daerah yang rendah - perpustakaan digital itb · simulasi model dan catatan dari balai besar ws...
TRANSCRIPT
117
0
0 .2
0 .4
0 .6
0 .8
1
1 .2
1 .4
1/16/2002 0:00
1/17/2002 0:00
1/18/2002 0:00
1/19/2002 0:00
1/20/2002 0:00
1/21/2002 0:00
1/22/2002 0:00
1/23/2002 0:00
1/24/2002 0:00
1/25/2002 0:00
1/26/2002 0:00
1/27/2002 0:00
1/28/2002 0:00
1/29/2002 0:00
Kedalaman Genangan (m)
Gambar V.28 Waktu Mulai Terjadinya Genangan/Banjir
Pada gambar V.28 di atas terlihat bahwa mulai terjadi genangan setelah tanggal
19 Januari 2002, dengan demikian mulai terjadinya banjir terdapat perbedaan
waktu satu hari, hal ini bisa terjadi karena beberapa kemungkian yaitu :
- Di lapangan antara genangan akibat banjir dan genangan karena drainase tidak
dapat dibedakan secara jelas, sehingga bisa terjadi genangan akibat drainase
dinggap sama saja dengan genangan akibat banjir.
- Adanya pergeseran pola hujan akibat dilakukannya analisa hujan wilayah.
Waktu genangan hasil model bervariasi tergantung pada lokasinya, sedangkan
untuk daerah yang rendah genangan hasil model bisa terlihat berhari-hari tidak
pernah surut karena air terjebak tidak bisa mengalir ke daerah yang lebih rendah.
Awal puncak banjir terjadi pada waktu yang sama, yaitu pada tanggal 20 Januari
2002.
C. Lokasi Daerah dan Luas Wilayah yang Terkena Banjir
Hasil identifikasi di lapangan, informasi mengenai lokasi daerah genangan hanya
dinyatakan dalam wilayah administrasi desa atau kelurahan. Sudah barang tentu
hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai acuan yang tepat untuk kalibrasi daerah
banjir dalam bentuk peta. Akan tetapi dengan informasi terbatas tersebut minimal
bisa dijadikan sebagai pendekatan secara wilayah antara daerah yang terkena
banjir hasil model dengan catatan hasil observasi. Pendekatan yang paling akurat
Mulai terjadinya genangan
Kejadian genangan di daerah yang rendah
Pada daerah rendah, genangan sulit untuk surut
118
akan diperoleh apabila daerah banjir hasil simulasi model dikalibrasi dengan peta
saat banjir hasil foto udara atau citra landsat. Kalibrasi demikian sulit
dilaksanakan karena keterbatasan data foto udara atau citra landsat pada saat
banjir tidak ada.
Berikut ini daerah-daerah yang terkena banjir sesuai waktu kalibrasi menurut hasil
simulasi model dan catatan dari Balai Besar WS Citarum :
Tabel V.4 Perbandingan Lokasi Kejadian Banjir
Data Catatan BBWS Citarum Hasil Model Numerik Kec. Bale Endah Ds. Andir Kec. Banjaran Ds. Kamasan Kec. Cileunyi Ds. Cibiru Hilir Kec. Bojong Soang Ds. Tegal Luar Kec. Ciparay Ds. Mekarsari Kec. Dayeuh Kolot Cangkuang Wetan
Kec. Bojong soang Ds. Tegalluar, Ds. Bojongsari, Ds. Buahbatu Kec. Majalaya, Ds. Bojong Emas, Ds. Sukamanah Kec. Ciparay Ds. Sumbersari Kec. Bale Endah Kel. Manggahang, Kel. Jelekong, Kel Bale Endah Kec. Katapang Ds. Sukamukti Kec. Marga Asih Ds. Mekar Rahayu, Ds. Sulaeman, Ds. Cilampeni, Ds. Pameuntasan Kec. Cileunyi Ds. Cibiru Hilir, Cisaranten Kidul, Kel Cileunyi Wetan, Kel. Cileunyi Kulon, Kel. Darwati Kec. Rancaekek Ds. Tegal Sumedang
Dari tabel V.4 di atas terdapat empat kecamatan yang sama dalam kejadian banjir,
yaitu Kecamatan Bael Endah, Kecamatan Cileunyi, Kecamatan Bojong Soang dan
Kecamatan Ciparay, sedangkan untuk desa yang sama adalah Desa Cibiru Hilir
dan Desa Tegal Luar. Ada beberapa penyebab kemungkinan terjadi perbedaan
seperti ini akibat dari :
1. Deviasi kondisi topografi (khusunya elevasi) dalam DEM ; dengan
menggunakan ukuran sel 50 x 50 m2 tidak memungkinkan untuk
mengakomodasi daerah-daerah cekungan yang terdapat pada sel tersebut
akibat dijadikannya nilai elevasi yang sama dalam satu sel.
2. Distribusi lokasi hujan tidak merata ; kondisi nyata bahwa curah tersebar tidak
terukur distribusinya, sedangkan pada model dianggap tersebar merata per sub
DAS.
119
3. Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu yang berada di sekitar sungai relatif datar
yaitu berada pada elevasi sekitar +660 m dpl, sehingga hujan lokal dapat
menyebabkan banjir lokal.
4. Konsep pemodelan hidrolik yang hanya memodelkan debit inflow dari sub
DAS – sub DAS terhadap sungai utama Citarum Hulu, sehingga banjir yang
terjadi pada model hanya diakibatkan oleh meluapnya air pada sungai utama
Citarum Hulu saja.
Berdasarkan empat penyebab tersebut dapat dianalisis lokasi-lokasi banjir
menurut catatan BBWS Citarum sebagai berikut :
- Desa Andir, diakibatkan oleh penyebab point 3 dan 4 karena banjir yang
terjadi bisa diakibatkan oleh hujan lokal dan meluapnya sungai Cisangkuy.
- Desa Kamasan, dapat diakibatkan oleh penyebab point 2 dan 4 karena hujan
yang tidak merata dan lokasi banjir berada di luar floodplain sungai utama
Citarum Hulu.
- Desa Cibiru Hilir dan Tegal Luar sesuai dengan hasil model, berarti daerah ini
banjir akibat luapan sungai utama Citarum Hulu dan berada di floodplain area.
- Desa Mekarsari, dapat diakibatkan oleh penyebab point 2,3 dan 4 yaitu karena
hujan yang tidak merata, hujan lokal pada daerah yang datar dan lokasi banjir
berada di luar floodplain sungai utama Citarum Hulu.
- Desa Cangkuang Wetan, dapat diakibatkan oleh point 2 dan 3 yaitu distribusi
hujan yang tidak merata dan hujan lokal pad adaerah yang datar.
Luas wilayah yang terkena banjir menurut model sekitar 1.970 Ha, sedangkan
dalam catatan BBWS Citarum tidak tercatat. Sesuai dengan kenyatan di lapangan
(sumber BBWS Citarum), informasi luas yang tercatat hanya berupa angka
kisaran tidak terukur secara aktual.
Dengan kondisi seperti di atas dan alasan-alasan keterbatasan dalam pemodelan
seperti yang disebutkan dalam point 1 sampai 4, tentunya adanya beberapa
perbedaan lokasi banjir masih dianggap wajar.
Apabila diplotkan genangan yang terjadi akibat banjir pada peta wilayah
administrasi, hasilnya dapat dilihat seperti pada Gambar V.29 di bawah ini :
121
D. Kedalaman Banjir
Akurasi dari kalibrasi kedalaman genangan antara data tercatat dengan hasil
model akan sangat sulit. Ada beberapa kelemahan diantara keduanya yaitu :
- Data tercatat hanya menyatakan kedalaman genangan 1,5 m, dengan data
seperti ini sangat tidak jelas, kapan dan dimana terjadi kedalaman tersebut.
Padahal semestinya kedalaman ditunjukan dengan posisi koordinat atau zona
tertentu pada kontur yang sama dan mempunyai nilai kisaran, terutama
kedalaman maksimumnya.
- Dengan simulasi model numerik, kedalaman genangan dapat diperoleh
dimana dan kapan saja pada zona terjadinya genangan, akan tetapi karena
lokasi lahan dibuat dalam sel ukuran 50 x 50 m2 dengan elevasi yang sama,
maka akurasi kedalaman akan menjadi kurang sahih apabila ditinjau dalam
satu sel.
E. Kontinuitas Aliran
Kontinuitas aliran perlu dilakukan terhadap hasil model numerik sebagai salah
satu syarat kesahihan model tersebut. Untuk menguji kontinutas aliran tersebut
dilakukan pengecekan terhadap debit pada beberapa ruas sungai seperti Gambar
V.30 berikut :
Gambar V.30 Lokasi Pengecekan Debit
Lokasi pengecekan debit
Nanjung
122
Dari hasil pengecekan pada beberapa lokasi di atas diperoleh kondisi debit seperti
pada Gambar V.31 berikut :
0.0 ‐16.9 ‐34.5 ‐39.8 ‐20.0‐42.0 ‐37.4 ‐35.4 ‐38.4 ‐37.8 ‐41.7
‐17.2
‐300
‐200
‐100
0
100
200
300
400
500
600
700
HILIR MUARA CITARUM HULU
HILIR MUARA CITARIK
HILIR MUARA CIKERUH
HILIR MUARA CIPAMOKOLAN
HILIR MUARA CIDURIAN
HILIR MUARA CICADAS
HILIR MUARA
CIGEDE/CIKAPUNDUNG
HILIR MUARA CISANGKUY
HILIR MUARA CITEPUS
HILIR MUARA CIBOLERANG
HILIR MUARA CIWIDEY
HILIR MUARA CIBEUREUM
Debit (m3/det)
Qp komulatif (m3/det)
Q di sungai (m3/det)
Selisih Debit (m3/det)
% selisih
Gambar V.31 Selisih Debit Pada Lokasi Pengecekan Debit
Terjadi selisih debit sebesar 39,32 m3/det, 110,71 m3/det, 131.70 m3/det, 68,35
m3/det, 145,89 m3/det, 154,67 m3/det, 170,03 m3/det, 187,77 m3/det,190,67
m3/det, 242,90 m3/det dan 103,31 m3/det antara jumlah inflow dengan titik
pengecekan berturut-turut di lokasi hilir muara Citarik, Cikeruh, Cipamokolan,
Cidurian, Cicadas, Cikapundung, Cisangkuy, Citepus, Cibolerang, Ciwidey dan
Cibeureum. Hal tersebut terjadi karena sebagian dari debit mengalir sebagai aliran
banjir. Pada lokasi hilir muara Citarik sampai hilir muara Cipamokolan terjadi
penambahan selisih debit, hal ini menunjukkan bahwa penambahan debit inflow
diikuti dengan penambahan debit ke arah genangan yang lebih besar, sesuai
dengan gambar V.30 dimana genangan masih bertambah pada beberapa lokasi di
sebelah hilir muara Cikeruh. Pada hilir muara Cipamokolan sampai muara
Cicadas selisih debit berkurang, hal ini terjadi karena penambahan debit inflow
lebih besar daripada debit yang mengalir ke arah genangan. Sedangkan dari hilir
muara Cicadas sampai Ciwidey terjadi penambahan selisih debit yang cukup
signifikan, hal ini terjadi akibat dari penambahan debit inflow diikuti dengan
penambahan debit ke arah genangan dan dimungkinkan terjadi backwater. Dengan
penjelasan di atas kontinuitas aliran dapat dikatakan logis, akan tetapi jumlah
debit yang mengalir ke arah genangan dan backwater tidak terukur secara
kuantitatif.
123
V.4 Analisis Penyebab Banjir di DAS Citarum Hulu
Pada sub bab ini akan disampaikan hasil analisis penyebab banjir di DAS Citarum
hulu hasil simulasi model. Beberapa skenario simulasi dicoba untuk mendapatkan
hasil yang sebenarnya dengan melihat parameter parameter penyebabnya.
Parameter yang diperhatikan tentunya mulai dari besar hujan, pola hujan dan
kombinasi kejadian hujan pada sub DAS tertentu.
V.4.1 Simulasi Berdasarkan Skenario Pola Hujan Real Time
Skenario pertama adalah untuk mengetahui penyebab banjir akibat pola dan besar
hujan maksimum yang terjadi di salah satu sub DAS. Hujan maksimum disimulasi
mulai dari 1 jam maksimum sampai 7 jam maksimum terjadi banjir untuk setiap
sub DAS. Apabila salah satu sub DAS ditentukan sebagai hujan maksimum, maka
hujan pada sub DAS yang lain dihitung sesuai dengan waktu yang sama pada saat
itu (Lampiran B.6).
Pada analisis berikut ini akan dilihat hubungan antara debit komulatif inflow yang
terjadi pada setiap simulasi hujan maksimum terhadap luas komulatif sub DAS
dari hulu ke hilir dikaitkan dengan kejadian banjir hasil model dua dimensi.
Dengan analisis tersebut akan diketahui bahwa banjir terjadi pada hujan
maksimum jam-jaman berapa dan hujan maksimum di sub DAS mana saja, debit
berapa dan di posisi mana yang dapat menyebabkan banjir.
Untuk mempermudah interpretasi posisi debit banjir dalam skema jaringan sungai
Citarum Hulu, maka dapat dilihat hubungan kumulatif luas DAS dari hulu ke hilir
dengan posisi sub DAS seperti pada Gambar V.32 berikut :
C ITA RUM
HULUC ITA R IK
C IK ERUH
C IP AMO KO LA
N
C IDUR IA N
C ICA DAS
C IG ED E/C IK A PUNDUNG
C ISA NGKUY
C ITEP US
C IBO L ERA NG
C IW ID EY
C IB EUREUM
Se r ie s1 3 6 3 .4 4 6 2 0 .9 3 8 1 1 .2 7 8 5 3 .5 0 8 8 7 .4 5 9 1 7 .1 6 1 0 6 2 .5 1 3 4 3 .5 1 3 8 0 .0 1 4 4 0 .9 1 6 6 9 .2 1 7 2 0 .8
363.44
620.93
811.27
853.50
887.45
917.16 10
62.57
1343.52
1380.04
1440.91 16
69.28
1720.87
0 .0 0
2 0 0 .0 0
4 0 0 .0 0
6 0 0 .0 0
8 0 0 .0 0
1 0 0 0 .00
1 2 0 0 .00
1 4 0 0 .00
1 6 0 0 .00
1 8 0 0 .00
2 0 0 0 .00
LUAS DAS (km2)
LUA S DA S KOM U LAT IF
Gambar V.32 Grafik Komulatif Luas DAS Citarum Hulu
124
Sedangkan grafik hubungan antara debit komulatif sub DAS hasil simulasi hujan
maksimum terhadap sub DAS nya dapat dilihat pada Gambar V.33 di bawah ini :
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
300
400
500
600
700
800
900
1.000
1.100
1.200
1.300
1.400
1.500
1.600
1.700
1.800
DEBIT (m3/detik)
LUAS DAS (km2)
CITARUM HULU‐CICADAS
CITARIK
CIKERUH & CIPAMOKOLAN
CIDURIAN‐CITEPUS‐CIMAHI
CIKAPUNDUNG
CISANGKUY
CIBOLERANG & CIWIDEY
Gambar V.33a Grafik Komulatif Debit Inflow Vs Luas DAS
Untuk Hujan 1 Jam Maksimum
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
DEBIT (m3/detik)
LUAS DAS (km2)
CITARUM HULU
CITARIK
CIKERUH, CIPAMOKOLAN, CIBOLERANG, & CIWIDEY
CIDURIAN, CICADAS, CIGEDE, CITEPUS, & CIMAHI
CISANGKUY
CIBEUREUM
Gambar V.33b Grafik Komulatif Debit Inflow Vs Luas DAS
Untuk Hujan 2 Jam Maksimum
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
DEBIT (m3/detik)
LUAS DAS (km2)
CITARUM HULU
CITARIK
CIKERUH & CIPAMOKOLAN
,CIBOLERANG & CIWIDEY
CIDURIAN, CICADAS, CITEPUS& CIMAHICIGEDE/CIKAPUNDUNG
CISANGKUY
Gambar V.33c Grafik Komulatif Debit Inflow Vs Luas DAS
Untuk Hujan 3 Jam Maksimum
125
Berdasarkan hasil simulasi model 2D pada hujan 1 jam, 2 jam dan 3 jam
maksimum di berbagai sub DAS tidak menyebabkan terjadinya banjir. Pada hujan
1 jam maksimum perubahan debit ke arah hilir Sungai Citarum relatif bertambah
secara linier dan kondisi ini terjadi hampir pada semua sub DAS.
Pada hujan 2 jam maksimum terjadi bersamaan pada 4 (empat) sub DAS, yaitu
Cikeruh, Cipamokolan, Cibolerang, dan Ciwidey. Dari grafik V.33b terlihat
bahwa dengan empat sub DAS bersamaan terjadi hujan 2 jam maksimum
memberikan dampak terjadinya peningkatan debit yang cukup signifikan, yaitu
pada hilir muara sub DAS Citarik dan Cibolerang.
Pada hujan 3 jam maksimum ada dua kelompok sub DAS yang mempunyai
kenaikan debit cukup signifikan, yaitu Cibolerang-Ciwidey dan Cikeruh-
Cipamokolan (gambar V.33c). Debit keduanya naik signifikan setelah melewati
muara sub DAS Citarik dan Cibolerang.
Berikut ini adalah grafik hubungan debit komulatif hujan maksimum 4 jam, 5 jam,
6 jam dan 7 jam dengan luas sub DAS komulatif yang mengakibatkan terjadinya
banjir berdasarkan simulasi 2D.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
DEBIT (m3/detik)
LUAS DAS (km2)
CITARUM HULU
CITARIK
CIKERUH & CIPAMOKOLAN
CISANGKUY
CIGEDE/CIKAPUNDUNG
CIBOLERANG & CIWIDEY
CIBEUREUM
Gambar V.33d Grafik Komulatif Debit Inflow Vs Luas DAS
Untuk Hujan 4 Jam Maksimum
126
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
DEBIT (m3/detik)
LUAS DAS (km2)
CITARUM HULU
CITARIK
CIKERUH, CIPAMOKOLAN, CIBOLERANG, & CIWIDEYCIGEDE/CIKAPUNDUNG & CICADAS
CIBEUREUM
CISANGKUY
Gambar V.33e Grafik Komulatif Debit Inflow Vs Luas DAS
Untuk Hujan 5 Jam Maksimum
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
300
400
500
600
700
800
900
1.00
0
1.10
0
1.20
0
1.30
0
1.40
0
1.50
0
1.60
0
1.70
0
1.80
0
DEBIT (m3/de
tik)
LUAS DAS (km2)
CITARUM HULU
CITARIK
CIKERUH & CIPAMOKOLAN (BANJIR)CICADAS & CIGEDE
CIBOLERANG & CIWIDEY (BANJIR)CIBEUREUM
CISANGKUY
Gambar V.33f Grafik Komulatif Debit Inflow Vs Luas DAS
Untuk Hujan 6 Jam Maksimum
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
300
400
500
600
700
800
900
1.00
0
1.10
0
1.20
0
1.30
0
1.40
0
1.50
0
1.60
0
1.70
0
1.80
0
DEBIT (m3/de
tik)
LUAS DAS (km2)
CITARUM HULU
CITARIK
CIKERUH, CIPAMOKOLAN, DAN CIWIDEY (BANJIR)CIBOLERANG (BANJIR)
CICADAS, CIGEDE/CIKAPUNDUNG, & CIBEUREUMCIDURIAN, CITEPUS, & CIMAHICISANGKUY
Gambar V.33g Grafik Komulatif Debit Inflow Vs Luas DAS Untuk Hujan 7 Jam Maksimum
Dari empat grafik di atas, mulai dari hujan 4 jam maksimum sampai dengan hujan
7 jam maksimum ada sesuatu yang unik, yaitu kondisi banjir terjadi apabila debit
127
inflow komulatif di hilir muara sub DAS Cicadas sudah melebihi 200 m3/det. Hal
ini bisa dibuktikan seperti pada angka-angka berikut :
• Untuk 4 jam maksimum : debit inflow komulatif hilir di muara sub DAS
Cicadas 212,48 m3/det untuk sub DAS Cikeruh-Cipamokolan dan 200,26
m3/det untuk sub DAS Cibolerang Ciwidey.
• Untuk 5 jam maksimum : debit inflow komulatif di hilir muara sub DAS
Cicadas 215,14 m3/det untuk sub DAS Cikeruh-Cipamokolan-DAS
Cibolerang Ciwidey.
• Untuk 6 jam maksimum : debit inflow komulatif di hilir muara sub DAS
Cicadas 217,81 m3/det untuk sub DAS Cikeruh-Cipamokolan dan 215,17
m3/det untuk sub DAS Cibolerang-Ciwidey.
• Untuk 7 jam maksimum : debit di muara sub DAS Cicadas 220,87 m3/det
untuk sub DAS Cikeruh-Cipamokolan-Ciwidey dan 217,83 m3/det untuk sub
DAS Cibolerang.
V.4.2 Simulasi Berdasarkan Skenario Hujan Maksimum dan Sub DAS
Simulasi dilakukan dengan memberikan hujan 1 harian, 2 harian sampai dengan 3
harian maksimum pada salah satu sub DAS yang besar. Pada saat simulasi
tersebut di sub DAS yang lain tidak terjadi hujan atau hanya diperhitungkan base
flow saja. Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar V.34 di
bawah ini.
Gambar V.34 Debit Maksimum di Nanjung Hasil Simulasi Hujan Harian Maksimum Pada Salah Satu Sub DAS Besar
Dari grafik di atas ternyata debit maksimum yang terjadi relatif kecil baik untuk 1
harian maksimum, maupun sampai 3 harian maksimum dan ini tentu saja tidak
mengakibatkan terjadinya banjir. Sesuai hasil simulasi sebelumnya, banjir terjadi
apabila debit maksimum terjadi di atas 200 m3/det di hilir sub DAS Cicadas.
128
Simulasi berikutnya dilakukan dengan memberikan hujan 1 harian, 2 harian
sampai dengan 3 harian maksimum pada kombinasi dua dan lebih DAS yang
besar. Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar V.35 di
bawah ini.
Gambar V.35 Debit Maksimum di Nanjung Hasil Simulasi
Hujan Harian Maksimum Pada Kombinasi Dua dan Lebih Sub DAS Besar
Dari hasil simulasi diperoleh debit di sub DAS Cicadas seperti pada gambar grafik
V.35 di atas. Banjir terjadi pada saat tiga sub DAS atau lebih bersamaan terjadi
hujan maksimum, baik 1 harian, 2 harian maupun 3 harian maksimum. Untuk
selanjutnya simulasi dilakukan terhadap kombinasi 3 sub DAS besar seperti pada
Gambar V.36 berikut :
Gambar V.36 Skema sub DAS untuk Simulasi Banjir
CIT ARIK
CITA
RUM
HU
LU
CIW ID EY
CIBEUR EU M
CIBOLERANG
CIT EPU S
CISAN GKU Y
C IKAPU ND UN G
CIC AD AS
CID UR IAN
CIPAM OKOLAN
CIKERU H CTR
CTR
CTR
CTR
CTR
CTR
CTR
CTR
CTR
CTR
CTR
1
5
4
3
2
6
129
Hasil simulasi kombinasi di atas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel V.5 Hasil Simulasi Model Terhadap Kombinasi Sub DAS
Dari tabel di atas terlihat bahwa besarnya jumlah luas sub-DAS yang mengalami
hujan maksimum tidak menjamin terjadinya banjir. Banjir akan terjadi apabila
dalam penelusuran debit pada 3 sub DAS besar di atas, jumlah debit yang sampai
di sub DAS Cicadas lebih besar dari 200 m3/det seperti yang terlihat pada Gambar
V.37 di bawah ini.
‐
50
100
150
200
250
300
350
CITARUM HULU
CITARIK
CIKERUH
CIPAMOKOLAN
CIDURIAN
CICADAS
CIGEDE/CIKAPUNDUNG
CISANGKUY
CITEPUS
CIBOLERANG
CIWIDEY
CIBEUREUM
Debit (m3/det)
KOMBINASI 1,2,3 (BANJIR)KOMBINASI 4,5,6
KOMBINASI 1,2,4
KOMBINASI 1,2,5
KOMBINASI 1,4,5
KOMBINASI 1,3,4 (BANJIR)KOMBINASI 1,3,6 (BANJIR)KOMBINASI 2,3,4
Gambar V.37 Debit Maksimum Komulatif Sepanjang DAS Citarum Hulu
Pada Tiga sub DAS Besar Saat Hujan Harian Maksimum Terjadi Bersamaan
V.5 Simulasi Partial Least Square
Simulasi ini dilakukan terhadap variabel-variabel hasil simulasi, yaitu debit
puncak (Qp), luas genangan (Ag), kedalaman genangan (Hg) dan waktu genangan
(Tg) dalam mendapatkan hubungan/korelasi sesuai dengan formula Indeks Banjir.
No Jumlah Luas sub DAS
(km 2 ) KETERANGAN
1 1 2 3 4 5 6 811,27 BANJIR2 1 2 3 4 5 6 901,88 TIDAK BANJIR3 1 2 3 4 5 6 766,34 TIDAK BANJIR4 1 2 3 4 5 6 834,73 BANJIR5 1 2 3 4 5 6 782,15 BANJIR6 1 2 3 4 5 6 789,80 TIDAK BANJIR7 1 2 3 4 5 6 728,78 TIDAK BANJIR8 1 2 3 4 5 6 654,73 TIDAK BANJIR
KOMBINASI SUB DAS
130
Sesuai dengan teori yang dijelaskan pada bab II, bahwa sebuah variabel
tergantung pada indikatornya, baik dalam bentuk formatif atau refleksif. Oleh
karena itu variabel-variabel yang dianggap menentukan indeks banjir harus
ditentukan indikatornya.
V.5.1 Indikator dan Variabel Indeks Banjir
Dalam bidang ekonomi data indikator biasanya berupa data sampel hasil survei
yang diisi oleh konsumen atau karyawan sebuah perusahaan sebagai objek. Data
yang terkumpul berupa nilai kualitatif yang dikonversi menjadi nilai kuantitatif
sesuai dengan interval ukuran kualitas tertentu. Contoh : kurang dengan nilai 1,
sedang nilai 2, baik nilai 3, baik sekali nilai 4 dan ekslusif nilai 5. Dengan
gambaran di atas seperti yang biasa dilaksanakan di bidang ekonomi, maka untuk
variabel indeks banjir ditentukan sebagai berikut :
- Ada 4 (empat) variabel yang mempengaruhi nilai Indeks Banjir, yaitu debit
pucak (Qp), luas genangan (Ag), kedalaman genangan (Hg) dan waktu
genangan (Tg).
- Indikator adalah parameter yang mempengaruhi/menginterpretasikan nilai
variabel-variabel di atas. Indikator tersebut mempunyai nilai kuantitatif yang
beragam besarnya sesuai dengan fungsi waktu.
- Masing-masing nilai indikator dicari nilai maksimum dan minimumnya,
kemudian dibagi kedalam 5 (lima) range. Dengan nilai indikator yang berada
dalam 5 (lima) range tersebut kemudian dijadikan nilai kuantitatif antara 1
(satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai dengan urutan besarnya nilai range.
1. Debit Puncak, Qp
Debit puncak merupakan debit yang terukur di outlet suatu DAS/sub DAS dengan
indikatornya adalah hujan, evaporasi, tata guna lahan dan jenis tanah. Untuk tata
guna lahan dan jenis tanah merupakan indikator yang mempunyai nilai tetap
(konstan) atau tidak berubah terhadap waktu, sehingga tidak dapat dijadikan
indikator dalam PLS. Sedangkan evaporasi dalam bentuk jam-jaman mempunyai
nilai yang sangat kecil dan hampir sama nilainya (dalam input PLS akan
mempunyai nilai yang sama), sehingga dapat diabaikan sebagai nilai indikator.
Maka yang dapat menjadi indikator debit puncak adalah nilai curah hujan, yaitu
sub DAS Citarum Hulu (R1), Citarik (R2), Cikeruh (R3), Cipamokolan (R4),
131
Cidurian (R5), Cicadas (R6), Cidege (R7), Cisangkuy (R8), Citepus (R9),
Cibolerang (R10), Ciwidey (R11) dan Cibeureum (R12).
2. Luas Genangan, Ag
Indikator yang berpengaruh langsung terhadap luas genangan adalah besarnya
debit inflow. Analog dengan hujan sebagai indikator luas genangan, yaitu debit
inflow dari sub DAS Citarum Hulu (Q1), Citarik (Q2), Cikeruh (Q3),
Cipamokolan (QR4), Cidurian (Q5), Cicadas (Q6), Cidege (Q7), Cisangkuy (Q8),
Citepus (Q9), Cibolerang (Q10), Ciwidey (Q11) dan Cibeureum (Q12).
3. Kedalaman Genangan, Hg
Indikator yang berpengaruh terhadap kedalaman genangan adalah kondisi
topografi/bathimetri daerah yang tergenang. Karena wilayah genangan
mempunyai elevasi yang relatif datar yaitu pada elevasi sekitar + 660,00 maka
dalam simulasi PLS digunakan tiga kondisi elevasi topografi yang dapat mewakili
kondisi wilayah genangan, yaitu kondisi topografi dengan elevasi < (lebih kecil
dari) + 660,00 (B1), sama dengan +660,00 (B2) dan > (lebih besar dari) + 660,00
(B3).
4. Waktu Genangan, Tg
Indikator yang berpengaruh terhadap waktu genang adalah kedalaman genangan
yang terjadi. Untuk mewakili kedalaman genangan yang terjadi, diambil beberapa
titik koordinat yang mewakili, yaitu titik-titik pada tiap wilayah genangan yang
mempunyai range kedalaman yang sama. Contoh : H1 mewakili range kedalaman
antara 0,0 m – 0,3 m, H2 mewakili range kedalaman 0,3 m – 0,5 m dan H3
mewakili kedalaman di atas 0,5 m.
V.5.2 Model Struktural Hubungan Indikator dan Variabel
Model struktural indikator dan variabel dalam menentukan indeks banjir dapat
digambarkan sebagai konstruk multidimensi seperti gambar V.38 berikut :
132
Gambar V.38 Konstruk Multidimensi Second Order Indeks Banjir
Pada Hujan Maksimum 24 Jam
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa masing-masing variabel Indeks Banjir
merefleksikan indikator yang mempengaruhinya, sedangkan Indeks Banjirnya
sendiri (IB) merefleksikan semua indikator yang ada, juga menggambarkan
hubungan eksogen dengan variabel-variabelnya. Hubungan multidimensi di atas
disebut dengan konstruk second order.
V.5.3 Proses dan Hasil Simulasi PLS
Adapun proses simulasi PLS urutannya adalah sebagai berikut :
- Menyiapkan data indikator untuk masing-masing variabel, yaitu data hujan,
debit, bathimetri dan kedalaman genangan. Sebagai contoh berupa data hujan
seperti tabel V.6.
- Mengkonversi angka indikator ke dalam nilai antara 1 – 5 sesuai dengan
besarnya nilai range seperti pada tabel V.7.
133
Tabel V.6 Contoh Data Indikator Awal
CITA
RUM HULU
CITA
RIK
CIKE
RUH
CIPA
MOKO
LAN
CIDURIAN
CICADAS
CIGED
E/
CIKAPU
NDUNG
CISA
NGKU
Y
CITE
PUS
CIBO
LERA
NG
CIWIDEY
CIBEURE
UM
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,002,12 0,20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,35 7,42 0,00 0,00 0,00 0,500,65 0,95 5,58 6,76 2,85 2,12 1,84 0,96 0,00 0,70 0,79 0,000,00 9,37 20,58 23,17 9,76 7,25 6,31 0,00 0,00 45,63 51,67 0,0010,87 22,29 32,50 34,48 15,20 15,78 10,23 0,00 0,00 4,91 5,97 1,5010,82 1,55 2,74 3,10 4,23 4,66 4,13 0,00 5,00 5,70 4,97 4,500,45 0,10 1,54 1,93 3,54 2,79 3,87 0,00 5,00 3,60 2,79 4,500,00 0,00 0,00 0,00 0,55 0,44 0,39 0,00 1,00 0,30 0,00 0,500,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,45 0,10 0,00 0,00 0,55 0,44 0,39 0,00 1,00 1,00 0,79 0,500,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,35 0,00 0,00 0,00 0,00 0,500,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,39 0,00 0,00 0,00 0,00 2,004,91 1,08 0,00 0,00 0,55 0,44 0,39 0,00 1,00 0,30 0,21 0,500,41 0,00 0,00 0,00 0,55 0,44 0,39 0,00 1,00 0,30 0,00 0,5011,42 2,37 10,93 13,66 5,89 5,27 3,68 0,14 0,00 2,11 2,38 0,006,33 1,09 15,71 19,59 9,07 8,56 5,64 2,48 1,00 2,40 2,38 0,501,75 0,25 3,28 4,03 5,14 5,14 4,09 0,14 6,00 10,91 10,74 4,001,37 0,05 0,81 1,00 2,09 1,87 1,78 0,00 3,00 1,60 1,41 2,00
RHUJAN 24 JAM
Tabel V.7 Contoh Data Indikator Siap Untuk Simulasi PLS
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3 4 4 4 3 4 1 1 5 5 15 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 25 1 1 1 2 2 3 1 5 1 1 51 1 1 1 2 1 2 1 5 1 1 51 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 13 1 3 3 3 3 3 2 1 1 1 11 1 1 1 2 2 2 1 5 2 2 51 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
134
- Membuka file dengan smart PLS :
- Membuat konstruk multidimensi variabel dan indikator seperti paga gambar
V.37 di atas.
- Menghitung hubungan antar variabel dan indikator
- Menghilangkan indikator-indikator yang mempunyai nilai < nol dan kurang
dari 0,5.
- Bootstrapping untuk menghasilkan nilai signifikansi antar variabel.
Berdasarkan proses diatas, hasil perhitungan awal menghasilkan nilai korelasi
seperti Gambar V.39 berikut :
Gambar V.39 Nilai Inner dan Outer Loading Hasil Perhitungan Awal
Dari gambar di atas faktor loading yang bernilai negatif dan kurang dari 0,50
dihilangkan/didrop karena tidak memenuhi convergent validity, maka hasil
perhitungan selanjutnya menghasilkan gambar di bawah ini :
135
Gambar V.40 Nilai Inner dan Outer Loading Hasil Perhitungan Kedua
Dari hasil perhitungan kedua ternyata semua indikator sudah bernilai positif dan
nilai convergent validity untuk order pertama di atas 0,5. Selanjutnya untuk
mendapatkan nilai signifikansi masing-masing faktor loading baik order pertama
maupun order kedua dilakukan bootstrapping dengan hasil seperti Gambar V.41
berikut :
Gambar V.41 Nilai Akhir Setelah Bootstrapping
136
Dari hasil bootstrapping dapat juga dilihat secara tabel seperti di bawah ini :
Tabel V.8. Hasil Analisa Bootstrapping
Dari hasil keluaran di atas dapat disimpulkan bahwa order kedua maupun order
pertama signifikan pada 0,05 (tingkat kepercayaan 95%), hal ini ditunjukkan oleh
hasil uji T-statistik yang bernilai di atas 1,96.
Korelasi antar veariabel indeks banjir di atas diuji juga untuk pola hujan yang
lainnnya yaitu 48 jam dan 72 jam, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel V.9. Nilai Korelasi Antar Variabel Indeks Banjir
24 jam 48 jam 72 jam AverageIB ‐‐> IQ 0,34 0,26 0,28 0,29 IB ‐‐> IA 0,98 0,97 0,99 0,98 IB ‐‐> IH 0,90 0,93 0,92 0,92 IB ‐‐> IT 0,83 0,91 0,93 0,89
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi Indeks Banjir dengan
komponen indeks lainnya pada 3 simulasi hujan maksimum menghasilkan nilai
dan perbandingan yang relatif sama. Apabila nilai tersebut dinormalisasi terhadap
jumlahnya dengan nol desimal di belakang koma, akan menghasilkan
perbandingan 1 : 3 : 3 : 3 masing-masing untuk Indeks Debit, Indeks Luas
Genangan, Indeks Kedalaman Genangan dan Indeks Waktu Genangan.
Berdasarkan kenyataan di atas ternyata nilai korelasi Indeks Debit terhadap Indeks
Banjir 1/3 nya dibandingkan nilai korelasi 3 Indeks lainnya (Indeks Luas
Genangan, Indeks Kedalaman Genangan dan Indeks Waktu Genangan) yang
mempunyai nilai relatif sama. Kondisi tersebut berdasarkan analisis terhadap
komposisi dan distribusi masing-masing data dapat terjadi akibat beberapa alasan
sebagai berikut :
137
- Hujan yang merupakan indikator dari Indeks Debit mempunyai pola dengan
fluktuasi tinggi hanya dalam rentang waktu yang pendek saja. Dengan
demikian kontribusi dari hujan terhadap korelasi antar Indeks hanya dalam
rentang waktu yang relatif pendek, sehingga nilainya menjadi kecil dibanding
indeks yang lainnya.
- Sebaliknya debit sebagai indikator dari Indeks Luas Genangan, bathimetri
sebagai indikator dari Indeks Kedalaman Genangan dan kedalaman genangan
sebagai indikator dari Indeks Waktu Genangan mempunyai nilai yang besar
dalam rentang yang cukup panjang dibandingkan dengan hujan intensitas
tinggi, sehingga memberikan nilai korelasi yang lebih tinggi terhadap nilai
Indeks Banjir.
Mengingat nilai korelasi yang diperoleh dengan waktu simulasi yang berbeda
relatif sama, maka nilai yang digunakan dalam rumus Indeks Banjir diambil nilai
rata-rata, yaitu 0,29 ; 0,98 ; 0,92 dan 0,89 sehingga jika nilai-nilai tersebut
dinormalisasi akan menghasilkan nilai a = 0,09 ; b = 0,32 ; c = 0,30 dan d = 0,29.
Analisis korelasi terhadap masing-masing indeks akan dikaji lebih detail pada
pasal-pasal selanjutnya.
V.6 Analisis Penentuan Nilai Indeks Banjir
V.6.1 Perhitungan Indeks Debit Puncak, Indeks Luas Genangan, Indeks
Kedalaman Genangan dan Indeks Waktu Genangan.
Sesuai dengan persamaan masing-masing indeks yang dipaparkan pada bab IV,
maka tahap pertama yang harus dilakukan dalam menghitung indeks adalah
menentukan nilai minimum dan maksimum dari masing-masing variabel indeks.
Dari hasil simulasi model diperoleh bahwa keempat variabel indeks mempunyai
nilai minimum saling berhubungan, yaitu luas genangan minimum, kedalaman
minimum dan waktu genangan minimum semuanya akibat dari debit minimum
seperti yang dapat dilihat pada Tabel V.10.
Sedangkan untuk mendapatkan nilai maksimum yaitu dengan menentukan hujan
yang terjadi pada periode ulang 25 tahun. Dengan kondisi data hujan jam-jaman
yang terbatas hanya satu tahun yang lengkap, yaitu bulan September 2001 sampai
dengan Agustus 2002, maka dilakukan data bangkitan untuk mendapatkan hujan
138
dengan periode ulang 25 tahun. Cara yang dilakukan adalah dengan mengkonversi
data harian, yaitu :
- data harian maksimum selama 17 tahun yang tersedia dianalisa frekwensi
untuk periode ulang 25 tahun.
- Dari hasil analisa frekwensi yang diperoleh, dicari hujan periode pendek 1 jam
maksimum dengan metode yang sudah dikembangkan oleh F. Mulyantari,
dkk, 2005.
- Untuk distribusi hujan selama 24 jam lainnya digunakan pola hujan
maksimum yang terjadi dari data hujan jam-jaman yang ada selama satu
tahun.
Hasil yang diperoleh dari eksekusi model 2D berupa luas genangan yang
diakibatkan oleh banjir pada debit inflow komulasi yang terjadi. Sesuai dengan
persamaan IV.4 dan penjelasan pasal IV.1.4, kedalaman genangan dan waktu
genangan dihitung sehingga dengan variasi pola hujan diperoleh hasil seperti yang
disajikan pada tabel V.10 berikut ini :
Tabel V.10 Hasil Eksekusi Model Terhadap Variasi Besar dan Pola Hujan
Qp A genangan H genangan T genangan(m3/det) (ha) (m) (jam)
1 4 jam maks 200,26 547 0,19 16 2 4 jam maks 212,38 1.000 0,24 18 3 5 jam maks 215,14 1.039 0,26 62 4 6 jam maks 217,81 1.658 0,35 137 5 7 jam maks 217,83 1.733 0,34 101 6 24 jam maks 243,93 2.215 0,39 107 7 48 jam maks 266,74 2.363 0,39 132 8 72 jam maks 281,76 2.415 0,40 160 9 I harian maksimum 208,73 1.617 0,40 92
10 I harian maksimum 208,73 1.562 0,43 85 11 I harian maksimum 251,88 1.708 0,43 70
12semua sub DAS maksimum I harian maksimum 289,76 2.624 0,48 206
13
hujan sesuai dengan kondisi eksisting
sebagai Kalibrasi
347,69 2.436 0,44 218
14hujan maksimum TR= 25 TAHUN
24 JAM MAKS
431,04 3.650 0,55 327 MAX 431,04 3.650 0,55 327 MIN 200,26 547,25 0,19 16
Salah satu sub DAS maksimum, sub DAS lain sesuai hujan yang ada
3 sub DAS besar hujan maksimum
bersamaan
No Kondisi Simulasi Pola Hujan
139
Dari tabel V.10 dapat dijelaskan sebagai berikut : • Qp diperoleh dari nilai debit yang menimbulkan banjir, dalam hal ini jumlah
debit inflow maksimum yang terjadi setelah muara sub DAS Cicadas, sesuai
dengan hasil analisa sebelumnya bahwa debit yang mempunyai korelasi yang
jelas dengan banjir adalah debit pada posisi tersebut.
• Luas genangan dihitung berdasarkan luas genangan yang terjadi pada saat Qp.
Luas genangan dihitung berdasarkan jumlah sel yang digenangi air dikalikan
luas sebuah sel.
• Kedalaman genangan diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata geometri
dari kedalaman yang terjadi di zona tertentu dengan zona yang lain dibanding
dengan luas totalnya, seperti pada persamaan IV. 4.
• Waktu genangan diperoleh dengan cara meninjau titik tertentu yang selalu
terkena genangan sesuai dengan penjelasan pasal IV.1.4
• Nilai minimum yang digunakan dalam perhitungan masing-masing indeks
adalah 200,26 m3/det, 547 Ha, 0,19 m dan 16 jam, masing-masing untuk debit
inflow, luas genangan, kedalaman genangan dan waktu genangan.
• Nilai maksimum yang digunakan dalam perhitungan masing-masing indeks
adalah 431,04 m3/det, 3.650 Ha, 0,55 m dan 327 jam, masing-masing untuk
debit inflow, luas genangan, kedalaman genangan dan waktu genangan.
Dari hasil simulasi model dengan berbagai pola hujan yang diperoleh pada tabel
V.10, dengan dasar persamaan IV.1, IV.2, IV.3, IV.5 dan IV.7 dapat dihitung nilai
masing-masing indeks. Sebagai contoh dapat dilihat hasil perhitungan untuk
masing-masing indeks sebagai berikut :
64,026,20004,43126,20069,347
minQmaksQminQtQ
QI =−−
=−
−=
61,0547650.3547436.2
min
min=
−−
=−
−=
AmaksA
AtA
AI
69,019,055,019,044,0
minHmaksHminHtH
HI =−−
=−
−=
140
65,01668,326
16218
min
min =−
−=
−
−=
TmaksT
TtTIT
Selanjutnya hasil perhitungan lengkap dapat dilihat pada Tabel V.11 berikut :
Tabel V.11 Hasil Perhitungan Indeks
1 4 jam maks ‐ ‐ ‐ ‐ 2 4 jam maks 0,05 0,15 0,13 0,01 3 5 jam maks 0,06 0,16 0,18 0,15 4 6 jam maks 0,08 0,36 0,44 0,39 5 7 jam maks 0,08 0,38 0,43 0,27 6 24 jam maks 0,19 0,54 0,56 0,29 7 48 jam maks 0,29 0,59 0,55 0,37 8 72 jam maks 0,35 0,60 0,59 0,46 9 I harian maksimum 0,04 0,34 0,59 0,24
10 I harian maksimum 0,04 0,33 0,67 0,22
11 I harian maksimum 0,22 0,37 0,67 0,17
12semua sub DAS maksimum I harian maksimum 0,39 0,67 0,81 0,61
13hujan sesuai dengan kondisi eksisting
sebagai Kalibrasi0,64 0,61 0,69 0,65
14hujan maksimum TR= 25 TAHUN
24 JAM MAKS 1,00 1,00 1,00 1,00
Pola Hujan Indeks QpIndeks A
Indeks H genangan
Indeks T genangan
No Kondisi Simulasi
Salah satu sub DAS maksimum, sub DAS lain sesuai hujan yang ada
3 sub DAS besar hujan maksimum
bersamaan
Dalam bentuk grafik hubungan antara Indeks dengan masing-masing variabelnya
dapat dilihat pada Gambar V.42 sampai V.45 di bawah ini.
y = 0,0043x ‐ 0,8678R² = 1,0
0,00,1
0,20,30,4
0,50,6
0,70,80,9
1,0
0 100 200 300 400 500
INDEKS DEBIT (IQ)
Qp (m3/det)
INDEKS DEBIT VS Qp
Gambar V.42 Hubungan Indeks Debit vs Qp
141
y = 0,00032x ‐ 0,17638R² = 1,0
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000
INDEKS LU
AS GEN
ANGAN (IA)
Ag (Ha)
INDEKS LUAS GENANGAN VS Ag
Gambar V.43 Hubungan Indeks Luas Genangan vs Ag
y = 2,83785x ‐0,54929R² = 1,0
0,00,10,20,30,40,50,60,70,80,91,0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
INDEKS KED
ALA
MAN GEN
ANGAN (IH)
Hg (m)
INDEKS KEDALAMAN GENANGAN VS Hg
Gambar V.44 Hubungan Indeks Kedalaman Genangan vs Hg
y = 0,003x ‐ 0,051R² = 1,0
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
0 100 200 300 400 500
INDE
KS W
AKTU
GEN
ANGA
N (IT)
Tg (jam)
INDEKS WAKTU GENANGAN VS Tg
Gambar V.45 Hubungan Indeks Waktu Genangan vs Tg
Dari empat grafik di atas hubungan indeks dengan masing-masing variabelnya
merupakan hubungan linier, hal ini sesuai dengan persamaan masing-masing
142
indeks yang merupakan perbandingan dari selisih nilai yang terjadi dengan nilai
minimum terhadap selang antara maksimum dan minimumnya. Karena indeks
merupakan harga normalisasi dari perbandingan variabel, maka bernilai antara 0
sampai dengan 1. Nilai minimum untuk masing-masing variabel sesuai dengan
kejadian awal saat banjir mulai terjadi, sedangkan nilai maksimumnya sesuai
dengan kejadian banjir pada periode ulang 25 tahun.
V.6.2 Perhitungan dan Analisis Indeks Banjir
Berdasarkan hasil nilai indeks yang diperoleh untuk masing-masing indeks debit,
indeks luas genangan, indeks kedalaman genangan dan indeks waktu genangan
semuanya bernilai positif, maka sesuai dengan penjelasan pasal IV.1.5.,
persamaan Indeks Banjir yang digunakan adalah persamaan IV.7. Dengan
koefisien korelasi yang sudah diperoleh pada pasal V.5.3 di atas, maka persamaan
Indeks Banjir dapat ditulis sebagai berikut :
T29,0H30,0A32,0Q09,0 I.I.I.I.I +++=B (V.1)
Sehingga dengan contoh indeks yang sudah dihitung di atas, maka Indeks Banjir
dapat dihitung sebagai berikut :
65,0)65,0.()69,0.()61,0.()64,0.(I 29,030,032,009,0 =+++=B
Selanjutnya hasil perhitungan Indeks Banjir yang lengkap disajikan pada tabel
V.12 di bawah ini.
Tabel V.12 Hasil Perhitungan Indeks Banjir
1 4 jam maks 0,00 0,00 0,00 0 ,00 0 ,002 4 jam maks 0,05 0,15 0,13 0 ,01 0 ,09 3 5 jam maks 0,06 0,16 0,18 0 ,15 0 ,15 4 6 jam maks 0,08 0,36 0,44 0 ,39 0 ,36 5 7 jam maks 0,08 0,38 0,43 0 ,27 0 ,34 6 24 jam maks 0,19 0,54 0,56 0 ,29 0 ,44 7 48 jam maks 0,29 0,59 0,55 0 ,37 0 ,49 8 72 jam maks 0,35 0,60 0,59 0 ,46 0 ,54 9 I harian maksimum 0,04 0,34 0,59 0 ,24 0 ,36
10 I harian maksimum 0,04 0,33 0,67 0 ,22 0 ,37
11 I harian maksimum 0,22 0,37 0,67 0 ,17 0 ,39
12semua sub DAS maksimum I harian maksimum 0,39 0,67 0,81 0 ,61 0 ,67
13hujan sesuai dengan kondisi eksisting
sebagai Kalibrasi0,64 0,61 0,69 0 ,65 0 ,65
14hujan maksimum TR= 25 TAHUN
24 JAM MAKS 1,00 1,00 1,00 1 ,00 1 ,00
Pola Hujan Indeks QpIndeks
A genanganIndeks
H genanganIndeks
T genanganIndeks Banjir
No Kondisi Simulasi
Salah satu sub DAS maksimum, sub DAS lain sesuai hujan yang ada
3 sub DAS besar hujan maksimum
bersamaan
143
Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Banjir seperti pada Tabel V.12 di atas
apabila diuji terhadap beberapa kriteria statistik diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel V.13 Hasil Uji Statistik Hubungan Masing-masing Indeks Terhadap Indeks Banjir
Rata‐rata 0,24 0,44 0,52 0,35 0,42 St‐Deviasi 0,28 0,26 0,27 0,27 0,25 F‐statistik 0,71 0,99 0,82 0,84
R2 linier 0,81 0,97 0,87 0,93
R2 polynomial orde 2 0,82 0,97 0,90 0,93
Indeks QpIndeks
A genanganIndeks
H genanganIndeks
T genanganIndeks Banjir
Dari Tabel V.13 di atas dapat dianalisis bahwa hasil uji F-stastistik dari hubungan
antara masing-masing indeks dengan Indeks Banjir rata-rata mempunyai tingkat
signifikansi yang baik dengan tingkat kepercayaan di atas 80 %, kecuali untuk
hubungan Indeks Debit dengan Indeks Banjir yang bernilai lebih rendah yaitu
hanya 71 %, hal ini sesuai dengan nilai koefisien indeks debit yang relatif paling
kecil dibanding nilai koefisien indeks yang lainnya.
Nilai R2 dicari untuk kemungkinan dua jenis regresi yaitu regresi linier dan
polynomial orde dua. Hasil yang diperoleh dari keduanya mempunyai nilai yang
sama pada Indeks Genangan dan Indeks Waktu Genangan yaitu 0,97 dan 0,93,
sedangkan pada Indeks Qp dan Indeks Kedalaman Genangan regresi polynomial
lebih baik, yaitu 0,82 dan 0,90 dibanding regresi linier yaitu 0,81 dan 0,87.
Dalam regresi linier hubungan antara masing-masing indeks dengan Indeks banjir
dapat digambarkan seperti pada Gambar berikut :
144
y = 0,809x + 0,219R² = 0,807
y = 0,979x ‐ 0,008R² = 0,966
y = 0,873x ‐ 0,038R² = 0,867
y = 0,909x + 0,102R² = 0,930
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Indeks Banjir, IB
IQ, IA, IH, IT
Linear (Indeks Qp)
Linear (Indeks A genangan)
Linear (Indeks H genangan)
Linear (Indeks T genangan)
Gambar V.46 Hubungan Regresi Linier Antara Indeks Banjir IB
dengan IQ, IA, IH dan IT
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai-nilai sebagai berikut : Tabel V.14 Hasil Uji Statistik Masing-masing Indeks Terhadap Regresi Liniernya
Indeks QpIndeks
A genanganIndeks
H genanganIndeks
T genanganRata‐rata 0,28 0,47 0,56 0,38 St‐Deviasi 0,29 0,24 0,27 0,26 T‐statistik 0,85 0,99 0,97 0,93 F‐statistik 0,97 0,92 0,66 0,96
R2 LINIER 0,81 0,97 0,87 0,93
Berdasarkan grafik di atas regresi linier menghasilkan nilai R2 yang cukup baik
yaitu di atas 0,80, begitu juga tingkat kepercayaan yang diperoleh hasil uji T-
statistik di atas 90% kecuali Indeks Debit 85%. Sedangkan berdasarkan uji F-
statistik tingkat kepercayaan yang relatif kecil adalah Indeks Kedalaman
Genangan yaitu 66%. Kondisi tersebut sesuai dengan Gambar V.46, dimana
kedua garis linier sama-sama mempunyai salah satu ujung garis yang menjauh
dari dari angka nol dan angka satu. Indeks Debit salah satu ujungnya menjauh dari
angka nol, sedangkan Indeks Kedalaman Genangan salah satu ujungnya menjauh
dari angka satu, padahal menurut data seharusnya kedua ujung bertumpu pada
angka nol dan satu sesuai dengan nilai nimimal dan maksimal indeks masing-
masing.
145
Berdasarkan pertimbangan nilai R2 yang lebih baik dan hasil analisis di atas,
regresi dilakukan terhadap polynomial orde dua yang hasilnya dapat dilihat pada
Gambar V.47 berikut ini.
y = ‐0,373x2 + 1,151x + 0,185R² = 0,823
y = 0,085x2 + 0,897x + 0,005R² = 0,967
y = 0,509x2 + 0,393x + 0,038R² = 0,897
y = ‐0,193x2 + 1,090x + 0,075R² = 0,934
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Indeks Banjir, IB
IQ, IA, IH, IT
Poly. (Indeks Qp)
Poly. (Indeks A genangan)
Poly. (Indeks H genangan)
Poly. (Indeks T genangan)
Gambar V.47 Hubungan Regresi Polynomial Orde 2 antara Indeks Banjir IB
dengan IQ, IA, IH dan IT
dengan hasil uji statistik sebagai berikut :
Tabel V.15 Hasil Uji Statistik Masing-masing Indeks Terhadap Regresi Polynomialnya
Indeks QpIndeks
A genanganIndeks
H genanganIndeks
T genanganRata‐rata 0,30 0,43 0,52 0,35 St‐Deviasi 0,32 0,47 0,56 0,38 T‐statistik 0,65 0,99 0,99 0,99 F‐statistik 0,62 0,96 0,83 0,89
R2 polynomial orde 2 0,82 0,97 0,90 0,93
Berdasarkan grafik pada Gambar V.47 di atas, secara statistik kalau dilihat nilai
R2 nya mempunyai nilai yang sangat baik yaitu di atas 0,90 untuk tiga indeks,
kecuali Indeks Debit yang mempunyai nilai 0,82. Sedangkan hasil dua uji
statistik baik T-statistik maupun F-statistik mempunyai kecenderungan hasil
sama, yaitu tingkat kepercayaan untuk Indeks Debit mempunyai nilai yang relatif
kecil 62 % dan 65%, sedangkan indeks yang lainnya di atas 80% bahkan sampai
99%.
146
Berdasarkan dua analisis grafik di atas, maka grafik berdasarkan regresi
polynomial cenderung lebih cocok untuk mewakili persamaan V.1.
Dengan demikian kalau dianalisis korelasi antara Indeks Banjir dengan Indeks
Debit, Indeks Luas Genangan, Indeks Kedalaman Genangan dan Indeks Waktu
Genangan dapat dinyatakan hal-hal sebagai berikut :
- Indeks Debit mempunyai koefisien yang relatif kecil terhadap Indeks Banjir,
kondisi demikian mempunyai arti :
o Pola hujan sebagai penyebab terjadinya debit banjir dan merupakan
indikator dari Indeks Debit mempunyai rentang waktu yang pendek yang
mempunyai kontribusi terjadinya banjir (hujan intensitas tinggi saja).
o Debit yang dimaksud dalam Indeks Debit adalah debit yang melimpas
(overtopping) saja, sehingga apabila di sungai mengalir debit yang sangat
besar sekalipun, tidak ada ada artinya dalam nilai Indeks Debit apabila
besarnya lebih kecil dari bankfull capacity sungai tersebut.
o Meskipun nilai koefisien Indeks Debit relatif kecil dibanding Indeks
lainnya, nilai tersebut sangat penting dan tidak dapat diabaikan karena
tanpa ada debit inflow yang masuk ke floodplain area, banjir tidak akan
terjadi dan semua nilai Indeks Luas, Indeks Kedalaman dan Indeks Waktu
Genangan akan sama dengan nol.
o Sesuai dengan grafik pada Gambar V.47, apabila Indeks Debit mendekati
angka nol kembali (sudah tidak ada debit banjir yang masuk ke floodplain
area), maka nilai Indeks Banjir belum tentu bernilai nol. Indeks Banjir
masih mempunyai nilai dari Indeks Luas Genangan, Indeks Kedalaman
Genangan dan Indeks Waktu Genangan. Hal tersebut sesuai dengan
kenyataan di lapangan bahwa apabila banjir sudah tidak ada, genangan
yang terdiri dari faktor-faktor luas, kedalaman dan waktu genangan masih
dapat terjadi.
- Nilai Indeks Luas Genangan, Indeks Kedalaman Genangan dan Indeks Waktu
Genangan mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap Indeks Banjir, hal
ini menandakan bahwa :
o Faktor fisik dari floodplain area sangat dominan terhadap kejadian banjir,
sehingga sangat mempengaruhi besarnya nilai luas, kedalaman dan waktu
genangan.
147
o Indeks Banjir secara signifikan dapat diperkecil dengan cara memperkecil
nilai-nilai Indeks Luas Genangan, Indeks Kedalaman Genangan dan
Indeks Waktu Genangan. Pernyataan ini artinya dengan perlakuan fisik
yang sesuai terhadap floodplain area, misalnya perbaikan saluran-saluran
drainase, maka banjir akan lebih cepat teratasi.
V.6.3 Analisis Hubungan Indeks Banjir dengan Debit Puncak, Luas
Genangan, Kedalaman Genangan dan Waktu Genangan
Dalam analisis ini akan dilihat hubungan secara grafis antara Indeks Banjir
dengan ivariabel-variabelnya. Hubungan ini akan memperlihatkan bagaimana
keterkaitan langsung antara Indeks Banjir dengan variabel-variabelnya seperti
yang tertera pada Gambar V.48 di bawah ini.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
0 1 2 3 4 5 6
Indeks Banjir
Linear (Ag)
Linear (Tg)
Linear (Qp)
Linear (Hg)0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
0 1 2 3 4 5 6
Indeks Banjir
Linear (Qp)
Linear (Ag)
Linear (Hg)
Linear (Tg)
Gambar V.48 Hubungan Indeks Banjir dengan Debit Inflow, Luas Genangan,
Kedalaman Genangan dan Waktu Genangan
Sedangkan berdasarkan uji statistik diperoleh hasil sebagai berikut :
Qp (m3/dt, 102), Ag (Ha, 103), Hg (m, 10-1), Tg (jam, 102)
148
Tabel V.16 Hasil Uji Statistik Masing-masing Variabel Indeks Terhadap Regresi Liniernya
Qp A genangan H genangan T genangan
(m3/det) (ha) (m) (jam)Rata‐rata 2,57 1,90 3,78 1,24 0,42 St‐Deviasi 0,65 0,79 0,95 0,84 0,25
F‐statistik 0,70 0,95 0,79 0,89 T‐statistik 0,99 0,99 0,98 0,99 R2 LINIER 0,81 0,97 0,87 0,93
Indeks Banjir
Dari grafik Gambar V.48 di atas dapat dilihat bahwa hubungan Indeks Banjir
dengan masing-masing variabelnya merupakan regresi linier yang sangat baik,
didukung dengan nilai-nilai uji statistik seperti pada tabel V.16. R2 rata-rata
mempunyai nilai di atas 0,80 dan T-statistik mempunyai nilai tingkat kepercayaan
99 %.
Ada suatu kecenderungan tertentu dari masing-masing variabel Debit Inflow, Luas
Genangan, Kedalaman Genangan dan Waktu Genangan yaitu kemiringan garis
keempat variabel tersebut cenderung sama. Dengan pendekatan mempertahankan
nilai R2 dan nilai tingkat kepercayaan dari uji T-statistik pada tingkat diatas 95%,
maka empat garis tersebut dapat direkayasa menjadi garis yang sejajar atau
kemiringan yang sama seperti pada Gambar V.49 di bawah ini.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
0 1 2 3 4 5 6
Indeks Banjir
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
0 1 2 3 4 5 6
Indeks Banjir
Linear (Qp)
Linear (Ag)
Linear (Hg)
Linear (Tg)
Gambar V.49 Hubungan Unik Antara Indeks Banjir dengan Debit Inflow, Luas Genangan, Kedalaman Genangan dan Waktu Genangan
Qp (m3/dt, 102), Ag (Ha, 103), Hg (m, 10-1), Tg (jam, 102)
149
Hasil uji statistik dari grafik Gambar V.49 dapat dilihat pada Tabel V.17 di bawah
ini.
Tabel V.17 Hasil Uji Statistik Masing-masing Variabel Indeks Terhadap Regresi Linier Hasil Rekayasa
Qp A genangan H genangan T genangan(m3/det) (ha) (m) (jam)
Rata‐rata 2,56 1,88 3,78 1,24 St‐Deviasi 0,91 0,91 0,91 0,91 F‐statistik 0,24 0,63 0,86 0,78 T‐statistik 0,99 0,97 1,00 0,99
R2 LINIER 0,81 0,97 0,87 0,93
Dari hasil rekayasa grafik, nilai R2 dan nilai tingkat kepercayaan T-statistik
dipertahankan tetap, akan tetapi nilai F-statistik agak menurun untuk semua
variabel. Sehingga dengan rekayasa tersebut hubungan antara variabel dengan
Indeks Banjir di DAS Citarum Hulu mempunyai hubungan yang unik, yaitu
mempunyai angka kemiringan gradien yang sama yaitu 0,28 atau sudut
kemiringan 15,650. Artinya besarnya nilai Indeks Banjir sebanding dengan 0,28
kali besaran masing-masing variabel ; Debit Inflow, Luas Genangan, Kedalaman
Genangan dan Waktu Genangan pada nilai Indeks Banjir tersebut.
V.6.4 Analisis Hubungan Indeks Banjir dengan Komulatif Hujan Wilayah
Apabila Indeks Banjir dihubungkan dengan komulatif hujan wilayah yang terjadi
pada 12 sub DAS Citarum Hulu, maka akan diperoleh hubungan grafik seperti
pada Gambar V.50 di bawah ini :
y = 1,678x ‐ 0,885R² = 0,825
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2
Indeks Banjir
Gambar V.50 Hubungan Indeks Banjir dengan Komulatif Hujan Wilayah Pada 12 sub DAS
Komulatif Hujan Wilayah (mm,10.(2+X) )
150
Dari Gambar V.50 di atas dapat dilihat bahwa dengan menjadikan log nilai
komulatif hujan wilayah, maka hubungan antara Indeks Banjir dengan komulatif
hujan wilayah dapat ditarik berupa regresi lininer biasa. Persamaan ini cukup baik
dibuktikan dengan nilai R2 sebesar 0,825 dan tingkat kepercayaan dari T-statistik
sebesar 99,9%. Dengan demikian ada hubungan linier antara Indeks Banjir dengan
komulatif hujan wilayah dengan persamaan IB = 1,678.R- 0,885, dimana IB adalah
Indeks Banjir dan R adalah komulatif hujan wilayah.
V.7 Validasi Model Indeks Banjir
Sebagai uji kesahihan dari model yang dikembangkan di atas, maka perlu
dilakukan validasi. Data yang digunakan untuk validasi adalah data yang berada
di luar yang digunakan dalam pengembangan model, salah satu contoh sebagai
ilustrasi seperti yang dapat dilihat dari Gambar V.51 berikut :
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
9/1/2001 0:00
10/1/2001 0:00
11/1/2001 0:00
12/1/2001 0:00
1/1/2002 0:00
2/1/2002 0:00
3/1/2002 0:00
4/1/2002 0:00
5/1/2002 0:00
6/1/2002 0:00
7/1/2002 0:00
8/1/2002 0:00
CURAH HUJAN (mm)
WAKTU (JAM)
POLA HUJAN JAM‐JAMAN DI SUB DAS CITARUM HULU
Gambar V.51 Contoh Penggunaan Data Hujan di Sub DAS
Disamping berdasarkan pola hujan yang terlihat pada gambar di atas, penentuan
range waktu pengambilan data juga berdasarkan data informasi banjir dari Balai
Besar Wilayah Sungai Citarum.
Berdasarkan hasil eksekusi pada data hujan yang digunakan sebagai data untuk
validasi diperoleh variabel-variabel banjir sebagai berikut :
Rmaks = 519,955 mm
Qp = 212,22 m3/det
Ag = 1.916 Ha
data untuk pengembangan model dan kalibrasi
data untuk validasi
151
Hg = 0,44 m
Tg = 118 jam
Dengan menggunakan rumus Indeks Banjir sesuai persamaan V.1 diperoleh nilai
sebesar :
05,026,20004,43126,20022,212
minQmaksQminQtQ
QI =−−
=−
−=
44,0547650.3547916.1
minAmaksAminAtA
AI =−−
=−
−=
69,019,055,019,044,0
minHmaksHminHtH
HI =−−
=−
−=
33,01668,326
16118
minTmaksTminTtT
IT =−
−=
−
−=
T29,0H30,0A32,0Q09,0 I.I.I.I.I +++=B
45,0)33,0()69,0()44,0()05,0( ....I 29,030,032,009,0 =+++=B Sedangkan apabila diplotkan pada Gambar V.47, Gambar V.49 dan Gambar V.50
diproleh nilai masing-masing seperti paga gambar berikut :
y = ‐0,373x2 + 1,151x + 0,185R² = 0,823
y = 0,085x2 + 0,897x + 0,005R² = 0,967
y = 0,509x2 + 0,393x + 0,038R² = 0,897
y = ‐0,193x2 + 1,090x + 0,075R² = 0,934
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Indeks Banjir, IB
IQ, IA, IH, IT
Poly. (Indeks Qp)
Poly. (Indeks A genangan)
Poly. (Indeks H genangan)
Poly. (Indeks T genangan)
Gambar V.52 Validasi Hubungan Regresi Polynomial Orde 2 antara Indeks
Banjir IB dengan IQ, IA, IH dan IT
152
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
0 1 2 3 4 5 6
Indeks Banjir
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
0 1 2 3 4 5 6
Indeks Banjir
Linear (Qp)
Linear (Ag)
Linear (Hg)
Linear (Tg)
Gambar V.53 Validasi Hubungan Unik Antara Indeks Banjir dengan Debit Inflow, Luas Genangan, Kedalaman Genangan dan Waktu Genangan
Gambar V.54 Validasi Hubungan Indeks Banjir dengan Komulatif Hujan Wilayah Pada 12 sub DAS
Apabila ditambah dengan dua simulasi lain, maka dalam bentuk tabel hasinya
diperoleh sebagai berikut :
Tabel V.18 Uji Statistik Hasil Validasi Model
1 2 3 1 2 3R mm 519,96 435,36 445,94 467,09 46,09 538,48 433,69 488,95 487,04 52,42 0,82 0,65 0,87
Qp m3/dt 212,22 215,17 220,87 216,09 4,40 267,64 206,38 240,32 238,11 30,69 0,08 0,34 0,04 Ag Ha 1.916,00 1.519,00 1.834,00 1.756,33 209,59 1.997,81 1.385,21 1.724,65 1.702,56 306,90 0,93 0,82 0,64 Hg m 0,44 0,32 0,37 0,38 0,06 0,39 0,33 0,36 0,36 0,03 0,98 0,69 0,41 Tg jam 118,00 84,00 104,00 102,00 17,09 135,50 74,24 108,18 105,97 30,69 1,00 0,86 0,47 IQ 0,05 0,06 0,09 0,07 0,02 0,21 0,08 0,15 0,15 0,07 0,11 0,17 0,16 IA 0,44 0,31 0,41 0,39 0,07 0,47 0,30 0,39 0,39 0,09 0,93 0,98 0,76 IH 0,69 0,36 0,50 0,52 0,17 0,59 0,40 0,51 0,50 0,10 0,97 0,88 0,51 IT 0,33 0,22 0,28 0,28 0,06 0,35 0,20 0,28 0,28 0,08 1,00 1,00 0,64 IB 0,45 0,28 0,37 0,37 0,09
RATA‐2 STDEV R2 T‐TEST F‐TESTHASIL SIMULASI NUMERIKHASIL PENGEMBANGAN MODEL
DAN GRAFIKVARIABEL SATUAN RATA‐2 STDEV
Qp (m3/dt, 102), Ag (Ha, 103), Hg (m, 10-1), Tg (jam, 102)
Komulatif Hujan Wilayah (mm,.10(2+X) )
153
Dari hasil uji statistik validasi model yang disajikan pada Tabel V.18 diperoleh
nilai R2 yang relatif baik (rata-rata diatas 0,90) pada semua hasil uji, kecuali pada
variabel Qp dan IQ . Sedangkan hasil uji dengan T-statistik atau F-statistik, tidak
hanya variabel Qp dan IQ yang mendapatkan hasil yang kurang baik akan tetapi
nilai variabel Hg yang mendapat nilai tingkat kepercayaan dibawah 70%. Kondisi
ini tentunya akan lebih baik apabila uji validasi dilakukan pada data yang lebih
banyak, namun demikian dengan hanya tiga data saja, hasil yang diperoleh sudah
menunjukkan nilai-nilai yang baik ditunjukkan dengan nilai R2 yang 78% nya
baik dan T atau F statistik yang 67% nya mempunyai tingkat kepercayaan cukup
baik.
V.7 Klasifikasi Indeks Banjir
Berdasarkan grafik pada gambar V.49 serta batasan kondisi kedalaman dan waktu
genangan yang tertulis pada tabel IV.1 sampai dengan IV.5 pada bab IV, maka
Indeks Banjir dapat diklasifikasikan seperti pada gambar berikut :
154
Gambar V.55 Klasifikasi Indeks Banjir Sesuai dengan Kriteria Kedalaman dan Lama Genangan
Dari gambar disamping terlihat
bahwa untuk masing-masing
kepentingan tingkat keamanan
nilai Indeks Banjir berbeda-
beda. Sebagai contoh apabila
diperoleh nilai Indeks Banjir
0.5, maka kondisi kedalaman
genangan untuk daerah
pemukiman masih dianggap
awas, sedangkan untuk
pertanian dan industri sudah
termasuk dalam kategori
bahaya. Untuk kondisi waktu
genangan terhadap pertanian
termasuk kategori bahaya,
sedangkan terhadap pengaruh
kesehatan masih dianggap
siaga.
IND
EKS
BA
NJI
R
PEM
UK
IM
AN
PER
TAN
IAN
IND
US
TRI
PER
TAN
IAN
KES
EHA
TAN
SIA
GA
A
WA
S B
AH
AY
A
SIA
GA
SIA
GA
SIA
GA
SIA
GA
A
WA
S
AW
AS
AW
AS
BA
HA
YA
BA
HA
YA
BA
HA
YA
155
V.8 Hubungan Indeks Banjir Dengan Resiko
Ada dua parameter penting dalam analisis resiko banjir pada penelitian ini yaitu L
dan R. L dipresentasikan sebagai beban (loading) dan R sebagai tahanan
(resistance). Dalam penelitian ini tahanan, R adalah kapasitas penampang sungai
(bankfull capacity) dan L adalah debit yang melewati penampang sungai tersebut.
Penampang yang ditinjau adalah penampang-penampang sungai yang dapat
terluapi pada saat debit puncak, yaitu penampang yang berada di sekitar lokasi
banjir.
Probabilitas keamanan terhadap banjir adalah Pr dan probabilitas terhadap resiko
banjir adalah Pf yang didefinisikan sebagai :
Pr = P(R ≥ L) = P(S≥1) atau V.2 Pf = Pr – 1 = P(R<L) = P(S<1) V.3 Dimana S = R/L adalah faktor keamanan. Dalam penelitian ini kapasitas
penampang adalah tetap, jadi nilai R adalah konstan, sedangkan debit merupakan
variable random. Apabila L mempunyai distribusi normal, maka persamaan
evaluasi terhadap probabilitas tahanan adalah
V.3
dan adalah nilai rata-rata dari debit dan kapasitas penampang sungai, dan
dan adalah standar deviasi dari masing-masing variabel. Dengan R yang
konstan, maka persamaan di atas menjadi :
V.4
Sedangkan jika L mempunyai distribusi log Normal, maka persamaan evaluasi
terhadap probabilitas tahanan adalah
V.5
156
Atau disederhanakan menjadi probabilitas resiko sebagai berikut :
V.6
Untuk menentukan jenis distribusinya digunakan indikator koefisien skew,
apabila nilai koefisien skew nol, maka jenis distribusi adalah normal apabila tidak
dianggap sebagai distribusi log normal.
Hasil simulasi model pada hujan realtime menunjukkan bahwa ada 19 lokasi
penampang melintang sungai yang kapasitas tampungnya terlampaui sepanjang
Sungai Citarum Hulu yang dimodelkan. Kapasitas tampung penampang sepanjang
sungai berbeda-beda tergantung dari luas penampang dan geometri penampang
sungainya. Sesuai dengan persamaan V.3, maka tingkat resiko banjir masing-
masing lokasi di bantaran banjir akan berbeda tergantung dari kapasitas tampung
masing-masing penampang di sekitarnya.
Berikut ini adalah probabilitas resiko banjir di daerah Desa Tegal Luar dengan
panampang sungai yang beresiko banjir adalah CTR 664 pada beban hujan durasi
pendek (jam-jaman) yang dihubungkan dengan Indeks Banjir dan komulatif
hujan wilayah yang terjadi.
Tabel V.19 Contoh Probabilitas Resiko Banjir di Sekitar Desa Tegal Luar (CTR 664)
Durasi Hujan Pendek
Komulatif Hujan
(jam) (mm)4 0,51 0,00 402,085 0,58 0,15 432,196 0,61 0,36 442,777 0,73 0,34 445,94
24 0,77 0,44 673,3748 0,69 0,49 760,51
tr25 0,785 1,00 1024,35
Pf Indeks Banjir
Dengan diperoleh hasil seperti pada Tabel V.19 di atas, maka dapat dibuat grafik
hubungan antara komulatif hujan wilayah yang terjadi di DAS Citarum Hulu
157
dengan Probabilitas Resiko dan Indeks Banjir di Desa Tegal Luar seperti pada
Gambar V.56 berikut ini.
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
‐
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1
y = 0,507x + 0,284
y = 1,678x ‐ 0,885
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
‐
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1
Indeks Banjir
Probabilitas Resiko Banjir (Pf)
Komulatif Hujan Wilayah
Linear (Pf)
Linear (Indeks Banjir)
Gambar V.56 Hubungan Komulatif Hujan Wilayah DAS Citarum Hulu dengan
Probabilitas Banjir dan Indeks Banjir di Desa Tegal Luar
Dari Gambar V.56 di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan antara komulatif
hujan wilayah dengan Indeks Banjir dan Probabilitas Resiko dapat diterapkan
dalam suatu wilayah bantaran banjir. Tingkat resiko pada tiap wilayah bantaran
banjir akan berbeda-beda tergantung dari kapasitas tampungan (bankfull capacity)
ruas sungai di sekitarnya. Dengan diketahui komulatif hujan wilayah, Indeks
Banjir dan probabilitas resiko banjir pada suatu wilayah bantaran banjir tertentu
dapat diketahui.
(mm, 10(2+x))