daftar isi - bappeda.semarangkota.go.id · sebagai ibukota provinsi jawa tengah, kota semarang...

46

Upload: lamtuyen

Post on 09-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

halaman

Kata Pengantar .................................................................................. i

Daftar Isi .................................................................................. ii

Daftar Tabel ............…………………………………………….. iii

Daftar Gambar …………………………………………………….. iv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang……..................................................... 1

1.2. Pengertian Ketahanan Sosial…................................... 2

1.3. Ruang Lingkup ……………………………………… 2

BAB. II. STATISTIK KETAHANAN WILAYAH

2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang..................... 4

2.2. Wilayah Geografis ....................................................... 5

2.3. Kondisi Sumber Daya Alam ...............................……. 8

2.4. Kondisi Lingkungan Hidup …………………………. 10

BAB. III. STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT

3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk …..… 13

3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin 17

3.3. Ketenagakerjaan ……………………………………… 19

3.4. Pendidikan ………………………………….………… 22

3.5. Kesehatan …………………………………….……… 24

3.6. Sosial Budaya ………………………………….…….. 25

BAB. IV. STATISTIK KETAHANAN EKONOMI

4.1. Tingkat Inflasi ............................................................. 27

4.2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................... 29

4.3. Pendapatan Perkapita .................................................. 33

4.4. Kemiskinan ................................................................. 34

4.5. Ketahanan Pangan ...................................................... 36

BAB. V. STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN

5.1. Politik……………………………………................... 38

5.2. Keamanan dan Ketertiban ………………………….. 39

5.3. Bencana Alam ………………………………………. 41

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan................ 7

Tabel 2. Persentase Rumah Menurut Jenis Atap.....................………... 12

Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang………... 14

Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART …………………….. 16

Tabel 5. TPAK dan TPT ……………………………………………... 20

Tabel 6. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah................... 23

Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan kesehatan 25

Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa ………….. 26

Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha ……. 32

Tabel 10. Rata-rata PDRB per Kapita Penduduk Kota Semarang Tahun

2005 – 2009 ............................................................................ 33

Tabel 11. Hasil Pendataan PPLS Tahun 2008 ................................ .… 34

Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen

(dalam Ton) di Kota Semarang ............................................... 36

Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (dalam Ton)..........… 37

Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal …... 40

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iv

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan …………................…….. 8

Gambar 2. Penduduk Kota Semarang menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin pada Tahun 2009 .......................................................... 18

Gambar 3. Persentase penduduk Kota Semarang menurut Pendidikan yang

Ditamatkan (tahun 2009) .......................................................... 23

Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang Tahun 2004-2009 ..... 28

Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang pada Tahun 2004 -

2009 ………………….………………………………………… 31

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 1

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai respon semakin kompleksnya permasalahan sosial dalam

pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi yang sedang

berlangsung. Untuk itu dibutuhkan informasi berupa data statistik terutama

dibidang sosial yang akan digunakan untuk menganalisis ketangguhan

masyarakat menghadapi berbagai pengaruh yang mengancam stabilitas dan

eksistensinya.

Penyediaan data statistik ketahanan sosial (Hansos) akan sangat

bermanfaat bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam mendiagnosa

sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya.

Krisis multi dimensional yang sedang berlanjut serta pengaruh globalisasi yang

terjadi seperti kemajuan iptek dan perdagangan bebas diyakini mempunyai

kontribusi yang berarti pada perubahan perilaku individu, keluarga dan pada

gilirannya akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat.

Pengaruh perubahan yang terjadi sedapat mungkin memberikan dampak

yang negatif pada kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dapat

mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah disepakati dan dianut

bersama, atau dengan kata lain masyarakat memiliki ketahanan yang tangguh

dalam menghadapinya. Namun diakui bahwa didalam menyikapi perubahan

yang terjadi respon masyarakat berbeda antar kelompok dan daerah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat akan sangat

tergantung dari kondisi ekonomi, lingkungan, wawasan berpikir, kebebasan

untuk menyalurkan aspirasi, politik, sosial budaya dan sebagainya. Faktor-faktor

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 2

tersebut perlu diterjemahkan dalam berbagai kegiatan statistik untuk

mendapatkan potret ketahanan masyarakat dan trennya dari waktu ke waktu.

Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 ini

mencoba menjawab kebutuhan informasi statistik ketahanan sosial yang

diperlukan, baik untuk kepentingan nasional maupun provinsi dan

kabupaten/kota, terutama pada era pelaksanaan otonomi daerah saat ini.

1.2. Pengertian Ketahanan Sosial

Walaupun belum ada kesepakatan tentang definisi yang pasti dari istilah

ketahanan sosial, namun sebagai pendekatan ketahanan sosial dapat diartikan

sebagai kondisi dinamis suatu bangsa/masyarakat berisi keuletan dan

ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan dalam

menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan

yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak

langsung membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan

negara.

Sebagai suatu fenomena yang dependen, tingkat ketahanan sosial di suatu

wilayah tertentu dipengaruhi/ditentukan oleh berbagai fenomena/faktor

independen seperti keadaan komunal, sosial dan lingkungannya. Ketahanan

sosial suatu wilayah berawal dari ketahanan individu. Sedangkan ketahanan

individu, secara kolektif akan menunjukkan ketahanan keluarga, ketahanan

masyarakat dan ketahanan lingkungan.

1.3. Ruang Lingkup

Ketahanan sosial pada dasarnya memang sangat luas cakupannya,

sebagaimana disebutkan terdahulu, yaitu dimulai dari ketahanan individu,

ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat, ketahanan lingkungan dan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 3

selanjutnya ketahanan wilayah. Sedangkan ketahanan nasional terbentuk dari

sinergi masing-masing ketahanan wailayah.

Dikemukakan sebelumnya bahwa pengertian sosial adalah suatu hal yang

berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri terdiri dari

kelompok-kelompok sosial. Salah satu kelompok sosial adalah komunitas lokal

atau masyarakat setempat. Didalam sosiologi, komunitas lokal diartikan sebagai

bagian masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti

geografis) dengan batas-batas tertentu. Interaksi penduduk didalam wilayah ini

lebih besar dibandingkan dengan penduduk diluar wilayahnya. Atas dasar ini,

maka statistik dan indikator yang akan dikumpulkan dan disusun diarahkan

untuk mendapatkan gambaran ketahanan wilayah pada unit Kabupaten/Kota,

Provinsi dan Nasional.

Berbagai indikator yang relevan dengan ketahanan sosial akan disajikan

dalam publikasi ini yang meliputi, statistik ketahanan wilayah, statistik

ketahanan lingkungan dan statistik politik dan keamanan. Ketahanan suatu

wilayah akan tergantung dari dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya

antara lain faktor geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia,

lingkungan, politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan di wilayah tersebut

(internal) maupun wilayah sekitarnya (eksternal).

Tingkat ketahanan masyarakat menghadapi masalah-masalah perubahan

sosial yang timbul perlu diketahui dan diukur. Ukuran tersebut dapat bersifat

kuantitatif maupun kualitatif. Dengan adanya pengukuran ini maka

ketahanan/kerawanan suatu wilayah dapat diklasifikasikan, sedangkan yang

bersifat kuantitatif ukuran dimaksud dapat berupa indikator maupun indeks

komposit.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 4

BAB II

STATISTIK KETAHANAN WILAYAH

Ketahanan wilayah adalah situasi yang membuat masyarakat di suatu

wilayah lentur dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari

dalam maupun dari luar wilayah. Ancaman internal maupun eksternal mencakup

ancaman terhadap fisik wilayah/lingkungan fisik, kehidupan sosial, ekonomi

maupaun budaya. Suatu wilayah disebut memiliki ketahanan jika lingkungan

fisiknya mendukung, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia

cukup baik dan ketahanan sosialnya juga kuat.

2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang

Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap wilayahnya, maka

pengetahuan akan sejarah berdirinya wilayah tersebut akan membuat rasa

percaya diri dari masyarakat terhadap wilayah yang ditempatinya. Sehingga

mereka akan mempunyai sikap rasa memiliki terhadap wilayahnya, yang secara

langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan atau eksistensi wilayah

tersebut.

Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki sejarah

yang panjang. Mulanya dari daratan lumpur akibat dari sedimentasi Gunung

Ungaran dan terus membentuk lapisan aluvial. Masih segar dalam ingatan

masyarakat Kota Semarang sekitar 600 tahun yang lalu, Laksamana Cheng Ho

mendaratkan kapalnya di Gedung Batu. Padahal daerah itu sekarang menjadi

permukiman penduduk sampai masuk ke arah pantai sekitar 5 km.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 5

Dimasa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran

Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak

menuju ke daerah barat disuatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang,

membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama islam. Dari

waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu munculah

pohon asam yang jarang (bahasa jawa : Asem Arang), sehingga memberikan

gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.

Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan

gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pemimpin daerah dipegang

oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Dibawah pimpinan Pandan

Arang, daerah Semarang semakin menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari

Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka

diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten.

Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan

Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad

SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2

Mei 1547 Masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal itu

maka secara adat dan politis berdirilah Kota Semarang.

2.2. Wilayah Geografis

Kota Semarang terletak terletak antara garis 6o

50’ – 7o 10’ Lintang

Selatan dan garis 109o 50’ – 110

o 35’ Bujur Timur. Letak Kota Semarang

tersebut hampir berada ditengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari

Barat dan Timur. Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 –

348,00 meter diatas garis pantai dan secara umum kemiringan tanah berkisar

antara 0 persen sampai 40 persen (curam). Sebagai Ibukota Provinsi Jawa

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 6

Tengah, Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administratif, sebelah

Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,5

km. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Semarang.

Kota Semarang sendiri mempunyai luas wilayah 373,70 Km2 yang

terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan paling luas

wilayahnya adalah Kecamatan Mijen (57,55 km2) diikuti oleh kecamatan

Gunungpati dengan luas sebesar 54,11 km2 , sedangkan kecamatan yang

terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Semarang Selatan (5,93 km2).

Keadaan topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan,

dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang

menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22

persen diwilayahnya dataran dengan kemiringan 2-5 persen dan 37,78 persen

merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40 persen.

Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90-348 meter diatas

permukaan Laut (MDPL) dan di dataran mempunyai ketinggian 0,75 – 3,5

MDPL. Bagian utara Kota Semarang merupakan daerah pantai dan dataran

rendah yang dikenal dengan kota bawah, sedangkan bagian selatan merupakan

daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang biasa dikenal dengan

Semarang Atas atau kota atas.

Kota bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung,

sedangkan kota atas struktur geologinya sebagaian besar terdiri dari batuan

beku. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman,

bangunan, kawasan industri, tambak. Disamping itu Kota bawah juga sebagai

pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, angkutan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 7

dan perikanan. Sedangkan kota atas sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk

pemukiman, persawahan, perkebunan, kehutanan dan pusat kegiatan pendidikan.

Kondisi iklim di wilayah Kota Semarang adalah iklim tropis dengan dua

musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang

tahun. Suhu udara berkisar rata-rata 27,5oC dengan temperatur rendah berkisar

antara 24,2oC dan tertinggi berkisar 31,8

oC, dengan kelembaban udara rata-rata

79 persen.

Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (KM2) PERSEN

1 Mijen 57,55 15,40

2 Gunungpati 54,11 14,48

3 Banyumanik 25,69 6,87

4 Gajahmungkur 9,07 2,43

5 Semarang Selatan 5,93 1,59

6 Candisari 6,54 1,75

7 Tembalang 44,20 11,83

8 Pedurungan 20,72 5,54

9 Genuk 27,39 7,33

10 Gayamsari 6,18 1,65

11 Semarang Timur 7,70 2,06

12 Semarang Utara 10,97 2,93

13 Semarang Tengah 6,14 1,64

14 Semarang Barat 21,74 5,82

15 Tugu 31,78 8,50

16 Ngaliyan 37,99 10,16

J u m l a h 373,70 100,00

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 8

2.3. Kondisi Sumber Daya Alam

Kota Semarang memiliki potensi alam yang dapat dijadikan sebagai

modal pembangunan yang sangat berharga. Kota Semarang memiliki tanah

pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan/ tambak, bahan-bahan material

untuk bangunan dan lain-lain. Penggunaan tanah ini digunakan berdasarkan

pada pola tata guna lahan yang terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran,

persawahan, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri dan bangunan lainnya.

Walaupun termasuk dalam kota metropolitan, namun Kota Semarang

masih mempunyai wilayah yang berupa tanah persawahan dan perkebunan.

Untuk tanah persawahan luasnya 39,90 km2 pada tahun 2009, tidak berselisih

jauh bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008, sebesar 39,80 km2. Kondisi

ini tentu saja bisa dimaklumi karena dengan semakin tinggi perkembangan

penduduk maka alih guna lahan pertanian otomatis sudah menjadi keniscayaan.

Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan

Sawah; 11%

Tegalan; 24%Bangunan; 38%

Kolam/

Tambak; 5%

Lainnya; 23%

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 9

Untuk lahan tanah kering berupa perkebunan dan tegalan luasnya sekitar

89,89 km2 dan sebagai daerah pesisir areal tambak masih cukup luas sebesar

16,91 km2. Disamping itu penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan

seluas 140,49 km2 atau sekitar 38 persen dari luas wilayah Kota Semarang.

Potensi sumber daya air sangat penting dan memiliki pengaruh yang

signifikan dalam aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya air yang ada di Kota

Semarang meliputi air permukaan dan air dalam tanah. Air permukaan pada

umumnya berupa sungai, baik sungai tetap maupun sungai tadah hujan. Sungai-

sungai yang ada di Kota Semarang meliputi : Sungai Beringin, Banjir Kanal

Barat, Banjir Kanal Timur, Kaligarang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali pengkol,

Kali babon, kali Semarang, Kali Banger dan Kali Silandak.

Kaligarang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir

membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-

belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit

Kaligarang mempunyai debit 53,0 % dari debit total, kali Kreo 34,7 %

selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kaligarang memberikan air yang

cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga

kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kaligarang juga digunakan untuk

memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang.

Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang keberadaannya berada

didalam tanah dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Air tanah bebas ini

merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan kedap air. Permukaan air tanah

bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya.

Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak

memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal)

dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk didataran

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 10

tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan

kedalaman berkisar antara 20-40 meter.

Kebutuhan akan air bersih dari sumber daya air tanah untuk berbagai

keperluan, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun untuk industri dari tahun

ketahun menunjukkan angka yang selalu meningkat sejalan dengan penggunaan

air melalui PDAM. Jumlah pelanggan PDAM untuk golongan rumahtangga

sebanyak 120.204 rumahtangga atau 93 persen, sedangkan pelanggan lain dari

kategori sosial, industri, instansi pemerintah dll sebanyak 9.111 pelanggan.

2.4. Kondisi Lingkungan Hidup

Keserasian pengelolaan lingkungan hidup dengan pembangunan

merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang

secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain.

Dengan pengertian sistemik semacam itu maka penguraian lingkungan

hidup ke dalam komponen-komponennya yang lebih kecil, serta analisis yang

mengikuti uraian terhadap unsur-unsur lingkungan hidup itu kemudian,

mestinya juga akan merefleksikan keterkaitan unsur lingkungan hidup itu secara

tak terlepaskan dari yang lainnya. Oleh sebab itu lingkungan sosial yang

dianggap merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang

merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara

berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma

yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan

(tata ruang).

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 11

Dari sisi tata ruang, wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan

lindung, kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan kumuh perkotaan,

lahan pertanian produktif dan lahan kritis. Dilihat dari hak penguasaan tanah,

jumlah tanah yang bersertifikat yang berupa hak milik terus meningkat dari

tahun ke tahun, pada tahun 2008 sebanyak 15.894 buah melesat menjadi 80.604

buah pada tahun 2009. Sedangkan Hak Guna Bangunan meningkat dari 3.914

buah pada tahun 2008 menjadi 12.633 pada tahun 2009. Demikian pula dengan

Hak Pakai, naik dari 110 buah pada tahun 2008 menjadi 2.911 buah pada tahun

2009.

Selain mencermati dari sisi tata ruang, kualitas dan fasilitas perumahan

menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan

wilayah/sosial masyarakatnya. Pada tahun 2009, 65,38 persen rumahtangga di

Kota Semarang menempati tempat tinggal dengan status milik sendiri.

Kemudian 8,51 persen rumahtangga dengan status mengontrak, 8,88 persen

dengan menyewa/bebas sewa/dinas dan sisanya dengan status lainnya sebesar

17,23 persen.

Atap rumah merupakan salah satu unsur rumah yang sangat vital. Tidak

saja berfungsi sebagai pelindung terhadap panas matahari dan hujan, atap rumah

menurut jenisnya juga berpengaruh pada kesehatan bagi penghuninya. Pada

tahun 2009 menunjukkan bahwa 2,75 persen rumah di Kota Semarang

beratapkan beton, kemudian 83,97 persen beratapkan genteng dan 13,28

beratapkan sirap/asbes/seng/lainnya. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun

2008 terlihat mengalami penurunan untuk jenis atap rumah asbes, sedangkan

jenis atap selain asbes mengalami peningkatan.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 12

Tabel 2. Persentase rumah menurut jenis atap

Jenis Atap 2008 2009

(1) (2) (3)

1. Beton 1,94 2,75

2. Genteng 82,30 83,97

3. Seng 0,48 0,72

4. Asbes 15,15 12,33

Sumber : BPS Kota Semarang

Fasilitas air bersih merupakan salah satu indikator ketahanan lingkungan.

Pada tahun 2009 persentase rumahtangga di Kota Semarang yang menggunakan

air kemasan dan ledeng sebesar 66,66 persen, sedangkan sisanya menggunakan

air dari sumur, mata air dan lain-lain.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 13

BAB III

STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT

Ketahanan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan

ketahanan sosial, karena masyarakat adalah makhluk sosial sehingga interaksi

didalam masyarakat merupakan salah satu proses sosial. Faktor manusia

menjadi penentu dalam hal ketahanan sosial, karena manusia bukan saja sebagai

obyek atau sasaran namun sekaligus juga sebagai subyek atau pelaksana

pembangunan. Dengan demikian kondisi sumber daya manusia menjadi salah

satu tolok ukur dalam melihat sampai seberapa jauh ketahanan sosial bisa

dilihat. Atas dasar pemikiran tersebut, pembangunan dititik beratkan pada

peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi. Kualitas sumber daya manusia diperlukan karena jumlah penduduk

yang besar hanya dapat merupakan modal atau aset pembangunan jika

kualitasnya baik, sebaliknya hanya akan menjadi beban manakala kualitasnya

rendah.

3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2009 tercatat sebesar

1.506.924 jiwa. Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5

besar Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Propinsi

Jawa Tengah, sedangkan 4(empat) wilayah lainnya adalah Kabupaten Brebes,

disusul Kabupaten Cilacap kemudian Kabupaten Banyumas dan Kabupaten

Tegal.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 14

Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk selama 6 tahun terakhir

menunjukkan kecenderungan berfluktuasi. Hal ini bisa dilihat pada tabel.1

dimana selama kurun waktu Tahun 2004 sampai dengan 2006 laju pertumbuhan

penduduk terus mengalami penurunan, kemudian pada periode 2006-2008

mengalami kenaikan, kemudian kembali menurun pada Tahun 2009. Namun

pertumbuhan penduduk tersebut masih cukup tinggi, hal ini bisa terjadi

mengingat daya tarik Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah

yang sekaligus sebagai pusat perekonomian dan pusat pendidikan.

Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh

tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar

sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi

kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya

menjadi sangat berat, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan

ketahanan wilayah/sosialnya.

Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang

Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan (%)

(1) (2) (3)

2004 1.399.133 1.52

2005 1.419.478 1,45

2006 1.434.025 1,02

2007 1.454.594 1,43

2008 1.481.640 1,86

2009 1.506.924 1,71

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 15

Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan

alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan. Tingkat

pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah

penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan

Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian

Kasar atau Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara

jumlah kelahiran dan kematian dengan jumlah penduduknya selama periode satu

tahun.

Selama periode enam tahun terakhir perkembangan kelahiran penduduk di

Kota Semarang terlihat cenderung mengalami kenaikan. Untuk CBR selama

periode 2004-2009 terus mengalami peningkatan, hal ini menjadi salah satu

tolok ukur bahwa pengendalian jumlah kelahiran harus terus diupayakan.

Sedangkan CDR memiliki kecenderungan berfluktuasi selama periode 2004-

2009.

Sebagai gambaran pada tahun 2009 angka CBR sebesar 17,01, yang

berarti setiap 1.000 penduduk bertambah sekitar 17 orang karena kelahiran.

Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,98 yang artinya setiap 1.000 penduduk

selama setahun jumlah penduduknya berkurang 7 orang karena meninggal.

Dengan demikian selisih dari keduanya adalah sebesar 10 orang perseribu bila

dinyatakan dalam persen sebesar 1 % merupakan angka pertumbuhan penduduk

alamiah atau Rate of Natural Increase (RNI).

Mengenai tingkat pertumbuhan karena perpindahan (net migration),

dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang (in

migration) dan angka penduduk yang pergi (out migration). Pada tahun 2009

tingkat migrasi masuk sebesar 24,62 yang berarti setiap 1.000 penduduk selama

1 tahun bertambah penduduk yang datang sebanyak 25 orang, sedangkan tingkat

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 16

migrasi keluar sebesar 22,07 per 1.000 penduduk. Bila migrasi masuk dikurangi

dengan migrasi keluar diperoleh angka sebesar 2,55 atau 0,26 persen, angka

inilah yang dinamakan dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi

(net migration rate). Keadaan ini tentu saja sangat logis, mengingat Kota

Semarang sebagai ibukota provinsi berpotensi sebagai daerah tujuan penduduk

baik dalam hal pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan lain-lain.

Penyebaran penduduk perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan

daya dukung lingkungannya, dengan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu

semakin padat suatu wilayah semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya.

Sebagai kota besar Semarang tergolong mempunyai kepadatan penduduk yang

tinggi, pada tahun 2009 ini kepadatan penduduknya sebesar 4.032 jiwa per km²,

selama tiga tahun terakhir terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2007

sebesar 3.892 jiwa per km2 dan pada tahun 2008 sebesar 3.965 jiwa per km

2.

Bila dilihat tiap Kecamatan ada 6 (enam) Kecamatan yang mempunyai

kepadatan dibawah angka rata-rata kepadatan Kota Semarang. Angka kepadatan

penduduk yang paling kecil adalah Kecamatan Tugu sebesar 868 jiwa per km²

diikuti dengan Kecamatan Mijen (887 jiwa/km²) dan Kecamatan Gunungpati

(1.267 jiwa/km²). Dari ketiga Kecamatan tersebut dua diantaranya merupakan

daerah pertanian dan perkebunan, sedangkan Kecamatan Tugu merupakan

daerah pengembangan industri.

Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART

Tahun Kepadatan Penduduk Jumlah ART

2007 3.892 4,13

2008 3.965 3,96

2009 4.032 3,64

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 17

Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat

kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu luas namun jumlah penduduknya

sangat banyak menyebabkan kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling

tinggi adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 14.437 jiwa per km², diikuti

oleh Kecamatan Candisari (12.309 jiwa/km²), Kecamatan Semarang Tengah

(11.981 jiwa/km²), Kecamatan Gayamsari (11.960 jiwa/km²), dan Kecamatan

Semarang Utara (11.610 jiwa/km²).

Sedangkan untuk kepadatan jumlah anggota rumahtangga di setiap

rumahtangga juga berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial, karena

semakin padat suatu rumahtangga semakin berkurang ketahanan

wilayah/sosialnya. Selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa perkembangan rata-

rata jumlah anggota rumahtangga mengalami fluktuasi, dari tahun 2007 sebesar

4,13 jiwa per rumahtangga, menjadi 3,96 jiwa di tahun 2008 dan pada tahun

2009 turun sebesar 3,64 jiwa per rumahtangga.

3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin

Selain jumlah, kepadatan maupun pertumbuhan penduduk, hal lain yang

perlu diketahui adalah komposisi penduduk, antara lain komposisi penduduk

menurut umur dan jenis kelamin. Dikatakan penting karena kejadian demografis

maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan jenis kelamin baik untuk

kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Kelahiran menurut jenis

kelamin jelas berbeda, pada saat dilahirkan umumnya jumlah bayi pria lebih

banyak dari bayi wanita. Kedua variabel yaitu umur dan jenis kelamin akan

dapat dihitung indikator angka beban ketergantungan dan rasio jenis kelamin,

dimana kedua indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi ketahanan

wilayah/sosial dari suatu wilayah kota dan atau dalam satu rumahtangga

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 18

Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antar jumlah

penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) dengan

penduduk yang produktif (15-64 tahun). Angka beban ketergantungan

memberikan gambaran seberapa jauh penduduk yang berusia produktif/ aktif

secara ekonomi harus menanggung penduduk yang belum produktif dan pasca

produktif. Untuk penduduk yang mempunyai struktur muda atau sangat tua

sekali, maka beban ketergantungannya sangat tinggi. Di negara-negara

berkembang karena struktur umur penduduknya muda, maka angka beban

ketergantungannya biasanya relatif tinggi.

Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Semarang

menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009

151.715

555.871

40.929

145.786

558.363

54.260

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

pria wanita

0 - 14 15 - 64 65+

Angka beban ketergantungan untuk Kota Semarang pada tahun 2009

sebesar 35,24 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar

26,70 persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 8,54 persen. Bila

dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, angka beban ketergantungan

total, ketergantungan muda maupun ketergantungan tua tidak menunjukkan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 19

perbedaan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 35,23 persen, 26,66

persen 8,57 persen.

Selain menurut umur komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut

jenis kelamin. Perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk

perempuan akan menghasilkan suatu ukuran yang disebut dengan rasio jenis

kelamin (sex ratio). Dari 1.506.924 jiwa penduduk Kota Semarang pada tahun

2009, sebanyak 748.515 jiwa diantaranya adalah penduduk laki-laki dan

758.409 penduduk perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin yang

merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota

Semarang sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih

banyak dari penduduk laki-laki atau setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99

penduduk laki-laki. Sedangkan wilayah kecamatan yang mempunyai rasio jenis

kelamin diatas 100 ada sebanyak 4 (empat) kecamatan, yang paling tinggi

adalah Kecamatan Kecamatan Tembalang (102) , kemudian Mijen (101),

Kecamatan Gajahmungkur (101) dan Kecamatan Gunungpati (101) yang berarti

penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.

3.3. Ketenagakerjaan

Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu hal yang mempunyai

pengaruh terhadap ketahanan sosial. Misalnya tingginya tingkat pengangguran

di suatu wilayah akan memberikan dorongan yang kuat (potensi) bagi

munculnya berbagai ketidak puasan atas beragam kebijakan pembangunan

(terutama dibidang ekonomi), yang kemudian dapat memicu terjadinya konflik

antar berbagai pihak, baik pemerintah dengan masyarakat, masyarakat dengan

pengusaha, dan antar masyarakat sendiri. Frekuensi konflik yang timbul dan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 20

eskalasinya menunjukkan/mengindikasikan seberapa kuatnya ketahan

wilayah/sosial masyarakat yang ada. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat

dianggap paling relevan (terutama bagi indikator penyebab/input) dalam

memnggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosial, khususnya dibidang

ketenagakerjaan.

Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya diukur

dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu merupakan

perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja.

Perkembangan TPAK terlihat mengalami peningkatan selama periode 2008-

2009, yaitu dari 63,74 persen menjadi 66,24 persen.

Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Indikator 2008 2009

(1) (2) (3)

Laki-laki

TPAK Perempuan

Total

74,64

53,39

63,74

76,03

56,93

66,24

Laki-laki

TPT Perempuan

Total

12,41

10,32

11,51

11,28

9,88

10,66

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 21

Peningkatan angkatan kerja ini mengisyaratkan akan perlunya lapangan

pekerjaan yang cukup banyak guna menampung banyaknya penawaran angkatan

kerja. Bila dilihat menurut jenis kelamin seperti pada tabel 4, TPAK laki-laki

maupun perempuan mengalami peningkatan. Besarnya TPAK laki-laki pada

tahun 2008 adalah 74,64 persen naik menjadi 76,03 persen pada tahun 2009.

Sedangkan TPAK perempuan naik dari 53,39 persen menjadi 56,93 persen pada

periode yang sama.

Disamping itu indikator lain yang cukup penting dibidang

ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran, dimana dapat menunjukkan

sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada terserap dalam pasar kerja. Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase penduduk yang mencari

pekerjaan terhadap angkatan kerja pada tahun 2009 sebesar 10,66 persen

sedangkan pada tahun 2008 sebesar 11,51 persen. Bila dirinci menurut jenis

kelamin, keduanya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya,

yakni dari 12,41 menjadi 11,28 untuk tingkat pengangguran terbuka dengan

jenis kelamin laki-laki, sedangkan tingkat pengangguran untuk jenis kelamin

perempuan yakni dari 10,32 menjadi 9,88 di tahun 2009.

Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah penduduk perempuan yang masuk

kedalam pasar kerja semakin banyak, namun masih rendah dalam ketrampilan

sehingga penyerapan tenaga kerja perempuan masih cukup banyak. Disamping

itu permintaan dan jenis lowongan pekerjaan untuk tenaga perempuan masih

relatif terbatas, sehingga persaingan yang terjadi cukup tajam,yang pada

akhirnya tenaga kerja trampil saja yang bisa diterima bekerja.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 22

3.4. Pendidikan

Kondisi sumber daya manusia dibidang pendidikan juga menjadi salah

satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial

masyarakatnya. Sebagai contoh semakin lama penduduk/anggota masyarakat

menuntut ilmu/sekolah, semakin tinggi pemahamannya akan unsur kehidupan

yang ada, sehingga diharapkan semakin arif dan bijaksana mereka hidup antar

sesama. Dengan asumsi bahwa semakin lama penduduk suatu wilayah

memperoleh pendidikan/bersekolah, ketahanan wilayah/sosialnya relatif

semakin baik, maka indikator pendidikan yang dianggap relevan dengan

ketahanan sosial adalah angka partisipasi sekolah ( baik itu angka partisipasi

kasar (APK) maupun angka partisipasi murni (APM)), kemudian angka buta

huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

Indikator partisipasi sekolah termasuk dalam indikator proses yang dalam

pembahasan disini diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan

Angka Partisipasi Murni (APM). APK adalah indikator untuk mengukur

proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok

umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan

gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima

pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan APM adalah indikator yang

menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang

bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 23

Tabel 6. Angka Melek Huruf (persen) dan Rata-rata Lama Sekolah (tahun)

Tahun 2008-2009

Uraian Angka Melek Huruf

(persen)

Rata-rata Lama

Sekolah (tahun)

(1) (2) (3)

Tahun 2008 95,94 9,80

Tahun 2009 96,44 9,98

Sumber : BPS Kota Semarang

Secara umum, ketahanan sosial masyarakat kota Semarang di bidang

pendidikan relatif terus membaik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin

meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan rata-rata lama

sekolah. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) yang melek huruf

di Kota Semarang mencapai 95,94 persen pada 2008 dan 96,44 pada tahun 2009.

Begitu pula pada rata-rata lama sekolah, pada tahun 2008 sekitar 9,8 tahun dan

9,98 tahun pada tahun 2009.

Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Kota Semarang

menurut Pendidikan Yang Ditamatkan (Tahun 2009)

SD

24,89%

<SD

13,61% D4/S1/S2/S3

8,08%

D1/D2/D3

4,36%

SLTA

30,91%

SLTP

18,15%

<SD SD SLTP SLTA D1/D2/D3 D4/S1/S2/S3

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 24

Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat pada tingkat

pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun 2009 persentase penduduk umur 10

tahun keatas yang berpendidikan SLTP keatas telah mencapai 61,5 persen,

terjadi penurunan bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 sebesar 73,21

persen. Indikator ini juga sering digunakan dalam menghitung angka Indeks

Pembangunan Manusia yang didekati dengan rata-rata lama sekolah.

3.5. Kesehatan

Kondisi sumber daya manusia dibidang kesehatan juga ikut andil dalam

melihat kondisi ketahanan wilayah/sosial pendududk di suatu wilayah tertentu.

Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk

memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya.

Kondisi kesehatan yang dalam hal ini diwakili dengan indikator angka kesakitan

merupakan resultan dari berbagai aspek/kondisi yang dirasakan/dialami oleh

masyarakatnya secara umum, yang dengan demikian dapat menjadi salah satu

indikator yang baik untuk menggambarkan kondisi ketahanan

wilayah/sosialnya.

Pada tahun 2009 status kesehatan penduduk tergambar dari angka

kesakitan (persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan) yang

mencapai 39,74 persen. Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga

penduduk Kota Semarang pernah mengalami keluhan kesehatan. Keluhan

kesehatan tersebut meliputi beberapa penyakit antara lain: panas, batuk, pilek,

asma/sesak nafas, diare/buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan

lainnya.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 25

Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan kesehatan

Jenis Kelamin 2008 2009

(1) (2) (3)

1. Laki-laki 38.01 19,15

2. Perempuan 37.69 20,59

Sumber : BPS Kota Semarang

Tabel diatas memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan penduduk pada

tahun 2009 tampak lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Keluhan utama yang di paling sering dirasakan penduduk Kota Semarang

di tahun 2009 adalah pilek sebesar 26,35 persen, batuk sebesar 25,22 persen dan

panas sebesar 20,55 persen. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jenis

keluhan terbanyak yang dirasakan oleh penduduk memiliki pola yang relatif

sama.

3.6 Sosial Budaya

Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu

berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi,

teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang

sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaan,

kepribadian dan kebanggaan daerah yang pada gilirannya akan mempengaruhi

ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Nilai-nilai agama yang universal dan

abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan

bangsa. Kota Semarang memiliki iklim yang kondusif bagi perkembangannya

berbagai ragam agama, khususnya dalam hal toleransi antar umat beragama.

Dari berbagai agama yang ada, sebagian besar penduduk Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 26

memeluk agama Islam 1.251.059 jiwa atau 83,02 persen, kemudian yang

memeluk agama Kristen Katholik sebesar 114.636 jiwa atau 7,61 persen, agama

Kristen Protestan sebesar 109.266 jiwa atau 7,25 persen, agama Budha sebanyak

18.994 jiwa atau 1,26 persen dan pemeluk agama Hindu sebesar 10.729 jiwa

atau mencapai 0,71 persen.

Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa pada Th 2000

NO SUKU BANGSA JUMLAH PENDUDUK PERSEN

1 Batak, Tapanuli 3.362 0,25

2 Betawi 996 0,07

3 Cina 58.356 4,33

4 Jawa 1.255.768 93,24

5 Madura 2.052 0,15

6 Melayu 1.727 0,13

7 Minangkabau 1.253 0,09

8 Sunda, Priangan 9.582 0,71

9 Lainnya 13.717 1,03

J u m l a h 1.346.813 100,00

Sumber : SP2000 BPS Kota Semarang

Kondisi sumber daya manusia khusunya penduduk menurut suku bangsa

juga menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial

yang akan terjadi. Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah tentu

saja akan mempengaruhi keberadaan masyarakat dari bermacam kultur budaya,

karena sebagai pusat pemerintahan tentu saja masyarakatnya tidak hanya berasal

dari suku bangsa Jawa saja. Hal ini bisa dilihat dari data hasil Sensus Penduduk

tahun 2000 dimana, data suku bangsa ditanyakan dalam kuesionernya. Data

selengkapnya bisa dilihat pada tabel 7 diatas.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 27

BAB IV

STATISTIK KETAHANAN EKONOMI

Kondisi perekonomian sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

ketahanan wilayah/ sosial masyarakat yang ada didalamnya. Kondisi

perekonomian yang dimaksud adalah kondisi yang mencerminkan stabilitas

ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta kemiskinan.

Keempat hal tersebut dimanifestasikan dengan beberapa indikator yang relevan,

diantaranya untuk stabilitas ekonomi diwakili dengan angka inflasi, tingkat

pertumbuhan ekonomi dilihat dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) termasuk didalamnya pendapatan perkapita dan jumlah

rumahtangga miskin yang mencerminkan ketahanan sosial dari masyarakat Kota

Semarang.

4.1. Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi merupakan sisi lain untuk melihat kondisi perekonomian.

Perubahan harga yang terjadi dari waktu ke waktu menunjukkan stabilitas

ekonomi suatu wilayah. Dalam kenyataannya naik turunnya inflasi lebih banyak

dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan

tarif jasa-jasa publik dan pola konsumsi masyarakat pada periode tertentu serta

pengaruh spekulan. Tingkat inflasi yang tinggi dan tak terkendali akan

merugikan perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya menimbulkan

kesulitan ekonomi bagi rakyat secara keseluruhan, dan pada gilirannya akan

berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/ sosial masyarakatnya.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 28

Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang

Tahun 2000 - 2009

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Semarang 8,73 13,98 13,56 6,07 5,98 16,46 6,08 6,75 10,34 3,19

Nasional 9,35 12,55 10,03 5,06 6,40 17,11 6,60 6,59 11,06 2,78

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Laju inflasi Kota Semarang setiap tahun selama kurun waktu 2000-2002

berfluktuasi. Sedangkan pada tahun 2002 turun menjadi sebesar 13.56 persen

dan pada tahun 2003 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar

6.07 persen. Kemudian pada tahun 2004 terus mengalami penurunan sebesar

5,98 persen, namun akibat kenaikan BBM yang cukup tinggi pada bulan

Oktober 2005 maka inflasi pada tahun 2005 melejit lagi menjadi dua digit

sebesar 16,46 persen. Namun seiring dengan membaiknya kondisi

perekonomian, maka inflasi pada tahun 2006 turun menjadi hanya 6,08 persen

dan pada tahun 2007 relatif stabil sebesar 6,75 persen. Sedangkan pada tahun

2008 mengalami kenaikan yang cukup besar, mencapai dua digit yaitu 10,34

persen. Tahun 2009 laju inflasi Kota Semarang turun menjadi 3,19 persen.

Turunnya inflasi yang terjadi pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008

disebabkan oleh rendahnya perubahan harga beberapa komoditi pada kelompok

pengeluaran, dimana kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 29

adalah kelompok sandang sebesar 7,67 persen, hal ini menggambarkan bahwa

Kota Semarang merupakan salah satu pusat perdagangan sandang.

Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Nasional, inflasi Kota Semarang

selama periode 2000-2005 cenderung masih dibawahnya kecuali pada periode

2001-2003. Pada tahun 2006, 2007 dan 2009 angka inflasi Kota Semarang

sebesar 6,08; 6,75 dan 3,19 persen masih sedikit lebih besar bila dibandingkan

dengan inflasi nasional sebesar 6,60, 6,59 dan 2,78 persen. Hanya pada tahun

2008 angka inflasi Kota Semarang lebih kecil nilainya dibandingkan dengan

angka inflasi Nasional, yaitu 10,34 untuk Kota Semarang dan 11,06 untuk

Nasional. Secara umum dalam hal kestabilan harga Kota Semarang bisa

dikatakan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif terhadap stabilitas

perekonomian yang tentu saja berpengaruh terhadap ketahanan sosial dari

masyarakatnya.

4.2. Pertumbuhan Ekonomi

Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan

kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,

memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat

dan meningkatkan hubungan ekonomi regional. Dengan demikian arah dari

pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik

secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.Untuk

memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu

daerah dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Neraca ekonomi regional

bertujuan memberikan suatu gambaran statistik mengenai kegiatan ekonomi

yang terjadi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) merupakan perangkat pokok dalam neraca ekonomi

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 30

regional. Secara lebih konkret neraca ekonomi regional pada umumnya

berhubungan dengan masalah-masalah ekonomi yang dapat diukur atau dinilai

dalam bentuk uang, antara lain mengenai tingkat produksi, nilai tambah dan

agregat ekonomi makro lainnya yang memperoleh hasil kegiatan ekonomi dalam

suatu wilayah.

Kemajuan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB atas dasar

harga berlaku dari tahun ke tahun belum menunjukkan perubahan yang nyata

(riil). Disamping karena terjadinya peningkatan produksi secara fisik, juga

karena dipengaruhi oleh kenaikan tingkat harga atau inflasi. Untuk mengetahui

laju pertumbuhan secara nyata pengaruh inflasi harus dihilangkan. Oleh karena

itu PDRB diestimasi dengan menggunakan harga konstan sesuai dengan tingkat

harga pada suatu tahun dasar yang telah ditetapkan (tahun 2000). Dengan cara

ini maka dapat diperkirakan laju partumbuhan perekonomian setiap tahun atau

selama periode tertentu. Dalam Gambar 5, terlihat sampai dengan tahun 2008,

laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang mengalami peningkatan. Tetapi pada

tahun 2009 mengalami peningkatan yang melambat yaitu 5,34, yang berarti

pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami peningkatan lebih kecil

dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 5,59 persen.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 31

Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang

pada Tahun 2004-2009

11,16 3,82

14,30 5,14

14,72 5,71

14,62 5,98

13,19 5,59

13,19 5,34

0 5 10 15 20 25

2004

2005

2006

2007

2008

2009

adhBerlaku adhKonstan

Gambaran lebih jauh mengenai struktur perekonomian Kota Semarang

dapat dilihat berdasarkan dari peranan masing-masing sektor terhadap

pembentukan total PDRB Kota Semarang. Sektor primer yang terdiri dari sektor

pertanian, pertambangan dan penggalian peranannya mengalami penurunan dari

1,33 persen pada tahun 2008 menjadi 1,32 persen pada tahun 2009. Penurunan

ini lebih banyak disebabkan oleh semakin sedikitnya lahan-lahan pertanian dan

penggalian karena beralih fungsi menjadi areal perumahan atau industri,

sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian lebih banyak disebabkan

karena sumber daya alamnya yang semakin terbatas.

Di lain pihak, sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri

pengolahan, listrik dan air bersih serta sektor bangunan peranannya cukup stabil,

memiliki peranan sebesar 45,31 persen pada tahun 2008, meningkat yaitu

menjadi sebesar 45,62 tahun 2009. Dari beberapa sektor tersebut ternyata sektor

industri pengolahan yang menyumbang peranan terbesar kedua dan mengalami

penurunan yaitu sebesar 25,13 persen pada tahun 2008 menjadi 24,66 persen

pada tahun 2009.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 32

Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha

Lapangan Harga Berlaku Harga Konstan

Usaha 2008 2009 2008 2009

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pertanian 1.15 1.15 1.19 1.16

2. Pertambangan dan

Penggalian

0.18 0.17 0.16 0.16

3. Industri Pengolahan 25.13 24.66 27.33 27.08

4. Listrik, Gas dan Air 1.66 1.58 1.31 1.29

5. Bangunan 18.52 19.38 14.87 15.27

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran

28.87 28.30 30.83 30.81

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

9.77 9.92 9.66 9.67

8. Keuangan, Persewaan

dan Jasa Perusahaan

2.88 2.80 2.86 2.80

9. Jasa-jasa 11.84 12.03 11.78 11.76

Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber : BPS Kota Semarang

Catatan: Untuk semua data Tahun 2009, masih Angka Sangat Sementara

Sedangkan sektor tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan

restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan serta jasa-jasa, sedikit mengalami penurunan dari 53,35 persen pada

tahun 2008 menjadi 53,05 persen pada tahun 2009. Sektor ini secara umum

merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kota Semarang, terutama

sektor perdagangan, hotel dan restoran dimana peranannya sebesar 30,83 persen

pada tahun 2008 menjadi sebesar 30,81 pada tahun 2009.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 33

4.3. Pendapatan Perkapita

Tabel 10. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto per Kapita

Penduduk Kota Semarang Tahun 2005 – 2009

Pendapatan per Kapita (Rp) Pertumbuhan (persen)

Tahun Harga Berlaku Harga Konstan ’00 Harga Berlaku Harga Konstan’00

(1) (2) (3) (4) (5)

2005 14.993.722,29 10.447.557,87 12,30 3,76

2006 17.067.350,89 10.912.000,11 13,83 4,85

2007 19.394.727,40 12.651.241,90 13,64 4,95

2008 21.352.860,09 11.897.251,91 10,10 2,64

2009 23.424.984,24 12.344.819,92 9,70 3,76

Sumber : BPS Kota Semarang

Apabila angka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun

diperoleh rata-rata produk yang dihasilkan atau pendapatan yang dibayarkan

setiap penduduk daerah tersebut. Rata-rata ini disebut sebagai pendapatan

penduduk per kapita. Selama periode 2005-2009 pendapatan perkapita atas

dasar harga berlaku mengalami peningkatan yang cukup besar, pada tahun 2005

pendapatan perkapita penduduk Kota Semarang sebesar 14,99 juta rupiah per

tahun, setahun kemudian pada meningkat menjadi 17,07 juta rupiah dan pada

tahun 2007 meningkat manjadi 19,39 juta rupiah. Pada tahun 2008 terus

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 34

meningkat menjadi 21,35 juta rupiah dan meningkat menjadi 23,42 juta rupiah

pada tahun 2009. Bila dilihat pendapatan perkapita atas dasar harga konstan,

pada tahun 2005 pendapatan perkapitanya sebesar 10,45 juta rupiah pertahun,

kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 10,91 juta rupiah dan tahun 2007

meningkat menjadi 12,65 juta rupiah, tahun 2008 meningkat menjadi 11,90 juta

rupiah dan meningkat lagi menjadi 12,34 juta rupiah pada tahun 2009.

Memang disadari bahwa pendapatan perkapita belum mencerminkan

pendapat penduduk yang sebenarnya, karena hanya menunjukkan kemampuan

ekonomi daerah, selain itu juga belum dapat mencerminkan pemerataan

pendapatan penduduk. Namun secara makro indikator ini masih bisa

menunjukkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang erat kaitannya

dengan pola atau kekuatan dari ketahanan wilayah/ sosial masyarakat.

4.4. Kemiskinan

Tabel 11. Hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2008

Kategori Hampir Miskin Miskin Sangat Miskin

PPLS 2008 30.991 17.620 6.610

Sumber : BPS Kota Semarang

Indikator Kemiskinan sampai saat ini menjadi salah satu indikator sosial

yang cukup populer. Tidak hanya berdampak pada sisi ekonomi saja, tetapi juga

berdampak pada sisi politis. Sehingga sebagain besar menjadikan isu

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 35

kemiskinan ini menjadi salah satu tolok ukur tentang keberhasilan pembangunan

suatu wilayah atau pemerintahan. Namun dari sisi pengaruh terhadap ketahanan

sosial jelas sangat berpengaruh, karena kemiskinan akan berdampak pada

kerawanan sosial yang tentu saja rentan terhadap ketahanan sosial masyarakat.

Jumlah rumahtangga miskin di Kota Semarang pada tahun 2008 hasil

Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sebesar 55.221 rumahtangga

atau 14,77 % dari 373.920 seluruh rumahtangga yang ada di Kota Semarang.

Apabila dirinci menurut klasifikasinya sebanyak 30.991 rumahtangga (56,12 %)

adalah kategori hampir miskin, kemudian kategori miskin sebanyak 17.620

rumahtangga (31,91 %) dan kategori sangat miskin sebesar 6.610 rumahtangga

atau 11,97 persen. Terjadi penurunan jumlah rumahtangga miskin bila

dibandingkan dengan tahun 2006, namun secara kualitas tetap saja bahwa

rumahtangga miskin di Kota Semarang lebih dari 50 persen masih dalam batas

hampir miskin, sedangkan yang miskin dan sangat miskin sekitar 44 persen, jadi

masalahan kemiskinan di Kota Semarang yang berkaitan dengan tingkat

ketahanan sosial, masih tergolong kecil kontribusinya.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 36

4.5. Ketahanan Pangan

Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen

(dalam Ton) di Kota Semarang

Tanaman

Pangan

Luas Panen (dalam Ha.) Produksi Panen (dalam Ton)

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2008 Tahun 2009

(1) (2) (3) (4) (5)

Padi Sawah 5.086 5.876 27.352 32.815

Padi Gogo 413 464 1.394 1.445

Jagung 944 976 4.238 4.474

Ubi Jalar 61 196 685 2.203

Ubi Kayu 809 697 14.580 31.654

Kacang Hijau 158 158 151 151

Kacang Tanah 558 558 763 1.063

Kacang Kedelai 0 0 0 0

Sumber: Dinas Pertanian Kota Semarang.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 37

Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (Dalam Ton)

Jenis Produksi Tahun 2008 Tahun 2009

(1) (2) (3)

Tambak 447,20 322,17

Kolam 26,40 42,85

Perairan Umum 73,11 73,15

Pengawetan 5230,77 5962,30

Tempat Pelelangan Ikan 82,64 69,41

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang.

Ketahanan pangan juga menjadi salah satu indikator yang populer dalam

beberapa tahun terakhir ini, hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan pangan

dan konsumsi masyarakatnya. Kota Semarang sebagai kota besar tentu saja

berkepentingan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya, namun

demikian permasalahan yang terjadi di kota Semarang tidak saja terkait dengan

jumlah produksi pertanian khususnya pangan. Hal ini karena sumber daya alam

kaitannya dengan areal persawahan dan perkebunan jelas tidak bisa mencukupi

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Semarang. Jadi permasalahan

ketahanan pangan di Kota Semarang adalah dari sisi ekonomi yaitu jalur

distribusi bahan kebutuhan pokok khususnya pangan. Olah karena itu untuk

mengatasi ketahanan pangan, jalur yang harus ditempuh adalah memperbaiki

dan memonitor jalur distribusi serta harga komoditas pangan yang masuk di

Kota Semarang.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 38

BAB V

STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN

Kondisi politik dan keamanan di suatu wilayah dewasa ini nampaknya

dapat ditunjukkan dengan baik oleh tingkat kerawanan/potensi konflik di

wilayah yang bersangkutan. Perkembangan kondisi politik khususnya sejak

reformasi sangat pesat perkembangannya, dan berdampak pada ketahanan sosial

kaitannya dengan potensi konflik yang ditimbulkannya. Kondisi keamanan juga

mengalami pergeseran kualitas maupun kuantitas, yaitu dengan adanya

pergeseran global tentang paradigma keamanan yang terkait dengan ancaman

konflik antar negara berbasis militer, berkecenderungan munculnya

transbational crime. Dalam bagian ini akan diuraikan secara singkat kondisi

ketahanan sosial di bidang politik dan keamanan meliputi kondisi politik,

hukum, keamanan dan ketertiban serta bencana alam.

5.1. Politik

Perkembangan politik dewasa ini semakin cepat melebihi

perkembangan ekonomi maupun perkembangan penduduk. Disadari bahwa

sejak bergulirnya proses reformasi kondisi perpolitikan di tanah air mengalami

revolusi baik dari sisi ideologi, organisasi politik maupun proses demokrasi.

Kondisi ini menjadi latar belakang untuk mulai dikembangkan statistik politik

yang sementara ini berpatokan pada tiga pilar utama sumber data statistik dasar

bidang politik. Yang pertama rakyat/penduduk Warga Negara Indonesia,

kaitannya dengan keragaman suku, bahasa, agama dan budaya, penduduk yang

punya hak pilih, yang tidak punya hak pilih, penduduk yang tidak tercatat dan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 39

lain-lain. Yang kedua adalah partai politik itu sendiri dilihat dari mulai jumlah

partai politik, banyaknya kantor cabang, banyaknya pengurus, banyaknya

anggota, program kerja partai dan lain-lain. Dan pilar ketiga adalah pemilihan

umum, pemilihan kepala daerah tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Data yang

dikumpulkan dari mulai jumlah perolehan suara, anggota legislatif, jumlah

suara, jumlah kursi dan lain-lain

Pada tahun 2009 jumlah anggota DPRD Kota Semarang sebanyak 45

orang, terdiri dari 40 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Anggota DPRD ini

terdiri dari 6 fraksi, yaitu Fraksi PDI, Fraksi Golkar, Fraksi Gabungan, Fraksi

PKS, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN. Sedangkan jumlah anggota dewan

berdasarkan partai terdiri dari : 12 orang dari PDI, 9 orang dari Partai Golkar, 6

orang dari Fraksi Gabungan, 6 orang dari PAN, 7 orang dari Partai Demokrat

dan 5 orang dari PKS.

Dari sisi infrastruktur politik, jumlah parpol di Kota Semarang berjumlah

44 parpol. Jumlah organisasi kemasyarakatan berdasarkan profesi dari tahun

2008 ke tahun 2009 konstan sebanyak 108 organisasi. Sedangkan organisasi

berdasarkan agama pada tahun 2009 berjumlah 202 organisasi, sedangkan

jumlah LSM pada tahun 2009 ini sebanyak 193 LSM tersebar di seluruh Kota

Semarang.

5.2. Keamanan dan Ketertiban

Perkembangan otonomi daerah, pemekaran wilayah, makin kritisnya

masyarakat terhadap aktivitas sistem politik dan pemerintah daerah dalam upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah, berakibat kepada status

keamanan di suatu wilayah. Permasalahan yang ditimbulkan dari mulai masalah

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 40

hukum, keamanan dan ketertiban juga mengalami perkembangan yang cukup

pesat hal ini menuntut para pelaksana di bidang ini untuk lebih meningkatkan

kualitas maupun kuatitasnya.

Permasalahan hukum di Kota Semarang yang menyangkut pelanggaran

hukum perkara biasa dan singkat mencapai 3.972 perkara dan sudah

diselesaikan sebanyak 1.331 perkara. Sedangkan masalah perkara perdata

gugatan mencapai 1.596 perkara dan perkara yang sudah diselesaikan/diputus

sebanyak 296 perkara. Kemudian perkara pidana, sebanyak 1.683 pidana

penjara dan 68.413 pidana denda dengan jumlah denda mencapai

Rp. 18.757.422.210,-.

Sedangkan data dari Poltabes Semarang mengenai banyaknya

kejahatan/pelanggaran menurut jenis kejahatan/pasal terjadi peningkatan yang

cukup besar.

Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal

Jenis Kejahatan/Pasal 2008* 2009

(1) (2) (3)

1. Pasal 362 248 377

2. Pasal 363 870 1426

3. Pasal 365 30 50

4. Pasal 368 63 96

5. Pasal 372 376 600

6. Pasal 378 327 465

Sumber :Polwilltabes Semarang

Catatan: *) Data Tahun 2007

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 41

Dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, jumlah tindak

kejahatan menurut jenis kasusnya di Kota Semarang pada tahun 2007 tercatat

sebanyak 6.978 kejadian, menurun pada tahun 2008 sebanyak 4.449 kejadian,

sedikit meningkat pada tahun 2009 sebanyak 4805 kejadian. Jumlah kasus unjuk

rasa pada tahun 2008 sebanyak 198 kejadian, meningkat menjadi 230 kejadian

pada tahun 2009. Sedangkan jumlah kasus pemogokan kerja sebanyak 4

kejadian pada 2008 dan 6 kejadian pada tahun 2009.

5.3. Bencana Alam

Semarang kaline banjir, itulah bagian dari syair lagu yang sangat dikenal.

Kendatipun hanya sebuah syair tetapi patut dicermati oleh masyarakat Kota

Semarang. Banjir sebenarnya merupakan fenomena alam yang terjadi dimana-

mana. Banjir yang terjadi di Kota Semarang bisa diklasifikasikan menjadi tiga

yaitu banjir kiriman, banjir lokal dan akibat pasang air laut atau dikenal dengan

istilah ROB.

Problem banjir dan rob sudah bertahun-tahun menjadi masalah yang

menimpa masyarakat pantai di Kota Semarang. Bahkan saat ini luasan genangan

terus bertambah masuk ke pusat kota yaitu mencapai areal disekitar Pasar Johar.

Hal ini disebabkan adanya penurunan permukaan tanah pada wilayah Kota

Semarang Bagian Bawah, khususnya di dekat pantai. Adanya pengambilan air

melalui sumur artetis menambah percepatan penurunan tanah di daerah pantai,

disamping adanya tanah aluvial yang mudah bergerak serta makin sedikitnya

rawa dan tambak di laut Jawa sebagai tempat penampungan air pasang.

Kasus insendental yang menonjol di Kota Semarang adalah musibah

bencana alam banjir dan tanah longsor. Kasus bencana alam yang terjadi pada

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 42

tahun 2006 tercatat menimbulkan korban jiwa sebanyak 1 orang, dengan sebaran

lokasi bencana terdiri dari 12 Kecamatan dengan kerugian materiil sebesar Rp.

5.142.000.000,-. Adapun bencana kebakaran pada tahun 2008 sebanyak 193

peristiwa dengan nilai kerugian Rp. 13.447.333.650,- menurun pada tahun 2009

menjadi 185 peristiwa dengan nilai kerugian sebesar Rp. 8.977.500.000,-.

Secara umum kondisi politik dan kemanan di Kota Semarang boleh

dibilang sangat kondusif. Penilaian ini tidaklah berlebihan mengingat sejak

peristiwa reformasi tahun 1998, kemudian pemilihan umum 2004, pemilihan

kepala daerah tahun 2005 tidak ada permasalahan keamanan besar yang cukup

berarti terjadi di Kota Semarang. Dengan bukti empiris tersebut maka bisa

ditarik suatu kesimpulan bahwa ketahanan sosial masyarakat khususnya

dibidang politik dan keamanan di Kota Semarang bisa dikatakan cukup kuat.