dafpus otomikosis fix
DESCRIPTION
otomikosis brooooTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA LUAR
Secara anatomi, organ pendengaran dibagi menjadi telinga
luar, telinga tengah dan telinga dalam. Daun telinga atau auricula yang
berada di samping kepala hanya sebagian dari organ pendengaran
sebenarnya dan merupakan lipatan kulit yang terdiri dari tulang rawan
yang juga ikut membentuk liang telinga bagian luar. Hanya cuping
telinga atau lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan, tetapi terdiri
dari jaringan lemak dan jaringan fibrosa. Bagian besar dari
organ pendengaran merupakan bagian yang penting, tidak terlihat,
dan berada di os temporal.1,2
Gambar 2.1: Anatomi telinga manusia. Warna ungu menunjukkan bagian
telinga luar, warna hijau menunjukkan bagian telinga tengah, dan warna
biru menunjukkan bagian tengah dalam 1
Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus (MAE).
Auricula merupakan bagian telinga luar yang terlihat di kedua sisi kepala dan
mengelilingi lubang MAE. Auricula berfungsi mengumpulkan gelombang
suara dan mengantarkan gelombang suara tersebut ke MAE. MAE adalah struktur
yang berkelok dan berbentuk ‘S’ dengan panjang ± 2,5cm yang menghubungkan
auricula dengan membrana timpani. MAE ini berfungsi menghantarkan
gelombang suara dari auricula ke membrana timpani.2,3
MAE dilapisi oleh kulit, dan sepertiga bagian luarnya mempunyai
rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa. Glandula ini adalah
modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna
coklat kekuningan yang disebut serumen. Rambut dan serumen
merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda
asingdan berfungsi untuk menolak air. Folikel rambut banyak terdapat
pada 1/3 sebagian luar liang telinga. Kelenjar sebasea pada telinga
berkembang baik pada daerah konka, ukuran diameternya 0,5-2,2mm.
Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar bagian tulang
rawan, dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut, dan terletak
secara berkelompok pada bagian superfisial kulit. Batas akhir untuk
bagian telinga luar adalah membrana timpani.3
B. OTITIS EKSTERNA
1
DEFINISI
Otisis eksterna adalah radang yang terjadi pada liang telinga akibat
infeksi akut, subakut, maupun kronik. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri,
jamur, dan virus akibat kerusakan pada kulit normal dan perubahan pada
serumen sebagai barier proteksi kanal. Faktor yang mempermudah radang
telinga luar adalah perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal pada
kondisi asam. Bila pH menjadi basa, maka proteksi telinga terhadap infeksi jadi
menurun. Pada keadaan yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah
tumbuh. Faktor predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma ringan
yang terjadi ketika mengorek telinga.4,5
PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit otitis eksterna dibagi menjadi stadium preinflamasi; stadium
inflamasi akut, yang dapat terjadi secara ringan, sedang, atau berat; dan stadium
inflamasi kronik. Pada stadium preinflamasi terjadi edema stratum korneum
akibat hilangnya pH asam dan lapisan pelindung kanal, kemudian terjadi
penyumbatan di unit apopilosebasea, dan selama penyumbatan berlangsung akan
timbul rasa penuh dan gatal di telinga. Kerusakan lapisan epitel
memungkinkan invasi bakteri atau jamur yang berasal dari pinggir kanal
ataupun yang masuk bersama benda asing yang dimasukkan ke kanal, seperti
cotton swab. Hal ini mengakibatkan terjadinya stadium inflamasi akut yang
ditandai dengan nyeri.4
2
Pada tahap awal stadium inflamasi ringan, kulit MAE dapat terlihat
eritema yang ringan, sedikit edema, dan dapat juga terlihat adanya sekret
encer atau agak keruh dalam jumlah yang sedikit. Ketika rasa nyeri dan
gatal semakin bertambah, ini menandakan perkembangan inflamasi
akut otitis eksterna dari stadium inflamasi ringan ke stadium inflamasi
sedang telah terjadi, dimana kanal terlihat lebih edema dan lebih banyak
eksudat kental.5
Perkembangan inflamasi bila tidak diobati akan berlanjut ke
stadium inlamasi berat, yang ditandai dengan rasa nyeri yang semakin
bertambah dan tertutupnya lumen kanal. Terdapat banyak eksudat
purulen, terjadi edema kulit kanal yang dapat mengaburkan membran
timpani, serta sering terlihat adanya papul putih dan kecil di permukaan
kulit kanal. Pada stadium berat ini, sering juga terjadi perluasan infeksi
keluar kanal yang meliputi perbatasan jaringan lunak dan kelenjar getah
bening servikal.5
Pada stadium inflamasi kronik, rasa nyeri mulai berkurang tetapi rasa
gatal yang timbul sangat hebat. Kulit kanal eksternal menebal,
dan bagian superfisialnya mulai mengelupas. Pada stadium ini dapat
ditemukan perubahan sekunder pada bagian aurikula dan konka, seperti
eksematisasi, likenifikasi, dan ulserasi superfisial. Kondisi ini hampir
sama seperti eksema, dan dapat terjadi dengan pengeringan dan penebalan
kanal, hingga hilangnya kanal eksernal karena hipertrofi kulit akibat
infeksi kronik.5
3
C. OTOMIKOSIS
DEFINISI
Otomikosis merupakan penyakit inflamasi telinga luar yang
disebabkan oleh infeksi jamur dan dapat menyebabkan inflamasi difusa di kulit
meatus yang bisa menyebar ke auricula maupun lapisan epidermal membran
timpani. Berdasarkan waktu, otomikosis didefinisikan sebagai infeksi akut,
subakut, maupun kronik akibat ragi dan filamentosa jamur yang dapat merusak
epitel skuamosa MAE, dan komplikasinya jarang melibatkan telinga tengah.4
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa jamur dapat menyebabkan reaksi radang liang telinga. Dua
jenis jamur yang paling sering ditemukan pada tempat ini adalah
Pityrosporum dan Aspergillus (A. Niger, A. Flavus). Jamur Pityrosporum
dapat hanya menyebabkan deskuamasi superfisial yang menyerupai
ketombe pada kulit kepala, atau dapat menyerupai suatu dermatitis
seboroika yang meradang, atau dapat menjadi dasar berkembangnya
infeksi lain yang lebih berat seperti furunkel atau perubahan eksematosa.
Demikian pula halnya dengan jamur Aspergillus.6
Pada sekitar 75% kasus otomikosis, genus Aspergillus merupakan
agen kausatif utama, dengan penyebab tersering disebabkan oleh A.
Niger, dan terkadang disebabkan oleh A. flavus and A. Fumigatus. Jamur
ini kadang-kadang didapatkan dari liang telinga tanpa adanya gejala
4
apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga, atau dapat berupa peradangan
yang dapat menyerang epitel MAE atau membrana timpani dan
menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang dapat pula ditemukan
Candida albicans.6,7
Faktor timbulnya penyakit ini disebabkan oleh perubahan
kelembaban lingkungan, suhu yang tinggi, maserasi kulit liang telinga
yang terpapar lama oleh kelembaban, trauma lokal serta masuknya bakteri
sebagai keadaan yang sering berkaitan dengan penyakit ini. Banyak
penelitian menyokong timbulnya infeksi karena masuknya bakteri dari
luar. Faktor predisposisi meliputi menurunnya sistem imun,
penggunaan steroid, penyakit dermatologi, ketiadaan serumen,
penggunaan antibiotik spektrum luas, dan alat bantu dengar.8
Pada dasarnya, telinga memiliki kemampuan untuk melakukan
mekanisme pembersihan. Saluran telinga luar bisa membersihkan secara
otomatis dengan membuang sel-sel kulit mati dari membrana timpani
melalui MAE. Membersihkan saluran telinga dengan cotton buds (kapas
pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa
mendorong sel-sel kulit mati ke arah membrana timpani sehingga kotoran
dapat menumpuk pada lokasi tersebut. Penimbunan sel-sel kulit mati dan
serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran
telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembab pada
saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh jamur.9
5
Kelembaban merupakan faktor yang penting untuk terjadinya
otomikosis. Kandungan air pada lapisan permukaan luar kulit diduga
memegang peranan yang nyata terhadap mudahnya terjadi infeksi telinga
luar. Stratum korneum menyerap kelembaban dari lingkungan yang
mempunyai derajat kelembaban yang tinggi. Peningkatan kelembaban
dari keratin didalam serta disekitar unit-unit papilosebasea dapat
menunjang terjadinya pembengkakan serta peyumbatan foikel sehingga
dengan demikian menyebakan berkurangnya aliran sekret ke permukaan
kulit.9
Trauma dapat diakibatkan karena luka goresan oleh penjepit rambut
atau batang korek api, alat yang tidak seharusnya digunakan untuk
membersihkan benda asing, maupun pembersihan MAE yang terlalu sering
setelah berenang ketika kulit MAE sudah mengalami laserasi. Kulit yang
normal mengandung lapisan lemak yang tipis pada permukaan yang diduga
mempunyai kerja antibakterial dan fungistatik. Lapisan lemak ini
mempunyai fungsi penting dalam pencegahan laserasi kulit serta
menghalangi masuknya bakteri ke dalam dermis melalui unit-unit
papilosebasea. Apabila lapisan lemak dari tulang rawan liang telinga
dibuang, pada umumnya tubuh akan menggantinya dalam waktu singkat.
Namun, apabila berulang-berulang dicuci maka lapisan lemak tersebut akan
menghilang dan organisme patogen yang tertanam disini bisa berkembang.
9,10
6
Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang
berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen memiliki
sifat antimikotik, bakteriostatik, dan juga penolak serangga. Serumen
terditi dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas, dan ion mineral.
Serumen juga mengandung lisozim, imunoglubulin, dan asam lemak tak
jenuh. Adanya ikatan rantai panjang asam lemak pada kulit yang
normal dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu,
karena kompisisi hidrofobiknya, serumen mampu mencegah air masuk,
membuat permukaan kanal menjadi impermeabel, dapat menghindari
maserasi dan menghindari kerusakan epitel.11
Olahraga air, misalnya berenang dan berselancar, sering dihubungkan
dengan keadaan ini oleh karena paparan berulang dengan air, sehingga MAE
menjadi lembab dan dapat mempermudah jamur tumbuh. Hal inilah yang
sering dihubungkan dengan terjadinya infeksi pada telinga luar
(otomikosis).12
GEJALA DAN TANDA KLINIS OTOMIKOSIS
Otomikosis bisa terjadi dengan atau tanpa gejala. Gejala yang paling sering terjadi
adalah rasa gatal atau pruritus pada telinga. Penderita mengeluh rasa penuh dan
sangat gatal di dalam telinga. MAE menjadi berwarna merah sembab dan banyak
krusta. Inflamasi disertai dengan eksfoliasi permukaan kulit. Pendengaran pasien
dapat terganggu oleh karena liang telinga tertutup oleh massa kotoran kulit dan
7
jamur. Infeksi jamur dan invasi pada jaringan di bawah kulit MAE dapat
menyebabkan nyeri dan supurasi. Bila infeksi berlanjut, eksema dan likenifikasi
dapat jelas terlihat dan kelainan ini dapat meluas ke telinga bagian luar hingga
daerah belakang leher. Tulang rawan telinga dapat juga terserang.2,3
PENEGAKAN DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN
Penegakan diagnosis pada otomikosis diawali dengan pemeriksaan lengkap
THT untuk statusnya terutama ditekankan pada pemeriksaan telinga yang
menggunakan otoskopi. Pemeriksaan THT harus sesuai dengan protokol yang
berlaku. Kamar periksa THT memerlukan sebuah meja alat yang berisi peralatan
bidang THT (THT set dengan lampu kepala). Disamping meja juga harus
disiapkan kursi yang dapat diputar, ditinggikan serta direbahkan sebagai tempat
duduk untuk pasien sesuai dengan posisi yang diinginkan pada pemeriksaan dan
kursi dokter yang juga dapat berputar serta diletakkan saling berhadapan.13 = 18
8
Gambar 2.2: Otomikosis yang terjadi pada telinga, jamur berwarna
kehitaman 12
Alat-alat pemeriksaan THT selain lampu kepala sesuai dengan organ yang
diperiksa :
– Telinga : corong telinga, otoskop, garputala 1 set, peralatan ekstraksi
serumen dan corpus alienum pada telinga
– Hidung : spekulum hidung, peralatan ekstraksi corpus alienum pada
hidung
– Tenggorok : spatula lidah, kassa, kaca tenggorok, tissue.
Tehnik pemeriksaan :
– Pemeriksa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
– Pemeriksa melakukan anamnesis
– Pemeriksa menerangkan pemeriksaan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien
– Pemeriksa mengatur posisi pasien, duduk berhadapan dengan pemeriksa
dengan posisi lutut saling bersisian
Pemeriksaan Telinga : pasien duduk dengan posisi badan condong ke
depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan
melihat CAE dan membrana timpani. Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak
mengganggu pergerakan. Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa CAE
tidak begitu luas, sehingga untuk meluruskannya maka auricula perlu ditarik ke
arah posterosuperior serta tragus didorong ke arah anterior. Untuk pemeriksaan
detail membrana timpani digunakan otoskop. Otoskop dipegang seperti
memegang pensil, menggunakan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan
9
dan tangan kiri untuk memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop stabil, maka
jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien
sebagai fiksator.
Pemeriksaan Hidung (Rhinoskopi Anterior) : pasien duduk menghadap
pemeriksa. Setelah lampu kepala telah difokuskan, spekulum hidung dipegang
dengan tangan kanan, arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada
dorsum nasi. Tangan kiri digunakan untuk mengatur posisi kepala. Pasien diminta
bernafas melalui mulut. Spekulum dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam
posisi tertutup dan dikeluarkan dalam posisi sedikit terbuka untuk menghindari
terjepitnya rambut hidung. Saat pemeriksaan, perlu diperhatikan keadaan cavum
nasi, luasnya, adanya sekret, keadaan konka, septum nasi, benda asing serta
adanya massa dalam cavum nasi.
Pemeriksaan Tenggorokan (Orofaring) : pemeriksa meminta pasien untuk
membuka mulutnya dengan lebar dan pasien diminta untuk rileks serta bernafas
melalui hidung. Dua pertiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah,
kemudian diperhatikan :
– Dinding belakang faring: warna, permukaan, sekret ada atau tidak,
adanya granulasi, post nasal drip, dan gerakan arkus faring
– Tonsil: besar atau ukuran, warna, permukaan,
kripte, ada tidanknya detritus
o T0 :tonsil sudah diangkat
o T1 :tonsil masih didalam fossa tonsilaris
10
o T2 :tonsil sudah melewati pilar posterior belum
melewati garis paramedian
o T3 :tonsil melewati garis paramedian belum
melewati garis median (pertengahan uvula)
o T4 :tonsil melewati garis median
– Mulut: bibir, palatum durum dan molle, gusi dan gigi geligi serta mukosa
intra oral
– Lidah: perhatikan gerakan lidah, kondisi papil-papil lingua, permukaan
lidah
Sampel yang dibutuhkan untuk penegakan diagnosis otomikosis dapat diperoleh
dari swab telinga menggunakan cotton swab steril. Pemeriksaan preparat langsung
dengan mikroskop dapat digunakan untuk mendeteksi jamur. Pada preparat
sediaan langsung dengan menggunakan larutan KOH 10%, hasil positif akan
menunjukkan adanya hifa pada preparat tersebut.13
11Tutup dengan cover glass
Preparat langsung
Tunggu selama 10 menit
Tambahkan KOH 10% sebanyak 1 tetes
Letakkan di object glass
Bahan pemeriksaan
Penggunaan antifungal topikal telah berlangsung lama. Selain pengobatan
topikal, aural hygiene juga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
pengobatan otomikosis. Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, atau larutan
povidone iodine 5%, dapat digunakan sebagai tetes telinga. Selain itu, diperlukan
juga pengobatan obat antifungi seperti salep yang diberikan secara topikal. Salep
tersebut dapat mengandung nistatin, clotrimazole ataupun golongan azole lainnya.
Nistatin adalah antifungi makrolida yang dapat menghambat sintesis sterol di
membran sitoplasma, dan banyak jamur sensitif terhadap nistatin, termasuk
Candida spp.14
Golongan azole merupakan agen sintetik yang dapat mengurangi
konsentrasi ergosterol, sebuah sterol esensial yang terdapat pada membran
sitoplasma normal. Clotrimazole adalah golongan azole yang paling sering
digunakan karena efektivitasnya yang tinggi dalam mengobati otomikosis.
12
Ketokonazole dan flukonazole merupakan antifungal spektrum luas dan
komponen kimianya efektif mengobati penyebab umum otomikosis seperti
Aspergillus dan Candida albicans.14
PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya otomikosis, hal yang paling penting dilakukan
adalah menjaga pertahanan CAE untuk melawan infeksi, seperti membiarkan
13
Gambar 2.1: Obat yang sering digunakan pada kasus otomikosis dan efikasinya
ditampilkan dalam bentuk persentasi 14
serumen di dalam CAE yang memiliki sifat anti mikotik dengan tidak
membersihkan telinga terlalu sering. Selain itu, disarankan juga untuk
menggunakan handuk setelah berenang atau mandi untuk mengeringkan telinga.
CAE dapat membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel
kulit yang mati dari membrana timpani melalui CAE itu sendiri. Membersihkan
CAE dengan cotton buds yang terlalu sering dapat mengganggu mekanisme
pembersihan alami ini dan dapat mendorong sel-sel kulit yang mati beserta
serumen masuk lebih dalam ke arah membrana timpani, sehingga kotoran akan
menumpuk disana dan menyebabkan obstruksi.15
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen tersebut akan
menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam CAE ketika mandi atau
berenang. Kulit yang basah dan lembab pada CAE akan lebih mudah terinfeksi
oleh bakteri atau jamur.15
KOMPLIKASI
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari
membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi
dan cenderung sembuh dalam pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran
timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis vaskuler dari membran timpani
sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya
perforasi membran timpani yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar
antara 12-16% dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk
memprediksi terjadinya perforasi tersebut. Keterlibatan membran timpani
14
sepertinya merupakan konsekuensi inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga
luar ataupun merupakan ekstensi langsung infeksi tersebut dari kulit sekitarnya.16
PROGNOSIS
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat
terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi yang
baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan otomikosis tinggi
bila faktor yang menyebabkan infeksi jamur tidak dikoreksi dan fisiologi
lingkungan normal dari CAE masih terganggu.16
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Vander et al. Human Physiology: The Mechanism of Body Function. Eight
Edition. McGraw-Hill Companies. 2001
2. Applegate, Edith J. The Anatomy and Physiology Learning System. 4th
edition. Missouri: Saunders Elsevier. 2011.
3. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6.Jakarta: EGC. 2006.
4. Soepardi, Efiaty A.dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2010
5. 12. Bailey, BJ. Johnson, JT. Newlands, SD. Head and Neck
Surgery- Otolaryngology. 4th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 2006
6. Boeis, Lawrence R. Adams, George L. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997
7. Ho, Tang. Otomycosis :Clinical Features and Treatment Implications.
Otolaryngology–Head and Neck Surgery. American Academy of
Otolaryngology–Head and Neck Surgery Foundation. 2006.135, 787-791.
8. Barati, B. Dkk. Otomycosis in Central Iran: A Clinical and Mycological
Study. Iran Red Crescent Med J 2011; 13(12):873-876. Vol.13.
9. Dhingra, PL. Dhingra, Shruti. Disease of Ear, Nose, and Throat. 5th
Edition. India: Elsevier. 2012
16
10. Abdullah , Farhaan. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi
Saring dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut.
2010
11. Ballenger, James. Jr, Snow. Manual of Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. London: BC Decker. 2002
12. Wang, Mao-Che et all. Ear Problems in Swimmers. Journal of China
Medical Association. Vol. 68. Elsevier. 2005
13. Mittal, A. Man, SBS. Panda, NK. Mehra, YN. Talwar, P. Secondary
Fungal Infection in Chronic Suppurative Otitis Media. IJO & HNS.
1997;50:17-7
14. Ozcan, Muge. Ozcan, K Murat. Karaarslan, Aydin. Karaarslan, Filiz.
Concomitant Otomycosis and Dermatomycoses: a Clinical and
Microbiological Study. Journal Article. Turkey: Ankara Numune
Education and Research Hospital 1 ENT Clinic. 2003.
15. Vennewald, I. Schonlebe, J. Klemm, E. Mycological ang Histological
Investigation in Humans with Middle Ear Infection. Mycoses.
2003;46:12-8
16. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker, Otomycosis :
Clinical features and treatment implications. The Journal of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 135,787-791
17
dr. Bianda AxandityaSIP. 22010114210152
Jalan Imam Bonjol No. 1 SemarangTelp (024) 829301 / 0818889990
Semarang, 29 November 2016
R/ Ciprofloksasin 500 mg tab No. X S.o.12.h tab I
R/ Asam mefenamat 500 mg tab No. XV S.3.d.d tab I
Pro: Tn. FA
18
Usia: 20 tahun
19