cyberbullying di kota tanjungpinang naskah...
TRANSCRIPT
CYBERBULLYING DI KOTA TANJUNGPINANG
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
INDAH TRI OKTAVIA
NIM : 110569201102
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
CYBERBULLYING DI KOTA TANJUNGPINANG
INDAH TRI OKTAVIA
Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
Cyberbullying adalah kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek,
dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media
internet, teknologi digital atau telepon seluler. Banyak kejadian cyberbullying,
namun korbannya enggan melaporkan kejadian tersebut kepada aparat kepolisian.
Cyberbullying juga bisa terjadi pada siapa saja, pelakunya juga bisa siapa saja tetapi
belakangan diketahui yang sering melakukan bully biasanya orang dekat seperti
teman sekolah, atau teman yang mengenal si korban.
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari cyberbullying yang dilakukan oleh remaja di Tanjungpinang.
Informan dalam penelitian ini adalah peneliti menentukan informan berdasarkan
permasalahan penelitian dengan kriteria informan adalah remaja yang menggunakan
salah satu media jejaring sosial seperti Facebook, Twiter, Instagram dan Path. Pernah
terlibat sebagai korban cyberbullying. Remaja berumur 14-17 tahun yaitu remaja
pertengahan dalam usia sekolah dan berstatus pelajar, dan 1 orang informan kunci
yaitu pelaku cyberbullying. Dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis
data deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa dampak yang
dirasakan korban cyberbullying membuat sebagian orang yang menghadapinya
tertekan. Tindakan yang selama ini dilakukan oleh sebagian para remaja memilih
untuk diam dan tidak melakukan apa-apa, ada juga yang membalas, Dari hasil
penyajian data, yang terjadi di lapangan yaitu tindakan cyberbullying, dimana
seorang anak yang mengintimidasi seseorang yang dianggap lemah
Kata Kunci : Remaja, Cyberbullying, Media Sosial
2
A B S T R A C T
Cyberbullying is an event while a child or teen is bullied, insulted, intimidated,
or humiliated by the child or adolescent to another through the medium of the
internet, digital technologies or mobile phones. Many events cyberbullying, but
victims are reluctant to report the incident to the police. Cyberbullying also could
happen to anybody, the culprit could also be anyone but was later known to
frequently perform bully usually close friends such as a school, or a friend who knew
the victim.
The goal in this research is to know the impact arising from cyberbullying
committed by adolescents in Tanjungpinang. Informants in this study is the
researchers determine informants based on research problems with the criteria of
informant are teenagers who use one media social networking such as Facebook,
Twiter, Instagram and Path. Has been involved as a victim of cyberbullying.
Teenagers aged 14-17 years of age in the mid-teens, namely schools and student
status, and 1 key informant i.e. people perpetrators of cyberbullying. In this study
were analyzed with descriptive qualitative data analysis techniques.
Based on the results of the research can be drawn the conclusion that the impact
of a perceived victim of cyberbullying makes some people who deal with it depressed.
During this action done by some teenagers choose to be quiet and not do anything,
there is also a reply, from the presentation of the data, which happens on the field
that is the Act of cyberbullying, in which a child who intimidate someone who was
considered a weak
Keywords: Teen, Cyberbullying, Social Media
3
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara
dengan kasus bullying tertinggi
kedua di dunia setelah Jepang.
Sebagai negara dengan jumlah
populasi terbanyak keempat di
dunia, Indonesia memiliki jumlah
pengguna Facebook terbesar ketiga
di dunia, angka cyberbullying yang
terjadi di Indonesia mencapai angka
25 juta kasus di mulai dari kasus
dengan skala ringan sampai dengan
skala berat. Sekitar 42% anak-anak
mengalami cyber bullying ,35%
anak-anak diancam secara online,
58% anak-anak mengakui bahwa
mereka sering mengalami pelecehan
dan penghinaan secara online.
Dengan demikin, perkembangan
ancaman cyberbullying sangat cepat
seiring cepatnya perkembangan dan
peminat penggunaan internet dalam
keseharian bagi anak-anak dan
remaja yang berfikiran sangat
labil.(Badan Pusat Statistik mencatat
pada tahun : 2006)
Hampir 75 juta pengguna
internet di Indonesia berada pada
usia anak-anak, yakni 12 sampai 18
tahun tercatat sebagai kelompok
yang paling sering menggunakan
internet. Di Indonesia, beberapa
kasus kenakalan remaja melalui
media sosial disebabkan oleh masih
minimnya pengawasan orang
dewasa terhadap pengguna internet
di usia anak ini. Anak-anak lebih
banyak menggunakan internet untuk
bermain game dan mengakses
jejaring sosial. Selain itu, orang
dewasa di sekitarnya, seperti guru
dan orangtua, jarang yang
memberikan informasi mengenai
resiko apa saja yang bisa dialami
anak di internet (Sumber :
http://www.beritasatu.com diakses
tanggal 9 April 2016). Salah satu
resiko online yang sering terjadi
pada anak adalah cyberbullying.
Terdapat 58 persen anak yang tidak
paham dengan
masalah cyberbullying (UNICEF
dan Kominfo tahun 2014).
Maraknya perilaku
intimidasi serta kejahatan-kejahatan
di dunia maya menimbulkan
keresahan baru di masyarakat. Nilai-
nilai dan aturan yang terdapat di
dunia nyata kini harus pula
diterapkan di dunia maya. Oleh
karenanya pemerintah akhirnya
mengeluarkan regulasi mengenai
perbuatan-perbuatan yang dilarang
dilakukan di dunia maya dengan
mengesahkan Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik,
undang-undang ini dibuat dengan
tujuan agar kelak dijadikan
pedoman dalam bertingkah laku dan
bertransaksi secara elektronik di
dunia maya. Namun kenyataanya
masih banyak pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan oleh
masayarakat.
Jejaring sosial merupakan
media pertemuan antar pengguna
media sosial dengan pengguna
media sosial lainnya. Dalam ruang
maya interaksi sosial terjadi dengan
karakteristik tidak bertatap muka,
namun dapat diatasi dengan layanan
3G dan skype. Perkembangan
teknologi yang kian pesat telah
menyumbangkan dampaknya bagi
4
pergeseran nilai-nilai di masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi
berbasis internet juga turut andil
dalam menggeser nilai-nilai dan
tatanan hidup yang ada dalam
masyarakat ke dalam dunia virtual.
Suatu frekuensi interaksi
sosial di masyarakat virtual semakin
tinggi ini dapat dilihat dari hadirnya
media sosial yang banyak digunakan
oleh masyarakat seperti facebook,
twitter, whatsapp, skype. Salah satu
jejaring sosial yang cukup popular
adalah facebook. Facebook
merupakan salah satu layanan
jaringan sosial populer gratis.
Facebook dapat digunakan
membentuk jaringan dengan
mengundang teman. Jaringan yang
dibentuk di dalam facebook dapat
memperlihatkan aktivitas mereka,
mengikuti permainan yang
direkomendasikan, menambahkan
teman, jaringan berdasarkan
organisasi sekolah, daerah domisili
dan seterusnya. Facebook
memungkinkan orang dapat
menggunakan jaringan sosial dalam
berbagai keperluan.
Suatu yang mendasar fungsi
dan kegunaan facebook adalah
untuk mencari dan menjalin
pertemanan antara pengguna ruang
maya. Facebook telah digunakan
untuk berbagai tujuan, untuk
sekedar chating dan menghabiskan
waktu luang, menambah teman
sebanyak-banyaknya, melakukan
bisnis online, mengajak teman untuk
berbuat baik melalui nasehat,
mengajak untuk bergabung dengan
group-group yang positif, bahkan
berbagi informasi akademik.
Begitu mudahnya
penggunaan media sosial seperti
facebook membuat banyak orang
menggunakannya karena tidak
dibatasi oleh usia, pekerjaan, agama,
ras, jenis kelamin dan kondisi sosial
lainnya. Dengan mudahnya
pengguna media sosial dapat
berinteraksi di jejaring sosial
tersebut. Semua identitas pribadi
bahkan dapat dipalsukan. Mereka
bebas menggunakan jejaring
tersebut untuk apa saja dan
berinteraksi dengan apa saja. Sangat
mudah dan tidak membutuhkan
waktu yang lama bagi seseorang
dalam membuat akun di media
sosial. Kalangan remaja yang
mempunyai media sosial biasa nya
memposting tentang kegiatan
pribadinya, curhatannya, serta foto-
foto bersama teman-temannya.
Semakin aktif seorang remaja di
media sosial maka mereka semakin
dianggap keren dan gaul. Namun
kalangan remaja yang tidak
mempunyai media sosial biasanya
dianggap kuno, ketinggalan jaman,
dan kurang bergaul. Media sosial
menghapus batasan-batasan dalam
bersosialisasi. Dalam media sosial
tidak ada batasan ruang dan waktu,
mereka dapat berkomunikasi
kapanpun dan dimanapun mereka
berada. Tidak dapat dipungkiri
bahwa media sosial mempunyai
pengaruh yang besar dalam
kehidupan seseorang. Seseorang
yang asalnya kecil bisa menjadi
besar dengan media sosial, begitu
pula sebaliknya.
Hal ini yang kemudian
menggeser nilai-nilai dan norma-
5
norma yang ada di masyarakat
seperti nilai kesopanan, nilai agama,
dan nilai-nilai sosial yang sudah ada
di mayarakat, sehingga sebagaimana
di dunia nyata dinamika sosial
terdapat kesepakatan, perasaan tidak
senang yang
disembunyikan,kerjasama dan
pertentangan. Tindakan kekerasan di
ruang maya disebut sebagai
cyberbullying. Cyberbullying adalah
segala bentuk kekerasan yang
dialami anak atau remaja dan
dilakukan teman seusia mereka
melalui dunia cyber atau internet.
Cyberbullying adalah
kejadian manakala seorang anak
atau remaja diejek, dihina,
diintimidasi, atau dipermalukan oleh
anak atau remaja lain melalui media
internet, teknologi digital atau
telepon seluler. Bullying merupakan
fenomena penyimpangan baru bagi
masyarakat Indonesia secara
penyimpangan sosial, terjadi krisis
dalam masyarakat dalam menyikapi
perubahan sosial. Contoh perilaku
bullying antara lain mengejek,
menyebarkan rumor, mengucilkan,
menakut-nakuti, intimidasi,
mengancam, menindas, memalak
atau menyerang secara fisik
(mendorong, melempar, atau
memukul). (Sumber : Wikipedia
Tanggal 9 April 2016 Pukul 15.30
Wib)
Cyberbullying semakin
marak dilakukan seiring dengan
menggelembungnya jumlah netters
(pengguna internet di Indonesia).
Cyberbullying mudah ditemukan,
terutama di forum-forum diskusi,
blog, bahkan yang paling banyak
terjadi di media sosial seperti
Facebook dan Twitter.
Cyberbullying dilakukan oleh
banyak pengguna internet karena
mereka sebenarnya tidak sadar yang
mereka lakukan adalah sebuah
tindakan yang salah. Cyberbullying
dianggap sebagai hal yang lumrah
dan biasa, padahal bentuk kekerasan
semacam itu bisa membuat korban
menjadi terintimidasi. Cyberbullying
sebenarnya menjadi sebuah
cerminan masyarakat indonesia
yang tak bisa menghargai pendapat
orang lain. Kecenderungan
memaksakan kehendak (pendapat)
dirinya terhadap orang lain sering
terjadi. (Sumber :
http://www.kaskus.co.id/ diakses
tanggal 27 Juni 2016)
Cyberbullying dianggap
valid bila pelaku dan korban berusia
di bawah 18 tahun dan secara
hukum belum dianggap dewasa.
Bila salah satu pihak yang terlibat
(atau keduanya) sudah berusia di
atas 18 tahun, maka kasus yang
terjadi akan dikategorikan sebagai
cyber crime atau cyber stalking
(sering juga disebut cyber
harassment).
Cyberbullying terdiri dari
dua individu yang terlibat, yaitu
pelaku (the bully) dan korban (the
victim). Pelaku adalah seseorang
yang secara langsung melakukan
agresi baik fisik, verbal atau
psikologis kepada orang lain dengan
tujuan untuk menunjukkan kekuatan
atau mendemonstrasikan pada orang
lain pada cybermedia (Hernandika,
2012). Sedangkan korban adalah
seseorang yang menjadi sasaran atau
target dari penindasan yang
6
dilakukan oleh pelaku pada
cybermedia.
Bentuk dan metode tindakan
cyberbullying amat beragam. Bisa
berupa pesan ancaman melalui e-
mail, mengunggah foto yang
mempermalukan korban, membuat
situs web untuk menyebar fitnah dan
mengolok-olok korban hingga
mengakses akun jejaring sosial
orang lain untuk mengancam korban
dan membuat masalah. Motivasi
pelakunya juga beragam, ada yang
melakukannya karena marah dan
ingin balas dendam, frustrasi, ingin
mencari perhatian bahkan ada pula
yang menjadikannya sekedar
hiburan pengisi waktu luang.Tidak
jarang, motivasinya kadang-kadang
hanya ingin bercanda.
Pemerintah Indonesia telah
menerapkan aspek hukum untuk
menindak tindak pidana
cyberbullying ini. Secara umum
kejahatan ini diatur dalam hukum
pidana di Indonesia, pasal-pasal
tentang cyberbullying telah dimuat
dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) yang
relevan dalam mengatur hukum
cyberbullying yang tercantum dalam
bab XVI yang membahas tentang
penghinaan, khususnya pasal 310
ayat 1 dan 2. Dijelaskan dalam pasal
310 ayat 1 bahwa “Barang siapa
dengan sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik
seseorang dengan menuduhkan
sesuatu hal , yang maksudnya terang
supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran, dengan
pidana penjara paling lama
Sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.”
Berdasarkan penelitian
Muhammad Alam Akbar dan
Prahastiwi Utari (2014) dengan
judul Cyberbullying Pada Media
Sosial (Studi Analisis Isi tentang
Cyberbullying pada Remaja di
Facebook) Pada penelitian yang
telah dilakukan menyimpulkan
bahwa remaja yang berperan sebagai
pelaku memiliki karakteristik agresif
dan intimidatif. Sebaliknya, pada
penelitian yang telah dilakukan
menyimpulkan bahwa remaja yang
berperan sebagai korban memiliki
karakteristik pasif dan defensif.
Karakteristik pada pelaku dan
korban ini mencerminkan bahwa
cyberbullying memang kerap terjadi
walaupun tidak disadari oleh kedua
belah pihak.
Penelitian yang dilakukan
oleh Yana (2013) tentang
Cyberbullying di Kalangan Remaja
(Studi tentang Korban
Cyberbullying di Kalangan Remaja
di Surabaya) diketahui bahwa Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa,
habitus dan lingkungan siswa
mempunyai pengaruh dalam
penggunaan media sosial di
kalangan remaja, serta didukung
oleh modal atau alat untuk
mengakses dunia maya. Keberadaan
habitus dan lingkungan yang
mendukung, menyebabkan
munculnya kekerasan simbolik yang
dilakukan di media sosial atau
disebut sebagai cyberbullying.
Cyberbullying tersebut didapatkan
melalui direct attact dan by proxy.
7
Direct attact , yaitu berbentuk pesan
langsung/ hinaan, ejekan, dan
ancaman. Sedangkan by proxy
adalah pengambilan alih account.
Dampak dari cyberbullying
mengakibatkan perubahan sikap dan
timbulnya pengucilan terhadap
korban.
Di Indonesia, khususnya di
Yogyakarta ini, tindakan
cyberbullying ternyata seperti
fenomena gunung es. Banyak
kejadian cyberbullying, namun
korbannya enggan melaporkan
kejadian tersebut kepada aparat
kepolisian. Korban cyberbullying di
Yogyakarta lebih banyak menimpa
pelajar perempuan. Sayangnya,
pelajar perempuan ini enggan
melapor kepada orangtuanya atau
guru pembimbing konseling di
sekolah. Kemudian ada banyak
sekali kasus bullying lewat sosial
media yang pada akhirnya membuat
korban mengambil keputusan untuk
melakukan bunuh diri karena tidak
tahan dengan tekanan yang
dialaminya di media online. Kasus
bunuh diri karena bullying lewat
social media sudah banyak terjadi.
Salah satu contohnya yang terjadi di
Indonesia adalah kasus Yoga
Cahyadi, seorang promotor musik
Effort Creative Yogyakarta yang
bunuh diri dengan cara
menabrakkan diri ke kereta api Sri
Tanjung Yogyakarta. Ketua event
organizer acara ini melakukan
tindakan nekat tersebut karena
tekanan dan hujatan akibat gagalnya
acara musik Lockstock Fest2 yang
diselenggarakan.
Pengguna media sosial saat
ini juga banyak digunakan oleh
masyarakat Kota Tanjungpinang.
Cyberbullying juga terjadi, beberapa
kasus menunjukkan bahwa guru
potensial menjadi sasaran. Para
Remaja membully guru yang tidak
mereka sukai di jejaring sosial
secara terbuka, mereka bahkan
menghina, mengancam bahkan
menjadi bahan tertawaan. Salah
satu kasus adalah yang terjadi di Di
SMU Negeri 4 Tanjungpinang,
Kepulauan Riau dimana sekelompok
siswa yang membuat grup, yang
mereka namai “Grup Anti Mr. X
(nama seorang guru)” di situs
jejaring sosial Facebook. Di grup ini
mereka ramai-ramai mencaci maki
guru yang kelihatannya kurang
mereka sukai.
Tidak hanya itu yang
kemudian terjadi di Kota
Tanjungpinang yaitu ketika
pengumuman kelulusan di sebuah
SMA tahun 2015. Dalam akun
mereka ditemukan hujatan yang
ditulis seorang siswa dan
dikomentari ketiga rekannya. Dalam
komentarnya, mereka mencaci maki
seorang guru. Bahkan,
mengeluarkan ancaman
pembunuhan terhadap sang guru.
Tidak hanya guru yang menjadi
sasaran Bully remaja, seorang
kepala sekolah di kota
Tanjungpinang menjadi sasaran
ejekan dan caci maki para muridnya.
Pasalnya kepala sekolah ini diam
saja tak berdaya dan membiarkan
anak-anak kelas III yang lulus
mencoreti halaman sekolah dengan
pylox. Kontan, sikap pengecut si
kepala sekolah ini menjadi bahan
tertawaan para murid di situs
jejaring sosial facebook dan Twitter.
(Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2011
8
/09/06/cyber-bullying-mengintip-
sekolah/ diakses Tanggal 9 April
2016 Pukul 19.30 Wib)
Cyberbullying bisa
berbentuk apa saja, seperti yang
pernah dilakukan perkumpulan
remaja yang membuat status berupa
sindiran terhadap salah satu
temannya, kemudian ditambahi
komentar-komentar kasar teman
lainnya, menghina dan mengancam,
akun atas nama “Silvia” melaporkan
kepada pihak berwajib. Tidak hanya
itu penyerangan seseorang juga
dilakukan dengan akun palsu.
Seperti yang terjadi pada tanggal 5
Januari 2016, seseorang mengambil
foto orang lain dengan alamat
Tanjungpinang, kemudian
menyerang beberapa orang
perempuan yang bersekolah di salah
satu sekolah menengah pertama
Kota Tanjungpinang dengan kata-
kata kasar dan foto-foto pribadi
yang dipublikasikan secara luas.
Akun ini kemudian menghilang
pada tanggal 15 Februari 2016. 1
orang korban Cyberbullying bahkan
sampai mengalami depresi.
Beberapa kasus
Cyberbullying menyebabkan
terjadinya tindakan kriminal baik
bagi pembully maupun korban
bullying. pembully atau korban
sama-sama berisiko melakukan
tindak kriminal sebagai bentuk
pelampiasan atas kekerasan sosial
yang mereka alami. Biasanya
terlibat dalam perkelahian,
vandalisme, mengonsumsi minuman
keras atau menyalahgunakan obat-
obatan terlarang. Tindakan kriminal
yang dipicu oleh cyberbullying
dikota tanjung pinang yaitu
pertengkaran antar 2 geng di salah
satu sekolah yang diawalain dari
saling membully di media sosial,
namun kasus ini tidak di selesaikan
secara hukum, karena bisa
diselesaikan oleh guru BP disekolah.
Kasus cyberbullying lainnya
di kota Tanjungpinang dialami oleh
Elva dimana korban mendapatkan
penghinaaan di akun facebook
miliknya pada tanggal 16 Mei 2016.
Korban mendapatkan penghinaan
bukan hanya pada dirinya namun
juga terhadap keluarganya. Hal ini
berawal dari pelaku memposting
foto miliknya dengan tulisan “Dicari
Pelaku Penggelapan”. Postingan ini
mendapatkan Komentar dari
beberapa orang yang mengeluarkan
kata-kata penghinaan. Kasus ini
bergulir sampai pada tuntutan
permohonan maaf dari pelaku
melalui media sosial.
Contoh-contoh kasus diatas
merupakan sebagian kecil dari kasus
Cyberbullying yang terjadi yang
kebanyakan menyerang remaja
yang aktif dalam menggunakan
jejaring social. Cyberbullying dapat
mengakibatkan jatuhnya korban
dikarenakan aktifitas bully atau
tindak kekerasan yang menyerang
psikis seseorang yang semakin
meningkat. Cyberbullying yang
dilakukan secara intens dapat
menyebabkan korbannya menjadi
stress dan terganggu kehidupan
sosialnya.
Media sosial adalah sebuah
media online, dengan para
penggunanya bisa dengan mudah
berpartisipasi, berbagi, dan
menciptakan isi meliputi blog,
jejaring sosial, forum dan dunia
virtual, Saat teknologi internet dan
mobile phone makin maju maka
9
media sosial pun ikut tumbuh
dengan pesat. Kini untuk mengakses
facebook atau twitter misalnya, bisa
dilakukan dimana saja dan kapan
saja hanya dengan menggunakan
sebuah mobile phone. Demikian
cepatnya orang bisa mengakses
media sosial mengakibatkan
terjadinya fenomena besar terhadap
arus informasi tidak hanya di
negara-negara maju, tetapi juga di
Indonesia. Karena kecepatannya
media sosial juga mulai tampak
menggantikan peranan media massa
konvensional dalam menyebarkan
berita-berita. Seiring
perkembangannya teknologi kini
tidak lagi hanya digunakan sebagai
alat untuk mempermudah pekerjaan
manusia saja melainkan juga untuk
melakukan tindak kejahatan,
sehingga sarana teknologi dan
komunikasi tidak hanya untuk
memperpendek jarak sosial tapi
justru memperlebar jarak sosial,
tindak kejahatan yang muncul
sangat beragam dan salah satunya
adalah cyberbullying. Cyberbullying
dirasa menakutkan bagi pengguna
teknologi informasi karena cukup
berbahaya bagi seseorang.
Bullying di internet ternyata
dapat menimbulkan dampak negatif
yang serius terhadap emosional
korban Cyberbullying membuat
kepercayaan diri anak mereka
terganggu. Penurunan dalam proses
belajar di sekolah, dan bahkan ada
yang mengalami depresi akibat
kejahatan di internet ini. Bullying
dapat berakibat pada meningkatnya
perasaan sedih dan kesendirian pada
korban pembullyan. Kejahatan
cyber ini juga berpengaruh terhadap
perubahan pola tidur dan makan
akibat rasa cemas yang dialami
korban. Rasa cemas tersebut dapat
menimbulkan hilangnya minat pada
kegiatan yang biasa korban
kerjakan. Bahkan jika terus
dibiarkan, dampak tersebut akan
terus terbawa hingga korban
beranjak dewasa.
Remaja pelaku cyber
bullying biasanya memilih untuk
menganggu anak lain yang dianggap
lebih lemah, tak suka melawan dan
tak bisa membela diri. Pelakunya
sendiri biasanya adalah anak-anak
yang ingin berkuasa atau senang
mendominasi .Anak-anak ini
biasanya merasa lebih hebat,
berstatus sosial lebih tinggi dan
lebih populer di kalangan teman-
teman sebayanya. Sedangkan
korbannya biasanya anak-anak atau
remaja yang sering diejek dan
dipermalukan karena penampilan
mereka, warna kulit, keluarga
mereka, atau cara mereka bertingkah
laku di sekolah. Namun bisa juga si
korban cyber bullying justru adalah
anak yang populer, pintar, dan
menonjol di sekolah sehingga
membuat iri teman sebayanya yang
menjadi pelaku
Seperti halnya bullying fisik,
cyberbullying juga memberikan efek
yang sama bagi si korban, namun
bedanya cyberbullying lebih
mempengaruhi kondisi psikologis
korban. Kendati begitu si pelaku
maupun orang yang menjadi saksi
aksi bullying ternyata juga dapat
merasakan efek negatif serupa.
Cyberbullying juga bisa
terjadi pada siapa saja, pelakunya
juga bisa siapa saja tetapi
belakangan diketahui yang sering
melakukan bully biasanya orang
dekat seperti teman sekolah, atau
teman yang mengenal si korban.
10
Berdasarkan latar belakang tersebut
maka dalam penelitian ini
mengambil judul penelitian yaitu
CYBERBULLYING DI KOTA
TANJUNGPINANG.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan pada
latar belakang, maka rumusan
masalah adalah sebagai berikut Apa
dampak yang ditimbulkan dari
cyberbullying yang dilakukan oleh
remaja di Tanjungpinang?
C. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah
di atas, maka yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari cyberbullying
yang dilakukan oleh remaja di
Tanjungpinang
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Teoritis : Dilihat dari
kegunaan penelitian secara
praktis penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan dan
pemikiran serta dapat
membantu sebagai bahan
informasi dan wawasan
tentang cyberbullying
b. Secara Praktis : Penelitian
ini juga diharapkan dapat
menjadi acuan informasi
dalam penelitian-penelitian
berikutnya dengan
permasalahan penelitian
yang sama serta menjadi
referensi pustaka bagi
pemenuhan kebutuhan
penelitian lanjutan.
D. Konsep Operasional
Konsep operasional adalah sebagai
suatu unsur penelitian yang
merupakan petujuk tentang
bagaimana suatu variabel diukur
dalam rangka memudahkan
1. Cyberbullying yang
dimaksud dalam penelitian
ini adalah kejadian manakala
seorang remaja diejek,
dihina, diintimidasi, atau
dipermalukan oleh anak atau
remaja lain melalui media
internet, teknologi digital
atau telepon seluler.
2. Tindakan Sosial yang
dimaksud dalam penelitian
ini adalah semua tindakan
remaja yang berkaitan
dengan sejauh mana para
remaja yang melakukan
tindakan yang mengarah
kepada cyberbullying dan
memberikan suatu makna
yang diarahkan kepada orang
lain. Tidakan sosial dilihat
dari
a. Rasional
Instrumental
(Zwerkrationalitat)
Tindakan korban
cyberbullying yang
diarahkan apabila
tujuan, alat dan
akibatnya
diperhitungkan dan
dipertimbangkan
secara rasional.
b. Rasionalitas Nilai.
Tindakan yang
ditentukan oleh
11
keyakinan penuh
kesadaran akan nilai
perilaku-perilaku
etis, estetis, religius
atau bentuk perilaku
lain, yang terlepas
dari prospek
keberhasilannya.
c. Tindakan afektif.
Tindakan yang
dibuat-buat.
Dipengaruhi oleh
perasaan emosi.
d. Tindakan
Tradisional.
Tindakan yang
dilakukan karena
kebiasaan, tanpa
refleksi yang sadar
atau perencanaan.
3. Media Sosial yang
dimaksud dalam penelitian
ini adalah media online yaitu
Facebook, Twiter, Instagram
dan Path yang mendukung
interaksi sosial.
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan
peneliti adalah kualitatif, dengan
tipe deskriptif. Tipe penelitian
menurut (Moleong, 2012 : 3) yaitu
penelitian tentang data yang
dikumpulkan dan ditanyakan dalam
bentuk kata-kata. Metodologi
kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.
Adapun alasan penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif
adalah karena dalam penelitian ini
data yang dihasilkan berupa data
deskriptif yang diperoleh dari data-
data berupa tulisan, kata-kata dan
dokumen yang berasal dari sumber
atau informan yang diteliti dan dapat
dipercaya. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif,
karena ingin memperoleh informasi
selengkap mungkin tentang
cyberbullying yang terjadi melalui
media sosial. Dalam penelitian
kualitatif data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar. Selain itu
semua data yang dikumpulkan
kemungkinan menjadi kunci
terhadap apa yang sudah diteliti.
Dengan demikian, laporan
penelitian akan berisi kutipan-
kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan
tersebut.
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisa data
yaitu teknik analisa deskriptif
kualitatif. Menurut McDrury dalam
Moleong (2012:248) tahapan analisa
data kualitatif yaitu “pertama,
membaca atau mempelajari data,
menandai kata-kata kunci dan
gagasan yang ada dalam data,
kedua, mempelajarikata-kata kunci
itu berupaya menemukan tema-tema
yang berasal dari data, ketiga,
menuliskan model yang ditemukan,
keempat, koding yang telah
dilakukan. Untuk itu data-data yang
terkumpul baik itu data primer
maupun sekunder yang diperoleh
dari wawancara, maka akan
diorganisir dan disusun. Setelah
tersusun kemudian dilakukan
penafsiran dan pembahasan data
berkaitan dengan cyberbullying
melalui media sosial di Kota
Tanjungpinang.
12
II. LANDASAN TEORI
A. Tindakan Sosial
Sebagai studi aksi sosial,
Weber banyak berbicara mengenai
hubungan sosial dan motivasi, yang
menurut Weber banyak dipengaruhi
oleh rasionalitas formal.
Rasionalitas formal, meliputi proses
berpikir aktor dalam membuat
pilihan mengenai alat dan tujuan
(Ritzer,2011 : 40). Dalam konteks
ini, hubungan sosial, berkaitan
dengan motivasi dan rasionalitas
formal mengenal 3 sifat hubungan,
yaitu:
a. Hubungan sosial yang
bersifat atau didasarkan pada
tradisi. Yaitu hubungan
sosial yang terbangun atas
dasar kebiasaan/tradisi di
masyarakat.
b. Hubungan sosial yang
bersifat atau didasarkan pada
koersif/tekanan. Yaitu
hubungan sosial yang
terbangun dari rekayasa
sosial dari pihak yang
memiliki otoritas
(kekuasaan) terhadap yang
powerless.
c. Hubungan sosial yang
bersifat atau didasarkan pada
rasionalitas.
Ciri dari hubungan rasional
adalah hubungan sosial yang
bersifat asosiatif dan orientasi
tindakan sosial berdasarkan pada
sebuah penyesuaian kepentingan-
kepentingan yang di motivasi secara
rasional atau persetujuan yang di
motivasi secara sama. Dalam
hubungan sosial selalu ada
pengorganisasian dan
pengorganisasian tersebut
dipertahankan melalui wewenang.
Weber menjelaskan hubungan sosial
ini berdasarkan atas rasional formal,
karenanya terdapat suatu
pengorganisasian
Tindakan sosial adalah
semua tindakan manusia yang
berkaitan dengan sejauh mana
individu yang bertindak itu
memberinya suatu makna subyektif
bagi dirinya dan diarahkan kepada
tindakan orang lain. Dari sudut
waktu tindakan sosial diarahkan
untuk waktu sekarang, masa lalu
dan masa yang akan datang. Dari
sudut sasaran tindakan sosial dapat
berupa seseorang individu atau
sekumpulan orang. Sebaliknya
tindakan individu yang diarahkan
kepada benda mati atau objek fisik
semata tanpa dihubungkannya
dengan tindakan orang lain bukan
merupakan tindakan sosial.
Rasionalitas merupakan konsep
dasar yang digunakan Weber dalam
klasifikasinya mengenai tipe-tipe
tindakan sosial. Pembedaan pokok
yang diberikan adalah tindakan
rasional dan nonrasional. Tindakan
rasional berhubungan dengan
pertimbangan yang sadar dan
pilihan bahwa tindakan itu
dinyatakan. Atas dasar rasionalitas
tindakan sosial, Weber
membedakannya ke dalam empat
tipe. Semakin rasional tindakan
social itu semakin mudah pula
dipahami.
Empat tipe tindakan sosial
menurut Weber (dalam Ritzer,2011 :
41) tersebut antara lain: Rasionalitas
instrumental, Rasionalitas
13
berorientasi nilai, tindakan
tradisonal dan tindakan afektif.
1. Rasional Instrumental
(Zwerkrationalitat) Tindakan
diarahkan apabila tujuan,
alat dan akibatnya
diperhitungkan dan
dipertimbangkan secara
rasional. Tindakan ini
ditentukan oleh harapan
terhadap perilaku objek
dalam lingkungan dan
perilaku manusia lain;
harapan-harapan ini
digunakan sebagai „syarat‟
atau „sarana‟ untuk mencapai
tujuan-tujuan aktor lewat
upaya dan perhitungan yang
rasional”.
2. Rasionalitas Nilai. Tindakan
yang ditentukan oleh
keyakinan penuh kesadaran
akan nilai perilaku-perilaku
etis, estetis, religius atau
bentuk perilaku lain, yang
terlepas dari prospek
keberhasilannya.
3. Tindakan afektif. Tindakan
yang dibuat-buat.
Dipengaruhi oleh perasaan
emosi dan kepura-puraan si
aktor. Tindakan ini sukar
dipahami. Aksi adalah
afektif manakala faktor
emosional menetapkan cara-
cara dan tujujan-tujuan
daripada aksi.
4. Tindakan Tradisional.
Tindakan yang dilakukan
karena kebiasaan, tanpa
refleksi yang sadar atau
perencanaan. Menurut weber
tindakan ini bersifat non
rasional.
Menurut Weber (dalam
Ritzer : 2011 : 38) Sebagai mana
tindakan sosial adalah tindakan
individu sepanjang tindakannya itu
mempunyai makna atau arti
subjektif bagi dirinya dan diarahkan
kepada tindakan orang lain.
Tindakan sosial yang dimaksud
Weber dapat berupa tindakan yang
nyata diarahkan kepada orang lain.
Juga dapat berupa tindakan yang
bersifat membatin atau bersifat
subyektif yang mungkin terjadi
karena pengaruh positif dari situasi
tertentu.
Setiap hari kita melakukan
tindakan dengan maksud dan tujuan
tertentu, tindakan yang kita lakukan
pada umumnya berkaitan dengan
orang lain mengingat bahwa
manusia adalah mahkluk sosial,
yaitu mahkluk yang tidak dapat
hidup sendiri dalam kehidupan
masyarakat. Max Weber merupakan
ilmuan yang mengemukakan teori
tindakan sosial, Weber melihat
bahwa kenyataan sosial secara
mendasar terdiri dari individu-
individu dan tindakan-tindakan
sosialnya yang berarti. dia
mendefinisikan sosiologi sebagai
berikut: Suatu ilmu pengetahuan
yang berusaha memperoleh
pemahaman interpretative mengenai
tindakan sosial agar dengan
demikian bisa sampai ke suatu
penjelasan kausal mengenai arah
dan akibatakibatnya. dengan
“tindakan” dimaksudkan semua
perilaku manusia, apabila atau
sepanjang individu yang bertindak
itu memberikan arti subyektif
kepada tindakan itu. Tindakan itu
disebut sosial karena arti subyektif
tadi dihubungkan dengannya oleh
individu yang bertindak,
memperhitungkan perilaku orang
lain dan karena itu diarahkan ke
14
tujuannya.1 Jadi yang dimaksudkan
Weber, tindakan sosial adalah
tindakan individu yang dapat
mempengaruhi orang lain. Tindakan
dan Tindakan sosial memiliki
pengertian yang berbeda, Tindakan
mencakup semua perilaku yang
dilakukan oleh manusia, sedangkan
Tindakan sosial merupakan suatu
tindakan individu yang diarahkan
kepada orang lain dan memiliki arti
baik bagi diri sendiri maupun bagi
orang lain. Jika tindakan tersebut
tidak diarahkan orang lain dan tidak
memiliki arti maka bukan termasuk
tindakan sosial tetapi hanya disebut
sebuah “tindakan” saja, sehingga
tindakan sosial akan memberikan
pengaruh bagi orang lain, karena
tindakan sosial mengandung tiga
konsep yaitu tindakan, tujuan dan
pemahaman. Pemahaman tentang
sosiologi dari Weber dan Durkheim
berbeda.
Weber lebih menekankan
pada tindakan-tindakan sosial,
bahwa kenyataan sosial dalam
kehidupan itu didasarkan pada
motivasi individu dan tindakan-
tindakan sosial, sedangkan
Durkheim hanya mendefinisikan
pada fakta sosial. Weber memiliki
pendapat yang berbeda dengan
Durkheim dalam mendefinisikan
sosiologi, sosiologi merupakan ilmu
yang mempelajari fakta sosial yang
bersifat eksternal, memaksa
individu, dan bahwa fakta sosial
harus dijelaskan dengan fakta sosial
lainnya. Durkheim melihat
kenyataan sosial sebagai sesuatu
yang mengatasi individu, berada
pada suatu tingkat yang bebas,
sedangkan Weber melihat kenyataan
sosial sebagai sesuatu yang
didasarkan pada motivasi individu
dan tindakan-tindakan sosial. (Doyle
Paul Jochnson : 1994 : 214)
Tindakan sosial yang dimaksud
Weber dapat berupa tindakan yang
nyata-nyata diarahkan kepada orang
lain. Juga dapat berupa tindakan
yang bersifat membatin atau
ditunjukan untuk orang lain yang
mungkin terjadi karena pengaruh
dari situasi tertentu. Atau
merupakan tindakan perulangan
dengan sengaja sebagai akibat dari
pengaruh situasi yang serupa, atau
berupa persetujuan secara pasif
dalam situasi tertentu. Weber
mengemukakan lima ciri pokok
yang menjadi sasaran penelitian
sosiologi yaitu:
1. Tindakn manusia, yang
menurut si actor
mengandung makna yang
subyektif. ini meliputi
berbagai tindakan nyata.
2. Tindakan nyata dan bersifat
membatin sepenuhnya dan
bersifat subyektif.
3. Tindakan yang meliputi
pengaruh positif dari suatu
situasi, tindakan yang
sengaja diulang serta
tindakan dalam bentuk
persetujuan secara diam-
diam.
4. Tindakan itu diarahkan
kepada seseorang atau
kepada beberapa individu.
5. Tindakan itu memperhatikan
tindakan orang lain dan
terarah ke pada orang lain itu
Dari pendapat Weber
tersebut dapat disimpulkan bahwa
Ciri-ciri tindakan sosial yaitu
memiliki makna subyektif, tindakan
nyata yang bersifat membatin dan
bersifat subyektif, tindakan
15
berpengaruh positif, tindakan
diarahkan pada orang lain dan
tindakan merupakan respon terhadap
tindakan orang lain. Tindakan sosial
terjadi ketika individu melekatkan
makna subjektif pada tindakan
mereka. Maksudnya Tindakan sosial
terjadi ketika individu dalam
masyarakat melakukan tindakan
yang mempunyai makna dalam
tindakan mereka , baik bermakna
bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam tindakan sosial akan
menciptakan hubungan sosial.
Hubungan sosial menurut Weber
yaitu tindakan dimana beberapa
actor yang berbeda-beda, sejauh
tindakan itu mengandung makna
dihubungkan serta diarahkan kepada
tindakan orang lain. Masing-
masingindividu berinteraksi dan
saling menanggapi. Weber juga
membicarakan bentuk-bentuk
empiris tindakan sosial dan antar
hubungan sosial tersebut. Weber
membedakan dua jenis dasar dari
pemahaman ini bisa dibagi sesuai
dengan masing-masing pertaliannya,
dengan menggunakan tindakan
rasional ataupun emosional. Jenis
pertama adalah pemahaman
langsung yaitu memahami suatu
tindakan dengan pengamatan
langsung. Kedua, pemahaman
bersifat penjelasan. Dalam tindakan
ini tindakan khusus aktor
ditempatkan pada suatu penjelasan
dari kenyataan berlangsung dari
perilaku.
Doyle Paul Jochnson (1994 :
219) Rasional merupakan konsep
dasar yang digunakan weber dalam
mengelompokan tipe-tipe tindakan
sosial. Arti rasional sendiri adalah
melalui pemikiran dan pertimbangan
secara logis dan sadar. Pembedaan
tipe-tipe tindakan sosial andalah
antara tindakan rasional dan yang
norasional. Tindakan rasional
menurut Weber Berhubungan
dengan pertimbangan yang sadar
dan pilihan bahwa tindakan itu
dinyatakan. Di dalam kedua kategori
utama mengenai tindakan rasional
dan non rasional itu, ada dua bagian
satu sama lain. Tindakan rasional
mencakup tindakan Rasionalitas
Instrumental dan tindakan
rasionalitas berorientasi nilai,
sedangkan tindakan nonrasional
adalah tindakan afektif dan tindakan
tradional. Bagi weber, konsep
rasionalitas merupakan kunci bagi
suatu analisa obyektif mengenai
arti-arti subyektif dan juga
merupakan dasar perbandingan
mengenai jenis-jenis tindakan sosial
yang berbeda. Pendekatan obyektif
hanya berhubungan dengan gejala
yang dapat diamati seperti benda
fisik atau perilaku nyata, sedangkan
pendekatan subyektif berusaha
untuk memperhatikan juga gejala-
gejala yang sulit ditangkap dan tidak
dapat diamati seperti perasaan
individu, pikirannya, dan motif-
motifnya. Perbedaan juga dapat
dilihat dalam hubungannya dengan
hal dimana pengalaman subyektif
pribadi seseorang dimiliki bersama
oleh suatu kelompok sosial,
pengalaman subyektif dapat
dimengerti karena dialami bersama
secara meluas, dapat dilihat sebagai
obyektif sedangkan pengalaman
subyektif yang tidak dapat
dikomunikasikan atau dimengerti,
tetapi tidak dapat ditangkap sebagai
suatu pengalaman pribadi yang
benar-benar subyektif, meskipun
16
sangat ril bagi orang yang
bersangkutan.
Pembahasan Weber tidak
sampai pada tindakan sosial saja,
tetapi Weber juga menghubungkan
adanya keterkaitan tindakan sosial
dan Struktur sosial dalam
masyarakat. Struktur sosial dalam
perspektif Weber didefinisikan
dalam istilahistilah yang bersifat
probabilistic dan bukan sebagai
suatu kenyataan empirik yang ada
terlepas dari individu-individu.
Suatu kelas ekonomi menunjuk pada
suatu kategori orang-orang yang
memiliki kesempatan hidup yang
sama seperti ditentukan oleh
sumber-sumber ekonomi saat
dipasarkan. 11 Struktur sosial
sendiri digambarkan sebagai suatu
bangunan sosial yang tersusun atas
unsur-unsur yang ada dalam
masyarakat. Unsur pembentuk
masyarakat adalah manusia atau
individu yang menjadi anggota
masyarakat. Dalam struktur sosial
terdapat Stratifikasi sosial, kelas
sosial dan status sosial dalam
masyarakat.
B. Cyberbullying
Kata “bully” dikenal sejak
tahun 1530-an. Pada dasarnya
bullying melibatkan dua orang,
pelaku bullying dan korban.Pelaku
mem-bully korban secara fisik,
lisan, atau cara lain untuk
mendapatkan rasa
kekuasaan.Tindakan ini mungkin
langsung (memukul, mencela, dan
lain-lain) atau secara tidak langsung
(gossip, rumors, fitnah, dan lain-
lain).(JurnalBullying and
Cyberbullying: History, Statistics,
Law, Prevention, dan Analysis).
Bullying dapat di definisikan
sebagai bentuk-bentuk perilaku
kekerasan dimana terjadi pemaksaan
secara psikologis ataupun fisik
terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih “lemah” oleh
seseorang atau sekelompok orang.
Pelaku bullying yang biasa disebut
bully bisa seseorang, bisa juga
sekelompok orang, dan ia atau
mereka mempersepsikan dirinya
memiliki power (kekuasaan) untuk
melakukan apa saja terhadap
korbannya. Korban juga
mempersepsikan dirinya sebagai
pihak yang lemah, tidak berdaya dan
selalu merasa terancam oleh bully
Bullying adalah perilaku
agresif yang dilakukan secara
sengaja terjadi berulang-ulang untuk
menyerang seorang target atau
korban yang lemah, mudah dihina
dan tidak bisa membela diri sendiri.
Bullying juga didefinisikan sebagai
kekerasan fisik dan psikologis
jangka panjang yang dilakukan
seseorang atau kelompok, terhadap
seseorang yang tidak mampu
mempertahankan dirinya dalam
situasi di mana ada hasrat untuk
melukai atau menakuti orang itu
atau membuat dia tertekan
(Wicaksana, 2008).
Pengertian tersebut didukung
oleh Coloroso (2006 : 44-45) yang
mengemukakan bahwa bullying
akan selalu melibatkan ketiga unsur
berikut :
1. Ketidakseimbangan
kekuatan (imbalance power).
Bullying bukan persaingan
antara saudara kandung,
17
bukan pula perkelahian yang
melibatkan dua pihak yang
setara. Pelaku bullying bisa
saja orang yang lebih tua,
lebih besar, lebih kuat, lebih
mahir secara verbal, lebih
tinggi secara status sosial,
atau berasal dari ras yang
berbeda
2. Keinginan untuk mencederai
(desire to hurt). Dalam
bullying tidak ada
kecelakaan atau kekeliruan,
tidak ada ketidaksengajaan
dalam pengucilan korban.
Bullying berarti
menyebabkan kepedihan
emosional atau luka fisik,
melibatkan tindakan yang
dapat melukai, dan
menimbulkan rasa senang di
hati sang pelaku saat
menyaksikan penderitaan
korbannya.
3. Ancaman agresi lebih lanjut.
Bullying tidak dimaksudkan
sebagai peristiwa yang hanya
terjadi sekali saja, tapi juga
repentatif atau cenderung
diulangi.
4. Teror Bullying adalah
kekerasan sistematik yang
digunakan untuk
mengintimidasi dan
memelihara dominasi. Teror
bukan hanya sebuah cara
untuk mencapai bullying tapi
juga sebagai tujuan bullying.
Menurut Black dan Jackson
(2007, dalam Margaretha 2010)
Bullying merupakan perilaku agresif
tipe proaktif yang didalamnya
terdapat aspek kesengajaan untuk
mendominasi, menyakiti, atau
menyingkirkan, adanya
ketidakseimbangan kekuatan baik
secara fisik, usia, kemampuan
kognitif, keterampilan, maupun
status sosial, serta dilakukan secara
berulang-ulang oleh satu atau
beberapa anak terhadap anak lain.
Menurut Ariesto (2009, dalam
Mudjijanti 2011) dan Kholilah
(2012), penyebab terjadinya
bullying antara lain :
1. Keluarga Pelaku bullying
seringkali berasal dari
keluarga yang bermasalah :
orang tua yang sering
menghukum anaknya secara
berlebihan, atau situasi
rumah yang penuh stress,
agresi, dan permusuhan.
Anak akan mempelajari
perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik
yang terjadi pada orang tua
mereka, dan kemudian
menirunya terhadap teman-
temannya. Jika tidak ada
konsekuensi yang tegas dari
lingkungan terhadap perilaku
coba-cobanya itu, ia akan
belajar bahwa “mereka yang
memiliki kekuatan
diperbolehkan untuk
berperilaku agresif, dan
perilaku agresif itu dapat
meningkatkan status dan
kekuasaan seseorang”. Dari
sini anak mengembangkan
perilaku bullying.
2. Sekolah, karena pihak
sekolah sering mengabaikan
keberadaan bullying ini,
anak-anak sebagai pelaku
bullying akan mendapatkan
penguatan terhadap perilaku
mereka untuk melakukan
18
intimidasi terhadap anak
lain. Bullying berkembang
dengan pesat dalam
lingkungan sekolah sering
memberikan masukan
negatif pada siswanya,
misalnya berupa hukuman
yang tidak membangun
sehingga tidak
mengembangkan rasa
menghargai dan
menghormati antar sesama
anggota sekolah.
3. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika
berinteraksi dalam sekolah
dan dengan teman di sekitar
rumah, kadang kala
terdorong untuk melakukan
bullying. Beberapa anak
melakukan bullying dalam
usaha untuk membuktikan
bahwa mereka bisa masuk
dalam kelompok tertentu,
meskipun mereka sendiri
merasa tidak nyaman dengan
perilaku tersebut. Bullying
termasuk tindakan yang
disengaja oleh pelaku pada
korbannya, yang
dimaksudkan untuk
menggangu seorang yang
lebih lemah. Faktor individu
dimana kurangnya
pengetahuan menjadi salah
satu penyebab timbulnya
perilaku bullying, Semakin
baik tingkat pengetahuan
remaja tentang bullying
maka akan dapat
meminimalkan atau
menghilangkan perilaku
bullying.
III. GAMBARAN UMUM
LOKASI PENELITIAN
Secara geografis Kota
Tanjungpinang mempunyai
kedudukan yang cukup strategis
baik segi ekonomi, pertahanan dan
keamanan maupun sosial budaya.
Kota Tanjungpinang terletak dipulau
Bintan, Jumlah penduduk di Kota
Tanjungpinang adalah 65.732
kepala keluarga. Jumlah penduduk:
192.246 jiwa. Berikut rincian
penduduk per kecamatan di Kota
Tanjungpinang :
Tabel III.1
Jumlah Penduduk Per Kecamatan
tahun 2015
N
o
Wilayah Jumla
h
Jumla
h KK
1 Kecamatan
Bukit Bestari
71665
Jiwa
17916
KK
2 Kecamatan
Tanjungpina
ng Timur
89179
Jiwa
22295
KK
3 Kecamatan
Tanjungpina
ng Barat
69378
Jiwa
17345
KK
4 Kecamatan
Tanjungpina
ng Kota
32704
Jiwa
8176
KK
Sumber : BPS Kota
Tanjungpinang, 2015
Luas wilayah Kota
Tanjungpinang keseluruhan adalah
239,5 Km². Wilayah Kota
Tanjungpinang terdiri dari atas
daratan dengan luas 131,54 Km² dan
lautan dengan luas 107,96 Km²,
19
sehingga dikategorikan menjadi dua
kategori wilayah yaitu
Tanjungpinang Daratan dan
Tanjungpinang Lautan
IV. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
1. Rasional Instrumental
(Zwerkrationalitat)
Pelaku cyberbullying adalah
pelaku yang lebih kuat dalam arti
lebih berani dari pada korban,
biasanya pelaku sudah tahu
kemampuan dari korbannya
sehingga berani melakukan hal
tersebut, kemudian mahir secara
verbal sehingga tidak memikirkan
apa yang dikatakannya melukai atau
tidak. Cyberbullying juga terjadi
karena adanya keinginan untuk
mencederai, hal ini karena setiap
pelaku menyadari bahwa apa yang
dilakukannya akan melukai korban
dan hal ini di sadarinya. Bullying
yang dilakukan dalam kasus-kasus
ini adalah bullying yang berlanjut
dan selalu diulangi oleh pelakunya.
Temuan ini sesuai dengan teori
Coloros (2006 : 44,45) karena
bullying akan melibatkan 3 unsur
yaitu ketidak seimbangan kekuatan,
keinginan untuk mencederai dan
ancaman agresi lanjutan.
Bullying merupakan salah satu
bentuk kekerasan yang dilakukan
oleh satu atau sekelompok orang
dengan sengaja melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat
negatif secara berulang kali yang
tujuannya adalah menyakiti,
merendahkan, atau menjatuhkan
harga diri orang lain. Bullying ini
terjadi karena ada
kesenjangan power/kekuatan antara
pelaku dan korbannya.
2. Rasionalitas Nilai.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan dapat diketahui
sebagian korban memilih untuk
berdiam diri karena adanya nilai
yang diajarkan seperti nilai
keagamaan, kesusilaan, dan
kesopanan, hal ini yang membuat
mereka para korban tidak melawan,
namun menurut pelaku,
cyberbullying di lakukan karena
spontan, tindakan seperti ini mampu
dianalisa bahwa pelaku tidak
memahami tentang nilai yang ada di
tengah masyarakat sehingga dengan
mudah menyakiti orang lain.
3. Tindakan afektif.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa tindakan yang
selama ini dilakukan oleh sebagian
para remaja memilih untuk diam dan
tidak melakukan apa-apa, ada juga
yang membalas, Dari hasil
penyajian data, yang terjadi di
lapangan yaitu tindakan
cyberbullying, dimana seorang anak
yang mengintimidasi seseorang
yang dianggap lemah. Intimidasi
yang terjadi yaitu melalui sarana
teknologi, melalui jejaring sosial.
Sebelum cyberbullying, hal yang
terjadi terlebih dahulu ialah tindakan
bullying. Yakni, tindakan yang
kemudian digunakan untuk
menunjuk perilaku agresif seseorang
atau sekelompok untuk menyakiti
korban. Tindakan bullying dapat
berupa fisik, dengan cara menampar
atau mencederai, kemudian dapat
berupa verbal, ini biasanya dengan
cara menghina, mengolok, juga
20
memaki dan mengancam. Namun
tindakan bullying melalui media
cyber ini lebih ke tindakan berupa
verbal. Yakni bentuk komunikasi
yang disampaikan dengan cara
tertulis atau lisan (DeVito,
2011:128). Pada kasus
cyberbullying yang ditemukan di
lapangan, pelaku memang
menggunakan bentuk komunikasi
verbal dengan menuliskan apa yang
sedang dialaminya ke media social
4. Tindakan tradisional
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa sebagian remaja
sudah memahami tentang norma
yang ada, orang tua sudah
melakukan pemahaman, namun
pemahaman terhadap hukum belum
berjalan dengan baik. norma hukum
dan norma non-hukum saling
berkaitan dan berhubungan satu
sama lain, ada kalanya hubungannya
saling menguatkan, namun ada
kalanya juga hubungan tersebut
saling bertentangan. Hubungan
yang saling menguatkan dapat
dilihat dari norma yang melarang
terjadinya pembunuhan yang sama-
sama diatur baik dalam norma
hukum maupun norma agama.
Norma sosial ini harus dipahami di
setiap remaja untuk menghindari
cyberbullying. Dalam Facebook,
seseorang dapat dikatakan sebagai
pelaku pembantu apabila orang
tersebut ikut berperan dalam
mengirimkan pesan berunsur
cyberbullying pada tautan, status
maupun gambar yang diberikan
pelaku utama ditujukan untuk
membully objek sasaran yaitu
korban. Pelaku pembantu menjadi
representasi wujud cyberbullying
yang nyata dimana mayoritas
serangan terhadap korban dilakukan
oleh pelaku pembantu. Dalam
beberapa kasus, pelaku utama juga
dapat berperan menjadi pelaku
pembantu, yaitu turut menyerang
korban dengan terus mengirimkan
pesan cyberbullying pada tautan
yang dikirimnya sendiri.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diambil kesimpulan bahwa dampak
yang di rasakan oleh para korban
membuat sebagian orang yang
menghadapinya tertekan namun
sebagian lain tidak menanggapinya,
ada yang tidak berani membalas,
namun sebagian besar
membalasnya. Cyberbullying masih
terjadi di Kota Tanjungpinang. Para
remaja ini sebenarnya sudah
memahami tentang salahnya
kegiatan membully, bahkan
sebagian dari mereka sudah
memahami tentang adanya aturan
dan norma tersebut, namun
pemahaman terhadap hukum belum
berjalan dengan baik. Norma hukum
dan norma non-hukum saling
berkaitan dan berhubungan satu
sama lain, ada kalanya hubungannya
saling menguatkan, namun ada
kalanya juga hubungan tersebut
saling bertentangan. Hubungan yang
saling menguatkan dapat dilihat dari
norma yang melarang terjadinya
pembunuhan yang sama-sama diatur
baik dalam norma hukum maupun
norma agama
Tindakan yang selama ini
dilakukan oleh sebagian para remaja
memilih untuk diam dan tidak
melakukan apa-apa, ada juga yang
21
membalas, Dari hasil penyajian
data, yang terjadi di lapangan yaitu
tindakan cyberbullying, dimana
seorang anak yang mengintimidasi
seseorang yang dianggap lemah.
Intimidasi yang terjadi yaitu melalui
sarana teknologi, melalui jejaring
sosial. Sebelum cyberbullying, hal
yang terjadi terlebih dahulu ialah
tindakan bullying.
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya ada pengawasan
dari orang tua berkaitan
dengan norma-norma yang
berlaku untuk menghindari
cyberbullying.
2. Sebaiknya para remaja
diberikan pemahaman
tentang cyberbullying
termasuk hukum yang
berlaku agar menghindari
cyberbullying.
DAFTAR PUSTAKA
Al Sentot Sedarwanto, 2009.
Cyberbullying kejahatan
dunia maya yang terlupakan.
Jurnal hukum pro justistia.
Volume 27 No 1
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat ,
2006. Pendataan Sosial
Ekonomi Tahun 2005.
Jakarta Pusat : Badan Pusat
Statistik
Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko.
2007. Sosiologi Teks
Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Media
Group
Coloroso, B. 2006. Penindas,
Tertindas, dan Penonton.
Resep Memutus Rantai
Kekerasan Anak dari
Prasekolah Hingga SMU.
Jakarta : Serambi
Dina Satalina. 2014. Kecenderungan
Perilaku Cyberbullying
Ditinjau Dari Tipe
Kepribadian Ekstrovert Dan
Introvert. Vol 2 No 2.
http://ejournal.umm.ac.id.
George Ritzer-Douglas J. Goodman,
2011. Teori Sosiologi
Modern, Edisi ke-6, Jakarta,
Prenada Media.
Henslin,M, James.2006. Sosiologi
dengan Pendekatan
Membumi. Jakarta:
Erlangga.
Horton, B. Paul dan Hunt, L.
Chester. 1996. Sosiologi
Jilid I, Jakarta: Erlangga
Jabrohim. 2004. Menggapai Desa
Sejahtera Menuju
Masyarakat Utama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lembaga Pengembangan
Masyarakat UAD.
22
Karjaluoto.2008. A Primer in Sosial
Media. A SmashLAB White
Paper.
diakses tanggal 5 Juni 2016
Margaret M. 2007. Sosiologi
Kontemporer, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Moleong, L. J. 2012. Metodologi
Penelitian Kualitatif,
Bandung: Remaja Rosda
karya
Mudjijanti, Fransisca. 2011. “School
Bullying dan Peran Guru
Dalam Mengatasinya”.
Article Naskah Krida
Rakyat. Terbit 12 Desember
2011.
Muhammad Alam Akbar dan
Prahastiwi Utari. 2014.
Cyberbullying pada media
sosial (studi analisis isi
tentang cyberbullying pada
remaja do facebook.
Universitas sebelas maret
Raho Bernard. 2007, Teori
Sosiologi Modern. Jakarta:
Prestasi Pusaka
Setiadi, Elly dkk, 2011, Pengantar
Sosiologi, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Siti Nurjanah. 2014. Pengaruh
Penggunaan Media Sosial
Facebook Terhadap Perilaku
Cyberbullying Pada Siswa
Sman 12 Pekanbaru. Jom
FISIP Volume 1 No. 2 -
Oktober 2014
Soerjono, Soekanto. 2007. Sosiologi
suatu pengantar. Jakarta:
P.T.Raja. Grafindo
Sugiyono. 2012. Memahami
Penelitian Kualitatif, Bandung:
Alfabeta.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar
Sosiologi (Edisi Revisi).
Jakarta: Lembaga. Penerbit
Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Usman Kolip. 2011. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: Kencana.
Preneda Media Group.
Yana Choria Utami. 2013.
Cyberbullying di kalangan
remaja (studi tentang korban
cyberbullying di kalangan
remaja di Surabaya. Program
studi sosiologi. Universitas
Airlangga
Zarrella, Dan, 2010. The Social
Media Marketing Book. PT.
Serambi Ilmu Semesta :
Jakarta
Sumber lain :
http://www.beritasatu.com diakses
tanggal 9 April 2016
https://id.wikipedia.org/wiki diakses
tanggal 9 April 2016
http://edukasi.kompasiana.com/2011
/09/06/cyber-bullying-mengintip-
sekolah/
http://kominfo.go.id/index.php/conte
nt/detail/3834/ Siaran+Pers. Siaran
Pers Tentang Riset Kominfo dan
23
UNICEF Mengenai Perilaku Anak
dan Remaja Dalam Menggunakan
Internet 2014. Dikses tanggal 9
April 2016