dampak negatif limbah sampah terhadap lingkungan dan pemanfaatannya -enzolawyerslab ©copyright...
TRANSCRIPT
Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas semester pendek mata kuliah Hukum Lingkungan
Dosen :
Disusun Oleh ;
Muhammad Iqbal Tubagus Iman 071000016
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN2009 – 2010
------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------
Dampak Negatif Limbah Sampah Terhadap Lingkungan dan Pemanfaatannya
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat
telah meningkatkan jumlah timbunan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.
Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi
serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga
memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan.
Meningkatnya volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang
tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain
akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu
kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan
lautan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008[1], sampah adalah sisa kegiatan sehari-
hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat
digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik
seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk
seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa
debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari
industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai
program yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Program Adipura misalnya pada tahun 2007 telah
mampu mengantarkan Provinsi Bali menjadi Provinsi Adipura karena semua kabupaten dan
kota di Bali telah berhasil mendapatkan Anugerah Adipura. Walaupun telah mendapat adipura
bukan berarti tidak terdapat permasalahan sampah, Apresiasi pemerintah dan masyarakat
selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat
diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati fenomena di atas maka sangat
diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya mewujudkan
perkotaan dan perdesaan yang bersih dan hijau di Provinsi Bali.
I. FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan
lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media
berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara
menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari
udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak
menimbulkan kebakaran dan yang lainnya[2]
Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari
Kota Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang
bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah
spesifik. Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006, jumlah produksi sampah telah
meningkat menjadi 2.200 m3/hari[3]. Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya:
1. sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam
menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat
keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan
latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah,
2. Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan
pertokoan, dan kegiatan rumah tangga,
3. Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan dan interaksi antarlembaga desa/adat,
aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang
Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang
apatis,
4. keberadan lahan untuk tempat penampungan sampah,
5. finansial (keuangan),
6. keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan
7. kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan
(sampah).
Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan penghambat
dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut hasil
penelitian Nitikesari (2005) faktor-faktor tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan,
penempatan tempat sampah di dalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan,
adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya. Tingkat partisipasi
masyarakat perkotaan (Kota Denpasar) dalam menangani sampah secara mandiri masih dalam
katagori sedang sampai rendah, masyarakat masih enggan melakukan pemilahan sampah.
Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi
masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha
alternatif untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan
manfaat lain.
------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------
II. KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
Berdasarkan data SLHD[4] Bali (2005) tampak bahwa pada saat ini sampah sulit dikelola
karena berbagai hal, antara lain:
a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk
mengelola dan memahami porsoalan sampah,
b. Menigkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan
pengetahuan tentang sampah
c. Meningkatnya biaya operasional pengelolaan sampah
d. Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan
pencemaran udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika
e. Ketidakmampuan memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan
mempercepat menjadi sampah.
f. Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.
g. Semakin banyaknya masyarakat yang keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat
pembuangan sampah.
h. Sulitnya menyimpan sampah yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.
i. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan
memelihara kebersihan.
j. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah
dikelola oleh pemerintah.
Penanganan sampah yang telah dilakukan adalah pengumpulan sampah dari sumber-
sumbernya, seperti dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang
dikumpulkan di TPS yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah
dilengkapi jarring ke TPA. Bagi daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan
mengingat sarana dan prasara yang terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara
swakelola dengan beberapa jenis bantuan fasilitas pengangkutan. Bagi Usaha atau kegiatan
yang menghasilkan sampah lebih dari 1 m3/hari diangkut sendiri oleh pengusaha atau
bekerjasama dengan pihak lainnya seperti desa/kelurahan atau pihak swasta. Penanganan
sampah dari sumber-sumber sampah dengan cara tersebut cukup efektif.
Beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah, seperti
telah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat didaur ulang. Ini ternyata
sebagai matapencaharian untuk mendapatkan penghasilan. Terhadap sampah yang mudah
busuk telah dilakukan usaha pengomposan. Namun usaha tersebut masih menyisakan sampah
yang harus dikelola yang memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan sisa
sampah di TPA sampai saat ini masih dengan cara pembakaran baik dengan insenerator atau
pembakaran di tempat terbuka dan open dumping dengan pembusukan secara alami. Hal ini
menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara.
Pengelolaan sampah dimasa yang akan datang perlu memperhatikan berbagai hal seperti:
1. Penyusunan Peraturan daerah (Perda) tentang pemilahan sampah
2. Sosialisasi pembentukan kawasan bebas sampah, seperti misalnya tempat-tempat wisata,
pasar, terminal, jalan-jalan protokol, kelurahan, dan lain sebagainya
3. Penetapan peringkat kebersihan bagi kawasan-kawasan umum
4. Memberikan tekanan kepada para produsen barang-barang dan konsumen untuk berpola
produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan
5. Memberikan tekanan kepada produsen untuk bersedia menarik (membeli) kembali dari
masyarakat atas kemasan produk yang dijualnya, seperti bungkusan plastik, botol,
alluminium foil, dan lain lain.
6. Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan sampah sekala kecil, bisa dimulai dari
tingkat desa/kelurahan ataupun kecamatan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi
daur ulang, komposting, dan penggunaan incenerator.
7. Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA
8. Mendorong transformasi (pergeseran) pola konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai
produk-produk yang berasal dari daur ulang.
9. Pengelolaan sampah dan limbah secara terpadu
10. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun daerah, LSM,
Perguruan Tinggi untuk peningkatan kapasitas pengelolan limbah perkotaan
11. Melakukan evaluasi dan monitoring permasalahan persampahan dan pengelolaannya,
kondisi TPA dari aspek lingkungan, pengembangan penerapan teknologi yang ramah
lingkungan
12. Optimalisasi pendanaan dalam pengelolaan sampah perkotaan, pengembangan sistem
pendanaan pengelolaan sampah
13. Konsistensi pelaksanaan peraturan perundangan tentang persampahan dan lingkungan
hidup.
14. Meningkatkan usaha swakelola penanganan sampah terutama sampah yang mudah
terurai ditingkat desa/kelurahan
15. Memberikan fasilitasi, dorongan, pendampingan/advokasi kepada masyarakat dalam
upaya meningkatkan pengelolaan sampah.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama
dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi.
Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih
cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.
------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------
III. MODEL PENGELOLAAN MASALAH SAMPAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN
Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 5 UU Pengelolan Lingkungan Hidup
No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk
mendapatkan hak tersebut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat dan pengusaha
berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan, mencegah
dan menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Terkait dengan ketentuan tersebut,
dalam UU NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai
hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12
dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan
lingkungan. Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan, pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik
dan tatanan sosial budaya daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu
menjadi kewajiban dan hak setiap orang baik secara individu maupun secara kolektif, demikian
pula kelompok masyarakat pengusaha dan komponen masyarakat lain untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan sampah dalam upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan
perdesaan yang baik, bersih, dan sehat.
Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah
dilaksanakan antara lain adalah:
1. Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi
dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk
digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang
dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan
metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran
lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform
yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
3. Pengolahan sampah menjadi listrik.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam
usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi dalam suatu
Badan Bersama yaitu SARBAGITA. Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi GALFAD
(gasifikasi landfill dan anaerobic digestion). Pengelolaan sampah dengan pendekatan
teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat
memberikan manfaat lain.
4. Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di
lokasi sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang
umumnya memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk
melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan
memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA.
Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar masih tergolong
rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).
5 . Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
1) Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman
kota yang ada di Desa Seminyak, Sanur Kauh dan Sanur Kaja, dan Desa Temesi
Gianyar, yaitu: masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan
teknologi dan perawatannnya, terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga kerja baru
yang memadai, produksi kompos yang masih rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran
kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung mengalami defisit.
2) Model pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial kemasyarakatan
dapat dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan
budaya masyarakat, aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang
dihasilkan.
Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis
(terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan
komponen lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan subjek
pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan
bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti
membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah
yang tidak sesaui dengan persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan
pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan
dalam waktu 5 tahun setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan
model pengelolaan sampah perkotaan harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku
kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen
masyarakat perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas),
sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat kaitannya dengan keberadaan kawasan
persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti dilibatkan. Pemilihan model sangat
tergantung pada karakteristik perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di
kawasan tersebut.
IV. Pencemaran Limbah sampah Di Kawasan Wisata Alam
Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh
wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi nuansa alami. Selain itu
kawasan wisata alam adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi[5].
Untuk menjaring masyarakat dan wisatawan sebanyak mungkin, setiap kawasan wisata alam
harus menjaga keunikan, kelestarian, dan keindahannya. Semakin banyak kunjungan
wisatawan, maka aktivitas dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun
ekonomi. Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi kawasan
tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa limbah atau sampah yang ditimbulkan dari
kegiatan tersebut dapat mengancam kawasan wisata alam.
Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan
dan kelestarian kawasan wisata alam. Sebaliknya, apabila dikelola dengan baik, sampah
memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas dan
estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan kompos yang dapat
digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai daerah di Indonesia, dan dapat juga
mempengaruhi penerimaan devisa negara.
Pengertian Sampah
Sampah adalah semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan,
industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan tempat
perdagangan dikenal dengan limbah municipal yang tidak berbahaya (non hazardous).
Soewedo (1983) menyatakan bahwa sampah adalah bagian dari sesuatu yang tidak dipakai,
tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang
dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan yang biologis.
Komposisi Sampah
Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,
daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos;
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah
pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan
sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual
untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah
plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan
kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;
Di negara-negara berkembang komposisi sampah terbanyak adalah sampah organik, sebesar 60
– 70%, dan sampah anorganik sebesar ± 30%.
Ancaman Bagi Kawasan Wisata Alam
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan Kesehatan:
· Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong
penularan infeksi;
· Timbulan sampah dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus;
b. Menurunnya kualitas lingkungan
c. Menurunnya estetika lingkungan
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak indah
untuk dipandang mata;
d. Terhambatnya pembangunan negara
Dengan menurunnya kualitas dan estetika lingkungan, mengakibatkan pengunjung atau
wisatawan enggan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut karena merasa tidak
nyaman, dan daerah wisata tersebut menjadi tidak menarik untuk dikunjungi. Akibatnya
jumlah kunjungan wisatawan menurun, yang berarti devisa negara juga menurun.
Pengelolaan Sampah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka
setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti filosofi pengelolaan sampah. Filosofi
pengelolaan sampah adalah bahwa semakin sedikit dan semakin dekat sampah dikelola dari
sumbernya, maka pengelolaannya akan menjadi lebih mudah dan baik, serta lingkungan yang
terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:
a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya
Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah organik dan
anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik disetiap kawasan
yang sering dikunjungi wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali
Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
1). Pemanfaatan sampah organik, seperti composting (pengomposan). Sampah yang
mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk
melestarikan fungsi kawasan wisata.
Berdasarkan hasil, penelitian diketahui bahwa dengan melakukan kegiatan composting
sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat direduksi hingga mencapai
25%.
Gb.1. Proses Pemilahan Sampah
Gb.2. Proses Pembuatan Kompos
2). Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan
baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali
secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng,
koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.
c. Tempat Pembuangan Sampah Akhir
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan composting
maupun pemanfaatan sampah anorganik, jumlahnya mencapai ± 10%, harus dibuang ke
Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Di Indonesia, pengelolaan TPA menjadi
tanggung jawab masing-masing Pemda.
Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benar-benar tidak dapat
dimanfaatkan lagi hanya sebesar ± 10%. Kegiatan ini tentu saja akan menurunkan biaya
pengangkutan sampah bagi pengelola kawasan wisata alam, mengurangi luasan kebutuhan
tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh
banyak pemerintah daerah.
Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan wisata alam, akan memberikan banyak
manfaat, diantaranya adalah:
a. Menjaga keindahan, kebersihan dan estetika lingkungan kawasan sehingga menarik
wisatawan untuk berkunjung;
b. Tidak memerlukan TPS yang luas, sehingga pengelola wisata dapat mengoptimalkan
penggunaan pemanfaatan kawasan;
c. Mengurangi biaya angkut sampah ke TPS;
d. Mengurangi beban Pemda dalam mengelola sampah.
CONTOH KASUS
Air Sungai di Pangkalpinang Tercemar Limbah, Sampah
Minggu, 16 Mei 2010 01:16 WIB
Pencemaran Sungai
Pangkalpinang (ANTARA News) - Air sungai di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung tercemar
dan mengancam kesehatan warga seperti munculnya penyakit kulit dan diare karena aktivitas
penambangan timah dan sampah rumah tangga.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pangkalpinang, Bani Baehaki, di Pangkalpinang,
Sabtu, mengatakan, berdasarkan penelitian BLH, air sungai di Pangkalpinang seperti Sungai
Rangkui, Tua Tunu dan sungai lainnya di Pangkalpinang tidak layak untuk mandi dan dikonsumsi
masyarakat.
"Pencemaran air sungai diakibatkan aktivitas penambangan di hulu sungai sehingga air baku
yang sering dimanfaatkan masyarakat menjadi keruh, berminyak dan menimbulkan bau tidak
sedap.
Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah rumah tangga ke sungai
sehingga sampah-sampah berupa plastik dan sampah-sampah rumah tangga lainnya
mencemari sungai," ujarnya.
Ia mengatakan, tingkat jenis dan kelas air dibagi tiga kelas yaitu kelas pertama atau air bersih
untuk mandi, mencuci dan minum. Air kelas dua untuk pertanian dan kelas tiga untuk industri.
"Hasil penelitian yang dilakukan BLH, air sungai di Pangkalpinang hanya cocok untuk pertanian
dan industri, sementara untuk mencuci, mandi dan minum (konsumsi) tidak layak karena
mengandung bakteri racun akibat pencemaran tambang dan sampah rumah tangga," ujarnya.
Menurut dia, untuk mengantisipasi pencemaran air sungai lebih parah diharapkan peran serta
masyarakat untuk tidak melakukan penambangan di hulu sungai.
Serta peran serta pemerintah untuk mengawasi dan menertibkan tambang-tambang timah
yang tidak memiliki izin dan yang memiliki ijin yang beroperasi di hulu sungai yang
menyebabkan pencemaran air sungai.
Selain itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah
rumah tangga dan sampah-sampah lainnya ke sungai yang akan menimbulkan berbagai
penyakit kulit dan diare akibat mengkonsumsi air tercemar.
Oleh karena itu, kata dia, untuk memberikan pelayanan air bersih yang layak untuk konsumsi
dan mandi, Pemerintah Kota Pangkalpinang, akan membangun sumur-sumur resapan air di
sekitar sumber air seperti sungai dan bekas-bekas tambang yang dilengkapi alat penyaringan
agar air yang dihasilkan bersih dan sehat.
"Untuk saat ini, sumur resapan air bersih dibangun di Kelurahan Tua Tunu, yang selanjut akan
dibangun setiap kelurahan Kota Pangkalpinang, terutama kelurahan-kelurahan yang mengalami
kesulitan mendapatkan air bersih pada saat musim kemarau seperti kelurahan di Kecamatan
Pangkalbalam," ujarnya[6].
Foot note
1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
2. ( Aswar, 1986).
3. (Tim Kota Sanitasi Kota Denpasar, 2007)
4. (Status Lingkungan Hidup Daerah)
5. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_4.htm
6. (KMN/K004)
------------------------------enzolawyerslab ©copyright 2010--------------------------------