dampak peraturan menteri kelautan dan perikanan...
TRANSCRIPT
1
DAMPAK PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR 2 TAHUN 2015 TERHADAP MASYARAKAT NELAYAN
KELURAHAN KAWAL KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN
BINTAN
JURNAL
Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji
OLEH :
TABRANI NIM: 130565201062
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2018
1
Dampak Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015
Terhadap Masyarakat Nelayan Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan
TABRANI
NIM : 130565201162
(Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UMRAH Tanjungpinang)
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa penerbitan Permen-KP Nomor 2
Tahun 2015 sebagai respon dari maraknya penggunaan alat tangkap pukat yang
dominannya merusak ekosistem laut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana dampak dari terbitnya Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015 terhadap
masyarakat nelayan Kelurahan Kawal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun
2015 terhadap masyarakat nelayan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Informan penelitian berjumlah 20 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menemukan bahwa dampak Permen-
KP dilihat dari Effectiveness yang ternyata kebijakan ini ditujukan langsung
kepada nelayan yang merusak ekosistem laut dengan menggunakan alat tangkap
pukat beserta para penampungnya. Selanjutnya Efficiency yang menyatakan
bahwa peraturan tersebut memang diiring dengan tugas pengawasan yang
dilimpahkan kepada setiap daerah terlebih lagi daerah yang memiliki kawasan
perairan laut (pesisir). Adequacy menyatakan bahwa peralihan nelayan Kampung
Kawal dari menggunakan pukat hingga menggunakan alat tangkap lainnya.
Perataan menyatakan kebijakan yang didistribusikan kepada semua kalangan.
Responsivitas menyimpulkan bahwa tingkat perekonomian masyarakat nelayan
Kampung Kawal saat menggunakan alat tangkap pukat dibanding dengan berlaih
ke alat tangkap lain seperti jaring kan, tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Selanjutnya Ketepatan menyimpulkan bahwa Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015
benar-benar memuat nilai sosial yang justru sangat sesuai dengan norma
kehidupan.
Kata Kunci : Permen-KP, Masyarakat Nelayan, Alat Tangkap Pukat
2
ABSTRACT
IMPACT OF REGULATION OF THE MINISTER OF MARINE AND
FISHERY NUMBER 2 YEAR 2015 TO THE FISHERMEN SOCIETY OF
KAWAL VILLAGE GUNUNG KIJANG SUB DISTRICT OF BINTAN
REGENCY
By: Tabrani
This research was motivated by the fact that the issuance of Permen-KP No. 2 of
2015 as a response to the rampant use of trawl fishing tools which predominantly
damaged the marine ecosystem. The problem in this study is how the impact of
the issuance of Permen-KP No. 2 of 2015 on the fishing community of Kawal
Village. The purpose of this research is to find out the impact of the Regulation of
the Minister of Maritime Affairs and Fisheries No. 2 of 2015 towards fishing
communities. This type of research is descriptive qualitative. Research informants
numbered 20 people. Data collection is done through interviews and
documentation. This study found that the impact of Permen-KP was seen from
Effectiveness which turned out that this policy was aimed directly at fishermen
who damaged the marine ecosystem by using trawl fishing gear and its collectors.
Furthermore, the Efficiency which states that the regulation is indeed
accompanied by the supervisory tasks delegated to each region, especially the
regions that have marine (coastal) waters. Adequacy stated that the transfer of
fishermen from Kampung Kawal from using trawlers to using other fishing
equipment. Stating the policy that is distributed to all circles. Responsiveness
concluded that the economic level of the fishing communities of Kampung Kawal
when using trawl gear compared to reaching other fishing gear such as nets does
not have a significant difference. Furthermore, the Accuracy of concluding that
the Permen-KP No. 2 of 2015 actually contains social values that are precisely in
accordance with the norms of life.
Keywords: Permen-KP, Community Fishermen, Trawl Catchers
3
PENDAHULUAN
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak
dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi dan berbagai
avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya.
Di Indonesia, menurut UU RI Nomor 9 Tahun 1985 dan UU RI Nomor 31 Tahun
2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan. Dengan demikian, perikanan dapat dianggap merupakan
usaha agribisnis. Sebagai dasar penentuan urusan pengelolaan wilayah kelautan di
daerah, Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 menentukan ada 3 macam pembagian
urusan yaitu, urusan Pemerintahan Absolut, urusan Pemerintahan Konkuren dan
urusan Pemerintahan umum (Sari Wiji Astuti, dalam Jurnal SELAT Volume 3
No. 1 Edisi 5, Oktober 2015: 392).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh
penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi
keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan
ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi dapat ditegaskan bahwa
tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor perikanan dan bukan untuk
mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai informasi bahwa sebagian besar
daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dibagi ke dalam beberapa
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di wilayah Republik Indonesia sudah
mengalami over fishing atau over exploited. Indonesia memiliki potensi sumber
daya perikanan yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun
4
keanekaragamannya. Total luas laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 atau sekitar
70% dari wilayah Indonesia (KKP, 2012)
Pada Tanggal 9 Januari 2015. Pada Pasal 2 dan 3 setiap orang dilarang
menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan
ikan pukat tarik (seine nets) di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia. Pada Pasal 3, dijelaskan jenis alat tangkapnya yang dilarang
adalah :
1. Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, terdiri dari:
a. Pukat hela dasar (bottom trawls);
Gambar I
Sumber : Permen-KP N0. 2 tahun 2015
b. Pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls);
Gambar 2
Sumber : Permen-KP N0. 2 tahun 2015
Implikasi dari penerapan berbagai regulasi dan kebijakan di bidang
perikanan ini akan terasa setelah larangan penangkapan ikan dengan pukat resmi
diberlakukan, karena sampai dengan saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan
masih memberikan toleransi sampai masa berlaku ijin usaha yang telah diterbitkan
berakhir atau sekitar 6 hingga 9 bulan kedepan. Untuk itu masyarakat nelayan,
5
akademisi, badan litbang dan seluruh instansi terkait khususnya Kementerian
Kelautan dan Perikanan agar dapat mencari alat tangkap alternatif yang ramah
lingkungan dan yang bertanggungjawab.
Kehadiran peraturan ini pada awalnya menuai begitu banyak pro dan
kontra, bagi mereka yang ingin menjaga kelestarian alam demi generasi yang akan
datang tentu menyambut baik adanya kebijakan ini. Akan tetapi, bagi mereka
yang selama ini merasa diuntungkan dengan penggunaan pukat tentu menolak
keras kebijakan yang dapat merugikan mereka. Perlu dilakukan analisis untuk
melihat pencapaian suatu kebijakan. Alim Bathoro (Volume 3 Nomor 2 Edisi 6,
2016: 452) dalam Jurnal SELAT mengatakan bahwa analisis mengenai penerapan
kebijakan mencoba mempelajari sebab-sebab dari keberhasilan atau kegagalan
kebijakan publik.
Tercatat sempat terjadi beberapa kali aksi unjuk rasa yang menyatakan
penolakan terhadap kebijakan Menteri Perikanan dan Kelautan tersebut. Seperti
demo di Jakarta oleh nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh
Indonesia (HNSI) pada 11 Juli 2017 (Sumber: SuaraNusantara.com), demo
Nelayan Kota Tegal di depan kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Senin, 19 Januari 2015 (Sumber:
BisnisTempo.co), bahkan tercatat tanggal 18 Mei 2017 Kepala Daerah Kabupaten
Rembang dalam salah satu Pidatonya menolak Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015
sebagaimana yang dikutip oleh detiknews.com. Walaupun demikian, peraturan ini
segera disahkan dan diberlakukan dengan pengawasan yang dilakukan secara
menyeluruh. Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut
kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan
6
berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat
saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering
mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan
dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi
penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.
Masyarakat Kelurahan Kawal khususnya yang bermata pencaharian
sebagai nelayan merasakan berbagai dampak positif dengan adanya alat tangkap
pukat yang mereka gunakan. Hal yang paling terlihat adalah perkembangan taraf
ekonomi masyarakat yang meningkat dengan signifikan dan pada akhirnya juga
berdampak pada gaya hidup dalam keseharian. Akan tetapi, dalam sisi lingkungan
dan pembangunan berkelanjutan tentunya sangat bertolak belakang. Pasalnya
penggunaan alat tangkap pukat ini sebagai dampak yang positif memang sangat
menjanjikan untuk peningkatan ekonomi kehidupan, namun di sisi lain alat yang
sangat efesien ini juga sangat merusak kelestarian alam bawah laut yang tentunya
akan berdampak lebih panjang. Dampak negatif yang hadir dari penggunaan alat
tangkap pukat ini membuat Pemerintah maupun semua lapisan masyarakat harus
benar-benar mampu bersikap bijak demi terjaganya ekosistem laut yang tentu
masih sangat dibutuhkan oleh generasi yang akan datang.
Hasil observasi lapangan menjelaskan bahwa nelayan yang menggunakan
pukat di wilayah Kelurahan Kawal dan sekitarnya mengenal alat tangkap tersebut
dari beberapa “tekong kapal” besar yang berasal dari luar wilayah mereka. Sampai
pada akhirnya mereka mulai mengikuti sebagai ABK (anak buah kapal) dan
kemudian mulai ada yang menjadi “tekong” sendiri. Pukat yang mereka gunakan
didominasi oleh jenis pukat tarik (Seine Nets). Pada Pasal 3, dijelaskan jenis alat
7
tangkapnya yang dilarang adalah : Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri dari:
a. Pukat hela dasar (bottom trawls);
b. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls)
Sebab memang jenis ini yang cocok digunakan diperairan landai. Jumlah
nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat baik sebagai “tekong” maupun
ABK di Kelurahan Kawal dan sekitarnya mencapai hampir 30 orang, akan tetapi
seiring pergeseran waktu banyak diantara mereka yang berpindah ke perairan lain
(seperti perariran Berakit, Utara Bintan dan sekitarnya). Bahkan mereka juga
mengikutsertakan keluarga mereka pindah ke tempat baru yang mereka tuju.
Hingga pada akhirnya hanya beberapa nelayan pengguna pukat yang masih
bertahan di perairan Kawal dan lambat laun pun mereka perlahan beralih ke
metode lain karena hasil produksi dari pukat yang mulai berkurang ditambah lagi
dengan Kebijakan Pemerintah yang melarang penggunaan alat tangkap tersebut
(Sumber: RW Setempat dan observasi lapangan).
Nelayan tradisional desa Kawal dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari rumah tangganya bergantung pada hasil laut. Intensitas tekanan sosial-
ekonomi disebabkan oleh factor-faktor yang sangat kompleks, hal ini semakin
diperparah oleh ketidakpastian dan terus menurunnya tingkat pendapatan.
Pendapatan rumah tangga nelayan penuh dengan ketidakpastian. Menurut
Kusnadi, dalam Mugiyati ( 2001: 6) Pada rumah tangga nelayan kecil, persoalan
mendasar yang dihadapi oleh rumah tangga nelayan kecil yang tingkat
penghasilannya rendah dan tidak pasti adalah bagaimana mengelola sumber daya
8
ekonomi yang dimiliki secara efisien dan efektif sehingga mereka bisa “bertahan
hidup” dan bekerja.
Kondisi tersebut diperparah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 yang oleh kalangan
akademisi dinilai akan menyebabkan dampak ekonomi nyata pada tingkat nelayan
dan rumah tangga perikanan. Berkurangnya pendapatan atau hilangnya sumber
mata pencaharian sering menimbulkan dampak sosial yang sulit bisa
dikompensasi. Oleh karena itu, pemerintah harus segera memperhatikan dan
melakukan jalan pintas untuk mengurangi dampak ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan dari PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015.
Secara umum, masyarakat nelayan di Kawal memanfaatkan laut untuk
sumber penghasilan dengan mengembangkan berbagai teknik penangkapan. Ada
yang menggunakan jaring tradisional, pancingan berantai (rawai), alat tangkap
“bubu” ikan dan kepiting bahkan ada yang masih menggunakan tombak yang
lebih akrab mereka sebut “panah ikan”. Profesi sebagai nelayan merupakan
warisan turunan yang mereka dapat dari para pendahulu. Sebab awalnya
masyarakat di Kelurahan Kawal khususnya kampung Kawal Pantai mayoritas
berprofesi sebagai nelayan. Hal ini dikarenakan wilayah domisili mereka yang
dekat dengan perairan laut ditambah dengan potensi bahari yang sangat potensial.
Dalam penelian ini penulis dapat menyimpulkan bahwa dampak
masyarakat nelayan yang pernah menggunakan alat tangkap pukat sebagaimana
yang di cantumkan dalam peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 2
tahun 2015. Beberapa nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat yang
9
diketahui berdasarkan informasi dari Tokoh Masyarakat setempat, dapat diuraikan
pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1
Data Nelayan yang Pernah Menggunakan Pukat
No Tekong (Kapten
Kapal)
ABK Jenis Pukat
1 La Ode Kcik, La kama, Mais Pukat Harimau
2 Parto Badrol, Jaiz, Sam. Pukat Harimau
3 Iskandar (Kaci) Kirman, Erol, Mamat, Jalal Pukat Harimau
4 Wiro Indra Pukat Harimau
5 Andi Arifin
(Acok)
Roi, Andi, Ari Pukat Harimau
Sumber : Tokoh Masyarakat setempat
Pada kenyatannya, mereka sesungguhnya menyadari akan dampak buruk
dari alat tangkap pukat yang mereka gunakan. Namun demikian, kesan
menjanjikan dari alat tangkap ini membuat para nelayan memilih menggunakan
sekali pun berdampak langsung pada ekosistem laut. Dari kejadian ini, penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan dampak dari
penerapan kebijakan tersebut dengan mengakat judul “Dampak Permen-KP
Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Tangkap Pukat
Terhadap Masyarakat Nelayan di Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan”.
10
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian menggunakan jenis penelitian menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Dalam hal ini Penulis menganalisis dokumentasi (buku,
jurnal dan sebagainya) yang relevan dengan penelitian ini, kemudian menganalisis
fenomena yang terjadi, sehingga mampu menggambarkan dan menjelaskan
fenomena-fenomena yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri dan
Dinas Kelautan Kabupaten Bintan serta masyarakat nelayan. dengan jumlah
informan sejumlah 20 orang. Teknik pengumpulan data yang di lakukan adalah
menggunakan wawancara dan dokumentasi dengan menggunakan sember data
primer dan sekunder.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk melihat bagaimana dampak Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015
terhadap masyarakat nelayan yang ada di Kampung Kawal Pantai Kelurahan
Kawal, maka konsep yang digunakan dinyatakan oleh William N. Dunn (dalam
Riant Nugroho, 2003: 89) bahwa enam hal yang harus diperhatikan agar suatu
kebijakan maupun peraturan memiliki dampak sebagai suatu alternatif, yaitu :
A. Effectiveness
Pada poin ini yang dimaksud yaitu apakah kebijakan tersebut dapat
mencapai sasaran yang telah dirumuskan. Kebijakan yang dalam hal ini adalah
Peraturan Menteri harus memiliki tujuan yang terfokus pada sasaran yang
terpusat.
Kebijakan yang melarang penggunaan alat tangkap pukat sejatinya telah
sesuai dengan apa yang diharapan, yakni agar penggunaan alat tangkap yang
11
merusak bisa dihentikan. Namun demikian, masih ada beberapa pandangan yang
menyatakan bahwa Peraturan tersebut kurang memuat cakupan yang luas. Jika
menelaah pada isi dari Permen tersebut, Peraturan ini memang telah memuat
unsur-unsur yang diharapkan. Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015 pada Pasal 2 dan
3 memuat semua unsur jenis alat tangkap pukat yang dilarang.
Peraturan Menteri tersebut secara garis besar telah memuat poin-poin
penting sebagaimana yang diharapkan. Walaupun ada sedikit celah, namun dapat
dianggap telah cukup memenuhi kriteria kesesuaian antara sasaran dengan tujuan
yang diharapkan. Pada akhirnya kesuaian antara isi dari kebijakan yang dalam hal
ini adalah Peraturan Menteri telah tepat pada sasarannya.
B. Efficiency
Hal yang dimaksud yaitu apakah kebijakan yang akan diambil itu
seimbang dengan sumber daya yang tersedia untuk melakukan pengawasan dan
pemberian sanksi atas pelanggaran. Artinya Kementerian melalui perwakilannya
di Perangkat Daerah harus memberikan aksi nyata. Suatu peraturan akan sangat
memberikan dampak jika diiringi dengan pengawasan yang menyeluruh.
upaya pemberlakukan sanksi tegas terkait Peraturan Menteri ini mampu
mengurangi bahkan menghentikan penggunaan alat tangkap pukat yang ada
khusunya untuk nelayan Kampung Kawal Pantai. Dari kejadian di lapangan ini,
tentu bisa dikatakan bahwa ini merupakan sebuah pencapaian yang baik. Namun
demikian, masih diperlukan tindak lanjut yang lebih serius agar harapan untuk
benar-benar menjaga kelestarian ekosistem laut dapat terwujud.
12
C. Adequacy
Hal yang dimaksudkan yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup memadai
untuk memecahkan masalah yang ada. Pada implementasinya Peraturan yang
dibuat harus benar-benar dapat menyelesaikan atau minimal mengurangi
permasalahan dan tidak menimbulkan masalah baru.
peraturan ini memiliki peran besar dalam menghentikan penggunaan alat
tangkap pukat dan menjaga kelestarian ekosistem laut. Banyaknya kasus
penangkapan nelayan yang menggunakan pukat sebagaimana yang disiarkan di
media-media nasional seperti media elektronik dan massa membuat para nelayan
di sini beralih ke alat tangkap lainnya yang diperbolehkan dan tentunya lebih
menjaga kelestarian alam bawah laut.
D. Perataan
Hal yang dimaksudkan yaitu apakah kebijakan didistribusikan kepada
semua kalangan. Dari sini terdapat suatu keharusan bahwa suatu kebijakan
haruslah diinformasikan kepada semua kalangan baik melalui sosialisasi maupun
surat edaran dan pengumuman sosialisasi secara langsung terkait kebijakan ini
memang tidak dilakukan baik oleh Pemerintah Provinsi yang sekarang memiliki
wewenang maupun Pemerintah Kabupaten yang sebagai elemen pendukung,
namun upaya untuk menyampaikannya telah dilakukan. Dengan demikian, hal
tersebut tetap merupakan suatu sosialisasi meskipun tidak dilakukan dalam suatu
acara khusus untuk bersosialisasi. Sebab, tujuan utama dari sosialisasi adalah
menyampaikan suatu pesan untuk diketahui bersama.
13
E. Responsivitas
Hal yang dimaksud yaitu apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan
dan prefensi. Inti tentunya bermuara pada tingkat pencapaian paling tinggi dari
suatu kebijakan yang bersifat alternative.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 yang
bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan alam bawah laut tanpa harus
mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat bisa dikatakan cukup berhasil. Namun
penulis memiliki opini lebih lanjut, bahwa akan lebih efektif lagi jika Pemerintah
Pusat melalui Pemerintah Daerah lebih sering untuk turun ke lapangan dan
melihat bagaimana keadaan para nelayan yang telah berhenti menggunakan alat
tangkap pukat. Jika stabilitas ekonomi mereka baik, maka tidak terjadi masalah.
Akan tetapi, jika hal itu mengganggu bahkan menurunkan produktifitas mereka,
Pemerintah dapat mencari alternatif lain guna menjaga kestabilan ekonomi
masyarakat. Bisa dengan melakukan pelatihan usaha atau bahkan membuka
lapangan pekerjaan baru.
F. Ketepatan
Hal yang dimaksudkan yaitu apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-
benar bernilai. Dalam penegasannya dapat dikatakan bahwa kebijakan memiliki
muatan nilai sosial dan juga selaras dengan nilai sosial dalam Konstitusi.
Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015 ini memang memiliki tujuan yang
sangat sesuai dengan apa yang dimuat dalam Konstitusi dan menjadi cita-cita
leluhur bangsa. Harapan yang tersirat dalam Peraturan ini sangat sesuai dengan
nilai sosial yang mengedepankan kepentingan bersama. Walaupun banyak
14
mendapat penolakan saat peraturan ini diterbitkan, itu merupakan hal yang amat
wajar. Namun demikian, Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015 ini hanya sebagai
manifestasi dari keinginan untuk menjaga kelestarian lingkungan yakni ekosistem
laut demi kebaikan yang lebih urgen di masa yang akan datang.
KESIMPULAN
Setelah diuraikan dan dianalisis dapat disimpulkan bahwa dampak
terbitnya Permen-KP Nomor 2 Tahun 2015 terhadap masyarakat nelayan
Kampung Kawal Pantai terbagi dalam beberapa elemen, mulai dari dampak
ekonomi, dampak peralihan sampai kepada dampak sosial. Namun kesemua
dampak itu tidak sepenuhnya berorientasi negatif. Untuk melihat dampak
peraturan tersebut dapat dituangkan dalam enam poin berikut :
1. Effectiveness. Pada poin ini yang dimaksud yaitu apakah kebijakan tersebut
dapat mencapai sasaran yang telah dirumuskan. Dalam analisis penulis dapat
diasumsikan kembali bahwa Kebijakan yang melarang penggunaan alat
tangkap pukat sejatinya telah sesuai dengan apa yang diharapan, yakni agar
penggunaan alat tangkap yang merusak bisa dihentikan.
2. Efficiency. Hal yang dimaksud yaitu apakah kebijakan yang akan diambil itu
seimbang dengan sumber daya yang tersedia untuk melakukan pengawasan
dan pemberian sanksi atas pelanggaran. Sebelum peraturan ini terbit memang
pihak aparat tetap melaksanakan pengawasan. Bedanya ketika peraturan ini
terbit, maka terdapat penambahan satu dasar dalam melakukan pengawasan,
yakni mengawasi penggunaan alat tangkap pukat di lautan.
3. Adequacy. Hal yang dimaksudkan yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup
memadai untuk memecahkan masalah yang ada. Peraturan ini memiliki peran
15
besar dalam menghentikan penggunaan alat tangkap pukat dan menjaga
kelestarian ekosistem laut. Banyaknya kasus penangkapan nelayan yang
menggunakan pukat sebagaimana yang disiarkan di media-media nasional
seperti media elektronik dan massa membuat para nelayan di sini beralih ke
alat tangkap lainnya yang diperbolehkan.
4. Perataan. Hal yang dimaksudkan yaitu apakah kebijakan didistribusikan
kepada semua kalangan. Sosialisasi secara langsung terkait kebijakan ini
memang tidak dilakukan baik oleh Pemerintah Provinsi yang sekarang
memiliki wewenang maupun Pemerintah Kabupaten yang sebagai elemen
pendukung, namun upaya untuk menyampaikannya telah dilakukan.
5. Responsivitas. Hal yang dimaksud yaitu apakah hasil kebijakan memuaskan
kebutuhan dan prefensi. Tingkat perekonomian masyarakat nelayan khususnya
di Kawal Pantai yang sebagian besar telah beralaih dari “memukat” ke jaring
ikan hampir memiliki kesamaan. Kalau pun menurun, tidak terlalu jauh.
Bahkan terkadang ada yang pendapatannya lebih besar dibanding saat
menggunakan pukat.
6. Ketepatan. Hal yang dimaksudkan yaitu apakah hasil (tujuan) yang diinginkan
benar-benar bernilai. Penulis simpulkan bahwa Permen-KP Nomor 2 Tahun
2015 benar-benar memuat nilai sosial yang justru sangat sesuai dengan norma
kehidupan. Setiap bangsa tentunya menginginkan dan menyiapkan kondisi
kehidupan yang layak bagi re-generasinya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Aidi, Muhammad. 2001. Kebijakan Publik: Teori dan Praktiknya. Bandung: PT.
Mizan Pustaka.
Danim, S. 2003. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi
Aksara.
Giroth. 2004. Kebijakan Sebagai Suatu Alternatif. Jakarta: Pustaka Media.
Ginkel. 2007. Perekonomian Masyarakat Pesisir di Jawa Timur. Surabaya: Suryo
Cipta.
Gulo, W. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia.
Hanif, Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta: Penerbit Grasindo.
Hikmat. R. H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Cet, Pertama. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Imron, masyuri. 2003 “kemiskinan dalam Masyarakat Nelayan” dalam Jurnal
masyarakat dan budaya. PMB –LIPI.
Kusnadi Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial Bandung: Humaniora
Utama Press, 2001
Ndraha, Chandra. 2003. Kebijakan Sosial di Masyarakat. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Ninda. 2009. Masyarakat Kultural. Jakarta: Grasindo.
Nogi, S. Hessel. 2000. Analisis Kebijakan Publik Kontemporer. Yogyakarta:
Lukman Offset.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1998. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nugroho, Riant. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Nugroho, Riant. 2014. Kebijakan Publik Di Negara-negara Berkembang.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif.Bndung,Remeja Rosdakarya
Pangeman, Adrian. P, dkk. 2002. Transmigrasi, Upaya Memenuhi Kebutuhan
Hidup. Bandung: Cakrawala.
17
Salusu. 1998. Pengambilan Keputusan Strategik: Untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Nonprofit. Jakarta: Grasindo.
Solihin, A. 2004. Musim Paceklik Nelayan dan Jaminan Sosial. Jakarta: Rineka
Cipta.
Subagyo, Wisnu dan Margariche. 1997. Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Jawa
Timur (Kasus Desa Nelayan Jatirejo, Kecamatan Lekok Kabupaten
Pasuruan). Jakarta: Bupara Nugraha.
Suharsimi dan Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Syarifin, Pipin. P, dkk. 2005. Pemerintah Daerah Di Indonesia. Bandung :
Pustaka Setia
Susanto, A. S. 2004. Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Binacipta.
Sastrawidjaya. dkk. 2002. Nelayan Nusantara. Pusat Riset Pengolahan Produk
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Thoha, Miftah. 2002. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Prenada
Media Grup.
Ulumuddin. 2009. Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Yayasan BPFE.
Universitas Indonesia.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Wuntu, Giroth. 2004. Kehidupan Sosial. Yogyakarta: Galang Press.
Referensi Jurnal
Adhayanto, Oksep. 2014. Maritime Constitution. Universitas Maritim Raja Ali
Haji: Jurnal SELAT Volume 2 Nomor 1 Edisi 3.
Adhayanto, Oksep dan Yudhanto Satyagraha Adiputra. 2015. Dampak Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 Terhadap Peraturan Daerah di Kabupaten
Bintan Tahun 2015 (Studi Peralihan di Bidang Kelautan dan
Pertambangan). Universitas Maritim Raja Ali Haji: Jurnal SELAT Volume
2 Nomor 2 Edisi 4.
Astuti, Sari Wiji. 2015. Reorientasi Politik Hukum Pengelolaan Wilayah Kelautan
di Daerah Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah: Mendukung Visi Negara Maritim di Daerah. Universitas Maritim
Raja Ali Haji: Jurnal SELAT Volume 3 Nomor 1 Edisi 5.
Bathoro, Alim. 2016. Pembangunan Kemaritiman dan Pesisir (Studi Kasus
Analisis Kebijakan Jembatan Selat Sunda Perraturan Presiden Nomorr 86
18
Tahun 2011). Universitas Maritim Raja Ali Haji: Jurnal SELAT, Volume
3 Nomor 2 Edisi 6.
Endri. 2016. Analisis Problematika Tindak Pidana Perikanan di Indonesia.
UMRAH: Prosiding SNPK (Seminar Nasional Perbatasan dan
Kemaritiman. Volume 1. ISSN. 2540-783X.
PS, Agus Prihartono dan atkhul Muin. 2016. Sinerggi Pengelolaan Kelautan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Sebagai Penguatan Poros
Maritim Indonesia. UMRAH: Prosiding SNPK (Seminarr Nasional
Perbatasan dan Kemaritiman. Volume 1. ISSN. 2540-783X.
Peraturan perundangan-undangan
Undang-undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 17.
UU RI Nomor 9 Tahun 1985
UU RI Nomor 31 Tahun 2004
Tap MPR-RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status
Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tanjungpinang
maka Kabupaten Bintan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015 Tentang
Larangan Penggunaan Alat Tangkap Pukat.