung Jawab Terdalam Pertengahan(iner circle of responsibilities)yang mencakup tanggung jawab perusahaan untuk melaksanakan fungsi ekonomi yang berkaitan dengan produksi serta pertumbuhan ekonomi. Lingkaran Tanggung Jawab Pertengahan(intermediate circle of responsibilities)yang mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi yang memiliki kepekaan kesadaran terhadap perubahan nilai-nilai dan prioritas-prioritas sosial. Lingkaran Tanggung Jawab Terluar (outer circle of responsibilities)yaitu mencakup kewajiban perusahaan untuk lebih aktif dalam meningkatkan kualitas lingkungan sosial.Pada periode ini juga Carrol (1979) menyatakan bahwa komponen tanggung jawab sosial perusahaan dibagi ke dalam empat kategori yaitueconomic responsibilities, ethical responsibilities, legal responsibilities, discretionary responsibilities atau disebut dengan Corporate Social Performance (CSP).1. Economic Responsibilities merupakan tanggung jawab sosial utama perusahaan, karena lembaga bisnis terdiri atas berisi aktivitas ekonomi yang memiliki tanggung jawab untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai keinginan masyarakat dan dijual secara menguntungkan. 2. Legal Responsibilities, masyarakat berharap pelaksanaan bisnis dilakukan dengan menaati hukum dan peraturan yang berlaku. Dengan demikian Economic Responsibilities dan Legal Responsibilities harus dilaksanakan secara bersamaan. 3. Ethical Responsibilities, kedua tanggung jawab yang telah disebutkan sebelumnya telah masuk dalam kategori etika, namun ada aktivitas dan perilaku tambahan yang diharapkan oleh kelompok masyarakat tetapi tidak secara langsung tertulis dalam sebuah aturan. Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Tindakan etis adalah tindakan yang mampu menghasilkan utilitas paling besar untuk jumlah orang terbesar.4. Discretionary Responsibilities, masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan melalui berbagai program yang bersifat filantropis atau tidakan sukarela untuk kepentingan publik.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep CSR di Era Tahun 1970-1980an

Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan konsep CSR pada era tahun 1970-1980-an. Pertama, periode awal tahun 1970-an merupakan periode berkembangnya pemikiran mengenai manajemen para pemangku kepentingan. Hasil-hasil penelitian empiris menunjukkan perlunya perusahaan untuk memerhatikan kepentingan para pemangku kepentingan dalam keputusan-keputusan perusahaan yang akan memberikan dampak terhadap para pemangku kepentinganKedua, perusahaan yang melaksanankan program CSR pada periode 1970-1980 mulai mencari model CSR yang dapat mengukur dampak pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana pelaksanaan CSR sebagai suatu investasi sosial memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Kebutuhan ini telah mendorong lahirnya konsep corporate social performance sebagai penyempurnaan atas konsep CSR sebelumnya.Ketiga, periode tahun 1980-an merupakan periode tumbuh dan berkembangnya perusahaan multinasional (multinational corporation atau MNC). Para MNC beroperasi di berbagai negara yang memiliki kekuatan hukum dan undang-undang yang berbeda dengan hukum dan undang-undang di negara asal perusahaan MNC.

Perkembangan konsep CSR di era tahun 1990an sampai dengan saat ini.Tahun 1987, Perserikatan Bangsa-Bangsa melaluiWorld Commission on Environment and Development(WECD) menerbitkan laporan yang berjudulOur Common Future juga dikenal sebagai The Brundtland Report Commission untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua WECD waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerja sama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Menurut The Brundtland Commisssion yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan (sustainability development) adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka. manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka.Pada tahun 2002 OCED melakukan revisi terhadap The Guidelines for Multinational Enterprises, yang kemudian digunakan oleh Negara yang tergabung OCED. Dalam kaitan dengan pelaksaan aktivitas CSR bertujuan untuk mendorong transparansi dan akuntabilits perusahaaan, dalam bidang tersebut ; Pengungkapan informasi yang material Hubungan ketenagakerjaan dan industrial Manajemen lingkungan hidup Penyuapan Kompetisi Kepentingan pelanggan Penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi Perpajakan.Konsep sustainability development sendiri mengandung dua ide utama didalamanya yaitu sebagai berikut :1. Untuk melindungi lingkungan dibutuhkan pembangunan ekonomi. Kemiskinan merupakan suatu penyebab penurunan kualitas lingkungan. Masyarakat yang kekurangan pangan, perumahan, dan kebutuhan dasar untuk hidup cenderung menyalahgunakan sumber daya alam hanya untuk tujuan bertahan hidup. Oleh karena itu, perlindungan terhadap lingkungan hidup membutuhkan standar hidup yang memadai untuk seluruh masyarakat dunia.2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keberlanjutan, yakni dengan cara melindungi sumber daya yang dimiliki bumi bagi generasi mendatang.The Green Paper membagi CSR yang dilakukan oleh perusahaan dalam dua kategori yaitu :1. Internal dimension of CSR (mencakup manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keselamatan kerja, adaptasi terhadap perubahan dan pengelolaan dampak lingkungan, serta sumber daya alam).2. External dimension of CSR (mencakup perbedayaan komunitas lokal, partner usaha yang mencakup para pemasok dan konsumen, hak asasi manusia dan permasalahan lingkungan global). Organisasi ini mengajukan pendekatan secara holistik terhadap CSR, yang di dalamnya mencakup hal-hal berikut : Social Responsibility Integrated and Management. Social Responsibility Reporting and Auditing. Quality in Work Social and Eco Label Socially Responsible Investment.Perkembangan penting lainnya yang terjadi saat ini adalah rencana implementasi ISO 26000 yang mengatur tentang social responsibility. Yang dimaksud dengan social responsibility ialah tanggung jawab suatu perusahaan atas dampak dari berbagai keputusan dan aktivitas mereka terhadap masyarakat dan lingkungan memalui suatu perilaku yang terbuka dan etis yang Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat Memperhatikan ekspektasi para pemaku kepentingan Tunduk kepada hukum yang berlaku dan konsistensi dengan norma perilaku internasional Diintegrasikan ke dalam seluruh bagian organisasi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan konsep CSR di era tahun 1990an sampai dengan saat ini.

Klasifikasi CSR yang dilakukan perusahaan:1. Operational Responsibilities (berbagai standar yang ingin dicapai oleh perusahaan melalui operasi normal perusahaan)2. Citizenship Responsibilities (berbagai tindakan yang tidak harus dilakukan perusahaan dalam operasi normal mereka tetapi memungkinkan perusahaan untuk melakukan diferensiasi dan pesaing).

Operational responsibilities mencakup berbagai hal berikut: Protecting Health and Safety Not Engaging in bribery or corruption (tidak terlibat dalam penyuapan atau korupsi) Not using child labour (tidak memanfaatkan tenaga kerja anak-anak) Protecting the environment Making profit and paying taxes Treating employees fairly Providing quality products at low price Providing secure jobs (menyediakan pekerjaan yang aman) Applying universal standards across the world (menerapkan standar universal di mana saja di seluruh dunia)

Citizenship responsibilities mencakup berbagai hal berikut: Responding to public concerns and viewpoints (memberikan respons terhadap perhatian dan sudut pandang publik) Reducing human rights abuses (mengurangi pelanggaran terhadap hak asasi manusia) Increase economic stability (meningkatkan stabilitas ekonomi) Reducing the gap between the rich and poor (mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin) Supporting charities and communities (mendukung kegiatan amal dan komunitas) Solving social problem (menyelesaikan masalah sosial) Supporting progressive government policies (mendukung kebijakan pemerintah yang semakin maju).

CSR dan Konsep-konsep yang Berkaitan DengannyaKonsep CSR saat ini dapat dipandang sebagai titik awal maupun katalisator bagi lahirnya konsep-konsep yang memiliki keterikatan sangat erat dengan CSR. Konsep-konsep tersebut adalah manajemen para pemangku kepentingan, corporate social performance (CSP), corporate social responsiveness, business ethics, dan corporate citizenship. Selain itu terdapat dua konsep yang dibahas secara khusus yaitu, konsep corporate governance dan sustainable development yang juga memiliki hubungan dengan CSR.Pelaksanaan corporate social performance maupun CSR sendiri dilandasi oleh pilihan etis yang berada di dalam dominan etika bisnis (business ethics) dari para pelaku bisnis. Pelaksanaan CSR juga dilandasi oleh konsep manajemen para pemangku kepentingan lain di luar pemegang saham di mana perusahaan memiliki tanggung jawab sosial kepada para pemangku kepentingan ini. Akhirnya pelaksanaan CSR juga didasari oleh adopsi konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan menetapkan alat ukur yang dikenal dengan triple bottom line (TBL) yaitu economic growth, social welfare, dan environmental protection.Pro dan Kontra terhadap Corporate Social ResponsibilityMenurut kelompok yang mendukung pelaksanaaan CSR, tanggung jawab sosial manajer tidak sekadar menghasilkan laba, tetapi mereka juga memiliki kewajiban untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Robbins dan Coulter menyebut cara pandang terhadap kewajiban sosial yang diperluas ini sebagai the social economic view of social responsibility.Perusahaan korporasi saat ini dipandang bukan lagi sebagai suatu entitas independen yang hanya bertanggung jawab terhadap pemegang saham, tetapi juga memiliki tanggung jawab yang lebih luas di mana masyarakat secara luas telah turut membentuk hukum dan undang-undang yang mengatur perilaku bisnis perusahaan korporasi, serta masyarakatlah yang mendukung keberadaan perusahaan korporasi dengan menjadi pembeli barang dan jasa yang dihasilkan.Argumen kelompok yang setuju dengan program CSR: Ekspektasi Publik Opini publik saat ini mendukung aktivitas bisnis yang mengejar tujuan-tujuan ekonomi dan juga berbagai social. Laba Jangka Panjang Perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial cenderung memiliki laba jangka panjang yang lebih aman. Kewajiban Etis Pelaku bisnis harus memiliki tanggung jawab sosial karena tindakan-tindakan yang bertanggung jawab merupakan suatu hal yang benar untuk dilakukan. Kesan Publik (Public Image) - Pelaku bisnis dapat menciptakan kesan publik yang baik bila mereka memiliki tujuan-tujuan sosial. Menciptakan Lingkungan yang Lebih Baik Keterlibatan perusahaan besar dapat membantu pemecahan masalah-masalah sosial yang rumit. Menyeimbangkan antara Tanggung Jawab dan Kekuasaan Perusahaan besar memiliki kekuasaan yang sangat besar sehingga tanggung jawab yang besar dalam jumlah yang sepadan perlu dimiliki oleh perusahaaan sebagai penyeimbang atas kekuasaan yang sangat besar tersebut. Kepentingan Pemegang Saham tanggung jawab sosial akan meningkatkan harga saham perusahaan dalam jangka panjang. Kepemilikan terhadap Sumber Daya perusahaan korporasi memiliki sumber daya untuk mendukung proyek-proyek publik dan proyek amal yang membutuhkan bantuan perusahaan. Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati Para pelaku bisnis harus mewaspadai masalah sosial yang ditimbulkan dari operasi perusahaan sebelum praktik operasi perusahaan dikoreksi secara besar-besaran oleh publik yang dapat menimbulkan kerugian sangat besar bagi perusahaan. Mencegah Regulasi Tambahan dari Pemerintah Dengan bertanggung jawab secara sosial, pelaku bisnis dapat mengharapkan adanya regulasi dari pemerintah dalam jumlah yang lebih sedikit.

Pendapat Kelompok yang Menentang CSRKritik terhadap pelaksanaan kegiatan CSR pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: CSR dapat menghambat operasi sistem pasar bebas (free market). Menurut Friedman, mekanisme pasar bebas akan menentukan alokasi sumber daya yang sifatnya langka (scarce) secara optimal. Friedman menyebut mekanisme tersebut sebagai market capitalism. Hal yang sama belaku pula untuk para manajer yang berperan sebagai agen dari para pemegang saham, sehingga tugas utama para manajer tersebut adalah melakukan alokasi sumber daya yang dimiliki perusahaan secara optimal. Pelaksanaan CSR sering kali hanya bersifat bisnis (cynical) bahkan mementingkan kepentingan perusahaan sendiri (selfish). Dengan melihat berbagai bentuk pelaksanaan CSR yang hanya bertujuan untuk meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik dan bukan untuk secara sungguh-sungguh memperbaiki kesejahteraan konstituen, maka para pengkritisi program CSR beranggapan bahwa program CSR yang dilaksanakan perusahaan hanya bersifat sinis saja.

Argumen kelompok yang menentang pelaksanaan CSR: Ketidakjelasan Tujuan mengejar tujuan sosial akan mengakibatkan ketidakjelasan pencapaian tujuan utama perusahaan yakni produktivitas secara ekonomi. Beban Biaya berbagai pelaksanaan program CSR merupakan beban biaya yang harus ditanggung perusahaan. Perusahaan Memiliki Kekurangan Keahlian dalam mengelola CSR pemimpin perusahaan pada umumnya memiliki keahlian yang kurang untuk menangani berbagai permasalahan sosial.

BAB 3MANAJEMEN PARA PEMANGKU KEPENTINGANLingkungan Organisasi Perusahaan (Organizational Environment)Dill (Bourgeois, 1980), membagi lingkungan perusahaan ke dalam dua kategori, yaitu lingkungan umum (general environment) dan lingkungan tugas (task environment). Lingkungan umum terdiri atas berbagai kekuatan di lingkungan perusahaan yang akan memengaruhi perusahaan di dalam merumuskan strategi korporasi (corporate strategy). Sedangkan lingkungan tugas terdiri atas berbagai kekuatan yang dapat memengaruhi perusahaan di dalam merumuskan strategi tingkat bisnisnya (business strategy).Menurut konsepsi Bourgeouis, lingkungan umum perusahaan yang di dalamnya mencakup agregat dari task environment, merupakan kekuatan yang akan memengaruhi perumusan definisi usaha perusahaan seperti segmen pasar mana yang menjadi target pasar perusahaan untuk dilayani, dalam industri apa perusahaan akan menjalankan bisnisnya, di mana pilihan-pilihan tersebut akan menentukan sumber daya apa yang akan dibutuhkan perusahaan, bagaiman perusahaan memperolehnya, serta bagaiman perusahaan mengalokasikan sumber daya tersebut. Berbagai perubahan seperti yang terjadi dalam gaya hidup (life style), struktur demografi, teknologi, serta faktor-faktor lainnya, secara bersama-sama atau sendiri-sendiri telah mendorong perusahaan untuk mendefinisikan ulang tujuan korporasinya sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Kegagalan perusahaan di dalam membaca pengaruh perubahan lingkungan umum terhadap tujuan perusahaan jangka panjang dapat mengakibatkan perusahaan berada pada posisi kalah bersaing (competitive advantage).Bila lingkungan umum merupakan ranah bagi perumusan definisi usaha yang akan menentukan strategi korporasi, maka task environment akan menjadi penuntun perumusan strategi di tingkat bisnis (business strategy) yang memungkinkan bisnis perusahaan memiliki keunggulan dibanding pesaing melalui kepemilikan berbagai sumber daya berkompetensi unggul dibanding pesaing (distinctive competencies). Hamel dan Prahald (Brown, 2006:28) menyebutnya sebagai kompetensi inti (core competencei) yakni sekumpulan keterampilan (skills) dan teknologi yang memungkinkan perusahaan memberikan manfaat tertentu bagi para pelanggan.Kategorisasi lingkungan perusahaan lainnya, dibuat oleh Duncan (Tung, 1979:673) yang membagi lingkungan perusahaan ke dalam dua kategori yakni lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal terdiri atas berbagai kekuatan internal yang beroperasi di dalam perusahaan itu sendiri (mencakup tujuan, strategi, proses bisnis internal, sumber daya yang dimiliki perusahaan, dan sebagainya). Lingkungan eksternal organisasi terdiri atas berbagai kekuatan di luar organisasi perusahaan (seperti pesaing, pemasok, kebijakan pemerintah, kondisi perekonomian, dan kondisi politik).Kategorisasi lingkungan yang dibuat oleh Dill tahap selanjutnya lebih dioperasionalkan oleh Potter (1985) melalui identifikasi lima kekuatan (five forces) yang akan menentukan profitabiltas suatu industri. Kelima kekuatan tersebut pada dasarnya bergerak di dalam domain task environment yang dirumuskan oleh Dill, yang mencakup:1. Persaingan di dalam industri (industry competition)2. Ancaman pesaing baru (threat of new entrants)3. Kekuatan tawar-menawar pemasok (bargaining power of suppliers)4. Kekuatan tawar-menawar pembeli (bargaining power of buyers)5. Ancaman dari produk/jasa substitusi (threat of substitute products or services).

Konsep Para Pemangku Kepentingan PerusahaanFriedman (1984:46), mendefinisikan pemangku kepentingan sebagai setiap kelompok atau individu yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaanPemangku kepentingan dalam Arti LuasDalam hal ini pemangku kepentingan adalah kelompok maupun individu-individu yang dapat memengaruhi pencapaian tujuan mereka atau pencapaian perusahaan yang dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan pada saat perusahaan mengejar tujuannya. Yang termasuk dalam pemangku kepentingan dalam pengertian ini mencakup: kelompok kepentingan publik, kelompok yang melakukan aktivitas protes (protest group), pegawai pemerintah, asosiasi perdagangan, pesaing, serikat pekerja, dan juga karyawan, pelanggan pada segmen tertentu, serta pemegang saham.Pemangku kepentingan dalam Arti Sempit Perusahaan memiliki ketergantungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya kepada pemangku kepentingan ini yang terdiri atas kelompok-kelompok maupun beberapa individu tertentu. Pemangku kepentingan pada kategori ini adalah karyawan, pelanggan, pada segmen tertentu, pemasok tertentu, pegawai kunci di pemerintahan, kreditur tertentu, dan pemegang saham.Selanjutnya Friedman dan Reed menempatkan para pemangku kepentingan tersebut dalam sebuah geradi (grid) dengan menggunakan dua dimensi. Dimensi pertama menggambarkan kepentingan (stake, interest, atau claim) dari para pemangku kepentingan yang terbagi ke dalam tiga tingkatan kepentingan, yaitu kepentingan terhadap ekuitas (equity stake), kepentingan secara ekonomi (economic scale), dan kepentingan untuk memberikan pengaruh (influencers stake). Sedangkan dimensi lain yang digunakan oleh Freeman dan Reed untuk mengelompokan para pemangku kepentingan, adalah dimensi kekuasaan (power) yang terdiri atas tiga tingkatan kekuasaan, yaitu kekuasaan untuk melakukan perhitungan suara (voting power), kekuasaan ekonomi (economic power) yang dirumuskan sebagai the ability to influence due to marketplace decision dan kekuasaan yang berasal dari kekuatan politik (political power) yang dirumuskan sebagai the ability to influence due to use of the political system.Pemegang saham yang memiliki kepentingan ekuitas memiliki kekuasaan yang berasal dari voting power. Pelanggan yang memiliki kepentingan ekonomi (pembelian produk dengan harga murah kualitas baik) memiliki kekuasaan dari pilihan mereka untuk membeli produk perusahaan yang mana, economic power. Kelompok pengambilan opini yang berkepentingan untuk mempengaruhi perusahaan untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu memiliki kekuasaan politis, political power.Dalam realitas terdapat pemangku kepentingan kontemporer di mana kepentingan yang dimiliki tidak sebangun dengan kekuasaan yang dimiliki. Contoh: dalam pemerintahan seharusnya memiliki kepentingan sebagai pemberi pengaruh dalam perusahaan, saat ini memiliki kekuatan bukan hanya voting power melainkan political power juga.

Manajemen Para Pemangku KepentinganTerdapat dua model yang menunjukkan orientasi manajemen perusahaan di dalam mengelola para pemangku kepentingan.1. Strategic Stakeholder Management ModelModel yang didasari asumsi bahwa tujuan akhir perusahaan adalah keberhasilannya di pasar. Perusahaan memastikan pendapatan dan laba sesuai target sehingga dapat memberikan keuntungan yang sesuai bagi pemegang saham sebagai wujud economic responsibility.Perusahaan dapat menggunakan strategi TQM (Total Quality Management) dan ESOP (Employee Stock Ownership Plan) agar tujuan perusahaan tercapai dari peningkatan volume penjualan produk dan kontribusi peningkatan kinerja karyawan. Terdapat dua variabel yakni variabel strategi korporasi (Selling Intensity, capital expenditure, efficiency, dan capital intensity) dan variabel hubungan dengan stakeholder (employees, product, safety/quality, diversity, natural environment, community).2. Intrinsic Stakeholder Commitment ModelAsumsi dalam model ini adalah hubungan antara manajer dengan stakeholder didasarkan kepada komitmen moral, dan bukan dari sisi perusahaan memanfaatkan stakeholder untuk mencapai tujuan yakni maksimisasi laba. Tiap pemangku kepentingan memiliki nilai intrinsik yang harus dipertimbangkan.Penerapan Manajemen Para Pemangku Kepentingan di Perusahaan1. Identifikasi Stakeholdersa. Internal StakeholdersMereka yang beroperasi di dalam batasan sebuah organisasi.b. Interface StakeholdersMereka yang melaksanakan fungsi organisasi secara internal maupun eksternal, sebagai penghubung organisasi dan lingkungannya.c. External StakeholdersMereka yang berada di luar organisasi tetapi memiliki pengaruh terhadap organisasi baik yang menyediakan input (supplier, konsumen, dll), kompetitor, dan juga pihak lain yang berkepentingan (pemerintah, dll).2. Menetapkan Stakeholder yang Relevan dalam Pembuatan StrategiKriteria yang digunakan adalah indikasi meningkatnya kekuasaan yang dimiliki oleh pemangku kekuasaan tertentu sehingga harus dipertimbangkan dalam pembuatan strategi perusahaan.3. Perumusan Kebijakan dan Startegi Manajemen StakeholdersKebijakan pengelolaan ini untuk mengatur hubungan yang terjadi berulang antara perusahaan dan stakeholdernya. Kebijakan ini sebagai panduan dalam berhubungan dengan pemangku kepentingan utama.a. Manajer harus mengetahui bahwa tiap stakeholder memiliki kepentingan yang berbeda.b. Manajer harus memahami kepentingan-kepentingan tersebut dan mampu mengintegrasikannya ke dalam kebijakan yang paling menguntungkan semua pihak.c. Manajer harus beradaptasi dengan tipe perilaku yang berbeda di tiap stakeholder dan berkomunikasi disesuaikan dengan itu secara konsisten.d. Manajer harus memastikan seluruh stakeholder yang relevan memperoleh distribusi manfaat yang adil untuk menjamin keberlangsungan kerjasama dengan perusahaan.e. Untuk memonitoring konsekuensi dari kegiatan perusahaan, manajer harus proaktif melakukan kontrak dengan berbagai kelompok yang relevan serta melakukan kerjasama dengan perusahaan lain, pemerintah, dll.f. Manajer harus melakukan restrukturisasi proyek untuk menghindari kemungkinan terjadinya konsekuensi yang merugikan.g. Manajer selain sebagai penyeimbang kepentingan, juga mempunyai kepentingan lain yang memiliki keistimewaan dalam hal informasi, dan pengaruh dalam pengambilan keputusan, sehingga manajer harus mementingkan keamanan perusahaan dan tingkat penggajian (menghindari abuse of power).

Pemetaan Stakeholder Berdasarkan Dimensi Potensi Ancaman dan KerjasamaTerdapat 4 tipe potensi ancaman dan kerjasama, yaitu:1. The Supportive StakeholderMereka yang mendukung berbagai tujuan perusahaan. Berpotensi rendah terhadap ancaman dan potensi kerjasama yang tinggi.2. The Marginal StakeholderMereka yang memiliki potensi ancaman dan kerjasama yang rendah. Tidak relevan untuk diperhitungkan.3. The Nonsupportive StakeholderMereka yang paling memberikan tekanan terhadap perusahaan. Memiliki potensi ancaman tinggi dan kerjasama rendah (kompetitor, serikat pekerja, media masa, dll).4. The Mixed Blessing StakeholderMemiliki potensi ancaman yang tinggi, serta kerjasama yang tinggi (asuransi, dll). Pentingnya tindakan yang tepat sangat mendukung pencapaian tujuan perusahaan.Startegi Umum Manajemen Startegi Stakeholder adalah dari pemetaan di atas dikembangkan generic strategy yang melibatkan Supportive Stakeholder, pengawasan terhadap The Marginal Stakeholder, bertahan dari serangan The Nonsupportive Stakeholder, dan berkolaborasi dengan The Mixed Blessing Stakeholder.

BAB 4STUDI KASUS PT HOLCIM INDONESIA TBK

PT Holcim Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan semen terbesar di Indonesia. Dalam usahanya PT Holcim Indonesia Tbk berkomitmen dalam pembangunan yang berkelanjutan. Hal tersebut merupakan seuatu yang penting dan menjadi dasar dalam motto PT Holcim Indonesia Tbk yang terintegrasi melalui konsep Membangun Bersama. Pembangunan berkelanjutan yangmenjadi landasan PT Holcim Indonesia Tbk sesuai dengan Visi dan Misi PT Holcim Indonesia Tbk, yaitu: Visi PT Holcim Indonesia Tbk yakni menjadi perusahaan Indonesia yang memiliki kinerja terbaik dan terpandang di industri semen, menjadi salah satu perusahaan terbaik di dalam Grup Holcim, dan menyediakan landasan untuk kebutuhan masyarakat di masa depan. Misi PT Holcim Indonesia Tbk adalah melalui produksi dan penjualan semen, beton siap pakai dan agregat serta pengembangan sumber daya manusia, akan menghasilkan keuntungan maksimum yang berkelanjutan kepada para pemegang saham dengan tetap memberikan perhatian penuh kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Landasan atau pedoman tersebut memperlihatkan bahwa PT Holcim Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang dapat bertanggung jawab terhadap stakeholders yang terkait dengan aktivitas bisnis dan operasional yang dilakukan perusahaan termasuk kepada masyarakat sekitar perusahaan.PT Holcim Indonesia Tbk akan meningkatkan kinerja lingkungan dan program pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) seiring dengan penghargaan Proper Emas yang diraih untuk kedua kalinya tahun ini. Tiga prinsip dasar (triple bottom line) yang dicetuskan oleh John Elkington pada tahun 1997 dapat menjadi tolak ukur bagi peningkatan dan keberhasilan suatu perusahaan dalam melakukan pembangung yang berkelanjutan. Adapun tiga prinsip dasar tersebut yakni economic prosperity (profit), environmental quality (planet) dan social justice (people). Ketiga prinsip dasar ini juga dikembangkan oleh pihak PT Holcim Indonesia Tbk, yaitu:1. Profit (keuntungan)Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.1. People (masyarakat pemangku)Menyadari bahwa masyarakat merupakan stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan mereka, terutama masyarakat sekitar, sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. PT Holcim Indonesia Tbk telah melakukan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat dengan harapan bahwa kehidupan masyarakat khususnya yang berada di sekitar perusahaan dapat berhasil mandiri dan meningkat kesejahteraanya.1. Planet (lingkungan) Unsur ketiga yang mesti diperhatikan juga adalah lingkungan. Jika perusahaan ingin eksis dan akseptable maka harus disertakan pula tanggung jawab kepada lingkungan. PT Holcim Indonesia Tbk memperhatikan kegiatan operasionalnya dengan sebaik mungkin. Hal ini sebagai suatu komitmen PT Holcim Indonesia Tbk untuk tetap menjaga lingkungannya.

Nilai-Nilai HolcimMengutamakan pelanggan. Dalam lima tahun terakhir unit usaha beton siap-pakai mengirim volume tertinggi berbagai produk berspesifikasi khusus pesanan pelanggan. Pabrik baru di Tuban dibangun agar kami dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.Karyawan. Perkembangan organisasi diimbangi dengan mengadakan sarana dan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan teknis dan kerja karyawan serta kemampuan mereka memimpin dan menjalankan usaha. Lulusan program membuat sistem baru pemilahan untuk digunakan di ball mill Pabrik Cilacap.Wilayah operasi. Kami terus memperluas jaringan distribusi. Fasilitas distribusi semen curah dan pengisian semen sak diresmikan di Pontianak pada bulan Oktober.Masyarakat. Kebijakan baru mulai diberlakukan untuk menunjang pelaksanaan berbagai program pendidikan, kesehatan, keselamatan, kewirausahaan dan kelestarian lingkungan bagi masyarakat sekitar.Kesehatan dan keselamatan kerja. Frekuensi pelatihan keselamatan kerja di pabrik dan fasilitas kerja dilipatgandakan, dan sedikitnya tiga program mengemudi aman dilangsungkan bersamaan. Pemeriksaan kesehatan karyawan di semua unit kerja dilakukan setiap tahun.Lingkungan hidup. Kami kembali meraih penghargaan tertinggi untuk penerapan standar pelestarian lingkungan di lokasi kerja di pabrik kami. Fasilitas unit penyedia solusi pengelolaan limbah diperbesarkapasitasnya, dan kampanye pentingnya kegiatan konstruksi berkelanjutan yang hemat energi dan ramah lingkungan terus dilakukan.

Enam Pilar Kebijakan CSR PT Holcim Indonesia TbkPT Holcim Indonesia Tbk memiliki enam pilar kebijakan CSR (Coporate Social Responsibility) sebagai perwujudan pembangunan berkelanjutan. Enam pilar ini seimbang dan memiliki tingkat kepentingan yang sama karena merupakan prinsip pedoman PT Holcim Indonesia Tbk dalam menghadapi perkembangan zaman. Enam pilar kebijakan CSR PT Holcim Indonesia Tbk adalah: Kode etik bisni : PT Holcim Indonesia Tbk akan selalu berkomitmen untuk mematuhi dan menjunjung tinggi kode etik bisnis yang telah ada. Praktek yang terkait dengan pekerja dan karyawan : Penghormatan hak pekerja menjadikan contoh yang terbaik dalam hal pengembangan karyawan. Pengembangan karyawan sebagai salah satu stakeholder utama dalam suatu usaha menjadi penting dalam upaya membangun sumber daya manusia yang memiliki soft skill dan hard skill yang baik. Salah satu upaya pengembangan karyawan ini dilakukan dalam Holcim Academy. Kesehatan dan keselamatan kerja: Sesuai motto di bidang keselamatan kerja safety first, No Compromise PT Holcim Indonesia Tbk berusaha untuk menerapkan standar keselamatan internasional di lingkungan kerja bagi karyawan. PT Holcim Indonesia Tbk meraih sertifikasi internasional bidang keselamatan kerja OHSAS 18001 pada tahun 2006. Keterlibatan masyarakat atau community :Masyarakat sebagai salah satu stakeholders eksternal yang utama memiliki peranan penting bagi keberlangsungan manajemen dan operasional perusahaan. Hubungan terhadap pelanggan dan pemasok : Sebagai suatu perusahaan yang besar, PT Holcim Indonesia Tbk selalu berupaya untuk menjaga dan meningkatkan sistem kerjasama dengan berbagai pihak termasuk pelanggan dan pemasok. Sistem yang transparan atau terbuka dan nilai kejujuran, kepercayaan dan komitmen menjadi penting dalam hubungannya dengan pelanggan dan pemasok. Pelaporan dan pemantauan : Pelaporan merupakan suatu bukti tertulis dari setiap kegiatan yang dilakukan suatu perusahaan. Tidak terkecuali pada bidang tanggung jawabsosial perusahaan.

Penghargaan PT Holcim Indonesia Pada Tahun 2009, Holcim Indonesia telah mendapatkan penghargaan Lingkungan dari Pemerintah/ Kementerian Lingkungan Hidup berupaGreen PROPER Awardatas kinerja lingkungan & CSR yang sangat baik. Perusahaan telah mendapatkan penghargaan ini sebanyak 5 kali untuk pabrik Cilacap dan 2 kali untuk Pabrik Narogong. Pada tahun 2012 -2013 pabrik semen Holcim di Cilacap menjadi salah satu dari sedikit badan usaha di Indonesia yang berhasil meraih penghargaan PROPER Emas dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup penghargaan tertinggi di bidang manajemen limbah dan lingkungan hidup di Indonesia, yang dicapai untuk ketiga kalinya. Pabrik Holcim di Narogong berhasil memperoleh peringkat PROPER Hijau untuk kedua kalinya berturut-turut. Pada tahun yang sama, Holcim memperoleh penghargaan Industri Hijau untuk yang ketiga kalinya. Holcim juga merupakan perusahaan satu-satunya yang menerima penghargaan Ozon sebagai pengakuan atas kegiatan yang berkelanjutan dalam memusnahkan bahan perusak ozon dengan aman.Berikut adalah beberapa program CSR (Corporate Social Responsibility) PT Holcim: Membantu Pemerintah DKI dalam program pengolahan sampah domestik dan memanfaatkannya sebagai bahan bakar alternatif Sejak tahun 2007 hingga sekarang, perusahaan telah bekerjasama dengan pengelola stasiun peralihan sampah Cakung Cilincing untuk mengolahsampah domestik tersortir menjadi bahan bakar alternatif untuk Kiln semen Holcim. Sebanyak sekitar 50 ton/ harinatau 1500 ton per bulan bahan bakar alternatif yang berasal dari sampah domestik telah dimanfaatkan di kiln semen PT Holcim. Dengan bahan baku sampah domestik di Cakung Cilincing sebanyak 1000 ton / hari atau 30,000 ton per bulan, maka perusahaan bersama dengan pengelola stasiun sampah Cilincing telah membantu mengurangi 30,000 ton / bulan sampah domestik yang sebelumnya dibuang ke tempat penimbunan (Landfill). Kerjasama dengan KLH dan GTZ (Badan Kerjasama Jerman) dalam penyusunan Pedoman Pemanfaatan Limbah di Industri Semen di Indonesia. Holcim Indonesia , KLH dan GTZ bekerjasama untuk menyusun pedoman nasional pemanfaatan limbah di Industri semen. Tujuan dari penyusunan pedoman ini adalah untuk memberikan arahan bagi Industri ataupun pabrik semen lainnya di Indonesia agar dapat mengembangkan energi alternatif yang berasal limbah. Fasilitas Penghancuran Bahan Perusak Ozon (misalCFC,HCFC, dsb) merupakan hasil kerjasama antara PT Holcim Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang. Fasilitas ini merupakan satu satunya yang adadi Asia Tenggara dengan teknologi kiln semen yang telah terbukti di Jepang dan diakui oleh Montreal Protocol. Dengan adanya infrastruktur ini, maka dapat mendukung pemerintah Indonesia berkaitan dengan komitmen Indonesia untuk melakukan Phase Out beberapa jenis BPO Fasilitas ini telah beroperasi di PT Holcim Indonesia sejak Mei2007, dan juga telah diakui dalam laporan MDG (Millennium Development Goal) report 2007 sebagai salah satu pencapaian Indonesia Turut Menggalakan konstruksi yang Ramah Lingkungan Melalui Kompetisi Holcim Award Setiap Tahun Holcim Memberikan Wadah kompetisi dan penghargaan kepada masyarakat melalui Holcim Award untuk rancangan/Inovasi kontruksi yang ramah lingkungan dan hemat energi. Rumah tahan gempa Holcim, kontribusi dalam bidang konstruksi di Indonesia. Memahami bahwa beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah rawan gempa, maka perusahaan telah membangun model dan contoh untuk rumah tahan gempa. Model dan contoh ini merupakan kontribusi perusahaan di dunia konstruksi di Indonesia. Meluncurkan rumah sederhana tahan gempa untuk masyarakat korban gempa di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Memperkenalkan konsep Ecohome Holcim dengan dunia pendidikan melalui pendirian Internasional Development Centre (IDC) di ATMI, Solo. Sejak tahun 2007 hingga sekarang, Holcim Indonesia telah memberikan pelatihan gratis terhadap lebih dari 2800 tukang bangunan untuk meninggkatkan keterampilan dan kompetensi mereka. Pada tanggal 14 september lalu, Holcim menyelnggarakan acara mudik bersama bagi para bangunan di Jawa. Ada 150 unit bus yang disiapkan untuk mengangkut 5500 lebih ahli bangunan ke 54 kota tujuan agar mereka dapat merayakan lebaran bersama keluarga pada akhir bulan ramadhan.Pemberdayaan Ekonomi melalui BMT Swadaya Pribumi: Periode Januari-November 2009, 924 orang mendapatkan manfaat fasilitas pembiayaan/kredit dengan nilai total sebesar Rp 2.633.835.000 Status per November 2009, 2.473 orang memanfaatkan fasilitas tabungan (tabungan harian, deposito) dengan nilai total sebesar Rp 1.485.286.877.ANALISA KASUSBanyak sekali perusahaan di Indonesia bersaing dalam mendapatkan citra terbaik di mata masyarakat. Cara yang paling sering dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan CSR. Corporate Social Responsibility adalah sebuah kewajiban yang dibebankan pada Perseroan Terbatas melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat (1) UU 40 tahun 2007 ini menjelaskan Perseroan yang menjalanjan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Namun hal yang perlu diperhatikan jangalah menjadikan CSR sebagi sarana bagi perusahaan untuk menutupi berbagai keburukan proses bisnis mereka yang berorientasi pada keuntungan semata.

Corporate Social Responsibility 30