data mikrotremor dan pemanfaatannya untuk pengkajian bahaya gempabumi.pdf

Upload: ruqayyahal-furqan

Post on 07-Aug-2018

256 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    1/19

    1

    DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN

    BAHAYA GEMPABUMI

    Dr. Daryono, S.Si., M.Si. dan Bambang Setio Prayitno, S.Si., M.Si.

    Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

    E-mail: [email protected],  [email protected] 

    ABSTRAKMIKROTREMOR merupakan vibrasi lemah di permukaan bumi yang berlangsung

    terus menerus akibat adanya sumber getar seperti aktivitas manusia, industri dan lalulintas.

    Sumber-sumber lain yang bersifat alami seperti interaksi angin-bangunan, arus laut, dan

    gelombang laut periode panjang juga merupakan sumber mikrotremor. Tujuan dari analisis

    data mikrotremor adalah untuk mengetahui karaktristik dinamis lapisan tanah permukaan,

    seperti frekuensi resonansi ( fo) dan faktor amplifikasi (A). Pengukuran mikrotremor dapat

    dilakukan dengan menggunakan 1 buah seismometer short period tipe TDS-303 (3

    komponen) dengan frekuensi sampling 100 Hz. Data mikrotremor dianalisis menggunakan

    Metoda Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) atau Metoda Nakamura. Untukmengolah data mikrotremor dapat digunakan perangkat lunak GEOPSY. Data mikrotremor

    sangat bermanfaat untuk: (1) menprediksi ketebalan lapisan sedimen secara kualitatif, (2)

    menyusun peta periode dominan, (3) menyusun peta faktor amplifikasi, dan (4) menyusun

     peta indeks kerentanan seismik. Indeks kerentanan seismik merupakan parameter penting

    untuk mengestimasi kawasan yang berpotensi terjadi kerusakan saat terjadi gempabumi.

    Pemetaan indeks kerentanan seismik menggunakan survey mikrotremor sangat ekonomis

    namun sangat efektif untuk mitigasi bencana gempabumi.

    Kata kunci: mikrotremor, HVSR, frekuensi resonansi, faktor amplifikasi, indeks

    kerentanan seismik

    1. PENDAHULUANTingkat kerusakan akibat gempabumi tidak hanya tergantung kepada besarnya

    magnitudo dan jaraknya dari pusat gempabumi. Pada beberapa kasus kejadian gempabumi

    merusak di dunia, ternyata kondisi geologi lokal sangat berperanan dalam menciptakan

    kerusakan bangunan rumah saat terjadi gempabumi. Fenomena semacam ini dikenal

    sebagai local site effects (Sun et al., 2005; Mirzaoglu & Dykmen, 2003; Nguyen et al.,

    2004). Untuk menggambarkan adanya respon lapisan tanah permukaan terhadap

    gelombang gempabumi yang mengenainya, Singh (2003) mengamati beberapa rekaman

    accelerogram yang dicatat pada beberapa kondisi geologi yang berbeda, ternyata pola

    accelerogram berubah mengikuti variasi kondisi geologi (Gambar 1).Accelerogram yang dicatat di daerah bekas rawa (warna putih) memiliki pola

    amplitudo lebih tinggi dengan durasi getaran yang lebih panjang, sementara seismogram di

    daerah perbukitan yang banyak ditemukan singkapan permukaan (warna hitam)

    amplitudonya lebih rendah dengan durasi getaran yang pendek. Perbedaan respon getaran

     pada kondisi geologi yang berbeda ini merupakan bukti bahwa kondisi geologi ternyata

    memiliki respon yang berbeda-beda terhadap gelombang seismik. Kondisi ini tentunya

    akan berpengaruh terhadap respon getaran antara lokasi satu dengan lokasi lainnya (Singh

    et al., 2003). Berdasarkan fakta empiris ini, kita dapat mengetahui bahwa antara satu

    tempat dengan tempat yang lain memiliki karakteristik dinamik tanah yang berbeda-beda.

    Adanya variasi karakteristik dinamik pada lapisan tanah permukaan dapat diidentifikasi

    melakukan survey dan analisis data mikrotremor (Nakamura, 1989).

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    2/19

    2

    Gambar 1. Beberapa pola seismogram yang direkam pada kondisi geologi yang berbeda di

    Mexico saat Gempabumi Capola 1995 (Singh et al., 2003)

    Mikrotremor adalah vibrasi tanah yang disebabkan oleh aktivitas lalulintas,

    industri, dan aktivitas manusia lain di permukaan Bumi. Sumber-sumber vibrasi tanah

    yang disebabkan oleh faktor alam dapat berupa interaksi angin dan struktur bangunan, arus

    dan gelombang laut periode panjang juga mempengaruhi vibrasi mikrotremor (Motamed et

    al., 2007; Petermans et al., 2006). Contoh tampilan data mikrotremor dapat dilihat pada

    Gambar 2.

    Gambar 2. Tampilan mikrotremor pada perangkat lunak (Mirzaoglu & Dykmen, 2003)

    Metode analisis HVSR yang dikembangkan oleh Nakamura (1989) menghitung

    rasio spektrum fourier dari sinyal mikrotremor komponen horizontal terhadap komponen

    vertikalnya. Hasil analisis HVSR akan menunjukkan suatu puncak spektrum pada

    frekuensi predominan (Nakamura, 1989). Frekuensi resonansi ( fo) dan faktor amplifikasi

    (A) yang menggambarkan karakteristik dinamis tanah dihasilkan dari analisis HVSR

    (Nakamura et al., 2000).

    Metode analisis HVSR diakui secara luas sangat handal dalam mengestimasifrekuensi resonansi lapisan tanah permukaan lokal (Molnar et al., 2007; Jensen, 2000).

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    3/19

    3

    Panou et al. (2004) mengkaji hubungan antara spektrum HVSR dengan data kerusakan

    gempabumi, hasilnya menunjukkan adanya korelasi antara data kerusakan dengan pola

    spektrum HVSR tertentu. Nilai intensitas kerusakan yang tinggi terjadi pada zona

    frekuensi resonansi rendah dengan faktor amplifikasi yang tinggi, sebaliknya tingkat

    kerusakan rendah terjadi pada zona frekuensi resonansi yang tinggi dengan faktor

    amplifikasi rendah.Penelitian Qaryouti & Tarazi (2007) menunjukkan bahwa faktor amplifikasi

    spektrum HVSR meningkat pada formasi ketebalan sedimen yang lebih tebal dan halus.

    Hasil penelitian HVSR yang dilakukan Singh et al. (2003) di kawasan bekas rawa Mexico

     juga menginformasikan hal yang serupa, dimana faktor amplifikasi meningkat pada daerah

    yang tersusun oleh lapisan sedimen halus bekas rawa. Mucciarelli et al. (1996)

    menyatakan bahwa Metode HVSR mampu memprediksi persebaran kerusakan gempabumi

    masa lampau dan masa yang akan datang.

    2. HORIZONTAL TO VERTICAL SPECTRUM RATIO (HVSR) Nakamura (1989) menyatakan bahwa efek sumber dapat dihilangkan dari data

    mikrotremor dengan membandingkan spektrum horisontal terhadap spektrum vertikal daridata rekaman mikrotremor pada satu stasiun pengukuran seismometer tiga komponen.

     Nakamura (1989) mengasumsikan bahwa hanya data mikrotremor horisontal saja yang

    terpengaruh oleh tanah, sementara karakteristik spektrum sumber tetap terdapat di

    komponen vertikal.

    Site effect  (TSITE) pada lapisan sedimen permukaan, biasanya digambarkan dengan

    cara membandingkan spektrum (TH) antara komponen horisontal rekaman seismogram

     pada dataran aluvial (SHS) dengan komponen horisontal rekaman seismogram pada

    singkapan batuan keras (SHB).

    SHS 

    TH  = -------- (1)

    SHB

    Beberapa asumsi yang digunakan dalam Metode Nakamura disajikan pada Gambar

    3 sebagai berikut.

    Gambar 3. Model cekungan yang berisi material sedimen halus (Slob, 2007)

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    4/19

    4

    1.  Data Mikrotremor tersusun atas beberapa jenis gelombang, tetapi utamanya adalah

    gelombang Rayleigh yang merambat pada lapisan sedimen di atas batuan dasar.

    2.  Efek gelombang Rayleigh (TV) pada noise terdapat pada spektrum komponen vertikal di

    dataran aluvial (SVS), tetapi tidak terdapat pada spektrum komponen vertikal di batuan

    dasar (SVB).

    SVS TV  = -------- (2)

    SVB

    3.  Komponen vertikal mikrotremor tidak teramplifikasi oleh lapisan sedimen di dataran

    aluvial.

    4.  Efek gelombang Rayleigh pada rekaman mikrotremor adalah ekivalen untuk komponen

    vertikal dan horisontal. Untuk rentang frekuensi lebar (0,2-20,0 Hz), rasio spekrum

    antara komponen horisontal dan vertikal di batuan dasar mendekati nilai satu.

    SVB

    ------- = 1 (3)SHB

    5. 

    Pada kondisi tersebut (Rumus 1.3), rasio spektrum antara komponen horisontal dan

    vertikal dari mikrotremor yang terrekam di permukaan memungkinkan efek

    Gelombang Rayleigh (ERW) untuk dieliminasi, menyisakan hanya efek yang

    disebabkan oleh kondisi geologi lokal. Inilah konsep dasar Metode  Horizontal to

    Vertical Spectrum Ratio atau yang populer disebut sebagai Metode HVSR:

    TH SHS · SVBTSITE  = ------- = ---------------

    TV SHB ·  SVS

    maka site effect  yang terjadi adalah:

    SHSTSITE  = ------- (4)

    SVS

    Rumusan ini menjadi dasar perhitungan rasio spektrum mikrotremor komponen

    horizontal terhadap komponen vertikalnya, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

    SHS √[(SUtara-Selatan)2

     + (SBarat-Timur )

    2

    ] = (5)

    SVS  SVertikal

    Ket: HS (komponen horizontal), VS (komponen vertikal), dan S (sinyal).

    Metode HVSR sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi respon resonansi pada

    cekungan yang berisi material sedimen. Fenomena resonansi dalam lapisan sedimen yakni

    terjebaknya gelombang seismik di lapisan permukaan karena adanya kontras impedansi

    antara lapisan sedimen dengan lapisan batuan keras yang lebih dalam. Interferensi antar

    gelombang seismik yang terjebak pada lapisan sedimen berkembang menuju pola

    resonansi yang berkenaan dengan karakteristik lapisan sedimen.

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    5/19

    5

    3. SURVEI MIKROTREMORSurvei data primer berupa pengukuran mikrotremor secara langsung di lapangan,

    sebanyak lokasi yang diinginkan. Setiap lokasi dilakukan pengukuran mikrotremor

    minimal selama 30 menit dengan frekuensi sampling 100 Hz. Contoh peralatan dan

     pengambilan data mikrotremor di lapangan disajikan pada Gambar 4 s/d Gambar 7. Survei

    mikrotremor yang dilakukan mengacu kepada aturan-aturan yang ditetapkan olehSESAME European Research Project (2004) (Tabel 1).

    Gambar 4. Seismometer periode pendek (sensitive velocity sensor)  tipe TDS-303

    (3komponen), frekuensi sampling 100 Hz

    Gambar 5. Digitizer TDS-303

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    6/19

    6

    Gambar 6. Seperangkat peralatan penunjang survei mikrotremor: solar panel, kompas,

    GPS, dan kabel data

    Gambar 7. Pencatatan mikrotremor di lapangan

     Digitizer

    Laptop akuisisi

    Solar cell panel

    Antena GPS

    Kabel data

    Sensor seismograf

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    7/19

    7

    Tabel 1. Beberapa persyaratan teknis survei mikrotremor di lapangan

    Saran yang dianjurkan

     fo minimum yang diharapkan

    (Hz)

    Durasi pencatatan minimum

    Durasi pencatatan 0,2 300,5 20

    1 10

    2 5

    5 3

    10 2

    Parameter

     pencatatan  Atur level sensor seismograf (leveling) seperti yang telah

    disarankan.

      Tetapkan level gain semaksimal mungkin tanpa saturasi (jenuh)

    sinyal.

    Coupling soil-

     sensor  alami(insitu)

      Atur sensor langsung pada permukaan tanah.

     

    Hindari menempatkan sensor seismograf pada permukaan tanahlunak (lumpur, semak-semak) atau tanah lunak setelah hujan.

    Coupling soil-

     sensor  

     buatan/artifisial

      Hindari lempengan yang terbuat dari material lunak seperti karet

    atau busa.

      Pada kemiringan yang curam dimana sulit mendapatkan level

    sensor yang baik, pasang sensor dalam timbunan pasir atau

    wadah yang diisi pasir.

    Keberadaan

     bangunan/pohon

      Hindari pengukuran dekat dengan bangunan, gedung bertingkat,

    dan pohon yang tinggi, jika tiupan angin di atas ± 5 m/detik.

    Kondisi ini sangat mempengaruhi hasil analisis HVSR yang

    ditunjukkan dengan suatu kemunculan frekuensi rendah pada

    kurva.

      Hindari pengukuran di lokasi tempat parkir, pipa air, dan

    gorong-gorong.

    Kondisi cuaca   Angin: lindungi sensor jika kecepatan angin di atas ± 5 m/detik).

      Hujan: hindari pengukuran mikrotremor di bawah terpaan hujan

    lebat, jika hujan ringan tidak akan terlalu berpengaruh.

      Temperatur: periksa sensor seismograf dan catat instruksi

     pabrik.

    Gangguan   Sumber monokromatik: hindari pengukuran mikrotremor dekat

    dengan mesin, industri, pompa air, generator yang sedang

     beroperasi.  Sumber sementara: jika terdapat sumber getar transient  (jejak

    langkah kaki, mobil lewat) tingkatkan durasi pengukuran untuk

    memberikan jendela yang cukup untuk analisis setelah gangguan

    tersebut hilang.

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    8/19

    8

    Contoh form survei mikrotremor menurut SESAME European Research Project

    TANGGAL JAM LOKASI

    OPERATOR TIPE GPS #

    LINTANG BUJUR KETINGGIAN

    TIPE STASIUN TIPE SENSOR

    STASIUN # SENSOR # DISK #

     NAMA FILE POINT #

    PERBESARAN (GAIN) FREQ SAMPLE Hz DURASI REKAM Menit

    Detik

    KONDISI 

    CUACA 

    ANGIN Tak ada Lemah (5m/s) Sedang Kuat Pengukuran (Jika ada) ___________________

    HUJAN Tak ada Lemah Sedang Kuat Pengukuran (Jika ada) ___________________  

    Suhu ( ± ) ___________ Keterangan __________________________________________________________

    TIPE

    PERMUKAAN

    Tanah( Keras

    Lunak

    )Kerikil Pasir Batu Semak =

    ( PendekTinggi

    )

    AspalSemen Beton Paving Lainnya

    Tanah Basah Tanah Kering Keterangan _______________________________________________

    COUPLING SENS0R BUATANTidak Ya, Jenis ______________________________________________

    KERAPATAN BANGUNAN Tidak Tersebar Rapat Lainnya, jenis __________________________

    SUMBER NOISE MONOKROMATIK (Pabrik, Pompa, Sungai, ….. ) 

    Ya Tidak, Jenis _____________________________

       T   i   d  a   k  a   d  a

       S  e   d   i   k   i   t

       B  a  n  y  a   k

       S  a  n  g  a   t   P  a   d  a   t

    Jarak

    BANGUNAN TERDEKAT

    (deskripsi, tinggi, jarak)

    (Pohon, Gedung, Jembatan, Struktur

     bawah tanah, ……… ) 

    Mobil

    Truk

    LangkahLainnya __________

    OBSERVASIFREKUENSI Hz(Perhitungan Lapangan)

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    9/19

    9

    Hasil pengukuran mikrotremor di lapangan mendapatkan data getaran tanah fungsi

    waktu. Data ini tercatat dalam 3 komponen, yaitu komponen vertikal, utara-selatan, dan

     barat-timur. Data mentah ini tidak dapat langsung diolah karena dalam format 

    hexadecimal . Data ini harus diubah ke format ASCII menggunakan perangkat lunak

    DATAPRO dan menghasilkan empat file, yaitu file komponen vertikal, utara-selatan, barat-timur, dan  file header . Agar keempat file data ini dapat diolah perangkat lunak

    GEOPSY, harus dalam format SAF.

    Proses selanjutnya adalah mengolah data mikrotremor menggunakan perangkat

    lunak GEOPSY. Saat pengolahan dalam perangkat lunak GEOPSY, data dibagi dalam

     beberapa window. Untuk data yang cukup besar dapat dilakukan pemilahan window secara

    otomatis, yaitu pemilahan antara sinyal tremor   atau event transient   (sumber spesifik).

    Fungsi pemilahan ini untuk menghindari pengolahan transient  dalam analisis. Cara untuk

    mendeteksi transient   dengan membandingkan  short term average  (STA) dan long term

    average (LTA). STA merupakan rata-rata amplitude jangka pendek (0,5-2,0 detik),

    sedangkan LTA merupakan nilai rata-rata amplitudo jangka panjang (>10 detik). Ketika

     perbandingan STA/LTA melebihi ambang batas, maka dapat disebut sebagai ”event” (Koller et al ., 2004). Setelah transient terdeteksi maka data selain transient dibagi dalam

     beberapa window (20-50 detik). Berdasarkan SESAME European Research Project (2004),

    disarankan pada penentuan panjang window memiliki minimal persyaratan lw=10/ fo, dalam

    hal ini lw adalah panjang window dan  fo  adalah frekuensi resonansi, sehingga memiliki

    minimal 10 cycle signifikan pada masing-masing window.

    Masing-masing window dikenai transformasi fourier sehingga diperoleh spektrum

    fourier untuk masing-masing komponen. Spektrum fourier komponen horizontal (barat-

    timur dan utara selatan) dirata-ratakan menggunakan akar rata-rata kuadrat, selanjutnya

    dibagi dengan spektrum fourier komponen vertikal dalam kawasan frekuensi hingga

    diperoleh rata-rata spektrum H/V.

    Prosedur pengolahan data mikrotremor menggunakan metode analisis HVSR

    hingga diperoleh indeks kerentanan seismik (K g) digambarkan pada Gambar 9. Hasil

    keluaran perangkat lunak GEOPSY berupa rara-rata spektrum mikrotremor. Dari spektrum

    ini dapat diketahui nilai frekuensi resonansi ( fo) dan faktor amplifikasi (A) di lokasi

     pengukuran. Indeks kerentanan seismik (K g) diperoleh dengan membagi kuadrat faktor

    amplifikasi (A) dengan frekuensi resonansi ( fo),

    Setelah survei pencatatan mikrotremor di lapangan dilakukan sesuai dengan

     prosedur yang telah ditetapkan, selanjutnya data mikrotremor dipersiapkan untuk

    dilakukan pengolahan dengan metoda analisis HVSR menggunakan perangkat lunak

    GEOPSY yang diawali dengan tahapan kerja dalam urutan di bawah ini.

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    10/19

    10

    1.  Data mentah mikrotremor dibuka menggunakan software DATAPRO (paket program

     bawaan dari TDS portable digital seismograph).

    2. Menampilkan data mentah (raw data) mikrotremor dalam software DATAPRO. Hasil

     pengukuran mikrotremor berupa data getaran tanah fungsi waktu. Data ini tercatat

    dalam 3 komponen, yaitu komponen vertikal, horizontal (utara-selatan), dan horizontal

    (barat-timur).

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    11/19

    11

    3. Beberapa hal yang perlu dipahami bahwa:

    •  data mentah dalam tampilan software DATAPRO tidak dapat langsung diolah karenamasih dalam format hexadecimal, data ini harus diubah lebih dulu ke format ASCII

    menggunakan perangkat lunak DATAPRO.

    • 

     perubahan dalam format ASCII menghasilkan empat file, yaitu file komponenvertikal, horizontal (utara-selatan), dan horizontal (barat-timur). Agar ketiga file data

    ini dapat diolah menggunakan perangkat lunak GEOPSY, maka harus dirubah lebih

    dulu dalam format SAF (Sesame ASCII Format).

    4. Ketiga file data (untuk masing-masing komponen) dari DATAPRO dibuka untuk

    selanjutnya di sesuaikan dengan format kanal 3 komponen pada GEOPSY.

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    12/19

    12

    5. Ketiga file data (untuk masing-masing komponen) diubah ke dalam format Sesame

    ASCII Format (SAF) dengan terlebih dahulu menyesuaikan dengan format kanal 3

    komponen pada GEOPSY.

    6. Proses selanjutnya adalah mengolah data mikrotremor menggunakan metode analisis

    HVSR menggunakan perangkat lunak GEOPSY. Data SAF yang sudah disiapkan di

    masukkan pada Inport Signals 

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    13/19

    13

    7. Tampilkan data mikrotremor pada pada perangkat lunak GEOPSY. Bandingkan apakah

    wave form pada pada perangkat lunak GEOPSY sama dengan yang ditampilkan raw

    data pada perangkat lunak DATAPRO (perangkat lunak TDS) di depan. Jika kedua

    wave form sama maka proses dalam mengubah format data ke dalam format SAF telah

     berhasil.

    8. Untuk menjalankan analisis HVSR dapat klik H/V, selanjutnya klik Stable window 

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    14/19

    14

    9. Saat pengolahan dalam GEOPSY, data dibagi dalam beberapa window. Untuk data yang

    cukup besar dapat dilakukan pemilahan window secara otomatis, yaitu pemilahan

    antara sinyal tremor   atau event transient . Fungsi pemilahan ini untuk menghindari

     pengolahan transient  dalam analisis. Selanjutnya klik Start untuk hasil HVSR.

    10. Diagram yang menggambarkan prosedur pengolahan data mikrotremor menggunakan

    metode analisis HVSR hingga diperoleh frekuensi resonansi ( fo), faktor amplifikasi

    (A), dan indeks kerentanan seismik (K g) digambarkan pada Gambar 8. Proses ini

    seluruhnya dikerjakan dalam perangkat lunak GEOPSY.

    Gambar 8. Diagram analisis horizontal to vertical spectrum ratio (HVSR)

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    15/19

    15

    11. Hasil analisis HVSR menggunakan perangkat lunak GEOPSY menghasilkan satu buah

    spektrum HVSR yang didalamnya terdapat parameter frekuensi resonansi ( fo), faktor

    amplifikasi (A), dan indeks kerentanan seismik (Kg) di lokasi pengukuran.

    Berdasarkan hasil analisis HVSR diketahui:

    Frekuensi resonansi ( fo) = 1,55 Hz

    Faktor amplifikasi (A) = 2,42

    Maka indeks kerentanan seismik Kg = A2 / fo = 3,78

    Frekuensi resonansi ( fo) = 1,55 Hz

    Faktor amplifikasi (A)= 2,42

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    16/19

    16

    4. MANFAAT DATA MIKROTREMORData mikrotremor sangat bermanfaat untuk: (1) menyusun peta periode dominan,

    (2) menyusun peta faktor amplifikasi, dan (3) menyusun peta indeks kerentanan seismik,

    dan (4) menprediksi ketebalan lapisan sedimen secara kualitatif. 

    4.1. Pemetaan Frekuensi Resonansi (fo )Untuk keperluan mitigasi bencana alam gempabumi, analisis data mikrotremor

    dapat memberi informasi nilai  fo  suatu tempat untuk perencanaan bangunan tahan

    gempabumi (Tuladhar et al., 2004). Struktur bangunan yang memiliki nilai fo sama dengan

    nilai  fo  site akan mengalami resonansi jika terjadi gempabumi. Efek resonansi akan

    memperkuat getaran gempabumi sehingga menyebabkan bangunan roboh saat terjadi

    getaran gempabumi kuat. Sehingga informasi data mikrotremor member petunjuk agar

    dalam membangunan bangunan tidak sama dengan frekuensi resonansi site guna

    menghindari terjadinya efek resonansi saat gempabumi terjadi (Daryono et al., 2009a;

    Daryono et al., 2009b). Selain bahaya resonansi getaran gempabumi, karekteristik dinamik

    tanah dengan  fo sangat rendah sangat rentan terhadap bahaya vibrasi periode panjang yang

    dapat mengancam gedung-gedung bertingkat tinggi (Tuladhar, 202). Dengan mengetahui persebaran frekuensi resonansi dan memanfaatkannya dalam merencanakan bagunan,

    diharapkan akan dapat mengurangi risiko bahaya gempabumi yang mungkin terjadi pada

    masa yang akan datang.

    4.2. Pemetaan Faktor Amplifikasi (A)Penggunaan faktor amplifikasi untuk pengkajian bahaya gempabumi hingga saat

    ini masih dalam pro dan kontra. Menurut Bard (1999), puncak spektrum HVSR

    memberikan estimasi amplifikasi dalam batas “tingkat rendah”, namun demikian beberapa peneliti lain seperti Mucciarelli et al. (1998), Nakamura et al. (2000) dan Cara et al. (2006)

    menyatakan adanya korelasi yang jelas antara faktor amplifikasi dengan persebaran

    kerusakan gempabumi. Panou et al. (2004) membandingkan nilai frekuensi resonansi dan

    faktor amplifikasi dengan data kerusakan gempabumi. Hasil pengamatan menyeluruh

    menunjukkan adanya korelasi, dimana pada intensitas kerusakan tinggi terjadi pada zona

    frekuensi resonansi rendah dengan nilai faktor amplifikasi yang tinggi.

    4.3. Pemetaan Indeks Kerentanan Seismik (Kg)Menurut Nakamura (2008), indeks kerentanan seismik merupakan indeks yang

    menggambarkan tingkat kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat

    terjadi gempabumi. Indeks kerentanan seismik bermanfaat untuk memprediksi zona lemah

    saat terjadi gempabumi (Saita et al., 2004; Gurler et al., 2000). Indeks kerentanan seismik

     berdasarkan mikrotremor juga bermanfaat untuk memprediksi zona rawan likuefaksi(Huang dan Tseng, 2002), dan rekahan tanah akibat gempabumi (Daryono, 2011). Indeks

    kerentanan seismik diperoleh dengan mengkuadratkan faktor amplifikasi dibagi dengan

    frekuensi resonansinya (Nakamura et al., 2000). Indeks kerentanan seismik bersama-sama

    dengan percepatan basemen berguna untuk menghitung nilai regang-geser lapisan tanah

     permukaan (Nakamura, 2000). Gempabumi merusak terjadi bilamana batas regangan geser

    terlampaui sehingga terjadi deformasi lapisan tanah permukaan (Nakamura, 2008).

    4.4. Memprediksi Ketebalan Lapisan SedimenMenurut Wenzel dan Achs (2007), Fah et al.  (2001), Yasui dan Noguchi (2004),

    dan Ai-Lan et al . (2006) Metode Nakamura dinilai sangat ekonomis dan efektif untuk

    mengkaji karakteristik dinamik lapisan tanah permukaan penyebab terjadinya local siteeffect saat gempabumi. Penelitian Roberta dan Asten (2004), Arai dan Tokimatsu (2008),

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    17/19

    17

    Arai dan Tokimatsu (1998), dan Nguyen et al . (2004) yang menggunakan metode HVSR

    mampu memetakan ketebalan material sedimen secara kualitatif.

    5. KESIMPULAN

    Berdasarkan uraian tersebut di atas maka ada beberapa kesimpulan terkait dengandata mikrotremor.

    a. 

    Karakteristik spektrum mikrotremor berubah mengikuti karakteristik kondisi

    geologis/geomorfologis.

     b. 

    Data persebaran frekuensi resonansi hasil pengukuran mikrotremor dapat

    menggambarkan profil kedalaman batuan dasar graben/cekungan secara kualitatif.

    c. 

    Hasil analisis data mikrotremor bermanfaat untuk menyusun peta frekuensi

    resonansi, peta faktor amplifikasi, dan peta indeks kerentanan seismik.

    d.  Persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor bermanfaat

    untuk memprediksi zona lemah yaitu kawasan yang berpotensi mengalami

    kerusakan rumah, likuefaksi , dan rekahan tanah akibat gempabumi.

    DAFTAR KEPUSTAKAAN Ai-Lan C., Takahiro, I., Yoshiya, O., Xiu-Run, and G. 2006. Study on the applicability of

    frequency spectrum of microtremor of surface ground in Asia area.  Journal of

     Zhe Jiang University.

    Arai, H. and Tokimatsu, K. 2008. Three-dimensional Vs profiling using microtremor in

    Kushiro, Japan. Earthquake Engineering and Structural Dynamics, 37:845-859.

    Asten, MW, and Dhu, T. 2004. Site response in the Botany area, Sydney, using

    microtremor array methods and equivalent linear site response modeling.

    Australian Earthquake Engineering in the New Millennium,  Proceedings of a

    Conference of the Australian Earthquake Engineering Society. Mt Gambier South

    Australia, Paper 33.

    Bard , P.Y.,1999, Microtremor measurement: a tool for site estimates?. States of the art

     paper, second International Symposium on the Effect of Surface Geology on

    Seismic Motion, Yokohama, December 1-3, 1998, pp. 1252-1279.

    Cara F., Cultrera, G., Azzara, M., Rubeis, V.D., Giudio, G.D., Giammarinaro, M.S., Tosi,

    P., Vallone, P. and Rovelli,A., 2006, Microtremor Measurement in the City of

    Palermo, Italy: Analysis of the Correlation with Local Geology and Damage,

    BSSA, Instituto di Geofisica Volcanologia, Via di Vigna Murata, Rome, Italy.

    Daryono, Sutikno, Junun S., Dulbahri (a), 2009, Local Site Effect of Bantul Graben Basedon Microtremor Measurement for Seismic Hazard Assessment, 2nd International

    Conference on Geoinformation Technology for Natural Disaster Management and

    Rehabilitation, Bangkok, Thailand.

    Daryono, Sutikno, Junun S., Dulbahri, K.S. Brotopuspito (b). 2009. Local site effect at

    Bantul Graben based on Microtremor measurements.  International Conference

     Earth Science and Technology. Phonix Hotel, Yogyakarta.

    Daryono, 2011, Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor pada Setiap Satuan

    Bentuklahan di Zona Graben Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Disertasi,

    Program Pascasarjana Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Fah, D., Kind, F., and Giardini, D. 2001. A teoritical investigation of average H/V ratio.

    Geophysical Journal International , 145: 535-549.

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    18/19

    18

    Gurler, E.D., Nakamura, Y., Saita, J.,Sato, T. 2000. Local site effect of Mexico City based

    on microtremor measurement. 6 th International Conference on Seismic Zonation,

    Palm Spring Riviera Resort, California, USA, pp.65.

    Huang, H. and Tseng, Y. 2002. Characteristics of soil liquefaction using H/V of

    microtremor in Yuan-Lin area, Taiwan. TAO, Vol. 13, No. 3, 325-338.

    Ishihara, K., 1978, Introduction to Dynamic Soil Mechanism.Jensen, V. H., 2000, Seismic Microzonation in Australia, Journal of Asian Earth Science.

    Vol. 18.

    Mirzaoglu, M. & Dykmen, U., 2003, Application of Microtremor to Seismic Microzoning

    Procedure, Journal of The Balkan Geophysical Society, Vol. 6 No.3.

    Molnar, S., Cassidy, J.F. and Dosso, S.E., 2004, Site Response Studies in Victoria, B.C.,

    Analysis of M 6.8 Nisqually Earthquake Recording and SHAKE Modelling, Paper

     No. 2121, 13th Proceeding of World Conference on Earthquake Engineering,

    Vancouver, B.C., Canada.

    Motamed, R., Ghalandarzadeh, A., Tawhata, I. and Tabatabei, S.H., 2007, Seismic

    Microzonation and Damage Assessment of Bam City, Southern Iran, Journal of

    Earthquake Engineering, 11:110-132.Mucciarelli, M., Valensise, G., Gallipoli, M.R. and Caputo, R., 1999, Reappraisal of A

    XVI Century Earthquake Combining Historical, Geological and Instrumental

    Information, Proceedings of Workshop of E.S.C. Sub-Commision on Historical

    Seismology, Macerata, Italy.

    Mukhopadhyay, S., Pandey, Y., Dharmaraju, R., Chauhan, P.K.S., Singh, P. and Dev, A.,

    2002, Seismic Microzonation of Delhi for Ground Shaking Site Effect, Journal

    Current Science, Vol. 82 No. 7.

     Nakamura, Y. 1989. A method for dynamic characteristic estimatimation of subsurface

    using microtremor on the ground surface. Q.R. of R.T.I. 30-1, p. 25-33.

     Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamura’s Techniqueand Its Application. World Conference of Earthquake Engineering.

     Nakamura, Y., Sato, T., and Nishinaga, M. 2000. Local Site Effect of Kobe Based on

    Microtremor Measurement.  Proceeding of the Sixth International Conference on

    Seismic Zonation EERI , Palm Springs California.Nakamura, Y. 2007.

     Development of vulnerability assessment for ground and structures using

     Microtremor . System and Data Research Co., Ltd.

     Nakamura, Y. 2008. On The H/V Spectrum. The 14th World Conference on Earthquake

     Engineering, Beijing, China.

     Nguyen, F., Teerlynck, H., Van Rompaey, G., Van Camp, M., Jongmans, D. and

    Camelbeeck, T., 2004, Use of microtremor measurement for assessing site effectsin Northern Belgium-interpretation of the observed intensity during the Ms5.0,

    June 11, 1938 Earthquake. Journal of Seismology, 8(1) 41-56, 20.

    Panou, A.A., Theodulidis, N., Hatzidimitriou, P.M., Papazachos, C.B. and Stylianidis, K.,

    2004, Ambient Noise Horizontal-to-Vertical Spectral Ratio for Assessing Site

    Effect in Urban Environtments: The Case of Thessaloniki City (Northern Greece),

    Bulletin of Geological Society, Greece vol. XXXVI.

    Petermans, T., Devleeschouwer, X., Pouriel, F. & Rosset, P., 2006, Mapping the local

    seismic hazard in urban area of Brussel, Belgium. IAEG Paper number 424.

    Qaryouti, M.Y. and Tarazi, E., 2007, Local Site Effect Estimated from Ambient Vibration

    Measurement at Aqaba City, Jordan, Journal of Earthquake Engineering, 11:1-12.

    Saita, J., Bautista, M.L.P. and Nakamura, Y., 2004, On Relationship Between TheEstimated Strong Motion Characteristic of Surface Layer and The Earthquake

  • 8/21/2019 DATA MIKROTREMOR DAN PEMANFAATANNYA UNTUK PENGKAJIAN BAHAYA GEMPABUMI.pdf

    19/19

    19

    Damage -Case Study at Intramuros, Metro Manila-, Paper No. 905, 13th World

    Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, B.C., Canada.

    SESAME, 2004, Guidelines for the Implementation of the H/V Spectral Ratio Technique

    on Ambient Vibrations Measurements, Processing and Interpretation, European

    Commission –  Research General Directorate.

    Singh, S.K., Ordaz, M. and Pacheco, J.F., 2003, Advances in Seismology with Impact onEarthquake, International Handbook of Earthq. and Engineering Seismology,

    Volume 81.

    Slob, S., 2007, Micro Seismic Hazard Analysis, Earthquake Vulnerability and Multi-

    Hazard Risk Assessment: Geospatial Tools for Rehabilitation and Reconstruction

    Efforts, ITC The Netherlands.

    Sun, C.G., Kim, D.S and Chung, C.K., 2005, Geologic Site Condition and Site

    Coefficients for Estimating Earthquake Ground Motion in The Inland Areas of

    Korea. Engineering Geology, 81, 446-469.

    Tuladhar, R. 2002. Seismic microzonation of greather Bangkok using microtremor. Thesis.

    Asian Institute of Technology, School of Civil Engineering, Thailand.

    Tuladhar, R., Cuong, N.N.H. and Yamasaki, F., 2004, Seismic Microzonation of Hanoi,Vietnam Using Microtremor Observations, Paper No. 2539, 13th World

    Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, B.C., Canada.

    Wenzel, H. and Achs, G. 2007. Seismic microzonation in Vienna Basin. 4th International

    Conference of Geotechnical Enggineering , Pp No. 1718.

    Yasui, Y. and Noguchi, T. 2004. Soil profile confirmation through microtremor

    observation. Proceeding Third UJNR Workshop on Soil-Structure Interaction,

    March 29-30, 2004, Menlo Park, California, USA.